elatio3gmail.com,2 wadirakademikakbidarrahmagmail.com Abstract - HUBUNGAN UMUR DAN PARITAS IBU DENGAN KEJADIAN RUPTURA PERINEUM PADA IBU BERSALIN DI RSUD SIDOARJO PERIODE JANUARI SAMPAI JULI TAHUN 2017

  

HUBUNGAN UMUR DAN PARITAS IBU DENGAN KEJADIAN RUPTURA PERINEUM

PADA IBU BERSALIN DI RSUD SIDOARJO PERIODE JANUARI SAMPAI JULI

TAHUN 2017

Nur Saidah 1) , Eka Yusmanisari 2) 1,2

  Akademi Kebidanan Ar-Rahma Bangil Pasuruan 2 wadirakademikakbidarrahma@gmail.com

  

Abstract

Perennial rupture needs pay attention because of dysfunctional organ of reproduction mother. It can

cause the sources of bleeding and the way out entering infection makes death because of bleeding.

The aim of this study is to analyze relationship between the age and the mothers parities with

perennial rupture to the mothers birthing in RSUD Sidoarjo. This study uses analytical method with

cross sectional. The sampling technique uses probability with sampling random. The writer uses

secondary data in the medical room at RSUD Sidoarjo, on January

  • – Juli 2017 and the total of

    respondents are 95. The criteria of inclusive sampling are the normal birthing mothers and having

    perennial rupture spontaneously or episiotomy.Thedata analyzed have run two steps; bivariate and

    univariate. The first, distributes frequency and the second, it uses Chi-Square. The result of this study

    is almost the age of respondents who are birthing contain 95 % aging 20-35 years old and most of

    mother parities amount 52, 6% multipara and the last, most of perennial rupture are 61% the second

    degree. The result of chi-square test shows that the value of age P is 0, 025% and the parities P is

    0,000. It means that H0 is refused (H1 acceptable) and shows that the relationship between the age

    and the parities with perennial rupture to the mothers birthing. The advices to mothers birthing and

    their family are counseling about how important loving care from straining steps in the birthing,

    accompaniment of birth and the worst straining and the last the pregnant gym for perennial elastic

    in the birthing.

  Keywords : the age, paritas, rupture perineum 1.

   PENDAHULUAN

  Ruptur perineum perlu mendapatkan perhatian karena dapat menyebabkan disfungsi organ reproduksi wanita, sumber perdarahan, sumber atau jalan keluar masuknya infeksi, serta dapat menyebabkan kematian karena perdarahan atau sepsis. (Mochtar, 2006).Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua perdarahan setelah atonia uteri yang terjadi pada hampir persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Seorang primipara atau orang yang baru pertama kali melahirkan ketika terjadi peristiwa "kepala keluar pintu" biasanya perineumnya mengalami ketegangan sehingga terjadi robekan pada pinggir depannya. Luka-luka biasanya ringan tetapi kadang-kadang terjadi juga luka yang luas dan berbahaya.(Prawirohardjo, 2007).

  Beberapa penyebab ruptur perineum menurut

  Mochtar (2006) pada ibu dalam persalinan antara lain adalah usia ibu, dijumpai pada ibu yang berumur lebih dari 30 tahun yang lazimnya disebut dengan primitua. Paritas ibu yang melahirkan lebih dari 1 kali, elastitistas perineum yang keras dan kaku, berat badan bayi lebih dari 4000 gram, lebar perineum dengan ukuran normal 4 cm pada perineum, cepatnya kepala janin melewati dasar panggul, karena defleksi kepala bayi yang terlalu cepat, posisi persalinan yang salah atau kesalahan dari cara mengedan, serta persalinan dengan fakum atau porceps. Menurut Weber dari Universitas Pittsburgh

  School of Medicine (2003), belum ada

  konsensus untuk angka ideal terjadinya ruptur perineum tapi menurut fakta sekarang bahwa ruptur perineum yang terjadi lebih dari 20% tidak dapat dibenarkan. Dan menurut beberapa penelitian ditemukan bahwa angka kejadian ruptur perineum lebih rendah dari 10% dapat menghasilkan output yang lebih baik untuk ibu dan bayi. Berdasarkan hasil data prasurvey, angka kejadian ruptura perineum spontan yang dialami ibu primigravida di salah satu wilayah jawa timur tahun 2007 masih sangat tinggi yaitu sebanyak 41 orang (65%) dari 63 persalinan normal. Sedangkan yang tidak mengalami ruptura perineum berjumlah 22 orang. Jumlah berat badan bayi > 3100 gr yaitu 32 bayi sedangkan yang < 3.100 gr sebanyak 31 bayi. Berdasarkan prasurvey dengan tehnik wawancara dengan petugas Kamar bersalin di RSUD Sidoarjo pada bulan Mei Tahun 2017 jumlah persalinan secara spontan di kamar bersalin kurang lebih 100 ibu bersalin yang semuanya rata – rata mengalami rupture perineum dikarenakan RSUD Sidoarjo adalah Rumah Sakit Rujukan.

  2.1 Konsep Umur

  sinciput , muka dan dagu yang mempunyai ukuran panjang akan melalui perineum.

  Kejadian varises ini makin meningkat pada kehamilan makin tinggi dan segera akan menghilang atau berkurang setelah persalinan. Penyebab varises adalah karena faktor herediter dan dirangsang

  f) Varises pada pelvis maupun jaringan parut pada perineum dan vagina.

  Benda yang didorong adalah janin, ruangannya adalah pelvis dan tenaga yang mendorong adalah kontraksi rahim. Jika tidak ada disproporsi (ketidaksesuaian) antara pelvis dan janin normal serta letak anak tidak patologis, maka persalinan dapat ditunggu spontan. Apabila dipaksakan mungkin janin dapat lahir namun akan terjadi trauma persalinan salah satunya adalah laserasi perineum (Mochtar, 2006).

  Proses persalinan merupakan suatu proses mekanik, dimana suatu benda didorong melalui ruangan oleh suatu tenaga.

  pelvic disproportional )

  e) Kesempitan panggul dan CPD (chepalo

  Primigravida adalah ibu yang baru pertama kali mengalami kehamilan. Pada primigravida, pemeriksaan ditemukan tanda- tanda perineum utuh, vulva tertutup, himen pervoratus, vagina sempit dengan rugae. Pada persalinan akan terjadi penekanan pada jalan lahir lunak oleh kepala janin. Dengan perineum yang masih utuh pada primi akan mudah terjadi robekan perineum (Mochtar, 2006).

  d) Primipara

  Perineum yang rapuh dan oedem Pada proses persalinan jika terjadi oedem pada perineum maka perlu dihindarkan persalinan pervaginam karena dapat dipastikan akan terjadi laserasi perineum (Mochtar, 2006).

  Kepala lahir hendaknya pada akhir kontraksi agar kekuatan mengejan tidak terlalu kuat c)

  Jika ibu mengejan terlalu kuat saat melahirkan kepala yang merupakan diameter terbesar janin maka akan menyebabkan laserasi perineum. Bila kepala telah mulai lahir, ibu diminta bernapas panjang, untuk menghindarkan tenaga mengejan karena

  Umur atau usia adalah perhitungan usia yang dimulai dari saat kelahiran seseorangsampai dengan waktu penghitungan usia (Depkes, 2013) oleh meningkatnya hormone estrogen dan progesteron atau faktor lainnya. Kesulitan yang mungkin dijumpai adalah saat persalinan dengan varises vulva yang besar sehingga saat episiotomi dapat terjadi perdarahan (Mochtar,2010).

  b) Mengejan terlalu kuat

2. KAJIAN LITERATUR

  Partus Presipitatus merupakan persalinan yang lebih pendek dari 3 jam. Kadang-kadang pada multipara dan jarang sekali pada primipara terjadi persalinan yang yang terlalu cepat sebagai akibat his yang kuat dan kurangnya tahanan dari jalan lahir (Oxorn, 2010). Partus presipitatus dapat menyebabkan terjadinya robekan perineum bahkan robekan serviks yang dapat mengakibatkan perdarahan pascapersalinan .

  a) Partus presipitatus

  Faktor Maternal Ruptur Perineum

  Penyebab 1)

  a.

  Perineum adalah daerah antara kedua belah paha, antara vulva dan anus. Perineum berperan dalam persalinan karena merupakan bagian luar dasar panggul.

  Perineum merupakan ruang berbentuk jajaran genjang yang terletak di bawah dasar panggul (Oxorn, 2010).

  2.3 Konsep Dasar Ruptura Perineum

  Paritas adalah wanita yang pernah melahirkan bayi aterm.Paritas dapat dibedakan menjadi primipara, multipara dan grandemultipara (Prawiroharjo,2010). Primipara adalah wanita yang telah melahirkan seorang anak, yang cukup besar untuk hidup di dunia luar. Multipara adalah wanita yang telah melahirkan seorang anak lebih dari satu kali (Prawirohardjo, 2010). Multigravida adalah wanita yang sudah hamil, dua kali atau lebih.Grandemultipara adalah wanita yang telah melahirkan 5 orang anak atau lebih dan biasanya mengalami penyulit dalam kehamilan dan persalinan (Bobak,2005)

  2.2 Konsep Paritas

  g) Kelenturan Jalan Lahir

  Alat genital perempuan mempunyai sifat yang lentur. Jalan lahir akan lentur pada perempuan yang rajin berolahraga atau rajin bersenggama. Olahraga renang dianjurkan karena dapat melenturkan jalan lahir dan otot-otot di sekitarnya.

Gambar 2.1 Ruptura perineum derajat I

  Jalan lahir yang lentur dapat melahirkan kepala bayi dengan lingkar kepala > 35 2)

  Derajat II : robekan mengenai selaput cm, padahal diameter awal vagina adalah lendir vagina, komisura posterior, kulit 4 cm. Kelenturan jalan lahir berkurang perineum, dan otot perineum. Jahit bila calon ibu yang kurang olahraga, atau menggunakan teknik sesuai prosedur genitalnya sering terkena infeksi. Infeksi penjahitan luka perineum. akan mempengaruhi jaringan ikat dan otot di bagian bawah dan membuat kelenturanya hilang (karena infeksi dapat membuat jalan lahir menjadi kaku).

  Bayi yang mempunyai lingkar kepala maksimal tidak akan dapat melewatinya, jika dipaksakan maka akan mengakibatkan laserasi perineum yang tidak beraturan dan lebar. Kondisi seperti ini mendorong tenaga kesehatan untuk melakukan episiotomi guna melebarkan jalan lahir dengan menggerakkan alur robekan. Menurut penelitian, jika pada

Gambar 2.2 Ruptura perineum derajat II

  trimester 3, ibu hamil sering melakukan pijatan di daerah perineum maka akan 3)

  Derajat III : robekan mengenai selaput melenturkan daerah pijatan tersebut. lendir vagina, komisura posterior,kulit b. Derajat Laserasi Perineum perineum, otot perineum, otot sfingter ani

  Menurut derajat robekan dibagi menjadi 4 derajat : 1)

  Derajat I : robekan hanya pada selaput lendir (mukosa) vagina, komisura posterior dengan atau tanpa mengenai kulit perineum, sekitar 1-1,5 cm. Tidak perlu dijahit jika tidak ada perdarahan dan posisi luka baik.

Gambar 2.3 Ruptura perineum derajat III

  4) Derajat IV : robekan robekan mengenai selaput lendir vagina, komisura posterior, kulit perineum, otot perineum, otot sfingter ani, dan dinding depan rektum.

  Penolong persalinan tidak dibekali ketrampilan untuk reparasi laserasi perineum derajat tiga atau empat. Segera rujuk ke fasilitas rujukan.

Gambar 2.4 Ruptura perineum derajat IV

  Persalinan adalah serangkaian proses dimana hasil konsepsi genap bulan atau hampir genap bulan dikeluarkan dari tubuh ibu. Persalinan normal adalah persalinan yang berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri, bayi tunggal, umur kehamilan genap bulan, letak belakang kepala, tidak ada komplikasi ibu dan anak, berlangsung kurang dari 18 jam( Mochtar, 2006).

  Menurut Saifuddin (2008) persalinan normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37 – 42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin.

  Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat analitik dengan pendekatan Cross

  Sectional . Tehnik pengambilan sampel probability sampling dengan cara simple random sampling. Peneliti menggunakan data

  Sekunder di Ruang Bersalin RSUD Sidoarjo bulan Januari sampai bulan Juli tahun 2017 yang berjumlah 95 responden. Kriteria inklusi sampel adalah ibu yang bersalin normal dan mengalami ruptura perineum baik yang kriteria eksklusinya persalinan dengan tindakan seperti vacum ekstraksi. Variabel independent : umur ibu, paritas. Variabel dependent : ruptur perineum ibu bersalin. Dalam penelitian ini instrument yang digunakan lembar ceklist, kemudian dilakukan editing, coding dan skoring serta cleaning data dan terakhir dianalisis menggunakan uji chisquare.

  4. HASIL DAN PEMBAHASAN 2.2. Hubungan umur ibu dengan kejadian ruptura perineum pada ibu bersalin

  Kelompok umur 20 – 35 tahun sebagian besar responden 90,5% sebanyak 86 orang. Sebagian kecil 4 responden (4,2%) adalah umur < 20 tahun dan 5 responden (5,3%) adalah umur >35 tahun.

  Keterkaitan umur dijelaskan dalam Jurnal medis dokter kandungan dan ginekologi yang berisi sebuah penelitian dari

  Royal College of Obstetricians dan Gynecologists , menyatakan bahwa "usia

  aman untuk hamil adalah di usia 20 sampai 35 tahun ".Beberapa fakta yang dinyatakan oleh para ahli medis tersebut adalah sebagai berikut: perempuan cenderung mengalami lebih banyak komplikasi seperti pre- eklampsia, keguguran, bayi lahir mati, kehamilan ektopik dll jika mereka hamil di atas usia 35 tahun. Kesuburan telur juga mulai menurun diatas usia 30 tahun, sehingga membuat wanita lebih sulit hamil. Program yang ideal adalah memiliki anak pertama di awal atau pertengahan 20-an dan anak berikutnya di akhir usia dua puluhan atau awal tiga puluhan.( Ramli,2015). Wanita yang berusia dibawah 20 tahun terutama pada primipara beresiko tinggi melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) serta mengalami malformasi janin yang merupakan penyebab kematian perinatal .

2.5Konsep Persalinan

3. METODE PENELITIAN

  Hasil penelitian ini menunjukkan adanya kesesuaian antara hasil yang diperoleh dengan teori yang dikemukakan pada teori bahwa usia aman untuk hamil adalah di usia 20 sampai 35 tahun. Dalam penelitian ini ibu yang melahirkan adalah usia 20 sampai 35 tahun namun mengalami rupture perineum. Meskipun aman untuk hamil bisa terjadi rupture perineum dikarenakan berdasarkan tabel 2 bahwa Mayoritas ibu bersalin yang melahirkan di RSUD Sidoarjo adalah ibu inpartu yang beresiko Tinggi dan rujukan dari BPM,Puskesmas, dokter dan lain sebagainya dengan berbagai macam Diagnosa patologis seperti inpartu dengan PEB + KEK , PEB+Oligohidramnion+Hipoglikemi, KPP, PEB, KEK dan lain sebagainya. Diagnosa Patologis adalah indikasi yang dibenarkan untuk melakukan episiotomi apabila ada indikasi medis misalnya gawat janin, penyulit kelahiran ataupun jaringan parut (JNPKR& JHPIEGO, 2013). Beberapa komplikasi ibu bersalin antara lain sebagian kecil Inpartu Prolong Kala I Fase Laten dan Aktif sejumlah 36 responden (37,9%), 16 responden ( 16,8%) KPP dan 12 responden (12,6%) mengalami inpartu dengan Premature, HBSAG positif, Bekas SC, Taksiran Bayi besar dan lain sebagainya.

  • – 4, 38,9% (37 Orang) paritas Primipara dan 8,4 % (8 Orang Grandemultipara.

  Hasil uji statistik diperoleh nilai korelasi

  Chi Square dengan ρ value 0,025 < α 0,05

  yang artinya Ho ditolak, hal ini menunjukan ada hubungan bermakna antara umur ibu bersalin dengan kejadian ruptur perineum. Pada umur < 20 tahun, organ-organ reproduksi belum berfungsi dengan sempurna, sehingga bila terjadi kehamilan dan persalinan akan lebih mudah mengalami komplikasi. Selain itu, kekuatan otot-otot perineum dan otot-otot perut belum bekerja secara optimal, sehingga sering terjadi persalinan lama atau macet yang memerlukan tindakan. Faktor resiko untuk persalinan sulit pada ibu yang belum pernah melahirkan pada kelompok umur ibu dibawah 20 tahun dan pada kelompok umur di atas 35 tahun adalah 3 kali lebih tinggi dari kelompok umur reproduksi sehat (20-35 tahun) (Siswo Sudarno.,2008). Robekan perineum umumnya terjadi digaris tengah dan biasa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat sudut arcuspubis lebih kecil daripada biasa, sehingga kepala janin terpaksa lahir lebih kebelakang seperti biasa. Kemudian kepala janin melewati pintu bawah panggul dengan ukuran yang lebih besar daripada sircum ferensia suboksifito

  bregmatika ( Rixky Meijeny,2009). Robekan

  ini dapat dihindari atau dikurangi dengan menjaga jangan sampai dilalui oleh kepala janin dengan cepat, sebaliknya kepala janin yang akan lahir jangan ditahan terlampau kuat atau lama karena akan dapat menyebabkan otot-otot dasar panggul melemah karena diregangkan terlalu lama.

  2.3. Hubungan paritas dengan kejadian ruptura perineum pada ibu bersalin

  Sebagian kecil 52,6 % (50 orang) paritas

  2

  Keterkaitan hasil penelitian dapat dijelaskan Paritas adalah jumlah anak yang pernah dilahirkan oleh ibu, baik yang lahir hidup maupun yang lahir mati dari pasangan suami istri. Pada kehamilan yang terlalu sering maka akan menyebabkan alat- alat reproduksi belum pulih dan belum siap untuk menjalani proses persalinan kembali sehingga menyebabkan daerah perineum mudah sekali ruptur. Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian. Primipara mempunyai resiko ruptur lebih tinggi, karena belum pernah mempunyai pengalamandalam persalinan dibandingkan pada multipara ataupun grande multipara(Wiknjosastro,2008).

  Teori lain mengungkapkan robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama (Primipara) dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Pada ibu dengan paritas satu atau ibu primipara memiliki resiko lebih besar untuk mengalami robekan perineum daripada ibu dengan paritas lebih dari satu. Hal ini dikarenakan jalan lahir yang pernah dilalui oleh kepala bayi sehingga otot – otat perineum belum meregang (Walyani & Purwoastuti (2016). Adapun penyebab rupture perineum pada primipara karena kelenturan jalan lahir / elastisitas perineum, mengejan yang tergesa- gesa tidak teratur. Sedangkan yang multipara bisa terjadi karena berat badan bayi yang besar, kerapuhan perineum, asuhan sayang sayang ibu yang kurang baik sehingga persalinan kurang terkendali seperti ibu kelelahan, partus lambat ( Sulistyawati, 2010).

  Hasil uji analisis antara paritas ibu dengan kejadian ruptur perineum di RSUD Sidoarjo (p value = 0,000) artinya terdapat hubungan yang bermakna antara paritas dengan rupture perineum. Hal ini disebabkan tidak selalu ibu dengan paritas sedikit (primipara) mengalami ruptur perineum dan paritas banyak (multipara dan grande multipara) tidak mengalami ruptur perineum, karena setiap ibu mempunyai tingkat keelastisan perineum yang berbeda-beda. Semakin elastis perineum maka kemungkinan tidak akan terjadi ruptur perineum. Pada bulan-bulan terakhir kehamilan akan terjadi peningkatan hormon yang dapat melembutkan jaringan ikat apabila dilakukan pemijatan di area perineum secara rutin. Peningkatan elastisitas perineum akan mencegah terjadinya ruptur perineum maupun episiotomy. Menurut Sarwono (2005) bahwa pada primipara yang melahirkan bayi cukup bulan, perlukaan jalan lahir tidak dapat dihindarkan. Menurut Wikjosastro (2007) bahwa lapisan mukosa dan kulit perineum pada seorang ibu primipara mudah terjadi ruptur. Hal ini terjadi karena kepala janin terlalu cepat lahir, sebelumnya pada perineum terdapat banyak jaringan parut, pada persalinan terdapat distosia bahu, ibu yang mengejan terlalu cepat (Walyani&Purwoastuti,2016).

  Hasil penelitian yang diperoleh bahwa paritas dengan rupture perineum menunjukkan adanya kesesuainan antara teori dan hasil penelitian yaitu Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman untuk hamil dan melahirkan ditinjau dari sudut kematian, meskipun dari 95 ibu bersalin sejumlah 46 orang dilakukan episiotomy dan mengalami rupture perineum derajat 2. Beberapa pertimbangan keputusan untuk melakukan episiotomi antara lain keyakinan Bidan karena jika dibiarkan perineum menjadi robek, pertimbangan malpresentasi dan malposisi janin, bayi premature, TBJ kecil, TBJ > 4000 gram serta jika pasien yang menunjukkan ketidakmampuan untuk mengendalikan diri sejak dari awal persalinan maka sebaiknya petugas kesehatan sudah merencanakan untuk melakukan episiotomy (Sulistyawati & Nugraheny ( 2013).

  Obstetri . Jakarta: EGC 5.

  10. 2015.http://www.kompasiana.com/ditaa nugrah/angka-kematian-ibu-di- indonesia-masih-jauh-dari-target-mdgs- 2015_54f940b8a33311ba078b4928.dita anugerah pratiwi,

  Kebidanan Persalinan & Bayi Baru Lahir .Pustaka Baru.Yogyakarta

  9. Purwoastuti.Walyani.2016.Asuhan

  Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal & Neonatal .Pustaka Baru.Yogyakarta

  Rachimhadhi 8. Purwoastuti.Walyani.2015.Asuhan

  Kebidanan . Jakarta: Yayasan Trijatmo

  Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.Jakarta 7. Prawiroharjo, Sarwono. 2007. Ilmu

  andi offset.Yogyakarta 6. Prawirohardjo.2010. Ilmu Kebidanan.

  Patologi dan Fisiologi Kebidanan .C.V

  Oxorn William.2010.Ilmu Kebidanan

  Indonesia 4. Mochtar, Rustam. 2006. Sinopsis

  Terjadinya ruptur perineum dapat dicegah atau dikurangi dengan melakukan latihan senam hamil atau senam dasar panggul selama kehamilan dan sebelum persalinan, karena dapat meningkatkan kekuatan dan kelenturan otot-otot dasar panggul, ligamen, dan jaringan serta fasia yang berperan dalam mekanisme persalinan (Schott, 2008). Pimpinan persalinan untuk mengejan secara benar sangat menentukan sampai seberapa jauh terjadi perlukaan pada perineum (Prawirohardjo, 2007).

  Persalinan Normal dan Inisiasi Menyusui Dini . Jakarta: USAID

  3. JNPK-KR/POGI . 2014. Asuhan

  Depkes,201

  Maternitas. Edisi 4 . Jakarta: EGC 2.

  Bobak, 2005. Buku Ajar Keperawatan

  REFERENSI 1.

  Sidoarjo (p value = 0,000) artinya terdapat hubungan yang bermakna antara paritas dengan rupture perineum.

  Hubungan paritas dengan kejadian ruptura perineum pada ibu bersalin Hasil uji analisis antara paritas ibu dengan kejadian ruptur perineum di RSUD

  Sidoarjo (p value = 0,025) hal ini menjelaskan bahwa ada hubungan umur ibu dengan rupture perineum pada ibu bersalin.

  Hubungan umur dengan kejadian ruptura perineum pada ibu bersalin Hasil uji analisis hubungaan umur ibu dengan kejadian ruptur perineum di RSUD

  5. KESIMPULAN

  11. Rosdiana ramli,2015. http://www.program- hamil.com/2015/04/usia-yang-paling- baik-untuk-hamil.html

  12. Abdul.2013.Pelayanan Saifudin,Bari Kesehatan Maternal dan Neonatal.

  Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirorahardjo 13. R. 2008. Siswosudarmo, ObstetriFisiologi. Pustaka Cendekia.

  Yogyakarta.

  14. Sulistyawati Ari, Nugraheny Esti. 2013.

  Asuhan Kebidanan Pada Pada Ibu Bersalin . Jakarta: Salemba Medika

  15. Winkjasastro, H (2005). Ilmu

  kandungan. Jakarta :Yayasan Bina Pustaka- Sarwono Prawiroharjo

Dokumen yang terkait

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DAN JUMLAH ANAK DENGAN PEMILIHAN PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI PADA AKSEPTOR KB (Di RW 03 Kelurahan Kedung Cowek Surabaya)

0 0 6

FAKTOR-FAKTOR PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF PADA IBU BEKERJA DI PONKESDES AWANG AWANG KECAMATAN MOJOSARI MOJOKERTO

0 0 6

PENGARUH AIR ALKALI TERHADAP NEOVASKULARISASI TIKUS GALUR WISTAR (RATTUS NORVEGICUS) DENGAN LUKA HIPERGLIKEMIA

0 0 6

Kata Kunci: kecukupan energi, protein dan status gizi 1. PENDAHULUAN - HUBUNGAN TINGKAT KECUKUPAN ENERGI DAN PROTEIN DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK KELAS V SEKOLAH DASAR ISLAM TERPADU AL – AZHAR KEDIR

0 1 5

PENYAPIHAN DINI DENGAN STATUS GIZI ANAK BAWAH DUA TAHUN [BADUTA] DI POSYANDU GRAHA

0 0 7

PERAN VARIABEL CONFOUNDING DALAM MEMPENGARUHI ASOSIASI ANTARA KONSUMSI PANGAN HEWANI, BUAH DAN SAYUR IBU DENGAN STATUS GIZI BALITA (ANALISIS MANTEL HAENSZEL DENGAN CONFOUNDING : JUMLAH BALITA SERUMAH DAN PENDIDIKAN IBU DI DESA TAWANG KECAMATAN WATES KABUP

0 0 5

HUBUNGAN PERSEPSI SUAMI DENGAN MOTIVASI IBU DALAM PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI KELUARGA BERENCANA (Studi di RW 01 Dusun Dempok Desa Grogol Kecamatan Diwek Jombang)

0 0 7

PEMAKAIAN KONTRASEPSI HORMONAL DENGAN KEJADIAN FLOUR ALBUS FISIOLOGI di BPS WIJI UTAMI SIDOARJO

0 0 5

HUBUNGAN PERILAKU IBU HAMIL TRIMESTER III DALAM MENGKONSUMSI TABLET FE DENGAN KEJADIAN ANEMIA DI PUSKESMAS NGORO MOJOKERTO

0 0 6

email: arieffardiansyah123gmail.com Abstract - ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN JAMBAN DI DAERAH BANTARAN SUNGAI DESA LALADAN KABUPATEN LAMONGAN

0 0 5