Respon Pertumbuhan Populasi F1 Hasil Persilangan Beberapa Tetua Tanaman Jagung (Zea mays L.) terhadap Cekaman Besi (Fe) pada Media Kultur Hara Chapter III V

18

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di rumah kaca dan laboratorium kultur jaringan
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian ± 32 m
di atas permukaan laut, pada bulan Maret 2017 sampai Oktober 2017.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lima populasi F1 hasil
persilangan beberapa tetua tanaman jagung (Zea mays L.) sebagai bahan tanaman
yang akan diseleksi. Bahan-bahan lainnya ialah aquades, NaOH 1N, HCl 1N,
larutan hematoxilin, styrofoam, pasir, tisu, kertas label, busa/kapas, lakban,
larutan cekaman FeSO4.7H2O.EDTA (50 ppm atau 1,050 gr dan 100 ppm atau
2,1 gr) masing-masing dilarutkan dalam 500 ml aquades, Komposisi larutan hara
yang digunakan mengacu pada Ohki (1987) yaitu 0.24 mM NH4NO3, 0.03 mM
(NH4)2.SO4, 0.088 mM K2SO4, 0.38 mM KNO3, 1.27 mM Ca(NO3)2.4H2O, 0.27
mM Mg(NO3)2.4H2O, 0.14 mM NaCl, 6.6 μM H3BO3, 5.1 μM MnSO4.4H2O, 0.61
μM ZnSO4.7H2O, 0.16 μM CuSO4.5H2O, 0.1 μM Na2Mo7.7H2O, 45 μM
FeSO4.7H2O-EDTA yang dilarutkan dalam 1 liter aquades.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah


seedbed ukuran

25x35cm untuk pengecambahan benih jagung, styrofoam sebagai wadah media
kultur hara, magnetic stirrer, hot plate, gelas erlenmeyer, gelas ukur, timbangan
analitik, pH meter portable AD-110, mikroskop, selang, aerator, gunting, kamera
digital, dan alat lainnya yang mendukung penelitian ini.

Universitas Sumatera Utara

19

Rancangan Penelitian
Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan
dua faktor. Faktor pertama adalah populasi F1 hasil persilangan beberapa tetua
tanaman jagung dengan 5 populasi yaitu :
PA : NEI 9008 x CLA 46
PB : CLA 84 x NEI 9008
PC : CLA 106 x NEI 9008
PD: CLA 16 x CLA 84
PE : P 26 x 3

Faktor kedua adalah konsentrasi larutan besi (Fe), dengan tiga taraf
perlakuan, yaitu:
F0

: Kontrol (tanpa penambahan larutan Fe)

F1

: Larutan Fe 50 ppm

F2

: Larutan Fe 100 ppm

Sehingga terdapat 15 kombinasi perlakuan setiap perlakuan diulang
sebanyak tiga kali. Setiap ulangan terdiri atas 4 tanaman sehingga terdapat 180
tanaman.
PAF0

PBF0


PCF0

PDF0

PEF0

PAF1

PBF1

PCF1

PDF1

PEF1

PAF2

PBF2


PCF2

PDF2

PEF2

Jumlah ulangan

:3

Jumlah bak

:9

Jumlah tanaman/bak

: 20

Jumlah sampel/bak


: 20

Jumlah tanaman sampel seluruhnya : 180
Jumlah tanaman seluruhnya

: 180

Universitas Sumatera Utara

20

Model linear yang digunakan adalah sebagai berikut :
Yijk = µ + Fi + Bj + (FB)ij + Rk +εijk
Keterangan :
Yijk = nilai pengamatan, turunan F1 ke-i, perlakuan besi (Fe) ke-j
µ = rataan umum
Fi = pengaruh turunan F1 ke-i
Bj = perlakuan besi (Fe) ke-j
(FB)ij = pengaruh interaksi turunan F1 ke-i dan perlakuan besi (Fe) ke-j

Rk = pengaruh kelompok ke-k
εijk = galat percobaan
Pelaksanaan Penelitian
Pembuatan Larutan
Pembuatan larutan hara dilakukan dengan menimbang bahan- bahan kimia
yang sesuai dengan komposisi larutan hara Ohki (1987) (Lampiran 3). Kemudian
dilarutkan dengan akuades 1 liter dan diaduk menggunakan magnetic stirrer
sampai homogen (sampai bening), lalu dimasukkan ke dalam botol dan disimpan
dalam lemari es (Lampiran 4). Untuk larutan cekaman yaitu dengan menimbang
FeSO4.7H2O-EDTA dengan takaran 50 ppm atau 1,050 gr dan 100 ppm atau
2,1 gr kemudian masing-masing dilarutkan dengan akuades hingga volume
500 ml (Lampiran 5).
Pembuatan Media Pasir
Pembuatan media pasir dilakukan pada seedbag dengan ukuran
25 x 35 cm, dengan tujuan untuk mengecambahkan benih tanaman jagung

Universitas Sumatera Utara

21


sebelum ditanam pada media kultur hara. Pasir terlebih dulu diayak sebelum
diletakkan pada seedbag untuk memudahkan pertumbuhan tanaman jagung.
Penanaman pada Media Pasir
Benih populasi F1 hasil persilangan tetua tanaman jagung dikecambahkan
pada media pasir selama 7 hari. Benih terlebih dahulu di rendam dalam air yang
dilarutkan dengan dithene selama 15 menit. Selama proses pengecambahan media
dijaga agar tetap dalam keadaan lembab.
Persiapan Media Tumbuh Kultur Hara
Media tumbuh (bak) kultur hara dibuat dari sterofom, yang dilapisi dengan
plastik warna putih dengan tebal, agar tidak bocor saat pengaplikasian larutan
hara. Sterofom juga digunakan sebagai bahan pengapung tanaman jagung diatas
permukaan air dengan membuat lubang tanam terlebih dahulu pada sterofom yang
digunakan. Disiapkan aerator yang berfungsi mengatur ketersediaan oksigen
dalam air.
Pengisian Larutan Media Kultur Hara
Larutan hara diambil dari larutan hara Ohki (1987) yang telah dibuat
sebelumnya, dilakukan dengan memipet larutan hara 50 ml, lalu dimasukan ke
masing-masing sterofom. Kemudian dicukupkan dengan akuades hingga
mencapai 7 l/sterofom. Untuk media dengan perlakuan cekaman maka
ditambahkan 167 ml/sterofom larutan cekaman besi (Fe) yang telah dibuat

sebelumnya sesuai dengan konsentrasi yang ditetapkan. pH dari larutan kultur
hara diukur dengan menggunakan pH meter dan diatur hingga pH 4. Apabila pH
diatas 4 maka pH diturunkan dengan menggunakan HCl dan apabila pH kurang
dari 4 maka dinaikkan dengan menggunakan larutan NaOH.

Universitas Sumatera Utara

22

Pengukuran pH Larutan Media Kultur Hara
Apabila pH diatas 4 maka pH diturunkan dengan menggunakan HCl dan
apabila pH kurang dari 4 maka dinaikkan dengan menggunakan larutan NaOH.
Air yang hilang akibat transpirasi diganti dengan menambahkan aquades agar
jumlah larutan tetap dengan pH tetap dipertahankan sekitar 4.0 selama tanaman
dipelihara dengan menggunakan pH meter portable AD-110.
Penanaman pada Media Kultur Hara
Benih jagung yang telah disemai menggunakan media pasir hingga
berumur 7 hari setelah semai (HSS) kemudian dipindahkan pada media kultur
dengan memilih bibit yang memiliki pertumbuhan paling bagus dan diusahakan
agar kecambah yang digunakan seragam. Pindah tanam bibit jagung dilakukan

dengan cara memisahkan bibit dari media tanam dan kulit benih yang masih
menempel serta mencuci akar hingga bersih. Pangkal batang bibit jagung
dibungkus menggunakan rookwool dan diapungkan pada media kultur yang telah
diberi penyangga styrofoam.
Parameter Pengamatan
Tinggi Tanaman (cm)
Pengukuran tinggi tanaman dilakukan pada saat bibit berumur 7 hari
(pengecambahan di media pasir) dan pada 3 minggu setelah perlakuan (MSP) di
media kultur hara. Tinggi tanaman diukur mulai pangkal batang sampai daun
terpanjang dari tanaman jagung menggunakan penggaris.

Universitas Sumatera Utara

23

Panjang Akar (cm)
Panjang akar didapatkan setelah mengukur panjang akar terpanjang
tanaman jagung sebelum dan sesudah ditanam pada media kultur hara dengan
menggunakan benang dan penggaris pada.
Panjang Akar Relatif (%)

Panjang akar relatif dihitung setelah didapatkan nilai panjang akar. Nilai
PAR (Sirait, 2016) diperoleh dengan melakukan perhitungan yang menggunakan
rumus sebagai berikut.
PAR =

PAFeII
PAFeI

x 100 %

Keterangan :
PAFeII = panjang akar pada media dengan perlakuan besi
PAFeI = panjang akar pada media dengan tanpa perlakuan besi
Pertambahan Panjang Akar (cm)
Pertambahan panjang akar didapatkan dengan mengukur terlebih dahulu
panjang akar awal (PAA) yaitu panjang akar pada 7 HST pada penanaman di
media pasir dan sesudah perlakuan pada media kultur hara pada 3 MSP dengan
menggunakan benang dan penggaris. Lalu dihitung selisih antara panjang akar
setelah diberi perlakuan dan sebelum diberi perlakuan.
Pertambahan Panjang Akar Relatif (%)

Pertambahan panjang akar relatif dihitung setelah didapatkan nilai panjang
akar sebelum penanaman di media kultur hara (media pasir) dan sesudah
penanaman di media kultur hara pada 3 MSP. Nilai PPAR (Sirait, 2016)
didapatkan dengan perhitungan rumus sebagai berikut .

Universitas Sumatera Utara

24

PAFeII −PAA )
x 100%
PPAR = (
(PAFeI −PAA )

Keterangan :

PAFeII = panjang akar pada media dengan perlakuan besi
PAFeI = panjang akar pada media dengan tanpa perlakuan besi
PAA = panjang akar sebelum ditanam pada media kultur hara
Bobot Basah Akar (g)
Pengamatan bobot basah akar dilakukan dengan menimbang akar
menggunakan timbangan analitik.
Bobot Basah Tajuk (g)
Pengamatan bobot basah tajuk dilakukan dengan menimbang tajuk
menggunakan timbangan analitik.
Bobot Kering Akar (g)
Bobot akar diamati pada 3 MSP setelah pemberian perlakuan. Akar
tanaman jagung dikeringkan menggunakan oven pada suhu 70 0C selama 2x24
jam, kemudian ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik.
Bobot Kering Tajuk (g)
Bobot kering tajuk diamati pada 3 MSP setelah pemberian perlakuan.
Tajuk tanaman jagung dikeringkan menggunakan oven pada suhu 700C selama
2x24 jam, kemudian ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik.
Bobot Kering Akar Relatif (%)
Bobot kering akar relatif diamati setelah 3 MSP. Akar yang dikeringkan
menggunakan oven pada suhu 700C selama 2x24 jam, kemudian ditimbang
dengan menggunakan timbangan analitik. Kemudian dilakukan perhitungan
dengan rumus (Sirait, 2016) sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

25

BKAR = BKARFe ii
BKARFe i
Keterangan :

x 100 %

BKARFe ii = Bobot kering akar pada media dengan konsentrasi Cekaman Besi
BKARFe i = Bobot kering akar pada media dengan konsentrasi tanpa cekaman
Bobot Kering Tajuk Relatif (%)
Bobot kering tajuk relatif dapat dihitung setelah didapatkan nilai bobot
tajuk. Nilai bobot kering tajuk relatif (Sirait, 2016) diperoleh dengan rumus
sebagai berikut ;
BKTR = BKARFe ii x 100%
BKARFe i
Keterangan :
BKTRFe ii = Bobot kering tajuk pada media dengan konsentrasi Cekaman Besi
BKTRFe i = Bobot kering tajuk pada media dengan konsentrasi tanpa cekaman
Rasio Akar Tajuk
Nilai rasio akar tajuk didapatkan dengan membandingkan bobot kering
tajuk dan bobot kering akar. Nilai rasio akar tajuk (Sirait, 2016) dapat diperoleh
dengan rumus ;
Rasio Akar Tajuk = Bobot Kering Tajuk Tanaman
Bobot Kering Akar Tanaman
Volume Akar (ml)
Volume akar didapatkan setelah 3 MSP dengan memasukkan akar
masing-masing populasi ke dalam gelas ukur. Lalu dimasukkan air ke dalamnya
dan dihitung selisih air setelah dimasukkan akar dan sebelum dimasukkan akar.
Volume Akar = X2 – X1
Keterangan :
X2 = Volume air setelah dimasukkan akar
X1 = Volume awal air

Universitas Sumatera Utara

26

Diameter Sebaran Akar (cm)
Diameter sebaran akar didapatkan setelah 3 MSP dengan cara mengukur
akar dari sudut ujung paling kanan ke ujung akar yang paling kiri. Akar diletakkan
terurai lalu diukur dengan menggunakan penggaris.
Indeks Sensitivitas Cekaman (ISC)
Penetapan kriteria toleran dan peka menggunakan indeks sensitivitas (S)
berdasarkan peubah yang diamati. Indeks sensitivitas cekaman genangan (S)
dihitung mengikuti persamaan Fischer dan Maurer (1978) yaitu :
S = (1-Yp/Y)/(1-Xp/X)
Dimana :
S = Indeks sensitivitas cekaman genangan
Yp = Rata-rata nilai suatu populasi yang mendapat cekaman
Y = Rata-rata nilai suatu populasi yang tidak mendapat cekaman
Xp = Rata-rata dari seluruh populasi yang mendapat cekaman
X = Rata-rata dari seluruh populasi yang tidak mendapat cekaman
Kriteria toleransi: toleran jika ISC < 0,5; agak toleran jika nilai 0,5 < ISC ≤ 1;
rentan jika nilai ISC ≥ 1.
Pewarnaan Hematoxilin
Pewarnaan hematoksilin dapat digunakan sebagai indikator awal pengaruh
keracunan Fe pada akar muda dalam larutan hara (Cancado dkk., 1999).
Hematoksilin menjadi biru ketika membentuk komplek dengan Fe, sehingga
penetrasi dan retensi ion dalam akar dapat dinilai (Polle dkk., 1978).
Akar tanaman dipotong pada bagian ujung kira-kira 2-3 cm. Akar tersebut
diberi perlakuan perendaman dengan aquades selam 15 menit, kemudian

Universitas Sumatera Utara

27

direndam dengan larutan hematoxilin selama 30 menit. Setelah selesai di beri
perlakuan tersebut diiris tipis secara melintang ujung akar yang telah diberi
perlakuan sebelumnya, lalu diamati pada mikroskop dengan perbesaran 10 X 100
kali. Sehingga diperoleh gambar anatomi irisan tipis melintang akar.
Penampang Melintang Akar
Penampang melintang akar didapatkan setelah 3 MSP akar pada sampel
populasi yang masih muda diberikan larutan hematoxilin. Diiris tipis akar tersebut
secara melintang dan diletakkan pada preparat lalu teteskan air dan diamati pada
mikroskop dengan ukuran lensa perbesaran 10 x 100.
Analisa Data
Masing-masing peubah dianalisis menggunakan sidik ragam (Anova) dari
Rancangan Acak Kelompok (RAK).

Universitas Sumatera Utara

28

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Hasil analisis ragam gabungan (Tabel 1.), perlakuan genotipe, lingkungan
dan interaksi genotipe x lingkungan berpengaruh pada variabel yang diamati.
Perlakuan genotipe berpengaruh sangat nyata pada variabel tinggi tanaman
3 MSP, bobot basah tajuk, bobot kering akar, bobot kering tajuk, volume akar,
sebaran akar, rasio akar tajuk, dan diameter epidermis.
Tabel 1. Hasil Analisis Ragam Gabungan Variabel Pengamatan pada
Beberapa Populasi F1 Jagung terhadap Cekaman Besi (Fe) di Media Kultur
Hara
KT
KT
Variabel Pengamatan
KT Genotip Lingkungan Genotip*Lingkungan
Tinggi Tanaman 3 MSP
170,40 **
6,5
7,88
Bobot Basah Akar
0,06
0,02
0,02
Bobot Basah Tajuk
2,80 **
0,07
0,06
Bobot Kering Akar
0,03 **
2,76
8,48
Bobot Kering Tajuk
0,08 **
0,003
0,001
Bobot Kering Akar Relatif
894,83 **
56,03
151,37
Bobot Kering Tajuk Relatif
432,72
86,70
120,28
Sebaran Akar
2,99 **
5,41 **
1,71
Rasio Akar Tajuk
0,13 **
0,08 **
0,01
Volume Akar
0,1 **
0,007
0,05 *
Panjang Akar 3 MSP
11,15
1153,37 **
43,56
Pertambahan Panjang Akar
0,02
0,44 **
0,01
Panjang Akar Relatif
3179,12
6840,30 *
1084,72
Pertambahan Panjang Akar Rlatif
337,22
1526,53*
99,12
Diameter Epidermis
0,09 **
0,07
0,02
Diameter Korteks
0,02
0,13
0,02
Diameter Stele
379,72
133,89
273,47
Keterangan : * = Berpengaruh nyata pada taraf 0.05; ** = Berpengaruh nyata
pada taraf 0.01; KT =Kuadrat Tengah; MSP (Minggu Setelah Perlakuan)
Perlakuan lingkungan dengan konsentrasi cekaman yang berbeda
mempengaruhi parameter sebaran akar, rasio akar tajuk, panjang akar 3 MSP,
pertambahan panjang akar, panjang akar relatif, dan pertambahan panjang akar

Universitas Sumatera Utara

29

relatif. Interaksi lingkungan x genotipe hanya berpengaruh nyata pada karakter
volume akar sedangkan untuk variabel lainnya tidak berpengaruh nyata.
Hasil pengamatan tinggi tanaman 3 MSP, panjang akar relatif, sebaran
akar, volume akar, rasio akar tajuk, dan diameter epidermis beserta sidik
ragamnya dapat dilihat pada lampiran 10-29. Berdasarkan hasil sidik ragam
diketahui variabel tersebut berpengaruh nyata pada perlakuan populasi, kecuali
panjang akar relatif yang berpengaruh nyata pada perlakuan lingkungan cekaman.
Tabel 2. Data Rataan Variabel Vegetatif terhadap Populasi F1
Populasi F1
NEI 9008 CLA 84 x CLA 106 xCLA 16 x P 26 x
3
Variabel Pengamatan x CLA 46 NEI 9008 NEI 9008 CLA 84
Tinggi Tanaman 3 MSP
33,15 b
30,80 b
26,30 c 38,27 a 30,93 b
Panjang Akar 3 MSP
45,34 a
43,83 a
45,10 a 44,86 a 42,66 a
Pertambahan Panjang
Akar
1,29 a
1,31 a
1,33 a
1,34 a 1,42 a
Panjang Akar Relatif
111,5 b 149,00 ab 156,33 ab 131,83 ab 171,17 a
Pertmbhan Pnjang Akar
Rlatif
112,67 a 125,17 a
133,33 a 124,83 a 127,00 a
Sebaran Akar
6,61 a
6,49 a
5,49 b
6,07 ab 5,33 b
Volume Akar
0,66 a
0,62 a
0,68 a
0,47 b 0,76 a
Rasio Akar Tajuk
1,40 ab
1,28 bc
1,18 c
1,49 a 1,34 ab
Diameter Epidermis
1,00 ab
1,09 a
0,87 b
0,97 ab 0,83 b
Diameter Korteks
1,63 a
1,66 a
1,55 a
1,70 a 1,60 a
Diameter Stele
71,67 a
73,33 a
68,89 a 85,00 a 70,00 a
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama pada
masing masing perlakuan menunjukkan hasil yang berbeda tidak nyata
berdasarkan uji DMRT pada taraf 0.05.
Tabel 2 menunjukkan bahwa rataan tertinggi untuk variabel sebaran akar
adalah populasi NEI 9008 x CLA 46 yang tidak berbeda nyata dengan populasi
CLA 84 x NEI 9008. Variabel volume akar memiliki data rataan yang tidak
berbeda nyata pada semua populasi kecuali pada populasi CLA 16 x CLA 48, dan
populasi CLA 84 x NEI 9008 memiliki nilai paling tinggi pada variabel diameter
epidermis.

Universitas Sumatera Utara

30

Populasi CLA 16 x CLA 84 merupakan populasi yang memiliki tinggi
tanaman 3 MSP terbaik yang berbeda nyata dengan populasi lain. Pada
pengamatan panjang akar relatif populasi yang memiliki data paling tinggi adalah
P26 x 3 yang berbeda nyata dengan populasi lainnya, sedangkan pada variabel
panjang akar 3 MSP, pertambahan panjang akar, dan pertambahan panjang akar
relatif mamiliki nilai yang tidak berbeda nyata diantara populasi.
Hasil pengamatan bobot akar, bobot basah tajuk, bobot kering akar, bobot
kering tajuk, bobot kering akar relatif, dan bobot kering tajuk relatif beserta sidik
ragamnya dapat dilihat pada lampiran 14-21. Berdasarkan hasil sidik ragam
diketahui bahwa bobot basah tajuk, bobot kering akar, bobot kering tajuk, dan
bobot kering akar relatif berpengaruh nyata pada perlakuan populasi, dan tidak
berpengaruh nyata pada bobot basah akar, dan bobot kering tajuk relatif.
Tabel 3. Data Rataan Variabel Produksi terhadap Populasi F1
Populasi F1
NEI 9008 x CLA 84 x CLA 106 xCLA 16 x P 26 x
Variabel Pengamatan
CLA 46
NEI 9008 NEI 9008 CLA 84
3
Bobot Basah Akar
0,60 b
0,70 ab
0,74 ab 0,62 ab 0,79 a
Bobot Basah Tajuk
1,73 b
1,30 c
0,82 d
2,16 a 0,95 d
Bobot Kering Akar
0,23 b
0,21 bc
0,15 d
0,29 a 0,17 cd
Bobot Kering Tajuk
0,32 b
0,26 c
0,17 d
0,43 a 0,22 cd
Bobot Kering Akar Relatif
97,33 bc
121,67 a 110,00 ab 99,83 bc 90,33 c
Bobot Kering Tajuk Relatif
83,5 b
106,83 a
97,83 ab 97,67 ab 93,00 ab
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama pada
masing - masing perlakuan menunjukkan hasil yang berbeda tidak nyata
berdasarkan uji DMRT pada taraf 0.05.
Tabel 3 menunjukkan populasi CLA 16 x CLA 48 memiliki data paling
tinggi pada variabel bobot basah tajuk, bobot kering akar, bobot, kering tajuk, dan
rasio akar tajuk yang berbeda nyata dengan populasi lain. Untuk populasi P26 x 3
memiliki data yang paling tinggi pada variabel pengamatan bobot basah akar yang
berbeda nyata dengan populasi lainnya.

Universitas Sumatera Utara

31

Gambar 1. Perbedaan Panjang Akar pada Populasi F1 terhadap Konsentrasi
Cekaman Fe di Media Kultru Hara

(a)

(b)

(c)

(d)

Keterangan :
a : Akar Populasi NEI 9008 x CLA 46
b : Akar Populasi CLA 84 x NEI 9008
c : Akar Populasi CLA 106 xNEI 9008
d : Akar Populasi CLA 16 x CLA 84
e : Akar Populasi P26 x 3
(e)
Secara visual (Gambar 1.), pengamatan terhadap akar populasi F1 tanaman
jagung sampai umur 3 MSP di media kultur hara menunjukkan perbedaan
morfologi baik pada media kontrol maupun media cekaman Fe. Pertumbuhan
akar pada cekaman lebih baik dibandingkan pada kontrol.

Universitas Sumatera Utara

32

Hasil pengamatan sebaran akar, rasio akar tajuk, panjang akar 3 MSP,
pertambahan panjang akar, panjang akar relatif, dan pertambahan panjang akar
relatif beserta sidik ragamnya dapat dilihat pada lampiran 10-38, variabel tersebut
berpengaruh nyata terhadap perlakuan lingkungan cekaman yang berbeda.
Berdasarkan data rataan variabel vegetatif terhadap pemberian cekaman Fe
di media kultur hara (Tabel 4.), perlakuan cekaman dengan konsentrasi 100 ppm
memiliki data paling tinggi pada variabel panjang akar 3 MSP, pertambahan
panjang akar, panjang akar relatif, dan pertambahan panjang akar relatif yang
berbeda nyata dengan konsentrasi cekaman lainnya
Tabel 4. Data Rataan Variabel Vegetatif Pengamatan Populasi F1 Jagung
terhadap Pemberian Cekaman Besi (Fe) di Media Kultur Hara
Konsentrasi Besi (Fe)
Variabel Pengamatan
0 ppm
50 ppm
100 ppm
Tinggi Tanaman 3 MSP
31,99 a
32,49 a
31,19 a
Panjang Akar 3 MSP
36,50 b
42,76 b
53,82 a
Pertambahan Panjang Akar
1,16 c
1,35 b
1,51 a
Panjang Akar Relatif
128,87 b
159,07 a
Pertambahan Panjang Akar Relatif
117,47 b
131,73 a
Sebaran Akar
6,69 a
5,64 b
5,66 b
Volume Akar
0,62 a
0,64 a
0,66 a
Rasio Akar Tajuk
1,42 a
1,33 ab
1,27 b
Diameter Epidermis
1,02 a
0,95 ab
0,88 b
Diameter Korteks
1,17 a
1,53 b
1,64 ab
Diameter Stele
75,33 a
75,67 a
70,33 a
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama pada
masing masing perlakuan menunjukkan hasil yang berbeda tidak nyata
berdasarkan uji DMRT pada taraf 0.05.
Konsentrasi 0 ppm pada variabel vegetatif (Tabel 4.), memiliki data paling
tinggi pada variabel pengamatan rasio akar tajuk, diameter epidermis, sebaran
akar, dan diameter korteks yang berbeda nyata dengan konsentrasi cekaman
lainnya.

Universitas Sumatera Utara

33

Gambar 2. Irisan Melintang Akar Populasi F1 terhadap Cekaman Fe di
Media Kultur Hara
Populasi A
Populasi B
Populasi C
Populasi D
Populasi E

0 ppm

0 ppm

0 ppm

0 ppm

0 ppm

E

50 ppm

100 ppm

S K 50 ppm

100 ppm

50 ppm

50 ppm

50 ppm

100 ppm

100 ppm

100ppm

E

Keterangan : Anatomi akar populasi A ( NEI 9008 x CLA 46); populasi B
(CLA 84 x NEI 9008); populasi C (CLA 106 x NEI 9008); populasi D
(CLA 16 x CLA 84); dan populasi E (P26 x 3); E : Epidermis; K : Korteks;
S : Stele
Dengan menggunakan pewarnaan hematoxilin (Gambar 2.) pada seluruh
akar, perlakuan kontrol menunjukkan warna lebih terang dibandingkan dengan
perlakuan cekaman Fe. Pada perlakuan cekaman (50 ppm dan 100 ppm) secara
keseluruhan formasi Fe pada irisan melintang akar populasi F1 sudah terdeteksi
dalam jaringan tanaman. Hal ini ditujukan dengan adanya komplikasi antara
larutan Hematoxilin dan besi yang membentuk warna biru (keungu-unguan).

Universitas Sumatera Utara

34

Hasil pengamatan bobot basah akar, bobot basah tajuk, bobot kering akar,
bobot kering tajuk, bobot kering akar relatif, dan bobot kering tajuk relatif pada
variabel produksi beserta sidik ragamnya (Lampiran 14-37).
Tabel 5. Data Rataan Variabel Produksi Pengamatan Populasi F1 Jagung
terhadap Pemberian Cekaman Besi (Fe) di Media Kultur Hara
Konsentrasi Besi (Fe)
Variabel Pengamatan
0 ppm
50 ppm
100 ppm
Bobot Basah Akar
0,73 a
0,66 a
0,68 a
Bobot Basah Tajuk
1,45 a
1,40 a
1,32 a
Bobot Kering Akar
0,21 a
0,21 a
0,21 a
Bobot Kering Tajuk
0,30 a
0,28 a
0,27 a
Bobot Kering Akar Relatif
105,2 a
102,47 a
Bobot Kering Tajuk Relatif
97,47 a
94,07 a
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama pada
masing masing perlakuan menunjukkan hasil yang berbeda tidak nyata
berdasarkan uji DMRT pada taraf 0.05.
Berdasarkan data rataan variabel produksi terhadap pemberian cekaman
besi di media kultur hara (Tabel 5.), setiap variabel pengamatan tidak memiliki
perbedaan yang nyata pada setiap konsentrasi cekaman yang berbeda.
Hasil analisis ragam menunjukkan adanya interaksi genotipe x lingkungan
pada karakter volume akar populasi F1 di media kultur hara terhadap cekaman Fe.
Tabel 6. Interaksi antara Populasi dan Cekaman pada Variabel Volume
Akar (ml)
Konsentrasi Fe
Populasi
0 ppm
50 ppm
100 ppm
NEI 9008 x CLA 46
0,36 bc
0,36 bc
0,45 abc
CLA 84 x NEI 9008
0,34 bc
0,38 abc
0,31 bc
CLA 84 x NEI 9008
0,45 abc
0,24 c
0,54 ab
CLA 16 x CLA 84
0,26 c
0,23 c
0,22 c
P 26 x 3
0,33 bc
0,66 a
0,45 abc
Rataan
1,74
1,87
1,97
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama pada
masing masing perlakuan menunjukkan hasil yang berbeda tidak nyata
berdasarkan uji DMRT pada taraf 0.05.

Universitas Sumatera Utara

35

Tabel 6 menunjukkan interaksi populasi F1 dengan cekaman besi pada
kultur hara populasi CLA 16 x CLA 84 merupakan populasi yang memiliki
volume akar paling rendah pada semua taraf konsentrasi cekaman.
Indeks sensitivitas digunakan untuk mengukur tingkat toleransi suatu
populasi F1 tanaman jagung yang diujikan terhadap cekaman besi. Indeks
sensitivitas diukur terhadap bobot basah akar dan bobot asah tajuk dengan
mengikuti persamaan Fischer dan Maurer (1978).
Nilai indeks sensitivitas cekaman besi (Tabel 7.) yang dihitung
berdasarkan bobot basah akar menunjukkan populasi A (NEI 9008 x CLA 46),
populasi C (CLA 106 x NEI 9008) dan populasi E (P26 x 3) merupakan populasi
toleran dan populasi

B (CLA 84

x NEI 9008)

serta

populasi

D

(CLA 16 x CLA 84) termasuk populasi rentan.
Tabel 7. Pemilihan Populasi F1 Toleran dan Peka Berdasarkan Nilai Indeks
Sensitivitas Cekaman pada Variabel Bobot Basah Akar dan Bobot Kering
Akar
Bobot Basah Akar
Bobot Kering Akar
Populasi
100
100
F1
ISC Kontrol ppm Selisih Ket
ISC Kontrol ppm Selisih Ket
A
-3,59 0,52 0,65 0,12 Toleran 1,34 0,23 0,24 0,01 Rentan
B
4,32
0,81 0,58 -0,23 Rentan 7,54 0,18 0,22 0,04 Rentan
C
-0,70 0,80 0,83 0,04 Toleran 2,91 0,14 0,16 0,01 Rentan
D
2,72
0,71 0,58 -0,13 Rentan -3,06 0,31 0,28 -0,03 Toleran
E
0,81
0,81 0,77 -0,04 Toleran -0,58 0,18 0,18 0,00 Toleran
Keterangan : Populasi A ( NEI 9008 x CLA 46), Populasi B (CLA 84 x NEI
9008), Populasi C (CLA 106 x NEI 9008), Populasi D (CLA 16 x CLA 84), dan
Populasi E (P26 x 3); Kriteria toleransi: toleran jika ISC < 0,5; agak toleran jika
nilai 0,5 < ISC ≤ 1; Rentan jika nilai ISC ≥ 1.
Pada bobot kering akar populasi yang termasuk kriteria toleran adalah
populasi D (CLA 16 x CLA 84) dan Populasi E (P26 x 3), sedangkan populasi A
(NEI 9008 x CLA 46), populasi B (CLA 84 x NEI 9008) dan populasi C
(CLA 106 x NEI 9008) merupakan populasi rentan.

Universitas Sumatera Utara

36

Pembahasan
Penampilan Vegetatif dan Produksi Populasi F1 Jagung (Zea mays L.) di
Media Kultur Hara
Penelitian dilakukan pada media kultur hara untuk mengetahui respon
pertumbuhan populasi F1 tanaman jagung (Zea mays L.) terhadap cekaman besi
(Fe). Kultur hara merupakan salah satu metode untuk mempercepat dan
mempermudah pengujian ketenggangan tanaman terhadap cekamanan Fe pada
media air yang mengandung larutan hara, sehingga dapat mempercepat kegiatan
seleksi tanaman. Tanaman yang akan ditanam pada media kultur hara terlebih
dahulu dilakukan pengukuran tinggi tanaman dan panjang akar. Tinggi tanaman
setiap perlakuan diusahakan untuk sama rata, untuk memudahkan pengamatan
selanjutnya.
Hasil penelitian yang telah dilakukan secara statistik, diperoleh data bahwa
perlakuan populasi F1 berpengaruh sangat nyata pada variabel tinggi tanaman,
bobot basah tajuk, bobot kering akar, bobot kering tajuk, volume akar, sebaran
akar, rasio akar tajuk, dan diameter epidermis. Hal ini menunjukkan variabel
tersebut dipengaruhi oleh faktor genetik.
Interaksi genotipe x lingkungan (Tabel 1.) berpengaruh nyata pada
pengamatan volume akar. Interaksi disebabkan oleh perubahan respon setiap
populasi yang diuji pada setiap lingkungan yang berbeda. Hal ini menunjukkan
bahwa populasi F1 yang diuji pada penelitian ini, memberikan respon yang tidak
sama pada setiap lingkungan seleksi yang digunakan.
Perlakuan populasi F1 jagung hasil persilangan CLA 16 x CLA 84 pada
cekaman besi di media kultur hara menunjukkan penampilan vegetatif yang
terbaik pada tinggi tanaman 3 MSP, rasio akar tajuk, dan penampilan produksi

Universitas Sumatera Utara

37

bobot

basah

tajuk,

bobot

kering

akar,

dan

bobot

kering

tajuk

(Tabel 2 dan 3.). Hal ini diduga hasil persilangan (F1) CLA 16 x CLA 84
memiliki karakter tahan pada lingkungan masam dengan kandungan Fe yang
tinggi. Hal lain yang mungkin menyebabkan populasi F1 memiliki pertumbuhan
terbaik adalah kemampuan adaptasi populasi tersebut terhadap masing-masing
konsentrasi Fe pada media kultur hara sebagai lingkungan seleksi. Hal ini sesuai
dengan literatur Sutoro (2007), yang menyatakan bahwa lingkungan seleksi
menentukan keberhasilan pemuliaan tanaman dalam mendapatkan varietas yang
cocok dengan lingkungan target.
Populasi F1 CLA 106 x NEI 9008 (Tabel 2 dan 3.) memiliki penampilan
vegetatif dan produksi yang kurang baik dibandingkan dengan populasi lainnya
pada perlakuan konsentrasi cekaman besi di media kultur hara. Pertumbuhan
tinggi tanaman yang rendah berpengaruh terhadap tajuk yang kurang baik
sehingga menyebabkan rasio akar tajuk dan bobot kering akar - tajuk yang lebih
kecil. Respon pertumbuhan populasi F1 terhadap konsentrasi cekaman besi di
media kultur hara berbeda-beda, sehingga untuk mendapatkan genotipe/populasi
yang unggul perlu dilakukan penyeleksian tanaman baik di media kultur hara
sebagai seleksi awal maupun dengan metode seleksi lainnya. Hal ini sesuai
dengan literatur Amnal (2009) yang menyatakan bahwa varietas yang mengalami
gangguan pertumbuhan secara fisiologi maupun morfologi pada percobaan kultur
hara juga mengalami penghambatan yang sama terhadap percobaan dengan
menggunakan media tanah. Hal ini merupakan salah satu manfaat dari
penggunaan kultur hara dalam penetapan awal untuk penyeleksian tanaman
toleran, yang akan dibudidayakan.

Universitas Sumatera Utara

38

Berdasarkan interaksi antara populasi F1 dan konsentrasi cekaman
(Tabel 6.) yang berbeda pada variabel volume akar (ml), populasi P26 x 3
merupakan populasi F1 yang memiliki volume akar terbaik dibandingkan pada
populasi lainnya. Hal ini menunjukkan volume akar dipengaruhi oleh genetik
pada setiap populasi F1 terhadap pemberian konsentrasi cekaman besi yang
berbeda di media kultur hara. Hal ini sesuai dengan literatur Hayati dkk., (2008)
yang menyatakan bahwa genotipe jagung mempunyai tanggapan yang berbeda
terhadap kondisi defisien hara (cekaman lingkungan) berdasarkan sistem
perakaran dan pertumbuhan tajuk.
Pengamatan anatomi akar dilakukan untuk mendukung data pada variabel
pertumbuhan. Berdasarkan anatomi akar yakni diameter epidermis, korteks, dan
stele tidak terlalu dipengaruhi secara signifikan oleh meningkatnya konsentrasi Fe
pada media kultur hara terhadap pertumbuhan populasi F1. Diameter epidermis
(Tabel 2.) berpengaruh nyata pada perlakuan genotipe populasi F1 tanaman
jagung. Populasi CLA 84 x NEI 9008 memiliki diameter epidermis tertinggi yaitu
1,09 pada uji DMRT yang tidak berbeda nyata dengan populasi lainnya. Diameter
epidermis yang besar akan mempengaruhi masuknya cekaman Fe kedalam
jaringan

tanaman

yang lebih

besar.

Hal

ini

sesuai

dengan

literatur

McMahon (2008) yang menyatakan bahwa epidermis merupakan bagian luar akar
tanaman yang berperan sebagai pelindung dan berfungsi untuk menyerap unsur
hara dan air di dalam media tumbuh. Sel-sel epidermis akan mengalami
modifikasi membentuk rambut akar untuk memudahkan dalam penyerapan,
sekresi maupun proteksi.

Universitas Sumatera Utara

39

Pertumbuhan Akar terhadap Pemberian Cekaman Besi (Fe) di Media
Kultur Hara
Toksisitas Fe dengan konsentrasi 50 ppm sudah menunjukkan hambatan
pertumbuhan populasi F1 Jagung yang signifikan terhadap kontrol, yaitu pada
sebaran akar dan diameter korteks (Tabel 4.). Beberapa variabel pertumbuhan
juga mengalami hambatan pada konsentrasi Fe 100 ppm pada rasio akar tajuk dan
diameter epidermis. Perbedaan perlakuan konsentrasi cekaman Fe mempengaruhi
penampilan vegetatif dan produksi populasi F1 di media kultur hara. Hasil-hasil
penelitian menunjukkan kadar Fe dalam larutan menyebabkan keracunan Fe pada
tanaman

sangat

beragam.

Hal

ini

sesuai

dengan

literatur

Sahrawatet et al., (1996: dalam Noor dan Khairuddin, 2013) yang menyatakan
bahwa batas kritis konsentrasi Fe dalam larutan tanah yang menyebabkan
keracunan besi adalah sekitar 100 ppm pada pH 3.7 dan 300 ppm atau lebih tinggi
pada pH 5.0. Menurut Ash et al. (2005: dalam Noor dan Khairuddin, 2013), kadar
Fe dalam larutan yang menyebabkan keracunan bervariasi sangat luas berkisar
antara 10-500 ppm Fe. Toleransi tanaman terhadap lingkungan yang memiliki
kelarutan Fe tinggi berbeda pada setiap genotipe tanaman.
Perlakuan konsentrasi cekaman besi di media kultur hara pada populasi F1
jagung berpengaruh nyata pada penampilan vegetatif panjang akar 3 MSP,
sebaran akar, rasio akar tajuk, pertambahan panjang akar, panjang akar relatif, dan
pertambahan panjang akar relatif, sedangkan pada produksi tidak ada variabel
yang berpengaruh nyata terhadap perlakuan tersebut. Hal ini menunjukkan faktor
lingkungan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif populasi F1.
Pertumbuhan populasi F1 jagung pada kultur hara dengan pemberian
cekaman besi menunjukkan semakin meningkatnya konsentrasi cekaman akan

Universitas Sumatera Utara

40

menyebabkan pertumbuhan panjang akar 3 MSP, pertambahan panjang akar,
panjang akar relatif, dan pertambahan panjang akar relatif yang lebih baik
dibandingkan dengan konsentrasi cekaman rendah maupun pada kontrol.
Meningkatnya pertumbuhan panjang akar diduga merupakan salah satu adaptasi
pertahanan populasi F1 jagung dalam kondisi lingkungan yang tercekam. Hal ini
sesuai dengan literatur Made dkk., (2007), yang menyatakan bahwa sumber daya
genetik (plasma nutfah) yang digunakan untuk merakit suatu varietas akan
menentukan tingkat adaptabilitasnya. Varietas/genotipe yang efisien hara
memiliki kemampuan untuk berproduksi lebih tinggi pada kondisi lingkungan
dengan kandungan hara terbatas dibandingkan dengan genotipe responsif
pemupukan (lingkungan optimal) (Presterl dkk., 2003).
Akar merupakan organ yang paling responsif dengan media tempat
tumbuhnya. Berdasarkan hasil analisis ragam (Tabel 1.) panjang akar,
pertambahan panjang akar, panjang akar relatif, dan pertambahan panjang akar
relatif berpengaruh nyata pada perlakuan lingkungan cekaman yang berbeda. Pada
konsentrasi cekaman besi tertinggi (100 ppm) pertumbuhan akar lebih baik
dibandingkan dengan konsentrasi rendah maupun pada kontrol (Gambar 1.).
Pertumbuhan akar yang lebih panjang pada cekaman masam akan mempengaruhi
bidang jelajah per satuan volume akar yang lebih besar dibanding akar yang
pendek. Sehingga kemampuan pengambilan unsur hara dan air juga lebih besar
(Bakhtiar et al., 2007).
Keragaan sebaran akar dan rasio akar tajuk berbeda pada perlakuan
cekaman dan kontrol. Tanaman populasi F1 pada kondisi kontrol cenderung
memiliki sebaran akar yang lebih baik dan rasio akar tajuk yang lebih tinggi

Universitas Sumatera Utara

41

dibandingkan dengan tanaman yang ditanam pada media cekaman Fe. Perbedaan
pertumbuhan dan produktivitas ini terjadi karena pada media cekaman, akar
tanaman tidak dapat menyerap hara secara maksimal karena kurangnya
ketersediaan hara. Hal ini sesuai dengan Hairiah et al (2004) yang menyatakan
bahwa terjadinya hambatan media pertumbuhan tanaman akan diikuti oleh
penurunan nisbah tajuk dan akar. Terbatasnya penyebaran akar menyebabkan
jumlah unsur hara dan air yang dapat dijangkau oleh akar semakin sedikit.
Penampilan irisan melintang akar populasi F1 (Gambar 2.) setelah 3 MSP
dalam larutan hara yang diberi cekaman Fe 100 ppm, 50 ppm, dan kontrol
memperlihatkan perbedaan warna akar yang dibentuk larutan hematoxilin dengan
Fe. Pewarnaan hematoksilin dapat digunakan untuk mendeteksi besi dalam
jaringan tanaman. Jaringan tanaman yang mengandung Fe akan muncul formasi
warna biru (keungu-unguan) ketika bereaksi dengan larutan Hematoxilin.
Pengamatan

anatomi

akar

dilakukan

untuk

mendukung

data

variabel

pertumbuhan. Irisan melintang akar pada populasi F1 menunukkan adanya
formasi warna biru pada jaringan epidermis, korteks, dan stele pada konsentrasi
50 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa pada konsentrasi Fe rendah (50 ppm) besi
sudah terdeteksi pada jaringan akar.
Seleksi Menggunakan Indeks Sensitivitas terhadap Cekaman Besi (Fe)
terhadap Populasi F1 melalui Media Kultur Hara
Pada penelitian ini, penentuan tingkat toleransi populasi F1 berdasarkan nilai
indeks sensitivitas terhadap cekaman menggunakan karakter pengamatan bobot
basah akar dan bobot kering akar (Tabel 7.). Kriteria toleransi populasi F1 dilihat
dari nilai indeks sensitivitasnya, kategori toleran jika ISC < 0,5; agak toleran jika
nilai 0,5 < ISC ≤ 1; dan rentan jika nilai ISC ≥ 1.

Universitas Sumatera Utara

42

Nilai indeks sensitivitas populasi F1 dengan kategori toleran pada bobot
basah akar adalah populasi A (NEI 9008 x CLA 46) -3,59, populasi C
(CLA 106 x NEI 9008) -0,70 dan populasi E (P26 x 3) 0,81. Sedangkan populasi
D (CLA 16 x CLA 84) dan populasi B (CLA 84 x NEI 9008) termasuk kategori
populasi rentan pada pemberian cekaman besi di media kultur hara.
Pada bobot kering akar populasi yang termasuk kategori toleran adalah
populasi D (CLA 16 x CLA 84) dengan ISC -3,06 dan Populasi E (P26 x 3) 0,58.
Sedangkan populasi kategori rentan adalah populasi A ( NEI 9008 x CLA 46),
populasi B (CLA 84 x NEI 9008) dan populasi C (CLA 106 x NEI 9008).
Populasi E (P26 x 3) merupakan populasi yang memiliki nilai indeks
sensitivitas kecil dan selisih produktivitas lebih kecil, sehingga dikategorikan
sebagai populasi toleran pada bobot basah akar dan bobot kering akar. Hal ini
menunjukkan populasi E memiliki kestabilan produksi dan pertumbuhan terhadap
lingkungan berbeda pada pemberian cekaman Fe di kultur hara. Literatur
Lubis (2014) menyatakan bahwa indeks sensitivitas digunakan untuk mengukur
tingkat sensitivitas populasi terhadap cekaman Fe pada karakter produksi.
Semakin tinggi nilai indeks sensitivitas berarti semakin besar penurunan
penampilan fenotipe pada lingkungan bercekaman, dan sebaliknya.

Universitas Sumatera Utara

43

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Perlakuan populasi F1 jagung sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
perkembangan tanaman baik dari segi tinggi tanaman, bobot akar-tajuk,
volume akar, sebaran akar, rasio akar tajuk, dan diameter epidermis.
2. Populasi CLA 16 X CLA 84

pada cekaman besi di media kultur hara

menunjukkan penampilan vegetatif yang terbaik pada tinggi tanaman 3 MSP,
rasio akar tajuk, dan penampilan produksi bobot akar-tajuk.
3. Pertumbuhan akar populasi F1 yang terbaik adalah pada konsentrasi cekaman
besi tertinggi yaitu 100 ppm di media kultur hara.
4. Populasi P26 x 3 merupakan populasi toleran yang memiliki nilai indeks
sensitivitas kecil dan selisih produktivitas lebih kecil pada bobot basah akar
dan bobot kering akar
Saran
Disarankan untuk menguji kembali kelima populasi F1 jagung tersebut
pada cekaman Besi (Fe) yang berbeda dengan konsentrasi lebih tinggi di Rumah
Kaca yang lebih baik.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Respon Pertumbuhan Beberapa Hasil Persilangan (F1) Tanaman Jagung (Zea mays L.) Terhadap Cekaman Salinitas Garam (NaCl) Melalui Media Kultur Hara

0 1 14

Respon Pertumbuhan Beberapa Hasil Persilangan (F1) Tanaman Jagung (Zea mays L.) Terhadap Cekaman Salinitas Garam (NaCl) Melalui Media Kultur Hara

0 0 2

Respon Pertumbuhan Beberapa Hasil Persilangan (F1) Tanaman Jagung (Zea mays L.) Terhadap Cekaman Salinitas Garam (NaCl) Melalui Media Kultur Hara

0 0 3

Respon Pertumbuhan Beberapa Hasil Persilangan (F1) Tanaman Jagung (Zea mays L.) Terhadap Cekaman Salinitas Garam (NaCl) Melalui Media Kultur Hara Chapter III V

0 0 24

Respon Pertumbuhan Populasi F1 Hasil Persilangan Beberapa Tetua Tanaman Jagung (Zea mays L.) terhadap Cekaman Besi (Fe) pada Media Kultur Hara

0 0 13

Respon Pertumbuhan Populasi F1 Hasil Persilangan Beberapa Tetua Tanaman Jagung (Zea mays L.) terhadap Cekaman Besi (Fe) pada Media Kultur Hara

0 0 2

Respon Pertumbuhan Populasi F1 Hasil Persilangan Beberapa Tetua Tanaman Jagung (Zea mays L.) terhadap Cekaman Besi (Fe) pada Media Kultur Hara

0 0 3

Respon Pertumbuhan Populasi F1 Hasil Persilangan Beberapa Tetua Tanaman Jagung (Zea mays L.) terhadap Cekaman Besi (Fe) pada Media Kultur Hara

0 0 14

Respon Pertumbuhan Populasi F1 Hasil Persilangan Beberapa Tetua Tanaman Jagung (Zea mays L.) terhadap Cekaman Besi (Fe) pada Media Kultur Hara

0 0 4

Respon Pertumbuhan Populasi F1 Hasil Persilangan Beberapa Tetua Tanaman Jagung (Zea mays L.) terhadap Cekaman Besi (Fe) pada Media Kultur Hara

0 0 26