BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah perkembangan NAPZA - Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyalahgunaan NAPZA pada Residen di Panti Sosial Parmadi Putra “Insyaf” Sumatera Utara.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah perkembangan NAPZA

  Dalam perkembangannya pada tahun 1805, seorang Dokter berkebangsaan Jerman bernama Friedrich Wilhelm menemukan senyawa opium amaniak yang kemudian diberi nama morfin (morphine). Dimana nama morphine itu sendiri diambail dari nama Dewa Yunani yaitu Morphius yang berarti Dewa Mimpi. Morfin diperkenalkan sebagai pengganti opium sebagai candu mentah. Di India dan Persia candu diperkenalkan oleh Alexander The Great pada 330 SM dimana pada waktu itu candu dipergunakan untuk bumbu masakan yang bertujuan untuk relaksasi tubuh.

  Pada tahun 1856 ketika pecahnya perang saudara di A.S. Morphin ini sangat populer dipergunakan untuk penghilang rasa sakit luka-luka pada saat perang, kemudian sebahagian tahanan-tahanan tersebut “ketagihan” disebut sebagai “penyakit tentara”. Tahun 1874 seorang ahli kimia bernama Alder Wright dari London, merebus cairan morphin dengan asam anhidrat (cairan asam yang ada pada sejenis jamur) campuran ini membawa efek ketika diuji coba kepada anjing yaitu: anjing tersebut tiarap, ketakutan, mengantuk dan muntah-muntah.

  Ditemukan dan dikembangnya narkotika tidak lain dan tidak bukan pada dasarnya adalah untuk kepentingan medis (pengobatan), namun seiring berkembangnya hubungan internasional yang menyangkut di dalamnya dunia politik, meraup keuntungan, menjadikan narkoba sebagai lahan bisnis yang menguntungkan dengan menambah zat-zat adiktif yang berbahaya yang tentu dapat mengancam kehidupan masyarakat. Terlihat jelas dengan menambahkan zat adiktif menandakan awal mulanya penyalahgunaan narkoba yang tadinya dimanfaatkan sebagai penghilang rasa sakit kemudian menjadi obat yang membuat seseorang mengalami ketergantungan. Penambahan zat adiktif berbahaya dapat memicu sesorang menjadi berhalusinasi semakin tinggi dan kecanduan, dapat merusak jaringan syaraf dan organ-organ tubuh seseorang sehingga pada akhirnya berimbas pada kematian.

  Pada tahun 1906, dalam mengatasi penyalahgunaan narkoba, Amerika turut serta dalam membuat undang-undang yang meminta farmasi memberikan label yang jelas untuk setiap kandungan dari obat yang di produksi. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui ada atau tidaknya kandungan opium yang ada dalam obat yang di produksi tersebut. Pada tahun 1914, dibuatlah peraturan yang mengharuskan peraturan pemakai dan penjual narkoba wajib untuk membayar pajak, melarang memberikan narkotika kepada pecandu yang tidak ingin sembuh serta menahan paramedis dan menutup tempat rehabilitasi.

  Pada tahun 1923, Amerika juga melarang penjualan bentuk narkotika terutama heroin. Dilarangnya penjualan narkotika inilah yang menjadi awal penjulan/perdagangan gelap terhadap narkotika yang berdiri di Chinatown, New York. Perdagangan gelap narkotika seiring berkembangnya pasar global maka pada akhirnya menyebar ke seluruh penjuru dunia termasuklah ke Indonesia.

2.2 NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif)

  2.2.1 Pengertian NAPZA

  Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif (NAPZA)adalah:

  a) Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menyebabkan ketergantungan yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

  b) Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintesis bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas normal dan perilaku, yang digolongkan sebagaimana terlampir dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.

  c) Zat Adiktif adalah zat atau obat yang dapat menyebabkan ketagihan/adiksi.(Pedoman rehabilitasi sosial dengan metode therapeutic community bagikorban penyalahgunaan NAPZA).

  2.2.2 Jenis-jenis NAPZA dan Efek yang ditimbulkan

  Zat-zat yang sering disalahgunakan dan dapat menyebabkan gangguan, menurut Soewadi (1996), dapat digolongkan sebagai berikut: (a) opioda, misalnya morfin, atau daun koka; (d) alkohol yang terdapat pada minuman keras; (e) amfetamin; (f) halusinogen, misalnya LSD, meskalin dan psilosin; (g) sedativa dan hipnotika, misalnya matal, rivo, nipam; (h) fensiklidin (PCP); (i) nikotin yang terdapat pada tembakau; dab (k) kafein yang terdapat pada kopi. Semua zat ini dapat berpengaruh pada susunan saraf pusat (otak) sehingga disebut zat psikotropika atau psikoaktif.

  Menurut Volpicelli (1989) dan Holmes(1996), efek yang ditimbulkan oleh zat psikoaktif dapat menurunkan kewaspadaan dan penampilan kognitif, seperti persepsi dan memori (misalnya obatgolongan sedativa dan hipnotika); efek menenangkan (misalnya matal, lekso,rivo); efek menidurkan (misalnya mogadon, nipan).

  Holmes (1996) membagi psikoaktif dalam tiga kategori, yaitu: depresan, stimulan dan halusinogen. Depresan adalah jenis psikoaktif yang mempunyai pengaruh mengurangi aktivitas fungsional tubuh, yaitu dengan mengurangi dorongan fisiologis dan ketegangan psikologis. Alkohol dan heroin termasuk kategori ini.

  Alkohol bekerja menekan fungsi saraf pusat, dan bukan fungsi memberikan stimulan atau rangsangan. Rasa stimulan ini timbul karena kemampuan mengendurkan beberapa pengekangan perilaku sosial. Dengan konsentrasi 0,03 sampai 0,05 persen dalam darah, alkohol dapat menimbulkan sedikit rasa pening, relaksasi dan pelepasan hambatan. Pecandu alkohol tingkat ini dapat mengatakan hal-hal yang biasanya tidak dapat dikatakannya, menjadi lebih pandai bergaul, kepercayaan diri meningkat, tetapi bisa juga reaksi motoriknya berjalan lamban. Apabila pemakaian alkohol mencapai 0,1% dalam darah dapat mengakibatkan fungs sensorik dan motorik terganggu, sehingga pecandu tingkat inisering berbicara tidak jelas, sulitmengkoordinasikan

  2% bisa berakibat tidak mampu mengerjakan apa-apa, dan jika konsentrasi mencapai 4% dapat mengakibatkan kematian.

  Sementara itu jenis heroin, yang biasanya digunakan dalam bentuk bubuk: dicampur dalam rokok, dihisaplangsung, atau disuntikkan, bekerja dengan mengurangi sensasi fisik dan memberikan respans pada stimulus dengan tertekannya sistem saraf pusat. Perubahan kesadaran yang diakibatkan pemakaian heroin tidak terlalu mencolok, tetapi bisa mengakibatkan ketergantungan fisik walaupun digunakan dalam waktu singkat. Pada mulanya heroin memang bisa memberikan perasaan yang menyenangkan, siap memberikan respons dan menjadi lebih tangkas, tetapi dalam waktu singkat akan mengalami gejala yang sangat tidak menyenangkan, misalnya gelisah dan bahkan sakit, sehingga untuk menghentikan rasa sakit dan gelisah itu mendorong untuk meneruskan pemakaian zat ini.

  Jenis psikoaktif kategori stimulan merupakan zazyang merangsang atau meningkatkan fungsi kerja tubuh. Ada dua macam yang termasuk kategori ini, yaitu amfetamin dan kokain. Amfetamin adalah stimulan yang sangat kuat, yang efeknya langsung terasa setelah menggunakan zat ini, diantranya peningkatan kewaspadaan dan tidak mengantuk serta mengurangi rasa lelah dan bosan. Tetapi untuk menghasilkan efek yang sama ditimbulkan dosis yang lebih besar pada pemakaian berikutnya.

  Jika pemakaian dihentikan akan berakibat sindrom putus obat, sehingga akan mengalami kelelahan yang luar biasa, sakit kepala dan bahkan depresi. Lebih dari itu, rasa curiga kepada orang lain tanpa alasan yang rasional, adanya sikap memusuhi orang lain, atau angan-angan yang menyiksa.

  Dosis tinggi yang disuntikan melaluipembuluh darah dapat menyebabkan pengalaman yang menyenangkan dengan segera, tetapi akan diikuti sifat lekas marah dan rasa tidak enak yang hanya bisa ditambahin dengan suntikan. Tetapi jika penyuntikan terus dilakukan dapat mengakibatkan crash, yaitu terus menerus tidur yang disertai dengan saat-saat yang penuh kelesuan dan depresi.

  Kokain, daun koka yang kering, dapat meningkatkan energi dan rasa percaya diri serta mengurangi kepenatan dan nafsu makan. Pemakaian dalam dosis kecil berefek menyenagkan,namun dalam dosis tinggi dapat jantung berdebar-debar dan hilangnya nafsu makan secara drastis.

  Halusinogen adalah zat yang efek utamanya mengubah pengalaman persepsi, termasuk perubahan persepsi yang dramatik, yaitu terjadinya halusinasi. LSD dan mariyuana termasuk jenis ini. LSD (Lysergic Acid Diethylamided) dapat menimbulkan efek pengalaman yang menyenangkan tetapi dapat pula memberikan reaksi yang tidak menyenangkan pada pemakai.

  Pemakai LSD dapat mengalami halusinasi yang hidup tentang warna dan suara atau mendapatkan pengalaman mistik atau semi religius. LSD juga dapat mengakibatkan hilangnya orientasi realitas bagi pemakainya. Perubahan kesadaran ini dapat mengakibatkan pemakainya sangat tidak rasional, berperilaku membingungkan serta kadang-kadang menjadi panik dan merasa dirinya tidak dapat mengendalikan

  Mariyuana, atau yang biasa disebut ganja, merpakan obat dari bahan THC (Tetrahydracsannubinol), yang dalam dosis rendah dapat mengakibatkan perasaan “memuncak”, namun dalam dosis tingi akan mengakibatkan reaksi yang hebat. Tahap pertama saat stimulasi dan perasaan riang gembira, dan tahap berikutnya adalah saat ketenagan dan tertidur. Efek yang terjadi padasaat kesadaran karena penggunaan mariyuana adalah perubahan sensorik dan depresi; pada umumnya timbul rasa gembira, perasaan sejahtera dan sehat, distori jarak dan waktu, terjadi perubahan persepsi dan pengalaman sosial serta sejumlah pengalaman “sukma melayang”.

2.2.3 Perkembangan Penggunaan NAPZA

  Berdasarkan sejarah penggunaannya, narkotika pada awalnya hanya digunakan sebagai alat bagi upacara-upacara ritual keagamaan dan di samping itu juga dipergunakan untuk pengobatan. Adapun jenis narkotika pertama yang digunakan pada mulanya adalah candu atau lazimnya disebut sebagai madat atau opium.

  Dalam upaya peningkatan di bidang pengobatan dan pelayanan kesehatan, narkotika cukup diperlukan ketersediaannya, namun apabila disalahgunakan akan menimbulkan efek yang sangat berbahaya bagi penggunanya karena pengguna akan mengalami ketergantungan yang dapat merugikan diri si pengguna sendiri, sehingga harus dilakukan pengendalian dan pengawasan yang ketat dan seksama.

  Sejalan dengan perkembangan kolonisasi maka perdagangan candu semakin tumbuh subur dan pemakaian candu secara besar-besaran dilakukan di kalangan etnis bawah kekuasaan pemerintah kolonial Belanda.

  Saat ini perkembangan penggunaan narkotika semakin meningkat dan pesat dan tidak untuk tujuan pengobatan atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan, melainkan dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan yang sangat besar, yaitu dengan melakukan perdagangan narkotika secara illegal ke berbagai negara. Hal ini menimbulkan keprihatinan bagi masyarakat internasional, mengingat dampak yang ditimbulkan akibat penyalahgunaan narkotika yang sangat berbahaya bagi kehidupan berbangsa dan bernegara khususnya bagi keberlangsungan dan perkembangan generasi muda. Atas dasar pertimbangan tersebut telah melahirkan beberapa konvensi internasioanal guna menanggulangi perkembangan perdagangan narkotika secara illegal.

  Konvensi internasioanal pertama yang mengatur tentang narkotika adalah Hague Opium Convention 1912 dan selanjutnya berturut-turut adalah the Geneva

  Opium International Opium Convention

  1925, the Geneva Convention Limiting

  theManufacture and Regulating the Distribution of Narcotic Drugs

  1931, the

  Convention for the Suppressionof the Illict Traffic in Dangerous Drugs

  1936, Single

  Convention on NarcoticDrugs

  1961 (konvensi tunggal narkotika 1961), sebagaimana diubah dan ditambah dengan protokol 1972, Convention on Psycotropic Substance 1971,dan konvensi Wina 1988.

  Diantara beberapa konvensi internasioanal, dipandang yang cukup relevan untuk diuraikan lebih jauh yaitu Konvensi Tunggal 1961 dan Konvensi Wina 1988 karena kedua konvensi tersebut merupakan perkembangan akhir dari beberapa pengaturan internasional di bidang narkotika setelah berdirinya Perserikatan Bangsa- Bangsa. Konvensi Tunggal Narkotika 1961 merupakan hasil Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa yang diselenggarakan di New York pada tanggal 2-25 Maret 1961.

2.3 Penyalahgunaan NAPZA

2.3.1 Pengertian Penyalahgunaan NAPZA

  Penyalahgunaan NAPZA merupakan masalah yang kompleks dan memiliki dimensi yang sangat luas, baik dari sudut medik, psikiatrik, kesehatan jiwa, maupun psikososial. Banyak ahli yang berkompeten dalam masalah NAPZA dan telah memberikan defenisi, atau pengertian, tentang penyalahgunaan NAPZA, meskipun dengan istilah yang berbeda-beda: zat, obat, narkoba, atau napza.

  Widjono, dkk. (1991), misalnya, mendefenisikan penyalahgunaan obat sebagai pemakaian obat secara terus-menerus, atau sesekali tetapi berlebihan, dan tidak menurut petunjuk dokter atau praktek kedokteran. Ini selaras dengan rumusan WHO (dalam Hawari, 1991) yang mendefenisikan penyalahgunaan zat yang berlebihan secara terus-menerus, atau berkala, diluar maksud medik atau pengobatan.

  Sarason dan Sarason (1993) mendefenisikan penyalahgunaan zat sebagai penggunaan bahan kimia, legal atau ilegal, yang menyebabkan kerusakan fisik, mental dan sosial seseorang. Sedangkan Wicaksana (1996), Holmes (1996), dan Hawari (1998) mendefenisikan penyalahgunaan zat sebagai pola penggunaan yang bersifat patologik paling sikit satu bulan lamanya, sehingga menimbulkan gangguan funsi sosial dan okupasional (pekerjaan dan sekolah). terus-menerus menggunakan zat tersebut, meskipun pengguna mengetahui bahwa dirinya sedang menderita sakit fisik yang berat akibat zat tersebut, atau adanya kenyataan bahwa ia tidak dpat berfungsi dengan baik tanpa menggunakan zattersebut.

  Gordon dan Gordon (2000) membedakan pengertian pengguna, penyalah guna, dan pecandu narkoba. Menurutnya, pengguna adalah seseorang yang menggunakan narkoba hanya sekedar untuk, misalnya bersenag-senag, rileks atau relaksasi, dan hidup mereka tidak berputar di sekitar narkoba. Pengguna jenis ini disebut juga pengguna sosial rekreasional. Penyalah guna, adalah seseorang yang mempunyai masalah secara langsung berhubungan dengan narkoba. Masalah tersebut bisa muncul dalam ranah fisik, mental, emosional, maupun spritual. Penyalah guna menolak untuk berhenti sama sekali dan selamanya. Sedangkan pecandu adalah seseorang yang sudah mengalami hasrat/obsesi secara mental dan emosional serta fisik. Bagi pecandu, tidak ada hal yang lebih penting selain memperoleh narkoba, sehingga jika tidak mendapatkannya, ia akan mengalami gejala-gejala putus obat dan kesakitan.

2.3.2 Dampak penyalahgunaan NAPZA

  Menurut Rachim (2001) ancaman penyalahgnaan narkoba bersifat multi dimensional; kesehatan, ekonomi, sosial, pendidikan, keamanan dan penegakan hukum. Dari dimensi kesehatan, penyalahgunaan narkoba dapat menghancurkan dan merusak kesehatan manusia, baik kesehatan jasmani maupun rohani; dari dimensi ekonomi memerlukan biaya besar; dari dimensi sosial dan pendidikan dapat menyebabkan perilaku ke arah asusila dan anti sosial; sedangkan dari dimensi mengganggu masyarakat dan pelanggaran hukum lainnya.

  Dari dimensi kesehatan, Ogden (2000) menyatakan bahwa dampak penyalahgunaan narkoba, antara lain, meningkatkan kemungkinan terkena sirosis hati, kanker pancreas, gangguan memori, dan meningkatkan risiko terjadinya kecelakaan. Pendek kata, penyalahgunaan narkoba dapat menghilangkan potensi dan kapasitas untuk berfikir dan bekerja produktif, dapat mendorong tindak kriminalitas, dapat menyebabkan berbagai jenis penyakit serius bagi penyalah guna, dan bahkan dapat mengakibatkan kematian dini. Dalam catatan Hawari, sebagaimana dilansir oleh majalah sabili (4 April 2002), 17,16% penyalah guna narkoba mati sia-sia dalam usia muda. Belum lagi yang terkena penyakit paru-paru, lever, hepatitis c, dan bahkan 33% diantaranya terjangkit HIV/AIDS, yang hingga sekarang belum ditemukan obat maupun vaksin pencegahnya.

2.3.3 Bahaya Penyalahgunaan NAPZA

  Zat Psikotropika dapat menimbulkan bahaya adiksi (ketergantungan). Jenis candu, menurut Hastutiningrum (1997), antara lain menekan fungsi jantung dan pernafasan, kemunduran fisik dan psikis, merusak generasi, ketergantungan dan bahkan kematian. Sedangkan jenis koka, antara lain menyebabkan bertambah aktifnya kerja mental, berkurangnya kelelahan, halusinasi, insomnia, euphoria, dan ketergantungan.

  Sementara MDMA (Metilen Dioksi Metaamfetamin), salah satu derivat amfetamin yang masuk golongan psikotropika yang dikenal pula dengan nama ekstasi luar biasa, merasa sehat secara berlebihan, meningkatkan keberanian, rasa percaya diri bertambah, menghilangkan rasa malu dan canggung, meningkatkan gairah, paranoid, halusinasi dan rasa melayang. Secara fisik dapat terjadi kaedaan sebagai berikut: ketergantungan, meningkatnya denyut jantung, naiknya suhu badan,penglihatan kabur, berkeringat, perilaku tidaj wajar dan kejang.

  Penyalahgunaan narkoba, menurutnya, juga dapat menghilangkan pengendalian diri sehinga dapat membuat seseorang lepas kontrol, menjadi hyperaktif, dan meningkatnya aktivitas seksual. di samping itu seseorang bisa menjadi lebih berani dan agresif, perilaku berubah, banyak bicara, tidak dapat menyembunyikan rahasia hati, emosi menjadi lebih labil dan kontrol diri hilang, terjadi gangguan daya ingat, rasa percaya diri berlebihan, kepribadian jadi sangat ekspansif disertai meningkatnya efek yang patologik dengan letupan emosi yang berlebihan.

  Hawari juga menyebut berbagai jenis narkoba dan akibat serta bahayanya. Minuman keras adalah jenis adalah jenis minuman yang mengandung alkohol yang termasuk zat adiktif. Artinya, zat tersebut dapat menimbulkan adiksi, yaitu ketagihan dan ketergantungan. Minuman keras dapat menimbulkan gangguan mental organik (GMO), yaitu gangguan dalam funsi berfikir, perasaan dan perilaku.

  Timbulnya GMO disebabkan reaksi langsung alkohol pada sel-sel saraf pusat (otak). Karena sifat adiktif alkohol ini peminum lama-kelamaan, tanpa disadari, akan menambah takaran/dosis samai pada dosis keracunan (intoksikasi) atau mabuk. GMO yang terjadi pada seseorang ditandai dengan gejala-gejala: (a) terdapat dampak perubahan perilaku, misalnya perkelahian dan tindak kekerasan, ketidakmampuan fisiologik, misalnya pembicaraan cadel, gangguan koordinasi, cara berjalan yang tidak mantab, dan muka merah; (c) timbul gejala psikologik, misalnya perubahan perasaan, mudah marah dan tersinggung, banyak bicara (melantur), dan gangguan perhatian.

  Ganja yang termasuk narkotika, dapat merupakan pencetus bagi terjadinya gangguan jiwa, yaitu adanya waham (delusi) mirip dengan waham yang terdapat pada gangguan jiwa skizofrenia. Pemakaian ganja juga dapat menimbulkan dampak munculnya gangguan mental organik (GMO) pada pengisap ganja yaitu: (a) euforia, rasa gembira tanpa sebab; (b) perasaan identifikasi subjektif, yaitu mengalami gangguan persepsi tentang diri dan lingkungannya, halusinasi, dan ilusi (wham); (c) perasaan waktu berlalu dengan lambat, misalnya waktu 10 menit bisa dirasakan 1 jam; (d) apatis, sikap acuh tak acuh terhadap diri dan lingkungan, tidak ada kemauan atau inisiatif, dan masa bodoh; (e) timbul gejala fisik yaitu mata merah, nafsu makan bertambah dan mulut kering; (f) efek dalam tingkah laku terjadi gangguan dalam perilaku, misalnya muncul kecurigaan yang berlebihan, ketakutan berlebihan, aktivitas sehari-hari yang biasa dilakukan menurun, malas sekolah, kuliah, bekerja, kehilangan kawan dan pekerjaan.

2.3.4 Kelompok-kelomok Penyalah Guna NAPZA

  (Hawari dalam Afiatin, Tina, hal 14), menyebutkan ada tiga kelompok besar penyalah guna Narkoba beserta risiko yang dialaminya. Pertama, kelompok ketergantungan primer, yang ditandai dengan adanya kepribadian yang tidak stabil, gangguan yang dialami tanpa berkonsultasi kepada dokter sehingga terjadi penyalahgunaan sampai pada tingkat ketergantungan. Kedua, kelompok ketergantungan simtomatis, yang ditandai dengan adanya kepribadian anti sosial (psikopatik).

  Mereka menggunakan narkoba tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi juga “menularkannya” kepada orang lain dengan berbagai cara sehingga orang lain dapat “terjebak” ikut memakai hingga mengalami ketergantungan yang serupa. Ketiga, kelompok ketergantungan reaktif. Kelompok ini terutama terdapat pada remaja karena dorongan ingin tahu, pengaruh lingkungan dan tekanan dari kelompok teman sebaya.

2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyalahgunaan NAPZA

2.4.1 Faktor Individu

  Manusia terdiri dari roh, jiwa dan raga sudah menjadi suatu kodrat dan idealnya roh, jiwa dan raga harus berfungsi secara seimbang. Jiwa manusia terdiri dari tiga aspek, yaitu kognisi (pikiran), afeksi (emosi, perasaan), konasi (kehendak, kemauan, psikomotor). Selain mengalami pertumbuhan fisik, manusia manusia juga mengalami perkembangan kejiwaannya.

  Dalam masa perkembangan kejiwaannya inilah kepribadian manusia terbentuk, dan terbentuknya kepribadian itu sangat dipengaruhi oleh dinamika perkembangan konsep dirinya. Perkembangan ini dialami secara berbeda antara individu yang satu dengan yang lain karena tidak akan ada orang yang persis sama, ini membuktikan demikian tidak ada manusia yang secara mutlak sama dengan yang lainnya walaupun ada kita temukan manusia yang mirip bahkan manusia yang kembar sekalipun tidak memiliki kesamaan yang mutlak dan selalu ada perbedaan, (Siregar Mastauli 2007).

  Faktor kepribadian, menurut Olson, dkk. (dalam Afiatin, Tina 2008, hal 24), dapat dibedakan menjadi tiga aspek, yakni aspek intrapersonal, aspek interpersonal, dan aspek kognitif. Aspek intrapersonal yang dapat diidentifikasi berperan penting dalam penyalahgunaan narkoba pada reaja adalah harga diri yang rendah.

  Sedangakan aspek interpersonal, atau kemampuan melakukan hubungan sosial dengan orang lain, yang diidentifikasi berperan penting dalam penyalahgunaan narkoba pada remaja adalah rendahnya aktivitas, yakni kemampuan mengekspresikan ide dan perasaannya tanpa merugikan orang lain. Sementara itu aspek kognitif yang diidentifikasi berperan penting dalam penyalahgunaan narkoba pada remaja adalah rendahnya pengetahuan tentang narkoba itu sendiri.

  Untuk mendapatkan gambaran tentang karakteristik kepribadian remaja penyalah guna narkoba, berikut ini adalah uraian berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis (Tina Afiatin tahun 1999) terhadap sepuluh orang penyalah guna narkoba. Penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran mengenai persepsi remaja penyalah guna narkoba terhadap diri dan lingkungan mereka, meliputi aspek fisik, psikis, sosial dan agama, melalui wawancara yang mendalam dan observasi terhadap subjek yang diteliti, dan orang-orang yang dianggap penting oleh subjek.

  Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (a) persepsi sebagian besar (80%) percaya diri, merasa rendah diri dalam pergaulan sosial, merasa tidak memiliki prestasi yang patut dibanggakan,dan merasa bahwa hidupnya belum banyak memberi manfaat kepada orang lain; (b) persepsi terhadap keluarga, sebagian besar (70%) subjek merasa kurang dapat siterima oleh keluarganya, sering mengalami ketidakcocokan dan konflik serta merasa tidak dekat dengan ayahnya; (c) persepsi terhadap lingkungan sekolah, sebagian besar (70%) subjek merasa dapat diterima oleh teman-temannya di sekolah, dapat bergaul dan tidak sedikit yang merasa populer, meskipun mereka menyadari bahwa kepopulerannya itu dalam hal-hal yang negatif, misalnya sering membolos; (d) persepsi terhadap lingkungan sosialnya, sebagian besar (80%) subjek merasa akrab dengan teman-temannya karena sering berkumpul.

  Temuan yang tidak terduga muncul pada penelitian ini bahwa menurut informan (significant others) sebagian besar (80%) subjek termasuk anak-anak yang cukup aktif dalam kegiatan sosial di kampungnya dan suka menolong teman- temannya.

  Dalam kaitan dengan penyalahgunaan narkoba, faktor-faktor individu yang menyebabkan seseorang dapat dengan mudah terjerumus dan menjadi pecandu narkoba adalah sebagai berikut: 1.

  Adanya gangguan kepribadian 2. Faktor usia 3. Pandangan atau keyakinan yang keliru 4. Religiusitas yang rendah a) Gangguan cara berfikirnya; distorsi kognitif, keyakinan/ cara berfikir yang salah negative thingking/ negative outlook, penalarannya semaunya sendiri.

  b) Gangguan emosi/ emotional disturbance; emosi labil, kurang percaya diri, terlalu percaya diri.

c) Gangguan kehendak dan perilaku; kemalasan, motivasi rendah, tidak tekun.

  Gangguan cara berfikir ini dapat terjadi dalam bebrapa bentuk, antara lain pandangan atau cara berfikir yang keliru atau menyimpang dari pandangan umum yang menjadi norma atau nilai-nilai hakiki dari apa yang dianggap benar oleh komunitasnya. Menjadikan alasan-alasan yang dianggap benar menurut penalarannya sendiri guna membenarkan perilakunya yang menyalahi norma-norma yang berlaku. Dapat juga berupa pandangan-pandangan yang negatif atau selalu berfikir negatif dan pesimistis.

  Dengan cara pandang dan cara berfikirnya yang keliru, biasanya individu yang mengalami cara berfikir tradisional ini akan menghalalkan segala tindakannya dengan mengemukakan alasan-alasan yang tidak wajar. Mengabaikan norma yang ada dan membenarkan dirinya atas perilakunya yang salah itu berlandaskan alasan-alasan yang dibuat-buat sekehendak hatinya, prinsipnya asal-asalan sehingga tindakannya tidak dapat dibenarkan.

  Gangguan emosi juga sangat berpengaruh besar, dengan adanya gangguan emosi, misalnya emosi labil, mudah marah, mudah sedih dan seringkali mudah putus asa, ingin menuruti gejolak hati maka kemampuan pengontrolan diri atau penguasaan rendah diri, tidak mencintai diri sendiri maupun orang lain, tidak mengenal cinta kasih dan simpati, tidak dapat berempati, rasa kesepian dan merasa terbuang.

  Tidak jarang orang yang mengalami gangguan emosi menjadi takut kehilangan teman walau tahu temannya memiliki niat jahat atau berperilaku tidak sesuai dengan norma. Pengalaman yang menyakitkan hati yang berkepanjangan, luka batin yang sangat dalam dapat menimbulkan gangguan emosi. Misalnya, luka hati karena perlakuan orang tua yang terlalu keras, atau kurang bahkan tidak adanya perhatian sama sekali dari orang tua, ditinggalkan orang yang dikasihinya misalnya pacarnya.

  Gangguan kehendak dan perilaku seseorang selain dipengaruhi oleh fungsi fisiologis fisik, juga dipengaruhi oleh pikiran dan perasaannya. Jadi kalau pikiran dan emosinya sudah mengalami gangguan, maka dapat dipastikan perilaku atau keinginannya juga akan mengalami dampak dari gangguan pikiran dan emosinya.

  Sikap dan perilakunya akan terpengaruhi dan biasanya dapat terjadi hilangnya kontrol sehingga bertindak tidak terkendali atau bertindak tidak sesuai dengan norma yang ada di dalam lingkungan.

  Pengaruh usia, dengan mencapai usia yang mendekati masa remaja, maka kelenjar kelamin mulai menghasilkan hormon yang akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan seksual anak, dalam masa ini banyak perubahan yang terjadi. Perubahan secara fisik dapat dilihat dari bertambahnya tinggi dan berat badan, besar badan, tanda-tanda kelamin sekunder, seperti membesarnya payudara pada wanita dan timbulnya jakun pada pria. perkembangan jiwa anak itu. Pada saat-saat ini remaja mengalami ketidakpastian, disatu sisi sudah merasa bukan kanak-kanak lagi, akan tetapi juga belum mampu menerima tanggung jawab sebagai orang dewasa karena memang masih sangat muda dan kurang pengalaman. Pada masa-masa seperti ini remaja lebih senang bergaul dengan teman sebaya, ingin jadi anak gaul yang diterima di dalam lingkungannya dan mulai mencari jati diri/ identitas dirinya. Ingin “ngetrend” dan dapat pengakuan dari lingkungannya. Rasa ingin tahu sangat besar terhadap sesuatu yang baru, suka coba- coba, kurang mengerti akan resiko yang akan terjadi karena kurangnya pengalaman dan penalaran. Dalam keadaan demikian, biasanya remaja mudah terjebak ke dalam kenakalan remaja ataupun ke penyalahgunaan narkoba (Siregar, Mastauli 2007).

  Pada usia remaja yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa awal, sering ditandai konflik dan stres (Landau Afiatin, Tina 2008, hal 14).

  Banyak remaja yang mengguanakan narkoba karena dorongan ingin tahu, atau karena dioloik-olok teman sebaya sehingga ikut-ikutan meniru. Dari yang semula hanyalah sekedar iseng kemudian menjadi kebiasaan dan akhirnya ketergantungan/ kecanduan yang kronis.

  Pandangan atau keyakinan yang keliru, banyak remaja yang mempunyai keyakinan yang keliru dan menganggap enteng akan hal-hal yang membahayakan, sehingga mengabaikan pendapat orang lain, menganggap dirinya pasti dapat mengatasi bahaya itu, atau merasa yakin bahwa pendapatnya sendirilah yang benar, akibatnya mereka dapat terjerumus ke dlam tindakan kenakalan remaja dan penyalahgunaan narkoba. keluarga yang religiusitasnya rendah, bahkan tidak pernah mendapat pengajaran dan pengertian mengenai Allah secara benar, maka biasanya memiliki kecerdasan spritual yang rendah. Dengan demikian tidak ada patokan akan nilai-nilai yang dianutnya untuk bertindak, sehingga berperilaku sesuka hatinya, tidak tahu masalah yang baik dan buruk dan tidak takut akan berbuat dosa.

2.4.2 Faktor Lingkungan

  Lingkungan hidup mempunyai pengaruh besar terhadap jatuhnya anak remaja terhadap penyalahgunaan narkoba, terutama faktor keluarga, faktor lingkungan tempat tinggal, keadaan di sekolah, pengaruh teman sepergaulan dan keadaan masyarakat pada umumnya.

  2.4.2.1 faktor lingkungnan keluarga

  Faktor keluarga, keluarga dalam hal ini mempunyai peranan yang sangat penting di dalam pendidikan dan pembentukan karakter, watak, sifat anak. Keluarga merupakan lingkungan terkecil, di dalam keluarga inilah tempat si anak pertama kalinya merasakan kebesaran cinta dari keluarga. Ketika seorang anak masih kecil, dimana dia belum memiliki suatu bentuk sendiri dari kehudupannya, maka yang ditirunya adalah tingkah laku dan kebiasaan orang tuanya sendiri.

  Suasana keluarga yang resah, retak tanpa adanya keharmonisan akan memberi pengaruh buruk bagi perkembangan si anak (tidak terlalu mutlak). Keluarga yang dalam kehidupannya jauh dari sentuhan cinta, kasih dan sayang tidak akan rasa kasih sayang dan cinta tulus, saling menyayangi, menghormati, rukun dan utuh, memberikan contoh yang baik akan menumbuhkan sikap dan tnggung jawab pada si anak untuk berbuat dan bertindak lebih baik sebagai ungkapan sayang pada keluarganya. Mereka akan tumbuh menjadi manusia yang percaya diri, mempunyai prinsip yang kuat dan tidak kalah oleh hantaman badai kehidupan (Adisti, Susi 2007).

  Beberapa hal yang mungkin bisa dijadikan sebagai pedoman untuk orang tua agar si anak bebas dari ancaman bahaya narkoba adalah sebagai berikut:

  1. Penekanan terhadap penghayatan norma-norma keagamaan dan sosial.

  2. Perhatian besar sekali pengaruhnya untuk si anak. Luangkan waktu denagn menyediakan waktu yang cukup bagi anak-anak. Perhatikan bakat dan minat si anak, beri mereka kegiatan yang menyenagkan dan sesuai dengan keinginan si anak.

  3. Beri pujian yang wajar jika si anak mendapatkan prestasi.

  4. Beri wejangan mengenai narkotika dengan sejelas-jelasnya. Dari mulai macam narkotika, bahayanya serta dampak buruk dari pemakaiannya. Beri mereka majalah atau buku-buku mengenai narkoba.

  5. Beri ruang waktu bagi si anak agar anak lebih kreatif dalam menghabiskan waktunya.

  6. Buat anak-anak agar selalu berfikir positif, sehinggan bisa menimbukan pemikiran yang mengarah pada terciptanya rasa percaya diri yang kuat.

  7. Beri pengertian pada anak akan pentingnya ucapan ‘tidak’, sebagai dasar untuk menolak ajakan siapa saja yang bertujuan menawarkan narkoba.

  2.4.2.2 Faktor Lingkungan Tempat Tinggal

  Tempat tinggal di daerah hitam atau terlalu padat penduduk, suasana hiburan yang menggoda, bagi anak-anak remaja awal, kebiasaan hidup orang-orang yang mempunyai aktivitas di tempat-tempat hiburan dan gayanya yang kurang pas bagi anak-anak, sudahlah jelas bahwa ia mempunyai dampak yang negatif.

  Seperti halnya dengan anak-anak yang berasal dari keluarga mampu yang dapat dengan mudah membuang uang dan mencari hiburan di night club, diskotik, atau mencari tempat-tempat hiburan yang tidak sesuai dengan usianya, atau mengadakan pesta-pesta di rumah sendiri atau rumah teman, mungkin juga di villa-villa mewah milik orang tuanya. Yang jelas akibatnya sama saja, yaitu hidup lepas kendali dan terjerumus dalam kenakalan remaja dan penyalahgunaan narkoba ( Siregar, Mastauli 2007).

  2.4.2.3 Keadaan di Sekolah

  Sekolah merupakan lingkungan kedua si anak setelah keluarga/rumah dimana mereka mendapatkan pendidikan formal. Rata–rata mereka berada di sekolah dalam waktu yang cukup lama (6-7 jam sehari). Selain belajar, bergaul dengan teman sebaya adalah hal yang mengasyikkan bagi mereka, itulah hal yang menyebabkan betapa besar pengaruh sekolah untuk perkembangan jiwa anak. Tapi tidak jarang terjadi di lingkungan inilah penyalahgunaan narkoba sering terjadi. Aktivitas itu mereka lakukan bersama teman-temannya yang sepaham dan seide dalam bergaul. Perhatian mengurangi terjadinya tindakan yang menjerumus kepada kenakalan dan penyalahgunaan narkoba.

  Dalam upaya menanggunlagi bahaya narkoba di sekolah, hendaknya kita perhatikan hal-hal berikut:

  1. Perlu dijalin hubungan yang baik antara murid dan guru.

  2. Guru harus mampu mengenali anak didiknya sebaik mungkin.

  3. Mengusahakan agar tidak terjadi kebosanan selama proses belajar-mengajar di sekolah.

  4. Mengadakan razia mendadak terhadap tas anak didik.

  5. Membiasakan anak didik bergotong-royong dan kekeluargaan sehinga timbul rasa tanggung jawab yang besar bagi anak didik.

  6. Mengadakan kegiatan keagamaan.

  7. Menegmbangkan kegiatan ekstrakulikuler (pramuka, seni keterampilan lainnya).

  8. Tetap menjaga keamanan sekolah dengan mewaspadai setiap perubahan yang terjadi. Jika kedapatan halaman sekolah dimasuki oleh pengedar makalakukan tindakan dengan melaporkannya kepada pihak yang berwenang.

  9. Menjaga komunikasi yang seimbang antara murid, guru, dan pihak keluarga.

  10. Sabar menghadapi jika anak didik memiliki masalah dan membantu untuk menyelesaikannya.

  11. Tetap menjaga agar anak didik mampu berkembang sesuai yang diharapkan.

  12. Memasukkan isu narkoba sebagai bahan pengkajian dan penelaahan dalam mata pelajaran.

  13. Saling percaya, terbuka, bersikap jujur antara anak didik dan guru.

  14. Menanamkan nilai-nilai budi pekerti, spritual, moral.

  15. Tidak hanya sebagai pengajar (guru) namun harus bisa pulabertindak sebagai konselor saat anak didim bermasalah dengan narkoba.

  16. Membuat seminar dengan mendatangkan pihak yang berkompeten dalam hal ini, misalnya Badan Narkotika Nasional, kementrian sosialbidang rehabilitasi narkoba dan pihak kepolisian.

2.4.2.4 Pengaruh Teman Sebaya Biasanya pergaulan dengan teman sebayanya yang berasal dari luar sekolahnya.

  Teman-teman ini juga mempunyai pengaruh besar bagi anak-anak remaja, mereka merasa dekat satu sama lain dan biasanya sudah membentuk kelompok (geng), mereka mempunyai rasa senasib dan sepenaggungan, rasa solidaritas tinggi.

  Dengan demikian, mereka akan dengan mudahnya melakukan hal-hal yang dianggap menyenangkan oleh kelompoknya. Mereka tidak memikirkan baik buruknya, tetapi memikirkan apa itu menyenangkan atau tidak. Juga tidak mempertimbangkan akan adanya resiko-resiko bagi dirinya. Bahkan, untuk memenuhi kekeinginannya agar diterima kelompoknya, mereka tidak segan-segan melakukan hal-hal yang sebenarnya disadari merupakan perbuatan yang tidak baik.

  (peer geoup) mempunyai pengaruh yang dapat mendorong atau mencetuskan penyalahgunaan narkoba pada diri seseorang. Pada banyak kasus, perkenalan pertama dengan narkoba biasanya datang dari teman. Teman sebaya ini bisa berupa teman sekolah, teman sepermainan di lingkungan masyarakatnya, sesama anggota dari klub, kelompok atau geng tertentu yang rata-rata memiliki usia, karakteristik, permasalahan dan pola pikir yang hampir sama. Pengaruh teman ini sangat sukar dilepaskan karena dapat menciptakan keterikatan dan kebersamaan dalam diri remaja. Pengaruh teman ini tidak hanya dirasakan pada saat perkenalan pertama dengan narkoba, melainkan juga menyebabkan seseorang tetapmenggunakan atau mengalami kekambuhan (relapse).

  Kebanyakan pecandu yang menjadi responden pada banyak penelitian menyatakan, bahwa mereka mencoba narkoba pertama kali karena ditawari, dibujuk, dipaksa bahkan dijebak oleh teman atau kelompok sebayanya. Selain itu mereka menyatakan sulit untuk lepas dari ikatan kelompok sebayanya (Siregar, Mastauli 2007).

2.4.2.5 Keadaan Masyarakat pada Umumnya

  Dengan memasuki perkembangan jaman dan era globalisasi, teknologi informatika berkembang dengan cepat dan sedemikian canggih, juga media cetak, media audiovisual memiliki jangkauan yang jauh lebih luas daripada sebelumnya, dan akibatnya banyak budaya asing masuk ke indonesia melalui media tersebut. Bagi kawula yang belum matang dan masih belum kukuh kuat iman maupun masih kurang mengadaptasi budaya-budaya luar yang kadang kurang pas bagi para remaja kini.

  Di dalam kehidupan malam, hiruk piruk diskotik, night club dan tempat-tempat hiburan malam lainnya, pengedar narkoba juga semakin meningkat sehingga narkoba sangat mudah diperoleh dan harganya juga bervariasi, ada yang murah dan ada yang mahal tergantung jenis dan khasiat narkoba tersebut. Dimulai dari iseng-iseng, ajakan teman, rasa ingin tahu tentang bagaimana narkoba tersebut maka tidak banyak akhirnya menjadi korban penyalahgunaan NAPZA yang kita temukan.

  Para ahli mengatakan bahwa perubahan-perubahan nilai sosial sebagai konsekuensi modernisasi juga merupakan faktor yang turut berperan pada penyalahgunaan narkoaba. Pada umumnya penyalah guna narkoba tidak lagi mematuhi sistem nilai yang dianut oleh orang tuanya. Mereka lebih dekat dan cocok dengan sistem nilai dari kelompok sebayanya yang sering berperilaku anti sosial dan menyalahgunakan zat. Pada hakikatnya penyalah guna zat merupakan ‘jeritan minta tolong’ dari remaja. Mereka menunjukkan ketidakmampuan menyesuaikan diri dan menjalin hubungan yang baik dan stabil dengan keluarga dan masyarakat sekitarnya.

  Oleh karena itu, mereka lalu bergabung dengan teman kelompok sebaya dan turut menyalahgunakan narkoba ( Kusno, adi. Penanggulangan Tindak Pidana narkotika).

  Bukan hanya remaja yang akhirnya lari ke dalam penyalahgunaan ZAPZA ini, melainkan orang tua juga banyak yang terjerumus kedalamnya. Adanya tekanan batin karena sulitnya mencari nafkah, banyaknya beban tanggung jawab yang berat dalam keluarga, terjadinya pengangguran atau pemutusan hubungan pekerjaan dapat menyebabkan frustasi pada seseorang dan akhirnya mencari pelarian melalui

2.4.3 Faktor Narkoba Sendiri

  Narkoba menjadi faktor terjadinya penyalahgunaan narkoba karena pemakaiannya menimbulkan efek atau sensasi tertentu sehingga pengguna terdorong untuk mencari dan menikmati sensasi-sensasi baru. Hal ini telah dikemukakan sebelumnya, karena narkoba bersifat adiktif, yakni menimbulkan ketagihan atau ketergantungan. Mudahnya mendapatkan narkoba ditengarai sebagai faktor yang sangat penting bagi tindak penyalahgunaan narkoba pada remaja. Hasil penelitian Widjono (dalam Hawari, 1991) menunjukkan hal ini.

  2.5 Faktor Adanya NAPZA

  Adanya NAPZA merupakan salah satu faktor penyalahgunaan karena NAPZA tersebut mempunyai sifat adiktif yang menimbulkan kecanduan bagi pemakainya. Untuk memperoleh NAPZA pada masa sekarang ini sangatlah mudah bagi orang-orang yang menginginkannya.

  2.6 Residen

2.6.1 Pengertian Residen

  Residen adalah sebutan bagi mereka yang sedang menjalani/ mengikuti program rehabilitasi sosial dengan metode therapeutic community. Banyak residen setip tahunnya yang mengikuti rehabilitasi sosial di Panti Sosial Parmadi putra yang datang dari berbagai daerah, sesuai wilayah kerja panti sosial parmadi putra “ Insyaf”

  Residen selama menjalani proses rehabilitasi sosial tidak dipungut biaya apapun, semua kebutuhan dan fasilitas ditanggung oleh pemerintah. Pelayanan yang dilakukan oleh Panti Sosial Parmadi Putra “Insyaf” Sumatera utara memiliki sasaran kepada residen atau penyalahguna, keluarga, dan komunitas yang dekat dengan residen.

  Penerimaan residen dilakukan setiap saat dan waktu, setiap residen menjalani proses rehabilitasi selama setahun terhitung sejak ia masuk ke panti tersebut. Residen tidak bisa keluar sesuka hati dari jalannya proses rehabilitasi karena calon residen menyepakati perjanjian di atas materai untuk mengikuti rehabilitasi selama setahun penuh sesuai program panti yang berjalan.

2.7 Kerangka Pemikiran

  Masalah penyalahgunaan NAPZA di dunia pada umumnya dan Indonesia pada khususnya semakin kompleks. Dampak dari penyalahgunaan narkoba tersebut dapat kita lihat dari berbagai bentuk permasalahan yang muncul di lingkungan masyarakat mulai dari perdagangan narkoba secara internasioanal dan lokal, masalah kesehatan bagi pengguna narkoba seperti masalah terjangkit penyakit HIV/AIDS, masalah ekonomi dalam rumah tangga sebagai akibat dari penyalahgunaan Narkoba tersebut, masalah dalam keluarga seperti perceraian, kurang harmonisasi, masalah kriminalitas yang timbul akibat penyalah guna narkoba seperti pencurian, pembunuhan, penodongan dan berbagai bentuk kriminalitas lainnya yang kerap kali terjadi dan

  Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi agar manusia bisa jatuh dan terjerumus ke dalam dunia narkoba, secara umum adalah faktor individu, lingkunagan, dan adanya narkoba itu sendiri. Faktor individu yang menyebabkan seseorang dapat dengan mudah terjerumus ke dalam dunia narkoba adalah adanya gangguan kepribadian, faktor usia, dan religiusitas. faktor lingkungan juga merupakan faktor-faktor penyalahgunaan narkoba, meliputi faktor keluarga, lingkungan tempat tinggal, pengaruh teman sebaya, dan faktor adanya narkoba itu sendiri yang tersedia dan mudah didapatkan dalam kehidupan sehari-hari yang bersifat adiktif yaitu dapat menagkibatkan ketagihan atau ketergantungan.

  Bagan alur pikir FAKTOR FAKTOR FAKTOR  INDIVIDU:   ADANYA NAPZA  LINGKUNGAN: 

    GANGGUAN FAKTOR  

   KELUARGA 

   

   KEPRIBADIAN FAKTOR  

   

   FAKTOR LINGKUNGAN  USIA 

   TINGGAL 

   RELIGIUSITAS TEMPAT   

   PENGARUH  TEMAN  SEBAYA     Penyalahgunaan

   NAPZA pada Residen Panti

 Sosial Parmadi Putra “Insyaf” 

Sumut

  

 

2.8 Defenisi konsep dan operasional

2.8.1 Defenisi Konsep

  konsep merpakan istilah khsus yang digunakan para ahli dalam upaya menggambarkan secara cermat fenomena sosial yang akan dikaji (Siagian, 2011: 136). Karena kajian konsep itu sangat multidimensional dan abstrak maka diperlukan proses dan upaya penegasan dan pembatasan makna konsep dalam suatu penelitian yang disebut dengan defenisi konsep.

  Untuk mengetahui pengertian konsep-konsep yang digunakan dalam penelitian ini, maka peneliti membatasi konsep yang digunakan sebagai berikut: a)

  Faktor yang peneliti maksud dalam penelitian ini adalah hal (keadaan, peristiwa) yang ikut menyebabkan (mempengaruhi) terjadinya sesuatu. Dalam hal ini adalah penyalahgunaan NAPZA.

  b) Pengaruh yang peneliti maksud dalam penelitian ini adalah daya yang ada atau timbul dari sesuatu (benda,orang) yang ikut membentk watak, kepercayaan, atau perbuatan seseorang. Dalam hal ini adalah penyalahgunaan NAPZA.

  c) Penyalahgunaan yang peneliti maksud dalam penelitian ini adalah pemakaian obat atau zat yang tidak sesuai aturan/ resep yang ditetapkan sesuai kebutuhan. Pemakaian obat atau zat yang berlebihan atau tidak sesuai dosis/ takaran maka menjadi salah guna.

  d) NAPZA yang peneliti maksud dalam penelitian ini adalah Narkotika,

  1) Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintesis maupun semi sentesis yang dapay menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan- golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

  2) Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintesis bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas normal dan perilaku, yang digolongkan sebagaimana terlampir dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.

  3) Zat Adiktif adalah zat atau obat yang dapat menyebabkan ketagihan/adiksi.(Pedoman rehabilitasi sosial dengan metode therapeutic community bagikorban penyalahgunaan NAPZA).

  e) Penyalahgunaan NAPZA yang peneliti maksud dalam penelitian ini adalah pemakaian narkotiaka, psikotropika, dan zat adiktif lainnya secara terus- menerus, atau sesekali tetapi berlebihan, dan tidak menurut petunjuk dokter atau praktek kedokteran (Widjono, dkk 1981). Sejalan juga dengan rumusan WHO (dalam Hawari, 1991) yang mendefenisikan penyalahgunaan zat sebagai pemakaian zat yang berlebihan secara terus-menerus, atau berkala, di luar maksud medik atau pengobatan. f) Residen yang peneliti maksud dalam penelitian ini adalah mereka yang menjadi korban penyalah guna NAPZA yang sedang mengikuti proses rehabilitasi sosial di Panti Sosial Parmadi Putra “Insyaf” Sumut.

  g) Panti Sosial Parmadi Putra “Insyaf” Sumut yang peneliti maksud dalam penelitian ini adalah tempat dimana peneliti melakukan penelitian.

2.8.2 Defenisi operasional

  Defenisi operasional merupakan seperangkat petunjuk atau kriteria atau operasi lengkap tentang apa yang harus diamati dan bagaimana mengamatinya dengan memiliki rujukan-rujukan empiris. Defenisi operasional bertujuan untuk memudahkan untuk penelitian di lapangan. Maka perlu operasi analisasi dari konsep- konsep untuk menggambarkan yang harus diamati (Silalahi, 2009: 120).

  Melihat transformasi yang berlaku, maka defenisi operasional sering disebut sebagai suatu proses operasionalisasi konsep. Operasionalisasi konsep berarti menjadikan konsep yang semula bersifat statis menjadi dinamis. Jika konsep sudah bersifat dinamis, maka akan memungkinkan untuk dioperasikan. Wujud operasionalisasi konsep adalah dalam bentuk sajian yang benar-benar terperinci, sehingga makna dan aspek-aspek yang terangkum dalam konsep tersebut terangkat dan terbuka (Siagian, 2011: 141).

  Adapun yang menjadi defenisi operasional dalam penelitian ini diukur dari indikator-indikator berikut ini: a.

  Faktor adanya NAPZA dengan indikator sebagai berikut: Mudah/ sulit dalam memperoleh NAPZA.

2. Sumber memperoleh NAPZA.

3. Jenis NAPZA yang digunakan.

  b.

  Faktor individu dengan idikator sebagai berikut: 1.

Dokumen yang terkait

Prevalensi Manifestasi Oral Pengguna Narkoba di Panti Sosial Parmadi Putra (PSPP) Insyaf Sumatera Utara

7 89 71

Karakteristik Penderita Gangguan Jiwa Penyalahgunaan NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif) di Panti Sosial Pamardi Putra “Insyaf” Sumatera Utara tahun 2014

1 81 173

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyalahgunaan NAPZA pada Residen di Panti Sosial Parmadi Putra “Insyaf” Sumatera Utara.

3 79 133

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Kesejahteraan - Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesejahteraan Petani Padi di Kecamatan Babalan Kabupaten Langkat

0 1 12

Prevalensi Manifestasi Oral Pengguna Narkoba di Panti Sosial Parmadi Putra (PSPP) Insyaf Sumatera Utara

0 1 7

Karakteristik Penderita Gangguan Jiwa Penyalahgunaan NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif) di Panti Sosial Pamardi Putra “Insyaf” Sumatera Utara tahun 2014

0 1 33

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Gangguan Jiwa - Karakteristik Penderita Gangguan Jiwa Penyalahgunaan NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif) di Panti Sosial Pamardi Putra “Insyaf” Sumatera Utara tahun 2014

0 0 26

BAB 1 PENDAHULUAN - Karakteristik Penderita Gangguan Jiwa Penyalahgunaan NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif) di Panti Sosial Pamardi Putra “Insyaf” Sumatera Utara tahun 2014

0 0 8

BAB II GAMBARAN PERUSAHAAN 2.1 Sejarah Singkat Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara. - Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Kerja Pegawai di Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara

0 0 22

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Gambaran Dukungan Keluarga pada Klien Pengguna Napza di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara

0 0 16