Hukum Acara dan Praktik Peradilan Pidana

  Hukum Acara dan Praktik Peradilan Pidana

  Kontrak Perkuliahan

  1. Toleransi keterlambatan;

  2. Absensi minimal 80%;

  3. Tidak hadir dengan menggunakan ijin dianggap masuk, maksimal dua kali berturut-turut;

  4. Sepatu;

  5. Bawa KUHAP;

  Time Line Pokok Bahasan Pokok Bahasan Pendahuluan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Pihak-pihak HAP Asas-asas HAP Penuntutan Penyidikan Penyelidikan dan Persidangan Pemeriksaan

  Time Line Pokok Bahasan Praktik Peradilan Pokok Bahasan 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 Analisis Perkara Pidana Berkas Berkas Perkara Sidang I Persidangan Sidang II

  Ruang Lingkup Mata Kuliah

  Mata kuliah ini memiliki beban 4 SKS dan berjudul “Hukum Acara dan Praktik Peradilan Pidana”.

  Mata kuliah ini merupakan transformasi dari mata kuliah “Hukum Acara Pidana” dan “Praktik Peradilan Pidana” yang masing-masing memiliki beban 3 SKS. Berdasarkan namanya, maka mata kuliah ini sebagian secara teoritis dan sebagian lagi adalah praktik.

  Hukum Acara Pidana Indonesia

  Tercatat, Bangsa Indonesia sudah mengenal model yang kemudian disebut dengan hukum acara pidana jauh sebelum pemerintahan kolonial Belanda masuk ke Indonesia.

  Hukum Acara Pidana Indonesia secara teoritik dipengaruhi oleh hukum kolonial, namun dalam praktik mencitrakan jati diri bangsa Indonesia.

  Hukum Indonesia Sebelum Kolonial

  1. Berlaku hukum adat yang terpisah dari satu adat dengan adat yang lain;

  2. Tidak ada pembedaan hukum publik dan hukum privat;

  3. Telah terdapat lembaga-lembaga seperti polisi, jaksa, hakim dll

  Pada Masa Kolonial

  1. Tahun 1747 VOC merencanakan membuat peraturan organisasi peradilan pribumi;

  2. Tahun 1846 diundangkan AB, RO, BW, WvK;

  3. Tahun 1848 diundangkan IR;

  4. Tahun 1927 diberlakukan RBG;

  5. IR diganti dengan HIR tahun 1941;

  Pada Masa Pendudukan Jepang

  Pada era pendudukan Jepang tidak banyak struktur peraturan perundang-undangan yang diubah kecuali nama yang dipergunakan.

  1. HIR dan RBG tetap berlaku;

  2. Penghapusan pengadilan untuk golongan Eropa;

  Hukum Indonesia Setelah Kemerdekaan

  1. Terjadi Unifikasi Hukum Acara Pidana dengan diberlakukannya UU Nomor 1 (drt) 1951;

  2. Berlaku HIR untuk wilayah Jawa dan Madura, sedangkan di luar itu berlaku RBG;

  3. Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

  Hukum Kolonial dan Hukum Nasional

  Pasca kemerdekaan, negara baru ini mencari bentuk yang sesuai dengan cita pendiri bangsa dan tentunya sesuai dengan ciri bangsa Indonesia. Hukum kolonial di nasionalisasi menjadi hukum nasional, tujuannya sederhana untuk menghindari adanya kekosongan aturan.

  Istilah KUHAP

  Sebutan kitab tidak ditujukan pada undang- undangnya melainkan ditujukan pada sifat kodifikasinya. Di dalam KUHAP secara lengkap meliputi pengertian keseluruhan acara pidana dari tingkat penyidikan sampai pelaksanaan putusan hakim, bahkan sampai peninjauan kembali (herziening).

  

Kitab Undang-Undang sebagai ciri

Negara Civil Law System

  Indonesia terpaku pada ciri negara Civil Law System yang antara lain adalah kitab kodifikasi.

  Dalam praktik dan perkembangannya, ciri kodifikasi sudah melenceng jauh dari struktur perundang- undangan, khususnya hukum pidana di Indonesia, sehingga perlu di tinjau ulang, apakah Indonesia

  Definisi Hukum Acara Pidana menurut Van Bemellen

  • Kumpulan ketentuan hukum yang mengatur negara terhadap adanya dugaan terjadinya pelanggaran pidana;
  • Untuk mencari kebenaran melalui alat-alatnya;
  • Dengan diperiksa di persidangan; dan diputus oleh hakim;

  Menurut Van Apeldoorn

  Peraturan yang mengatur cara bagaimana pemerintah menjaga kelangsungan pelaksanaan hukum pidana materiil (Lihat van Apeldoorn, 2005: 335)

  Menurut Bambang Poernomo

  • Dalam arti sempit, kumpulan peraturan tentang proses pelaksanaan hukum acara pidana;
  • Dalam arti luas, kumpulan peraturan pelaksanaan hukum acara pidana ditambah dengan peraturan lain yang berkaitan dengan itu;
  • Dalam arti sangat luas, ditambah dengan peraturan tentang alternatif jenis pidana.

  Fungsi Hukum Acara Pidana

  Hukum Acara Pidana sebagai salah satu instrumen dalam sistem peradilan pidana pada pokoknya memiliki fungsi utama yaitu:

  1. Mencari dan menemukan kebenaran;

  2. Pengambilan keputusan oleh hakim, dan

  3. Pelaksanaan daripada putusan yang telah diambil itu.

  Tujuan Hukum Acara Pidana

  Tujuan Hukum Acara Pidana untuk Mencari dan menemukan kebenaran materiil Kebenaran materiil yaitu kebenaran yang selengkap- lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara

  Kedudukan Hukum Acara Pidana

  Hukum Acara Pidana termasuk dalam lingkup ilmu hukum pidana positif, bersanding dengan hukum pidana materiil dan pelaksanaan hukum pidana. Hukum pidana formil atau hukum acara pidana adalah bagian tak terpisahkan dari mempelajari hukum pidana positif sebagai satu kesatuan.

  Kedudukan Hukum Acara Pidana dalam Ilmu Hukum

  Asas-Asas Umum

  Asas-asas Umum di dalam Hukum Acara Pidana sebetulnya tidak secara nyata tergambar dan disepakati oleh para ahli dalam Hukum Acara Pidana. Bahkan secara teoritis, asas atau prinsip dalam hukum acara pidana tidak ada.

  Asas umum ini berlaku dan mendasari pasal-pasal yang ada di dalam KUHAP, atau sebetulnya sebaliknya,

  Asas-Asas Umum (lanjutan)

  Lain halnya dengan asas-asas di dalam Hukum Pidana. Secara teoritis dapat dikaji keberadaan prinsip legalitas, prinsip kesalahan, prinsip penyertaan, perbarengan tindak pidana sampai dengan prinsip alasan pemaaf dan alasan pembenar dalam menuntut pelaku tindak pidana.

  Di dalam Hukum Acara Pidana Indonesia, antara satu literatur dengan literatur lainnya tidak sama dalam

  Asas-Asas Umum (lanjutan)

  Di dalam penjelasan umum KUHAP disebutkan, bahwa prinsip-prinsip yang kemudian dijabarkan oleh literatur-literatur Hukum Acara Pidana Indonesia tersebut adalah prinsip dalam perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, bukan prinsip Hukum Acara Pidana. Akan tetapi, salah satu landasan filosofis diundangkannya KUHAP adalah memang, untuk

  Asas-Asas Umum (lanjutan) Terdapat 10 Prinsip di dalam Penjelasan Umum KUHAP, yaitu:

  1. Perlakuan yang sama dihadapan hukum;

  2. Perintah tertulis dalam setiap tindakan;

  3. Praduga tidak bersalah;

  4. Ganti rugi dan rehabilitasi;

  5. Peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan;

  6. Bantuan hukum;

  

7. Penjelasan kepada tersangka/ terdakwa pasal yang

1. Equality before the law

  Ide dasar dari prinsip ini adalah, bahwa setiap orang diperlakukan sama di hadapan hukum tanpa ada pengecualian, tanpa melihat perbedaan kedudukan, status sosial dan lain sebagainya.

  Seperti halnya asas-asas sebelumnya, secara umum prinsip ini sudah diatur dalam Pasal 5 ayat (1) UU 14/ 1970 (sekarang diatur dalam Pasal 4 ayat (1) UU 48/ 2009)

2. Perintah Tertulis

  Segala tindakan yang dilakukan, baik penyelidik, penyidik maupun penuntut umum haruslah dilaksanakan atas dasar perintah tertulis. Tidak hanya berhenti pada perintah tertulis, namun setiap tindakan yang dilakukan harus dilaporkan dalam berita acara tindakan. Hal ini bertujuan untuk menghindarkan kesewenang-

3. Praduga tak Bersalah

  Presumption of Innocence secara kasar dapat diterjemahkan, bahwa seseorang tidak boleh dinyatakan bersalah berdasarkan praduga. Harus dibuktikan sampai diputus oleh pengadilan.

  Dengan kata lain, seseorang harus dinyatakan tidak bersalah sampai ada putusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap.

4. Ganti Rugi dan Rehabilitasi

  Prinsip ini untuk melindungi kepentingan masyarakat jika ternyata terdapat kesalahan dalam proses hukum acara pidana. Prinsip ini sudah dikenal dalam Pasal 9 UU 14/ 1970 (sekarang diatur dalam Pasal 9 UU 48/ 2009) Lihat Pasal 95 dst KUHAP.

  Akan tetapi, mengenai ganti rugi dan rehabilitasi

  5. Peradilan Cepat, Sederhana dan Biaya Ringan

Asas ini sudah dirumuskan di dalam Pasal 4 ayat (2) UU

14/ 1970 (saat ini ada di dalam Pasal 4 ayat (2) UU 48/ 2009).

Asas ini menjiwai pasal-pasal dalam KUHAP diantaranya

mengenai:

  1.Batas waktu penahanan: Pasal 24 - 29

  2.Hak-hak tersangka dan terdakwa: Pasal 50

6. Bantuan Hukum

  

Tidak hanya di dalam KUHAP, prinsip ini merupakan prinsip

umum yang diatur dalam konvensi internasional tentang hak sipil dan politik. Prinsip umum tentang bantuan hukum adalah:

  1.Dapat didampingi di semua tingkat pemeriksaan (Pasal 54);

  2.Dapat memilih sendiri penasihat hukumnya (Pasal 55);

3.Wajib diberikan bantuan hukum secara cuma-cuma untuk

7. Akusatoir dan Inkusatoir

  

Tersangka/ terdakwa wajib diberitahukan oleh pemeriksa

tentang pasal yang disangkakan/ didakwakan kepadanya.

  Dalam hukum acara pidana dikenal asas akusator (aqusatoir) dan asas inkusator (inquisatoir).

  Perbedaannya adalah: Akusator: pemeriksaan dengan meletakkan tersangka/ terdakwa sebagai subjek pemeriksaan; Inkusator: pemeriksaan dengan meletakkan tersangka/

8. Pemeriksaan Langsung

  Prinsip pemeriksaan terdakwa secara langsung dengan kehadiran terdakwa (in presentia). Selain kepada terdakwa, pemeriksaan secara langsung dilakukan terhadap saksi.

  Lihat Pasal 153 ayat (2) Pemeriksaan persidangan dapat dilakukan tanpa hadirnya terdakwa (in absentia) dalam tindak pidana

9. Persidangan Terbuka untuk Umum

  Pada prinsipnya persidangan harus terbuka untuk umum, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 153 ayat (3) KUHAP. Konsekuensi apabila persidangan tidak dilakukan terbuka untuk umum adalah, batalnya putusan demi hukum (Pasal 153 ayat (4) KUHAP) Sidang dinyatakan tertutup untuk perkara anak-anak

  10. Pengawasan Pelaksanaan Putusan Pengadilan

  Di dalam KUHAP terdapat lembaga baru yang disebut dengan Hakim Pengawas dan Pengamat (KIMWASMAT) yang berwenang untuk mengawasi pelaksanaan putusan pengadilan dan mengamati jalannya proses pembinaan di dalam lembaga pemasyarakatan.

  KIMWASMAT hanya memiliki yurisdiksi atas

  Pembaharuan Prinsip

  Diantara 10 prinsip atau asas umum yang diadopsi sebagai prinsip umum hukum acara pidana, hampir seluruhnya memerlukan peninjauan ulang mengingat perubahan masyarakat sedemikian besarnya sehingga prinsip-prinsip yang melandasi pasal-pasal secara filosofis tidak menjangkau penjabaran makna pasal-pasal tersebut. Selain itu, prinsip-prinsip tersebut secara tidak

  Daftar Bacaan

  1. Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, 1996

  2. Bambang Poernomo, Pokok-pokok Tata Acara

  Peradilan Pidana Indonesia dalam Undang-Undang RI No. 8 Tahun 1981, 1993

  3. E. Utrecht, disadur dan direvisi Moh. Saleh Djindang, Pengantar dalam Hukum Indonesia, 1989

  Daftar Bacaan (lanjutan)

  5. M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan

  Penerapan KUHAP: Penyidikan dan Penuntutan,

  2008

  6. Pontang Moerad, Pembentukan Hukum Melalui

  Putusan Pengadilan dalam Perkara Pidana, 2005

  7. R. Achmad S. Soema Di Pradja, Pokok-Pokok

  Hukum Acara Pidana Indonesia, 1981