Jurnal Mitra Pendidikan (JMP Online)

  JMP Online Vol 2, No. 4, 404-415. © 2018 Kresna BIP.

  Jurnal Mitra Pendidikan (JMP Online) e-ISSN 2550-0481

   p-ISSN 2614-7254

  PEMANFAATAN SIMULATOR DALAM MENINGKATKAN PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN BERNAVIGASI TARUNA AKADEMI PELAYARAN NIAGA INDONESIA Cahya Fajar Budi Hartanto Akademi Pelayaran Niaga Indonesia

  INFORMASI ARTIKEL ABSTRAK

  Dikirim : 12 April 2018 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Revisi pertama : 16 April 2018 pemanfaatan simulator terhadap peningkatan pengetahuan Diterima : 17 April 2018 dan keterampilan bernavigasi taruna Akpelni. Hipotesis Tersedia online : 30 April 2018 penelitian ini adalah bahwa pembelajaran dengan menggunakan simulator dinilai akan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan taruna dalam bernavigasi. Kata Kunci : Akademi Pelayaran, Navigasi, Simulator Penelitian dilakukan selama dua tahun dengan mengevaluasi hasil ujian akhir dari program pelatihan simulator untuk taruna pada tahun akademik 2015/2016 dan

  Email : fajar@akpelni.ac.id 2016/2017. Untuk menguji pengetahuan, taruna diberikan soal ujian tertulis dan untuk menguji keterampilan, taruna harus menyelesaikan skenario di simulator. Dari hasil ujian tahun akademik 2015/2016 didapatkan nilai rata-rata ujian teori 70,54 dan ujian praktik 68,85. Sedangkan untuk tahun akademik 2016/2017 didapatkan nilai rata-rata ujian teori 78,24 dan ujian praktek 68,13. Dari hasil tersebut disimpulkan bahwa inovasi dalam pendidikan kepelautan dengan praktek simulator sebagai salah satu model pembelajaran adalah sangat baik, namun proses pembelajaran di kelas dengan sistem konvensional masih

  • tetap diperlukan karena memegang peranan sekitar 22 32%.

  PENDAHULUAN Latar Belakang

  Kampanye

  “Go To Sea” yang dicanangkan oleh International Maritime

Organization (IMO) sejak tahun 2008 dan digaungkan kembali pada tahun 2010, telah

  mendongkrak pendidikan kepelautan di Indonesia. Hal ini terlihat dari tingginya minat lulusan Sekolah Menengah Atas untuk melanjutkan studi di pendidikan tinggi kepelautan. Peningkatan minat tersebut juga didorong oleh pencanangan program Presiden Republik Indonesia Ir. H. Joko Widodo untuk membangkitkan kembali kejayaan Indonesia sebagai poros maritim.

  Seiring dengan peningkatan minat tersebut, maka harus diiringi pula dengan peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan (diklat) kepelautan. Salah satu perubahan yang signifikan yaitu dengan diberlakukannya kewajiban memiliki simulator di setiap lembaga diklat kepelautan. Hal itu sejalan dengan ketentuan Internasional yang tertuang dalam

  Seafarers’ Training, Certification, and

Watchkeeping (STCW) Code 1978 beserta amandemennya, khususnya pada Section A-

I/12 tentang standar pemakaian simulator sebagai sarana pembelajaran dan pengujian.

  Namun, terlepas dari sekedar sebuah kewajiban memenuhi ketentuan, tentu akademi pelayaran sebagai pendidikan vokasi memiliki kewajiban untuk mencetak lulusan yang siap diserap oleh dunia kerja. Dengan demikian pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki lulusan harus sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. Adapun kompetensi yang diharuskan bagi seorang lulusan akademi pelayaran, dalam hal ini dari program studi Nautika, dikelompokkan ke dalam empat fungsi yaitu navigation, cargo handling and

  

stowage, controlling the operation of the ship and care for persons on board, dan

radio communications . Pembelajaran dengan simulator diperlukan untuk seluruh

  fungsi. Bahkan mulai akhir tahun 2017, Dewan Penguji Keahlian Pelaut (DPKP) Kementerian Perhubungan juga telah melaksanakan ujian keahlian pelaut secara komprehensif dengan menggunakan simulator. Namun karya tulis ini hanya fokus membahas pemanfaatan bridge simulator yang memberikan gambaran nyata keadaan seperti di anjungan sebuah kapal, untuk meningkatkan kompetensi yang tergabung dalam fungsi navigasi.

  Akademi Pelayaran Niaga Indonesia (Akpelni) sebagai salah satu lembaga diklat kepelautan di Indonesia yang telah mendapat Approval dari Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, juga tidak lepas dari ketentuan penggunaan simulator. Ada banyak jenis simulator yang kemudian dipasang di Akpelni, antara lain simulator anjungan kapal, simulator mesin kapal dan beberapa simulator peralatan navigasi lainnya. Simulator-simulator tersebut digunakan untuk menunjang proses pembelajaran tujuh fungsi di dalam STCW Code. Tentu harapannya dengan belajar di simulator, maka mahasiswa (selanjutnya disebut taruna) akan memiliki pengetahuan dan keterampilan sebagaimana yang dipersyaratkan. Namun, kemudian muncul sebuah pertanyaan, betulkah pembelajaran dengan pendekatan dunia kerja yang disimulasikan tersebut, akan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan peserta didik. Untuk itulah diperlukan sebuah penelitian yang komprehensif terkait dengan pemanfaatan simulator dalam meningkatkan pengetahuan dan keterampilan taruna sehingga kemudian akan didapatkan sebuah masukan yang bermanfaat bagi pengembangan lembaga diklat kepelautan di Indonesia.

  Rumusan Masalah

  Dikarenakan keterbatasan sumber daya dan agar pembahasan lebih fokus, maka penulis membatasi ruang lingkup hanya pada fungsi navigasi dengan menggunakan simulator anjungan kapal dan dilaksanakan di Akpelni. Sementara itu, berdasarkan uraian pada latar belakang, maka permasalahan yang ada dirumuskan dengan pertanyaan penelitian sebagai berikut : a.

  Bagaimana pemanfaatan simulator dalam pembelajaran di Akpelni? b.

  Seberapa besar pengaruh penggunaaan simulator dalam meningkatkan pengetahuan taruna pada fungsi navigasi? c.

  Seberapa besar pengaruh penggunaaan simulator dalam meningkatkan keterampilan taruna pada fungsi navigasi?

  Tujuan Penelitian

  1) Untuk mengetahui sejauh mana pemanfaatan bridge simulator dalam pembelajaran di Akpelni.

  2) Untuk mengetahui besarnya pengaruh penggunaan simulator dalam meningkatkan pengetahuan taruna pada fungsi navigasi.

  3) Untuk mengetahui besarnya pengaruh penggunaan simulator dalam meningkatkan keterampilan taruna pada fungsi navigasi.

  Manfaat Penelitian

  1) Bagi lembaga diklat kepelautan, setelah membaca tulisan ini akan semakin mengerti tentang pentingnya mengoptimalkan pembelajaran dengan menggunakan simulator agar dicapai hasil yang maksimal.

  2) Bagi pembaca di luar kalangan insan maritim, penulisan ini diharapkan membuka wawasan tentang penyelenggaraan pendidikan yang lebih mengedepankan proses pemahaman dan keterampilan lulusan.

  3) Bagi penulis, penulisan ini merupakan sarana untuk pengembangan keilmuan khususnya dalam menuangkan ide kreatif secara ilmiah.

KAJIAN PUSTAKA

  Pengetahuan, keterampilan, dan perilaku adalah tiga elemen penting dalam sebuah pembelajaran. Ketiganya harus dapat diwujudkan dalam sebuah program pembelajaran yang efektif. Pada diklat kepelautan diketahui telah banyak metode yang digunakan untuk mencapai hal tersebut. Namun, seiring dengan perkembangan teknologi, maka penggunaan teknologi di dalam proses pembelajaran tidak dapat dielakkan lagi, termasuk pemanfaatan teknologi simulator.

  Seorang perwira pelayaran niaga yang kompeten harus mampu melaksanakan serangkaian tugas baik dalam operasional kapal secara normal maupun dalam situasi yang tidak diperkirakan sebelumnya. Dia harus mampu mengambil keputusan yang tepat, membuat skala prioritas, dan bekerjasama dalam tim secara efektif. Hal tersebut memerlukan lingkungan belajar yang mampu mewujudkan situasi sebagaimana pada keadaan sesungguhnya. Oleh karena itulah, pemakaian simulator dinilai tepat untuk menyediakan model pembelajaran dimana ketiga elemen pembelajaran dapat diintegrasikan melalui sebuah pengalaman belajar.

  Menurut modul IMO Model Course 6.10 (2012), setidaknya ada empat elemen yang saling terkait dalam pembelajaran dengan simulator. Keempat elemen itu adalah peralatan simulator, program pelatihan, peserta didik, dan instruktur. Keempat elemen tersebut saling tergantung satu dengan yang lain sehingga proses pembelajaran di simulator perlu dipersiapkan dengan baik agar hasilnya maksimal. Simulator sendiri adalah sebuah sarana yang mendekati replica asli dari peralatan, sistem, fenomena, atau proses, yang pada umumnya dilengkapi dengan sebuah model matematika atau algoritma. Simulator disiapkan dengan kondisi awal yang memungkinkan terjadinya sebuah prediksi, visualisasi, dan pengontrolan seiring dengan perubahan waktu serta mudah dilakukan penyesuaian kondisi dan parameter. Simulator telah digunakan pada berbagai konteks seperti simulasi teknologi untuk optimasi kinerja, rekayasa keselamatan, pengetesan, pelndidikan dan pelatihan, serta permainan. Pemanfaatan simulator kapal untuk mendemonstrasikan kompetensi dijelaskan pada STCW 2010 sebagai salah satu metode penilaian. Untuk itu, penggunaan simulator harus mendapat pengesahan (Approval) dari Administration selaku pihak yang berwenang.

  Sebuah simulator apapun jenisnya, minimal memiliki 3 area penting, yaitu : 1)

  

Server Station ; 2) Instructor Station; dan 3) Trainee Station. Berdasarkan International

Marine Simulators Forum (IMSF) , pembagian jenis simulator adalah sebagai berikut :

  a.

  Jenis simulator berdasarkan fungsi dasarnya, yaitu Bridge Operation, Machinery

  Operation , Radio Communication, Liquid Cargo Handling, Dry Cargo and Ballast Handling , Dynamic Positioning, Safety and Security, dan VTS Operations. Pada

  setiap jenis simulator tersebut, peserta dapat dilatih sesuai dengan materi yang hendak disampaikan dan kompetensi yang hendak dicapai. Satu dengan yang lain tidak saling terkait karena memang berbeda jenis.

  b.

  Jenis simulator berdasarkan tingkatan/level kemampuannya, yaitu Class A (Full Mission) , Class B (Multi-Task), Class C (Limited Task), dan Class S (Special Task).

  Pada setiap jenis simulator, peserta dapat dilatih secara bertahap mulai dari model yang paling sederhana dengan hanya mengoperasikan satu perangkat tertentu di anjungan atau kamar mesin, hingga mengerjakan tugas yang kompleks di simulator dengan misi lengkap dimana terdapat seluruh perangkat seperti layaknya di kapal.

  STCW 1978 beserta amandemennya telah menetapkan standar performa simulator untuk setiap tingkatan kompetensi dan tanggung jawab, baik level manajemen, operasional, maupun pendukung/ support. Tabel kompetensi pada STCW telah menjelaskan secara detail pengetahuan dan keterampilan yang harus dikuasai serta metode dan kriteria untuk membuktikannya. Pada kolom metode, simulator adalah salah satu yang disebutkan sebagai metode untuk mendemonstrasikan kompetensi. Untuk memenuhi standar tersebut, maka ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi antara lain : a.

  Simulator harus memiliki model untuk minimal 10 jenis kapal yang berkarakteristik sesuai dengan kapal sesungguhnya, baik itu ukuran, tenaga, dan gerakan realistis sesuai dengan efek hidrodinamika akibat pengaruh angin, arus, dan alun. Tipe yang direkomendasikan adalah Bulk Carriers Handy Size dan Panamax Size,

  Containership , Coaster, Ro-Ro/Car Carrier, Tanker, Super Tanker, dan Very Large Crude Carrier .

  b.

  Simulator harus mampu menampilkan setidaknya 20 target kapal yang berbeda tipe. c.

  Simulator harus memiliki minimal 8 area geografis internasional termasuk laut terbuka dan area dengan lalu lintas pelayaran yang padat. Area yang direkomendasikan adalah Dover Straits, Singapore Straits, Malacca Straits,

  Gibraltar Straits , Approaches to New York, Approaches to Rotterdam/ Flushing, Bisan Seto/ Kanmon Kaikyo , St. Lawrence River, Entrance to Mississipi River/ approaches to Houston , dan Open Sea.

  Selain itu, ada spesifikasi teknis yang harus dipenuhi yaitu terkait dengan visualisasi, kemampuan simulator, ruang kemudi/anjungan kapal, dan yang tidak kalah pentingnya adalah kemampuan instruktur dalam mengoperasikan atau mengendalikan simulator.

  Lebih jauh, STCW Code, Section A-1/12 menyebutkan bahwa seluruh pihak terkait di dalam proses pembelajaran harus memastikan bahwa simulator yang digunakan harus memenuhi kriteria agar dapat memenuhi tujuan pembelajaran dan/ atau pengujian. STCW memungkinkan pemanfaatan simulator sebagai sarana pembelajaran dan pengujian, tepatnya pada : a.

  Regulation-I/6 – Training and Assessment Regulasi ini meminta seluruh pihak memastikan pembelajaran dan pengujian pelaut sesuai dengan STCW Code A dan semua instruktur serta asesor memiliki kualifikasi dan kompeten melaksanakan tugasnya.

  b.

  Section A-I/6 – Training and Assessment (Mandatory)

  Bagian ini mensyaratkan bahwa jika pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan simulator, maka instruktur yang terlibat harus sudah menerima petunjuk teknis pemakaian simulator dan memiliki cukup pengalaman menggunakan simulator pada jenis yang dipakai. Demikian juga jika asesmen dilakukan dengan simulator, maka asesor haruslah orang yang berpengalaman menguji dengan simulator.

  c.

  Section B-I/6 – Guidance regarding Training and Assessment

  Bagian ini memberikan petunjuk tentang bagaimana memenuhi kewajiban pada Code A dengan memberikan IMO Model Course.

  d.

  Regulation-I/12 – Use of Simulators Regulasi ini merupakan landasan hukum bagi standar simulator yang digunakan dalam pembelajaran dan pengujian serta proses sertifikasi.

  e.

  Section A-I/12 – Standards governing the Use of Simulators (Mandatory)

  Bagian ini terdiri dari 2 sub-bagian, yakni sub-bagian 1, mengatur tentang standar performa simulator yang dapat digunakan untuk pembelajaran dan pengujian, serta sub-bagian 2, mengatur tentang diskusi dan persiapan para instruktur dan asesor sebelum menggunakan simulator, termasuk desain dan uji coba scenario latihan sebelum dipakai.

  f.

  Section B-I/12 – Guidance regarding Use of Simulators

  Bagian ini berisi panduan penggunaan simulator Radar/ARPA untuk mencapai tujuan pembelajaran. Beberapa pelatihan yang dapat dilakukan adalah Team

  Training , Operator Training, Decision Training, Procedure Training, Maintenance Training , Trouble Shooting, Special Operations.

  Adapun tahapan yang ditempuh dalam melaksanakan pembelajaran dengan simulator adalah : 1) briefing; 2) planning; 3) simulation exercise; dan diakhiri dengan 4) debriefing. Diharapkan dengan metode pelatihan yang tepat, akan dihasilkan pula perwira pelaut yang handal dan profesional.

  Penelitian Terdahulu

  Telah banyak penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa penggunaan simulator dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Salman (2013) dalam disertasinya di World Maritime University menyatakan pentingnya penggunakan simulator untuk meningkatkan kompetensi para Nakhoda dan perwira jaga. Simulator sebagai sarana pembelajaran memiliki beberapa keuntungan untuk mengajarkan keadaan riil seperti navigasi dalam berbagai kondisi cuaca, belajar menyelesaikan masalah dan mengambil keputusan, serta meminimalkan terjadinya kesalahan operasional di kapal. Perkovic dkk (2013) menyatakan bahwa penggunaan simulasi maritim yang terintegrasi dapat digunakan untuk menghadirkan keadaan nyata yang mungkin terjadi di laut ke dalam proses pembelajaran, misalnya bagaimana mengolah gerak dan mengendalikan kapal saat terjadi pencemaran atau polusi di laut. Hontvedt (2014) dalam thesis doktoralnya di University of Oslo memaparkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa simulator sangat berpotensi untuk menjembatani antara pendidikan dan dunia kerja. Melalui pembelajaran di simulator, dapat diamati bagaimana peserta didik berinteraksi satu dengan yang lain saat menghadapi setiap situasi yang ada sebagaimana dalam keadaan riil.

  Namun, bagaimanapun baiknya pembelajaran simulator, tetap ada kelemahan atau kekurangannya. Sulaiman dkk. (2011) menyebutkan bahwa meskipun pemakaian simulator itu baik untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, namun masih ada keterbatasan pada simulator yang masih perlu dibenahi. Misalnya bawha simulator perlu dikembangkan dengan mengintegrasikan berbagai disiplin ilmu agar kualitas pembelajaran menjadi semakin efektif. Sellberg (2017) menyatakan bahwa penelitian terkait pelatihan maritim berbasis simulator masih sangat sedikit atau terbatas. Bahkan penelitian yang sudah adapun memiliki sedikit sekali data empiris sebagai pendukung. Hasil penelitian yang menyatakan bahwa pembelajaran dengan simulator sangat menguntungkan tersebut, belum banyak diimplementasikan. Sehingga hal ini masih menyimpan potensi risiko keselamatan bagi dunia industri pelayaran, jika pembelajaran di simulator tidak dilaksanakan dengan kualitas yang tepat.

  Berdasarkan dua kelompok penelitian tersebut, menunjukkan bahwa masih ada

  

research gap yang merupakan peluang bagi dilaksanakannya sebuah penelitian lain

  untuk membuktikan bagaimana pemanfaatan pembelajaran dengan menggunakan simulator, khususnya di Indonesia. Itulah yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian ini, dengan meneliti hasil ujian akhir peserta pelatihan simulator di kampus Akpelni Semarang.

  METODE PENELITIAN Waktu Pelaksanaan Penelitian

  Analisis data penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2017 sampai dengan Januari 2018.

  Prosedur Pengumpulan Data

  Sumber data pada penelitian ini adalah sumber data primer yaitu langsung dari

  • – taruna yang telah menyelesaikan proses pembelajaran bridge simulator pada semester

  IV. Metode pengumpulan data dilakukan dengan mengambil langsung nilai hasil ujian simulator pada akhir tahun akademik 2015/2016 dan 2016/2017. Ujian simulator dilakukan dengan dua metode yaitu ujian tulis dan ujian praktek di simulator.

  Populasi dan Sampel

  Populasi pada penelitian ini adalah seluruh taruna program studi Nautika yang masuk Akpelni tahun 2014 dan 2015, atau di Akpelni disebut dengan sebutan angkatan 50 dan 51. Angkatan 50 mengikuti ujian simulator di akhir tahun akademik 2015/2016, sedangkan angkatan 51 di akhir tahun akademik 2016/2017. Dikarenakan jumlah taruna Nautika angkatan 50 sebanyak 185 dan angkatan 51 sebanyak 180, maka diambil metode sampel jenuh, dimana data diambil dari keseluruhan populasi (Sugiyono, 2010).

  Teknik Analisis Data a.

  Uji Kualitas Instrumen Uji kualitas instrumen diperlukan untuk memastikan bahwa instrumen penelitian memiliki validitas sebagai alat uji. Analisis faktor yang digunakan adalah metode

  Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy (KMO-MSA) dengan nilai > 0,5 dan Loading Factor (Component Matrix) > 0,4 (Ghozali, 2013).

  b.

  Analisis Deskriptif Analisis ini menggunakan deskripsi variabel dengan penyajian nilai-nilai statistik yang kemudian ditarik beberapa kesimpulan penelitian.

  HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian

  Penelitian ini menggunakan simulator merk Transas tipe Navi-5000. Simulator anjungan yang dipasang di Akpelni merupakan simulator kelas A atau Full Mission

  

Bridge Simulator dengan tampilan visual 225°. Setelah menerima pembelajaran selama

  1 tahun, maka di akhir proses pelatihan dilaksanakan ujian dalam bentuk tertulis dan praktek. Nilai ujian tertulis dan nilai ujian praktek untuk 2 tahun akademik kemudian dianalisis dan hasilnya sebagaimana dipaparkan pada penelitian ilmiah ini.

  Hasil Uji Kualitas Instrumen

  Pada pengujian validitas instrumen, didapatkan hasil sebagai berikut : Tabel 1.

  KMO and Bartlett’s Test

Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy 0.592

Approx. Chi-Square 32.145

  

Df

  6 Bartlett’s Test of Sphericity

  Sig. 0.000

  Sumber : Hasil Penelitian, diolah (2018)

  1.1 Jumlah 185 100 Sumber : Hasil Penelitian, diolah (2018)

  8.1 Jumlah 185 100 Sumber : Hasil Penelitian, diolah (2018)

  4

  2.2

  40

  6

  3.2

  55

  54

  29.2

  70

  106

  57.3

  85

  15

  Tabel 5. Deskripsi Nilai Ujian Praktek Angkatan 50

  Nilai Ujian Frekuensi Persentase

  Nilai Ujian Frekuensi Persentase

  25

  4

  2.2 40 – 54

  1

  0.5

  55

  80

  43.2

  70

  98

  53.0 85 – 99

  2

  25

  Tabel 4. Deskripsi Nilai Ujian Teori Angkatan 50

  Tabel 2. Component Matrix Variable Component

  70.00

  Teori (Angkatan 50) 0.808 Praktek (Angkatan 50) 0.725 Teori (Angkatan 51) 0.764 Praktek (Angkatan 51) 0.764

  Sumber : Hasil Penelitian, diolah (2018)

  Hasil Uji Analisis Deskriptif

  Adapun pada pengujian deskriptif statistik, didapatkan hasil sebagai berikut :

  Tabel 3. Hasil Uji Deskriptif Statistik

Statistic Data Teori 50 Praktek 50 Teori 51 Praktek 51

Mean

  70.54

  68.85

  78.24

  68.13 Median

  70.00

  70.00

  78.00

  66.00 Mode

  70.00

  90 Sumber : Hasil Penelitian, diolah (2018)

  78.00

  64.00 Std. Deviation

  10.59

  8.34

  8.82

  8.70 Minimum

  25

  34

  45

  49 Maximum

  93

  86

  97

  • – 39
  • – 54
  • – 69
  • – 84
  • – 99
  • – 39
  • – 69
  • – 84

  Tabel 6. Deskripsi Nilai Ujian Teori Angkatan 51

  Nilai Ujian Frekuensi Persentase

  45

  2

  1.1

  • – 55

  56

  12

  6.7

  • – 66 67 – 77

  70

  38.9

  78

  77

  42.8

  • – 88

  89

  19

  10.5

  • – 99 Jumlah 180 100

  Sumber : Hasil Penelitian, diolah (2018)

  Tabel 7. Deskripsi Nilai Ujian Praktek Angkatan 51

  Nilai Ujian Frekuensi Presentasi

  45

  11

  6.1

  • – 55

  56

  82

  45.6

  • – 66

  67

  58

  32.2

  • – 77

  78

  26

  14.4

  • – 88

  89

  3

  1.7

  • – 99 Jumlah 185 100

  Sumber : Hasil Penelitian, diolah (2018)

  Pembahasan

  Berdasarkan hasil uji validitas sebagaimana tampak pada tabel 1 dan 2, dapat dilihat bahwa instrumen pengujian, dalam hal ini soal tes tertulis dan soal ujian praktek merupakan alat uji yang valid. Hal tersebut dapat dilihat pada nilai KMO-MSA sebesar 0.592 (lebih besar dari 0.5) dan nilai loading factor/component matrix yang lebih besar dari 0.4.

  Berdasarkan hasil pengujian deskriptif statistik sebagaimana disajikan pada tabel 3, dapat diketahui bahwa nilai rata-rata pada tes tertulis atau ujian teori selalu lebih baik daripada ujian praktek. Jika kriteria kelulusan menggunakan passing grade dari Dewan Penguji Keahlian Pelaut (DPKP), dimana nilai diatas 70 dapat dinyatakan lulus, maka taruna Akpelni memiliki pengetahuan yang cukup, tetapi secara keterampilan masih harus ditingkatkan karena secara rerata belum mencapai standar minimal.

  Jika dilihat sepintas dari tren antara kedua tahun tersebut, maka nilai tahun akademik 2016/2017 pada ujian teori lebih baik daripada tahun akademik 2015/2016. Sedangkan pada nilai ujian praktek justru mengalami sedikit penurunan. Hal ini bisa dilihat pada nilai rerata (mean), nilai tengah (median), dan nilai yang sering muncul

  

(mode) . Namun, kita tidak bisa serta-merta mengatakan demikian, jika dilihat dari nilai

  terendah dan tertingginya. Tampak bahwa terjadi peningkatan yang cukup signifikan terutama pada nilai terendah. Hal ini berarti dapat dikatakan bahwa tingkat pemahaman dan keterampilan taruna dalam bernavigasi sudah cukup baik dan terus meningkat. Namun, pada sebagian besar taruna masih ditemui kelemahan pada penguasaan materi khususnya secara praktek. Dari hasil evaluasi selama dua tahun, dapat disimpulkan bahwa penguasaan secara teori atau pengetahuan taruna usai mengikuti pembelajaran dengan simulator dinilai sudah cukup baik, permasalahannya adalah pada penguasaan praktek atau keterampilan. Ini menunjukkan bahwa pembelajaran dengan simulator yang diyakini dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan tersebut, masih terdapat celah yang bisa diperbaiki dalam rangka meningkatkan keterampilan taruna khususnya dalam hal bernavigasi. Untuk dapat mengetahui secara lebih detail, maka pada tabel 4, 5, 6, dan 7 disajikan deskripsi nilai ujian teori dan nilai ujian praktek, baik untuk angkatan 50 maupun 51.

  Melihat dari hasil ujian teori maupun praktek bagi taruna yang telah selesai mengikuti pembelajaran di simulator sebagaimana tampak pada tabel-tabel tersebut, maka lembaga diklat, dalam hal ini Akpelni, perlu melakukan evaluasi terhadap proses pembelajaran simulator untuk dapat meningkatkan kualitas taruna di masa mendatang. Beberapa telaah yang dilakukan mendapati faktor-faktor yang turut berperan dalam proses pembelajaran ini yaitu :

  1. Instruktur dan Teknisi Faktor ini menjadi kunci dalam kesuksesan program pembelajaran simulator. IMO

  Model Course 6.10 (2012) menyatakan bahwa seiring dengan pergeseran model

  dari teacher centred menjadi learner centred, maka peran intruktur juga bergeser dari penguasa keseluruhan proses belajar menjadi fasilitator, manajer, pengorganisir, pemandu, motivator, evaluator, bahkan memiliki peran psikologis dalam pendampingan. Keahlian yang dipersyaratkan bagi instruktur antara lain memiliki sikap/ attitude sebagai pengajar yang baik, memiliki keterampilan teknis operasional simulator, memiliki pengetahuan dan pengalaman terkait materi ajar, dan mampu menghilangkan blok antara instruktur dengan peserta diklat untuk membangun kepercayaan dari para peserta diklat. Instruktur juga harus didampingi oleh teknisi yang memiliki loyalitas pada proses pembelajaran karena instruktur belum tentu menguasai seluruh hal terkait detail teknis alat simulator. Oleh karena itu, untuk memastikan terlaksananya proses pembelajaran yang lancar di simulator, maka kehadiran teknisi yang handal memiliki peran penting.

  2. Kesiapan Teknis Alat Simulator Alat simulator yang memenuhi persyaratan kualifikasi merupakan syarat mutlak untuk mendukung tercapainya kompetensi peserta diklat. Seluruh komponen yang ada di anjungan dan digunakan dalam bernavigasi, harus juga terpasang dan beroperasi di dalam simulator. Meskipun tombol yang ada disimulasikan dengan

  mouse-click pada layar monitor, tetapi efek yang dihasilkan harus menampakkan

  sebagimana keadaan aslinya. Tanpa alat yang baik, niscaya proses pembelajaran juga tidak akan lancar.

  3. Kurikulum dan Skenario Sebaik apapun alatnya, jika kurikulum dan skenario pembelajaran tidak dipersiapkan dengan baik, maka semuanya itu menjadi tidak berguna. Kurikulum merupakan rancangan pembelajaran yang harus dipersiapkan sebelumnya dengan baik sehingga memiliki panduan yang jelas. Skenario juga perlu diuji coba sebelum dibakukan dan kemudian dilaksanakan. Setiap instruktur harus patuh untuk menjalankan skenario tersebut.

4. Motivasi Taruna

  Lepas dari seluruh kesiapan faktor pendukung, motivasi taruna merupakan faktor yang tidak dapat dilupakan. Taruna harus dikondisikan benar-benar siap belajar dan berlatih, bukan sedang memasuki area permainan. Motivasi mereka untuk menguasai kompetensi yang harus dimiliki harus ditumbuhkan setiap saat sehingga ada antusiasme yang tinggi saat belajar dengan menggunakan simulator.

  KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

  Untuk menjawab pertanyaan penelitian dan memenuhi tujuan penulisan sebagaimana diajukan pada Bab II penelitian ilmiah ini maka penulis mengambil beberapa simpulan sebagai berikut : a.

  Pemanfaatan bridge simulator di Akpelni sudah cukup baik. Hal ini terbukti dari adanya program pelatihan simulator yang dijadwalkan khusus di luar jadwal kuliah dan diakhiri dengan pengujian untuk menilai hasil belajar. Penelitian membuktikan bahwa pembelajaran navigasi di kelas konvensional masih memegang peranan sebesar 22 – 32%.

  b.

  Penggunaan simulator dalam meningkatkan pengetahuan taruna pada fungsi navigasi telah cukup baik. Hal ini terbukti dari nilai ujian teori pada dua tahun terakhir telah mencapai nilai ketuntasan dan bahkan meningkat dari tahun akademik 2015/2016 ke tahun 2016/2017.

  c.

  Penggunaan simulator dalam meningkatkan keterampilan taruna pada fungsi navigasi belum memberikan hasil yang memuaskan. Hal ini terlihat pada pencapaian rerata nilai ujian praktek yang masih di bawah 70 dan bahkan mengalami sedikit penurunan dari tahun sebelumnya.

  Saran

  Perlu peningkatan pada faktor yang ikut berperan yaitu instruktur dan teknisi, kesiapan teknis alat simulator, kurikulum dan skenario, serta motivasi taruna. Keempat faktor tersebut harus dianalisis lebih lanjut untuk mengetahui besarnya peranan masing-masing terhadap peningkatan pengetahuan dan keterampilan taruna dalam bernavigasi.

  Penelitian ini memiliki keterbatasan yakni hanya dilakukan di Akpelni dan tidak ada nilai pre-test sebagai pembanding dengan nilai post-test untuk mengukur peningkatan pengetahuan dan keterampilan secara lebih akurat. Untuk itu, masih ada peluang mengembangkan penelitian ini dengan memperluas cakupan area penelitian, misalnya dengan melihat hasil pembelajaran di simulator pada kampus maritim/ pelayaran lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

  Ghozali, I. 2013. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program ISBM SPSS 21, edisi 7, Semarang, BP Universitas Diponegoro. Hontvedt, M. 2014. Simulations in Maritime Training, A Video Study of the Socio-

  Technical Organisation of Ship Simulator Training , Oslo, Department of Education – Faculty of Educational Sciences. International Maritime Organization, 2012. Train the Simulator Trainer and Assessor Model Course 6.10 , London, CPI Group (UK) Ltd. Perkovic, M., Harsch R., Suban V., Vidmar P., Nemec D., Muellenhoff O., & Delgado L., 2013.

  ‘The Use of Integrated Maritime Simulation for Education in Real Time’, ResearchGate/ Pub.228912986, p. 461 – 478.

  Salman, A.K.M.D.W. 2013.

  ‘The Importance of Using Ship Bridge Simulation Training to Enhance the Competency of Masters and Watch-officers : A Case Study of the Iraqi Dredging Fleet’, The Maritime Commons : Digital Respository of the World Maritime University , Sweden, WMU.

  Sellberg, C. 2017.

  ‘Simulators in Bridge Operation Training and Assessment : A Systematic Review and Qualitative Synthesis’, WMU J Marit Affairs, no. 16, p.

  247 – 263. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Administrasi. Bandung, CV. Alfabeta. Sulaiman, O., Saharuddin A.H., K ader A.S.A, 2011, ‘Utilization of Simulation for

  Training Enhancement’, International Journals of Humanities and Social Science , vol. 1 no. 3 p. 204

  • – 2014.