FAKTOR RISISKO PENYAKIT GOUT ARTHRITIS PADA LANSIA DI DESA TEJO KECAMATAN KANOR KABUPATEN BOJONEGORO

  

FAKTOR RISISKO PENYAKIT GOUT ARTHRITIS PADA

LANSIA DI DESA TEJO KECAMATAN KANOR

KABUPATEN BOJONEGORO

  1

  2 Mukhammad Himawan Saputra , Dwi Helynarti Syurandhari , Asih Media

  3

  4 Yuniarti , Fajar Firmansyah

  Program Studi S-1 Kesehatan Masyarakat Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Majapahit Mojokerto

  

Corresponding author :

ABSTRAK

  

Lanjut usia adalah individu yang berusia diatas 60 tahun, dengan memiliki tanda-tanda terjadinya

penurunan fungsi-fungsi biologis, psikologis, sosial, ekonomi. Keadaan yang di tandai oleh

kegagalan seseorang untuk mempertahankan keseimbangan, kegagalan ini berkaitan dengan

penurunan daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara individual dan

mudahnya terserang penyakit. Gout arthritis merupakan suatu penyakit yang diakibatkan dari

penimbunan kristal monosodium urat di dalam tubuh dan banyak di derita oleh lansia. Tujuan

penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi penyakit gout arthritis dan menganalisis faktor risiko

usia, kegemukan, makanan berpurin, keturunan, jenis kelaminpada gout arthritis di Desa Tejo

Kecamatan Kanor Kabupaten Bojonegoro. Desain penelitian ini menggunakan pendekatan case

control terhadap 70 responden lansia yang terdiri dari 35 responden lansia kasus dan 35 responden

lansia kontrol dan menggunakan uji statistik regresi logistik. Variabel yang merupakan faktor

risiko gout arthritis adalah usia (OR= 29,0 CI 95%(7,96-105,55), jenis kelamin (OR= 9,7 CI

95%(7,96-105,55), keturunan (OR= 0,82 CI 95%(0,24-2,76), makanan berpurin (OR= 26,6 CI

95%(6,66-107,30), kegemukan (OR= 13,5 CI 95%(4,30-42,37). Pada faktor risiko keturunan tidak

berpengaruh terhadap gout arthritis. Akan tetapi pada faktor usia adalah faktor yang paling

berpengaruh terhadap kejadian gout arthritis pada lansia di Desa Tejo Kecamatan Kanor

Bojonegoro. Perlu pengaturan makanan serta olahraga yang cukup bagi penderita. Kata kunci: Gout arthritis, Lansia, Faktor Risiko, Merokok, Keturunan

LATAR BELAKANG

  Penduduk lansia di desa Tejo Kecamatan Kanor Kabupaten Bojonegoro banyak mengalami penyakit sendi, hal ini terlihat dari data diagnosis di posyandu lansia, kebanyakan yang sering dikeluhkan oleh lansia saat datang mereka merasakan pegal-pegal di daerah sendi serta linu di persendian. Sedangkan yang banyak terdiagnosis oleh dokter di posyandu lansia merupakan penyakit gout

  

arthritis dan rematoid arthritis, sampai saat ini belum diketahui penyebab yang

melatar belakangi penyakit tersebut.

  Angka prevalensi Gout di dunia secara global belum tercatat, Di Indonesia, gout arthritis (asam urat) menduduki urutan ke dua setelah osteoarthritis. Prevelensi gout arthritis pada populasi di Amerika diperkirakan 13,6/100.000 penduduk. (Kuo et al, 2015) sedangkan di Indonesia sendiri diperkirakan 1,6-13,6/100.000 orang. Prevelensi ini meningkat seiring dengan meningkatnya umur (Wurangian, 2014). Menurut Riskesdas, Indonesia tahun 2013, pravelensi penyakit sendi pada usia 55-64 tahun 45,0%, usia 65-74 tahun 51,9%, usia > 75 tahun 54,8%. Penyakit sendi yang sering dialami oleh golongan lanjut usia yaitu penyakit artritis gout, osteoarthritis dan artritis reuomatoid.

  Berdasarkan Data untuk kasus gout di Bojonegoro dari data Dinas Kesehatan Kabupaten Bojonegoro tahun 2015 total dari 28 kecamatan yang ada, ditemukan pravelensi 4.273 penderita gout dan berdasarkan studi pendahuluan yang peneliti lakukan di Desa Tejo Kecamatan Kanor Kabupaten Bojonegoro dari data posyandu lansia di Seluruh Desa Tejo sebanyak 149 orang lansia yang ada, dan 39 lansia yang terdiagnosis penyakit gout arthritis. Oleh karena itu hal ini menarik bagi peneliti untuk menelitinya.

  Faktor risiko di Indonesia pravalensi tertinggi ada pada penduduk daerah pantai, karena kebiasaan atau pola makan daging ikan, karena konsumsi ikan laut mengakibatkan Gout, Selain itu umur juga merupakan faktor risiko yang perlu diperhatikan, hiperurisemia lebih banyak dialami oleh pria dari pada wanita. Hal ini berkaitan dengan asam urat pada pria yang cenderung meningkat setelah bertambahnya usia. Sedangkan pada wanita, biasanya baru mengalami asam urat setelah menopause (Fitriana, 2015). Hasil penelitian menyebutkan orang – orang dengan riwayat genetik/keturunan yang mempunyai hiperurisemia mempunyai risiko 1-2 kali lipat di banding pada penderita yang tidak memiliki riwayat genetik atau keturunan. Kadar asam urat dikontrol oleh beberapa gen. Jenis kelamin pun memeliki peran dalam penyakit gout, pria dianggapan lebih berisiko dari pada wanita, sebab wanita lebih banyak memproduksi hormon esterogen yang mampu mencegah pembentukan asam urat. Sekitar 98 persen serangan asam urat pada wanita hanya terjadi pada usia menopause. (Arissa, 2013). Penyakit dan obat- obatan juga harus di perhatikan karena kedua faktor tersebut berperan dalam pemicu terjadinya peningkatan kadar gout Ini merupakan faktor risiko terjadinya

  hiperurisemia (Fitriana, 2015).

  Penanggulangan serta usaha pencegahan faktor risiko serangan Gout pada umumnya dengan menghindari segala sesuatu yang dapat menjadi pencetus serangan, sehingga kita harus mengetahui makanan yang dapat memperbesar terjadinya risiko Gout, tidak hanya makanan untuk menghindari risiko, selain itu minum yang cukup untuk membantu memperlancar pembuangan Gout oleh tubuh, mengurangi berat badan bagi yang kegemukan dengan melakukan olah raga yang juga bermanfaat untuk mencegah kerusakan sendi, perbanyak makanan yang bersifat basa hal ini akan membantu mempermudah ginjal dalam mengeluarkan asam urat, konsumsi jus lemon akan merangsang tubuh untuk memproduksi kalium karbonat yang berfungsi untuk menetralkan asam urat, istirahat yang cukup di malam hari 8 hingga 9 jam per hari (Fitriana, 2015).

  METODE

  Desain penelitian dalam penelitian ini menggunakan (komparatif) dengan rancang bangun penelitian ini adalah Kasus Kontrol (Case Control) jenis penelitian ini merupakan kebalikan dari penelitian kohort, yaitu peneliti melakukan pengukuran pada variabel dependen terlebih dahulu (Muhith et al, 2011).

  Dalam penelitian ini populasinya adalah seluruh lansia di Desa Tejo Kecamatan Kanor Bojonegoro berjumlah 149 responden dari 110 yang tidak terkena gout arthritis dan 39 yang terkena penyakit gout arthritis. Sampelnya adalah sebagian lansia di Desa Tejo Kecamatan Kanor Bojonegoro berjumlah 70 responden lansia yang terdiri dari 35 lansia yang terkena penyakit gout dan 35 lansia yang tidak terkena gout. Jenis pengambilan sampel yang digunakan adalah probability sampling dengan teknik Simple Rondom Sampling.

  Variabel bebas dalam penelitian ini adalah faktor risiko gout arthritis yaitu: jenis kelamin, usia, keturunan, obesitas dan makanan berpurin lebih. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah penyakit gout arthritis pada lansia. Untuk penelitian ini dilaksanakan di Desa Tejo Kecamatan Kanor Kabupaten Bojonegoro pada tanggal 19 April - 2 Mei 2017.

  Analisis bivariat merupakan analisis yang digunakan untuk mengetahui faktor risiko penyakit gout arthritis pada lansia dengan mengunakan uji chi

  

square menganalisis Faktor Risiko Penyakit Gout arthritis pada Lansia di Desa

  Tejo Kecamatan Kanor Bojonegoro. Nilai odd ratio (OR) untuk menentukan apakah suatu variabel merupakan faktor risiko gout arthritis. Dengan confidence

  interval (CI) sebesar 95%.

  HASIL

  Tabel 1. Distribusi Frekwensi Responden Berdasarkan Usia Lansia di Desa Tejo Kecamatan Kanor Bojonegoro Bulan Maret 2017

  No Usia Frekuensi (f) Presentase (%) 1 > 60 Tahun 81 54,28 2 < 60 Tahun 68 45,67

Jumlah 149 100,0

  Tabel 2. Distribusi Frekwensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Lansia Di Desa Tejo Kecamatan Kanor Bojonegoro Bulan Maret 2017

  No Jenis Kelamin Frekuensi (f) Presentase (%)

  1 Laki-laki 63 42,28

  2 Perempuan 86 57,72

Jumlah 149 100,0

  Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa sebagianbesar usia responden (54,28) adalah > 60 Tahun. Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden jeniskelamin (57,72) adalah perempuan.

  Tabel 3. Tabulasi Data Faktor Risiko Usia Penyakit Gout Arthritis pada Lansia di Desa Tejo Kecamatan Kanor Bojonegoro Maret 2017

  Faktor Risiko Kasus Kontrol P OR CI 95% value

f % f %

< 60 Tahun

  6 17,14 30 85,71 7,968- Usia 0,000 29,000 105,553 > 60 Tahun

  29 82,86 5 14,29 Laki-laki 9 25,71 27 77,14 Jenis

  3,265- Kelamin 0,000 9,750 26,118 Perempuan

  26 74,29 8 22,86 Keturunan Ada Keturunan 6 16,7 0,247- 0,500 0,828 2,769

  Tidak ada Keturunan 29 80,0 35 100,0 Berpurin 32 91,4 10 28,6 6,667- Makanan 0,000 26,667 107,303 berpurin

  Tidak 3 8,6 25 71,4 Berpurin Kegemukan 27 77,1 7 20,0 4,301- 0,000 13,500 42,375

  Kegemukan Tidak 8 22,9 28 80,0 Kegemukan

  PEMBAHASAN

  Berdasarkan tabel 3 di atas, menunjukkan bahwa dari faktor risiko usia menunjukkan nilai p value = 0,000 maka

  p value < α = 0,05, gout arthritis dapat

  dipengaruhi oleh usia, berdasarkan nilai odd ratio pada CI 95% (7,968-105,553) sebesar 29,000, maka lansia yang berusia > 60 tahun berisiko 29 kali mengalami

  Gout Arthritis dari pada lansia berusia < 60 tahun.

  Menurut Muhith, 2016, bila seseorang bertambah tua, kemampuan fisik dan mentalnya perlahan-lahan pasti akan mengalami penurunan. Akibatnya aktivitas hidupnyapun akan terpengaruh, yang pada akhirnya akan mengurangi kesigapan seseorang dan rentan terhadap penyakit. Penyakit asam urat atau disebut dengan gout arthritis terjadi terutama pada laki-laki, mulai dari usia pubertas hingga mencapai puncak usia 40-50 tahun keatas, sedangkan pada perempuan, persentase asam urat mulai didapati setelah memasuki masa menopause. Hasil penelitian epidemiologi diketahui bahwa beberapa ras tertentu memiliki kecenderungan terserang penyakit asam urat, selain itu hasil penelitian diketahui bahwa usia 15- 45 tahun yang diteliti sebanyak 85 orang, dimana pria mengalami penyakit asam urat sebanyak 1,7% dan perempuan 0,05 % (Kuo et al, 2015)

  Berdasarkan hasil dari peneliti, responden yang berusia < 60 tahun yang memiliki hasil kadar asam urat berjumlah 30 responden, hal ini mungkin dikarenakan enzim urikinase sudah tidak bisa berfungsi dengan baik, sehingga pembuangan asam urat melalui ginjal terganggu selain itu, untuk menurunkan kadar asam urat dalam tubuh adalah dengan memperbanyak intensitas olahraga secara rutin 4-5 kali dalam seminggu, atau sedikitnya bergerak untuk mengeluarkan keringat setiap hari. Dan juga harus benar-benar menjaga pola makan dan gaya hidup dengan begitulah penyakit gout arthritis atau penyakit lain yang menyerang di usia tua kemungkinan kecil menyerang tubuh kita. (Diantara dan Kesumawati, 2013)

  Tabel 3 di atas menunjukkan bahwa dari faktor risiko jenis kelamin menunjukkan nilai p value = 0,000 maka

  p value < α = 0,05, gout arthritis dapat

  dipengaruhi oleh jenis kelamin, berdasarkan nilai odd ratio pada CI 95% (3,265- 26,118) sebesar 9,750, maka lansia yang berjenis kelamin laki-laki berisiko 9,7 kali mengalami Gout Arthritis dari pada lansia yang berjenis kelamin perempuan.

  Para pria lebih banyak terserang asam urat dan kadarnya cenderung meningkat sejalan dengan peningkatan usia. Oleh karena itu olahraga merupakan pilihan utama untuk menurunkan kadar asam urat, dan juga sangat penting bagi tubuh sebagai cara untuk menstimulasi sendi agar tidak kaku olahraga ringan juga sangat membantu bagi lansia misalnya joging, jalan kaki beberapa meter dan lari- lari kecil dan dibarengi dengan makanan buah-buah segar yang memiliki serat tinggi dan kandungan air misal apel, mangga, jambu air dan semangka, dll. (Dianati, 2015)

  Berdasarkan tabel 3 di atas, menunjukkan bahwa dari faktor risiko keturunan menunjukkan nilai p value = 0,500 maka

  p value > α = 0,05, gout

arthritis tidak dipengaruhi keturunan, berdasarkan nilai odd ratio pada CI 95%

  (0,247-2,769) sebesar 0,824 maka keturunan tidak menjadi faktor risiko Gout Arthritis .

  Menurut Fitriana (2015), penyakit asam urat termasuk dalam kategori penyakit yang tidak diketahui penyebabnya secara klinis. Sejauh ini, banyak yang menduga bahwa asam urat berkaitan erat dengan faktor genetik dan faktor hormonal. Asam urat juga dapat ditemukan pada orang dengan faktor genetik yang kekurangan hipoxanthine guanine, phosphoribosyl. Hal inilah yang menjadi ketidak normalan metabolisme tubuh yang menyebabkan asam urat meningkat secara drastis.

  Dari nilai OR pada penelitian ini tidak ada pengaruh faktor risiko keturunan di Desa Tejo Kecamatan Kanor Bojonegoro karena kebanyakan penduduk tidak mempunyai riwayat dari keluarganya yang terserang Gout Arthritis, melainkan faktor yang dominan adalah faktor usia. Sehinga dalam keseharian responden lansia sudah menjaga pola makan yang baik seperti menghindari makanan yang memicu gout artritisseperti jeroan, makanan yang diawetkan seperti sarden, kacang-kacangan, makanan atau minuman yang mengandung alkohol seperti tape, ragi dan makanan yang mengandung garam dan gula yang tinggi selain itu di barengi dengan olahraga yang teratur dan istirahat yang cukup bagi tubuh, sehingga asam urat akan berisiko sangat kecil untuk menyerang tubuh. (Lumonon et al, 2015)

  Berdasarkan tabel 3 di atas, menunjukkan bahwa dari faktor risiko makanan berpurin menunjukkan nilai p value = 0,000 maka p value < α = 0,05, gout

  

arthritis dapat dipengaruhi oleh makanan berpurin, berdasarkan nilai odd ratio

  pada CI 95% (6,627-107,303) sebesar 26,667, maka lansia yang makan makanan berpurin berisiko 26,6 kali mengalami Gout Arthritis dari pada lansia yang tidak makan makanan berpurin.

  Menurut Muhith (2016), salah satu masalah fisik sehari-hari yang sering ditemukan pada lansia adalah nyeri sendi panggul yang disebabkan oleh gangguan sendi panggul misalnya arthritis dan osteoporosis, maupun kelainan tulang-tulang sendi dan akibat kelainan pada saraf dari punggung bagian bawah yang terjepit. Lansia yang memiliki asupan purin tinggi lebih berisiko mengalami kadar asam urat tinggi atau terjadinya gout arthritis sebanyak 43,9 kali dibandingkan dengan lansia yang memiliki asupan purin normal. Hal ini karena purin merupakan senyawa basa organik yang menyusun asam nukleat dan termasuk dalam kelompok asam amino unsur pembentuk protein (Diantari & Kesumawati,2013). Menurut Dianati (2015) makanan berpurin juga merupakan faktor risiko Gout

  

Arthritis . Konsumsi makanan yang mengandung purin berlebih seperti daging,

  jeroan, udang, tape, kacang-kacangan, bayam, dan lain sebagainnya dapat menaikkan kadar purin dalam tubuh.

  Apabila pola makan tak terjaga terus dilakukan tanpa adanya pengontrolan, maka jumlah purin dalam tubuh dapat melewati ambang batas normal sehingga dapat menimbulkan penyumbatan purin pada sendi dan terjadi Gout artritis maka harus diperlukan pengontrolan terhadap kadar asam urat darah, menjaga pola makan dan harus pandai memilah makanan yang baik dan buruk, untuk makanan yang baik bagi penderita gout adalah makanan yang bersifat basa dan mengandung serat misalnya pepaya, melon blimbing, semangka. (Kurniawati et

  al , 2014)

  Berdasarkan tabel 3 di atas, menunjukkan bahwa dari faktor risiko kegemukan menunjukkan nilai p value = 0,000 maka p value < α = 0,05, gout

  

arthritis dapat dipengaruhi oleh kegemukan, berdasarkan nilai odd ratio pada CI

  95% (4,301-42,375) sebesar 13,500, maka lansia yang mengalami kegemukan berisiko 13,5 kali mengalami Gout Arthritis dari pada lansia yang tidak mengalami kegemukan.

  Penelitian yang dilakukan oleh Wisesa et al (2011), Menemukan bahwa obesitas sentral berhubungan dengan kejadian hiperurisemia dengan nilai (OR = 5,44; CI 95% 1,584-18,714, p = 0,007), pada etnis asli Bali, pada orang yang over

  

weight (IMT > 25 kg/m²), kadar leptin dalam tubuh akan meningkat hal ini

  berbeda dengan IMT kurus yang kadar leptin tidak akan meningkat. Leptin merupakan protein dalam bentuk heliks yang disekresi oleh jaringan adipose. Peningkatan kadar leptin seiring dengan meningkatnya kadar asam urat dalam darah. Hal tersebut karena adanya gangguan proses reabsorbsi asam urat pada ginjal (Dianati, 2015).

  Pada penelitian ini gout arthritis cenderung terjadi pada lansia yang mengalami kegemukan (over weight) dibanding yang IMT normal. Seseorang dinyatakan obesitas apabila IMT lebih dari 30 dan obesitas merupakan salah satu faktor gaya hidup yang berkontribusi terhadap kenaikan asam urat selain diet tinggi purin dan konsumsi alkohol. Kegemukan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi Gout Arthritis di Desa Tejo Kecamatan Kanor Bojonegoro dikarenakan kurangnya aktivitas yang rutin serta kurangnya mengontrol makanan yang baik dibutuhkan tubuh dan tidak, sehingga sebagian responden mengalami kegemukan, sehingga perlu rajin-rajin dan rutin untuk berolahraga, olahraga bisa menurunkan lemak pada tubuh dan menghindari kegemukan dengan joging ataupun lari-lari kecil tidak perlu olahraga berat dan menyita stamina yang terpenting rutin bisa dilakukan 4-5 kali seminggu dengan durasi sekitar 30-45 menit. Dengan cara tersebut kegemukan bisa dihindari, taklupa juga mengontrol asupan makanan yang masuk kedalam tubuh dan hindari makanan yang bersifat lemak terlebih dahulu sehingga risiko kegemukan tidak akan terjadi dan gout arthrtis tidak akan menyerang tubuh. ( Az-Zahra et al, 2014).

  KESIMPULAN

  Faktor risiko usia, jenis kelamin, kegemukan makanan berpurin berpengaruh terhadap terjadinya gout arthritis pada lansia di Desa Tejo Kecamatan Kanor Bojonegoro. Sedangkan faktor risiko keturunan pada lansia di Desa Tejo Kecamatan Kanor Bojonegoro tidak berpengaruh terhadap terjadinya gout arthritis .

  Lansia hendaknya dapat meningkatkan informasi dan wawasan tentang pencegahan terjadinya gout arthritis sehingga lansia dapat lebih siap dalam menghadapi perubahan yang terjadi ketika mereka sudah berusia lanjut dan dapat mencegah terjadinya gangguan fungsi pada tubuh yang terserang gout arthrtis. Bagi lansia yang sudah mengalami gout arthritis diharapkan dapat melakukan penanganan yang baik sehingga dampak gout arthritis dapat di hindari.

DAFTAR PUSTAKA

  Arissa, M. I. (2013). Pola Distribusi Kasus Osteoartritis di RSU Dokter Soedarso Pontianak Periode 1 Januari 2008-31 Desember 2009. Jurnal Mahasiswa PSPD FK Universitas Tanjungpura , 1(1).

  Az-zahra, F., Nurwahid, D., & Pangastuti, R. (2014). Pola makan, obesitas, dan frekuensi serangan pada pasien artritis gout. Jurnal Gizi Klinik Indonesia,

  11 (1), 12-19.

  Dianati, N. A. (2015). Gout and hyperuricemia. Jurnal Majority, 4(3). Diantari, E., & Kusumastuti, A. C. (2013). Pengaruh Asupan Purin dan Cairan

  Terhadap Kadar Asam Urat Wanita Usia 50-60 Tahun di Kecamatan Gajah Mungkur, Semarang. Journal of Nutrition College, 2(1), 44-49. Fitriana, R. (2015). Cara Cepat Usir Asam Urat. Yogyakarta: Medika. Kuo, C. F., Grainge, M. J., Zhang, W., & Doherty, M. (2015). Global epidemiology of gout: prevalence, incidence and risk factors. Nature

  reviews rheumatology , 11(11), 649

  Kurniawati, E., Kaawoan, A., & Onibala, F. (2014). Pengaruh Penyuluhan Kesehatan Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Klien Gout Arthritis Di Puskesmas Tahuna Timur Kabupaten Sangihe. JURNAL KEPERAWATAN, 2 (2).

  Lumunon, O. J., Bidjuni, H., & Hamel, R. (2015). Hubungan Status Gizi Dengan Gout Arthritis Pada Lanjut Usia Di Puskesmas Wawonasa Manado.

  JURNAL KEPERAWATAN , 3(3).

  Muhith, A, Nasir, A, Ideputri. (2011). Metodologi Penelitian Kesehatan.

  Yogyakarta: Mulia Medika. Muhith, A, Suyoto, S. (2016). Pendidikan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Andi.

  Sholihah, F. M. (2014). Diagnosis and Treatment Gout arthritis. Jurnal Majority, 3 (7). Wisesa Ida Bagus Ngurah, Ketut Suastika. (2011). Hubungan antara konsentrasi

  asam urat serum dengan resistensi insulin pada penduduk suku bali asli di

dusun Tenganan Pengringsingan Karangasem . Bagian Ilmu Penyakit

  Dalam FK Unud/RS Sanglah. Denpasar. J. Penyakit dalam, Volume 10: 110-121

  Wurangian, M., Bidjuni, H., & Kallo, V. (2014). Pengaruh Kompres Hangat Terhadap Penurunan Skala Nyeri Pada Penderita Gout Arthritis Di Wilayah Kerja Puskesmas Bahu Manado. JURNAL KEPERAWATAN, 2(2).