Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyalahgunaan NAPZA pada Residen di Panti Sosial Parmadi Putra “Insyaf” Sumatera Utara.

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALAHGUNAAN NAPZA PADA RESIDEN DI PANTI SOSIAL PARMADI PUTRA “INSYAF”

SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial

Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial

DISUSUN OLEH EKO CHINDRA DAMANIK

090902063

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL Nama : Eko Chindra Damanik

Nim : 090902063

ABSTRAK

(Skripsi ini terdiri dari 6 Bab, 126 Hal)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALAHGUNAAN NAPZA PADA RESIDEN DI PANTI SOSIAL PARMADI PUTRA “INSYAF”

SUMATERA UTARA

Penyalahgunaan NAPZA merupakan masalah yang kompleks, sehingga memerlukan upaya penanggulangan yang komprehensif dengan melibatkan multidisipliner, multisektor, dan peran serta masyarakat yang aktif yang dilaksanakan dengan cara berkesinambungan, konsekuen, dan konsisten. Penyalahgunaan NAPZA saat ini melibatkan kalangan anak remaja, dewasa, hingga orang tua dan tidak sedikit diantara mereka wanita yang ikut dalam penyalahgunaan NAPZA. Seperti yang terjadi di Panti Sosial Parmadi Putra “Insyaf” Sumut penyalahgunaan NAPZA pada residen dipengaruhi oleh berbagai macam faktor yang mendorong mereka untuk mengkonsumsi dan menyalahgunakan NAPZA tersebut.

Penelitian dilakukan di Panti Sosial Parmadi Putra “Insyaf” Sumut yang berada di Desa Lau Bakeri Kecamatan Kutalimbaru Kabupaten Deli Serdang. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, dimana informan kunci dalam penelitian ini adalah mereka yang menjalani proses rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA sebanyak empat orang dan satu informan tambahan yaitu salah satu psikolog pegawai di Panti sosial parmadi Putra “insyaf” Sumut. Teknik pengumpulan data dengan studi pustaka, studi lapangan, wawancara mendalam dan observasi. Data yang didapat di lapangan kemudian dianalisis oleh peneliti yang dijelaskan secara kualitaif, sehingga pada akhirnya dapat ditarik kesimpulan dari hasil penelitian tersebut.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa yang menjadi faktor dominan penyalahgunaan NAPZA pada residen di Panti Sosial Parmadi Putra “Insyaf” Sumut adalah pengaruh teman sebaya/ sepergaulan dan bukan hanya itu saja ada faktor lain yang menyebabkan mereka terjerumus dalam penyalahgunaan NAPZA seperti faktor gangguan kepribadian, religiusitas, usia, adanya narkoba itu sendiri, keluarga, dan lingkungan tempat tinggal.

Kata Kunci: Faktor teman sebaya, kepribadian, religiusitas, usia, napza itu sendiri, keluarga, dan lingkungan tempat tinggal.


(3)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA

SCIENCE FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE

Nama : Eko Chindra Damanik Nim : 090902063

ABSTRACT

(This thesis consists of 6 Chapters, 126 Pages)

AFFECTING DRUG’S FACTORS ABUSE ON SOCIAL INSTITUTION RESIDENT PARMADI PUTRA " REPENTANT/ INSYAF " NORT

SUMATERA

Drug abuse is a complex issue , requiring a comprehensive prevention efforts involving multidisciplinary , multisector , and the role of active community seta implemented by means of continuous , consistent , and consistent . Drug abuse currently involves among teenagers, adults , up to the parents and not the least among them women who participated in drug abuse . As happened in social institutions Parmadi Putra " Insyaf " sumut drug abuse on residents affected by various factors

That encourage them to consume and abusing the drug. The study was conducted at the Children's Social Parmadi Putra " Insyaf " Sumatra is located in the Village District of Kutalimbaru Lau Bakeri Deli Serdang regency . This research is a descriptive study , in which the key informants in this study were those who underwent the process of social rehabilitation of victims of drug abuse as many as four people and one additional informant is one of the social psychologists in a nursing employee Parmadi Putra depth and observation . The data obtained in the field and then analyzed by the researchers explained in Qualitative , which in turn can be deduced from the results of these studies .

The results showed that the dominant factor in drug abuse in Children's Social resident Parmadi Putra " Insyaf " Sumatra is peer influence / sepergaulan and not only that there are other factors that cause them to fall into drug abuse as factors of personality disorders , religiosity , age , the presence of the drugs themselves , families , and neighborhoods.

Keywords : peer factors , personality , ligiusitas , age , drug themselves , families , and neighborhoods .


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala penyertaan dan berkatNya penulis dapat memulai, melaksanakan, dan menyelesaikan masa perkuliahan di Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara (FISIP USU) dan atas izinNya lah penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Adapun yang menjadi judul skripsi ini adalah Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyalahgunaan NAPZA Pada Residen di Panti Sosial Parmadi Putra “Insyaf” Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, secara khusus penulis menyampaikan rasa hormat dan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada orang tua, Raden Damanik dan Tialam Sinaga yang dengan penuh cinta kasih dan perjuangan mulai dari merawat, membesarkan, mendidik, mendukung, serta selalu berupaya memenuhi kebutuhan penulis. Semoga apa yang penulis berikan ini dapat menambah kebanggaan bagi orang tua saya.

Penulis juga mengucapkan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini dan yang telah membantu penulis selama kuliah sampai penulis lulus, yaitu:

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M. Si selaku Dekan FISIP-USU.

2. Ibu Hairani Siregar, S. Sos, MSP selaku Ketua Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP-USU.

3. Ibu Mastauli Siregar S.Sos. M. Si selaku Dosen pembimbing penulis yang telah membimbing penulis penuh kesabaran atas segala kekurangan dan


(5)

kelambatan penulis, mengarahkan, dan meluangkan waktu selama penulisan skripsi.

4. Ibu Prof. Dr. Risnawaty Sinulingga selaku dosen pembimbing akademik penulis yang telah memberikan bimbingan selama perkuliahan.

5. Seluruh staff pengajar departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial yang telah memberikan ilmu kepada penulis selama masa perkuliahan.

Secara istimewa penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Kakak Rumondang Damanik, S. Psi dan keluarga, abang Dedy Fresly Damanik, ST, abang Efendy Rikardo Damanik, S.kel, dan keluarga, kaka Octa Frestaty Damanik, S. Ip, dan keluarga, kaka Juwita Chirtina damanik, S.pd, yang selalu memberikan dukungan, motivasi, semangat, sampai penulis dapat menyelesaikan perkuliahan ini.

2. Sahabat seperjuangan “kessos 09” baik yang sudah lulus dan yang belum lulus. Bagi yang sudah lulus semoga cepat mendapat pekerjaan, dan yang belum lulus semoga cepat menyelesaikan studinya.

3. Sahabat- sahabat “warkop gantang”.

4. Adik-adik stambuk, semoga perkuliahan kalian lancar dan cepat menelesaikan studinya.

5. Khusus kepada teman teman-teman dekat Jones Weda Sitorus alias keling, Brema Bastanta Ginting sang penaklik Gunung Sinabung dengan sepeda Ontelnya, Prandani Sidabutar, Okto Gultom, Budi Setiawan, Yando Pranata Purba, Bg Noel alias Professor karena kecamatanya, Yeriko Rajagukguk


(6)

apparaku Udin Penyok, lae ku Simon Sinaga selaku the legend of gaple sang juara dam dengan perolehan serifikat yang cukup banyak, lamsar barita Gultom sering dipanggil Asu sebagai mantan Guru Dam saya yang selalu muka ceria dan tertawa setiap saat, Kolombus Purba selaku pengejar Geng Motor bertampang seram dan memiliki suara tinggi dan agag fals, Angga alias Biksu,

6. Kepada seluruh anggota Resimen Mahasiswa Sumatera Utara. Khususnya angkatan 2009 PRAYUDA XII.

7. Sahabat-sahabat yang bergabung di dalam Ikatan Mahasiswa Simalungun (IMAS-USU).


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ………... vi

DAFTAR BAGAN ……….. ix

DAFTAR LAMPIRAN ………... x

BAB I. PENDAHULUAN ………... 1

1.1Latar Belakang ……… 1

1.2Perumusan Masalah ……… 10

1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian ………... 10

1.3.1 Tujuan Penelitian ……….. 10

1.3.2 Manfaat Penelitian ……… 10

1.3.3 Sistematika Penulisan ………... 11

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ………... 13

2.1. Sejarah Perkembangan NAPZA ……… 13

2.2. NAPZA ……….. 14

2.2.1 Pengertian NAPZA ………. 14

2.2.2 Jenis-jenis NAPZA dan Efek yang Ditimbulkan ……… 15

2.2.3 Perkembangan Penggunaan NAPZA ………. 19

2.3 Penyalahgunaan NAPZA ……… 21

2.3.1 Pengertian Penyalahgunaan NAPZA ………. 21

2.3.2 Dampak Penyalahgunaan NAPZA ………. 22

2.3.3 Bahaya Penyalahgunaan NAPZA ……….. 23

2.3.4 Kelompok-kelompok Penyalah Guna NAPZA ……….. 25

2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyalahgunaan NAPZA ………... 26

2.4.1 Faktor Individu ………... 26

2.4.2 Faktor Lingkungan ………. 32

2.4.2 1 Faktor Lingkungan Keluarga ………. 32


(8)

2.4.2.4 Pengaruh Teman Sebaya ……… 36

2.4.2.5 Keadaan Masyarakat pada Umumnya ……… 38

2.4.3 Faktor Narkoba Sendiri ……….. 39

2.5 Faktor Adanya NAPZA ……….. 39

2.6 Residen ……… 40

2.6.1 Pengertian Residen ………. 40

2.7 Kerangka Pemikiran ………40

2.8 Defenisi Konsep dan Operasional ………... 42

2.8.1 Defenisi Konsep ………. 42

2.8.2 Defenisi Operasional ……….. 44

BAB III. METODE PENELITIAN ………... 48

3.1 Tipe Penelitian ……… 48

3.2 Unit Analisi dan Informan ……….. 49

3.2.1 Unit Analisis ………... 49

3.2.2 Informan ………. 49

3.2.2.1 Informan Kunci ……….. 49

3.2.2.2 Informan tambahan ……… 49

3.3 Lokasi Penelitian ………. 50

3.4 Teknik Pengumpulan Data ……….. 50

3.5 Teknik Analisis Data ………... 51

BAB IV. DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN ... 52

4.1 Sejarah Berdirinya Lembaga ... 52

4.2 Struktur Organisai ... 53

4.3 Visi dan Misi ………... 53

4.3.1 Visi ………. 54

4.3.2 Misi ………. 54

4.4 Tugas dan Fungsi ……… 54

4.4.1 Tugas ……….. 54

4.4.2 Fungsi ………. 55


(9)

4.6 Sasaran Program ………. 55

4.7 Kapasitas ………. 56

4.8 Dasar Hukum ……….. 56

4.9 Wilayah Kerja ………. 57

4.10 Fasilitas ………. 57

4.11 Sumber Daya Manusia ……….. 58

4.12 Jaringan Kerjasama ………... 65

BAB V. ANALISIS DATA ………. 67

5.1 Hasil Temuan ……….. 67

5.1.1 Informan 1 ……….. 67

5.1.2 Informan 2 ……….. 74

5.1.3 Informan 3 ……….. 79

5.1.4 Informan 4 ……….. 88

5.1.5 Informan Tambahan ………... 97

5.2 Analisi Data ……… 104

BAB VI. PENUTUP ……… 118

6.1 Kesimpulan dan Saran ……… 118

6.1.1 Kesimpulan ………. 118

6.1.2 Saran ………... 119


(10)

DAFTAR BAGAN

No. Bagan Halaman

01. Bagan alur pikir ...42 02. Struktur organisasi ...53


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Pedoman Wawancara

2. Berita Acara Seminar Proposal Penelitian

3. Surat Keputusan Komisi Pembimbing Penulisan Poposal/Penelitian Skripsi 4. Surat Permohonan Izin Penelitian dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik 5. Surat Balasan Izin Penelitian


(12)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL Nama : Eko Chindra Damanik

Nim : 090902063

ABSTRAK

(Skripsi ini terdiri dari 6 Bab, 126 Hal)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALAHGUNAAN NAPZA PADA RESIDEN DI PANTI SOSIAL PARMADI PUTRA “INSYAF”

SUMATERA UTARA

Penyalahgunaan NAPZA merupakan masalah yang kompleks, sehingga memerlukan upaya penanggulangan yang komprehensif dengan melibatkan multidisipliner, multisektor, dan peran serta masyarakat yang aktif yang dilaksanakan dengan cara berkesinambungan, konsekuen, dan konsisten. Penyalahgunaan NAPZA saat ini melibatkan kalangan anak remaja, dewasa, hingga orang tua dan tidak sedikit diantara mereka wanita yang ikut dalam penyalahgunaan NAPZA. Seperti yang terjadi di Panti Sosial Parmadi Putra “Insyaf” Sumut penyalahgunaan NAPZA pada residen dipengaruhi oleh berbagai macam faktor yang mendorong mereka untuk mengkonsumsi dan menyalahgunakan NAPZA tersebut.

Penelitian dilakukan di Panti Sosial Parmadi Putra “Insyaf” Sumut yang berada di Desa Lau Bakeri Kecamatan Kutalimbaru Kabupaten Deli Serdang. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, dimana informan kunci dalam penelitian ini adalah mereka yang menjalani proses rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA sebanyak empat orang dan satu informan tambahan yaitu salah satu psikolog pegawai di Panti sosial parmadi Putra “insyaf” Sumut. Teknik pengumpulan data dengan studi pustaka, studi lapangan, wawancara mendalam dan observasi. Data yang didapat di lapangan kemudian dianalisis oleh peneliti yang dijelaskan secara kualitaif, sehingga pada akhirnya dapat ditarik kesimpulan dari hasil penelitian tersebut.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa yang menjadi faktor dominan penyalahgunaan NAPZA pada residen di Panti Sosial Parmadi Putra “Insyaf” Sumut adalah pengaruh teman sebaya/ sepergaulan dan bukan hanya itu saja ada faktor lain yang menyebabkan mereka terjerumus dalam penyalahgunaan NAPZA seperti faktor gangguan kepribadian, religiusitas, usia, adanya narkoba itu sendiri, keluarga, dan lingkungan tempat tinggal.

Kata Kunci: Faktor teman sebaya, kepribadian, religiusitas, usia, napza itu sendiri, keluarga, dan lingkungan tempat tinggal.


(13)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA

SCIENCE FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE

Nama : Eko Chindra Damanik Nim : 090902063

ABSTRACT

(This thesis consists of 6 Chapters, 126 Pages)

AFFECTING DRUG’S FACTORS ABUSE ON SOCIAL INSTITUTION RESIDENT PARMADI PUTRA " REPENTANT/ INSYAF " NORT

SUMATERA

Drug abuse is a complex issue , requiring a comprehensive prevention efforts involving multidisciplinary , multisector , and the role of active community seta implemented by means of continuous , consistent , and consistent . Drug abuse currently involves among teenagers, adults , up to the parents and not the least among them women who participated in drug abuse . As happened in social institutions Parmadi Putra " Insyaf " sumut drug abuse on residents affected by various factors

That encourage them to consume and abusing the drug. The study was conducted at the Children's Social Parmadi Putra " Insyaf " Sumatra is located in the Village District of Kutalimbaru Lau Bakeri Deli Serdang regency . This research is a descriptive study , in which the key informants in this study were those who underwent the process of social rehabilitation of victims of drug abuse as many as four people and one additional informant is one of the social psychologists in a nursing employee Parmadi Putra depth and observation . The data obtained in the field and then analyzed by the researchers explained in Qualitative , which in turn can be deduced from the results of these studies .

The results showed that the dominant factor in drug abuse in Children's Social resident Parmadi Putra " Insyaf " Sumatra is peer influence / sepergaulan and not only that there are other factors that cause them to fall into drug abuse as factors of personality disorders , religiosity , age , the presence of the drugs themselves , families , and neighborhoods.

Keywords : peer factors , personality , ligiusitas , age , drug themselves , families , and neighborhoods .


(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Masalah penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif Lainnya (NAPZA) atau yang sering dikenal masyarakat adalah NARKOBA (Narkotika dan Bahan/ Obat Berbahaya) merupakan masalah yang sangat kompleks. Hal tersebut memerlukan upaya penanggulangan secara komprehensif dengan melibatkan kerjasama multidisipliner, multisektor, dan peran serta masyarakat secara aktif yang dilaksanakan secara berkesinambungan, konsekuen, dan konsisten.

Gambaran masyarakat Indonesia yang ingin dicapai melalui pembangunan di bidang kesehatan, sebagaimana dirumuskan dalam Visi Indonesia sehat 2010, ditandai dengan penduduk yang hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (Lamsudin dalam Afiatin Tina, 2001, hal 5).

Salah satu masalah penting yang dihadapi untuk mewujudkan Visi tersebut adalah penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (NAPZA), atau yang lebih populer dengan sebutan narkoba, terutama dikalangan generasi muda. Dari tujuh problem utama kesehatan remaja, yaitu merokok, penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan, keselamatan di jalan, kesehatan seksualitas, aktivitas fisik, gizi dan berat badan, dan bunuh diri (Raphael dalam Afiatin Tina 1996, hal 5), penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan menempati peringkat tertinggi dan


(15)

merupakan tantangan paling besar dalam masalah kesehatan dan sosial (Brounstein dan Zweig dalam Afiatin, Tina 2002, hal 5).

Pengaturan psikotropika berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997, bertujuan untuk menjamin ketersediaan guna kepentingan kesehatan dan ilmu pengetahuan, mencegah penyalahgunaan psikotropika, serta pemberantasan peredaran gelap psikotropika. Penyelenggaraan konferensi tentang psikotropika pertama kali dilaksanakan oleh The Unite Nations Conference for the Adoption of Protocol on Pscyhotropic Substances mulai tanggal 11 Januari sampai 21 Februari 1971, di Wina, Austria, telah menghasilakan Convention Psychotropic Substance 1971. Materi muatan konvensi tersebut didasarkan pada resolusi The United Nations Economic and Social Council Nomor 1474 (XLVIII) tanggal 24 Maret 1070 merupakan aturan-aturan untuk disepakati, menjadi kebiasaan internasional sehingga harus dipatuhi oleh setiap negara, bagi kepentingan pergaulan bangsa-bangsa yang beradab. Sebagai suatu perangkat hukum internasional, konvensi tersebut mengatur kerja sama internasioanal dalam pengendalian dan pengawasan produksi, dan penggunaan psikotropika, serta mencegah, pemberantasan penyalahgunaannya dengan membatasi penggunaan hanya bagi kepentingan pengobatan dan ilmu pengetahuan (sunarso, siswantono 2004).

Pokok-pokok pikiran yang tercantum dalam United Illicit Trafic in Narcotic Drugs and Psyhotropic substance, 1998, antara lain dikatakan bahwa: masyarakat bangsa-bangsa dan negara-negara di dunia perlu memberikan perhatian dan prioritas utama atas masalah pemberantasan peredaran gelap narkotika dan psikotropika.


(16)

yang perlu ditangani secara bersama pula. Peredaran dan perdagangan penyalahgunaan psikotropika dapat digolongkan ke dalam kejahatan internasional. Dalam (Muladi, 2002: 107-108), kejahatan internasional membuktikan adanya peningkatan kuantitas dan kualitas kejahatan ke arah organisasi kejahatan transnasional, melewati batas-batas negara dan menunjukkan kerja sama yang bersifat regional maupun internasional.

Latar belakang penegakan hukum terhadap psikotropika, didasarkan atas asumsi bahwa terdapat korelasi antara para pengonsumsi psikotropika ini, dengan sikap negatif yang ditimbulkan, antara lain memiliki potensi untuk melakukan perbuatan kriminal. Romli Atmasasmita (1997: 151-152) dalam penelitiannya telah mengkaji tentang dasar hukum mengenai status tindak pidana narkotika transnasional menurut konvensi Wina 1998. Penegakan hukum terhadap tindak pidana psiktropika telah banyal dilakukan oleh aparat hukum dan telah banyak mendapat putusan hakim di sidang pengadilan ( Sunarso, Siswantoro: 7 ). Setelah kemerdekaan, Pemerintah Republik Indonesia membuat perundang-undangan yang menyangkut produksi, penggunaan dan distribusi dari obat-obat berbahaya (Dangerous Drugs Ordinance) dimana wewenang diberikan kepada Menteri Kesehatan untuk pengaturannya (State Gaette No.419, 1949).

Menyadari hal tersebut maka Presiden mengeluarkan instruksi No.6 tahun 1971 dengan membentuk badan koordinasi, yang terkenal dengan nama BAKOLAK INPRES 6/71, yaitu sebuah badan yang mengkoordinasikan (antar departemen) semua kegiatan penanggulangan terhadap berbagai bentuk yang dapat mengancam


(17)

keamanan negara, yaitu pemalsuan uang, penyelundupan, bahaya narkotika, kenakalan remaja, kegiatan subversif dan pengawasan terhadap orang-orang asing.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA. Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Anang Iskandar mengatakan, pihaknya menggunakan yurisprudensi sebagai payung hukum untuk menindak pengguna narkoba jenis baru."Pengguna narkoba jenis baru tidak bebas, kita punya yurisprudensi karena membahayakan jadi bisa dipidana," kata Anang Iskandar pada peringatan Hari Anti Narkoba Internasional (HANI) 2013 di Jakarta, Ahad (22/6).

Anang menjelaskan, narkoba jenis baru adalah jenis racikan bandar menggunakan bahan-bahan yang legal tapi setelah diracik menjadi bahan yang mempunyai dampak sangat membahayakan bagi kesehatan."Kita harus hati-hati dengan narkoba jenis baru ini, karena belum masuk dalam ketentuan undang-undang di negara manapun," katanya menambahkan.

Saat ini muncul 250 jenis narkoba baru masuk ke Indonesia dimana terdata jumlah pengguna narkoba mencapai empat juta orang dan sebagian besar usia produktif. Indonesia disinyalir berada diperingkat keempat terbesar pengguna narkoba di dunia dan setiap tahun jumlahnya terus meningkat. BNN juga merilis data kelompok berusia 10-20 tahun sebagai pengguna aktif dan terjadi peningkatan 2,5 persen pengguna baru dimana setiap tahun peningkatan satu persen pengguna baru.

Menurut data BNN saat ini ada 40 unit lembaga rehabilitasi yang ditempati sekitar 16.000 orang pengguna narkoba menjalani rehabilitasi ditambah dua unit lembaga milik BNN yang menampung 2.000 orang. BNN menyediakan anggaran


(18)

(http://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/13/06/23/mou6d3-untuk-narkoba-jenis-baru-bnn-gunakan-yurisprudensi. Diakses pada tanggal 26 Juli 2013, pukul 11: 35).

Jakarta - Badan Narkotika Nasional (BNN) mencatat angka prevalensi dari penyalahgunaan narkoba sangat mengkhawatirkan. Berdasarkan data terbaru, tercatat ada 3,7 – 4,7 juta penduduk Indonesia yang menjadi pecandu narkoba (narkotika dan obat/bahan berbahaya). Besarnya angka tersebut menyebabkan kerugian material bagi negara sebesar Rp: 48,2 triliun. Sepanjang tahun 2012, terdapat sebanyak 26.458 kasus narkoba yang terdiri dari: 17.620 kasus narkotika, 1.599 kasus psikotropika, serta 7.239 kasus zat adiktif. Sementara, jumlah tersangka yang terkait kasus narkoba ini mencapai 32.743 orang. Di lain sisi, Gerakan Nasional Anti Narkoba (GRANAT) mencatat sebanyak 50 orang per hari meninggal akibat narkoba.

Korban penyalahgunaan NAPZA rentan pada usia remaja walaupun tidak sedikit juga orang tua yang ikut menjadi korban penyalahgunaan NAPZA. Kondisi psikologis remaja yang masih rentan seringkali berujung pada masalah penyalahgunaan NAPZA, khususnya pada remaja yang memiliki banyak masalah tanpa dukungan dari sekitar. Keluarga dan lingkungan menjadi faktor utama dalam usaha pencegahannya. Meskipun diakui bahwa keluarga merupakan orang terdekat yang membawa pengaruh bagi keluarga, namun pengaruh teman dan lingkungan sosial remaja juga harus dikaji kembali.

Masa remaja adalah merupakan peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa awal, sering ditadai dengan konflik dan stres (Landau 1994). Dalam masa peralihan ini remaja perlu banyak belajar berbagai keterampilan intelektual dan sosial


(19)

baru. Perjuangan remaja untuk dapat berfungsi tepat dalam peran-peran baru mereka, sering menimbulkan situasi yang penuh stres, dan untuk mengatasi hal tersebut, banyak diantara mereka yang “ lari “ ke, atau menggunakan narkoba. Bahkan tidak sedikit dari antara mereka yang menggunakan narkoba sebagai simbol pemberontakan dalam keluarga.

Hawari (1998) menyebutkan ada tiga kelompok besar penyalahguna Narkoba beserta resiko yang dialaminya. Pertama, kelompok ketergantungan primer, yang ditandai dengan adanya kepribadian yang tidak stabil, mengalami gangguan, cemas dan depresi. Mereka mencoba mengobati sendiri gangguan yang dialami tanpa berkonsultasi dengan dokter sehingga terjadi penyalahgunaan sampai pada tingkat ketergantungan. Kedua, kelompok ketergantungan simtomatis, yang ditandai dengan adanya kepribadia anti sosial (psikoptik). Mereka menggunakan narkoba tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi juga “ menularkannya “ kepada orang lain dengan berbagai cara sehingga orang lai dapat “ terjebak “ hingga mengalami ketergantungan yang serupa. Ketiga, kelompok ketergantungan reaktif. Kelompok ini terutama terdapat pada remaja karena dorongan ingin tahu, pengaruh lingkungan dan tekanan kelompok teman sebaya.

Hermawan (1986) mengemukakan sejumlah alasan remaja menggunakan narkotika, diantaranya: (a) untuk membuktikan keberanian dalam melkukan tindakan-tindakan yang berbahaya atau riskan, seperti misalnya berkelahi dan ngebut di jalanan; (b) untuk menantang dan melawan otoritas, misalnya orang tua, guru, dan hukum; (c) untuk mempermudah penyaluran dan perbuatan seks; (d) untuk


(20)

untuk berusaha dalam menemukan arti dalam hidup; (f) untuk mengisi kekosongan dan perasaan bosan karena kurang kesibukan; (g) untuk menghlangkan rasa frustasi dan kegelisahan yang disebabkan oleh suatu problem yang tidak dapat diatasi dan jalan-jalan pikiran yang buntu; (h) untuk mengikuti kemauan teman dan memupuk solidaritas dengan teman; dan (i) karena didorong rasa ingin tahu dan iseng.

Peranan pemerintah untuk memperhatikan para korban penyalahgunaan NAPZA sangatlah penting, memberikan anggaran yang cukup untul mereka yang bermasalah dengan penyalahgunaan NAPZA tersebut. Pemerintahlah yang paling berperan aktif dalam hal ini, walaupun tidak terlepas juga kerjasama dari pihak swasta dan lembaga swadaya masyarakat. Melihat persoalan yang dihadapi para penyalahguna NAPZA yang ingin bertobat tapi menghadapi permasalahan dengan biaya pengobatannya di rumah sakit tertentu, maka pemerintah harus lebih serius dalam melihat hal ini.

Masalah penyalahgunaan NAPZA di Negara kita ini semakin meningkat, sehingga menjadi tugas kita bersama untuk memerangi, memberantas masalah tersebut. Untuk memerangi dan memecahkan masalah penyalahgunaan NAPZA, maka pemerintah Indonesia membentuk lembaga Rehabilitasi Sosial terhadap korban penyalahgunaan NAPZA dan bekerja sama juga dengan pihak lembaga swadaya masyarakat maupun pihak swasta yang ikut serta peduli dalam masalah memerangi penyalahgunaan NAPZA sebagai wujud memperbaiki generasi penerus di masa yang akan datang.

Korban penyalahgunaan NAPZA ini tidak mengenal usia, mulai dari remaja, dewasa, sampai kalangan orang tua baik pria maupun wanita. Juga tidak mengenal


(21)

kondisi perekonomian, baik kaya maupun miskin tetap saja ada yang menjadi korban penyalahgunaan NAPZA ini, hanya jenis NARKOBA yang dikonsumsilah yang menjadi perbedaannya.

Upaya pencegahan dan penaggulangan terhadap penyalahgunaan NAPZA telah dilakukan oleh berbagai pihak. Pemerintah, misalnya, telah membentuk Badan Narkotika Nasional (BNN) melalui keputusan presiden No. 17 Tanggal 12 Maret 2002, yang secara ex-officio diketahui oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia. Badan ini memiliki struktur hingga kabupaten/kota. Di tingkat pusat, badan ini bertugas membantu presiden melaksanakan koordinasi dalam rangka ketersediaan, pencegahan , dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba.

Untuk itu usaha yang dilakukan adalah pengurangan pemasokan (suplay eduction) dan pengurangan permintaan (deman reduction). Pengurangan pemasokan dilakukan dari sisi hukum dan peraturan, dengan memberikan sanksi hukum yang berat bagi pengedar narkoba, sedangkan pengurangan permintaan dilakukan dengan pembinaan pada masyarakat, khususnya generasi muda, agar tidak terjebak dalam penyalahgunaan NAPZA, juga upaya menghentikan penggunaan (penyembuhan) bagi penyalah gna NAPZA (Afiatin, tina 2008).

Uapaya pemerintah dalam menangani masalah penyalahgunaan NAPZA di indonesia adalah dengan mendirikan rehabilitasi sosial bagi korban penyalahgnaan NAPZA. Dengan rehabilitasi sosial, penyalahgguna narkoba yang mengikuti rehabilitasi dapat disembuhkan dan dapat dikembalikan keberfungsian sosialnya ke dalam lingkungan masyarakat selayaknya. Membangun karakter, sifat, siakp, perilaku


(22)

berinteraksi maupun bekerja di sektor-sektor usaha yang bersangkutan dengan keahliannya, misalnya banyak keterampilan yang diberikan seperti keterampilan otomotif, baik roda dua maupun empat, elektronik, las, desain grafis dan lain sebagainya yang dapat meningkatkan kualitas hidup mereka.

Salah satu lembaga pemerintah Indonesia yang menjadi tempat penelitian penulis menangani permasalahan NAPZA adalah Kementrian Sosial Republik Indonesia Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan Napza. Lembaga di Sumatera Utara yang menangani masalah penyalahgunaan NAPZA di bawah kementrian sosial adalah Panti Sosial Parmadi Putra “ insyaf “ Sumut, beralamat di jalan Berdikari No.37 Desa Lau Bekeri Kecamatan Kutalimbaru Kabupaten Serdang.

Wilayah kerja Panti Sosial Parmadi Putra “Inyaf” Sumut dalam rangka melaksanakan Rehabilitasi Sosial bagi korban penyalahgunaan NAPZA adalah Kabupaten/ Kota yang ada di Wilayah Sumatera dan Kalimantan Barat. Jadi semua yang ada di wilayah tersebut jika ingin di Rehabilitasi Sosial maka tempatnya adalah di Panti Sosial Parmadi Putra “ Insyaf” Sumut.

Masalah penyalahgunaan NAPZA sangat menarik dan penting untuk diteliti karena kita belum mengetahui sepenuhnya bagaimana sebenarnya penyalahgunaan NAPZA sehingga di sinilah kita dapat mempelajarinya lebih mendalam dan bermanfaat bagi kita untuk menambah wawasan mengenai penyalahgunaan NAPZA. Dengan demikian penulis tertarik untuk melakukan sebuah penelitian dengan judul “ Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyalahgunaan NAPZA Pada Residen di Panti Sosial Parmadi Putra “insyaf” Sumut “.


(23)

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan sebelumnya, maka rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah: “Apa faktor-faktor yang mempengaruhi penyalahgunaan NAPZA pada residen di Panti Sosial Parmadi Putra “insyaf” Sumut?

1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penyalahgunaan NAPZA pada Residen di Panti Sosial Parmadi Putra “insyaf” Sumut.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai berikut:

a) Secara teoritis, dapat menambah wawasan, pengalaman dan pemahaman mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penyalahgnaan NAPZA pada residen di Panti Sosial Parmadi Putra “Insyaf” Sumut.

b) Secara praktis, dapat menjadi bahan masukan dalam pengembangan konsep-konsep, teori-teori, tentang penyalahgunaan NAPZA bagi penulis sendiri, instansi terkait seperti panti rehabilitasi narkoba, lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang narkoba, orang tua, keluarga, sahabat, dosen atau bahkan pekerja sosial.


(24)

tertarik terhadap penelitian yang berkaitan dengan masalah penyalahgunaan NAPZA.

1.3.3 Sistematika Penulisan

Penulisan penelitian ini disajikan dalam enam bab dengan sistematika sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisikan latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian serta sistematika Penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini, diuraikan secara teoritis variabel-variabel yang diteliti, kerangka pemikiran, defenisi konsep dan defenisi operasional.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data.

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang gambaran umum lokasi penelitian, dimana penulis melakukan penelitian.

BAB V ANALISIS DATA

Bab ini berisikan uraian data yang diperoleh peneliti dari hasil penelitian dan analisisnya.


(25)

BAB VI PENUTUP

Bab ini berisikan tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang dilakukan.


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah perkembangan NAPZA

Dalam perkembangannya pada tahun 1805, seorang Dokter berkebangsaan Jerman bernama Friedrich Wilhelm menemukan senyawa opium amaniak yang kemudian diberi nama morfin (morphine). Dimana nama morphine itu sendiri diambail dari nama Dewa Yunani yaitu Morphius yang berarti Dewa Mimpi. Morfin diperkenalkan sebagai pengganti opium sebagai candu mentah. Di India dan Persia candu diperkenalkan oleh Alexander The Great pada 330 SM dimana pada waktu itu candu dipergunakan untuk bumbu masakan yang bertujuan untuk relaksasi tubuh.

Pada tahun 1856 ketika pecahnya perang saudara di A.S. Morphin ini sangat populer dipergunakan untuk penghilang rasa sakit luka-luka pada saat perang, kemudian sebahagian tahanan-tahanan tersebut “ketagihan” disebut sebagai “penyakit tentara”. Tahun 1874 seorang ahli kimia bernama Alder Wright dari London, merebus cairan morphin dengan asam anhidrat (cairan asam yang ada pada sejenis jamur) campuran ini membawa efek ketika diuji coba kepada anjing yaitu: anjing tersebut tiarap, ketakutan, mengantuk dan muntah-muntah.

Ditemukan dan dikembangnya narkotika tidak lain dan tidak bukan pada dasarnya adalah untuk kepentingan medis (pengobatan), namun seiring berkembangnya hubungan internasional yang menyangkut di dalamnya dunia politik, berkembangnya narkotika tidak lepas menjadi sasaran politik orang-orang yang ingin meraup keuntungan, menjadikan narkoba sebagai lahan bisnis yang menguntungkan


(27)

dengan menambah zat-zat adiktif yang berbahaya yang tentu dapat mengancam kehidupan masyarakat. Terlihat jelas dengan menambahkan zat adiktif menandakan awal mulanya penyalahgunaan narkoba yang tadinya dimanfaatkan sebagai penghilang rasa sakit kemudian menjadi obat yang membuat seseorang mengalami ketergantungan. Penambahan zat adiktif berbahaya dapat memicu sesorang menjadi berhalusinasi semakin tinggi dan kecanduan, dapat merusak jaringan syaraf dan organ-organ tubuh seseorang sehingga pada akhirnya berimbas pada kematian.

Pada tahun 1906, dalam mengatasi penyalahgunaan narkoba, Amerika turut serta dalam membuat undang-undang yang meminta farmasi memberikan label yang jelas untuk setiap kandungan dari obat yang di produksi. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui ada atau tidaknya kandungan opium yang ada dalam obat yang di produksi tersebut. Pada tahun 1914, dibuatlah peraturan yang mengharuskan peraturan pemakai dan penjual narkoba wajib untuk membayar pajak, melarang memberikan narkotika kepada pecandu yang tidak ingin sembuh serta menahan paramedis dan menutup tempat rehabilitasi.

Pada tahun 1923, Amerika juga melarang penjualan bentuk narkotika terutama heroin. Dilarangnya penjualan narkotika inilah yang menjadi awal penjulan/perdagangan gelap terhadap narkotika yang berdiri di Chinatown, New York. Perdagangan gelap narkotika seiring berkembangnya pasar global maka pada akhirnya menyebar ke seluruh penjuru dunia termasuklah ke Indonesia.


(28)

2.2 NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif) 2.2.1 Pengertian NAPZA

Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif (NAPZA)adalah:

a) Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menyebabkan ketergantungan yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

b) Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintesis bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas normal dan perilaku, yang digolongkan sebagaimana terlampir dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.

c) Zat Adiktif adalah zat atau obat yang dapat menyebabkan ketagihan/adiksi.(Pedoman rehabilitasi sosial dengan metode therapeutic community bagikorban penyalahgunaan NAPZA).

2.2.2 Jenis-jenis NAPZA dan Efek yang ditimbulkan

Zat-zat yang sering disalahgunakan dan dapat menyebabkan gangguan, menurut Soewadi (1996), dapat digolongkan sebagai berikut: (a) opioda, misalnya morfin, heroin, petindin dan candu; (b) ganja atau kanabis, mariyuana dan hashis; (c) kokain atau daun koka; (d) alkohol yang terdapat pada minuman keras; (e) amfetamin; (f)


(29)

halusinogen, misalnya LSD, meskalin dan psilosin; (g) sedativa dan hipnotika, misalnya matal, rivo, nipam; (h) fensiklidin (PCP); (i) nikotin yang terdapat pada tembakau; dab (k) kafein yang terdapat pada kopi. Semua zat ini dapat berpengaruh pada susunan saraf pusat (otak) sehingga disebut zat psikotropika atau psikoaktif.

Menurut Volpicelli (1989) dan Holmes(1996), efek yang ditimbulkan oleh zat psikoaktif dapat menurunkan kewaspadaan dan penampilan kognitif, seperti persepsi dan memori (misalnya obatgolongan sedativa dan hipnotika); efek menenangkan (misalnya matal, lekso,rivo); efek menidurkan (misalnya mogadon, nipan).

Holmes (1996) membagi psikoaktif dalam tiga kategori, yaitu: depresan, stimulan dan halusinogen. Depresan adalah jenis psikoaktif yang mempunyai pengaruh mengurangi aktivitas fungsional tubuh, yaitu dengan mengurangi dorongan fisiologis dan ketegangan psikologis. Alkohol dan heroin termasuk kategori ini. Alkohol bekerja menekan fungsi saraf pusat, dan bukan fungsi memberikan stimulan atau rangsangan. Rasa stimulan ini timbul karena kemampuan mengendurkan beberapa pengekangan perilaku sosial. Dengan konsentrasi 0,03 sampai 0,05 persen dalam darah, alkohol dapat menimbulkan sedikit rasa pening, relaksasi dan pelepasan hambatan. Pecandu alkohol tingkat ini dapat mengatakan hal-hal yang biasanya tidak dapat dikatakannya, menjadi lebih pandai bergaul, kepercayaan diri meningkat, tetapi bisa juga reaksi motoriknya berjalan lamban. Apabila pemakaian alkohol mencapai 0,1% dalam darah dapat mengakibatkan fungs sensorik dan motorik terganggu, sehingga pecandu tingkat inisering berbicara tidak jelas, sulitmengkoordinasikan gerakan tangan dan kaki, menjadi pemarah dan agresif. Apabila konsentrasi mencapai


(30)

2% bisa berakibat tidak mampu mengerjakan apa-apa, dan jika konsentrasi mencapai 4% dapat mengakibatkan kematian.

Sementara itu jenis heroin, yang biasanya digunakan dalam bentuk bubuk: dicampur dalam rokok, dihisaplangsung, atau disuntikkan, bekerja dengan mengurangi sensasi fisik dan memberikan respans pada stimulus dengan tertekannya sistem saraf pusat. Perubahan kesadaran yang diakibatkan pemakaian heroin tidak terlalu mencolok, tetapi bisa mengakibatkan ketergantungan fisik walaupun digunakan dalam waktu singkat. Pada mulanya heroin memang bisa memberikan perasaan yang menyenangkan, siap memberikan respons dan menjadi lebih tangkas, tetapi dalam waktu singkat akan mengalami gejala yang sangat tidak menyenangkan, misalnya gelisah dan bahkan sakit, sehingga untuk menghentikan rasa sakit dan gelisah itu mendorong untuk meneruskan pemakaian zat ini.

Jenis psikoaktif kategori stimulan merupakan zazyang merangsang atau meningkatkan fungsi kerja tubuh. Ada dua macam yang termasuk kategori ini, yaitu amfetamin dan kokain. Amfetamin adalah stimulan yang sangat kuat, yang efeknya langsung terasa setelah menggunakan zat ini, diantranya peningkatan kewaspadaan dan tidak mengantuk serta mengurangi rasa lelah dan bosan. Tetapi untuk menghasilkan efek yang sama ditimbulkan dosis yang lebih besar pada pemakaian berikutnya.

Jika pemakaian dihentikan akan berakibat sindrom putus obat, sehingga akan mengalami kelelahan yang luar biasa, sakit kepala dan bahkan depresi. Lebih dari itu, pemakaian yang terus-menerus akan mengakibatkan pemakai cenderung memiliki


(31)

rasa curiga kepada orang lain tanpa alasan yang rasional, adanya sikap memusuhi orang lain, atau angan-angan yang menyiksa.

Dosis tinggi yang disuntikan melaluipembuluh darah dapat menyebabkan pengalaman yang menyenangkan dengan segera, tetapi akan diikuti sifat lekas marah dan rasa tidak enak yang hanya bisa ditambahin dengan suntikan. Tetapi jika penyuntikan terus dilakukan dapat mengakibatkan crash, yaitu terus menerus tidur yang disertai dengan saat-saat yang penuh kelesuan dan depresi.

Kokain, daun koka yang kering, dapat meningkatkan energi dan rasa percaya diri serta mengurangi kepenatan dan nafsu makan. Pemakaian dalam dosis kecil berefek menyenagkan,namun dalam dosis tinggi dapat jantung berdebar-debar dan hilangnya nafsu makan secara drastis.

Halusinogen adalah zat yang efek utamanya mengubah pengalaman persepsi, termasuk perubahan persepsi yang dramatik, yaitu terjadinya halusinasi. LSD dan mariyuana termasuk jenis ini. LSD (Lysergic Acid Diethylamided) dapat menimbulkan efek pengalaman yang menyenangkan tetapi dapat pula memberikan reaksi yang tidak menyenangkan pada pemakai.

Pemakai LSD dapat mengalami halusinasi yang hidup tentang warna dan suara atau mendapatkan pengalaman mistik atau semi religius. LSD juga dapat mengakibatkan hilangnya orientasi realitas bagi pemakainya. Perubahan kesadaran ini dapat mengakibatkan pemakainya sangat tidak rasional, berperilaku membingungkan serta kadang-kadang menjadi panik dan merasa dirinya tidak dapat mengendalikan apa yang dikerjakan dan apa yang dipikirkannya.


(32)

Mariyuana, atau yang biasa disebut ganja, merpakan obat dari bahan THC (Tetrahydracsannubinol), yang dalam dosis rendah dapat mengakibatkan perasaan “memuncak”, namun dalam dosis tingi akan mengakibatkan reaksi yang hebat. Tahap pertama saat stimulasi dan perasaan riang gembira, dan tahap berikutnya adalah saat ketenagan dan tertidur. Efek yang terjadi padasaat kesadaran karena penggunaan mariyuana adalah perubahan sensorik dan depresi; pada umumnya timbul rasa gembira, perasaan sejahtera dan sehat, distori jarak dan waktu, terjadi perubahan persepsi dan pengalaman sosial serta sejumlah pengalaman “sukma melayang”.

2.2.3 Perkembangan Penggunaan NAPZA

Berdasarkan sejarah penggunaannya, narkotika pada awalnya hanya digunakan sebagai alat bagi upacara-upacara ritual keagamaan dan di samping itu juga dipergunakan untuk pengobatan. Adapun jenis narkotika pertama yang digunakan pada mulanya adalah candu atau lazimnya disebut sebagai madat atau opium.

Dalam upaya peningkatan di bidang pengobatan dan pelayanan kesehatan, narkotika cukup diperlukan ketersediaannya, namun apabila disalahgunakan akan menimbulkan efek yang sangat berbahaya bagi penggunanya karena pengguna akan mengalami ketergantungan yang dapat merugikan diri si pengguna sendiri, sehingga harus dilakukan pengendalian dan pengawasan yang ketat dan seksama.

Sejalan dengan perkembangan kolonisasi maka perdagangan candu semakin tumbuh subur dan pemakaian candu secara besar-besaran dilakukan di kalangan etnis Cina, terutama di negara-negara jajahan ketika itu, termasuk Indonesia yang berada di bawah kekuasaan pemerintah kolonial Belanda.


(33)

Saat ini perkembangan penggunaan narkotika semakin meningkat dan pesat dan tidak untuk tujuan pengobatan atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan, melainkan dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan yang sangat besar, yaitu dengan melakukan perdagangan narkotika secara illegal ke berbagai negara. Hal ini menimbulkan keprihatinan bagi masyarakat internasional, mengingat dampak yang ditimbulkan akibat penyalahgunaan narkotika yang sangat berbahaya bagi kehidupan berbangsa dan bernegara khususnya bagi keberlangsungan dan perkembangan generasi muda. Atas dasar pertimbangan tersebut telah melahirkan beberapa konvensi internasioanal guna menanggulangi perkembangan perdagangan narkotika secara illegal.

Konvensi internasioanal pertama yang mengatur tentang narkotika adalah Hague Opium Convention 1912 dan selanjutnya berturut-turut adalah the Geneva Opium International Opium Convention 1925, the Geneva Convention Limiting theManufacture and Regulating the Distribution of Narcotic Drugs 1931, the Convention for the Suppressionof the Illict Traffic in Dangerous Drugs 1936, Single Convention on NarcoticDrugs 1961 (konvensi tunggal narkotika 1961), sebagaimana diubah dan ditambah dengan protokol 1972, Convention on Psycotropic Substance 1971,dan konvensi Wina 1988.

Diantara beberapa konvensi internasioanal, dipandang yang cukup relevan untuk diuraikan lebih jauh yaitu Konvensi Tunggal 1961 dan Konvensi Wina 1988 karena kedua konvensi tersebut merupakan perkembangan akhir dari beberapa konvensi terdahulu dan merupakan konvensi yang cukup penting dalam sejarah


(34)

Bangsa. Konvensi Tunggal Narkotika 1961 merupakan hasil Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa yang diselenggarakan di New York pada tanggal 2-25 Maret 1961.

2.3 Penyalahgunaan NAPZA

2.3.1 Pengertian Penyalahgunaan NAPZA

Penyalahgunaan NAPZA merupakan masalah yang kompleks dan memiliki dimensi yang sangat luas, baik dari sudut medik, psikiatrik, kesehatan jiwa, maupun psikososial. Banyak ahli yang berkompeten dalam masalah NAPZA dan telah memberikan defenisi, atau pengertian, tentang penyalahgunaan NAPZA, meskipun dengan istilah yang berbeda-beda: zat, obat, narkoba, atau napza.

Widjono, dkk. (1991), misalnya, mendefenisikan penyalahgunaan obat sebagai pemakaian obat secara terus-menerus, atau sesekali tetapi berlebihan, dan tidak menurut petunjuk dokter atau praktek kedokteran. Ini selaras dengan rumusan WHO (dalam Hawari, 1991) yang mendefenisikan penyalahgunaan zat yang berlebihan secara terus-menerus, atau berkala, diluar maksud medik atau pengobatan.

Sarason dan Sarason (1993) mendefenisikan penyalahgunaan zat sebagai penggunaan bahan kimia, legal atau ilegal, yang menyebabkan kerusakan fisik, mental dan sosial seseorang. Sedangkan Wicaksana (1996), Holmes (1996), dan Hawari (1998) mendefenisikan penyalahgunaan zat sebagai pola penggunaan yang bersifat patologik paling sikit satu bulan lamanya, sehingga menimbulkan gangguan funsi sosial dan okupasional (pekerjaan dan sekolah).

Pola penggunaan zat yang patologik dapat berupa intoksikasi sepanjang hari terus-menerus menggunakan zat tersebut, meskipun pengguna mengetahui bahwa


(35)

dirinya sedang menderita sakit fisik yang berat akibat zat tersebut, atau adanya kenyataan bahwa ia tidak dpat berfungsi dengan baik tanpa menggunakan zattersebut.

Gordon dan Gordon (2000) membedakan pengertian pengguna, penyalah guna, dan pecandu narkoba. Menurutnya, pengguna adalah seseorang yang menggunakan narkoba hanya sekedar untuk, misalnya bersenag-senag, rileks atau relaksasi, dan hidup mereka tidak berputar di sekitar narkoba. Pengguna jenis ini disebut juga pengguna sosial rekreasional. Penyalah guna, adalah seseorang yang mempunyai masalah secara langsung berhubungan dengan narkoba. Masalah tersebut bisa muncul dalam ranah fisik, mental, emosional, maupun spritual. Penyalah guna menolak untuk berhenti sama sekali dan selamanya. Sedangkan pecandu adalah seseorang yang sudah mengalami hasrat/obsesi secara mental dan emosional serta fisik. Bagi pecandu, tidak ada hal yang lebih penting selain memperoleh narkoba, sehingga jika tidak mendapatkannya, ia akan mengalami gejala-gejala putus obat dan kesakitan.

2.3.2 Dampak penyalahgunaan NAPZA

Menurut Rachim (2001) ancaman penyalahgnaan narkoba bersifat multi dimensional; kesehatan, ekonomi, sosial, pendidikan, keamanan dan penegakan hukum. Dari dimensi kesehatan, penyalahgunaan narkoba dapat menghancurkan dan merusak kesehatan manusia, baik kesehatan jasmani maupun rohani; dari dimensi ekonomi memerlukan biaya besar; dari dimensi sosial dan pendidikan dapat menyebabkan perilaku ke arah asusila dan anti sosial; sedangkan dari dimensi keamanan dan penegakan hukum dapat mendorong terjadinya tindakan-tindakan yang


(36)

Dari dimensi kesehatan, Ogden (2000) menyatakan bahwa dampak penyalahgunaan narkoba, antara lain, meningkatkan kemungkinan terkena sirosis hati, kanker pancreas, gangguan memori, dan meningkatkan risiko terjadinya kecelakaan. Pendek kata, penyalahgunaan narkoba dapat menghilangkan potensi dan kapasitas untuk berfikir dan bekerja produktif, dapat mendorong tindak kriminalitas, dapat menyebabkan berbagai jenis penyakit serius bagi penyalah guna, dan bahkan dapat mengakibatkan kematian dini. Dalam catatan Hawari, sebagaimana dilansir oleh majalah sabili (4 April 2002), 17,16% penyalah guna narkoba mati sia-sia dalam usia muda. Belum lagi yang terkena penyakit paru-paru, lever, hepatitis c, dan bahkan 33% diantaranya terjangkit HIV/AIDS, yang hingga sekarang belum ditemukan obat maupun vaksin pencegahnya.

2.3.3 Bahaya Penyalahgunaan NAPZA

Zat Psikotropika dapat menimbulkan bahaya adiksi (ketergantungan). Jenis candu, menurut Hastutiningrum (1997), antara lain menekan fungsi jantung dan pernafasan, kemunduran fisik dan psikis, merusak generasi, ketergantungan dan bahkan kematian. Sedangkan jenis koka, antara lain menyebabkan bertambah aktifnya kerja mental, berkurangnya kelelahan, halusinasi, insomnia, euphoria, dan ketergantungan.

Sementara MDMA (Metilen Dioksi Metaamfetamin), salah satu derivat amfetamin yang masuk golongan psikotropika yang dikenal pula dengan nama ekstasi atau inex, menurut Soewadi (1996), antara lain dapat memberikan peningkatan yang luar biasa, merasa sehat secara berlebihan, meningkatkan keberanian, rasa percaya


(37)

diri bertambah, menghilangkan rasa malu dan canggung, meningkatkan gairah, paranoid, halusinasi dan rasa melayang. Secara fisik dapat terjadi kaedaan sebagai berikut: ketergantungan, meningkatnya denyut jantung, naiknya suhu badan,penglihatan kabur, berkeringat, perilaku tidaj wajar dan kejang.

Penyalahgunaan narkoba, menurutnya, juga dapat menghilangkan pengendalian diri sehinga dapat membuat seseorang lepas kontrol, menjadi hyperaktif, dan meningkatnya aktivitas seksual. di samping itu seseorang bisa menjadi lebih berani dan agresif, perilaku berubah, banyak bicara, tidak dapat menyembunyikan rahasia hati, emosi menjadi lebih labil dan kontrol diri hilang, terjadi gangguan daya ingat, rasa percaya diri berlebihan, kepribadian jadi sangat ekspansif disertai meningkatnya efek yang patologik dengan letupan emosi yang berlebihan.

Hawari juga menyebut berbagai jenis narkoba dan akibat serta bahayanya. Minuman keras adalah jenis adalah jenis minuman yang mengandung alkohol yang termasuk zat adiktif. Artinya, zat tersebut dapat menimbulkan adiksi, yaitu ketagihan dan ketergantungan. Minuman keras dapat menimbulkan gangguan mental organik (GMO), yaitu gangguan dalam funsi berfikir, perasaan dan perilaku.

Timbulnya GMO disebabkan reaksi langsung alkohol pada sel-sel saraf pusat (otak). Karena sifat adiktif alkohol ini peminum lama-kelamaan, tanpa disadari, akan menambah takaran/dosis samai pada dosis keracunan (intoksikasi) atau mabuk. GMO yang terjadi pada seseorang ditandai dengan gejala-gejala: (a) terdapat dampak perubahan perilaku, misalnya perkelahian dan tindak kekerasan, ketidakmampuan menilai realitas, gangguan dalam fungsi sosial dan pekerjaan; (b) timbul gejala


(38)

tidak mantab, dan muka merah; (c) timbul gejala psikologik, misalnya perubahan perasaan, mudah marah dan tersinggung, banyak bicara (melantur), dan gangguan perhatian.

Ganja yang termasuk narkotika, dapat merupakan pencetus bagi terjadinya gangguan jiwa, yaitu adanya waham (delusi) mirip dengan waham yang terdapat pada gangguan jiwa skizofrenia. Pemakaian ganja juga dapat menimbulkan dampak munculnya gangguan mental organik (GMO) pada pengisap ganja yaitu: (a) euforia, rasa gembira tanpa sebab; (b) perasaan identifikasi subjektif, yaitu mengalami gangguan persepsi tentang diri dan lingkungannya, halusinasi, dan ilusi (wham); (c) perasaan waktu berlalu dengan lambat, misalnya waktu 10 menit bisa dirasakan 1 jam; (d) apatis, sikap acuh tak acuh terhadap diri dan lingkungan, tidak ada kemauan atau inisiatif, dan masa bodoh; (e) timbul gejala fisik yaitu mata merah, nafsu makan bertambah dan mulut kering; (f) efek dalam tingkah laku terjadi gangguan dalam perilaku, misalnya muncul kecurigaan yang berlebihan, ketakutan berlebihan, aktivitas sehari-hari yang biasa dilakukan menurun, malas sekolah, kuliah, bekerja, kehilangan kawan dan pekerjaan.

2.3.4 Kelompok-kelomok Penyalah Guna NAPZA

(Hawari dalam Afiatin, Tina, hal 14), menyebutkan ada tiga kelompok besar penyalah guna Narkoba beserta risiko yang dialaminya. Pertama, kelompok ketergantungan primer, yang ditandai dengan adanya kepribadian yang tidak stabil, mengalami gangguan, cemas, dan depresi. Mereka mencoba mengobati sendiri gangguan yang dialami tanpa berkonsultasi kepada dokter sehingga terjadi


(39)

penyalahgunaan sampai pada tingkat ketergantungan. Kedua, kelompok ketergantungan simtomatis, yang ditandai dengan adanya kepribadian anti sosial (psikopatik).

Mereka menggunakan narkoba tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi juga “menularkannya” kepada orang lain dengan berbagai cara sehingga orang lain dapat “terjebak” ikut memakai hingga mengalami ketergantungan yang serupa. Ketiga, kelompok ketergantungan reaktif. Kelompok ini terutama terdapat pada remaja karena dorongan ingin tahu, pengaruh lingkungan dan tekanan dari kelompok teman sebaya.

2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyalahgunaan NAPZA 2.4.1 Faktor Individu

Manusia terdiri dari roh, jiwa dan raga sudah menjadi suatu kodrat dan idealnya roh, jiwa dan raga harus berfungsi secara seimbang. Jiwa manusia terdiri dari tiga aspek, yaitu kognisi (pikiran), afeksi (emosi, perasaan), konasi (kehendak, kemauan, psikomotor). Selain mengalami pertumbuhan fisik, manusia manusia juga mengalami perkembangan kejiwaannya.

Dalam masa perkembangan kejiwaannya inilah kepribadian manusia terbentuk, dan terbentuknya kepribadian itu sangat dipengaruhi oleh dinamika perkembangan konsep dirinya. Perkembangan ini dialami secara berbeda antara individu yang satu dengan yang lain karena tidak akan ada orang yang persis sama, ini membuktikan bahwa peran sifat bawaan lahir juga mempunyai andil yang cukup besar, dengan


(40)

ada kita temukan manusia yang mirip bahkan manusia yang kembar sekalipun tidak memiliki kesamaan yang mutlak dan selalu ada perbedaan, (Siregar Mastauli 2007).

Faktor kepribadian, menurut Olson, dkk. (dalam Afiatin, Tina 2008, hal 24), dapat dibedakan menjadi tiga aspek, yakni aspek intrapersonal, aspek interpersonal, dan aspek kognitif. Aspek intrapersonal yang dapat diidentifikasi berperan penting dalam penyalahgunaan narkoba pada reaja adalah harga diri yang rendah.

Sedangakan aspek interpersonal, atau kemampuan melakukan hubungan sosial dengan orang lain, yang diidentifikasi berperan penting dalam penyalahgunaan narkoba pada remaja adalah rendahnya aktivitas, yakni kemampuan mengekspresikan ide dan perasaannya tanpa merugikan orang lain. Sementara itu aspek kognitif yang diidentifikasi berperan penting dalam penyalahgunaan narkoba pada remaja adalah rendahnya pengetahuan tentang narkoba itu sendiri.

Untuk mendapatkan gambaran tentang karakteristik kepribadian remaja penyalah guna narkoba, berikut ini adalah uraian berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis (Tina Afiatin tahun 1999) terhadap sepuluh orang penyalah guna narkoba. Penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran mengenai persepsi remaja penyalah guna narkoba terhadap diri dan lingkungan mereka, meliputi aspek fisik, psikis, sosial dan agama, melalui wawancara yang mendalam dan observasi terhadap subjek yang diteliti, dan orang-orang yang dianggap penting oleh subjek.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (a) persepsi sebagian besar (80%) subjek terhadap dirinya merasa kurang puas terhadap kondisi fisiknya, kurang percaya diri, merasa rendah diri dalam pergaulan sosial, merasa tidak memiliki


(41)

prestasi yang patut dibanggakan,dan merasa bahwa hidupnya belum banyak memberi manfaat kepada orang lain; (b) persepsi terhadap keluarga, sebagian besar (70%) subjek merasa kurang dapat siterima oleh keluarganya, sering mengalami ketidakcocokan dan konflik serta merasa tidak dekat dengan ayahnya; (c) persepsi terhadap lingkungan sekolah, sebagian besar (70%) subjek merasa dapat diterima oleh teman-temannya di sekolah, dapat bergaul dan tidak sedikit yang merasa populer, meskipun mereka menyadari bahwa kepopulerannya itu dalam hal-hal yang negatif, misalnya sering membolos; (d) persepsi terhadap lingkungan sosialnya, sebagian besar (80%) subjek merasa akrab dengan teman-temannya karena sering berkumpul.

Temuan yang tidak terduga muncul pada penelitian ini bahwa menurut informan (significant others) sebagian besar (80%) subjek termasuk anak-anak yang cukup aktif dalam kegiatan sosial di kampungnya dan suka menolong teman-temannya.

Dalam kaitan dengan penyalahgunaan narkoba, faktor-faktor individu yang menyebabkan seseorang dapat dengan mudah terjerumus dan menjadi pecandu narkoba adalah sebagai berikut:

1. Adanya gangguan kepribadian 2. Faktor usia

3. Pandangan atau keyakinan yang keliru 4. Religiusitas yang rendah


(42)

a) Gangguan cara berfikirnya; distorsi kognitif, keyakinan/ cara berfikir yang salah negative thingking/ negative outlook, penalarannya semaunya sendiri. b) Gangguan emosi/ emotional disturbance; emosi labil, kurang percaya diri,

terlalu percaya diri.

c) Gangguan kehendak dan perilaku; kemalasan, motivasi rendah, tidak tekun. Gangguan cara berfikir ini dapat terjadi dalam bebrapa bentuk, antara lain pandangan atau cara berfikir yang keliru atau menyimpang dari pandangan umum yang menjadi norma atau nilai-nilai hakiki dari apa yang dianggap benar oleh komunitasnya. Menjadikan alasan-alasan yang dianggap benar menurut penalarannya sendiri guna membenarkan perilakunya yang menyalahi norma-norma yang berlaku. Dapat juga berupa pandangan-pandangan yang negatif atau selalu berfikir negatif dan pesimistis.

Dengan cara pandang dan cara berfikirnya yang keliru, biasanya individu yang mengalami cara berfikir tradisional ini akan menghalalkan segala tindakannya dengan mengemukakan alasan-alasan yang tidak wajar. Mengabaikan norma yang ada dan membenarkan dirinya atas perilakunya yang salah itu berlandaskan alasan-alasan yang dibuat-buat sekehendak hatinya, prinsipnya asal-asalan sehingga tindakannya tidak dapat dibenarkan.

Gangguan emosi juga sangat berpengaruh besar, dengan adanya gangguan emosi, misalnya emosi labil, mudah marah, mudah sedih dan seringkali mudah putus asa, ingin menuruti gejolak hati maka kemampuan pengontrolan diri atau penguasaan dirinya akan terhambat. Gangguan emosi juga dapat terwujud melalui perasaan


(43)

rendah diri, tidak mencintai diri sendiri maupun orang lain, tidak mengenal cinta kasih dan simpati, tidak dapat berempati, rasa kesepian dan merasa terbuang.

Tidak jarang orang yang mengalami gangguan emosi menjadi takut kehilangan teman walau tahu temannya memiliki niat jahat atau berperilaku tidak sesuai dengan norma. Pengalaman yang menyakitkan hati yang berkepanjangan, luka batin yang sangat dalam dapat menimbulkan gangguan emosi. Misalnya, luka hati karena perlakuan orang tua yang terlalu keras, atau kurang bahkan tidak adanya perhatian sama sekali dari orang tua, ditinggalkan orang yang dikasihinya misalnya pacarnya.

Gangguan kehendak dan perilaku seseorang selain dipengaruhi oleh fungsi fisiologis fisik, juga dipengaruhi oleh pikiran dan perasaannya. Jadi kalau pikiran dan emosinya sudah mengalami gangguan, maka dapat dipastikan perilaku atau keinginannya juga akan mengalami dampak dari gangguan pikiran dan emosinya. Sikap dan perilakunya akan terpengaruhi dan biasanya dapat terjadi hilangnya kontrol sehingga bertindak tidak terkendali atau bertindak tidak sesuai dengan norma yang ada di dalam lingkungan.

Pengaruh usia, dengan mencapai usia yang mendekati masa remaja, maka kelenjar kelamin mulai menghasilkan hormon yang akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan seksual anak, dalam masa ini banyak perubahan yang terjadi. Perubahan secara fisik dapat dilihat dari bertambahnya tinggi dan berat badan, besar badan, tanda-tanda kelamin sekunder, seperti membesarnya payudara pada wanita dan timbulnya jakun pada pria.


(44)

disatu sisi sudah merasa bukan kanak-kanak lagi, akan tetapi juga belum mampu menerima tanggung jawab sebagai orang dewasa karena memang masih sangat muda dan kurang pengalaman. Pada masa-masa seperti ini remaja lebih senang bergaul dengan teman sebaya, ingin jadi anak gaul yang diterima di dalam lingkungannya dan mulai mencari jati diri/ identitas dirinya. Ingin “ngetrend” dan dapat pengakuan dari lingkungannya. Rasa ingin tahu sangat besar terhadap sesuatu yang baru, suka coba-coba, kurang mengerti akan resiko yang akan terjadi karena kurangnya pengalaman dan penalaran. Dalam keadaan demikian, biasanya remaja mudah terjebak ke dalam kenakalan remaja ataupun ke penyalahgunaan narkoba (Siregar, Mastauli 2007).

Pada usia remaja yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa awal, sering ditandai konflik dan stres (Landau Afiatin, Tina 2008, hal 14). Banyak remaja yang mengguanakan narkoba karena dorongan ingin tahu, atau karena dioloik-olok teman sebaya sehingga ikut-ikutan meniru. Dari yang semula hanyalah sekedar iseng kemudian menjadi kebiasaan dan akhirnya ketergantungan/ kecanduan yang kronis.

Pandangan atau keyakinan yang keliru, banyak remaja yang mempunyai keyakinan yang keliru dan menganggap enteng akan hal-hal yang membahayakan, sehingga mengabaikan pendapat orang lain, menganggap dirinya pasti dapat mengatasi bahaya itu, atau merasa yakin bahwa pendapatnya sendirilah yang benar, akibatnya mereka dapat terjerumus ke dlam tindakan kenakalan remaja dan penyalahgunaan narkoba.

Religiusitas yang rendah, anak yang bertumbuh dan berkembang di dalam keluarga yang religiusitasnya rendah, bahkan tidak pernah mendapat pengajaran dan


(45)

pengertian mengenai Allah secara benar, maka biasanya memiliki kecerdasan spritual yang rendah. Dengan demikian tidak ada patokan akan nilai-nilai yang dianutnya untuk bertindak, sehingga berperilaku sesuka hatinya, tidak tahu masalah yang baik dan buruk dan tidak takut akan berbuat dosa.

2.4.2 Faktor Lingkungan

Lingkungan hidup mempunyai pengaruh besar terhadap jatuhnya anak remaja terhadap penyalahgunaan narkoba, terutama faktor keluarga, faktor lingkungan tempat tinggal, keadaan di sekolah, pengaruh teman sepergaulan dan keadaan masyarakat pada umumnya.

2.4.2.1 faktor lingkungnan keluarga

Faktor keluarga, keluarga dalam hal ini mempunyai peranan yang sangat penting di dalam pendidikan dan pembentukan karakter, watak, sifat anak. Keluarga merupakan lingkungan terkecil, di dalam keluarga inilah tempat si anak pertama kalinya merasakan kebesaran cinta dari keluarga. Ketika seorang anak masih kecil, dimana dia belum memiliki suatu bentuk sendiri dari kehudupannya, maka yang ditirunya adalah tingkah laku dan kebiasaan orang tuanya sendiri.

Suasana keluarga yang resah, retak tanpa adanya keharmonisan akan memberi pengaruh buruk bagi perkembangan si anak (tidak terlalu mutlak). Keluarga yang dalam kehidupannya jauh dari sentuhan cinta, kasih dan sayang tidak akan menjadikan anak penuh cinta, sebaliknya jika dalam suatu keluarga dipenuhi dengan


(46)

memberikan contoh yang baik akan menumbuhkan sikap dan tnggung jawab pada si anak untuk berbuat dan bertindak lebih baik sebagai ungkapan sayang pada keluarganya. Mereka akan tumbuh menjadi manusia yang percaya diri, mempunyai prinsip yang kuat dan tidak kalah oleh hantaman badai kehidupan (Adisti, Susi 2007).

Beberapa hal yang mungkin bisa dijadikan sebagai pedoman untuk orang tua agar si anak bebas dari ancaman bahaya narkoba adalah sebagai berikut:

1. Penekanan terhadap penghayatan norma-norma keagamaan dan sosial.

2. Perhatian besar sekali pengaruhnya untuk si anak. Luangkan waktu denagn menyediakan waktu yang cukup bagi anak-anak. Perhatikan bakat dan minat si anak, beri mereka kegiatan yang menyenagkan dan sesuai dengan keinginan si anak.

3. Beri pujian yang wajar jika si anak mendapatkan prestasi.

4. Beri wejangan mengenai narkotika dengan sejelas-jelasnya. Dari mulai macam narkotika, bahayanya serta dampak buruk dari pemakaiannya. Beri mereka majalah atau buku-buku mengenai narkoba.

5. Beri ruang waktu bagi si anak agar anak lebih kreatif dalam menghabiskan waktunya.

6. Buat anak-anak agar selalu berfikir positif, sehinggan bisa menimbukan pemikiran yang mengarah pada terciptanya rasa percaya diri yang kuat.

7. Beri pengertian pada anak akan pentingnya ucapan ‘tidak’, sebagai dasar untuk menolak ajakan siapa saja yang bertujuan menawarkan narkoba.


(47)

2.4.2.2 Faktor Lingkungan Tempat Tinggal

Tempat tinggal di daerah hitam atau terlalu padat penduduk, suasana hiburan yang menggoda, bagi anak-anak remaja awal, kebiasaan hidup orang-orang yang mempunyai aktivitas di tempat-tempat hiburan dan gayanya yang kurang pas bagi anak-anak, sudahlah jelas bahwa ia mempunyai dampak yang negatif.

Seperti halnya dengan anak-anak yang berasal dari keluarga mampu yang dapat dengan mudah membuang uang dan mencari hiburan di night club, diskotik, atau mencari tempat-tempat hiburan yang tidak sesuai dengan usianya, atau mengadakan pesta-pesta di rumah sendiri atau rumah teman, mungkin juga di villa-villa mewah milik orang tuanya. Yang jelas akibatnya sama saja, yaitu hidup lepas kendali dan terjerumus dalam kenakalan remaja dan penyalahgunaan narkoba ( Siregar, Mastauli 2007).

2.4.2.3 Keadaan di Sekolah

Sekolah merupakan lingkungan kedua si anak setelah keluarga/rumah dimana mereka mendapatkan pendidikan formal. Rata–rata mereka berada di sekolah dalam waktu yang cukup lama (6-7 jam sehari). Selain belajar, bergaul dengan teman sebaya adalah hal yang mengasyikkan bagi mereka, itulah hal yang menyebabkan betapa besar pengaruh sekolah untuk perkembangan jiwa anak. Tapi tidak jarang terjadi di lingkungan inilah penyalahgunaan narkoba sering terjadi. Aktivitas itu mereka lakukan bersama teman-temannya yang sepaham dan seide dalam bergaul. Perhatian dan pengawasan pihak sekolah/ guru sangat diperlukan dalam hal ini, agar


(48)

mengurangi terjadinya tindakan yang menjerumus kepada kenakalan dan penyalahgunaan narkoba.

Dalam upaya menanggunlagi bahaya narkoba di sekolah, hendaknya kita perhatikan hal-hal berikut:

1. Perlu dijalin hubungan yang baik antara murid dan guru. 2. Guru harus mampu mengenali anak didiknya sebaik mungkin.

3. Mengusahakan agar tidak terjadi kebosanan selama proses belajar-mengajar di sekolah.

4. Mengadakan razia mendadak terhadap tas anak didik.

5. Membiasakan anak didik bergotong-royong dan kekeluargaan sehinga timbul rasa tanggung jawab yang besar bagi anak didik.

6. Mengadakan kegiatan keagamaan.

7. Menegmbangkan kegiatan ekstrakulikuler (pramuka, seni keterampilan lainnya).

8. Tetap menjaga keamanan sekolah dengan mewaspadai setiap perubahan yang terjadi. Jika kedapatan halaman sekolah dimasuki oleh pengedar makalakukan tindakan dengan melaporkannya kepada pihak yang berwenang.

9. Menjaga komunikasi yang seimbang antara murid, guru, dan pihak keluarga. 10.Sabar menghadapi jika anak didik memiliki masalah dan membantu untuk

menyelesaikannya.

11.Tetap menjaga agar anak didik mampu berkembang sesuai yang diharapkan. Membina kepribadian mereka sehingga menjadi manusia yang bermoral.


(49)

12.Memasukkan isu narkoba sebagai bahan pengkajian dan penelaahan dalam mata pelajaran.

13.Saling percaya, terbuka, bersikap jujur antara anak didik dan guru. 14.Menanamkan nilai-nilai budi pekerti, spritual, moral.

15.Tidak hanya sebagai pengajar (guru) namun harus bisa pulabertindak sebagai konselor saat anak didim bermasalah dengan narkoba.

16.Membuat seminar dengan mendatangkan pihak yang berkompeten dalam hal ini, misalnya Badan Narkotika Nasional, kementrian sosialbidang rehabilitasi narkoba dan pihak kepolisian.

2.4.2.4 Pengaruh Teman Sebaya

Biasanya pergaulan dengan teman sebayanya yang berasal dari luar sekolahnya. Teman-teman ini juga mempunyai pengaruh besar bagi anak-anak remaja, mereka merasa dekat satu sama lain dan biasanya sudah membentuk kelompok (geng), mereka mempunyai rasa senasib dan sepenaggungan, rasa solidaritas tinggi.

Dengan demikian, mereka akan dengan mudahnya melakukan hal-hal yang dianggap menyenangkan oleh kelompoknya. Mereka tidak memikirkan baik buruknya, tetapi memikirkan apa itu menyenangkan atau tidak. Juga tidak mempertimbangkan akan adanya resiko-resiko bagi dirinya. Bahkan, untuk memenuhi kekeinginannya agar diterima kelompoknya, mereka tidak segan-segan melakukan hal-hal yang sebenarnya disadari merupakan perbuatan yang tidak baik.


(50)

penyalahgunaan narkoba pada diri seseorang. Pada banyak kasus, perkenalan pertama dengan narkoba biasanya datang dari teman. Teman sebaya ini bisa berupa teman sekolah, teman sepermainan di lingkungan masyarakatnya, sesama anggota dari klub, kelompok atau geng tertentu yang rata-rata memiliki usia, karakteristik, permasalahan dan pola pikir yang hampir sama. Pengaruh teman ini sangat sukar dilepaskan karena dapat menciptakan keterikatan dan kebersamaan dalam diri remaja. Pengaruh teman ini tidak hanya dirasakan pada saat perkenalan pertama dengan narkoba, melainkan juga menyebabkan seseorang tetapmenggunakan atau mengalami kekambuhan (relapse).

Kebanyakan pecandu yang menjadi responden pada banyak penelitian menyatakan, bahwa mereka mencoba narkoba pertama kali karena ditawari, dibujuk, dipaksa bahkan dijebak oleh teman atau kelompok sebayanya. Selain itu mereka menyatakan sulit untuk lepas dari ikatan kelompok sebayanya (Siregar, Mastauli 2007).

2.4.2.5 Keadaan Masyarakat pada Umumnya

Dengan memasuki perkembangan jaman dan era globalisasi, teknologi informatika berkembang dengan cepat dan sedemikian canggih, juga media cetak, media audiovisual memiliki jangkauan yang jauh lebih luas daripada sebelumnya, dan akibatnya banyak budaya asing masuk ke indonesia melalui media tersebut. Bagi kawula yang belum matang dan masih belum kukuh kuat iman maupun masih kurang pengertian akan nilai-nilai luhur kebudayaan Indonesia, akan denagn mudah mengadaptasi budaya-budaya luar yang kadang kurang pas bagi para remaja kini.


(51)

Di dalam kehidupan malam, hiruk piruk diskotik, night club dan tempat-tempat hiburan malam lainnya, pengedar narkoba juga semakin meningkat sehingga narkoba sangat mudah diperoleh dan harganya juga bervariasi, ada yang murah dan ada yang mahal tergantung jenis dan khasiat narkoba tersebut. Dimulai dari iseng-iseng, ajakan teman, rasa ingin tahu tentang bagaimana narkoba tersebut maka tidak banyak akhirnya menjadi korban penyalahgunaan NAPZA yang kita temukan.

Para ahli mengatakan bahwa perubahan-perubahan nilai sosial sebagai konsekuensi modernisasi juga merupakan faktor yang turut berperan pada penyalahgunaan narkoaba. Pada umumnya penyalah guna narkoba tidak lagi mematuhi sistem nilai yang dianut oleh orang tuanya. Mereka lebih dekat dan cocok dengan sistem nilai dari kelompok sebayanya yang sering berperilaku anti sosial dan menyalahgunakan zat. Pada hakikatnya penyalah guna zat merupakan ‘jeritan minta tolong’ dari remaja. Mereka menunjukkan ketidakmampuan menyesuaikan diri dan menjalin hubungan yang baik dan stabil dengan keluarga dan masyarakat sekitarnya. Oleh karena itu, mereka lalu bergabung dengan teman kelompok sebaya dan turut menyalahgunakan narkoba ( Kusno, adi. Penanggulangan Tindak Pidana narkotika).

Bukan hanya remaja yang akhirnya lari ke dalam penyalahgunaan ZAPZA ini, melainkan orang tua juga banyak yang terjerumus kedalamnya. Adanya tekanan batin karena sulitnya mencari nafkah, banyaknya beban tanggung jawab yang berat dalam keluarga, terjadinya pengangguran atau pemutusan hubungan pekerjaan dapat menyebabkan frustasi pada seseorang dan akhirnya mencari pelarian melalui tindakan-tindakan yang salah seperti mabuk-mabukan dan memakai narkoba.


(52)

2.4.3 Faktor Narkoba Sendiri

Narkoba menjadi faktor terjadinya penyalahgunaan narkoba karena pemakaiannya menimbulkan efek atau sensasi tertentu sehingga pengguna terdorong untuk mencari dan menikmati sensasi-sensasi baru. Hal ini telah dikemukakan sebelumnya, karena narkoba bersifat adiktif, yakni menimbulkan ketagihan atau ketergantungan. Mudahnya mendapatkan narkoba ditengarai sebagai faktor yang sangat penting bagi tindak penyalahgunaan narkoba pada remaja. Hasil penelitian Widjono (dalam Hawari, 1991) menunjukkan hal ini.

2.5 Faktor Adanya NAPZA

Adanya NAPZA merupakan salah satu faktor penyalahgunaan karena NAPZA tersebut mempunyai sifat adiktif yang menimbulkan kecanduan bagi pemakainya. Untuk memperoleh NAPZA pada masa sekarang ini sangatlah mudah bagi orang-orang yang menginginkannya.

2.6 Residen

2.6.1 Pengertian Residen

Residen adalah sebutan bagi mereka yang sedang menjalani/ mengikuti program rehabilitasi sosial dengan metode therapeutic community. Banyak residen setip tahunnya yang mengikuti rehabilitasi sosial di Panti Sosial Parmadi putra yang datang dari berbagai daerah, sesuai wilayah kerja panti sosial parmadi putra “ Insyaf” Sumatera utara yaitu Sumatera dan Kalimantan.


(53)

Residen selama menjalani proses rehabilitasi sosial tidak dipungut biaya apapun, semua kebutuhan dan fasilitas ditanggung oleh pemerintah. Pelayanan yang dilakukan oleh Panti Sosial Parmadi Putra “Insyaf” Sumatera utara memiliki sasaran kepada residen atau penyalahguna, keluarga, dan komunitas yang dekat dengan residen.

Penerimaan residen dilakukan setiap saat dan waktu, setiap residen menjalani proses rehabilitasi selama setahun terhitung sejak ia masuk ke panti tersebut. Residen tidak bisa keluar sesuka hati dari jalannya proses rehabilitasi karena calon residen menyepakati perjanjian di atas materai untuk mengikuti rehabilitasi selama setahun penuh sesuai program panti yang berjalan.

2.7 Kerangka Pemikiran

Masalah penyalahgunaan NAPZA di dunia pada umumnya dan Indonesia pada khususnya semakin kompleks. Dampak dari penyalahgunaan narkoba tersebut dapat kita lihat dari berbagai bentuk permasalahan yang muncul di lingkungan masyarakat mulai dari perdagangan narkoba secara internasioanal dan lokal, masalah kesehatan bagi pengguna narkoba seperti masalah terjangkit penyakit HIV/AIDS, masalah ekonomi dalam rumah tangga sebagai akibat dari penyalahgunaan Narkoba tersebut, masalah dalam keluarga seperti perceraian, kurang harmonisasi, masalah kriminalitas yang timbul akibat penyalah guna narkoba seperti pencurian, pembunuhan, penodongan dan berbagai bentuk kriminalitas lainnya yang kerap kali terjadi dan masih banyak lagi dampak yang ditimbulkan dari penyalahgunaan narkoba tersebut.


(54)

Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi agar manusia bisa jatuh dan terjerumus ke dalam dunia narkoba, secara umum adalah faktor individu, lingkunagan, dan adanya narkoba itu sendiri. Faktor individu yang menyebabkan seseorang dapat dengan mudah terjerumus ke dalam dunia narkoba adalah adanya gangguan kepribadian, faktor usia, dan religiusitas. faktor lingkungan juga merupakan faktor-faktor penyalahgunaan narkoba, meliputi faktor keluarga, lingkungan tempat tinggal, pengaruh teman sebaya, dan faktor adanya narkoba itu sendiri yang tersedia dan mudah didapatkan dalam kehidupan sehari-hari yang bersifat adiktif yaitu dapat menagkibatkan ketagihan atau ketergantungan.

Bagan alur pikir FAKTOR INDIVIDU: 

 GANGGUAN 

KEPRIBADIAN 

 FAKTOR USIA 

 RELIGIUSITAS  

FAKTOR LINGKUNGAN: 

 FAKTOR KELUARGA 

 FAKTOR 

LINGKUNGAN  TEMPAT TINGGAL 

 PENGARUH TEMAN  SEBAYA 

 

FAKTOR ADANYA NAPZA

Penyalahgunaan NAPZA pada Residen

Panti Sosial Parmadi Putra “Insyaf”  Sumut 


(55)

2.8 Defenisi konsep dan operasional 2.8.1 Defenisi Konsep

konsep merpakan istilah khsus yang digunakan para ahli dalam upaya menggambarkan secara cermat fenomena sosial yang akan dikaji (Siagian, 2011: 136). Karena kajian konsep itu sangat multidimensional dan abstrak maka diperlukan proses dan upaya penegasan dan pembatasan makna konsep dalam suatu penelitian yang disebut dengan defenisi konsep.

Untuk mengetahui pengertian konsep-konsep yang digunakan dalam penelitian ini, maka peneliti membatasi konsep yang digunakan sebagai berikut:

a) Faktor yang peneliti maksud dalam penelitian ini adalah hal (keadaan, peristiwa) yang ikut menyebabkan (mempengaruhi) terjadinya sesuatu. Dalam hal ini adalah penyalahgunaan NAPZA.

b) Pengaruh yang peneliti maksud dalam penelitian ini adalah daya yang ada atau timbul dari sesuatu (benda,orang) yang ikut membentk watak, kepercayaan, atau perbuatan seseorang. Dalam hal ini adalah penyalahgunaan NAPZA.

c) Penyalahgunaan yang peneliti maksud dalam penelitian ini adalah pemakaian obat atau zat yang tidak sesuai aturan/ resep yang ditetapkan sesuai kebutuhan. Pemakaian obat atau zat yang berlebihan atau tidak sesuai dosis/ takaran maka menjadi salah guna.

d) NAPZA yang peneliti maksud dalam penelitian ini adalah Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif (NAPZA):


(56)

1) Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintesis maupun semi sentesis yang dapay menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

2) Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintesis bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas normal dan perilaku, yang digolongkan sebagaimana terlampir dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.

3) Zat Adiktif adalah zat atau obat yang dapat menyebabkan ketagihan/adiksi.(Pedoman rehabilitasi sosial dengan metode therapeutic community bagikorban penyalahgunaan NAPZA).

e) Penyalahgunaan NAPZA yang peneliti maksud dalam penelitian ini adalah pemakaian narkotiaka, psikotropika, dan zat adiktif lainnya secara terus-menerus, atau sesekali tetapi berlebihan, dan tidak menurut petunjuk dokter atau praktek kedokteran (Widjono, dkk 1981). Sejalan juga dengan rumusan WHO (dalam Hawari, 1991) yang mendefenisikan penyalahgunaan zat sebagai pemakaian zat yang berlebihan secara terus-menerus, atau berkala, di luar maksud medik atau pengobatan.


(57)

f) Residen yang peneliti maksud dalam penelitian ini adalah mereka yang menjadi korban penyalah guna NAPZA yang sedang mengikuti proses rehabilitasi sosial di Panti Sosial Parmadi Putra “Insyaf” Sumut.

g) Panti Sosial Parmadi Putra “Insyaf” Sumut yang peneliti maksud dalam penelitian ini adalah tempat dimana peneliti melakukan penelitian.

2.8.2 Defenisi operasional

Defenisi operasional merupakan seperangkat petunjuk atau kriteria atau operasi lengkap tentang apa yang harus diamati dan bagaimana mengamatinya dengan memiliki rujukan-rujukan empiris. Defenisi operasional bertujuan untuk memudahkan untuk penelitian di lapangan. Maka perlu operasi analisasi dari konsep-konsep untuk menggambarkan yang harus diamati (Silalahi, 2009: 120).

Melihat transformasi yang berlaku, maka defenisi operasional sering disebut sebagai suatu proses operasionalisasi konsep. Operasionalisasi konsep berarti menjadikan konsep yang semula bersifat statis menjadi dinamis. Jika konsep sudah bersifat dinamis, maka akan memungkinkan untuk dioperasikan. Wujud operasionalisasi konsep adalah dalam bentuk sajian yang benar-benar terperinci, sehingga makna dan aspek-aspek yang terangkum dalam konsep tersebut terangkat dan terbuka (Siagian, 2011: 141).

Adapun yang menjadi defenisi operasional dalam penelitian ini diukur dari indikator-indikator berikut ini:

a. Faktor adanya NAPZA dengan indikator sebagai berikut: 1. Mudah/ sulit dalam memperoleh NAPZA.


(58)

3. Jenis NAPZA yang digunakan.

b. Faktor individu dengan idikator sebagai berikut: 1. Religiusitas:

 Intensitas mengikuti ibadah, rajin/ tidak rajin  Mengikuti kegiatan keagamaan, aktif/ tidak 2. Usia:

 Penggunaan NAPZA pertama kalinya 3. Tingkat pendidikan:

 SD

 SMP

 SMA

 SARJANA 4. Gangguan kepribadian:

 Emosi, stabil/ labil

 Penalaran, mengikuti prosedur/ semaunya sendiri  Orientasi berfikir, positif/ negatif

 Rasa percaya diri, tinggi/ rendah

c. Faktor lingkungan dengan indikator sebagai berikut: 1. Keluarga:

 Harmonisasi keluarga, harmonis/ kurang harmonis  Komunikasi dalam keluarga, komunikatif/ diskomunikasi


(59)

 Rekreasi/berlibur bersama keluarga (sering/jarang)

 Intensitas pertemuan keluarga antara ayah, ibu dan anak (sering/ jarang)

2. Lingkungan tempat tinggal, dimana kita tinggal maka disitulah kita menjalin interaksi dengan masyarakat sekitar kita satu sama lainnya. Interaksi yang salah sering menimbulkan perilaku menyimpang seperti pemakaian, samapai penyalahgunaan NAPZA. Indikator dalam hal ini adalah:

 Tentram/ tidak tentram

 Tingkat kriminalitas, tinggi/ rendah

 Kasus narkoba di lingkungan masyarakat, sering/jarang

3. Teman sebaya, pengaruh dari teman sebaya dan kelompok bemain sehari-hari sering menimbulkan tindakan atau perbuatan yang menyimpang seperti penyalahgunaan NPAZA. Indikator dalam hal ini adalah:

 Teman bermain sehari-hari  Tempat bermain sehari- hari


(60)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tipe Penelitian

Penelitian ini tergolong tipe penelitian deskriptif, yang bertujuan untuk memahami permasalahan yang diteliti sehingga diharapkan dapat memberikan penjelasan yang lebih mendalam tentang masalah yang diteliti. Maksud dari tipe penelitian ini adalah untuk mendapatkan data dan informasi dengan meneliti informan sebagai subjek penelitian dalam lingkungan hidup kesehariannya dalam hal ini di Panti Sosial Parmadi Putra Insyaf sumut yang sedang menjalani Rehabilitasi, sehingga Peneliti sedapat mungkin berinteraksi secara dekat dengan informan, mengenal secara dekat kehidupan mereka, mengamati dan mengikuti alur kehidupan informasi secara apa adanya.

Pendekatan studi kasus ini digunakan untuk mengetahui lebih dalam mengenai faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyalahgunaan NAPZA pada residen di Panti Sosial Parmadi Putra “Insyaf” Sumut.

Menurut Usman dan Akbar (201: 130) penelitian deskriptif kualitatif diuraikan dengan kata-kata menurut pendapat responden, apa adanya sesuai dengan pertanyaan penelitiannya, kemudian dianalisis pula dengan kata-kata apa yang melatarbelakangi responden berperilaku (berpikir, berperasaan, dan bertindak) seperti itu tidak seperti lainnya, direduksi, ditriangulasi, disimpulkan (diberi makna oleh peneliti), dan diverifikasi (dikonsultasikan kembali kepada responden dan teman sejawat).


(1)

Linkungan tempat diman Pirto tingga sangat mempengaruhi dalam penyalahgunaan narkoba, karena banyak diantara temannya yang tinggal di lingkungannya sudah mengkonsumsi nsrkoba walaupun jenis ganja yang memang biasa dan mudah didapatkan orang. Pengaruh lingkungan juga membawa Pirto selalu berperilaku menyimpang dan terlibat dalam penyalahgunaan narkoba.


(2)

BAB VI PENUTUP

6.1 Kesimpulan dan Saran 6.1.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, peneliti memberikan kesimpulan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penyalahgunaan NAPZA pada residen di Panti Sosial Parmadi Putra “Insyaf” Sumatera Utara, bahwa faktor yang lebih dominan yang mempengaruhi penyalahgunaan NAPZA pada Residen di Panti Sosial Parmadi Putra “Insyaf” Sumut adalah pengaruh teman sebaya atau teman sepermainan. Dari empat informan kunci mereka terjerumus dalam penyalahgunaan narkoba karena mendapat pengaruh dari teman sebaya atau teman sepergaulannya.

Masih banyak faktor lain yang mempengaruhi penyalahgunaan narkoba pada residen di Panti sosil Parmadi Putra “Insyaf” Sumut yaitu faktor gangguan kepribadian yang menyangkut mental psikologis seseorang, usia yang meranjak dewasa yang mudah terpengaruh oleh teman, religiusitas yang rendah sehingga keyakinan kurang dan mengabaikan hal-hal yang bertentangan dengan ajaran Tuhan Allah kita, mudahnya memperoleh narkoba dan adanya zat adiktif dalam narkoba yang mengakibatkan ketagihan atau kecanduan, lingkungan keluarga yang kurang harmonis dan diskomunikasi mengakibatkan keluarga banyak permasalahan yang


(3)

6.1.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan, peneliti mencoba mengajukan masukan atau beberapa saran yang ditunjukkan kepada semua pihak yang mempunyai kepentingan. Bagi remaja, dalam memilih teman bermain dan kelompok harus penuh dengan pertimbangan dengan memperhatikan hal-hal yang positif yang harus dilakukan. Membangun kepribadian yang baik dan positif, apalagi di saat usia remaja yang rentan mencari jati diri dengan mengandalkan kekuatan dirinya sendiri, sehingga perlu meningkatkan religiusitas atau keyakinan terhada Tuhan Yang Maha Esa.

Bagi orang tua, agar menciptakan hubungan yang harmonis di dalam keluarga agar anak merasakan kenyamanan bersama dengan orang tua, sehingga anak tidak lagi lari ke jalan yang tidak benar dengan mengikuti teman-teman yang ada di luar yang kita tidak tahu pasti bagaimana cara temannya bergaul di luar sana. Memperhatikan setiap langkah-langkah anak kita setiap saat dan semampu kita agar tidak terjerumus ke dalam kenakalan remaja hingga penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya.

Bagi Panti Sosial Parmadi Putra “Insyaf” Sumatera utara agar meningkatkan kualitas pelayanan rehabilitasi sosial penyalahgunaan NAPZA di lingkungan kerjanya, agar masalah penyalahgunaan NAPZA di lingkungan kita dapat teratasi dan terselesaikan sehingga korban penyalahgunaan NAPZA dapat kita perangi dan hilang dari kehidupan kita.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Afiatin, Tina. 2007. Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Adi, Kusno. 2009. Penanggulanagn Tindak Pidana Narkotika. Malang: UMM Press. Sunarso, Siswantoro. 2004. Penegakan Hukum Psikotropika. Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada.

Grant, Marcus dan Hodgson, Ray. 1995. Penanganan Ketagihan Obat dan Alkohol Dalam Masyarakat. Bandung: Penerbit ITB.

Adisti, Susi. 2007. Belenggu Hitam Pergaulan. Jakarta: Restu Agung.

Strauss, Anselm L. 2007. Qualitative Analysis for Social Science. Cambridge: Cambridge University Press.

Siagian, Matias. 2011. Metode Penelitian Sosial. Medan: Grasindo Monoratama. Usman, Husaini dan Purnomo S Akbar. 2001. Metodologo Penelitian Sosial. Jakarta:

Bumi Aksara.

Siregar, Mastauli. 2007. Mata Kuliah Penyalahgunaan Zat dan Penanggulangannya. Medan: Diktat kalanagan sendiri.

Rozak, Abdul dan Wahdy Sayuti. 2006. Remaja dan Bahaya Narkoba. Jakarta: Prenada.


(5)

DAFTAR PERTANYAAN

Dengan hormat,

Saya yang bernama Eko Chindra Damanik, mahasiswa semester sembilan Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP USU sedang mengadakan penelitian dalam rangka penyelesaian tugas akhir/ skripsi yang berjudul: Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyalahgunaan NAPZA pada Residen di Panti Sosial Parmadi Putra Insyaf Sumut.

Daftar pertanyaan ini merupakan alat pengumpul data yang saya perlukan untuk melengkapi penulisan skripsi saya. Saya mohon bantuan anda untuk menjawab pertnyaan saya ini dengan jujur dan terbuka. Atas ketersediaan anda membantu peneliti, dengan ini saya mengucapkan banyak terima kasih.

(Salam Hormat Peneliti)


(6)

Daftar Pertanyaan

1. Apakah anda mengetahui apa itu Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Lainnya (NAPZA)?

2. Apakah anda mengetahui bahaya penyalahgunaan NAPZA? 3. Sejak usia berapa anda mengenal dan mengkonsumsi rokok? 4. Sejak kapan dan sudah berapa lama anda mengkonsumsi NAPZA? 5. Mengapa anda mengkonsumsi NAPZA?

6. Jika anda mempunai masalah, bagaimana anda menyelesaikannya?

7. Bagaimana anda memperoleh uang untuk dapat memenuhi keinginan membeli NAPZA?

8. Bagaimana kondisi lingkungan sekitar anda? 9. Bagaimana pergaulan sehari-hari anda?

10.Bagaimana reaksi orang tua anda setelah mengetahui anda mengkonsumsi NAPZA?

11.Atas keinginan siapakah anda masuk ke panti Sosial Parmadi Putra “Insyaf” Sumut ini?

12.Bagaimana perasaan anda setelah menjalani rehabilitasi sosial di Panti ini? 13.Apa rencana masa depan anda setelah selesai menjalani proses rehabilitasi