BAB II LANDASAN TEORI - Gambaran Kebahagiaan Lansia yang Tinggal Sendiri

BAB II LANDASAN TEORI A. KEBAHAGIAAN

1. Definisi Kebahagiaan

  Kebahagiaan adalah sebuah keadaan psikologis yang positif dalam diri individu yang ditandai dengan kepuasaan dan keinginan hidup yang lebih baik serta rendahnya perasaan negatif (Carr, 2004). Sedangkan menurut Diener & Dean (2007), kebahagiaan adalah kualitas dari keseluruhan hidup manusia dan apa yang membuat kehidupan menjadi lebih baik seperti adanya kesehatan dan pendapatan yang lebih baik.

  Seligman (2004) menyatakan kebahagiaan merupakan emosi positif yang melibatkan emosi masa lalu, emosi masa sekarang dan emosi masa depan. Emosi yang ditujukan pada masa lalu meliputi perasaan lega, kepuasaan, kedamaian, kesuksesan ; Emosi terhadap masa depan melibatkan optimisme, harapan (hope), kepercayaan (trust), keyakinan (faith) dan kepastian (confidence) ; Sedangkan emosi di masa sekarang mencakup kenikmatan (Pleasure)

  • – yang didapatkan dari kenikmatan indrawi dan Gratifikasi (Gratification) – yang didapatkan dari aktivitas- aktivitas dan membuat individu terlibat penuh dikarenakan aktivitas tersebut.

  Menurut Diener & Dean (2007), Individu dapat dikatakan memiliki kebahagiaan yang tinggi apabila ia merasa puas dengan kondisi hidupnya dan lebih sering merasakan emosi positif dibandingkan emosi yang negatif. Orang-orang yang memiliki sikap hidup bersifat pesimistis dan suka mengeluh dengan kondisi hidupnya dapat menghambat munculnya kebahagiaan (Rusydi, 2007).

  Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahawa kebahagiaan adalah emosi positif yang berasal dari keseluruhan hidup manusia yang melibatkan emosi masa lalu, emosi masa sekarang dan emosi masa depan. Individu dapat dikatakan mengalami tingkat kebahagiaan yang tinggi apabila ia merasa puas dan lebih sering merasakan emosi positif dibandingkan emosi negatif serta optimis.

2. Aspek-aspek Kebahagiaan

  Menurut Seligman (2005), aspek kebahagiaan mencakup emosi tentang masa lalu, emosi tentang masa sekarang dan emosi masa depan.

  a.

  Emosi yang ditujukan pada Masa Lalu Emosi positif mengenai masa lalu mencakup perasaan lega, kepuasan, bangga, kedamaian dan kesuksesan. Masa lalu tidak selalu menentukan masa depan seseorang. Hal itu dikarenakan bisa saja seseorang yang mengalami masa lalu yang suram mengarahkan individu untuk tidak bahagia di masa sekarang. Peristiwa di masa lalu tidak terlalu memberikan pengaruh terhadap masa depan individu yang sudah terbebas dari sikap dan pandangannya akan masa lalu. Penekanan terhadap peristiwa baik dan buruk yang berlebihan akan menurunkan ketegangan, kepuasan dan kelegaan.

  Dalam mencapai kepuasaan dan kelegaan akan masa lalu, rasa syukur dan memaafkan menjadi hal yang penting. Individu yang dapat bersyukur lebih dapat menggambarkan emosi positif akan masa lalu. Memaafkan dapat membuat peristiwa yang buruk menjadi sebuah kenangan indah akan masa lalu. Ketika individu dapat memaafkan maka lebih besar kemungkinan untuk mencapai kepuasaan hidup.

  b.

  Emosi Masa Depan Emosi Masa Depan mencakup kepercayaan (truth), kepastian (confidence), keyakinan (faith), optimisme dan harapan (hope).

  Optimisme dan harapan dapat memberikan suatu pertahanan yang lebih baik ketika dihadapkan dengan masalah-masalah. Individu yang optimis dapat dilihat dari dua hal yaitu permanen dan pervasif. 1)

  Permanen Optimisme ditandai dengan keyakinan bahwa peristiwa buruk yang terjadi hanya bersifat sementara. Orang yang optimis akan berusaha menghadapi ketidakberdayaan saat menghadapi peristiwa buruk dan berusaha memanfaatkan keberhasilan untuk bergerak lebih ke depan.

  Berbeda dengan orang yang pesimistik, mereka melihat penyebab peristiwa buruk secara permanen. Ketika berhasil, orang pesimistik dapat menganggap peristiwa tersebut hanya sebuah kebetulan.

  Temporer (Optimis) Permanen (Pesimis)

  Diet tidak berhasil apabila makan di luar Diet tidak akan pernah berhasil Kamu tidak akan mengomel apabila saya Kamu selalu mengomel membersihkan ruangan ini Saya selalu beruntung Hari ini saya beruntung Saya berbakat Saya berusaha keras Lawan saya tidak ada apa-apanya Lawan saya sedang kelelahan Saya sedang kelelahan Habislah saya Kamu tidak pernah berbicara padaku Kamu tidak pernah berbicara denganku akhir-akhir ini

  2) Pervasif : Spesifik vs Universal

  Pervasif melibatkan permasalahan mengenai apakah suatu ketidakberdayaan meliputi ke setiap situasi atau terbatas pada wilayah asalnya. Orang yang mengangap kegagalan terjadi secara universal akan menyerah di segala aspek kehidupan ketika suatu kegagalan menimpa kehidupannya. Berbeda dengan orang optimis, mereka hanya melihat ketidakmampuan dalam salah satu aspek kehidupannya (spesifik). Dan orang yang optimis akan memandang peristiwa baik secara universal.

  Temporer (Optimis) Permanen (Pesimis)

  Saya menyebalkan bagi dia Saya orang yang menyebalkan Buku ini tidak ada gunanya Semua buku tidak ada gunanya

  Pengajar ini tidak adil Semua pengajar tidak adil Saya cerdas Saya cerdas di bidang matematika Saya menarik Saya menarik bagi dirinya Pialang saya paham tentang bursa saham Pialang saya paham urusan minyak

  Harapan dapat dipengaruhi dua dimensi yaitu permanen dan universal pada peristiwa baik; sementara dan spesifik pada peristiwa buruk.

  Harapan menjadi emosi positif akan masa depan. Hal ini diterangkan melalui peristiwa baik;

  Penuh harapan Tanpa harapan

  Istri saya membuat semua orang Istri saya membuat klien saya merasa senang senang Saya berbakat Saya beruntung

  Sedangkan peristiwa buruk ;

  Penuh harapan Tanpa harapan

  Suasana hati suami saya sedang buruk Laki-laki memang penindas Saya pusing Saya bodoh Kemungkinan ini hanya benjolan Kemungkinan benjolan ini adalah kanker

  Ada metode yang telah terdokumentasikan untuk meningkatkan optimisme dan harapan. Metodenya ialah berusaha menentang pemikiran yang bersifat pemistis. Ketika kita dapat melawan pemikiran tersebut secara efektif, maka sikap menyerah dapat berubah menjadi sikap yang bersemangat.

  c.

  Emosi Masa Sekarang Aspek kebahagiaan di masa sekarang mencakup dua hal yaitu Kenikmatan (Pleasure) dan Gratifikasi (Gratification). Gratifikasi berbeda dengan kenikmatan. Kenikmatan merupakan kesenangan yang melibatkan komponen indrawi dan emosi yang jelas. Emosi positif dikaitkan dengan indera pengecap, meraba, mengerakkan tubuh, melihat dan mendengar. Meskipun kenikmatan hanya bersifat sementara, ada tiga konsep yang berkaitan dalam peningkatan kebahagiaan tersebut yaitu meresapi (savoring), kecermatan dan habituasi. Meresapi merupakan kesadaran dan memberikan perhatian kepada kenikmatan tersebut. Ada empat jenis savoring : bersyukur, menerima dan memberi pujian, takjub (lenyap dalam kekaguman) dan bermewah-mewah (memperturutkan hati dalam rasa). Kecermatan dilakukan terhadap pengalaman masa sekarang.

  Dan, kenikmatan yang bersifat habituasi tidak akan memberikan keberhasilan. Sedangkan gratifikasi didapatkan melalui aktivitas-aktivitas yang dikerjakan. Gratifikasi membuat individu terlibat penuh dan kehilangan kesadaran. Ketika individu mengerjakan aktivitas yang disukainya, maka timbul suatu kepuasan bukan kenikmatan.

3. Efek Perasaan Bahagia

  Menurut Carr (2004), ada beberapa efek yang dialami ketika orang merasa bahagia, yaitu : a.

  Produktivitas Orang-orang yang bahagia ditandai dengan puasnya terhadap pekerjaannya dibandingkan orang yang tidak bahagia. Ketika individu memiliki emosi yang positif, maka dapat menujukkan kinerja yang lebih baik dan menetapkan tujuan yang lebih tinggi.

  b.

  Umur dan Kesehatan Kebahagiaan dapat mempengaruhi kesehatan seseorang karena berdampak pada sistem imun. Orang-orang yang bahagia ditandai dengan sistem imun yang lebih baik dibandingkan orang yang tidak bahagia. Hal itu juga memengaruhi dalam memberikan efek yang penting dalam umur panjang.

  4. Faktor yang memengaruhi Kebahagiaan Menurut Seligman (2005), terdapat beberapa faktor-faktor yang memengaruhi kebahagiaan seseorang, yaitu : a.

  Uang Bagi seseorang, kekayaan dapat memiliki dampak terhadap kebahagiaan.

  Di negara- negara yang miskin, kekayaan dapat membuat seseorang lebih bahagia. Ketika kemiskinan terjadi, kepekaan seseorang terhadap kebahagiaan menjadi lebih rendah. Namun, di negara yang makmur, kekayaan tidak terlalu berdampak terhadap kebahagiaan seseorang. b.

  Pernikahan Kebahagiaan memiliki hubungan yang erat dengan pernikahan. Pernikahan dapat memberikan keuntungan yang dapat membahagiakan seseorang.

  Melalui pernikahan, seseorang dapat memiliki anak, keintiman psikologis dan fisik serta menjalankan perannya sebagai pasangan dan orang tua (Carr, 2004). Pada budaya individualistis, hidup dengan orang lain memiliki hubungan terhadap kebahagiaan. Berbeda dengan budaya kolektivis, hubungan tersebut berdampak pada kebahagiaan yang lebih rendah.

  c.

  Kehidupan sosial Kebahagiaan berkaitan dengan kemampuan bersosialisasi yang tinggi.

  Orang yang bahagia akan menjalani kehidupan sosial yang memuaskan karena lebih banyak bersosialisasi daripada menghabiskan waktu sendirian.

  d.

  Emosi negatif Seiringnya bertambah usia, kepuasaan hidup sedikit mengalami peningkatan. Melemahnya afek positif dan afek negatif yang tidak berubah.

  e.

  Kesehatan Kondisi kesehatan objektif tidak terlalu berkaitan dengan kebahagiaan.

  Namun, persepsi partisipantif kita mengenai seberapa sehat diri kita yang menjadi hal penting. Orang-orang yang hanya memiliki satu masalah penyakit ringan tidak berarti menyebabkan ketidakbahagiaan. Sedangkan orang-orang yang memiliki lima atau lebih dalam masalah kesehatan dapat merasakan kurangnya bahagia.

  f.

  Pendidikan, iklim, Ras dan Jenis Kelamin Kebahagiaan tidak terlalu berkaitan dengan empat hal ini. Kecerdasan dan ras tidak terlalu memengaruhi kebahagiaan seseorang, tingkat kebahagiaan juga tidak memiliki perubahan sesuai iklim, dan jenis kelamin memiliki hubungan yang tidak konsisten terhadap kebahagiaan.

  g.

  Agama Orang-orang yang bahagia dan puas terhadap kehidupannya ditandai orang yang religius dibandingkan orang-orang yang tidak religius. Keagamaan dapat memberikan harapan akan masa depan dan menciptakan makna dalam kehidupan. Adanya harapan akan masa depan dan keyakinan agama dapat menjadi sebuah landasan untuk meningkatkan kebahagiaan dan melawan keputusasaan.

B. LANJUT USIA

1. Pengertian Lanjut Usia

  Masa Lanjut usia dimulai dari periode perkembangan yang bermula saat usia 60 tahun sampai kematian. Masa ini ditandai dengan adanya penyesuaian diri dengan berkurangnya kekuatan dan kesehatan, masa pensiun serta perubahan sosial (Santrock, 2002). Lanjut usia dibagi ke dalam dua kategori yaitu masa dewasa akhir yang dimulai dari usia 60-75 tahun dan masa usia sangat tua yang dimulai dari usia 75 tahun sampai meninggal dunia (Newman & Newman, 2006).

  Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lanjut usia ke dalam tiga bagian yaitu : lanjut usia (60-74tahun) ; lanjut usia tua (75-90 tahun) ; dan usia sangat tua (90 tahun ke atas). Sedangkan menurut UU no.13 tahun 1998 pasal 1 ayat (2), (3), (4) tentang kesehatan menyatakan bahwa individu yang dinyatakan sebagai lanjut usia adalah seseorang yang sudah mencapai usia lebih dari 60 tahun.

  Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa lanjut usia adalah individu yang sudah berusia 60 tahun ke atas yang ditandai dengan beberapa perubahan yaitu perubahan sosial, fisik dan ekonomi.

2. Perubahan pada Lanjut Usia

  Menurut Hutapea (2005), individu yang memasuki masa lanjut usia ditandai dengan beberapa karakteristik, yaitu: a.

  Perubahan fisik Pada masa lanjut usia, seseorang akan mengalami beberapa perubahan dan penurunan fisik yaitu:

  1) Perubahan sistem imun tubuh yang menyebabkan seseorang menjadi rentan terhadap penyakit,

  2) Kemampuan mencerna dan menyerap makanan menurun,

  3) Permasalahan pada istem saraf seperti respon lamban dan kepekaan indera yang menurun,

  4) Perubahan fleksibilitas pada persendian,

  5) Energi yang dikeluarkan oleh tubuh mengalami penurunan b.

  Perubahan psikososial Perubahan yang dirasakan lanjut usia yang sudah tidak produktif untuk bekerja sehingga sulit untuk melakukan kontak sosial bersama teman- temannya lagi. Anak-anak yang mulai meninggalkan rumah juga dapat membuat lanjut usia merasa kesepian, perasaan tidak aman, mudah bingung dan depresi (Partini, 2011).

  c.

  Perubahan ekonomi Lanjut usia mulai bergantung kepada keluarganya ketika dirinya tidak mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari dikarenakan tidak memiliki pekerjaan atau sudah menjalani masa pensiun. Terkadang, ketergantungan tersebut dapat membuat para Lanjut Usia mulai kehilangan perasaan bangga dan kewibawaannya (Partini, 2011).

3. Living Arrangments (Pengaturan pola kehidupan)

  Dalam memasuki masa usia lanjut, biasanya individu, dihadapkan kepada pengaturan pola kehidupan/ tempat tinggal. Adapun beberapa pola hidup atau tempat tinggal bagi lanjut usia, yaitu (Newman & Newman, 2006): a.

  Tinggal/ Hidup sendiri.

  Salah satu pola hidup yang dialami para lanjut usia adalah tinggal sendiri. Meningkatnya pola hidup sendiri terjadi pada lanjut usia yang berumur 75 tahun dan lanjut usia yang lebih tua. Di kanada, jumlah lanjut usia yang tinggal sendiri hampir sama banyak dengan eropa. Mayoritas lanjut usia yang tinggal sendirian adalah wanita. Tetapi pola kehidupan ini masih jarang terjadi pada keluarga yang multigenerasi, misalnya Singapore. Umumnya, Di negara asia, para lanjut usia masih tinggal bersama anak dan cucu yang berkisar sekitar 60-90 persen (Kinsela &Vekoff dalam Newman, 2006).

  b.

  Pilihan tempat tinggal alternatif Berbagai bentuk perumahan mulai dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan khusus bagi populasi yang mengalami penuaan. Perumahan- perumahan ini dirancang untuk memungkinkan para lanjut usia untuk mendapatkan perawatan yang diperlukan tanpa harus mengorbankan kebebasan dan kehormatan. Beberapa lanjut usia yang tidak mampu untuk bertahan hidup mandiri secara sepenuhnya mungkin membutuhkan fasilitas seperti bentuk-bentuk perumahan ini.

  c.

  Migrasi antarnegara Kebanyakan orang dewasa yang sudah tua (sekitar 90%) memilih untuk tetap tinggal di rumah mereka meskipun anak-anaknya sudah pindah dan pasangannya meninggal. Tetapi, ternyata banyak orang dewasa yang melakukan imigrasi ke lingkungan baru untuk menjalani kehidupan mereka. Alasan-alasan yang memungkin individu untuk melakukan imigrasi adalah iklim yang hangat, tekanan inflasi, biaya hidup yang rendah dan sebagainya. d.

  Institusi perawatan Kekurangan dukungan sosial dari keluarga menjadi salah satu faktor yang berkaitan dengan peningkatan kebutuhan layanan dari panti jompo.

  Kebanyakan orang-orang yang beresiko untuk tinggal di panti jompo adalah orang yang tidak memiliki pasangan atau anggota keluarga yang dapat memenuhi kebutuhan sehari-harinya dan memilliki kesehatan yang buruk. Seiringnya usia, kemungkinan untuk tinggal di institusi pewatan semakin meningkat. Rentang usia individu yang tinggal di panti jompo adalah usia 65-74 tahun (sebanyak 13%) ; usia 75-84 tahun (sebanyak 35%) dan usia 85 tahun keatas (sebanyak 51%) (U.S.Census Bureau, 2004b dalam Newman, 2006).

4. Konsekuensi dan Keuntungan Lanjut Usia tinggal sendiri

  Menurut Ratriana Yuliastuti (2009), Terdapat beberapa konsekuensi dan keuntungan bagi para Lanjut Usia yang mempertimbangkan untuk tinggal sendiri.

  Adapun keuntungan ketika lanjut usia memilih untuk bertempat tinggal di rumah sendiri ialah dapat mempertahankan relasi dengan tetangga dan dapat menjaga kerahasiaan sendiri dibandingkan tinggal bersama anak dan cucu. Sedangkan konsekuensi-konsekuensi yang harus dipertimbangkan ketika tinggal sendiri ialah lanjut usia dapat merasa kesepian, penghasilan, dukungan sosial dan ketakutan menjadi korban kejahatan.

  

C. GAMBARAN KEBAHAGIAAN PADA LANSIA YANG TINGGAL

SENDIRI

  Kebahagiaan adalah keadaan dimana seseorang lebih sering merasakan emosi yang positif dan rendahnya perasaan negatif. Seseorang akan bahagia jika dirinya

  • – sendiri memiliki keyakinan dan keinginan untuk hidup yang lebih baik lagi. Orang orang yang bahagia cenderung menunjukkan adanya optimisme, terbuka, mampu mengendalikan diri dan menghargai diri sendiri (Myers dalam Rusydi, 2007).

  Kebahagiaan memberikan pengaruh terhadap suatu domain yaitu kesehatan dan umur yang panjang (Carr, 2004). Lanjut usia yang harus menghadapi beberapa perubahan yang terjadi di dalam hidupnya yaitu salah satunya perubahan living

  

arrangement (pola pengaturan tempat tinggal). Salah satu pola hidup yang dialami

  oleh lanjut usia adalah tinggal sendiri (Newman &Newman, 2006). Ketika lanjut usia memilih pola hidup sendiri, ada beberapa konsekuensi

  • –konsekuensi yang menyertainya yaitu lanjut usia dapat merasa kesepian, kurangnya dukungan sosial, takut menjadi korban kejahatan dan adanya masalah penghasilan. Konsekuensi- konsekuensi tersebut mengarah kepada emosi yang negatif. Dalam menghadapi konsekuensi-konsekuensi tersebut, individu yang pesimis akan menghambat munculnya kebahagiaan (Rusydi, 2007). Kebahagiaan dibutuhkan oleh lanjut usia yang tinggal sendiri dimana emosi yang positif dapat berperan dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan yang terjadi sehingga dirinya dapat menikmati hari-harinya (Hurlock, 1999). Orang-orang yang memiliki tingkat emosi yang positif yang lebih tinggi dapat dilihat dari indikator dari kebahagiaan (Seligman, 2005).

D. PARADIGMA TEORITIS LANJUT USIA YANG TINGGAL SENDIRI

   MEMPENGARUHI Successful Aging LANJUT USIA

  Tinggal sendiri Konsekuensi : Kesepian Kurang dukungan sosial Masalah penghasilan Ketakutan jadi korban kejahatan Takut kecelakaan

  Ketidakbahagiaan Kebahagiaan

  (Seligman, 2004) Emosi positif Masa Lalu : Kepuasaan Kelegaan Kedamaian Kesuksesan Kebanggaan

  Emosi positif Masa Sekarang: Gratifikasi Kenikmatan

  Emosi positif Masa Depan : Optimisme Keyakinan diri Keyakinan Kepercayaan Harapan

  Produktivitas Kesehatan