Respon Pertumbuhan Beberapa Hasil Persilangan (F1) Tanaman Jagung (Zea mays L.) Terhadap Cekaman Salinitas Garam (NaCl) Melalui Media Kultur Hara

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Taksonomi

tanaman

jagung

menurut

Riwandi,

et.al

(2014)

diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae, Divisio : Spermatophyta,
Subdivisio : Poales (Graminales), Famili : Poaceae, (Graminae), Genus : Zea,
Spesies : Zea mays L. Berdasarkan bentuk dan struktur biji serta endospermnya,
jagung dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Jagung mutiara (Z. mays indurate),
jagung gigi kuda (Z. mays indentata), jagung manis (Z. mays saccharata), jagung

pod (Z. tunicate sturt), jagung berondong (Z. mays everta), jagung pulut (Z.
ceritina Kulesh), jagung QPM (Quality Protein Maize), dan jagung minyak yang
tinggi (High Oil).
Sistem perakaran tanaman jagung merupakan akar serabut dengan 3
macam akar yaitu akar seminal, akar adventif, dan akar udara. Pertumbuhan akar
ini melambat setelah plumula muncul kepermukaan tanah. Akar adventif adalah
akar yang semula berkembang dari buku di ujung mesokotil, selanjutnya
berkembang dari tiap buku secara berurutan ke atas hingga 7 sampai dengan 10
buku yang terdapat di bawah permukaan tanah. Akar adventif berperan dalam
pengambilan air dan unsur hara. Akar udara adalah akar yang muncul pada dua
atau tiga buku di atas permukaan tanah yang berfungsi sebagai penyangga supaya
tanaman jagung tidak mudah rebah. Akar tersebut juga membantu penyerapan
unsur hara dan air (Sarwani, 2008).
Tinggi batang jagung berkisar antara 150 sampai dengan 250 cm yang
terbungkus oleh pelepah daun yang berselang-seling berasal dari setiap buku.
Ruas-ruas bagian atas berbentuk silindris, sedangkan bagian bawah agak bulat

Universitas Sumatera Utara

5


pipih. Tunas batang yang telah berkembang menghasilkan tajuk bunga betina.
Percabangan (batang liar) pada jagung umumnya terbentuk pada pangkal batang.
Batang liar adalah batang sekunder yang berkembang pada ketiak daun terbawah
dekat permukaan tanah (Riwandi, et.al, 2014).
Jumlah daun jagung bervariasi antara 8 helai sampai dengan 15 helai,
berwarna hijau berbentuk pita tanpa tangkai daun. Daun jagung terdiri atas
kelopak daun, lidah daun (ligula) dan helai daun yang memanjang seperti pita
dengan ujung meruncing. Pelepah daun berfungsi untuk membungkus batang dan
melindungi buah. Tanaman jagung di daerah tropis mempunyai jumlah daun
relatif lebih banyak dibandingkan dengan tanaman jagung yang tumbuh di daerah
beriklim sedang. Tanaman jagung disebut juga tanaman berumah satu, karena
bunga jantan dan betina terdapat dalam satu tanaman, tetapi letaknya terpisah.
Bunga jantan dalam bentuk malai terletak di pucuk tanaman, sedangkan bunga
betina pada tongkol yang terletak kira-kira pada pertengahan tinggi batang. Biji
jagung mempunyai bagian kulit buah, daging buah, dan inti buah (Sarwani, 2008).
Syarat Tumbuh
Iklim
Tanaman jagung dapat dibudidayakan di dataran rendah maupun dataran
tinggi, lahan sawah atau tegalan. Suhu optimal antara 21-34 °C, pH. Tanah antara

5,6-7,5 dengan ketinggian antara 1000-1800 m dpl. Ketinggian optimum antara
50-600 m dpl (Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluh Pertanian Aceh, 2009).
Jagung dapat ditanam di Indonesia mulai dari dataran rendah sampai di
daerah pegunungan yang memiliki ketinggian antara 1000-1800 m dpl. Jagung
yang ditanam di dataran rendah di bawah 800 m dpl dapat berproduksi baik dan di

Universitas Sumatera Utara

6

atas 800 m dpl pun jagung masih bisa memberikan hasil yang baik pula
(Pratama, 2011).
Iklim yang dikehendaki oleh sebagian besar tanaman jagung adalah daerah
beriklim sedang hingga sub-tropis/tropis yang basah. Jagung dapat tumbuh di
daerah yang terletak antara 0-50 derajat LU hingga 0-40 derajat LS. Pada lahan
yang tidak beririgasi, pertumbuhan tanaman ini memerlukan curah hujan ideal
yakni sekitar 85-200 mm/bulan dan harus merata (Muis, et.al, 2008).
Tanah
Tanaman jagung menghendaki tempat terbuka dan menyukai cahaya.
Ketinggian tempat yang cocok untuk tanaman jagung dari 0 sampai dengan 1300

m di atas permukaan laut. Temperatur udara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan
tanaman jagung adalah 23 – 270C (Riwandi, et.al, 2014).
Jagung termasuk tanaman yang tidak memerlukan persyaratan tanah yang
khusus dalam penanamannya. Jagung dikenal sebagai tanaman yang dapat tumbuh
di lahan kering, sawah dan pasang surut asalkan syarat tumbuh yang diperlukan
terpenuhi. Jenis tanah yang dapat ditanami jagung antara lain Andosol, Latosol,
dan Grumosol. Tanah bertekstur lempung atau liat berdebu (Latosol) merupakan
jenis tanah yang terbaik untuk pertumbuhan jagung. Tanaman jagung akan
tumbuh dengan baik pada tanah yang subur, gembur dan kaya humus. PH tanah
yang baik bagi pertumbuhan jagung antara 5,6-7,5. pada pH < 5,5 tanaman jagung
tidak bisa tumbuh maksimum karena keracunan Al. Tanaman jagung
membutuhkan tanah dengan aerasi dan ketersediaan air dalam kondisi baik
(Pratama, 2011).

Universitas Sumatera Utara

7

Kultur Hara
Kultur Hara adalah bagian dari hidroponik yang tergolong pada jenis

kultur air. Kultur air adalah cara menumbuhkan langsung tanaman dengan
meggunakan hara, dengan menempatkan akar tanaman kedalam larutan hara dan
menyangga bagian tajuk agar tetap tegak. Metode ini menggunakan air sebagai
media tumbuh tanaman. Pada metoda ini tumbuhan ditanam semata-mata dalam
air, yang dilengkapi dengan larutan zat makanan. Wadah/tempat/pot dapat berupa
stoples, tabung kaca, plastik, dan lain-lain yang disesuaikan dengan jenis tanaman
yang akan ditanam dan wadah yang tersedia (Hanum, 2008).
Penanaman di tanah asam dengan kandungan Al tinggi untuk menapis
plasma nutfah padi merupakan salah satu cara untuk mengidentifikasi derajat
toleransi Al tanaman padi. Namun demikian, uji lapang ini membutuhkan areal
yang luas, dan membutuhkan banyak tenaga dan waktu yang lama untuk
memperolah data, karena pengamatan dilakukan sampai tanaman dewasa dan
berproduksi. Oleh karena itu perlu suatu metode yang efisien dan cepat yaitu
pengamatan pada fase awal pertumbuhan tanaman atau fase kecambah. Metode
yang biasa digunakan adalah metode kultur hara (Zhang et al., 1999).
Kebutuhan hara untuk pertumbuhan jagung manis diantaranya adalah
nitrogen yang penting dalam meningkatkan pertumbuhan vegetative tanaman
menyatakan bahwa tanaman yang kekurangan unsur nitrogen akan tumbuh lambat
dan kerdil. Kekurangan unsur hara nitrogen mengakibatkan terhambatnya
pembentukan atau pertumbuhan bagian-bagian vegetatif seperti daun, batang, dan

akar (Ayunda, 2014).

Universitas Sumatera Utara

8

Metode kultur hara, banyak peubah yang dapat digunakan sebagai
parameter toleransi, seperti panjang akar relatif (PAR), pemanjangan akar relatif
(relative root elongation = RRE), dan pertumbuhan kembali akar (root re-growth
= RRG), bobot kering akar relatif (BKAR), dan bobot kering tajuk relatif
(BKTR). Peubah PAR dan RRE digunakan untuk mengevaluasi beberapa varietas
sorgum hasil penapisan di lapang. Hasil uji menggunakan metode kultur hara
dengan peubah PAR ini menunjukkan bahwa beberapa varietas sorgum
menampakan hasil yang berbeda antara hasil uji lapang dan kultur hara
(Sirait, 2016).
Pertumbuhan tanaman dengan kultur hara dapat menjadi solusi deteksi
dini terhadap cekaman abiotik, dibandingkan dengan budidaya tanaman di tanah.
Hal ini dikarenakan tanaman tidak akan terkontaminasi dengan tanah, irigasi
tanaman yang dapat di atur secara otomatis, akar dapat diamati dengan jelas, dan
lingkungan zona akar mudah dipantau dan dikontrol (Hershey, 2008).

Pada teknik ini hara disediakan dalam bentuk larutan hara, mengandung
semua unsur hara esensial yang dibutuhkan oleh tanaman agar tercapai
pertumbuhan normal. Nutrisi yang diperlukan tanaman dapat dipenuhi dengan
meramu sendiri berbagai garam kimia, cara ini memerlukan keterampilan dan
pengetahuan khusus. Memang cara inilah yang banyak dipakai di perusahaanperusahaan besar, tetapi untuk di tingkat petani hal ini menjadi tidak efektif lagi
mengingat

mahalnya

harga

bahan-bahan

kimia

saat

ini

(Wijayani dan Widodo, 2005).

Menurut penelitian Amnal (2009) menyatakan bahwa varietas yang
mengalami gangguan pertumbuhan secara fisiologi maupun morfologi pada

Universitas Sumatera Utara

9

percobaan kultur hara juga mengalami penghambatan yang sama terhadap pada
percobaan dengan menggunakan media tanah. Selain lebih sederhana perlakuan
dengan konsentrasi Fe yang cukup tinggi pada kultur hara dapat dilakukan untuk
mempelajari tingkat keracunan besi dalam waktu yang singkat, biaya yang lebih
rendah, serta dapat melakukan seleksi berbagai varietas dalam waktu bersama.
Sama halnya dengan perlakuan pada NaCl karena pada prinsipnya kultur
merupakan metoda screening awal melihat pertumbuhan tanaman untuk tahap
seleksi.
Cekaman Salinitas (NaCl)
Pemanfaatan lahan marginal, seperti lahan pasang surut, belum
diupayakan secara optimal untuk memenuhi dan mempertahankan kebutuhan
pangan


nasional.

Cekaman

lingkungan

merupakan

factor

penghambat

pertumbuhan tanaman. Diantara berbagai cekaman lingkungan, salinitas
merupakan salah satu cekaman yang paling banyak dijumpai. Di Indonesia
terdapat sekitar 39,4 juta hektar tergolong lahan yang salin (Dachlan, et.al, 2013).
Sedangkan, areal pasang surut di Indonesia diperkirakan mencapai 20.11 juta ha,
dengan 0.44 juta ha adalah lahan salin yang merupakan salah satu lahan marginal
yang dapat berpotensi menjadi areal pertanian (Wilujeng, et.al, 2013).
Salinitas adalah tingkat keasinan atau kadar garam terlarut dalam air.
Salinitas air payau menggambarkan kandungan garam dalam suatu air payau.

Garam yang dimaksud adalah berbagai ion yang terlarut dalam air termasuk
garam dapur (NaCl). Pada umumnya salinitas disebabkan oleh 7 ion utama yaitu:
natrium (Na+), kalium (K+), kalsium (Ca++), magnesium (Mg++), Klorida (Cl-),
sulfat (SO4=) dan bikarbonat (HCO3-). Salinitas dinyatakan dalam satuan gram/kg

Universitas Sumatera Utara

10

atau promil (‰) (Yusuf E, 2009). Air di kategorikan sebagai air payau bila
konsentrasi garamnya 0,05 sampai 3% atau menjadi saline bila konsentrsinya 3
sampai 5%. Lebih dari 5% disebut brine (Wesen dan Ratih, 2013).
Kadar garam yang tinggi dalam larutan tanah di daerah perakaran
tanaman, menyebabkan tekanan osmotik yang tinggi dan ber kurangnya
ketersediaan unsur kalium bagi tanaman. Salinitas tanah akan menghambat
pembentukan akar-akar baru dan akar tanaman mengalami kesukaran dalam
menyerap air karena tingginya tekanan osmotik larutan tanah. Keadaan ini
selanjutnya

akan


menyebabkan

terjadinya

kekeringan

pada

tanaman

(Delvian, 2005).
Gangguan serapan hara merupakan salah satu dampak negatif salinitas
yang berakibat pada hambatan pertumbuhan tanaman, baik akibat gangguan pada
homeostasis ion, maupun gangguan terhadap perkembangan akar (Karjunita,
2016) Rambut akar merupakan bagian akar yang berperan penting dalam
penyerapan hara.
Tanah tergolong salin bila mengandung garam dalam jumlah yang cukup
tinggi untuk mengganggu pertumbuhan kebanyakan spesies tanaman. Sesuai
dengan definisi yang dipakai oleh US Salinity Laboratory bahwa ekstrak jenuh
(larutan yang diekstraksi dari tanah pada kondisi jenuh air) dari tanah salin
mempunyai nilai DHL (daya hantar listrik, EC= electrical conductivity) lebih
besar dari 4 deci Siemens/m (ekivalen dengan 40 mM NaCl) dan persentase
natrium yang dapat dirukar (ESP= exchangeable sodium percentage) kurang dari
15. Akan tetapi ini bukan merupakan jumlah yang tepat karena akan tergantung

Universitas Sumatera Utara

11

kepada spesies tanaman, tekstur tanah dan kandungan air tanah, serta komposisi
garamnya sendiri.
Walaupun pH tanah salin bisa bervariasi dalam selang yang lebar, namun
kebanyakan mendekati netral atau sedikit alkali. Tanah salin dengan nilai ESP>
15 disebut sebagai tanah salinalkali, mempunyai pH yang tinggi dan cenderung
menjadi sedikit impermiabel terhadap air dan aerasi ketika garam-garam terlarut
mengalami pencucian. Pengukuran kecocokan tanah salin untuk produksi tanaman
dapat dilakukan secara cepat dan sederhana dengan melihat nilai EC. Dari nilai
EC, potensial osmotic dari ekstrak jenuh dapat juga dihitung dengan persamaan
osmotic potensial =EC x 0,036. Karena nilai EC diukur pada ekstrak tanah dalam
keadaan jenuh, konsentrasi garam pada larutan tanah pada kapasitas lapang
sebenarnya mendekati dua kali dari kondisi jenuh, atau bahkan lebih tinggi bila
kadar air tanah turun. Sebagai perbandingan, EC air laut berkisar antara 44-55
dS/m, sedangkan kualitas air irigasi yang baik harus mempunyai EC < 2 dS/m
(Djukri, 2009).
Mekanisme Toleransi Tanaman Terhadap Cekaman Salinitas
Tanaman sampai batas-batas tertentu masih dapat mengatasi tekanan
osmotik yang tinggi karena tingginya kandungan garam dalam tanah. Titik kritis
kandungan garam bagi tanaman di lapangan adalah jika permukaan air tanah
sedalam 3 m mempunyai kandungan garam lebih dari 3.000 ppm. Sedangkan air
irigasi dengan DHL 1 mmhos.cm-1 akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman
yang peka, dan pada 6-8 mmhos.cm-1 baru akan mempengaruhi pertumbuhan
tanaman yang toleran terhadap salinitas (Delvian, 2005).

Universitas Sumatera Utara

12

Konsentrasi faktor seleksi NaCl yang ditambahkan ke dalam medium yaitu
dengan konsentrasi 0 mM, 50 mM, 150 mM, dan 250 mM pada tanaman padi.
NaCl digunakan sebagai faktor seleksi, karena NaCl merupakan jenis garam yang
sangat mempengaruhi salinitas air laut (Wilujeng et.al, 2013). Sedangkan penulis
menggunakan konsentrasi 0 ppm, 50 ppm dan 100 ppm. Menurut Djukri (2009)
sesuai dengan definisi yang dipakai oleh US Salinity Laboratory bahwa ekstrak
jenuh (larutan yang diekstraksi dari tanah pada kondisi jenuh air) dari tanah salin
mempunyai nilai DHL (daya hantar listrik, EC= electrical conductivity) lebih
besar dari 4 deci Siemens/m (ekivalen dengan 40 mM NaCl) dan persentase
natrium yang dapat ditukar (ESP= exchangeable sodium percentage) kurang dari
15. 1 mM ekivalen dengan 1 mg/L sama dengan 1 ppm (part per million).
Tanaman jagung, padi, kentang, mentimun, dan sorgum adalah tanaman yang
tahan terhadap kegaraman (4-10 dS/m).
Kadar garam yang tinggi pada tanah menyebabkan terganggunya
pertumbuhan. NaCl adalah salah satu garam terlarut dalam tanah yang merupakan
unsur esensial untuk pertumbuhan tanaman, tetapi adanya kelebihan larutan garam
dalam tanah dapat mempengaruhi pola pertumbuhan pada tanaman. Respon
tumbuhan terhadap peningkatan konsentrasi NaCl berbeda-beda tergantung jenis
tanaman. Konsentrasi NaCl yang tinggi dapat meningkatkan atau menurunkan
tingkat pertumbuhan pada tanaman (Lovadi, et.al, 2015).
Toleransi tanaman terhadap salinitas dapat dinyatakan dalam berbagai
cara, yaitu: (1) Kemampuan tanaman untuk hidup pada tanah salin; (2) Produksi
yang dihasilkan pada tanah salin; (3) Hasil relatif pada tanah salin dibandingkan
dengan hasil pada tanah normal; (4) Salinitas maksimum yang dapat dialami

Universitas Sumatera Utara

13

tanaman tanpa terjadi penurunan hasil; dan (5) Persentase penurunan hasil setiap
unit peningkatan salinitas tanah (Purwani, et.al, 2012).
Salah satu metode untuk menanggulangi permasalahan pada lahan-lahan
marjinal tersebut adalah dengan memanfaatkan tanaman yang toleran terhadap
stress lingkungan. Upaya meningkatkan petumbuhan 3 tanaman dan menetralisir
pengaruh buruk Na+ menjadi semakin penting untuk peningkatan pertumbuhan
tanaman, khususnya budidaya tanaman padi pada lahan rawa-rawa dengan kadar
garam tinggi (Sunadi dan Utama, 2016). Tanaman yang toleran terhadap cekaman
lingkungan mempunyai kemampuan untuk beradaptasi secara morfologi dan
fisiologi.
Dalam penelitian Adillah (2016) pada tanaman hotong media tanam dalam
pot disiram dengan larutan hara (Ohki 1987) dan NaCl 75 mM sebagai cekaman
salinitas. Electrical conductivity (EC) media tanam diukur menggunakan TDS
meter tujuh hari setelah aplikasi larutan hara dan NaCl. Komposisi larutan hara
yang digunakan mengacu pada Ohki (1987), yaitu 0.24 mM NH4NO3, 0.03 mM
(NH4)2SO4, 0.088 mM K2SO4, 0.38 mM KNO3, 1.27 mM Ca(NO3)2.4H2O, 0.27
mM Mg(NO3)2.4H2O, 6.6 μM H3BO3, 5.1 μM MnSO4.4H2O, 0.61 μM
ZnSO4.7H2O, 0.16 μM CuSO4, 0.1 μM Na2Mo4.7H2O, 45 μM FeSO4.7H2OEDTA. Dalam sistematika hotong dan jagung masih tergolong ke dalam satu
family yaitu family poaceae/ poales.
Secara umum tanaman akan mempertahankan homeostatis osmotik dan
ionik internal melalui mekanisme; (1) penghindaran atau eksklusi garam untuk
mencegah defisit air internal dan (2) inklusi garam atau toleransi tinggi pada
jaringan terhadap peningkatan konsentrasi garam untuk mencegah toksisitas ion

Universitas Sumatera Utara

14

serta penghindaran dari konsentrasi garam yang tinggi pada jaringan tanaman.
Eksklusi garam dilakukan oleh tanaman yang mampu mentranslokasikan garam
kembali ke daerah perakaran sehingga konsentrasi garam sangat rendah pada tajuk
sedangkan pada mekanisme inklusi, tanaman menyimpan garam dalam
konsentrasi tinggi pada tajuk.
Eksklusi ion Na+ berlebih dari sitoplasma dan akumulasi ion Na+ dalam
vakuola yang efektif merupakan mekanisme toleransi adaptasi yang utama dalam
menghadapi cekaman salinitas. Respon fisiologi tanaman pada kondisi cekaman
salinitas adalah penyesuaian osmotik melalui regulasi penyerapan K+ dan Na+,
efluks Na+ dan sintesis osmolit kompatibel. Selektivitas transport ion K+ terhadap
Na+ diperlukan untuk menjaga rasio K+/Na+, hal ini dapat tercapai apabila
permeabilitas membran selnya baik. Pengurangan konsentrasi garam dalam sitosol
dilakukan melalui efluks Na+ pada membran plasma dan kompartementasi NaCl
ke dalam vakuola. Peningkatan sintesis prolin diketahui lebih tinggi pada tanaman
lebih toleran terhadap cekaman salinitas (Adillah, 2016).
Gejala awal munculnya kerusakan tanaman yang disebabkan salinitas
tinggi adalah (a) warna daun yang menjadi lebih gelap daripada warna normal
yang hijau-kebiruan, (b) ukuran daun yang lebih kecil dan (c) batang dengan jarak
tangkai daun yang lebih pendek. Jika permasalahannya menjadi lebih parah, daun
akan (a) menjadi kuning (klorosis) dan (b) tepi daun mati mongering terkena
“burning” (terbakar, menjadi kecoklatan) (Anandia et.al, 2014). Tanaman jagung
merupakan tanaman yang sensitif terhadap salinitas. Semakin tinggi salinitas, luas
daun, berat kering batang, berat kering daun, dan berat kering tanaman total pada

Universitas Sumatera Utara

15

jagung berkurang. Hal tersebut menunjukkan bahwa tanaman jagung merupakan
tanaman yang secara relatif tidak toleran terhadap salinitas.
Tanaman jagung merupakan tanaman memiliki toleransi terhadap salinitas
sedang (medium salt tolerance) yang ditandai dengan memiliki nilai konduktivitas
elektrik ECe x 103 = 6. Tanaman jagung tidak tahan terhadap tanah atau air yang
memiliki derajat konduktivitas elektrik yang tinggi (ECe dan ECw). Pada tanaman
jagung, nilai ECe dan ECw masing-masing adalah 3,2 mmhos/cm dan 2,1
mmhos/cm akan menurunkan tingkat produksi tanaman jagung sebesar 10%
Berdasarkan, penelitian Adillah (2016) diperoleh hasil Pengaruh salinitas
terlihat pada terhambatnya laju pertumbuhan tanaman hotong. Aksesi yang
mendapat perlakuan cekaman (75 mM NaCl) memiliki tinggi tajuk yang lebih
rendah dibandingkan dengan perlakuan kontrol (0 mM NaCl). Konsentrasi garam
yang tinggi dapat menghambat pertumbuhan, terutama pemendekan ruas pada
batang tanaman hotong, proso millet (Panicum miliaceum) dan pearl millet
(Pennisetum glaucum).
Bobot kering akar padi pada penelitian ini mengalami penurunan yang
sangat drastis dari bobot basah akar. Dalam kondisi cekaman garam, ketersediaan
air juga berkurang tetapi laju respirasi tanaman cenderung meningkat. Hal ini
yang kemudian mendorong terjadinya penurunan bobot kering tanaman
(Anandia et.al, 2014).
Modifikasi akar merupakan respon yang menentukan toleransi tanaman
terhadap cekaman salinitas. Konsentrasi NaCl di atas 75 mM menyebabkan
penurunan panjang akar primer, panjang akar lateral dan jumlah akar lateral pada
4 genotipe Arabidopsis thaliana, perubahan arsitektur akar yang terjadi berasosiasi

Universitas Sumatera Utara

16

dengan rasio Na+/K+ pada tajuk tanaman. Selain arsitektur akar, dampak salinitas
juga dilaporkan mempengaruhi anatomi akar. Respon anatomi akar bervariasi,
tergantung pada spesies tanaman. Cekaman salinitas 200 mM menurunkan jumlah
dan diameter metaxylem pada akar jagung (Zea mays). Sebaliknya, jumlah dan
diameter pembuluh xylem (metaxylem) pada akar bibit Kikuyu (Pennisetum
clandestum

Hoechst)

dilaporkan

meningkat

pada

kondisi

salinitas

(Karjunita, 2016).
Menurut Anandia et. al (2014) bahwa genotipe padi yang tahan garam
memiliki pertumbuhan akar yang lebih panjang, selain itu mampu menggunakan
air secara lebih efisien. Ada dua alasan yang mungkin mendasari terjadinya
pengurangan pertumbuhan akar dalam kondisi cekaman garam. Pertama,
hilangnya tekanan turgor untuk pertumbuhan sel karena potensial osmotik media
tumbuh lebih rendah dibandingkan potensial osmotik di dalam sel. Kedua adanya
kematian sel.
Salinitas mempengaruhi seluruh variabel vegetatif yang diamati kecuali
jumlah anakan. Diameter batang tidak membesar dan jumlah daun yang
dihasilkan lebih sedikit pada aksesi hotong yang mengalami cekaman. Jumlah
anakan tanaman hotong tidak menurun secara signifikan akibat cekaman salinitas
pada penelitian ini. Jumlah anakan hotong bahkan meningkat pada tingkat
salinitas rendah (5.5 dS.m-1). Aksesi hotong mengalami penurunan bobot
brangkasan (tajuk dan akar) basah dan kering lebih dari 50% pada perlakuan 75
mM NaCl dibandingkan perlakuan 0 mM NaCl. Reduksi biomassa daun dan
batang akibat cekaman salinitas juga telah dilaporkan pada tanaman hotong dan
proso millet (Adillah, 2016).

Universitas Sumatera Utara

17

Secara teori, cekaman garam dapat menghambat pertumbuhan tajuk
sehingga mempengaruhi bobot kering tajuk. Kondisi tercekam garam akan
menyebabkan stomata tertutup, proses fotosintesis terhambat, dan akhirnya
biomassa menurun (Anandia et.al, 2014).
Indeks Sensitivitas Cekaman (ISC)
Berdasarkan nilai

ISC, Ridwan

et.al.,

(2015)

membagi

tingkat

ketahanannya menjadi 3 kelompok. Tanaman dikatakan toleran jika ISC < 0.5,
agak toleran jika 0.5 < ISC < 1, dan rentan jika ISC > 1. Tingkat ketahanan
nomor-nomor tanaman kentang hitam tersebut ditentukan berdasarkan nilai Indeks
�/��

Sensitivitas Cekaman (ISC) dengan rumus : ISC = 1 − X/X� . Keterangan: Y:

Hasil pada kondisi tercekam, Yp: Hasil pada kondisi tidak tercekam, X: Rerata
hasil pada kondisi tercekam, dan Xp: Rerata hasil pada kondisi tidak tercekam.
Menurut Fischer dan Maurer (1978), dengan persamaan : S = (1- Yis/ Yio) /

(1-Xts/ Xto), dimana S = indeks sensitivitas galur tertentu, Yis = nilai tengah karakter
amatan untuk galur, Yio = nilai tengah karakter amatan untuk galur optimum, Xis =
nilai tengah karakter amatan untuk populasi di tanah masam , Xio = nilai tengah
karakter amatan untuk populasi di tanah optimum.

Semakin tinggi nilai ISC semakin toleran aksesi dan menunjukkan nilai
yang tinggi untuk sifat tersebut. Genotipe yang memiliki nilai lebih besar dari
nilai bs dan lebih besar dari nilai varietas pembanding dipilih sebagai genotipe
yang toleran terhadap cekaman pada stadia kecambah. Terhadap lima tanaman
contoh kompetitif diamati jumlah polong, bobot polong, bobot biji, tinggi
tanaman, panjang akar, dan bobot kering akar (Trustinah et al., 2009).

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Respon Pertumbuhan Beberapa Hasil Persilangan (F1) Tanaman Jagung (Zea mays L.) Terhadap Cekaman Salinitas Garam (NaCl) Melalui Media Kultur Hara

0 1 14

Respon Pertumbuhan Beberapa Hasil Persilangan (F1) Tanaman Jagung (Zea mays L.) Terhadap Cekaman Salinitas Garam (NaCl) Melalui Media Kultur Hara

0 0 2

Respon Pertumbuhan Beberapa Hasil Persilangan (F1) Tanaman Jagung (Zea mays L.) Terhadap Cekaman Salinitas Garam (NaCl) Melalui Media Kultur Hara

0 0 3

Respon Pertumbuhan Beberapa Hasil Persilangan (F1) Tanaman Jagung (Zea mays L.) Terhadap Cekaman Salinitas Garam (NaCl) Melalui Media Kultur Hara Chapter III V

0 0 24

Respon Pertumbuhan Beberapa Hasil Persilangan (F1) Tanaman Jagung (Zea mays L.) Terhadap Cekaman Salinitas Garam (NaCl) Melalui Media Kultur Hara

0 0 4

Respon Pertumbuhan Beberapa Hasil Persilangan (F1) Tanaman Jagung (Zea mays L.) Terhadap Cekaman Salinitas Garam (NaCl) Melalui Media Kultur Hara

0 0 44

Respon Pertumbuhan Populasi F1 Hasil Persilangan Beberapa Tetua Tanaman Jagung (Zea mays L.) terhadap Cekaman Besi (Fe) pada Media Kultur Hara

0 0 13

Respon Pertumbuhan Populasi F1 Hasil Persilangan Beberapa Tetua Tanaman Jagung (Zea mays L.) terhadap Cekaman Besi (Fe) pada Media Kultur Hara

0 0 2

Respon Pertumbuhan Populasi F1 Hasil Persilangan Beberapa Tetua Tanaman Jagung (Zea mays L.) terhadap Cekaman Besi (Fe) pada Media Kultur Hara

0 0 3

Respon Pertumbuhan Populasi F1 Hasil Persilangan Beberapa Tetua Tanaman Jagung (Zea mays L.) terhadap Cekaman Besi (Fe) pada Media Kultur Hara

0 0 14