BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebisingan 2.1.1 Pengertian Kebisingan - Pengaruh Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap Hitung Leukosit dan diferensiasi Leukosit Tikus (Rattus noevegicus L.) Jantan Setelah Dipapari Kebisingan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kebisingan

2.1.1 Pengertian Kebisingan

  Bising adalah campuran dari berbagai suara yang tidak dikehendaki ataupun yang merusak kesehatan, saat ini kebisingan merupakan penyebab “penyakit lingkungan” yang penting (Slamet, 2006). Menurut Budiman (2006), Bising merupakan peningkatan suara dengan gelombang kompleks yang tidak beraturan, sehingga bising merupakan salah satu stresor bagi individu. Saat ini kebisingan mulai meningkat di berbagai negara, padahal seperti kita ketahui bahwa bila terjadi berulang kali dan terus menerus sehingga melampui daya adaptasi individu maka berakibat terjadi kondisi stres yang merusak atau sering disebut distress.

  Kebisingan adalah terjadinya bunyi yang tidak dikehendaki sehingga dapat mengganggu atau bahkan membahayakan kesehatan (KEMENKES NO 1405/MENKES/XI/2002). Sumber bunyi yang mengakibatkan bising tersebut diklasifikasikan menjadi dua bagian, yaitu bising interior dan eksterior. Bising interior bersumber dari kegiatan manusia, alat rumah tangga, mesin pabrik, alat musik, radio, motor, kompresor pendingin, dan lain-lain. Sedangkan bising eksterior merupakan bising yang dihasilkan dari transportasi dan alat kontruksi. Kebisingan merupakan salah satu faktor pencemar fisik yang menjadi masalah kesehatan lingkungan. Intensitas bising yang melebuhi nilai ambang batas dapat menyebabkan timbulnya gangguan kesehatan pada manusia.

  Keterpaparan terhadap kebisingan dan getaran yang melebihi nilai ambang batas pada kurun waktu yang cukup lama akan berakibat pada gangguan pendengaran ringan dan jika terjadi terus menerus akan menyebabkan ketulian permanen. Selain itu kebisingan juga diduga menimbulkan gagguan emosional yang memicu meningkatnya tekanan darah. Energi kebisingan yang tinggi mampu juga menimbulkan efek visceral, seperti perubahan frekuensi jantung, perubahan tekanan darah dan tingkat pengeluaran keringat, dapat juga terjadi efek psikososial dan psikomotor ringan jika seseorang berada di lingkungan yang bising (Harrington & Gill, 2005).

  Studi terbaru menyebutkan bahwa stres dapat mempengaruhi perubahan hormon, subset limfosit dan produksi oksigen reaktif. Suatu penelitian menyebutkan bahwa stres bising kronik dapat meningkatkan lipid peroksidase dan secara bersamaan dapat menurunkan antioksidan. Sebagai hasilnya, tampak ketidakseimbangan radikal bebas pada area hipokampus dan korteks prefrontal medial yang berhubungan dengan gangguan memori spasial. Jadi, mekanisme yang mendasari perubahan respon imun yang diinduksi paparan bising tidak hanya perubahan neuroendokrin tetapi juga ketidakseimbangan status oksidatif (Kui-Cheng and Makoto, 2007).

  Disamping itu, kebisingan juga memberikan dampak negatif terhadap psikoneuroimunologi. Bising yang menjadi stresor dapat memodulasi respon imun. Telah dilaporkan bahwa karyawan yang bekerja di tempat yang mempunyai tingkat kebisingan yang tinggi sering mengalami gangguan kesehatan dan mudah terinfeksi selain mengalami gangguan pendengaran, gangguan emosi dan insomnia pada malam hari. Bila hal tersebut tidak segera diperhatikan, pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas sumber daya manusia dan selanjutnya dapat menurunkan produktivitas kerja (Budiman, 2004).

2.1.2 Nilai Ambang Batas Kebisingan

  Ambang pendengaran adalah suara terlemah yang masih bisa di dengar. Makin rendah level suara terlemah yang didengar berarti makin rendah nilai ambang pendengaran, berarti makin baik pendengaranya. Kebisingan dapat mempengaruhi nilai ambang batas pendengaran baik bersifat sementara (fisiologis) atau menetap (patofisiologis) (Rosidah, 2004).

  Nilai ambang batas (NAB) kebisikan adalah intensitas tertinggi dan merupakan nilai rata-rata yang masih dapat diterima oleh manusia tanpa mengakibatkan hilangnya daya dengar yang tetap untuk waktu yang cukup lama/terus menerus. Penting untuk diketahui bahwa dalam menetapkan standar NAB pada suatu level atau intensitas tertentu, tidak akan menjamin bahwa semua orang yang terpapar pada level tersebut secara terus menerus akan terbebas dari gangguan pendengaran, karena hal itu tergantung pada respon masing-masing individu (Keputusan MENLH, 1996).

  Lingkungan kerja industri, tingkat kebisingan biasanya tinggi sehingga harus ada batas waktu pajanan kebisingan. Batasan kebisingan yang diberikan oleh The Workplace and Safety (Noise) Compliance Standar 1995, SL No 381 adalah 8 jam terus menerus pada level tekanan suara 85 dB (A), dengan refrensi 20 micropascal (National Institute for Occupation Safety and Health, 1998). Di beberapa Negara telah membuat ketentuan tentang NAB dalam undang- undang, seperti di Amerika Serikat, Inggris, Jerman Barat, Yugoslavia dan Jepang menetapkan nilai ambang batas 90dBA, Belgia dan Brazilia 80 dBA Denmark, Finlandia, Italia, Swedia, Switzerland dan Rusia 85 dBA (Suheryanto, 1994).

  Di Indonesia, intensitas bising di tempat kerja yang diperkenankan adalah 85 dB untuk waktu kerja 8 jam per hari, seperti yang diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor : KEP.51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas (NAB) untuk kebisingan di tempat kerja (Kepmenaker, 1999). Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No 51/Men/1999 tentang kebisingan adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1 Nilai Ambang Batas Kebisingan No Waktu Pemajanan Per Hari Tingkat Suara Dalam dB (A)

  1 8 jam

  85 2 4 jam 88 3 2 jam 91 4 1 menit 94 5 30 menit 97 6 15 menit 100

  7 7,5 menit 130 8 3,5 menit 106 9 1,88 menit 109

  

Sumber : US Department of Health and Human Service, Occuational Noise Exposure (Revised

Criterial 1998) , Public Health Service Centre for Disease Control and Prevetion, National Institute for Occupational Safety and Health, Cincinnati, Ohio, June 1998

  Di Indonesia nilai ambang batas kebisingan ditetapkan 85 dBA berdasarkan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Transmigrasi dan Koperasi No. 1/1978. Baku tingkat kebisingan yang diperuntukan kawasan/lingkungan kegiatan sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan No. KEP 48/MENLH/1119 96 adalah sebagai berikut:

Tabel 2.2 Baku tingkat kebisingan PERUNTUKAN KAWASAN/ TINGKAT KEBISINGAN No

  

LINGKUNGAN KEGIATAN dB(A)

  a. Peruntukan Kawasan 1.

  55 Perumanan dan pemukiman 2.

  70 Perdagangan dan jasa 3.

  65 Perkantoran dan perdagangan 4.

  50 Ruang terbuka hijau 5.

  70 Industri 6.

  60 Pemerintah dan fasilitas umum 7.

  70 Rekreasi 8. Khusus

  • bandar udara*

  70

  • stasiun kereta api*

  70

  • pelabuhan laut

  70

  • cagar budaya

  60

  b. Lingkungan Kegiatan 1.

  55 Rumah sakit atau sejenisnya 2.

  55 Sekolah atau sejenisnya 3.

  55 Tempat ibadah atau sejenisnya

  Keterangan: Sumber: Himpunan Peraturan di Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan

  • ) disesuaikan dengan ketentuan Menteri Perhubungan Tahun 1996

2.2 Leukosit Leukosit adalah sel darah yang mengandung inti, disebut juga sel darah putih.

  Didalam darah manusia, normal didapati jumlah leukosit rata-rata 5000-9000 sel/mm3, bila jumlahnya lebih dari 12000, keadaan ini disebut leukositosis, bila kurang dari 5000 disebut leukopenia (Effendi, 2003). Leukosit dibedakan menjadi dua seri yaitu seri granulosit dan seri agranulosit. Disebut seri granulosit karena pada pengecatan Romanowsky ditemukan granula spesifik pada sitoplasma sel tersebut yang dapat dibedakan menjadi tiga jenis sel yaitu neutrofil, eosinofil, dan basofil. Pada leukosit seri agranulosit tidak mengandung granula spesifik dan tidak memiliki nukleus yang berlobus yang dapat dibedakan menjadi dua jenis sel yaitu limfosit, dan monosit (Lawrence, 1998).

  Dilihat dalam mikroskop cahaya maka sel darah putih mempunyai granula spesifik (granulosit), yang dalam keadaan hidup berupa tetesan setengah cair, dalam sitoplasmanya dan mempunyai bentuk inti yang bervariasi, Yang tidak mempunyai granula, sitoplasmanya homogen dengan inti bentuk bulat atau bentuk ginjal. Terdapat dua jenis leukosit agranuler : limfosit sel kecil, sitoplasma sedikit; monosit sel agak besar mengandung sitoplasma lebih banyak. Terdapat tiga jenis leukosir granuler: Neutrofil, Basofil, dan Asidofil (atau eosinofil) yang dapat dibedakan dengan afinitas granula terhadap zat warna netral basa dan asam. Granula dianggap spesifik bila ia secara tetap terdapat dalam jenis leukosit tertentu dan pada sebagian besar prekursor (pra zatnya) (Effendi, 2003).

  Leukosit merupakan unit yang mobil/aktif dari sistem pertahanan tubuh. Leukosit ini sebagian dibentuk di sumsum tulang (granulosit, monosit dan sedikit limfosit) dan sebagian lagi di jaringan limfe (limfosit dan sel-sel plasma). Setelah dibentuk sel-sel ini diangkut dalam darah menuju berbagai bagian tubuh untuk digunakan. Kebanyakan sel darah putih ditranspor secara khusus ke daerah yang terinfeksi dan mengalami peradangan serius (Guyton, 1983).

  Leukosit mempunyai peranan dalam pertahanan seluler dan humoral organism terhadap zat-zat asingan. Leukosit dapat melakukan gerakan amuboid dan melalui proses diapedesis lekosit dapat meninggalkan kapiler dengan menerobos antara sel-sel endotel dan menembus kedalam jaringan penyambung. Jumlah leukosit per mikroliter darah, pada orang dewasa normal adalah 4000- 11000, waktu lahir 15000-25000, dan menjelang hari ke empat turun sampai 12000, pada usia 4 tahun sesuai jumlah normal. Variasi kuantitatif dalam sel- seldarah putih tergantung pada usia. waktu lahir, 4 tahun dan pada usia 14 -15 tahun persentase khas dewasa tercapai (Effendi, 2003).

2.3 Hitung Jenis Leukosit

  Hitung Jenis (differential) merupakan suatu cara untuk menghitung lima jenis sel darah putih, yaitu neutrofil, limfosit, monosit, eosinofil dan basofil. Hasil masing-masing dilaporkan sebagai persentase jumlah leukosit. Persentase ini dikalikan leukosit untuk mendapatkan nilai hitung ‘mutlak’. Contohnya, dengan limfosit 30% dan leukosit 10.000, limfosit mutlak adalah 30% dari 10.000 atau 3.000 (Yayasan Spirita, 2013).

2.3.1 Granulosit

  2.3.1.1 Neutrofil

  Neutrofil merupakan leukosit darah perifer yang paling banyak. Sel ini memiliki masa hidup singkat, sekitar 10 jam dalam sirkulasi. Sekitar 50 % neutrofil dalam darah perifer menempel pada dinding pembuluh darah. Neutrofil memasuki jaringan dengan cara bermigrasi sebagai respon terhadap kemotaktik (Hoffbrand, 2006). Neutrofil memiliki granula yang tidak bewarna, mempunyai inti sel yang terangkai, kadang seperti terpisah-pisah, protoplasmanya banyak berbintik-bintik halus atau granula, serta banyaknya sekitar 60 -70 % (Handayani, 2008).

  Neutrofil berkembang dalam sumsum tulang dikeluarkan dalam sirkulasi, sel-sel ini merupakan 60 -70 % dari leukosit yang beredar. Garis tengah sekitar 12 um, satu inti dan 2-5 lobus. Sitoplasma yang banyak diisi oleh granula-granula spesifik (0;3-0,8um) mendekati batas resolusi optik. Neotrofil mempunyai metabolisme yang sangat aktif dan mampu melakukan glikolisis baik secara arrob maupun anaerob. Kemampuan neutrofil untuk hidup dalam lingkungan anaerob sangat menguntungkan, karena mereka dapat membunuh bakteri dan membantu membersihkan debris pada jaringan nekrotik (Effendi, 2003).

  2.3.1.2 Basofil

  Basofil memiliki granula bewarna biru dengan pewarnaan basa, sel ini lebih kecil daripada eosinofil, tetapi mempunyai inti yang bentuknya teratur, di dalam protoplasmanya terdapat granula-granula yang besar, banyaknya kira-kira 0,5 % di sumsum merah (Handayani, 2008). Basofil jumlahnya 0-% dari leukosit darah, ukuran garis tengah 12um, inti satu, besar bentuk pilihan ireguler, umumnya bentuk huruf S, sitoplasma basofil terisi granul yang lebih besar, dan seringkali granul menutupi inti, granul bentuknyaireguler berwarna metakromatik, dengan campuran jenis Romanvaki tampak lembayung. Granula basofil metakromatik dan mensekresi histamin dan heparin, dan keadaan tertentu, basofil merupakan sel utama pada tempat peradangan ini dinamakan hypersesitivitas kulit basofil. Hal ini menunjukkan basofil mempunyai hubungan kekebalan (Effendi, 2003).

  Jumlah basofil di dalam sirkulasi darah relatif sedikit. Di dalam sel basofil terkandung zat heparin (antikoagulan). Heparin ini dilepaskan di daerah peradangan guna mencegah timbulnya pembekuan serta statis darah dan limfe, sehingga sel basofil diduga merupakan prekursor bagi mast cell. Basofilia meupakan peningkatan jumlah basofil dalam sirkulasi. basofilia pada hewan domestik dapat terjadi karena hipotirodismus ataupun suntikan estrogen. Penurunan jumlah sel basofil dalam sirkulasi darah atau basopenia dapat terjadi karena suntikan corticosteroid pada stadium kebuntingan (Frandson, 1992).

2.3.1.3 Eosinofil

  Jumlah eosinofil hanya 1-4 % leukosit darah, mempunyai garis tengah 9 um (sedikit lebih kecil dari neutrofil). Inti biasanya berlobus dua, reticulum endoplasma mitokondria dan aparatus golgi kurang berkembang. Mempunyai granula ovoid yang dengan eosin asidofilik, granula adalah lisosom yang mengandung asam fosfat, ketepsin, ribonuklease, tetapi tidak mengandung lisosim. Eosinofil memiliki pergerakan amuboid, dan mampu melakukan fagositosis, lebih lambat tetapi lebih selektif disbanding neutrofil. Eosinofil mengandung profibrinolisin, diduga berperan mempertahankan darah dari pembekuan khususnya bila keadaan cairnya diubah oleh proses-proses patologi.

  Kortikosteroid akan menimbulkan penurunan jumlah eosinofil darah dengan cepat (Effendi, 2003)

  Sel eosinofil ini sangat penting dalam respon terhadap penyakit parasitik dan alergi. Pelepasan isi granulnya ke patogen yang lebih besar membantu dekstruksinya dan fagositosis berikutnya (Hoffbrand, 2006). Fungsi utama eosinofil adalah detoksifikasi baik terhadap protein asing yang masuk ke dalam tubuh melalui paru-paru ataupun saluran cerna maupun racun yang dihasilkan oleh bakteri dan parasit. Eosinofilia pada hewan domestic merupakan peningkatan jumlah eosinofil dalam darah. Eosinofilia dapat terjadi karena infeksi parasit, reaksi alergi dan kompleks antigen-antibodi setelah proses imun (Frandson, 1992).

2.3.2 Agranulosit

  2.3.2.1 Limfosit

  Limfosit memiliki nukleus besar bulat dengan menempati sebagian besar sel limfosit berkembang dalam jaringan limfe. Ukuran bervariasi dari 7 sampai dengan 15 mikron. Banyaknya 20-25% dan fungsinya membunuh dan memakan bakteri masuk ke dalam jaringan tubuh. Limfosit ada 2 macam, yaitu limfosit T dan limfosit B (Handayani, 2008).

  Sistem imun tubuh terdiri atas dua komponen utama, yaitu limfosit B dan limfosit T. Sel B bertanggung jawab atas sintesis antibodi humoral yang bersirkulasi yang dikenal dengan nama imunoglobulin. Sel T terlibat dalam berbagai proses imunologik yang diperantarai oleh sel. Imunoglobulin plasma merupakan imunoglobulin yang disintesis di dalam sel plasma. Sel plasma merupakan sel khusus turunan sel B yang menyintesis dan menyekresikan imonoglo-bulin ke dalam plasma sebagai respon terhadap pajanan berbagai macam antigen (Murray, 2003).

  2.3.2.2 Monosit

  Monosit memiliki ukuran yang lebih besar daripada limfosit, protoplasmanya besar, warna biru sedikit abu-abu, serta mempunyai bintik-bintik sedikit kemerahan. Inti selnya bulat atau panjang. Monosit dibentuk di dalam sumsum tulang, masuk ke dalam sirkulasi dalam bentuk imatur dan mengalami proses pematangan menjadi makrofag setelah masuk ke jaringan. Fungsiya sebagai fagosit. Jumlahnya 34% dari total komponen yang ada di sel darah putih (Handayani, 2008).

  Monosit ditemui dalam darah, jaingan penyambung, dan rongga-rongga tubuh. Monosit tergolong fagositik mononuklear (sistem retikuloendotel) dan mempunyai tempat-tempat reseptor pada permukaan membrannya. Untuk imunoglobulin dan komplemen. Monosit beredar melalui aliran darah, menembus dinding kapiler masuk kedalam jaringan penyambung. DaIam darah beberapa hari. Dalam jaringan bereaksi dengan limfosit dan memegang peranan penting dalam pengenalan dan interaksi sel-sel immunocompetent dengan antigen (Effendi, 2003).

2.4 Manggis (Garcinia mangostana L)

  Menurut Odianti (2010), bahwa klasifikasi dari manggis (Garcinia mangostana L) adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Guttiferanales Famili : Guttiferae Genus : Garcinia Spesies : Garcinia mangostana L

  Manggis hanya diketahui sebagai tanaman budidaya. Pembudidayaan tanaman ini telah lama hanya terbatas di kawasan Asia Tenggara saja, yaitu di Indonesia, New Guinea, Mindanao (Filipina), Semenanjung Malaysia, Thailand, Burma, Vietnam, hingga Kamboja. Pada dua puluh tahun belakangan ini, Manggis telah tersebar ke berbagai negara tropis lain seperti Sri Lanka, India Selatan, Amerika Tengah, Brazil dan Queensland. Manggis merupakan tanaman budidaya di daerah tropis. Tumbuhan ini tumbuh subur pada kondisi dengan banyak mendapat sinar matahari, kelembaban tinggi, dan musim kering yang pendek (untuk menstimulasi perbungaan). Pada kondisi kering, diperlukan irigasi untuk menjaga kelembapan tanah. Tumbuhan ini ditanam hingga ketinggian 1000 m dpl (20 -40°C) di daerah tropis, namun pertumbuhan maksimal berlangsung di daerah dataran rendah (Verheij, 2010).

  Manggis merupakan salah satu buah yang digemari oleh masyarakat Indonesia. Tanaman manggis berasal dari hutan tropis yang teduh di kawasan Asia Tenggara, yaitu hutan belantara Indonesia atau Malaysia (Prihatman, 2009).

  Manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan tumbuhan yang sering dimanfaatkan buahnya, baik dimakan mentah maupun diolah menjadi olahan sirup. Tidak banyak orang yang mengetahui bahwa manggis memiliki potensi tidak hanya pada buahnya saja, tetapi juga pada kulitnya. Dari beberapa penelitian disebutkan bahwa pericarp/kulit buah manggis merupakan bagian yang mengandung konsentrat xanthone paling tinggi dibandingkan dengan bagian lainnya. Bahkan, tercatat ada 200 jenis xanthone di alam, tetapi sekitar 40 jenis di antaranya menumpuk di kulit buah manggis (Susiani, 2009).

  Infusa kulit manggis (Garcinia mangostana L.) mengandung berbagai senyawa yang mampu bertindak sebagai antioksidan diantaranya mangostin, saponin, garsinon, tannin, polifenol, flovanoid dan xantone. Telah dilakukan penelitian terhadap ekstrak kulit buah manggis yaitu ekstrak air, etanol 50% dan 95%, serta etil asetat lalu disimpulkan bahwa ekstrak kulit manggis mempunyai potensi sebagai penangkal radikal bebas (Weecharangsan et al. 2006).

  Antioksidan menghambat pembentukkan radikal bebas dengan bertindak sebagai donor H terhadap radikal bebas sehingga radikal bebas berubah menjadi bentuk yang lebih stabil. Aktivitas antioksidan erat kaitanya dengan kemampuan menyumbangkan elektron hidrogen pada gugus (OH-) reaktif, sehingga penambahan senyawa antioksidan tersebut dapat menghambat atau memperlambat reaksi pembentukan peroksida. Antioksidan mentransfer atom hidrogen ke radikal bebas hasil oksidasi menjadi senyawa non-radikal, sehingga tidak merusak sel-sel di sekitarnya (Novarina et al. 2013).

  Menurut Moongkardi et al (2004), bahwa ekstrak kulit buah manggis berfungsi sebagai antiploriferasi, antioksidan dan induksi apoptosis pada sel kanker payudara manusia. Ekstrak kulit manggis juga telah teruji sebagai antimikroorganisme, melalui penelitian yang dilakukan oleh Suksamrarn et al (2003) terhadap antituberkulosis xanthone diperolehlah hasil bahwa alpha

  

mangostin, gamma mangostin , dan gacinone E memiliki kemampuan

  antituberkulosis yang kuat. Ketiga senyawa tersebut menghambat kuat terhadap bakteri Mycobacterium tuberculosis.

Dokumen yang terkait

Pengaruh Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap Gambaran Histopatologis Lambung Tikus (Rattus norvegicus L.) Jantan yang Dipapari Kebisingan

2 103 56

Pengaruh Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap Hitung Leukosit dan diferensiasi Leukosit Tikus (Rattus noevegicus L.) Jantan Setelah Dipapari Kebisingan

0 58 58

Pengaruh Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) Terhadap Fungsi Hati, Jumlah Eritrosit dan Kadar Hemoglobin Tikus (Rattus norvegicus) yang Dipapari dengan Karbon Tetraklorida (CCl4)

3 53 59

Uji Aktivitas Spermisidal dan Evaluasi Pengaruh Ekstrak Etanol 70% Biji Manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap Konsentrasi Testosteron pada Tikus Jantan Galur Sprague-Dawley

0 12 96

Sintesis Nanokristal Perak Menggunakan Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)

0 0 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Sifat Fisik Kebisingan - Hubungan Kebisingan Dengan Pendengaran Pekerja ( Studi Kasus Diskotik A, B, C di Kota Medan )

0 1 28

Pengaruh Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap Gambaran Histopatologis Lambung Tikus (Rattus norvegicus L.) Jantan yang Dipapari Kebisingan

0 1 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebisingan - Pengaruh Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap Gambaran Histopatologis Lambung Tikus (Rattus norvegicus L.) Jantan yang Dipapari Kebisingan

0 0 10

Pengaruh Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap Gambaran Histopatologis Lambung Tikus (Rattus norvegicus L.) Jantan yang Dipapari Kebisingan

0 0 12

Pengaruh Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap Hitung Leukosit dan diferensiasi Leukosit Tikus (Rattus noevegicus L.) Jantan Setelah Dipapari Kebisingan

0 0 12