Uji Aktivitas Spermisidal dan Evaluasi Pengaruh Ekstrak Etanol 70% Biji Manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap Konsentrasi Testosteron pada Tikus Jantan Galur Sprague-Dawley

(1)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

UJI AKTIVITAS SPERMISIDAL DAN EVALUASI

PENGARUH EKSTRAK ETANOL 70% BIJI

MANGGIS (Garcinia mangostana L.) TERHADAP

KONSENTRASI TESTOSTERON PADA TIKUS

JANTAN GALUR Sprague-Dawley

SKRIPSI

JAGA PARAMUDITA

1110102000063

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

JULI 2014


(2)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

UJI AKTIVITAS SPERMISIDAL DAN EVALUASI

PENGARUH EKSTRAK ETANOL 70% BIJI

MANGGIS (Garcinia mangostana L) Terhadap

Konsentrasi Testosteron Pada Tikus Jantan GALUR

Sprague-Dawley

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

JAGA PARAMUDITA

1110102000063

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

JULI 2014


(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Nama : Jaga Paramudita

Program Studi : Farmasi

Judul : Uji Aktivitas Spermisidal dan Evaluasi Pengaruh Ekstrak Etanol 70% Biji Manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap Konsentrasi Testosteron pada Tikus Jantan Galur Sprague-Dawley

Biji manggis mempunyai efek sebagai agen antifertilitas. Penelitian sebelumnya mengatakan pemberian ekstrak etanol 70% biji manggis selama 20 hari dapat menurunkan konsentrasi spermatozoa dan menurunkan rasio jumlah spermatosit pakiten terhadap jumlah sel sertoli dalam setiap tahapan, meskipun penurunan kedua parameter tersebut tidak bermakna. Mengacu pada penelitian tersebut, dilakukan uji aktivitas spermisidal dan evaluasi pengaruh ekstrak etanol 70% biji manggis terhadap konsentrasi testosteron pada tikus jantan galur Sprague-Dawley. Pemberian ekstrak dilakukan secara oral selama 48 hari. Dua puluh lima tikus dikelompokkan menjadi lima kelompok yaitu kelompok kontrol, kelompok perlakuan dosis 5, 50 dan 100 mg/kgBB serta satu kelompok untuk uji spermisidal secara in vitro. Parameter yang diamati meliputi konsentrasi testosteron, aktivitas spermisidal dan konsentrasi spermatozoa. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik menggunakan uji one-way ANOVA dan dilanjutkan dengan uji LSD jika hasil dari uji one-way ANOVA menunjukkan perbedaan yang bermakna (p≤0,05). Dari hasil analisis konsentrasi testosteron tidak terdapat perbedaan bermakna (p>0,05). Konsentrasi testosteron masih masuk ke dalam rentang normal konsentrasi testosteron (0,66-5,4 ng/mL) kecuali dosis sedang 5,6±0,24 ng/mL. Konsentrasi efektif minimum yang dapat mematikan 100% sperma dalam waktu 20 detik adalah 100 mg/mL. Semakin besar konsentrasi ekstrak semakin besar efek spermisidalnya. Sedangkan pada konsentrasi spermatozoa terdapat perbedaan bermakna antara kelompok kontrol dengan seluruh kelompok perlakuan dosis (5, 50, 100 mg/kgBB) pada konsentrasi spermatozoa. Penurunan konsentrasi sperma terbesar terjadi pada dosis 100mg/kgBB yaitu 21,12±3,63 juta/mL. Semakin besar dosis semakin besar penurunan konsentrasi spermatozoa.

Kata Kunci : Antifertilitas, biji manggis, Garcinia mangostana L., aktivitas Spermisidal, konsentrasi testosteron, konsentrasi sperma, tikus jantan, Sprague-Dawley


(7)

ABSTRACT

Name : Jaga Paramudita

Programs of Study : Pharmacy

Title : Spermicidal Activity And Evaluation of effect of 70% Ethanolic Extract of Mangosteen Seeds (Garcinia Mangostana L.) Against Testosterone Concentration in Male Sprague-Dawley Rats

Mangosteen seeds have an effect as antifertility agent. Previous studies showed that the administration of 70% ethanolic extract of mangosteen seeds for 20 days could reduce sperm concentration and ratio of pakiten spermatocyte against certoli cells in any stage, despite the decline of both parameters were not significant. Referring to the study will be done the spermicidal activity and evaluation the effect of 70% ethanolic extract of mangosteen seeds against testosterone concentration in male Sprague-Dawley rats. The extract was administered orally once a day for 48 days. Twenty five rats were grouped into five groups, the control group, the group of treatment doses of 5, 50, 100 mg/kgBB and one group for spermicidal activity in vitro. The observed parameters include testosterone concentration, spermicidal activity and sperm concentration. The result were analyzed statistically using one-way ANOVA test and followed by LSD test if the result of one-way ANOVA test showed significantly different (p≤0,05). From the result of the data analysis there were not significant differences in testosterone concentration (p>0,05). Testosterone concentrations were still included into the normal range of testosterone concentration (0.66-5.4 ng/mL) except the medium dose 5,6±0,24 ng/mL. The minimum effective concentration which could be lethal to 100% of sperm within 20 seconds is 100 mg/mL. The greater concentration of the extract had the greater effect of spermicidal. Whereas for sperm concentration there were significant differences (p≤0,05) between the control group and all groups the treatment dosage (5, 50, 100 mg/kgBB). The largest decrease in sperm concentration occurred at a dose of 100 mg/kgBB was 21,12±3,63 million/mL. The sperm concentration decreased with increasing doses given.

Keywords : Antifertility, mangosteen seed, Garcinia mangostana L., spermicidal activity, testosterone concentration, sperm concentration, male rats, Sprague-Dawley


(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil‟alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun skripsi dengan judul “Uji Aktivitas Spermisidal dan Evaluasi Pengaruh Ekstrak Etanol 70% Biji Manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap Konsentrasi Testosteron dan Spermatozoa pada Tikus Jantan Galur Sprague-Dawley.” Shalawat serta

salam penulis curahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat serta kita sebagai umatnya.

Penulis menyadari bahwa dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. (hc). Dr. M.K. Tadjudin, Sp.And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Drs. Umar Mansur, M.Sc selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. Azrifitria M.Si., Apt dan Puteri Amelia M.Farm., Apt sebagai dosen pembimbing yang dengan sabar telah memberikan banyak masukan, bimbingan dan dukungan kepada penulis.

4. Ayahanda tercinta Supardimin dan ibunda tercinta Ecih yang selalu memberikan kasih sayang, semangat, dukungan baik moril maupun materi serta doa yang tak terhingga di setiap langkah penulis.

5. Adikku tersayang Berliana Putri dan Maulisa Sabrina yang telah meluangkan waktu untuk membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Kedua nenekku tersayang Hj.Supi dan Sakinem yang telah memberikan dukungan kepada penulis.

7. Bapak dan Ibu Dosen yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan hingga penulis dapat menyelesaikan studi di Program Studi Farmasi FIKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


(9)

8. Teman seperjuangan penulis Suchinda Fer Harti, Mayta Ravika, Julia Anggraini, Riamayanti, Auva Marwah, Annisa Fitriana dan Chaya Ning Tyas atas kebersamaan, bantuan serta motivasi sejak awal hingga terselesaikannya skripsi ini.

9. Sahabat “Ngocol” Fathmah Syafiqoh, Melia Puspitasari, Zakiya Kamila, Diah Azizah, Dias Prakatindih, Syarifatul Mufidah, Desi Syifa dan Afifah Nurul Izzah atas kebersaaman, persaudaraan, semangat, motivasi dan dukungan sejak awal perkuliahan sampai saat ini.

10.Teman – teman Farmasi 2010 Andalusia atas persaudaraan, kebersamaan telah banyak membantu penulis baik selama pengerjaan skripsi ini maupun selama di bangku perkuliahan.

11.Laboran Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu mempersiapkan alat dan bahan selama penelitian.

12.Semua pihak yang telah membantu selama penelitian dan penyelesaian skripsi baik secara langsung maupun tidak langsung yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda atas semua bantuan, dan dukungan yang diberikan.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih belum sempurna dan banyak kekurangan. Oleh karena itu saran serta kritik yang membangun sangat diharapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca. Amiin Ya Rabbal‟alamiin.

Jakarta, Juli 2014 Penulis


(10)

(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

HALAMAN PENGESAHAAN ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... ivx

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Hipotesis ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Tinjauan Botani Tanaman Manggis ... 6

2.1.1 Klasifikasi Tanaman... 6

2.1.2 Nama Lokal ... 6

2.1.3 Deskripsi Tanaman... 7

2.1.4 Keanekaragaman ... 7

2.1.5 Ekologi dan Penyebaran ... 8

2.1.6 Budidaya ... 8

2.1.7 Nilai Gizi dan Kandungan Kimia biji Manggis ... 9

2.1.8 Khasiat dan Kandungan ... 10

2.2 Sistem Reproduksi Tikus Jantan ... 10


(12)

2.2.2 Spermatogenesis ... 12

2.2.3 Hormon yang mengontrol Spermatogenesis ... 14

2.3 Karakteristik Tikus Sprague-Dawley ... 16

2.4 Ekstrak dan Ekstraksi ... 16

2.4.1 Ekstraksi dengan menggunakan Pelarut Cara Dingin ... 17

2.4.2 Ekstraksi dengan menggunakan Pelarut Cara Panas ... 17

2.5 ELISA ... 18

2.5.1 Competitive Assay Format ... 18

2.5.2 Non Competitive Assay Format ... 19

2.5.3 Sandwich Assay Format ... 20

2.5.4 Kit ELISA ... 20

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ... 22

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 22

3.2 Alat dan Bahan ... 22

3.2.1 Alat Penelitian ... 22

3.2.2 Bahan Penelitian... 22

3.2.3 Hewan Uji ... 23

3.3 Rancangan Penelitian ... 23

3.3.1 Besar Sampel ... 23

3.3.2 Dosis Perlakuan ... 23

3.4 Prosedur Kerja ... 24

3.4.1 Penyiapan Simplisia dan Pembuatan Ekstrak ... 24

3.4.2 Penapisan Fitokimia ... 25

3.4.3 Pengujian Parameter Spesifik dan Non Spesifik ... 26

3.4.4 Penyiapan Hewan Coba ... 28

3.4.5 Pengukuran Parameter ... 28

3.5 Rencana Analisa Data. ... 32

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

4.1HASIL PENELITIAN ... 33

4.1.1 Determinasi Tanaman ... 33

4.1.2 Ekstraksi ... 33


(13)

4.1.4 Pengujian Parameter Ekstrak ... 34

4.1.5 Perhitungan Konsentrasi Spermatozoa ... 34

4.1.6 Pengukuran Konsentrasi Testosteron Serum ... 35

4.1.7 Pengujian Aktivitas Spermisidal ... 36

4.2PEMBAHASAN ... 37

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 44

5.1Kesimpulan ... 44

5.2Saran ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 45


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1.Rancangan percobaan ... 24

3.2.Pengenceran yang dilakukan dan kotak yang dihitung ... 28

3.3.Cara Pengenceran ... 29

3.4.Rumus konsentrasi spermatozoa ... 30

4.1 Hasil Penapisan Fitokimia... 33

4.2 Pengujian Parameter Ekstrak ... 34

4.3 Konsentrasi Spermatozoa ... 34

4.4 Konsentrasi Testosteron ... 35


(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Buah, biji dan pohon manggis (Garcinia mangostana L) ... 6

2.2 Penampang ventral Sistem Urogenital Tikus Jantan ... 10

2.3 Spermatozoa pada perbesaran 400x... 11

2.4 Spermatozoa ... 11

2.5 Tahapan Siklus Sel dalam Spermatogenesis Tikus ... 13

2.6 Competitive Assay Format ... 17

2.7 Keterangan Gambar ... 18

2.8 Non Competitive Assay Format ... 18

4.1 Grafik Berat Badan Tikus ... 34

4.2 Grafik Konsentrasi Spermatozoa ... 35

4.3 Grafik Konsentrasi Testosteron ... 36

4.4 Grafik Persentase Motilitas... 37

5.1 Perkebunan manggis ... 51

5.2 Buah manggis yang matang ... 51

5.3 Pohon manggis tampak dekat ... 51

5.4 Pembibitan tanaman manggis ... 51

5.5 Pohon manggis tampak jauh ... 51

5.6 Buah manggis siap dipanen ... 51

5.7 Buah Manggis ... 59

5.8 Bagian Dalam Buah Manggis ... 59

5.9 Biji Manggis yang dikering anginkan ... 59

5.10 Serbuk biji manggis ... 59

5.11 Proses Maserasi Biji Manggis ... 59

5.12 Penyaringan maserat ... 59

5.13 Pemekatan Ekstrak dengan vacuum rotary evaporator ... 59

5.14 Pemekatan ekstrak dengan Freeze dryer ... 59

5.15 Ekstrak Kering ... 59


(16)

5.17 Hewan Coba... 60

5.18 Penimbangan tikus ... 60

5.19 Penyondean ekstrak ... 60

5.20 Nekrosis hewan coba ... 60

5.21 Pembedahan hewan coba ... 60

5.22 Kauda epididimis ... 60

5.23 Pengambilan darah dari vena lateral ekor ... 60

5.24 Pemisahan serum darah yang berwarna kuning bening ... 60

5.25 Pengeluaran spermatozoa dari kauda epididimis ... 61

5.26 Pengenceran spermatozoa dengan larutan george ... 61

5.27 Proses penghomogenan spermatozoa dengan vortex ... 61

5.28 Pemasukan spermatozoa ke dalam bilik hitung ... 61

5.29 Proses perhitungan sperma dengan mikroskop... 61

5.30 Sampel serum darah ... 62

5.31 Proses pemipetan larutan standar ke dalam sumuran ... 62

5.32 Proses pemipetan sampel ke dalam sumuran... 62

5.33 Proses pemipetan enzim konjugat ke dalam sumuran ... 62

5.34 Proses inkubasi setelah pencampuran ... 62

5.35 Proses pembuangan isi sumuran ... 62

5.36 Proses pemipetan wash solution ke dalam sumuran ... 62

5.37 Proses pembuangan isi sumuran ... 62

5.38 Proses pemipetan larutan substrat ke dalam sumuran ... 62

5.39 Proses Inkubasi selama 15 menit ... 62

5.40 Proses pemipetan stop solution ke dalam sumuran ... 62

5.41 Perubahan warna setelah penembahan stop solution ... 62

5.42 Pengukuran konsentrasi testosteron menggunakan elisa reader ... 63

5.43 Pembacaan hasil pengukuran konsentrasi testosteron ... 63

5.44 Pengeluaran spermatozoa dari kauda epididimis ... 63

5.45 seri konsentrasi ekstrak ... 63

5.46 Proses pencampuran ekstrak dengan suspensi sperma ... 63


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Hasil Determinasi Tanaman ... 50

2. Dokumentasi Perkebunan Manggis di Lubuk Alung, Padang ... 51

3. Surat Keterangan Tikus ... 52

4. Alur Penelitian ... 53

5. Perhitungan Dosis Ekstrak Biji Manggis ... 55

6. Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol 70% Biji Manggis ... 56

7. Perhitungan Rendemen, Susut Pengeringan dan Kadar Abu Ekstrak 58 8. Gambar Kegiatan Penelitian ... 59

9. Rerata Berat Badan Tikus ... 64

10.Hasil Perhitungan Konsentrasi Spermatozoa ... 65

11.Analisis Statistik Data Konsentrasi Spermatozoa ... 66

12.Pengukuran Konsentrasi testosteron ... 69

13.Analisis Statistik Konsentrasi Testosteron ... 71


(18)

1.1 Latar Belakang

Jumlah penduduk yang terus meningkat tajam adalah salah satu masalah penting yang belum menemui solusi tuntas. Pada tahun 2012, laju pertumbuhan penduduk mencapai 1,5%, jauh dari angka ideal yang semestinya di bawah 1%. Melalui program Keluarga Berencana (KB) sudah ada upaya untuk menekan rata-rata jumlah anak yang lahir dengan mengurangi rata-rata kelahiran usia wanita subur 15-29 tahun atau total fertile rate (TFR) berkurang dari 2,6 menjadi 2,1. Namun angka tersebut belum beranjak dari 10 tahun lalu (Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SKDI), 2012).

Dalam hasil survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2002– 2003 juga dikatakan bahwa, partisipasi suami sebagai peserta KB masih sangat rendah, yaitu 1,3% yang terdiri dari pemakai kondom 0,9% dan Vasektomi 0,4%. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya pengetahuan tentang jenis obat dan metode kontrasepsi serta terbatasnya metode kontrasepsi (Purwieningrum, 2008).

Ada beberapa jenis kontrasepsi pada pria, seperti kondom dan vasektomi. Kondom digunakan sebagai pencegah penyakit kelamin pada pria selama 250 tahun. Sedangkan vasektomi merupakan jenis kontrasepsi dengan tindakan pembedahan. Kelebihan vasektomi adalah aman dan efektif, namun bersifat ireversibel (Hartini, 2011). Oleh karena itu, para ahli berusaha untuk mencarikan cara yang aman, efektif dan reversible serta mudah dalam penggunaannya sebagai kontrasepsi pria. Salah satu cara adalah memanfaatkan produk alam yang dapat menghambat spermatogenesis.

Indonesia merupakan negara terbesar kedua di dunia yang mempunyai biodiversitas (keanekaragaman hayati). Biodiversitas tersebut meliputi: ekosistem, jenis maupun genetik. Hal ini jelas merupakan suatu anugerah besar bagi masyarakat Indonesia apabila dimanfaatkan secara optimal. Secara empiris banyak tanaman yang digunakan sebagai


(19)

kontrasepsi tradisional. Sebagai contoh biji jarak (Jatropha curcas), daun delima (Punica granatum), biji klabet (Trigonella fuentum L) dan yang tidak kalah menarik adalah Queen of Fruits yaitu manggis (Garcinia mangostana L). Kulit buah manggis mengandung flavonoid, tanin, saponin, kuinon dan steroid (Palupi, 2008). Sedangkan biji manggis mengandung metabolit sekunder seperti flavonoid, tanin, saponin, terpenoid dan alkaloid (Ajayi I. A, 2011). Senyawa alkaloid akan menekan sekresi hormon reproduksi, yaitu testosteron sehingga proses spermatogenesis menjadi terganggu dan flavonoid akan menghambat enzim aromatase, yaitu enzim yang mengkatalisis konversi androgen menjadi estrogen yang akan meningkatkan hormon testosteron (Winarno, 1997).

Secara empiris daun manggis digunakan oleh masyarakat dibeberapa daerah sebagai kontrasepsi tradisional (Winarno, 1997). Penelitian lain juga dilakukan oleh Rini Indyastuti (1990) yang mengamati pengaruh ekstrak daun manggis (Garcinia mangostana L) terhadap

spermatogenesis dan perubahan kualitas spermatozoa mencit (Mus musculus). Rini Indyastuti (1990) membuktikan bahwa pemberian

ekstrak daun manggis mempengaruhi persentase morfologi spermatozoa abnormal, spermatozoa motil tidak teratur, dan spermatozoa tidak motil meningkat seiring penambahan dosis. Penelitian juga dilakukan oleh Faritz Azhar (2013) yang menguji efek antifertilitas kulit buah manggis pada tikus putih jantan galur Sprague-Dawley secara in vivo. Hasil penelitian tersebut menunjukan terjadi penurunan konsentrasi spermatozoa, diameter tubulus seminiferus, bobot testis dan jumlah sel pakiten per sertoli secara bermakna (P<0,05) pada dosis 140 mg dan 280 mg ekstrak kulit manggis.

Beberapa bagian dari tanaman manggis yaitu daun dan kulit buah (Garcinia mangostana) telah diuji untuk mencari jawaban secara ilmiah tentang efek antifertilitas dari tanaman tersebut. Namun ada hal lain yang menarik peneliti untuk menggali dan mencari jawaban apakah biji buah manggis juga mempunyai aktivitas antifertilitas seperti bagian tanaman yang lain pada tanaman Garcinia mangostana L atau tidak. Penelitian


(20)

mengenai efek antifertilitas ekstrak etanol biji manggis terhadap tikus jantan galur Sprague-Dawley telah dilakukan oleh Azrifitria (2012). Hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya penurunan konsentrasi spermatozoa dan penurunan jumlah sel pakiten pada preparat tubulus seminiferus terhadap kontrol setelah pemberian ekstrak etanol 70% biji manggis selama 20 hari, meskipun penurunan kedua parameter tersebut tidak berbeda bermakna. Hal tersebut bisa disebabkan karena lama waktu pemberian ekstrak yang dilakukan hanya 20 hari. Dengan penambahan waktu pemberian ekstrak mungkin memberikan efek inhibisi spermatogenesis dan dapat memeberikan efek azoospermia (Azrifitria, 2012).

Mengacu pada hasil penelitian tersebut, akan dilakukan penelitian untuk menguji efek antifertilitas ekstrak etanol 70% biji manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap Tikus Putih Jantan galur Sprague-Dawley selama 48 hari sesuai dengan siklus spermatogenesis. Pengujian dilakukan untuk melihat aktivitas spermisidal ekstrak etanol 70% biji manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap sperma tikus putih jantan galur Sprague-Dawley yang sehat dan fertil secara in vitro dan menguji efek ekstrak etanol 70% biji manggis terhadap konsentrasi testosteron serum pada tikus putih jantan galur Sprauge-Dawley secara in vivo. Peneliti juga menguji efek pemberian ekstrak etanol 70% biji manggis terhadap konsentrasi spermatozoa tikus jantan galur Sprague-Dawley sebagai data tambahan untuk melihat pengaruh lama waktu pemberian ektrak terhadap penurunan konsentrasi sperma.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas maka dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut:

 Apakah ada pengaruh pemberian ekstrak etanol 70% biji manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap konsentrasi testosteron serum pada tikus jantan galur Sprague-Dawley secara in vivo?


(21)

 Apakah ekstrak etanol 70% dari biji manggis (Garcinia mangostana) mempunyai aktivitas spermisidal pada tikus jantan galur Sprague-Dawley secara in vitro?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian Uji Aktivitas Supresi Spermatogenesis dan Spermisidal Ekstrak Etanol 70% Biji Manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap Tikus Jantan galur Sprague-Dawley, bertujuan untuk :

 Menguji aktivitas ekstrak etanol 70% biji manggis (Garcinia mangostana) terhadap konsentrasi testosteron serum pada tikus jantan galur Sprague-Dawley secara in vivo.

 Menguji aktivitas spermisidal ekstrak etanol 70% biji manggis (Garcinia mangostana) pada sperma tikus jantan galur Sprague-Dawley secara in vitro.

1.4 Hipotesis

Hipotesis dari penelitian Uji Aktivitas Supresi Spermatogenesis dan Spermisidal Ekstrak Etanol 70% Biji Manggis (Garcinia mangostana) terhadap Tikus Jantan galur Sprague-Dawley, adalah:

 Pemberian ekstrak etanol 70% biji manggis (Garcinia mangostana) dapat menurunkan konsentrasi testosteron serum pada tikus jantan galur Sprague-Dawley secara in vivo.

 Pemberian ekstrak etanol 70% biji manggis (Garcinia mangostana) mempunyai aktivitas spermisidal terhadap sperma tikus jantan galur Sprague-Dawley secara in vitro.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian Uji aktivitas spermisidal dan evaluasi pengaruh ekstrak etanol 70% biji manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap konsentrasi testosteron pada tikus jantan galur Sprague-Dawley, adalah memberikan sajian informasi kepada masyarakat, tentang manfaat biji manggis (Garcinia mangostana) sebagai agen antifertilitas yang telah dibuktikan dengan pemberian pada tikus jantan galur Sprague-Dawley,


(22)

yang diharapkan dapat menjadi landasan ilmiah untuk mengembangkan kontrasepsi untuk pria.


(23)

2.1. Tinjauan Botani Tanaman Manggis 2.1.1. Klasifikasi Tanaman

Klasifikasi botani pohon manggis adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)

Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji) Sub-divisi : Angiospermae (berbiji tertutup) Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Malphigiales Famili : Clusiaceae Genus : Garcinia

Spesies : Garcinia mangostana L (Backer, 1963)

Gambar 2.1.Buah, Biji dan Pohon Manggis (Garcinia mangostana L.)(Mohamad bin Osman, 2006).

2.1.2. Nama Lokal

Di Indonesia manggis mempunyai berbagai macam nama lokal seperti manggu (Jawa Barat), manggus (Lampung), Manggusto (Sulawesi Utara), manggista (Sumatera Barat) (Prihatman, 2000; ICUC, 2003).


(24)

2.1.3. Deskripsi Tanaman

Pohon manggis memiliki tinggi 6-20 m. Batang tegak, batang pokok jelas, kulit batang coklat, memiliki getah kuning. Daun tunggal, duduk daun berhadapan atau bersilang berhadapan, helaian; mengkilat di permukaan, permukaan atas hijau gelap permukaan bawah hijau terang, bentuk elips memanjang, 12-23 x 4,5-10 cm, tangkai 1,5-2 cm. Bunga betina 1-3 di ujung batang, susunan menggarpu, garis tengah 5-6 cm. Mahkota terdiri dari 4 daun mahkota, bentuk telur terbalik, berdaging tebal, hijau kuning, tepi merah atau hampir semua merah. Benang sari mandul (staminodia) biasanya dalam tukal (kelompok). Bakal buah 4-8, kepala putik berjari-jari 4-6. Buah berbentuk bola tertekan, garis tengah 3,5-7 cm, ungu tua, dengan kepala putik duduk (tetap), kelopak tetap, dinding buah tebal, berdaging, ungu, dengan getah kuning. Biji diselimuti oleh selaput biji yang tebal berair, putih, dapat dimakan (termasuk biji yang gagal tumbuh sempurna). Waktu berbunga Mei - Januari.

Tumbuhan ini dapat tumbuh di Jawa pada ketinggian 1-1000 m dpl pada berbagai tipe tanah (pada tanah liat dan lempung yang kaya bahan organik), sering sebagai tanaman buah. Iklim yang diperlukan adalah adanya kelembaban dan panas dengan curah hujan yang merata. Perbanyakan tanaman dapat dilakukan dengan biji yang telah dikecambahkan terlebih dahulu dalam kantong plastik (segera setelah dikeluarkan dari buah). Kecambah dapat ditanam di lapangan setelah berumur 2 - 3 tahun, dengan jarak tanam 10 m. Tanaman muda harus dilindungi/dinaungi dan akan berbuah setelah berumur 8-15 tahun. Pohon yang dipupuk akan lebih cepat berbuah (Prihatman, 2000).

2.1.4. Keanekaragaman

Tidak kurang dari 200 jenis Garcinia tumbuh tersebar di seluruh dunia dan 100 jenis di antaranya terdapat di kawasan Asia Tenggara. Tiga puluh dari 100 jenis Garcinia di Asia Tenggara termasuk dalam buah-buahan yang dapat dimakan (edible fruits) (Jansen, 1991; Noor, 1998). Di Indonesia belum ada data tentang jumlah kekayaan keanekaragaman jenis Garcinia (Garcinia spp.). Dari hasil pengamatan spesimen herbarium dan


(25)

studi pustaka ternyata 64 jenis Garcinia (Garcinia spp.) terdapat di Indonesia dan Kalimantan mempunyai keanekaragaman jenis Garcinia yang tertinggi (25 jenis) jika dibandingkan dengan pulau-pulau lainnya di Indonesia. Oleh karena itu, Kalimantan merupakan pusat keanekaragaman jenis Garcinia di Indonesia (Soecipto Hariyanto, 2007).

Hanya 5 jenis saja yang dilaporkan telah di budidayakan di kebun-kebun penduduk di seluruh Indonesia. Kelima jenis Garcinia yang telah di budidayakan adalah gelugur (G.atroviridis), mundu (G. dulcis), manggis (G. mangostana), kandis (G. nigrolineata), dan ceri (G. parviflora) (Jansen,1991). Namun Siregar (2006 ) melaporkan bahwa G. beccari yang tumbuh di Kalimantan juga telah di budidayakan dan di tanam di kawasan agroforestri di sekitar pemukiman penduduk (Soecipto Hariyanto, 2007).

2.1.5. Ekologi dan Penyebaran

Manggis termasuk salah satu jenis tumbuhan tahunan yang hidup di hutan tropis teduh di kawasan Asia Tenggara dapat ditemukan di kawasan Asia Tenggara seperti Indonesia, Malaysia, Filipina dan Thailand (Hasanah, 2012). Dari Asia Tenggara tanaman manggis menyebar sampai ke daerah Amerika Tengah dan daerah tropis lainnya seperti Filipina, Papua New Guinea, Kamboja, Madagaskar, Honduras, Brazil dan Australia Utara (Prihatman, 2000; ICUC, 2003). Pertumbuhan buahnya di Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand dan Vietnam terjadi pada bulan Mei hingga Januari, sedangkan di Australia pada bulan November hingga April (Osman dan Milan, 2006).

2.1.6. Budidaya

Pohon manggis dapat diperbanyak dengan biji/bibit hasil penyambungan pucuk. Pohon yang ditanam dari biji baru berbunga pada umur 10-15 tahun sedangkan yang ditanam dari bibit hasil sambungan dapat berbunga pada umur 5-7 tahun (Prihatman, 2000).

Biji yang akan dijadikan benih diambil dari buah tua yang berisi 5-6 segmen daging buah dengan 1-2 segmen yang berbiji, tidak rusak,


(26)

beratnya minimal satu gram dan daya kecambah sedikitnya 75%. Buah diambil dari pohon yang berumur sedikitnya 10 tahun. Untuk pembuatan bibit dengan cara sambungan diperlukan batang bawah dan pucuk (entres) yang sehat. Batang bawah adalah bibit dari biji berumur lebih dari dua tahun dengan diameter batang 0.5 cm dan kulitnya berwarna hijau kecoklatan (Prihatman, 2000).

Penyiapan benih dilakukan dengan menghilangkan daging buah, rendam buah dalam air bersih selama 1 minggu (dua hari sekali air diganti) sehingga lendir dan jamur terbuang. Biji akan mengelupas dengan sendirinya dan biji dicuci sampai bersih. Celupkan biji ke dalam fungisida Benlate dengan konsentrasi 3 g/L selama 2-5 menit. Kering anginkan biji di tempat teduh selama beberapa hari sampai kadar airnya 12-14% (Prihatman, 2000).

Pucuk untuk sambungan berupa pucuk (satu buku) yang masih berdaun muda berasal dari pohon induk yang unggul dan sehat. Dua minggu sebelum penyambungan bagian bidang sayatan batang bawah dan pucuk diolesi zat pengatur tumbuh Adenin/Kinetin dengan konsentrasi 500 ppm untuk lebih memacu pertumbuhan (Prihatman, 2000).

2.1.7. Nilai Gizi dan Kandungan Kimia Biji Manggis (Garcinia mangostana)

Buah manggis banyak mengandung serat dan karbohidrat, serta mengandung banyak sekali vitamin A, B2, B6 dan vitamin C dan mengandung berbagai mineral seperti zat besi, kalsium dan kalium. Kandungan kimia yang terdapat pada buah manggis antara lain gula sakarosa, dekstrosa dan levulosa (Yunitasari, 2011).

Kulit buah manggis mengandung air 62,05%; lemak 0,63%; protein 0,71%; total gula 1,17%; dan karbohidrat 35,61%. Berbagai penelitian menunjukkan kulit buah manggis kaya akan antioksidan, terutama antosianin, xanthone, tanin dan asam fenolat (Yunitasari, 2011). Berdasarkan hasil penelitian, kulit manggis mengandung flavonoid, tanin, saponin, kuinon dan steroid (Norasmah, 1996).


(27)

Biji manggis mengandung vitamin C (Quisumbing, 1978). Selain itu, biji manggis juga mengandung metabolit sekunder seperti flavonoid, tanin, saponin, terpenoid dan alkaloid (Ajayi I. A, 2011).

2.1.8. Khasiat dan Kegunaan

Manfaat tanaman manggis menurut Yunitasari (2011) adalah sebagai berikut:

1. Sebagai obat kanker. 2. Suplemen untuk diet. 3. Bahan pewarna.

4. Rebusan kulit buah manggis mempunyai efek antidiare.

5. Buah manggis muda mempunyai efek speriniostatik dan spermisida.

6. Hasil penelitian dilaporkan bahwa mangostatin hasil isolasi dari kulit buah manggis mempunyai aktifitas antiinflamasi dan antioksidan

7. Hasil studi farmakologi dan biokimia dapat diketahui bahwa mangostatin secara kompetitif menghambat tidak hanya reseptor histamin H, mediator kontraksi otot lunak tetapi juga epiramin yang membangun tempat reseptor H1, pada sel otot lunak secara utuh.

8. Masyarakat menggunakan buah manggis untuk mengobati diare, radang amandel, keputihan, disentri, wasir, borok, dan sebagai peluruh dahak, serta mengobati sakit gigi. Kulit buah manggis digunakan untuk mengobati sariawan, disentri, nyeri urat, sembelit. Kulit batang buah manggis digunakan untuk mengatasi nyeri perut. Akarnya digunakan untuk mengatasi haid yang tidak teratur.

2.2. Sistem Reproduksi Tikus Jantan

Tikus adalah salah satu hewan penelitian yang paling banyak digunakan dalam fisiologis reproduksi. Testis tikus jantan terdapat pada dua kantung skortum yang dipisahkan oleh membran tipis yang terletak


(28)

hari ke 30–40 masa hidupnya dari rongga perut ke kantung skortum melalui kanalis inguinal terbuka. Jarak dubur kelamin pada tikus jantan lebih jauh daripada betina (Suckow, 2006).

Testis terdiri dari tubulus seminiferus yang panjang dan berkelok-kelok, yang pada epitelnya merupakan tempat berlangsungnya spermatogenesis. Ujung dari tubulus seminiferus ini kemudian bermuara menuju epididimis (Barrett et al, 2010). Epididimis terdiri dari tiga bagian: kaput epididimis yang membesar di ujung proksimal pada testis, yang hampir seluruhnya terbenam ke dalam lemak; korpus epididimis yang terdapat di sekitar dorsomedial testis serta kauda epididimis pada ujung distal testis, merupakan tempat pematangan spermatozoa, yang kemudian bermuara ke vas deferens (Suckow, 2006).

Gambar 2.2 Penampang ventral Sistem Urogenital Tikus Jantan (Suckow, 2006).

Diantara tubulus seminiferus di dalam testis terdapat sel Leydig yang merupakan sel interstisial berfungsi mensekresikan testosteron ke


(29)

dalam pembuluh darah (Barrett et al, 2010). Selain sel germinal, di dalam tubulus seminiferus juga terdapat sel sertoli. Sel ini berperan secara metabolik dan struktural untuk menjaga spermatozoa yang sedang berkembang juga memfagosit sitoplasma spermatid yang telah dikeluarkan. Ukuran sel sertoli sangat besar dengan selubung sitoplasma yang melimpah dan mengelilingi spermatogonia yang sedang berkembang (Guyton and Hall, 2006). Sel sertoli mensekresikan Androgen Binding Protein (ABP), inhibin dan Mullerian Inhibiting Substance (MIS). Sel sertoli mengandung aromatase, yaitu enzim yang berperan dalam perubahan androgen menjadi estrogen (Barrett et al, 2010).

2.2.1. Spermatozoa

Proses produksi spermatozoa di dalam testis disebut spermatogenesis. Spermatozoa pada hewan pengerat lebih panjang dari spesies mamalia lain, termasuk manusia dan hewan domestic pada umuumnya (Krinke, 2000). Kepala sperma tikus berbentuk kait, seperti pada hewan pengerat lainnya (gambar Gambar 2.3)

Gambar 2.4 Spermatozoa

Sumber : Rat Sperm Morphological Assessment, Guideline Document Ed.1 Oktober 2000.

2.2.2. Spermatogenesis

Spermatogenesis adalah proses terbentuknya spermatozoa sel primordial. spermatogenesis pada tikus terdiri dari 3 fase yaitu mitosis, meiosis dan spermiogenesis (Hess dan Franca, 2008). Pada tikus

Gambar 2.3 Spermatozoa pada perbesaran 400x


(30)

perkembangan spermatogonium, spermatosit atau spermatid saling terintegrasi dan terorganisasi dengan baik pada daerah yang sama dalam tubulus. Siklus epitel seminiferus dengan asosiasi sel yang jelas disebut “stage of the cycle” yang dilambangkan dengan huruf romawi I - XIV dan spermiogenesis dibagi atas 1-19 tahap (Krinke, 2000).

Secara umum spermatogonium dibagi menjadi 3 tipe, yaitu tipe A, Intermediate, dan tipe B. Spermatogonium tipe A dibagi lagi menjadi A0 (yang disebut juga stem sel) dan tipe A1-A4. Spermatogonium tipe A0 terdapat di membran basal pada tubulus seminiferus dan mempunyai kemampuan untuk membelah menjadi 2 sel anak, yang salah satunya menjadi A1 spermatogonium. Pada tikus, A1 spermatogonia kemudian mengalami 6 tahap mitosis dan kemudian menjadi preleptotene spermatosit (Krinke, 2000).

Spermatosit kemudian bermeiosis, dimana spematosit berkembang dari leptotene, zygotene dan pakiten untuk menjadi spermatosit sekunder pada komponen ad luminal dari sel sertoli pada tubulus seminiferus. Selama fase meiosis, setiap spermatosit membelah menjadi 4 spermatid yang bersifat haploid (Krinke, 2000).

Spermiogenesis terdiri dari 4 fase yaitu fase golgi, fase cap, fase akrosom dan fase maturasi (Hess dan Franca, 2008). Fase golgi (tahap 1-3) terdapat granul akrosom, fase cap (tahap 4-7) adanya head cap pada granul akrosom yang membesar yang menutupi 1/3 bagian nucleus, fase akrosom (8-14) nukleus dan head cap memanjang, sedangkan pada tahap 13 dan 14 nukleusnya menjadi lebih pendek dan sitoplasma terkondensasi di sepanjang ekor serta terlihat ekor memanjang, fase maturasi (15-19) terlihat pada tahap 19 spermatozoa dilepaskan ke arah lumen dan ekor mengarah ke lumen (Krinke, 2000).


(31)

Gambar 2.5 .Siklus Spermatogenesis pada Tikus

Tahap siklus sel dalam spermatogenesis tikus dimulai se arah jarum jam dari kiri bawah A, spermatogonium tipe A; In, spermatogonium tipe intermediate, B, spermatogonium tipe B; R,

resting spermatosit primer; L,Leptotene spermatosit; Z, zygotene spermatosit; P (I), P (VII), P (XII), awal, pertengahan dan akhir spermatosit pakiten. Angka romawi menunjukkan tahap siklus dimana mereka ditemukan; DI, diplotene; II, spermatosit sekunder; 1 – 19, langkah-langkah spermiogenesis. Tabel di tengah memberikan komposisi cellular tahapan siklus epitel seminiferus (I – XIV). M superscript mengindikasikan terjadinya mitosis. Diadaptasi dari Clermont dengan sedikit modifikasi (1962) (Krinke, 2000).

2.2.3. Hormon yang mengontrol Spermatogenesis

Proses spermatogenesis dipengaruhi oleh hormon-hormon yang dihasilkan oleh hipotalamus, hipofisis dan testis sendiri. Hormon yang terlibat adalah testosteron, Hormon Lutein (LH), hormon perangsang folikel (FSH: Follicle Stimulating Hormone), estrogen, dan hormon pertumbuhan lainnya. Testis selain sebagai organ penghasil sperma juga menghasilkan hormon-hormon seperti testosteron, dihidrotestosteron, estradiol, progesteron dan lain-lain (Speroff , Glass RH, Kase NG, 1999). 1. Testosteron

Sekresi hormon ini oleh sel-sel Leydig yang terletak di intersisium testis. Hormon ini memengang peranan penting pada satu tahap penting


(32)

proses pembelahan sel-sel germinal untuk pembentukan sperma, terutama pembelahan miosis untuk membentuk spermatosit sekunder. Hormon ini mengontrol perkembangan organ reproduksi pria dan tanda seks sekunder pada pria berupa pembesaran laring, perubahan suara, pertumbuhan rambut ketiak, pubis, dada, kumis dan jenggot. Juga pertumbuhan otot dan tulang (Speroff , Glass RH, Kase NG, 1999).

2. Hormon Lutein

Hormon ini disekresikan oleh sel bagian anterior. Berperan dalam stimulasi sel-sel Leydig untuk meproduksi testosteron, juga menyebabkan dihasilkannya estradiol (Speroff , Glass RH, Kase NG, 1999).

3. FSH

Dihasilkan oleh sel basofil lobus anterior hipofise. Pada testis hormon ini mengakibatkan terpacunya Adenyl cyclase di dalam sel sertoli yang berperan dalam meningkatkan produksi cyclic AMP, memacu produksi androgen binding protein (ABP) di dalam tubuli semeniferus dan di dalam epididymis. Dengan demikian FSH bekerja menyiapkan kadar androgen yang cukup untuk sel germinal dan memacu pendewasaan spermatozoa di dalam epididymis (Speroff , Glass RH, Kase NG, 1999). 4. Estrogen

Dibentuk oleh sel-sel sertoli ketika sedang di stimulasi oleh FSH. Hormon ini kemungkinan diperlukan pada proses spermiasi. Sel-sel sertoli juga mengsekresikan suatu protein pengikat androgen. Yang mengikat baik testosterone dan estrogen maupun keduanya ke dalam cairan tubulus seminiferus, yang di perlukan untuk maturasi sperma (Speroff , Glass RH, Kase NG, 1999).

5. Hormon pertumbuhan lainnya

Seperti juga pada sebagian hormon lainnya di perlu kan untuk mengatur latarbelakang fungsi metabolisme testis. Hormon pertumbuhan secara khusus meningkatkan pembelahan awal spermatogenesis (Speroff, Glass RH, Kase NG, 1999).


(33)

2.3. Karakteristik Tikus Sprague-Dawley

Tikus merupakan hewan laboratorium yang banyak digunakan dalam penelitian dan percobaan antara lain mempelajari pengaruh obat-obatan, toksisitas, metabolism, embriologi maupun dalam mempelajari tingkah laku (Malole dan Pramono, 1989). Penelitian ini menggunakan tikus putih jantan galur Sprague Dawley. Warna putih (albino). Jumlah anak rata-rata 6-12 ekor dengan berat 5–6 gram saat lahir.

Berat tikus dewasa adalah 250–300 gram (betina); 450-520 gram (jantan). Rentang hidup 2,5-3,5 tahun. Laju pernafasan: 70-115 napas/menit. Denyut jantung: 250-450 denyut/menit. Gigi seri open-rooted dan tumbuh terus menerus. Tikus akan menggigit atau “mencubit” dengan gigi seri yang tajam jika salah penanganan (SAGE®Labs, 2013).

Rekomendasi diet: DietLab #5R24 (RMH2500), tikus sebaiknya diberi makanan tikus atau rodent komersial dan air ad lib. Pola diet ini adalah nutrisi lengkap dan tidak memerlukan suplemen. Asupan makanan sekitar 5g/100gBB/hari, asupan air sekitar 10–12 mL/100gBB/hari (SAGE®Labs, 2013).

2.4. Ekstraksi Dan Ekstrak

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Ekstraksi juga merupakan penarikan zat pokok yang diinginkan dari bahan mentah obat dengan menggunakan pelarut yang dipilih dimana zat yang diinginkan larut. Bahan mentah obat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan atau hewan tidak perlu diproses lebih lanjut kecuali dikumpulkan dan dikeringkan. Bahan-bahan dalam tanaman terdiri dari campuran zat yang heterogen, beberapa mempunyai efek farmakologi dan oleh karena itu dianggap sebagai zat yang dibutuhkan dan zat lain yang tidak aktif secara farmakologi dianggap sebagai zat inert (Depkes, 2000). Ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan massa komponen zat padat ke dalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka, kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut. Adapun beberapa cara


(34)

ekstraksi yaitu ekstraksi menggunakan pelarut dengan cara dingin dan ekstraksi menggunakan pelarut dengan cara panas.

2.4.1. Ekstraksi dengan menggunakan Pelarut Cara Dingin

1. Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (Depkes RI, 2000).

2. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan (Depkes RI, 2000).

2.4.2. Ekstraksi dengan Menggunakan Pelarut Cara Panas

1. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3- 5 kali sehingga termasuk proses ekstraksi sempurna (Depkes RI, 2000).

2. Soxlet

Soxlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Depkes RI, 2000).

3. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik dengan pengadukan kontinu pada temperatur yang lebih tinggi dari ruangan kamar yaitu 40- 50˚C (Depkes RI, 2000).

4. Infus

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air, temperatur terukur 96-98˚ C selama waktu tertentu (15-20 menit) (Depkes RI, 2000).


(35)

5. Dekokta

Dekok adalah infus pada waktu lebih lama ( ≥ 30 menit) dan temperatur sampai titik didih air (Depkes RI, 2000).

2.5 Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA)

ELISA merupakan metode immunoassay yang menggunakan enzim sebagai label. Metode ELISA dibagi 2 jenis teknik yaitu teknik kompetitif dan non kompetitif. Teknik non kompetitif ini dibagi menjadi dua yaitu sandwich dan indirek. Pemeriksaan hormon menggunakan teknik kompetitif dan sandwich (Kricka, 1999; Asihara, 2001).

2.5.1 Competitive Assay Format

Competitive Assay Format adalah format pengujian dengan kombinasi dari analit yang jumlahnya tidak diketahui pada sampel dan analit dari referensi (Kit) untuk bersaing mengikat daerah ikatan antibodi (antibody binding site) dalam jumlah yang terbatas.


(36)

Gambar 2.7 keterangan gambar (Technical Guide for ELISA, 2013)

Gambar 2A menjelaskan, analit sampel yang ditambahkan berkompetisi dengan solid phase adsorbed analit referensi (kit) untuk mengikat antibodi berlabel dalam jumlah yang terbatas. Pada gambar 2B menjelaskan, analit referensi yang berlabel dalam larutan dikombinasi dengan analit sampel berkompetisi untuk mengikat solid phase adsorbed antibody dalam jumlah yang terbatas.

2.5.2 Non Competitive Assay Format

Non competitive assay adalah format pengujian dimana daerah ikatan antibodi yang ada lebih dari jumlah analit yang dideteksi. Sehingga format non kompetitif ini yang paling sensitif.

Gambar 2.8 Non competitive Assay (Technical Guide for ELISA, 2013) Antibodi dengan

berbagai spesifikasi

Antigen dengan berbagai epitop

Protein untuk memblok nonspecific binding site


(37)

2.5.3 Sandwich Assay Format

Prinsip dasar dari sandwich assay adalah sampel yang mengandung antigen direaksikan dengan antibodi spesifik pertama yang terikat dengan fase padat. Selanjutnya ditambahkan antibodi spesifik kedua yang berlabel enzim dan ditambahkan substrat dari enzim tersebut (Asihara, 2001).

Gambar 2.9 Sandwich Assay Format (Technical Guide for ELISA, 2013) Keuntungan metode ELISA yaitu:

1. Cukup sensitif

2. Reagen relatif murah dan dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama 3. Dapat memeriksa beberapa parameter sekaligus

4. Peralatan mudah didapat

5. Tidak menggunakan zat radiasi (Asihara, 2001) Kerugian metode ELISA:

1. Pemeriksaan menggunakan enzim sebagai label cukup kompleks karena akvitas enzim dipengaruhi oleh berbagai faktor (Asihara, 2001)

2.5.4 Kit ELISA

Kit ELISA testosteron adalah fase padat enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) dengan prinsip competitive binding. Sumuran mikrotiter dilapisi secara langsung dengan antibodi monoklonal tikus untuk sisi antigen unik pada molekul testosteron. Testosteron endogen dari sampel hewan uji berkompetisi dengan semacam testosteron konjugat peroksidase untuk berikatan dengan lapisan antibodi. Setelah


(38)

inkubasi konjugat yang tidak terikat dihilangkan. Jumlah dari ikatan konjugat peroksidase adalah berbanding terbalik terhadap konsentrasi testosteron sampel. Setelah penambahan larutan substrat, intensitas warna berkembang berbanding terbalik dengan konsentrasi dari sampel hewan uji.


(39)

3.1. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2014 hingga Mei 2014. Pembuatan ekstrak dilakukan di laboratorium Farmakognosi dan Fitokimia, pemeliharaan dan perlakuan hewan uji di Animal House (AH). Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3.2. ALAT DAN BAHAN

3.2.1 Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah blender (Philips), timbangan analitik (AND GH-202 dan Wiggen Hauser), botol maserasi, vacuum rotary evaporator (EYELA), erlenmeyer, beaker glass, batang pengaduk, spatula, kertas saring, kapas, corong gelas, tabung reaksi, pipet tetes, cawan penguap, botol timbang, kurs silikat, oven (Memmert), tanur (Thermo Scientific), freeze dryer, alumunium foil, timbangan, kandang tikus beserta tempat makanan dan minum, sonde oral, syringe, wadah pembiusan, alat bedah minor, kaca objek dan cover glass, mikropipet (Eppendorf Research plus), Eppendorf tube, centrifuge, vortex, mikroskop cahaya (Motic dan Epson), Hemositometer Improved Neubauer (NESCO), freezer, waterbath,desikator, Kit ELISA dan ELISA reader.

3.2.2. Bahan Penelitian

Bahan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak etanol 70% dari biji buah manggis (Garcinia mangostana L.) yang diperoleh dari Perkebunan Manggis di Lubuk Alung, Padang. Sebelum dilakukan penelitian, buah manggis terlebih dahulu dideterminasi di “Herbarium Bogoriense”, Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi – LIPI Bogor untuk memastikan kebenaran bahan uji.


(40)

Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah etanol 70%, pereaksi untuk penapisan fitokimia (HCl pekat; HCl 2N; pereaksi Mayer; asam asetat anhidrat; asam sulfat pekat; magnesium; ammoniak 1%; kloroform; Aquadest; H2SO4 pekat; FeCl3 0,1%; pereaksi stiasny;

natrium asetat). Natrium karbonil metil selulosa untuk penyiapan suspensi zat aktif. Penyiapan sperma (normal saline water); larutan George; NaCl fisiologis; dan larutan Baker‟s buffer (glukosa 3%; Na2HPO4 2 H2O

0,31%; NaCl 0,2%; KH2PO4 0,01%). 3.2.3. Hewan Uji

Hewan uji yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih jantan strain Sprague Dawley yang sehat dan fertil berumur 2,5 – 3 bulan dengan berat badan 200-300 gram yang diperoleh dari Animal Facility and Modeling Provider Institut Pertanian Bogor (IPB).

3.3. RANCANGAN PENELITIAN 3.3.1. Besar Sampel

Penelitian ini bersifat eksperimental yang terbagi dalam 5 kelompok perlakuan yang masing – masing kelompok terdiri dari 5 ekor tikus putih jantan strain Sprague Dawley (WHO,2000). Hewan uji yang digunkan sebanyak 25 ekor tikus.

3.3.2. Dosis Perlakuan

Acuan dosis yang digunakan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Azrifitria (2012). Perhitungan dosis yang diberikan dapat dilihat pada lampiran. Pemberian ekstrak dilakukan selama 48 hari sesuai dengan siklus spermatogenesis tikus (Krinke, 2000).


(41)

Tabel 3.1. Rancangan Percobaan

Kelompok Perlakuan Lama

Pemberian

Pengukuran/Bagian yang digunakan

I (Kontrol) Tikus diberikan (Natrium CMC 0,5%) sebanyak 1 mL/0,2kgBB.

48 hari  Darah dari vena lateral ekor (testosteron Serum)

 Sperma dikeluarkan dari Kauda epididimis

II (Dosis rendah)

Tikus diberikan ekstrak biji manggis (Garcinia mangostana L) dengan dosis 1mg/0,2 kgBB

48 hari  Darah dari vena lateral ekor (testosteron Serum)

 Sperma dikeluarkan dari Kauda epididimis

III (Dosis sedang)

Tikus diberikan ekstrak biji manggis (Garcinia mangostana L) dengan dosis 10mg/0,2 kgBB

48 hari  Darah dari vena lateral ekor (testosteron Serum)

 Sperma dikeluarkan dari Kauda epididimis

IV (Dosis tinggi)

Tikus diberikan ekstrak biji manggis (Garcinia mangostana L) dengan dosis 20mg/0,2 kgBB

48 hari  Darah dari vena lateral ekor (testosteron Serum)

 Sperma dikeluarkan dari Kauda epididimis V (aktivitas Spermisi-dal) Tikus dimatikan, kemudian sperma dikeluarkan dari kauda epididimis untuk uji aktivitas spermisidal

- Sperma dikeluarkan dari Kauda epididimis

3.4. Prosedur Kerja

3.4.1. Penyiapan Simplisia dan Pembuatan Ekstrak

Sebanyak 100 kg buah manggis yang telah matang dikupas, bijinya dipisahkan dan dikumpulkan. Biji manggis yang telah dikumpulkan kemudian dicuci bersih dengan air mengalir dan dikering-anginkan.


(42)

Biji manggis yang telah kering dihaluskan dengan blender hingga menjadi serbuk. Serbuk biji manggis ditimbang dan dimaserasi dengan menggunakan etanol 70% selama 72 jam kemudian disaring. Proses maserasi ini diulang hingga dihasilkan maserat yang berwarna pucat (mendekati tidak berwarna). Filtrat yang diperoleh dipekatkan dengan vacuum rotary evaporator sampai diperoleh ekstrak kental. Jika belum didapatkan ekstrak kental, maka proses pemekatan ekstrak dilanjutkan dengan freeze dryer dan kemudian ekstrak kental ditimbang.

3.4.2. Penapisan Fitokimia

Pengujian golongan metabolit sekunder dilakukan terhadap golongan : 1. Tanin

Sebanyak 0,5 gram ekstrak dalam cawan ditambahkan 2 mL etanol 70% kemudian diaduk dibagi menjadi 3 tabung reaksi, tabung pertama ditambahkan FeCl3 sebanyak 3 tetes, jika menghasilkan biru

karakteristik, biru-hitam, hijau atau biru-hijau dan endapan. Kedua, ditambahkan pereaksi stiasny kemudian dipanaskan, positif tanin terkondensasi berwana merah jambu. Ketiga, ditambahkan natrium asetat dan FeCl3, positif tanin terhidrolisis biru tinta (Mojab,

Kamalinejad, Ghaderi, & Vahidipour, 2003). 2. Alkaloid

Sebanyak 0,5 gram ekstrak dalam tabung reaksi ditambahkan 2 mL etanol 70% kemudian diaduk, ditambahkan 5 ml HCl 2 N, dipanaskan pada penangas air. Setelah dingin, campuran disaring dan filtrat ditambahkan beberapa tetes reagen Mayer. Sampel kemudian diamati hingga keruh atau ada endapan (Mojab, Kamalinejad, Ghaderi, & Vahidipour, 2003).

3. Saponin

Sebanyak 0,5 gram ekstrak dalam tabung reaksi ditambahkan 2 mL etanol 70% kemudian diaduk, ditambahkan dengan 20 mL aquabides dan dikocok kemudian didiamkan selama 15-20 menit.Jika tidak ada busa = negatif; busa lebih dari 1 cm = positif lemah; busa dengan tinggi


(43)

1,2 cm = positif; dan busa lebih besar dari 2 cm = positif kuat (Mojab, Kamalinejad, Ghaderi, & Vahidipour, 2003; Sarma & Babu, 2011). 4. Flavonoid

Sebanyak 0,5 gram ekstrak dalam cawan ditambahkan 2 mL etanol 70% kemudian diaduk, ditambahkan serbuk magnesium 0,5 g dan 3 tetes HCl pekat. Terbentuknya warna jingga sampai merah menunjukkan adanya flavon, merah sampai merah padam menunjukkan flavanol, merah padam sampai merah keunguan menunjukkan flavanon (Mojab, Kamalinejad, Ghaderi, & Vahidipour, 2003).

5. Terpenoid

Sebanyak 0,5 gram ekstrak dalam tabung reaksi ditambahkan 2 mL etanol 70% kemudian diaduk, ditambahkan 1 mL kloroform dan 1 mL asetat anhidrida lalu didinginkan. Setelah dingin, ditambahkan H2SO4.

Jika terjadi warna kemerahan, menunjukkan adanya triterpenoid (Mandal dan Ghasal, 2012).

6. Steroid

Sebanyak 0,5 gram ekstrak dalam tabung reaksi ditambahkan 2 mL etanol 70% kemudian diaduk, ditambahkan 2 mL kloroform, kemudian ditambahkan 2 mL H2SO4 pekat dengan cara diteteskan pelan-pelan

dari sisi dinding tabung reaksi. Pembentukan cincin warna merah menunjukkan adanya steroid (Mandal dan Ghasal, 2012).

3.4.3. Pengujian Parameter Spesifik dan Non Spesifik 1. Parameter Spesifik

Identitas ekstrak dengan deskripsi tata nama sebagai berikut:  nama ekstrak,

 nama latin tumbuhan (sistematika botani),  bagian tumbuhan yang digunakan,

 nama Indonesia tumbuhan (Depkes RI, 2000).

Organoleptik diamati menggunakan panca indera untuk mendeskripsikan bentuk, warna, bau, rasa sebagai berikut:

 bentuk : padat, serbuk-kering, kental, cair,  warna : kuning, coklat dll,


(44)

 bau : aromatic, tidak berbau dll,

 rasa : manis, pahit, kelat dll (Depkes RI, 2000).

2. Parameter Non Spesifik a. Susut pengeringan

Ekstrak ditimbang secara seksama sebanyak 1 gram kemudian dimasukkan ke dalam botol timbang dangkal bertutup

yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 105oC selama 30 menit dan telah ditara. Sebelum ditimbang, ekstrak diratakan

dalam botol timbang dengan menggoyang-goyangkan botol hingga membentuk lapisan setebal 5 mm sampai 10 mm. jika ekstrak yang diuji adalah ekstrak kental, ratakan dengan batang pengaduk. Kemudian dimasukkan ke dalam ruang pengering, buka tutupnya, keringkan pada suhu 105oC hingga bobot tetap. Sebelum setiap pengeringan, biarkan botol dalam keadaan tertutup mendingin dalam desikator hingga suhu kamar. Jika ekstrak sulit kering dan mencair pada pemanasan, ditambahkan 1 gram silica pengering yang telah ditimbang secara seksama. Setelah dikeringkankan dan disimpan dalam desikator pada suhu kamar, silica tersebut dicampurkan secara rata dengan ekstrak pada saat panas, kemudian keringkan kembali pada suhu penetapan hingga bobot tetap (Depkes RI, 2000).

b. Kadar abu

Sebanyak 2 gram ekstrak yang telah digerus dan timbang secara seksama dimasukkan ke dalam krus silikat yang telah dipijarkan dan ditara, ratakan. Pijarkan perlahan-lahan hingga arang habis, dinginkan kemudian ditimbang. Jika dengan cara ini arang tidak dapat dihilangkan, tambahkan air panas saring melalui kertas saring bebas abu. Pijarkan sisa kertas dan kertas saring dalam kurs yang sama. Masukkan filtrat ke dalam kurs, uapkan. Kemudian pijarkan hingga bobot tetap, lalu ditimbang. Hitung kadar abu terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes RI, 2000).


(45)

3.4.4. Penyiapan Hewan Coba

Tikus jantan galur Sprague-Dawley diaklimatisasi di animal house Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan selama 1 minggu. Diberi makan dan minum ad libitum. Ekstrak etanol biji manggis diberikan secara oral menggunakan sonde sekali setiap hari selama 48 hari dengan dosis seperti tertera pada tabel rancangan percobaan (Tabel 3.1).

1. Kelompok I diberikan suspensi Natrium CMC.

2. Kelompok II ekstrak biji manggis 1 mg/0,2 kgBB yang disuspensikan ke dalam larutan Natrium CMC.

3. Kelompok III ekstrak biji manggis 10 mg/0,2kgBB yang disuspensikan ke dalam larutan Natrium CMC.

4. Kelompok IV ekstrak biji manggis 20 mg/0,2kgBB yang disuspensikan ke dalam larutan Natrium CMC.

3.4.5. Pengukuran Parameter

1. Perhitungan konsentrasi spermatozoa

Perhitungan konsentrasi spermatozoa dilakukan dengan cara mengambil spermatozoa pada kauda epididimis. Spermatozoa yang didapat diletakkan dalam cawan penguap yang berisi cairan NaCl sebanyak 500 µL. spermatozoa dimasukkan ke dalam kamar Neubauer (Hemasitometer) sampai kamar Neubauer terisi rata. Kemudian dihitung jumlah spermatozoa pada salah satu kamar hitung Neubauer dan selanjutnya ditentukan pengenceran yang akan dilakukan dan jumlah kotak yang akan dihitung (Tabel 3.2). (Ilyas, 2007)

Tabel 3.2. pengenceran yang dilakukan dan kotak yang dihitung No. Jumlah Spermatozoa

dalam 1 kotak

Faktor pengenceran

Kotak kecil yang dihitung

1. >40 50 kali 5

2. 15-40 20 kali 10


(46)

Dari jumlah spermatozoa yang diketahui, maka dilakukan pengenceran spermatozoa berdasarkan jumlah spermatozoa yang terhitung (Ilyas, 2007).

Tabel 3.3. Cara Pengenceran No

.

Pengencera n

Pembuatan Pengenceran

1. 50 kali a. 980 µL larutan George + 20 µL spermatozoa

b. 2.450 µL Larutan George + 50 µL spermatozoa

2. 20 kali 950 µL larutan George + 50 µL spermatozoa 3. 10 kali a. 900 µL larutan George + 100 µL

spermatozoa

b. 450 µL larutan George + 50 µL spermatozoa

Setelah pengenceran, dilakukan perhitungan spermatozoa dengan jumlah kotak yang dihitung sesuai dengan jumlah spermatozoa dan cara pengenceran pada table 3.3. Kemudian dilakukan pengukuran konsentrasi spermatozoa sesuai dengan rumus di bawah ini (Ilyas, 2007)

(3.2) Keterangan:

n = jumlah spermatozoa yang dihitung

10.000 = volume kamar hitung Neubauer

Fp = factor pengenceran

25 = total kotak kecil yang terdapat dalam kamar hitung Neubauer

k = kotak kecil yang dihitung pada saat pengamatan

vNaCl = volume NaCl fisiologis (mL) yang digunakan untuk membantu mengeluarkan spermatozoa dari kauda epididimis.

Perhitungan konsentrasi spermatozoa (juta/mL) dapat terlihat dari tabel 3.4 berikut.


(47)

Tabel 3.4. Rumus Konsentrasi Spermatozoa No. Jumlah kotak yang

dihitung

Rumus konsentrasi Spermatozoa

1. 5 n x 10.000 x 50 x 5 x 0,5

2. 10 n x 10.000 x 20 x 2,5 x 0,5

3. 25 n x 10.000 x 10 x 1 x 0,5

2. Konsentrasi hormon testosteron

Selama 48 hari tikus diberikan perlakuan dengan cara memberikan ekstrak etanol biji manggis per oral. Pada hari ke 0 dan 49 dilakukan pengambilan darah melalui vena lateral ekor sebanyak 1 mL, kemudian dimasukkan ke dalam tube. Darah dalam tube disentrifugasi dengan kecepatan 3.000 rpm untuk memisahkan serum yang akan digunakan untuk mengukur konsentrasi testosteron tikus. Serum kemudian disimpan dalam freezer suhu -20oC sampai hari ke-49. Pengukuran konsentrasi hormon testosteron plasma dilakukan di laboratorium dengan menggunakan kit ELISA Testosteron dari DRG International pada hari ke 48. Kadar hormon minimal yang dapat terdeteksi pada kit ini adalah 0,086 ng/mL. Prosedur pengukuran hormon dilakukan berdasarkan instruksi manual yang disertakan dalam kit (Tanga Krishna, 2012).

Prosedur pengukuran kadar testosteron menggunakan kit ELISA, larutan standar, kontrol dan sampel, dipipet masing-masing sebanyak 25 µL ke dalam wells. Enzyme conjugate dipipet sebanyak 200 µL ke dalam setiap wells, kemudian dicampurkan selama 10 detik. Hal yang penting adalah tahap pencampuran hingga selesai. Campuran tersebut kemudian diinkubasi selama 60 menit pada suhu ruangan (tanpa menutup plate), wells kemudian digoyangkan dengan cepat. Wells diteteskan dengan wash solution (400 µL per well ), wells diletakan di atas kertas penyerap untuk menhapus sisa tetesan. Substrate solution sebanyak 200 µL ditambahkan ke dalam wells. Setelah itu diinkubasi selama 15 menit pada suhu ruangan. Penghentian reaksi enzimatik dilakukan dengan


(48)

penambahan stop solution sebanyak 100 µL ke dalam setiap wells. Tentukan nilai absorbansi setiap wells pada 450 ± 10 nm dengan microtiter plate reader waktu yang direkomendasikan untuk membaca nilai absorbansi setiap wells adalah 10 menit setelah penambahan stop solution.

3. Aktivitas Spermisidal

Aktivitas spermisidal ditentukan dengan menggunakan versi modifikasi dari protokol asli (Sander dan Metode Cramer) yang mengukur konsentrasi minimum zat spermisida yang dibutuhkan untuk membunuh 100 % sperma dalam 20 detik. Tikus yang digunakan adalah tikus yang fertil. Tikus kemudian dikorbankan untuk mengambil kauda epididimis kemudian semen dikumpulkan dan diinkubasi dengan normal saline water untuk uji in vitro dari sperma tikus. Sperma yang digunakan mempunyai motilitas (≥50%) (Ashish Ranjan Singth, 2013), sehingga dilakukan pengujian motilitas sperma yang akan digunakan untuk membuktikan bahwa tikus yang digunakan fertil.

Ekstrak etanol 70% biji manggis dengan berbagai konsentrasi (50, 60, 70, 80, 90 dan 100 mg/mL) dicampur dengan suspensi sperma yang mengandung 1 juta sperma. Campuran diamati di bawah mikroskop selama 20 detik di perbesaran 10X dan diamati motilitas sperma. Konsentrasi dicatat jika ada sperma motil yang terlihat, lalu 250 µL buffer ditambahkan ke semua campuran dan diinkubasi pada suhu 37°C selama minimal 60 menit. Larutan tersebut perlahan-lahan di vortex dan diamati lagi setiap sperma yang motil. Konsentrasi dicatat sebagai hasil yang efektif jika kedua tes menunjukkan tidak adanya sperma motil. Titik akhir adalah konsentrasi terendah dari Ekstrak biji manggis yang menyebabkan imobilisasi semua sperma dalam 20 detik pencampuran (Ashish Ranjan Singth, 2013).


(49)

3.5. ANALISA DATA

Data hasil percobaan dianalisis untuk melihat penurunan konsentrasi spermatozoa, testosteron dan aktivitas spermisidal dari masing-masing kelompok perlakuan. Analisis data menggunakan program pengolahan data statistic SPSS 16 yang meliputi uji normalitas, uji homogenitas, uji parametrik (one-way ANOVA) atau non parametrik (Kruskal Wallis). Jika hasil dari uji ANOVA maupun Kruskal Wallis menunjukkan perbedaan yang nyata (p≤0,05) maka analisis data dilanjutkan menggunakan uji Least Significant Difference (LSD).


(50)

4.1 HASIL PENELITIAN 4.1.1 Determinasi Tanaman

Determinasi tanaman dilakukan di “Herbarium Bogoriense”, Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor. Hasil determinasi menunjukkan bahwa tanaman uji adalah benar tanaman manggis (Garcinia mangostana L) suku Clusiaceae. Surat pernyataan hasil determinasi dapat dilihat pada lampiran 1.

4.1.2 Ekstraksi

Dari 100 kg buah manggis segar, diperoleh 186,56 gram serbuk biji manggis (Garcinia mangostana L.). Serbuk biji manggis dimaserasi dengan etanol 70% hingga dihasilkan maserat yang berwarna pucat (lebih bening daripada maserat awal). Ekstrak cair yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan vacuum rotary evaporator. Ekstrak yang diperoleh belum menjadi ekstrak kental, maka ekstrak dipekatkan dengan freeze dryer di Pusat Penelitian Mikrobiologi-LIPI Bogor. Ekstrak kental yang diperoleh sebanyak 19,92 gram. Sehingga dihasilkan rendemen 10,68%, perhitungan rendemen dapat dilihat pada lampiran 7.

4.1.3 Penapisan Fitokimia Ekstrak

Hasil penapisan fitokimia ekatrak biji manggis (Garcinia mangostana L.) ditunjukkan pada tabel 4.1

Tabel 4.1 Hasil Penapisan Fitokimia

Penapisan Fitokimia Hasil

Tanin Positif

Alkaloid Negatif

Flavonoid Positif

Saponin Negatif

Terpenoid Positif


(51)

4.1.4 Pengujian Parameter Ekstrak

Hasil pengujian parameter spesifik dan nonspesifik ekstrak biji manggis (Garcinia mangostana L.) dapat dilihat pada tabel 4.2.

Tabel 4.2 Pengujian Parameter Ekstrak

Parameter Hasil

Parameter Spesifik

1. Identitas Ekstrak a. Nama latin tumbuhan b. Bagian tumbuhan yang

digunakan c. Nama Indonesia

tumbuhan

Garcinia mangostana L. Biji

Manggis

2. Organoleptik a. Bentuk b. Warna c. Bau

Keras seperti karamel Coklat

Khas

Parameter nonspesifik

Susut pengeringan 8,36 %

Kadar abu 13,75 %

Persentase Rendemen 10,68 %

4.1.5 Perhitungan Konsentrasi Spermatozoa

Data hasil perhitungan konsentrasi spermatozoa dapat dilihat pada tabel 4.4.

Tabel 4.4 Konsentrasi Spermatozoa

Kelompok Konsentrasi Spermatozoa (juta/mL) ± SD

Kontrol 44,75 ± 16,00

Dosis 5 mg/KgBB 27,34 ±12,62

Dosis 50 mg/KgBB 26,00 ± 4,06


(52)

Gambar 4.2 Grafik Konsentrasi Spermatozoa

Hasil perhitungan konsentrasi spermatozoa menunjukkan adanya penurunan konsentrasi seiring dengan peningkatan dosis ekstrak biji manggis yang diberikan pada hewan coba.

Data hasil perhitungan kemudian diolah secara statistik dengan uji one-way ANOVA. Hasil varian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan secara bermakna (p≤0,05) hasil analisis statistik dapat dilihat pada lampiran 11.

4.1.6 Perngukuran Konsentrasi Testosteron

Pengukuran Konsentrasi testosteron dilakukan sebanyak dua kali, yaitu pertama pada hari ke-0 sebelum pemberian ekstrak. Ekstrak diberikan selama 48 hari. Pada hari ke-49 sebelum dikorbankan, tikus diambil darahnya kembali. Hasil pengukuran konsentrasi testosteron dapat dilihat pada tabel 4.5.

Tabel 4.5 Konsentrasi Testosteron

Kelompok Konsentrasi Testosteron ± SD

H-0 H-49

Kontrol 1,87 ± 0,67 0,83 ± 0,47

5 mg/KgBB 3,09 ± 1,17 2,54 ± 2,89

50 mg/KgBB 3,55 ± 2,16 5,60 ± 6,24

100 mg/KgBB 4,87 ± 4,34 4,97 ± 3,76

44,75

27,343 26

21,12 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

Kontrol 5 mg/KgBB 50 mg/KgBB 100 mg/KgBB

ko n se n tra si s p e rm at o zo a (ju ta /m L ) kelompok dosis


(53)

Gambar 4.3 Grafik Konsentrasi Testosteron

Dari pengamatan di atas dapat dilihat terjadi penurunan konsentrasi testosteron dari hari ke-0 dibandingkan hari ke-49 disetiap kelompok, kecuali pada kelompok dosis sedang (50 mg/kgBB) dan tinggi (100 mg/kgBB). Data tersebut kemudian diolah secara statistik menggunakan SPSS 16. Hasil analisis varian menunjukkan bahwa perubahan konsentrasi testosteron yang terjadi tidak berbeda bermakna (p>0,05). Hasil analisa statistik dapat dilihat pada lampiran 13.

4.1.7 Pengujian Aktivitas Spermisidal

Pengujian aktivitas spermisidal dilakukan dengan metode Sander dan Cramer dengan variasi dosis (50, 60, 70, 80, 90 dan 100 mg/mL). Hasil pengamatan dapat di lihat pada tabel 4.6.

Tabel 4.6 hasil pengujian aktivitas spermisidal Konsentrasi Ekstrak

(mg/mL)

Motilitas (%)

MEC awal setelah diberikan ekstrak

(setelah 20 detik)

50 96,19 18,86

100 mg/mL

60 92,59 15,34

70 94,40 9,90

80 94,48 7,90

90 94,48 1,47

100 93,49 0

1,87 3,09 3,55 4,87 0,83 2,54 5,6 4,97 0 1 2 3 4 5 6

Kontrol Rendah Sedang Tinggi

ko n sen tr asi t e sto ste ro n (n g /m L) kelompok dosis

Grafik Konsentrasi Testosteron

H-0 H-49


(54)

Gambar 4.4 Grafik Persentase Motilitas setelah 20 detik pemberian ekstrak etanol 70% biji manggis

Dari hasil pengamatan dapat dilihat konsentrasi efektif minimum (MEC) ekstrak etanol 70% biji manggis untuk membunuh 100% sperma adalah 100 mg/mL.

4.2 PEMBAHASAN

Salah satu tanaman yang berpotensi sebagai antifertilitas adalah Garcinia mangostana L. Bagian yang digunakan adalah biji manggis. Buah manggis diperoleh dari Lubuk Alung, Padang. Biji manggis yang digunakan berasal dari buah manggis yang telah matang, dengan kulit buah berwarna ungu kemerahan. Determinasi tanaman dilakukan di „Herbarium Bogoriense”, bidang botani Pusat Penelitian Biologi – LIPI Bogor, menunjukkan bahwa tanaman yang digunakan adalah benar Garcinia mangostana L. dari famili Clusiaceae.

Metode ekstraksi yang digunakan adalah maserasi. Maserasi dipilih karena menggunakan peralatan yang sederhana dan mudah dalam proses pengerjaannya. Metode maserasi juga dapat digunakan untuk menarik senyawa – senyawa yang tidak tahan terhadap pemanasan. Pelarut yang digunakan adalah etanol. Etanol digunakan untuk maserasi karena sifatnya yang polar.

100; 0 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

0 20 40 60 80 100 120

m o til itas set e lah 20 d e tik p e m b e ri an e kstr ak (% ) dosis (mg/mL)

Grafik Motilitas setelah 20 detik


(55)

Konsentrasi pelarut yang digunakan adalah 70% karena sampel yang diuji merupakan simplisia kering, sehingga kandungan air pada etanol 70% dapat mempermudah proses penarikan senyawa pada saat ekstraksi. Filtrat hasil maserasi yang didapat kemudian dipekatkan menggunakan vacuum rotary evaporator untuk menguapkan pelarut sehingga diperoleh ekstrak kental. Ekstrak yang diperoleh belum kental, sehingga pemekatan ekstrak dilanjutkan menggunakan freeze dryer hingga diperoleh ekstrak kental.

Sebanyak 186,56 gram serbuk biji manggis (Garcinia mangostana L.) dimaserasi, didapatkan ekstrak kental sebanyak 19,92 gram. Sehingga dihasilkan rendemen ekstrak 10,68%. Pemeriksaan parameter spesifik dan non spesifik ekstrak juga dilakukan. Pada parameter non spesifik dilakukan uji susut pengeringan dan kadar abu. Tujuan pemeriksaan susut pengeringan adalah untuk mengetahui jumlah senyawa yang hilang selama proses pengeringan (Depkes RI, 2000). Sedangkan pemeriksaan kadar abu bertujuan untuk mengetahui kandungan mineral yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak (Depkes RI, 2000). Hasil pemeriksaan kadar abu yaitu 13,75% dan susut pengeringan 8,36%.

Tikus yang digunakan sebagai bahan uji adalah tikus putih jantan strain Sprauge Dawley berumur 2,5-3 bulan. Pemilihan strain Sprauge Dawley dikarenakan strain ini memiliki tingkat kesuburan yang tinggi ditandai dengan jumlah sperma dalam epididimis lebih banyak dibandingkan dengan strain lain (Wilkinson et al., 2000). Hewan coba dikelompokkan menjadi 5 kelompok yaitu kelompok kontrol, dosis rendah (5mg/kgBB), dosis sedang (50mg/kgBB) dan dosis tinggi (100mg/kgBB) serta satu kelompok untuk pengujian aktivitas spermisidal secara in vitro. Setiap kelompok terdiri dari 5 ekor tikus. Hal ini disesuaikan dengan Research Guidelines for Evaluating The Safety and Efficacy of Herbal Medicines (WHO, 2000) yaitu jika hewan pengerat yang digunakan maka masing-masing kelompok perlakuan harus terdiri dari setidaknya lima ekor hewan percobaan. Berat badan hewan coba diukur setiap empat hari sekali untuk menghitung volume ekstrak yang akan diberikan.


(56)

Perlakuan yang diberikan kepada hewan coba dibagi menjadi dua, pertama terdiri dari empat kelompok yaitu kelompok kontrol, dosis rendah, sedang dan tinggi diberikan ekstrak sesuai dosis setiap kelompok per oral menggunakan sonde oral, sedangkan kelompok kontrol diberikan suspensi Natrium CMC 0,5%. Penyondean dilakukan setiap hari selama 48 hari. Kedua, kelompok tikus untuk uji aktivitas spermisidal secara in vitro.

Pengamatan yang diamati yaitu konsentrasi spermatozoa, konsentrasi testosteron dan aktivitas spermisidal ekstrak etanol 70% biji manggis (Garcinia mangostana L.). Pengamatan pertama yaitu konsentrasi spermatozoa. Spermatozoa diperoleh dari kauda epididimis. Kauda epididimis merupakan tempat pematangan spermatozoa sebelum siap diejakulasikan. Sehingga diperkirakan bahwa spermatozoa yang telah matang paling banyak dibagian kauda epididimis.

Berdasarkan hasil perhitungan spermatozoa menunjukkan adanya penurunan konsentrasi secara bermakna (p≤0,05) setelah pemberian ketiga dosis ekstrak etanol 70% biji manggis per oral selama 48 hari. Pada penelitian Azrifitria (2012) pemberian ekstrak etanol 70% biji manggis selama 20 hari dapat menurunkan konsentrasi spermatozoa seiring bertambahnya dosis, namun penurunan yang terjadi tidak berbeda bermakna. Dengan demikian terbukti bahwa induksi ekstrak biji manggis dalam waktu yang lebih lama yaitu 48 hari sesuai dengan siklus spermatogenesis memberikan efek penurunan konsentrasi sperma secara bermakna. Semakin besar dosis ekstrak yang diberikan, semakin besar pula pengaruhnya terhadap penurunan konsentrasi spermatozoa. Konsentrasi spermatozoa yang terendah terjadi pada kelompok tikus yang diberikan dosis 100 mg/KgBB.

Menurut Mc Lachlan (2000) penurunan jumlah sel spermatozoa diduga melalui beberapa mekanisme seperti adanya gangguan dalam proses meiosis; gangguan proses spermiogenesis awal karena lepasnya spermatid ke lumen tubulus; dan karena terjadi apoptosis spermatid. Pada penelitian Azrifitria (2012) dilakukan pengamatan perbandingan jumlah


(57)

spermatosit pakiten per sel sertoli. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa jumlah spermatosit pakiten dan jumlah sel Sertoli mengalami penurunan pada kelompok perlakuan dibandingkan dengan kontrol. Penurunan jumlah sel pakiten per sertoli ini terjadi seiring dengan peningkatan dosis yang diberikan pada tikus jantan strain Sprague-Dawley meskipun penurunan yang terjadi tidak berbeda bermakna. Terjadinya penurunan jumlah sel Sertoli mengindikasikan kegagalan fungsi sel Sertoli untuk melindungi sel-sel germinal terhadap apoptosis. Penurunan jumlah spermatosit menyebabkan jumlah spermatid juga menurun karena spermatosit yang mengalami meiosis kedua menjadi spermatid menurun. Sedangkan spermatid merupakan cikal bakal spermatozoa. Pengurangan spermatid akan berefek langsung pada spermatozoa yang dihasilkan.

Penurunan konsentrasi spermatozoa juga dapat berkaitan dengan konsentrasi hormon testosteron. Dalam proses spermatogenesis ada beberapa hormon yang memegang peranan penting, yaitu testosteron, Luteinizing hormone (LH), Folicle stimulating hormone (FSH), estrogen dan Growth hormone (Guyton and Hall, 2006).FSH dan LH disekresikan oleh kelenjar pituitary anterior. FSH menstimulasi sel-sel sertoli; tanpa stimulasi ini, perubahan spermatid menjadi sperma (spermiogenesis) tidak akan terjadi. Sedangkan LH merangsang sel Leydig untuk mensekresikan testosteron. Testosteron penting untuk pertumbuhan dan pembelahan sel germinal pada testis, yang merupakan tahap pertama dalam pembentukan sperma. Penurunan konsentrasi testosteron menyebabkan terganggunya proses spermatogenesis. Terganggunya proses spermatogenesis selanjutnya berpengaruh pada konsentrasi spermatozoa di epididimis.

Parameter selanjutnya adalah pengukuran konsentrasi testosteron. Testosteron yang diukur adalah dalam serum darah tikus pada hari ke-0 sebelum pemberian ekstrak dan pada hari ke-49 saat pembedahan. Pengambilan darah dilakukan pada vena lateral ekor. Vena lateral ekor dipilih karena prosedurnya yang mudah dan pemulihan luka yang cepat. Darah yang didapatkan kemudian disimpan dalam kulkas selama 24 jam


(1)

Test of Homogeneity of Variances

konsentrasitestosteron

Levene Statistic df1 df2 Sig.

2.085 1 6 .199

Kesimpulan : Data konsentrasi testosteron tikus galur sparague dawley bervariasi homogen.

2.3 Uji ANOVA

Tujuan : Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data konsentrasi Testosteron.

Hipotesis :

Ho : Data konsentrasi Testosteron tidak berbeda secara bermakna Ha : Data konsentrasi Testosteron berbeda secara bermakna Pengambilan Keputusan :

Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 Ho ditolak, berarti terdapat perbedaan. Jika nilai signifikasi ≥ 0,05 Ho diterima, berarti tidak terdapat perbedaan. Hasil Uji ANOVA Data Konsentrasi Testosteron Tikus Galur Sparague Dawley

Keputusan : Data konsentrasi Testosteron tikus galur sparague dawley tidak berbeda secara bermakna.

ANOVA

konsentrasitestosteron

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups .042 1 .042 .010 .922

Within Groups 24.094 6 4.016


(2)

Ho : Data konsentrasi testosteron terdistribusi normal. Ha : Data konsentrasi testosteron tidak terdistribusi normal. Pengambilan keputusan :

Jika nilai signifikansi ≥ 0.05, maka Ho diterima. Jika nilai signifikansi ≤ 0.05, maka Ho ditolak.

Hasil Uji Normalitas Data Konsentrasi testosteron Tikus Galur Sparague D

a w l e y

Kesimpulan : Data konsentrasi testosteron kelompok dosis rendah tikus putih galur sparague dawley terdistribusi normal.

3.2 Uji Homogenitas

Tujuan : Untuk melihat data konsentrasi testosteron homogen atau tidak.

Hipotesis :

Ho : Data konsentrasi spermatozoa bervariasi homogen. Ha : Data konsentrasi spermatozoa tidak bervariasi homogen.

Tests of Normality

hari

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig. konsentrasi

testosteron

H0 .206 5 .200* .963 5 .826


(3)

Hasil Uji Homogenitas Data Konsentrasi Testosteron Tikus Galur Sparague Dawley

Test of Homogeneity of Variances

konsentrasitestosteron

Levene Statistic df1 df2 Sig.

9.611 1 8 .015

Kesimpulan : Data konsentrasi testosteron tikus galur sparague dawley tidak bervariasi homogen.

3.3 Uji Kruskal Wallis

Tujuan : Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data konsentrasi Testosteron.

Hipotesis :

Ho : Data konsentrasi Testosteron tidak berbeda secara bermakna Ha : Data konsentrasi Testosteron berbeda secara bermakna Pengambilan Keputusan :

Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 Ho ditolak, berarti terdapat perbedaan. Jika nilai signifikasi ≥ 0,05 Ho diterima, berarti tidak terdapat perbedaan. Hasil Uji Kruskal Wallis Data Konsentrasi Testosteron Tikus Galur Sparague Dawley

Test Statisticsa,b

konsentrasitesto steron

Chi-Square .011

df 1

Asymp. Sig. .917

a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: hari

Keputusan : Data konsentrasi Testosteron tikus galur sparague dawley tidak berbeda secara bermakna.


(4)

Ho : Data konsentrasi testosteron terdistribusi normal. Ha : Data konsentrasi testosteron tidak terdistribusi normal. Pengambilan keputusan :

Jika nilai signifikansi ≥ 0.05, maka Ho diterima. Jika nilai signifikansi ≤ 0.05, maka Ho ditolak.

Hasil Uji Normalitas Data Konsentrasi testosteron Tikus Galur Sparague Dawley

Tests of Normality

hari

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig. konsentrasi

testosteron

H0 .324 3 . .877 3 .316

H48 .296 3 . .918 3 .446

Kesimpulan : Data konsentrasi testosteron kelompok dosis rendah tikus putih galur sparague dawley terdistribusi normal.

4.2 Uji Homogenitas

Tujuan : Untuk melihat data konsentrasi testosteron homogen atau tidak.

Hipotesis :

Ho : Data konsentrasi spermatozoa bervariasi homogen. Ha : Data konsentrasi spermatozoa tidak bervariasi homogen. Pengambilan keputusan :


(5)

Hasil Uji Homogenitas Data Konsentrasi Testosteron Tikus Galur Sparague Dawley

Test of Homogeneity of Variances

konsentrasitestosteron

Levene Statistic df1 df2 Sig.

.145 1 4 .722

Kesimpulan : Data konsentrasi testosteron tikus galur sparague dawley bervariasi homogen.

4.3 Uji ANOVA

Tujuan : Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data konsentrasi Testosteron.

Hipotesis :

Ho : Data konsentrasi Testosteron tidak berbeda secara bermakna Ha : Data konsentrasi Testosteron berbeda secara bermakna Pengambilan Keputusan :

Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 Ho ditolak, berarti terdapat perbedaan. Jika nilai signifikasi ≥ 0,05 Ho diterima, berarti tidak terdapat perbedaan. Hasil Uji ANOVA Data Konsentrasi Testosteron Tikus Galur Sparague Dawley

ANOVA

konsentrasitestosteron

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups .014 1 .014 .001 .978

Within Groups 66.087 4 16.522

Total 66.101 5

Keputusan : Data konsentrasi Testosteron tikus galur sparague dawley tidak berbeda secara bermakna.


(6)

(mg/mL) ekstrak awal 20s hidup mati hidup mati Hidup mati

50 101 4 12 41 96,15 22,64 0 0

8 45 15,09 0 0

60 125 10 10 40 92,59 20 0 0

11 92 10,68 0 0

70 68 4 5 42 94,4 10,63 0 0

4 40 9.09 0 0

80 137 8 5 38 94,48 11,63 0 0

1 23 4,17 0 0

90 137 8 1 67 94,48 1,47 0 0

0 27 0 0 0

100 115 8 0 18 93,49 0 0 0

0 92 0 0 0

Adapun cara untuk menghitung persentase motilitas menggunakan rumus di bawah ini :


Dokumen yang terkait

Pengaruh Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap Gambaran Histopatologis Lambung Tikus (Rattus norvegicus L.) Jantan yang Dipapari Kebisingan

2 103 56

Pengaruh Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap Hitung Leukosit dan diferensiasi Leukosit Tikus (Rattus noevegicus L.) Jantan Setelah Dipapari Kebisingan

0 58 58

Pengaruh Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) Terhadap Fungsi Hati, Jumlah Eritrosit dan Kadar Hemoglobin Tikus (Rattus norvegicus) yang Dipapari dengan Karbon Tetraklorida (CCl4)

3 53 59

Pengaruh Hormon Testosteron Undekanoat (TU) Dan Medroksiprogesteron Asetat (MPA) Terhadap Konsentrasi Spermatozoa dan Histologi Spermatogenesis Tikus Jantan (Rattus Novergicus L) Galur Sprague Dawley

4 46 157

Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 70% Daun Pacing (Costus spiralis) terhadap Diameter Tubulus Seminiferus, Motilitas, dan Spermisidal pada Tikus Jantan Strain Sprague-Dawley

0 10 95

Uji Antifertillitas Ekstrak Metanol Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L) pada Tikus Jantan Strain Sprague Dawley Secara In Vivo

4 11 134

Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 96% Daun Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees) Terhadap Kualitas Sperma Pada Tikus Jantan Galur Sprague- Dawley Secara In Vivo dan Aktivitas Spermisidal Secara In Vitro

0 15 104

Aktivitas antifertilitas ekstrak etanol 70% daun pacing (costus spiralis) pada tikus sprague-dawley jantan secara in vivo

1 32 0

Uji Aktivitas Spermisidal Dan Evaluasi Pengaruh Ekstrak Etanol 70% Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Terhadap Konsentrasi Hormon Testosteron Pada Tikus Jantan Galur Sprague-Dawley

2 26 110

Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 90% Daun Kelor (Moringa Oleifera Lam) Terhadap Konsentrasi Spermatozoa, Morfologi Spermatozoa, Dan Diameter Tubulus Seminiferus Pada Tikus Jantan Galur Sprague-Dawley

4 34 116