BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Tidur - Kualitas Tidur Perawat Ketika Tidak Bertugas Malam Dan Setelah Bertugas Malam Di Rumah Sakit Umum Sidikalang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep Tidur

  Istirahat merupakan keadaan yang tenang, relaks tanpa tekanan emosional dan bebas dari kegelisahan (Wahit dan Nurul, 2007). Tidur merupakan kebutuhan dasar manusia, sebuah proses biologis normal yang terjadi pada setiap orang. Tidur didefenisikan sebagai perubahan status kesadaran dimana persepsi seseorang berkurang dan terdapat penurunan reaksi terhadap lingkungan (Kozier, 2004). Tidur merupakan keadaan hilangnya kesadaran secara normal dan periodik. Dengan tidur, maka akan dapat diperoleh kesempatan untuk beristirahat dan memulihkan kondisi tubuh baik secara fisiologis maupun psikis (Lanywati, 2001).

1.1 Fisiologi Tidur

  Siklus alamiah tidur manusia dikontrol oleh otak dipusat yang terdapat dibagian bawah otak. Pusat ini secara aktif menghambat keterjagaan sehingga menyababkan tidur (Kozier, 2004). Irama tidur yang paling dikenal adalah siklus 24 jam (siang-malam) yang dikenal dengan irama sirkadian (Potter & Perry, 2006).Irama sirkadian mengacu pada perubahan siklus yang berfluktuasi dan terjadi selama 24 jam serta dikendalikan oleh jam biologis alami (Potter & Perry, 2006). Saat jam biologis seseorang bertepatan dengan pola tidur bangun dan siklus gelap terang, sesseorang dikatakan berada dalam irama sirkadian sinkronisasi, yaitu saat seseorang bangun pada ritme fisiologis dan psikologis paling aktif dan tertidur saat ritme fisiologis dan psikologis paling inaktif (Kozier, 2004).

  Sistem yang mengatur siklus atau perubahan dalam tidur adalah reticular

  

activating system (RAS) dan bulbar synchronizing regional (BSR) yang terletak

  pada batang otak (Potter & Perry, 2005). RAS merupakan sistem yang mengatur seluruh tingkatan kegiatan susunan saraf pusat termasuk kewaspadaan dan tidur.

  RAS ini terletak dalam mesenfalon dan bagian atas pons. Selain itu RAS dapat memberi rangsangan visual, pendengaran, nyeri dan perabaan juga dapat menerima stimulasi dari korteks serebri termasuk rangsangan emosi dan proses pikir. Dalam keadaan sadar, neuron dalam RAS akan melepaskan katekolamin seperti norepineprin. Demikian juga pada saat tidur, disebabkan adanya pelepasan serum serotonin dari sel khusus yang berada di pons dan batang otak tengah, yaitu BSR (Potter & Perry, 2005).

1.2 Tahapan Tidur

  Tidur terdiri atas beberapa tahapan tidur. Kozier (2004) menyatakan terdapat tiga indikator tahapan tidur yaitu aktifitas gelombang otak (dideteksi denganEEG), pergerakan mata (direkam EOG) dan tonus otot (direkam dengan EMG).

  Fase-fase tidur adalah tidur NREM (Non Rapid Eye Movement) dan REM (Rapid Eye Movement).

  1. Tahap 1 NREM Tahap transisi diantara mengantuk dan tertidur, ditandai dengan pengurangan aktifitas fisiologis yang dimulai dengan menutupnya mata, pergerakan lambat, otot berelaksasi serta penurunan secara bertahap tanda-tanda vital dan metabolisme, menurunnya denyut nadi. Seseorang mudah terbangun dalam tahap ini. Tahap ini berakhir selama 5-10 menit 2.

  Tahap 2 NREM Tahap ini merupakan tahap tidur ringan.denyut jantung mulaimelambat, menurunnya suhu tubuh dan berhentinya pergerakan mata. Ddalam tahap in i seseorang masih relatif mudah untuk terbangun. Tahap ini akan berakhir 10-20 menit.

  3. Tahap 3 NREM Merupakan tahap awal tidur yang dalam. Laju pernapasan dan denyut jantung terus melambat karena system saraf simpatik semakin mendominasi. Otot skeletal semakin berelaksasi, terbatasnya pergerakan dan mendengkur mungkin saja terjadi. Pada tahap i ni, seseorang yang tidur sulit dibangunkan, tidak dapat diganggu stimuli sensori. Dan berakhir 15-30 menit.

  4. Tahap 4 NREM Tahap tidur terdalam, tidak ada pergerakan mata dan aktivitas otot. Tahap ini ditandai dengan tanda-tanda vital menurun secara bermakna disbanding selama terjaga, lalu pernapasan dan denyut jantung menurun sampai 20-30%.

  Seseorang yang terbangun pada saat tahap ini tidak secara langsung menyesuaikan diri, sering merasa pusing dan disorientasi untuk beberapa menit setelah bangun dari tidur.

5. Tahap REM

  Ditandai dengan pergerakan mata secara cepat ke berbagai arah, pernapasan cepat, tidak teratur dan dangkal, otot tungkai mulai lumpuh sementara, meningkatnya denyut jantung dan tekanan darah. Mimpi yang terjadi pada tahap REN penuh wara dan tampak hidup, terkadang merasa sulit untuk bergerak.

  Durasi dari tidur REM meningkat pada tiap siklus dan rata-rata 20 menit.

1.3 Siklus Tidur

  Fase NREM dan REM terjadi secara bergantian sekitar 4-5 siklus dalam semalam, setiap siklus tidur berakhir selama 80-120 menit. Tahap NREM 1-3 berlangsung selama 30 menit kemudian diteruskan ke tahap 4 kembali ke tahap 3 dan 2 selama ± 20 menit. Tahap REM muncul sesudahnya dan berlangsung selama 10 menit, melengkapi siklus tidur yang pertama (Potter & Perry, 2005). Siklus tidur normal dapat dilihat pada skema berikut: Tahap Pratidur NREM tahap I NREM tahap II NREM tahap III NREM tahap

  IV Tidur REM NREM tahap IV NREM tahap III

  Skema 1. Tahap-tahap siklus tidur (Potter & Perry, 2005)

  Siklus ini merupakan salah satu dari irama sirkadian yang merupakan siklus dari 24 jam kehidupan manusia. Keteraturan irama sirkadian ini juga merupakan keteraturan tidur seseorang. Jika terganggu, maka fungsi fisiologis dan psikologis dapat terganggu (Potter & Perry, 2005).

1.4 Mekanisme Tidur

  Pada tidur yang normal, masa tidur REM berlangsung 5-20 menit, rata-rata timbul setiap 90 menit dengan periode pertama terjadi 80-100 menit setelah seseorang tertidur. Tidur REM menghasilkan pola EEG yang menyerupai tidur NREM tingkat I dengan gelombang beta, disertai mimpi aktif, tonus otot sangat rendah, frekuensi jantung dan nafas tidak teratur (pada mata menyebabkan gerakan bola mata yang cepat atau rapid eye movement), dan lebih sulit dibangunkan daripada tidur gelombang lambat atau NREM.

  Pengaturan mekanisme tidur dan bangun sangat dipengaruhi oleh sistem yang disebut Reticular Activity System. Bila aktivitas Reticular Activity System ini meningkat maka orang tersebut dalam keadaan sadar jika aktivitas Reticular

  

Activity System menurun, orang tersebut akan dalam keadaan tidur. Aktivitas

Reticular Activity System (RAS) ini sangat dipengaruhi oleh aktivitas

  neurotransmitter seperti sistem serotoninergik, noradrenergik, kolinergik, histaminergik (Japardi, 2002).

  1) Sistem serotoninergik

  Hasil serotoninergik sangat dipengaruhi oleh hasil metabolisme asam amino triptofan. Dengan bertambahnya jumlah triptofan, maka jumlah serotonin yang terbentuk juga meningkat akan menyebabkan keadaan mengantuk/ tidur. Bila serotonin dalam triptofan terhambat pembentukannya, maka terjadi keadaan tidak bisa tidur/ jaga. Menurut beberapa peneliti lokasi yang terbanyak sistem serotoninergik ini terletak pada nucleus raphe dorsalis di batang otak, yang mana terdapat hubungan aktivitas serotonis di nucleus raphe dorsalis dengan tidur REM. 2)

  Sistem adrenergik Neuron-neuron yang terbanyak mengandung norepinefrin terletak di badan sel nucleus cereleus di batang otak. Kerusakan sel neuron pada lokus cereleus sangat mempengaruhi penurunan atau hilangnya REM tidur. Obat-obatan yang mempengaruhi peningkatan aktivitas neuron noradrenergik akan menyebabkan penurunan yang jelas pada tidur REM dan peningkatan keadaan jaga. 3)

  Sistem kolinergik Menurut Sitaram dkk, (1976) dalam (Japardi, 2002) membuktikan dengan pemberian prostigimin intravena dapat mempengaruhi episode tidur REM.

  Stimulasi jalur kolinergik ini, mengakibatkan aktivitas gambaran EEG seperti dalam kedaan jaga. Gangguan aktivitas kolinergik sentral yang berhubungan dengan perubahan tidur ini terlihat pada orang depresi, sehingga terjadi pemendekan latensi tidur REM. Pada obat antikolinergik (scopolamine) yang menghambat pengeluaran kolinergik dari lokus sereleus maka tampak gangguan pada fase awal dan penurunan REM.

  4) Sistem histaminergik Pengaruh histamin sangat sedikit mempengaruhi tidur.

  5) Sistem hormon

  Siklus tidur dipengaruhi oleh beberapa hormon seperti Adrenal

  

Corticotropin Hormone (ACTH), Growth Hormon (GH), Tyroid Stimulating

Hormon (TSH), Lituenizing Hormon (LH). Hormon-hormon ini masing-masing

  disekresi secara teratur oleh kelenjar hipofisis anterior melalui jalur hipotalamus. Sistem ini secara teratur mempengaruhi pengeluaran neurotransmitter norepinefirn, dopamine, serotonin yang bertugas mengatur mekanisme tidur dan bangun.

1.5 Manfaat Tidur

  Kozhier (2004) mengatakan bahwa tidur meberikan efek fisiologis pada sistem saraf dan struktur tubuh. Tidur NREM merupakan bagian dari fungsi perbaikan tubuh yaitu waktu yang diperlukan tubuh untuk membangun kembali sumber-sumber yang diperlukan. Tidur berperan dalam mengurangi kelelahan, menyeimbangkan suasana hati, meningkatkan aliran darah ke otak, meningkatkan siste protein, memelihara mekanisme perlawanan terhadap penyakit (system imun), memacu perkembangan dan perbaikan seluler dan meningkatkan kemampuan belajar dan menyimpan memory (Timbi, 2009).

  Denyut nadi juga menurun yang dapat memelihara jantung. Denyut jantung dewasa normalnya 70-80/menit, tetapi pada saat tidur denyut jantung turun menjadi 60/menit bahkan kurang. Selama tidur NREM tahap 4, tubuh mengeluarkan hormon pertumbuhan dan memperbaiki/memperbaharui epitel khususnya sel otak. Selama tidur, tubuh menghemat energi. Otot dan tulang berelaksasi secara progresif dan tidak ada kontraksi otot sehingga mengawetkan energi kimia untuk metabolisme sel dan menurunkan basal metabolik rate. Tidur REM penting untuk memulihkan psikologis. Tidur REM dihubungkan dengan aliran darah serebral, meningkatkan aktivitas korteks, menigkatkan kebutuhan oksigen dan pengeluaran epineprin. Seseorang yang tidurnya berkualitas akan mudah untuk menyelesaikan masalah dan menghasilkan ide-ide baru. Mimpi memberikan seseorang untuk menjernihkan emosi dan mempersiapkan harapan untuk hari berikutnya (Perry & Potter, 2001).

1.6 Pola Tidur

  Poal tidur adalah model, bentuk atau corak tidur dalam jangka waktu yang relative menetap dan meliputi jadwal jatuh (masuk) tidur dan bangun, lama tidur, frekuensi tidur dalam sehari, mempertahankan kondisi tidur, dan kepuasan tidur (Depkes, 2007).

  Kebutuhan tidur bervariasi pada setiap kelompok umur. Seseorang dapat puas dengan tidur hanya sekitar 4 jam, namun adapula yang butuh tidur 8 jam.

  Menurut Kozhier (2004), dewasa muda biasanya memiliki gaya hidup yang aktif. Usia ini membutuhkan 7-8 jam tidur sehari. Dewasa tengah biasanya mempertahankan tidur sama seperti umur sebelumnya. Dua puluh persen dari tidur dewasa tengah adalah tidur REM.

2. Kualitas Tidur

  Kualitas tidur adalah kepuasan seseorang terhadap tidur, sehingga seseorang tersebut tidak memperlihatkan perasaan lelah, mudah terangsang dan gelisah, lesu dan apatis, kehitaman di sekitar mata, kelopak mata bengkak, konjungtiva merah, mata perih, perhatian terpecah-pecah, sakit kepala dan sering menguap atau mengantuk (Hidayat, 2006). Menrut Kozier (2004) kualitas tidur adalah kemampuan individu untuk tetap tidur dan untuk mendapatkan jumlah tidur REM dan NREM yang tepat. Kualitas tidur meliputi aspek kuantitatif dan kualitatif tidur, seperti lamanya tidur, waktu yang diperlukan untuk bisa tertidur, frekuensi terbangun dan aspek subjektif seperti kedalaman dan kepulasan tidur (Daniel et al, 1998; Buysse, 1998).

  Selain itu, menurut Hidayat (2006), kualitas tidur seseorang dikatakan baik apabila tidak menunjukkan tanda-tanda kekurangan tidur dan tidak mengalami masalah dalam tidurnya. Tanda-tanda kekurangan tidur dapat dibagi menjadi tanda fisik dan tanda psikologis.

  Secara fisik ekspresi wajah (area gelap di sekitar mata, bengkak di kelopak mata, konjungtiva kemerahan dan mata terlihat cekung), kantuk yang berlebihan (sering menguap), tidak mampu untuk berkonsentrasi (kurang perhatian), terlihat tanda-tanda keletihan seperti penglihatan kabur, mual dan pusing. Sedangkan secara psikologis menunjukkan bahwa adanya sikap menarik diri, apatis dan respons menurun, merasa tidak enak badan, malas berbicara, daya ingat berkurang, bingung, timbul halusinasi, dan ilusi penglihatan atau pendengaran, kemampuan memberikan pertimbangan atau keputusan menurun.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas tidur

  1) Penyakit fisik Penyakit atau kondisi yang menyebabkan nyeri, kesulitan bernafas, mual, atau gangguan alam perasaan seperti cemas maupun depresi dapat menyebabkan gangguan tidur. Individu dengan kondisi demikian biasanya mengalami kesulitan dalam memulai ataupun mempertahankan tidur (Potter dan Perry, 2007).

  2) Penggunaan obat atau zat tertentu Beberapa obat dapat menimbulkan efek samping seperti rasa kantuk, insomnia, atau rasa lelah. Obat yang diresepkan untuk mengatasi gangguan tidur biasanya menimbulkan lebih banyak efek negatif dibandingkan manfaatnya. L- Tryptophan merupakan protein alami yang terkandung dalam makanan seperti susu, keju, dan daging yang dapat membantu seseorang untuk tidur (Potter dan Perry, 2007). 3) Gaya hidup

  Rutinitas harian seseorang dapat mempengaruhi pola tidur. Misalnya individu yang bekerja pada shift siang dan malam secara bergantian biasanya mengalami kesulitan untuk menyesuaikan waktu tidur (Potter dan Perry, 2007).

  4) Stres emosional Kekhawatiran terhadap masalah personal maupun situasi dapat mempengaruhi tidur. Stres emosional dapat menyebabkan seseorang berupaya terlalu keras untuk dapat tertidur, sering terbangun saat siklus tidur, maupun tidur terlalu lama. Stres yang berkepanjangan dapat menyebabkan kebiasaan tidur yang buruk (Potter dan Perry, 2007). 5) Lingkungan

  Lingkungan fisik di mana seseorang tidur dapat mempengaruhi kemampuan seseorang untuk memulai dan mempertahankan tidur. Ventilasi yang baik, temperatur yang nyaman, dan ruangan yang redup penting untuk mencapai kualitas tidur yang baik (Potter dan Perry, 2007).

  6) Suara Kebisingan mempengaruhi tidur dengan mengurangi aktivitas REM (Potter &

  Perry, 2007). Suara dapat mengganggu tidur lansia dengan mudah karena tidur mereka sebagian besar terdiri dari fase tidur ringan. Sebagian orang memilih keadaan yang hening untuk tidur, namun sebagian lain memilih tidur dengan mendengarkan suara seperti musik maupun televisi (Potter dan Perry, 2007).

  7) Aktivitas fisik dan kelelahan Seseorang dengan tingkat lelah yang sedang biasanya dapat tidur dengan tenang, terutama jika lelah disebabkan karena pekerjaan atau aktivitas yang menyenangkan. Namun rasa lelah berlebihan yang disebabkan karena pekerjaan atau aktivitas yang penuh stres dapat menyebabkan seseorang mengalami kesulitan untuk memulai tidur (Potter dan Perry, 2007).

  8) Asupan kalori dan makanan Mengkonsumsi makanan dalam jumlah besar 3-4 jam sebelum tidur dapat menyebabkan indigesti yang dapat mengganggu tidur. Konsumsi alkohol pada malam hari dapat menyebabkan insomnia dan efek diuretik. Kopi, teh, cola, dan coklat yang mengandung kafein dan xanthin dapat menghambat rasa kantuk sebagai akibat dari stimulasi CNS (Potter dan Perry, 2007).