Respon Pertumbuhan Beberapa Hasil Persilangan (F1) Tanaman Jagung (Zea mays L.) Terhadap Cekaman Salinitas Garam (NaCl) Melalui Media Kultur Hara Chapter III V

18

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian

ini dilakukan di Rumah Kaca dan Laboratorium Kultur

Jaringan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan
ketinggian ± 32 m di atas permukaan laut, pada bulan Maret-April 2017.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah turunan F1 hasil
persilangan beberapa tetua tanaman jagung (Zea mays L.) sebagai bahan tanaman
yang akan diseleksi. Bahan-bahan lainnya ialah aquades, NaOH 1N , HCl 1N ,
stayrofoam, pasir, larutan hematoxilin, tisu, kertas label, rockwall, lakban, dan
larutan cekaman NaCl (50 ppm atau 1,050 gr dan 100 ppm atau 2,1 gr) masingmasing dilarutkan dalam 500 ml aquades, Komposisi larutan hara yang digunakan
mengacu pada Ohki (1987) yaitu 0.24 mM NH4NO3, 0.03 mM (NH4)2.SO4, 0.088
mM K2SO4, 0.38 mM KNO3, 1.27 mM Ca(NO3)2.4H2O, 0.27 mM
Mg(NO3)2.4H2O, 0.14 mM NaCl, 6.6 μM H3BO3, 5.1 μM MnSO4.4H2O, 0.61 μM
ZnSO4.7H2O, 0.16 μM CuSO4.5H2O, 0.1 μM Na2Mo7.7H2O, 45 μM FeSO4.7H2OEDTA yang dilarutkan dalam 1 liter aquades.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat ukur kadar garam

adalah Electro Conductivity Meter untuk mengukur DHL tanah salin, bak
kecambah ukuran 25x35cm untuk pengecambahan benih jagung, magnetic stirrer,
hot plate, gelas erlenmeyer, gelas ukur, pengaduk gelas (sundip), botol duran
schoot, timbangan analitik, jangka sorong, pH meter portable AD-110,
thermometer, mikroskop, mesin dan selang aerator, gunting, kamera digital, dan
alat lainnya yang mendukung penelitian ini.

Universitas Sumatera Utara

19

Rancangan Penelitian
Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan
dua faktor. Faktor pertama adalah penggunaan turunan F1 hasil persilangan
beberapa tetua tanaman jagung dengan 5 turunan yaitu :
PA : Populasi F1 Hasil Persilangan Tetua Lokal x Cimmyt (NEI 9008 x CLA 46)
PB : Populasi F1 Hasil Persilangan Tetua Cimmyt x Lokal (CLA 84 x NEI 9008)
PC : Populasi F1 Hasil Persilangan Tetua Cimmytx Lokal (CLA 106 x NEI 9008)
PD : Populasi F1 Hasil Persilangan Tetua Cimmyt x Cimmyt (CLA 16 x CLA 84)
PE : Populasi F1 Hasil Persilangan Tetua Cimmyt x Lokal (CLA 84 x P1027)

Faktor kedua adalah perbedaan konsentrasi larutan Garam (NaCl), dengan
tiga taraf perlakuan, yaitu:
G0 : Kontrol (tanpa penambahan larutan NaCl)
G1 : Larutan NaCl 50 ppm
G2 : Larutan NaCl 100 ppm
Sehingga terdapat 15 kombinasi perlakuan setiap perlakuan diulang
sebanyak tiga kali. Setiap ulangan terdiri atas 4 tanaman sehingga terdapat 180
tanaman.
PAG0

PBG0

PCG0

PDG0

PEG0

PAG1


PBG1

PCG1

PDG1

PEG1

PAG2

PBG2

PCG2

PDG2

PEG2

Jumlah ulangan


:3

Jumlah plot

:9

Jumlah tanaman/plot

: 20

Jumlah sampel/plot

: 20

Jumlah tanaman sampel seluruhnya : 180
Jumlah tanaman seluruhnya

: 180

Universitas Sumatera Utara


20

Model linear matematik yang digunakan adalah sebagai berikut :
Yijk = µ + Fi + Bj + (FB)ij + rk +εijk
Keterangan :
Yijk = nilai pengamatan, turunan F1 ke-i, perlakuan garam (NaCl) ke-j
µ = rataan umum
Fi = pengaruh turunan F1 ke-i
Bj = perlakuan garam (NaCl) ke-j
(FB)ij = pengaruh interaksi turunan F1 ke-i dan perlakuan garam (NaCl) ke-j
Rk = pengaruh ulangan ke-k
εijk = galat percobaan
Pelaksanaan Penelitian
Pembuatan Larutan
Pembuatan larutan stok dilakukan dengan menimbang bahan – bahan
kimia yang sesuai dengan komposisi larutan hara Ohki (1987), yaitu 0.24 mM
NH4NO3, 0.03 mM (NH4)2.SO4, 0.088 mM K2SO4, 0.38 mM KNO3, 1.27 mM
Ca(NO3)2.4H2O, 0.27 mM Mg(NO3)2.4H2O, 0.14 mM NaCl, 6.6 μM H3BO3, 5.1
μM MnSO4.4H2O, 0.61 μM ZnSO4.7H2O, 0.16 μM CuSO4.5H2O, 0.1 μM

Na2Mo7.7H2O, 45 μM FeSO4.7H2O-EDTA. Kemudian dilarutkan dengan 1 liter
akuades dan diaduk menggunakan magnetic stirrer sampai homogen (sampai
bening) kemudian dimasukkan ke dalam botol duran schoot dan disimpan dalam
lemari es. Untuk larutan stok cekaman yaitu dengan menimbang NaCl (50 ppm
atau 1,050 gr dan 100 ppm atau 2,1 gr) dan dilarutkan dengan akuades hingga
volume masing-masing konsentrasi 500 ml. Dan diaduk dengan magnetic stirrer
hingga homogen.

Universitas Sumatera Utara

21

Pembuatan Media Pasir
Pembuatan media pasir dilakukan pada bak kecambah dengan ukuran 25 x
35 cm, dengan tujuan untuk mengecambahkan benih tanaman jagung sebelum
ditanam pada media kultur hara.
Penanaman pada Media Pasir
Benih turunan F1 hasil persilangan beberapa tetua tanaman jagung
dikecambahkan pada media pasir selama 6 hari. Selama proses pengecambahan
media disiram pagi dan sore hari sampai media menjadi lembab.

Persiapan Media Tumbuh Kultur Hara
Media tumbuh kultur hara Stayrofoam ukuran 60x40x15 cm, dengan
volume aquades 7 L atau dengan ketinggian 3,5 cm, kemudian dilapisi dengan
plastik warna putih dengan tebal sesuai dengan kebutuhan agar tidak bocor saat
pengaplikasian kultur hara. Disiapkan aerator yang membantu ketersediaan
oksigen dalam air. Stayrofoam di gunakan sebagai penopang pada tumbuh
tegaknya tanaman jagung diatas permukaan air. Dan rockwall untuk membalut
tanaman agar dapat berdiri tegak di dalam stayrofoam.
Pembuatan Larutan Media Kultur Hara
Media tanam disiapkan dengan ditambahkan aquades sebanyak 7
L/stayrofoam pada media, lalu mengisi larutan hara sebanyak 50 ml per
stayrofoam. Perlakuan konsentrasi NaCl ditambahkan pada larutan hara setelah
proses pengapungan dalam larutan hara selama 7 hari sesuai dengan konsentrasi
yang digunakan yaitu ditambahkan 166,7 ml/stayrofoam. pH dari larutan kultur
hara diukur dengan menggunakan pH meter dan diatur hingga pH 8. Apabila pH

Universitas Sumatera Utara

22


diatas 8 maka pH diturunkan dengan menggunakan HCl 1N dan apabila pH
kurang dari 8 maka dinaikkan dengan menggunakan larutan NaOH 1N.
Pengukuran pH Larutan Media Kultur Hara
Apabila pH diatas 8 maka pH diturunkan dengan menggunakan HCl dan
apabila pH kurang dari 8 maka dinaikkan dengan menggunakan larutan NaOH.
Air yang hilang akibat transpirasi diganti dengan menambahkan aquades agar
jumlah larutan tetap 7 L dengan pH tetap dipertahankan sekitar 8.0 selama
tanaman dipelihara dengan menggunakan pH meter portable AD-110. Media
tanam siap untuk diberikan perlakuan cekaman setelah 7 hari.
Penanaman pada Media Kultur Hara
Benih jagung yang telah disemai menggunakan media pasir hingga
berumur 7 hari setelah semai (HSS) kemudian dipindahkan pada media kultur
dengan memilih bibit yang memiliki pertumbuhan bagus dan diusahakan
kecambah digunakan yang seragam. Pindah tanaman bibit jagung dilakukan
dengan cara memisahkan bibit dari media tanam dan kulit benih yang masih
menempel serta mencuci akar hingga bersih. Pangkal batang bibit jagung
kemudian dibungkus menggunakan rockwall dan diapungkan pada media kultur
yang telah diberi penyangga stayrofoam.
Parameter Pengamatan
Tinggi Tanaman (cm)

Pengukuran tinggi tanaman dilakukan pada saat bibit berumur 7 hari
(pengecambahan di media pasir) dan pada 3 minggu setelah perlakuan (MSP) di
media kultur hara. Tinggi tanaman diukur mulai pangkal batang sampai daun
terpanjang dari tanaman jagung menggunakan penggaris.

Universitas Sumatera Utara

23

Panjang Akar (cm)
Panjang akar didapatkan setelah mengukur panjang akar terpanjang
tanaman jagung sebelum dan sesudah ditanam pada media kultur hara dengan
menggunakan benang dan penggaris pada 3 MSP.
Panjang Akar Relatif (%)
Panjang akar relatif dihitung setelah didapatkan nilai panjang akar. Nilai
PAR yang didapatkan nantinya akan digunakan untuk mendapatkan nilai
toleransi, pada Sirait (2016) dan dilakukan perhitungan dengan rumus sebagai
berikut :
PAR =


PANaCl1ii
x 100 %
PANaCl i

Keterangan :
a. PANaCl ii = panjang akar pada media dengan konsentrasi garam
b. PANaCl i = panjang akar pada media dengan konsentrasi garam 0 ppm
Pertambahan Panjang Akar (cm)
Pertambahan panjang akar didapatkan dengan mengukur terlebih dahulu
panjang akar awal (PAA) yaitu panjang akar pada 7 HST pada penanaman di
media pasir dan sesudah perlakuan pada media kultur hara pada 3 MSP dengan
menggunakan benang dan penggaris. Dihitung selisih antara panjang akar setelah
diberi perlakuan dan sebelum diberi perlakuan.
Pertambahan Panjang Akar Relatif (%)
Pertambahan panjang akar relatif dihitung setelah didapatkan nilai panjang
akar sebelum penanaman di media kultur hara (media pasir) dan sesudah
penanaman di media kultur hara pada 3 MST. Nilai PPAR yang di dapatkan

Universitas Sumatera Utara


24

nantinya akan digunakan untuk mendapatkan nilai toleransi, dan dilakukan
perhitungan Sirait (2016) dengan rumus sebagai berikut :
PPAR = PANaCl ii - PAA x 100%
PANaCl i - PAA
Keterangan :
a. PANaCl ii = panjang akar pada media dengan konsentrasi garam
b. PANaCl i= panjang akar pada media dengan konsentrasi tanpa garam
c. PAA = panjang akar sebelum ditanam pada media kultur hara
Bobot Basah Tajuk (g)
Pengamatan bobot basah tajuk dilakukan dengan menimbang tajuk
menggunakan timbangan analitik.
Bobot Basah Akar (g)
Pengamatan bobot basah akar dilakukan dengan menimbang akar
menggunakan timbangan analitik.
Bobot Kering Tajuk (g)
Bobot kering tajuk diamati pada 3 MSP setelah pemberian perlakuan.
Tajuk tanaman jagung dikeringkan menggunakan oven pada suhu 70 0C selama
2x24 jam, kemudian ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik.
Bobot Kering Tajuk Relatif (%)
Bobot kering tajuk relatif dapat dihitung setelah didapatkan nilai bobot
tajuk. Nilai bobot kering tajuk relatif nantinya akan digunakan untuk
mendapatkan nilai toleransi, Sirait (2016) dan dilakukan perhitungan sebagai
berikut :
BKTR = BKTNaCl ii x 100%
BKTNaCl i

Universitas Sumatera Utara

25

Keterangan :
a. BKTNaCl ii = bobot tajuk pada media dengan konsentrasi garam
b. BKTNaCl i = bobot tajuk pada media dengan konsentrasi garam 0 ppm
Bobot Kering Akar (g)
Bobot akar diamati pada 3 MSP setelah pemberian perlakuan. Akar
tanaman jagung dikeringkan menggunakan oven pada suhu 700C selama 2x24
jam, kemudian ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik.
Bobot Kering Akar Relatif (%)
Bobot kering akar relatif diamati setelah 3 MSP dengan memotong bagian
akar kemudian ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik baik yang
mengandung NaCl maupun tanpa NaCl. Nilai bobot kering akar relatif nantinya
akan digunakan untuk mendapatkan nilai ketenggangan. Sirait (2016), dilakukan
perhitungan sebagai berikut :
BKAR = BKARNaCl ii x 100 %
BKARNaCl i
Keterangan :
a. BKARNaCl ii = bobot akar pada media dengan konsentrasi garam
b. BKARNaCl i = bobot akar pada media dengan konsentrasi garam 0 ppm
Rasio Akar Tajuk
Nilai rasio akar tajuk didapatkan dengan membandingkan bobot kering
tajuk dan bobot kering akar. Sirait (2016), nilai rasio akar tajuk dapat diperoleh
dengan rumus :
Rasio Akar Tajuk =

Bobot Kering Tajuk Tanaman
Bobot Kering Akar Tanaman

Universitas Sumatera Utara

26

Volume Akar (ml)
Volume akar didapatkan setelah 3 MSP dengan memasukkan akar
masing-masing populasi ke dalam gelas ukur.Dimasukkan air ke dalamnya dan
dihitung selisih air setelah dimasukkan akar dan sebelum dimasukkan akar. Sirait
(2016) :
Volume Akar = X2 – X1
Keterangan :
X2 = volume air setelah dimasukkan akar
X1 = volume awal air
Diameter Sebaran Akar (cm)
Diameter sebaran akar didapatkan setelah 3 MSP dengan cara mengukur
akar dari sudut ujung paling kanan ke ujung akar yang paling kiri. Akar diletakkan
terurai lalu diukur dengan menggunakan penggaris.
Pewarnaan Hematoxilin
Pewarnaan hematoksilin dapat digunakan sebagai indikator awal pengaruh
keracunan pada akar muda dalam larutan hara. Hematoksilin menjadi biru ketika
membentuk komplek dengan cekaman, sehingga penetrasi dan retensi ion dalam
akar dapat dinilai (Pujiwati et al., 2016).
Penampang Melintang Akar
Penampang melintang akar didapatkan setelah 3 MSP akar pada sampel
populasi yang masih muda diberikan larutan hematoxilin. Diiris tipis akar tersebut
secara melintang dan diletakkan pada preparat lalu teteskan air dan diamati pada
mikroskop dengan ukuran lensa perbesaran 10x100 (Lubis, 2014).

Universitas Sumatera Utara

27

Indeks Sensitivitas Cekaman (ISC)
Penetapan kriteria toleran dan peka menggunakan indeks sensitivitas (S)
berdasarkan peubah yang diamati. Kriteria toleransi: toleran jika S < 0,5; agak
toleran jika nilai 0,5 < S ≤ 1; peka jika nilai S ≥ 1. (Pujiwati et al., 2016), yakni:
S = (1-Y/Yp) / (1-X/Xp)
Keterangan :
S : indeks sensitivitas cekaman
Y : rata-rata nilai suatu genotip pada kondisi tercekam
Yp: rata-rata nilai suatu genotip pada kondisi tidak tercekam
X : rata-rata nilai seluruh genotip pada kondisi tercekam
Xp: rata-rata nilai seluruh genotip pada kondisi tidak tercekam
Analisa Data
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis ragam pada α = 1%
dan 5%. Sidik ragam menggunakan fasilitas software CoHort costat application .
Analisis ragam digunakan untuk melihat keragaman yang ada pada suatu
populasi. Jika perlakuan berpengaruh nyata berdasarkan analisis ragam
dilanjutkan dengan pengujian beda nilai tengah antar perlakuan dengan Uji
Wilayah Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5% menggunakan STAR
(Statistical Tool for Agricultural Research). Menurut buku perancangan percobaan
hal(28) menyatakan bahwa jika H0 ditolak maka perlu dilakukan dengan uji beda
rataan (Bangun, 2008).

Universitas Sumatera Utara

28

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Berdasarkan hasil uji Duncan pengaruh faktor pertama (populasi F1) dan
pengaruh faktor kedua (konsentrasi NaCl) terhadap respon pertumbuhan jagung
beberapa populasi F1 berpengaruh nyata pada beberapa variabel pengamatan.
Namun, interaksi antara keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap seluruh
variabel pengamatan.
Tabel 1. Hasil Analisis Ragam Gabungan Variabel Pengamatan pada
Beberapa Populasi F1 Jagung terhadap Cekaman Garam (NaCl)
di Media Kultur Hara
Nilai Rataan

Populasi F1
KT
KT
KT
Genotip Lingkungan Genotip*Lingkungan
106,19 **
8,96
18,25
0,08 **
0,001
0,004
3,42 **
0,04
0,06
0,019 **
2,82
9,025
0,04 **
0,001
0,001
582,86
300,83
192
1199,86
246,53
255,70
0,13 *
0,004
0,06
0,72
0,67
0,66
0,57 **
0,02
0,04
1613,18 **
116,95
30,53
0,5 **
0,05
0,02
426,78
53,33
50,25

Variabel Pengamatan
Tinggi Tanaman 3 MSP
Bobot Basah Akar
Bobot Basah Tajuk
Bobot Kering Akar
Bobot Kering Tajuk
Bobot Kering Akar Relatif
Bobot Kering Tajuk Relatif
Rasio Akar Tajuk
Sebaran Akar
Volume Akar
Panjang Akar 3 MSP
Pertambahan Panjang Akar
Panjang Akar Relatif
Pertambahan Panjang Akar
Relatif
4,09
0,12
2,68
Diameter Epidermis
0,007
0,01
0,005
Diameter Korteks
0,035
0,16 *
0,02
Diameter Stele
0,03
0,034
0,01
Keterangan : * = Berpengaruh nyata pada taraf 0,05; ** = Berpengaruh nyata pada
taraf 0,01; KT =Kuadrat Tengah
Lingkungan berpengaruh nyata pada variabel diameter korteks. Interaksi

lingkungan dan genotip tidak berpengaruh nyata pada semua variabel. Populasi F1

Universitas Sumatera Utara

29

jagung (Tabel 1.) memiliki nilai data paling tinggi pada beberapa karakter
pengamatan yaitu pada karakter tinggi tanaman 3 MSP, panjang akar 3 MSP,
pertambahan panjang akar, bobot basah akar, bobot basah tajuk,bobot kering akar,
bobot kering tajuk, volume akar dan ratio akar tajuk. Artinya pada karakter
pengamatan tersebut, dipengaruhi nyata oleh faktor genotipnya. Sedangkan
pengamatan karakter lainnya tidak dipengaruhi oleh faktor genotip, lingkungan
dan interaksi keduanya. Diameter korteks dipengaruhi oleh lingkungan.
Berdasarkan Tabel 2 berikut adalah variabel pengamatan karakter vegetatif
pada beberapa populasi F1. Adapun karakternya yaitu tinggi tanaman 3 MSP,
panjang akar 3 MSP, sebaran akar, pertambahan panjang akar, pertambahan
panjang akar relatif dan panjang akar relatif, volume akar, sebaran akar, dan ratio
akar tajuk, serta diameter epidermis, korteks dan stele.
Tabel 2. Data Rataan Karakter Vegetatif terhadap Populasi F1
Populasi F1
NEI 9008 CLA 84 x CLA 106 x CLA 16 CLA 84
Variabel Pengamatan x CLA 46 NEI 9008 NEI 9008 x CLA 84 x P1027
Tinggi Tanaman 3 MSP
34,16 ab 31,78 bc 28,01 d 36,50 a 29,48 cd
Panjang Akar 3 MSP
55,01 a 38,82 b
54,06 a 39,94 b 22,30 c
Sebaran Akar
6,78 a
6,04 a
6,34 a
6,35 a
6,14 a
Pertambahan Panjang Akar
1,36 ab 1,17 b
1,44 a
1,24 a
0,82 c
Panjang Akar Relatif
79,16 a 92,33 a 102,66 a 88,50 a 89,66 a
Pertambahan Panjang Akar
Relatif
8,21 a
8,95 a
10,37 a
8,53 a
9,02 a
Volume Akar
Sebaran Akar
Rasio Akar Tajuk
Diameter Epidermis
Diameter Korteks
Diameter Stele

1,20 a
6,78 a
1,58 a
0,92 a
1,54 a
1,95 ab

0,94 b
6,04 a
1,43 ab
0,98 a
1,54 a
1,92 ab

0,95 b
6,34 a
1,25 b
0,92 a
1,61 a
1,86 b

1,28 a
6,35 a
1,43 ab
0,97 a
1,60 a
1,95 ab

0,64 c
6,14 a
1,35 b
0,97 a
1,69 a
2,03 a

Keterangan : Data yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama tidak
berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5 %

Universitas Sumatera Utara

30

Diketahui bahwa populasi C (CLA 106 x NEI 9008) menunjukkan
pertumbuhannya yang lebih baik dibandingkan dengan populasi F1 lainnya.
Diikiuti oleh populasi A (NEI 9008 x CLA 46), dan populasi D
(CLA 16 x CLA 84). Namun, pada populasi populasi B ( CLA 84 x NEI 9008)
dan E (CLA 84 x P1027) menunjukkan pertumbuhan yang kurang baik dan data
rataan terendah. Pada karakter penampilan akar, data tertinggi ditunjukkan pada
populasi A (NEI 9008 x CLA 46), E (CLA 84 x P1027), B ( CLA 84 x NEI 9008),
D (CLA 16 x CLA 84) dan populasi C (CLA 106 x NEI 9008) data terendah.
Berdasrkan Tabel 3 dapat dilihat nilai rataan karakter produksi tertinggi
terdapat pada populasi A (NEI 9008 x CLA 46) lalu dikuti oleh populasi D
(CLA 16 x CLA 84). Sedangkan populasi C (CLA 106 x NEI 9008), B
(CLA 84 x NEI 9008), dan E (CLA 84 x P1027), menunjukkan nilai data rataan
yang lebih rendah dibandingkan populasi lainnya.
Tabel 3. Data Rataan Karakter Produksi terhadap Populasi F1
Populasi F1
NEI 9008 CLA 84 x CLA 106 x CLA 16
Variabel Pengamatan x CLA 46 NEI 9008 NEI 9008 x CLA 84
Bobot Basah Akar
0,46 a
0,37 b
0,35 b
0,41 ab
Bobot Basah Tajuk
2,47 a
1,75 b
1,30 c
2,25 a
Bobot Kering Akar
0,19 a
0,14 b
0,13 b
0,19 a
Bobot Kering Tajuk
0,28 a
0,21 b
0,16 c
0,28 a
Bobot Kering Akar Relatif
Bobot Kering Tajuk Relatif

91,50 b
95,5 b

110,16 ab
105,16 ab

103,83 ab
94,83 b

CLA 84
x P1027
0,20 c
1,01 c
0,08 c
0,12 c

118,50 a 106,16ab
129,50 a 102,33ab

Keterangan : Data yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama tidak
berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5 %
Adapun variabel pengamatan tersebut meliputi, bobot basah akar, bobot
basah tajuk, bobot kering akar, bobot kering tajuk, dan ratio akar tajuk untuk
populasi A (NEI 9008 x CLA 46). Populasi D (CLA 16 x CLA 84) meliputi bobot
kering akar, bobot kering tajuk, kering akar relatif, dan kering tajuk relatif.

Universitas Sumatera Utara

31

Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa pemberian perlakuan NaCl 50
ppm menunjukkan nilai data rataan tertinggi pada pengamatan karakter vegetatif.
Yaitu pada karakter tinggi tanaman, sebaran akar, panjang akar relatif dan
pertambahan panjang akar relatif. Jelas terlihat bahwa perlakuan 100 ppm
menunjukkan pertumbuhan karakter vegetatif yang rendah.
Tabel 4. Data Rataan Seluruh Karakter Vegetatif Pengamatan terhadap
Perlakuan Garam (NaCl)
Pemberian Garam (NaCl)
Variabel Pengamatan
0 PPM
50 PPM 100 PPM
Tinggi Tanaman 3 MSP
32,13 a
32,68 a
31,15 a
Panjang Akar 3 MSP
45,22 a
40,8 a
40,06 a
Sebaran Akar
6,21 a
6,58 a
6,21 a
Pertambahan Panjang Akar
1,28 a
1,16 a
1,17 a
Panjang Akar Relatif
91,80 a
89,13 a
Pertambahan Panjang Akar Relatif
9,08 a
8,95 a
Volume Akar
1,04 a
0,99 a
0,97 a
Rasio Akar Tajuk
1,55 a
1,32 a
1,35 a
Diameter Epidermis
0,92 a
0,97 a
0,97 a
Diameter Korteks
1,70 a
1,49 b
1,61 ab
Diameter Stele
1,97 a
1,97 a
1,89 a
Keterangan: Data yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama tidak
berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5 %
Perlakuan 0 ppm, 50 ppm, dan 100 ppm masing-mesing mempunyai data
tertinggi pada variabel pengamatan. Perlakuan 0 ppm tertinggi pada karakter
panjang akar 3 MSP, dimeter korteks, stele, volume akar dan ratio akar tajuk. 50
ppm yaitu tinggi tanaman 3 MSP, sebaran akar, panjang akar relatif, dan
pertambahan panjang akar relatif. Populasi 100 ppm tertinggi pada pertambahan
panjang akar. Namun tidak berbeda nyata antar perlakuan,hanya korteks yang
berbeda nyata antar perlakuan.
Berikut adalah beberapa penampilan penampang melintang akar, pada
masing-masing cekaman salinitas garam (NaCl) , 0, 50, dan 100 ppm :

Universitas Sumatera Utara

32

Keterangan Gambar :
K : Korteks
E : Epidermis
S : Stele

E
K

S

Gambar1. Penampang Melintang Akar populasi A (NEI 9008 x CLA 46) tanpa
NaCl 0 ppm dengan Perbesaran 10x100
E

Keterangan Gambar :
K K : Korteks
E : Epidermis
S
S : Stele

Gambar 2. Penampang Melintang Akar populasi A (NEI 9008 x CLA 46) NaCl 50
ppm dengan Perbesaran 10x100
Keterangan Gambar :
K : Korteks
E : Epidermis
S : Stele
S

K
E

Gambar 3. Penampang Melintang Akar populasi A (NEI 9008 x CLA 46) NaCl
100 ppm dengan Perbesaran 10x100
Gambar selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 15 yaitu gambar
penampilan penampang melintang akar. Yaitu pada kelima populasi amatan.

Universitas Sumatera Utara

33

Berdasarkan Tabel 5 terlihat bahwa perlakuan populasi 50 ppm NaCl
merupakan nilai tertinggi rataan karakter produksi pada semua perlakuan salinitas
garam (NaCl). Yaitu pada karakter bobot kering akar relatif, bobot kering tajuk
relatif, bobot basah tajuk, bobot kering akar, dan bobot kering tajuk.
Tabel 5. Data Rataan Karakter Produksi Pengamatan terhadap Perlakuan
Garam (NaCl)
Pemberian Garam (NaCl)
Variabel Pengamatan
0 PPM
50 PPM
100 PPM
Bobot Kering Akar Relatif
109,20 a
102,86 a
Bobot Kering Tajuk Relatif
108,33 a
102,60 a
Bobot Basah Tajuk
1,69 a
1,79 a
1,78 a
Bobot Basah Akar
0,36 a
0,34 a
0,36 a
Bobot Kering Akar
0,15 a
0,15 a
0,14 a
Bobot Kering Tajuk
0,20 a
0,22 a
0,20 a
Keterangan: Data yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama tidak
berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5 %
Variabel pengamatan bobot kering akar, bobot basah akar, menunjukkan
data rataan tertinggi pada perlakuan 0 ppm. Sedangkan pada perlakuan 100 ppm
menunjukkan data rataan terendah, kecuali pada bobot basah akar. Hal ini
mengidentifikasi bahwa pada perlakuan tersebut sudah menghambat pertumbuhan
tanaman jagung. Namun, tidak menunjukkan perbedaan nyata pada masingmasing perlakuan.
Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa pada bobot basah akar
masing-masing populasi menunjukkan nilai indeks sensitivitas cekaman yang
rendah. Hal ini menunjukkan bahwa kelima populasi tersebut toleran terhadap
cekaman salinitas pada pengamatan karakter bobot basah akar. Sedangkan pada
pengamatan bobot kering akar mulai menunjukkan populasi yang toleran dan
rentan. Dimana, pada nilai yang rentan menunjukkan nilai indeks sensitivitas
cekaman lebih besar dari 1.

Universitas Sumatera Utara

34

Tabel 6. Pemilihan Populasi F1 Toleran dan Peka Berdasarkan Nilai Indeks
Sensitivitas Cekaman pada Variabel Bobot Basah Akar dan Bobot
Kering Akar
Bobot Basah Akar
Bobot Kering Akar
Populasi
100
100
F1
ISC Kontrol
Selisih Ket ISC Kontrol
Selisih Ket
PPM
PPM
A
0,06
1,86 1,74 -0,12 Toleran 14,88 0,20 0,17 -0,03 Rentan
B
0,05
1,30 1,24 -0,06 Toleran -6,94 0,14 0,15 0,01 Toleran
C
-0,06 1,21 1,29 0,08 Toleran -4,04 0,14 0,15 0,01 Toleran
D
-0,03 1,64 1,69 0,05 Toleran -4,44 0,18 0,19 0,01 Toleran
E
0,14
0,65 0,65 0 Toleran 1,05 0,09 0,09 0,00 Rentan
Keterangan : ISC : Indeks Sensitivitas Cekaman, A : populasi NEI 9008 x CLA
46, B : populasi CLA 84 x NEI 9008, C : populasi CLA 106 x NEI
9008, D : CLA 16 x CLA 84, dan E : CLA 84 x P1027
Karakter pengamatan bobot basah akar menunjukkan kelima populasi
yang toleran terhadap cekaman salinitas garam (NaCl). Dimana nilai indeks
cekamannya lebih kecil dari 0,5. Sedangkan pada bobot kering akar, terlihat
bahwa ada tiga populasi yang toleran pada cekaman. Namun, terdapat beberapa
perbedaan antar ketiganya. Yaitu pada populasi C (CLA 84 x NEI 9008) memiliki
tingkat selisih yang besar, artinya tingkat toleransinya lebih baik dari populasi B
(CLA 84 x NEI 9008) dan D (CLA 16 x CLA 84).
Pembahasan
Pengaruh Pertumbuhan Populasi F1 Jagung (Zea mays L.)

terhadap

Penampilan Karakter Vegetatif dan Karakter Produksi pada Media Kultur
Hara
Berdasarkan hasil sidik ragam, maka dapat diketahui populasi F1
memberikan respon yang sangat nyata pada karakter produksi yaitu pada karakter
bobot basah akar, bobot basah tajuk, bobot kering akar, dan bobot kering tajuk.
Pada karakter vegetatif, populasi F1 juga memberikan pengaruh sangat nyata
terhadap tinggi tanaman 3 MSP, panjang akar 3 MSP, dan pertambahan panjang
akar, volume akar, dan ratio akar tajuk. Populasi C (CLA 106 x NEI 9008)

Universitas Sumatera Utara

35

cenderung memiliki respon/nilai yang lebih tinggi, yakni panjang akar 3 MSP
(54,06 cm), pertambahan panjang akar (1,44 cm), panjang akar relatif
(102,66 cm), dan pertambahan panjang akar relatif (10,37 cm). Diikuti oleh
Populasi A (NEI 9008 x CLA 46) pada panjang akar 3 MSP yaitu (55,01 cm), dan
sebaran akar (6,78 cm). yang menunjukkan respon yang berbeda nyata pada
populasi F1 lainnya. Hal ini menunjukkan tanaman yang ditanam dalam kondisi
cekaman salinitas menyebabkan terganggunya penyerapan unsur hara, sehingga
pertumbuhan tanaman terganggu. Pertumbuhan yang baik akan menunjukkan nilai
vegetatif yang tinggi diikuti oleh produksinya. Hal ini sejalan dengan penelitian
Adillah (2016) konsentrasi garam yang tinggi dapat menghambat pertumbuhan,
terutama pemendekan ruas pada tanaman hotong, sehingga perlakuan cekaman
memiliki panjang akar yang lebih rendah dibandingkan perlakuan kontrol.
Populasi F1 memberikan respon yang sangat nyata pada karakter produksi
bobot basah akar, bobot basah tajuk, bobot kering akar, bobot kering tajuk.
Populasi A (NEI 9008 x CLA 46) memiliki bobot kering akar, bobot kering tajuk,
menunjukkan nilai yang tinggi, ini berbeda tidak nyata pada populasi D
(CLA 16 x CLA 84). Populasi B (CLA 84 x NEI 9008) dan populasi E
(CLA 84 x P1027) memiliki nilai yang rendah dan tidak berbeda nyata dengan
populasi C (CLA 84 x NEI 9008). Hal ini sesuai dengan Anandia et al., (2014)
semakin tinggi salinitas, luas daun, berat kering batang, berat kering tajuk, dan
berat kering total tanaman jagung akan berkurang.
Berdasarkan hasil keseluruhan pengamatan karakter vegetatif dan
produksi, masing-masing populasi cenderung menunjukkan penampilan yang
berbeda. Yaitu pada populasi C (CLA 106 x NEI 9008) menunjukkan nilai rataan

Universitas Sumatera Utara

36

tertinggi pada karakter vegetatif pertambahan panjang akar, panjang akar relatif
dan pertambahan panjang akar relatif, namun pada karakter produksi data
rataannya rendah. Populasi D (CLA 16 x CLA 84) memiliki nilai dataan tertinggi
pada karakter vegetatif yaitu tinggi tanaman 3 MSP, diikuti karakter produksi
kering akar, kering tajuk, volume akar, kering akar relatif dan kering tajuk relatif.
Sedangkan populasi B (CLA 84 x NEI 9008) dan E(CLA 84 x P1027) memilki
nilai dataan terendah pada karakter vegetatif, namun pada karakter produksi
tertinggi pada diameter epidermis dan diameter korteks serta stele. Hal ini sesuai
dengan literatur Lovadi et al., (2015) yang menyatakan bahwa respon tumbuhan
terhadap peningkatan konsentrasi NaCl berbeda-beda tergantung jenis tanaman.
Bahkan respon yang berbeda dapat terjadi pada tanaman dalam jenis tanaman
yang sama. Berbeda pada populasi A (NEI 9008 x CLA 46) yang menunjukkan
respon pertumbuhan yang baik terlihat dari karakter vegetatif yang menunjukkan
nilai tertinggi lalu diikuti dengan karakter produksi yang tinggi pula. Hal ini
sesuai dengan literatur Sunadi dan Utama (2016) yang menyatakan bahwa
tanaman yang toleran terhadap cekaman lingkungan mempunyai kemampuan
untuk beradaptasi secara morfologi dan fisiologi. Namun, secara fisiologi populasi
C (CLA 106 x NEI 9008) menunjukkan respon pertumbuhan yang lebih baik
dibandingkan populasi lainnya. Hal ini dapat dilihat pada (Lampiran 15. Gambar
Penampang Melintang Akar).
Pengaruh Perkembangan Akar terhadap Pemberian Cekaman

Salinitas

Garam (NaCl) pada Populasi F1 Melalui Media Kultur Hara
Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa pada karakter produksi
tanaman, perlakuan cekaman salinitas garam (NaCl) tidak berpengaruh nyata.

Universitas Sumatera Utara

37

Namun, hanya berpengaruh nyata pada satu karakter vegetatif yaitu pada diameter
korteks. Walaupun berdasarkan hasil sidik ragam tidak nyata, perlakuan NaCl
pada media kultur hara cenderung menunjukkan gejala awal kerusakan tanaman
yang disebabkan salinitas. Yaitu pada konsentrasi NaCl 100 ppm terlihat nilai
rataan dari seluruh pengamatan cenderung menurun dan lebih rendah
dibandingkan perlakuan NaCl 50 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa pada
konsentrasi NaCl 100 ppm pertumbuhan tanaman terhambat. Adapun penampilan
tanaman yang tercekam yaitu : a) warna daunnya perlahan berubah menjadi warna
dari hijau menjadi transparan dan ukuran daun mengecil, b) ruas batang tanaman
memendek dan c) berkurangnya panjang akar dan rambut akar sedikit, serta warna
akar kuning kecoklatan. Hal ini disebabkan oleh hilangnya tekanan turgor untuk
pertumbuhan sel karena potensial osmotik media tumbuh lebih rendah
dibandingkan potensial osmotik di dalam sel. Sehingga terjadi ketidakseimbangan
unsur di dalam tanaman serta adanya akumulasi NaCl di sekitar akar dan di dalam
akar. Kemungkinan kedua yang terjadi adalah akibat adanya kematian sel. Hal ini
sesuai dengan penelitian Anandia et al., (2014) kondisi tercekam garam akan
menyebabkan stomata tertutup, proses fotosintesis terhambat dan akhirnya
biomassa menurun.
Perlakuan penambahan NaCl pada media kultur hara menunjukkan
pengaruh tidak nyata komponen karakter produksi. Namun perlakuan NaCl 50
ppm pada media kultur hara cenederung memiliki nilai data rataan tertinggi
dibandingkan perlakuan 0 ppm dan 100 ppm. Pada karakter produksi penambahan
NaCl menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata antar perlakuan yaitu terdapat
pada karakter diameter korteks. Nilai tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan 0 ppm

Universitas Sumatera Utara

38

yaitu kering akar, volume akar, diameter korteks, diameter stele dan ratio akar
tajuk, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Terlihat bahwa
respon antar cekaman berbeda, hal ini sesuai dengan literatur Lovadi et al., (2015)
yang menyatakan bahwa konsentrasi NaCl yang tinggi dapat meningkatkan atau
menurunkan tingkat pertumbuhan pada tanaman.
Berdasarkan hasil sidik ragam, dapat dilihat bahwa diameter epidermis
yang tercekam salinitas 50 ppm dan 100 ppm menunjukkan nilai rataan tertinggi
dibandingkan 0 ppm yaitu 0,97 μm. Namun pada diameter korteks dan diameter
stele pada perlakuan yang mendapatkan tercekam menunjukkan nilai yang
semakin rendah/kecil. Pada diameter korteks jelas terlihat berbeda nyata dengan
perlakuan lainnya, yaitu pada perlakuan 0 ppm (1,70 μm), 50 ppm (1,49 μm) dan
100 ppm (1,61 μm), sedangkan dan pada diameter stele perlakuan 0 ppm (1,97
μm), 50 ppm (1,97 μm) dan 100 ppm (1,89 μm) berbeda tidak nyata dengan
perlakuan lainnya. Modifikasi akar merupakan respon yang menentukan toleransi
tanaman terhadap cekaman salinitas. Dapat dilihat pada gambar yang terdapat
pada (Gambar 1,2 dan 3 diatas, serta pada Lampiran 15. Gambar Penampang
Melintang Akar). Hal ini sesuai dengan literatur Karjunita (2016) yang
menyatakan bahwa selain arsitektur akar, dampak salinitas juga dilaporkan
mempengaruhi anatomi akar. Respon anatomi akar bervariasi, tergantung pada
spesies tanaman.
Ukuran diameter penampang melintang akar pada hasil penelitian
menunjukkan reaksi yang berbeda, pada populasi C (CLA 106 x NEI 9008)
terdapat peningkatan ukuran diameter stele, diduga ini merupakan salah satu
mekanisme toleransinya terhadap cekaman salinitas. Semakin lebar ukuran stele

Universitas Sumatera Utara

39

maka kemungkinan naiknya NaCl ke tajuk akan semakin lambat sehingga
tanaman mendapat toksik/racun lebih lama. Sesuai dengan penelitian Lubis (2008)
yang menyatakan bahwa meningkatnya ukuran jari-jari korteks dan stele tanaman
kedelai mengakibatkan lebarnya jalur “caspary” yang berperan dalam pengaturan
osmotik pada media. Namun, pada diameter epidermis, dan korteks pada populasi
ini memiliki ukuran yang tidak berbeda nyata antara 0, dan 50 ppm dibandingkan
dengan perlakuan yang mendapat cekaman. Sedangkan pada populasi lainnya
berfluktuasi naik turun pada masing-masing perlakuan (Lampiran 50).
Seleksi Menggunakan Indeks Sensitivitas terhadap Cekaman Salinitas
Garam (NaCl) terhadap populasi F1 Melalui Media Kultur Hara
Indeks sensitivitas digunakan untuk mengukur tingkat sensitivitas populasi
terhadap cekaman salinitas pada karakter morfofisiologi. Semakin tinggi nilai
indeks sensitivitas berarti semakin besar penurunan penampilan fenotipe pada
lingkungan bercekaman tersebut, sebaliknya semakin kecil nilai indeks
sensitivitas berarti semakin baik penampilan fenotipenya pada lingkungan
bercekaman atau dengan kata lain semakin tinggi tingkat toleransinya. Pada
penelitian (Lubis, 2014) mengatakan nilai indeks sensitivitas bervariasi pada
masing-masing karakter produksi pada ke lima populasi yang berbeda.
Populasi C (CLA 106 x NEI 9008) dikategorikan sebagai populasi yang
toleran berdasarkan karakter bobot basah akar dan karakter bobot kering akar.
karena memiliki nilai indeks sensitivitas cekaman kecil (ISC1) dan

Universitas Sumatera Utara

40

selisih lebih kecil yaitu terdapat pada dua populasi yaitu populasi A (NEI 9008 x
CLA 46) dan E (CLA 84 x P1027). Jika selisih lebih besar maka jelas terlihat
bedanya anatara yang tercekam dengan yang tidak sedangkan yang lebih kecil
tidak terlihat bedanya. Dalam kondisi cekaman garam ketersediaan air juga
berkurang tetapi laju respirasi tanaman cenderung meningkat. Hal tersebut yang
kemudian mendorong terjadinya penurunan bobot kering tanaman. Sesuai dengan
penelitian Anandia et al., (2014) bobot kering akar padi pada penelitian
mengalami penurunan drastis dari bobot basah akar. Populasi yang tahan garam
memiliki pertumbuhan akar yang lebih panjang, dan mampu menggunakan air
secara lebih efisien.
Pengamatan indeks cekaman sensitivitas salinitas garam (NaCl) mengacu
pada bobot basah akar dan bobot kering akar. Terlihat pada bobot basah akar
kelima populasi masih menunjukkan tingkat toleransinya. Yaitu dengan nilai
indeks sensitivitas cekaman lebih kecil dari 1 (ISC

Dokumen yang terkait

Respon Pertumbuhan Beberapa Hasil Persilangan (F1) Tanaman Jagung (Zea mays L.) Terhadap Cekaman Salinitas Garam (NaCl) Melalui Media Kultur Hara

0 1 14

Respon Pertumbuhan Beberapa Hasil Persilangan (F1) Tanaman Jagung (Zea mays L.) Terhadap Cekaman Salinitas Garam (NaCl) Melalui Media Kultur Hara

0 0 2

Respon Pertumbuhan Beberapa Hasil Persilangan (F1) Tanaman Jagung (Zea mays L.) Terhadap Cekaman Salinitas Garam (NaCl) Melalui Media Kultur Hara

0 0 3

Respon Pertumbuhan Beberapa Hasil Persilangan (F1) Tanaman Jagung (Zea mays L.) Terhadap Cekaman Salinitas Garam (NaCl) Melalui Media Kultur Hara

0 0 14

Respon Pertumbuhan Beberapa Hasil Persilangan (F1) Tanaman Jagung (Zea mays L.) Terhadap Cekaman Salinitas Garam (NaCl) Melalui Media Kultur Hara

0 0 4

Respon Pertumbuhan Beberapa Hasil Persilangan (F1) Tanaman Jagung (Zea mays L.) Terhadap Cekaman Salinitas Garam (NaCl) Melalui Media Kultur Hara

0 0 44

Respon Pertumbuhan Populasi F1 Hasil Persilangan Beberapa Tetua Tanaman Jagung (Zea mays L.) terhadap Cekaman Besi (Fe) pada Media Kultur Hara

0 0 13

Respon Pertumbuhan Populasi F1 Hasil Persilangan Beberapa Tetua Tanaman Jagung (Zea mays L.) terhadap Cekaman Besi (Fe) pada Media Kultur Hara

0 0 2

Respon Pertumbuhan Populasi F1 Hasil Persilangan Beberapa Tetua Tanaman Jagung (Zea mays L.) terhadap Cekaman Besi (Fe) pada Media Kultur Hara

0 0 3

Respon Pertumbuhan Populasi F1 Hasil Persilangan Beberapa Tetua Tanaman Jagung (Zea mays L.) terhadap Cekaman Besi (Fe) pada Media Kultur Hara Chapter III V

0 0 26