Hubungan Komunikasi Interpersonal Orang Tua dengan Perkembangan Anak Usia Sekolah di SD Negeri No.060891 Medan

7

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Anak Usia Sekolah
2.1.1. Defenisi Anak Usia Sekolah
Anak sekolah menurut definisi WHO (World Health Organization) yaitu
golongan anak yang berusia antara 7-15 tahun, sedangkan di Indonesia lazimnya
anak yang berusia 7-12 tahun. Menurut Wong (2009), usia sekolah adalah anak
pada usia 6-12 tahun, yang artinya sekolah menjadi pengalaman inti anak. Periode
ketika anak-anak dianggap mulai bertanggung jawab atas perilakunya sendiri
dalam hubungan dengan orang tua mereka, teman sebaya, dan orang lainnya. Usia
sekolah merupakan masa anak memperoleh dasar-dasar pengetahuan untuk
keberhasilan penyesuaian diri pada kehidupan dewasa dan memperoleh
keterampilan tertentu.
Anak diartikan sebagai seseorang yang usianya kurang dari delapan belas
tahun dan sedang berada dalam masa tumbuh kembang dengan kebutuhan
khusus, baik kebutuhan fisik, psikologis, sosial dan spiritual. Sedangkan anak
usia sekolah dapat diartikan sebagai anak yang berada dalam rentang usia 6-12
tahun, dimana anak mulai memiliki lingkungan lain selain keluarga (Supraptini,
2004). Anak usia sekolah biasa disebut anak usia pertengahan. Periode usia

tengah merupakan periode usia 6-12 tahun (Santrock, 2008). Periode usia sekolah
dibagi

menjadi

tiga

tahapan

umur

yaitu

tahap

awal

6-7

7


Universitas Sumatera Utara

tahun, tahap pertengahan 7-9 tahun dan pra remaja 10-12 tahun (Potter & Perry,
2005).
2.1.2 Pertumbuhan Anak Usia Sekolah
Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan dalam
besar,jumlah ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu,yang bias
diukur dengan ukuran berat (gram, pound, kilogram), ukuran panjang (cm, meter),
umur tulang dan keseimbangan metabolic (retensi kalsium dan nitrogen tubuh)
(Soetjiningsih, 2002). Pertumbuhan adalah proses normal dari pembesaran ukuran
organisme yang disebabkan oleh accretion (pertumbuhan) jaringan tubuh
(Anderson, 2007).
Faktor yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak digolongkan ke
dalam dua golongan, yaitu internal dan eksternal atau faktor lingkungan.
1. Faktor Internal
Faktor genetik merupakan modal dasar dalam mencapai hasil akhir proses
tumbuh kembang anak. Melalui instruksi genetik yang terkandung didalam sel
telur yang telah dibuahi, dapat ditentukan kualitas dan kuantitas pertumbuhan.
Ditandai dengan intensitas dan kecepatan pembelahan, derajat sensitivitas

terhadap rangsangan, umur pubertas dan berhentinya pertumbuhan tulang.
Termasuk faktor genetic adalah faktor bawaan normal atau patologik, jenis
kelamin, suku bangsa. Potensi genetik yang bermutu hendaknya dapat berinteraksi
dengan lingkungan secara positif sehingga diperoleh hasil akhir yang optimal
(Soetjiningsih, 2002).

Universitas Sumatera Utara

9

2. Faktor Eksternal
Faktor eksternal atau peranan lingkungan adalah faktor prenatal ibu yang
termasuk status gizi ibu pada saat hamil Toksin atau obat-obatan yang bisa
menyebabkan kelainan kongenital seperti thalidomide. Paparan terhadap sinar
radiasi seperti X–ray dapat mengakibatkan kelainan pada janin seperti
mikrosefali, spina bifida, retardasi mentaldan deformitas anggota gerak, kelainan
congenital mata dan jantung. Ibu yang mengalami infeksi pada trimester pertama
dan kedua oleh TORCH (Toksoplasma, Rubella,Sitomegalo virus, Herpes
simpleks) dan penyakit menular seksual dapat mengakibatkan kelainan pada janin
seperti katarak, bisu, tuli, mikrosefali, retardasi mental dan kelainan jantung

kongenital. Jika ibu memiliki golongan darah yang berbeda antara diri dan janin
maka ada kemungkinan terjadi Eritroblastosisfetalis (Tanuwidjaya, 2003).Faktor
eksternal yang lainnya adalah faktor pasca natal, yaitu bila gizi yang diperlukan
bayi untuk bertumbuh dan berkembang mencukupi. Jika anak atau bayi
mengalami penyakit kronis atau kelainan kongenital, serta lingkungan fisik dan
kimia ,Psikologis sang anak, caranya berhubungan dan berinteraksi dengan orang
sekitarnya.
2.1.3. Perkembangan Anak Usia Sekolah
Anak usia sekolah memiliki perubahan dari periode sebelumnya. Harapan
dan tuntutan baru dengan adanya lingkungan yang baru dengan masuk sekolah
dasar saat usia 6 atau 7 tahun (Hurlock, 2015). Anak usia sekolah mengalami
beberapa perubahan sampai akhir dari periode masa kanak-kanak dimana anak
mulai matang secara seksual pada usia 12 tahun (Hurlock, 2015). Dalam tahap

Universitas Sumatera Utara

10

perkembangan anak di usia sekolah, anak lebih banyak mengembangkan
kemampuannya dalam interaksi soisal, belajar tentang nilai moral dan budaya dari

keluarga serta mulai mencoba untuk mengambil bagian peran dalam
kelompoknya. Perkembangan yang lebih khusus juga mulai muncul dalam tahap
ini seperti perkembangan konsep diri, keterampilan serta belajar untuk
menghargai lingkungan sekitarnya (Hidayat, 2005).
Terdapat tiga tahapan perkembangan anak usia sekolah menurut teori
tumbuh kembang, yaitu:
1. Perkembangan Kognitif (Piaget)
Dilihat dari sisi kognitif, perkembangan anak usia sekolah berada pada tahap
konkret dengan perkembangan kemampuan anak yang sudah mulai memandang
secara realistis terhadap dunianya dan mempunyai anggapan yang sama dengan
orang lain. Sifat ego sentrik sudah mulai hilang, sebab anak mulai memiliki
pengertian tentang keterbatasan diri sendiri. Anak usia sekolah mulai dapat
mengetahui tujuan rasional tentang kejadian dan mengelompokkan objek dalam
situasi dan tempat yang berbeda. Pada periode ini, anak mulai mampu
mengelompokkan, menghitung, mengurutkan, dan mengatur bukti-bukti dalam
penyelesaian masalah. Anak menyelesaikan masalah secara nyata dan urut dari
apa yang dirasakan. Sifat pikiran anak usia sekolah berada dalam tahap
reversibilitas, yaitu anak mulai memandang sesutau dari arah sebaliknya atau
dapat disebut anak memiliki dua pandangan terhadap sesuatu. Perkembangan
kognitif anak usia sekolah memperlihatkan anak lebih bersifat logis dan dapat


Universitas Sumatera Utara

11

menyelesaikan masalah secara konkret. Kemampuan kognitif pada anak terus
berkembang sampai remaja (Hurlock, 2015)
2. Perkembangan Psikoseksual (Freud)
Pada perkembangan ini, anak usia sekolah berada pada fase laten dimana
perkembangannya ditunjukkan melalui kepuasan anak terhadap diri sendiri
yang mulai terintegrasi dan anak sudah masuk pada masa pubertas. Anak juga
mulai berhadapan dengan tuntutan sosial seperti memulai sebuah hubungan
dalam kelompok. Pada tahap ini anak biasanya membangun kelompok dengan
teman sebaya. Anak usia sekolah mulai tertarik untuk membina hubungan
dengan jenis kelamin yang sama. Anak mulai menggunakan energi untuk
melakukan aktifitas fisik dan intelektual bersama kelompok sosial dan dengan
teman sebayanya, terutama dengan yang berjenis kelamin sama (Wong, 2009)
3. Perkembangan Psikososial
Pada perkembangan ini, anak berada dalam tahapan rajin dan akan selalu
berusaha mencapai sesuatu yang diinginkan terutama apabila hal tersebut

bernilai sosial atau bermanfaat bagi kelompoknya. Pada tahap ini anak akan
sangat tertarik dalam menyelasaikan sebuah masalah atau tantangan dalam
kelompoknya. Hal ini disebabkan oleh adanya keinginan anak untuk mengambil
setiap peran yang ada di lingkungan sosial terutama dalam kelompok sebayanya.
Pada tahap ini, anak menginginkan adanya pencapaian yang nyata. Keberhasilan
anak dalam pencapaian setiap hal yang mereka lakukan akan meningkatkan rasa
kemandirian dan kepercayaan diri anak. Anak- anak yang tidak dapat memenuhi
standar yang ada dapat mengalami rasa inferiority (Muscari, 2005; Wong, 2009).

Universitas Sumatera Utara

12

Anak yang mengalami inferiority harus diberikan dukungan dalam menjalankan
aktivitasnya(Sarafino, 2006). Pengakuan teman sebaya terhadap keterlibatan anak
di kelompoknya akan memberikan dukungan positif pada anak usia sekolah.
Perkembangan moral anak usia sekolah menurut Kohlberg berada di tahap
konvensional (Muscari, 2005). Perkembangan moral sejalan dengan cara pikir
anak usia sekolah yang lebih logis (Hockenberry & Wilson, 2007). Anak pada
usia sekolah dapat lebih memahami standar perilaku yang seharusnya mereka

terapkan pada kehidupan sehari-hari. Anak dalam tahap konvensional, mulai
memahami bagaimana harus memperlakukan orang lain sesuai dengan apa
yang ingin diterima oleh mereka dari orang lain (Muscari, 2005; Wong, 2009).
Anak mulai melihat berbagai cara pandang untuk menilai suatu tindakan benar
atau salah (Hockenberry & Wilson, 2007).
Secara Internasional terdapat 4 parameter menilai aspek− aspek
perkembangan anak usia sekolah yang dikemukakan oleh Frankenburg et
al.(1981).
1) Personal sosial (kepribadian atau tingkah laku sosial) Aspek yang berhubungan
dengan

kemampuan

mandiri,

bersosialisasi

dan

berinteraksi


dengan

lingkungannya. 2) Fine motor adaptive (gerakan motorik halus) Aspek yang
berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu, melakukan
gerakan yang melibatkan bagian- bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan otot
kecil, tetapi memerlukan koordinasi yang cermat. Misalnya, kemampuan untuk
menggambar dan memegang sesuatu benda.

Universitas Sumatera Utara

13

3) Language (bahasa) Kemampuan untuk memberikan respons terhadap suara,
mengikuti perintah dan bicara spontan.
4) Gross motor (perkembangan motorik kasar) Aspek yang berhubungan dengan
kemampuan anak melakukan pergerakan tubuh dan sikap tubuhyang melibatkan
otot-otot besar.
2.1.4 Ciri−ciri dan Prinsip Tumbuh−Kembang
Perkembangan dan pertumbuhan mengikuti prinsip cephalo caudal dan

proximodistal. Prinsip cephalo caudal merupakan rangkaian dimana pertumbuhan
yang tercepat selalu terjadi diatas, yaitu di kepala. Pertumbuhan fisik dan ukuran
secara bertahap bekerja dari atas kebawah,perkembangan sensorik dan motorik
juga berkembang menurut prinsip ini,contohnya bayi biasanya menggunakan
tubuh bagian atas sebelum merekamenggunakan tubuh bagian bawahnya
(Santrock, 2011). Prinsip proximodistal (dari dalam ke luar) yaitu pertumbuhan
dan perkembangan bergerak dari tubuh bagian dalam ke luar (Papalia,2010).
Menurut Potter dan Anne (2009) ciri – ciri pertumbuhan yaitu:
1) Pertumbuhan akan terjadi perubahan ukuran dalamhal bertambahnyaukuran
fisik seperti berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, lingkarlengan dan lingkar
dada.
2) Pertumbuhan dapat terjadi perubahan proporsi yang dapat terlihat padaproporsi
fisik atau organ manusia yang muncul mulai dari masa konsepsi hingga dewasa.
3) Pertumbuhan dan perkembangan terjadi hilangnya ciri −ciri lama yangada
selama masa pertumbuhan, seperti hilangnya kelenjar timus,lepasnya gigi
susuatau hilangnya reflex tertentu.

Universitas Sumatera Utara

14


4) Pertumbuhan terdapat ciri baru yang secara perlahan mengikuti proses
kematangan, seperti adanya rambut pada daerah aksila, pubis atau dada.
Sementara itu ciri –ciri perkembangan yaitu:
1)

Perkembangan

selalu

melibatkan

proses

pertumbuhan

yang diikuti

dariperubahan fungsi, seperti perkembangan sistem reproduksi akan diikuti
perubahan pada fungsi alat kelamin.
2) Perkembangan memiliki pola yang konstan dengan hukum tetap, yaitu
perkembangan dapat terjadi dari daerah kepala menuju ke arah kaudalatau dari
bagian proksimal ke bagian distal.
3) Perkembangan memiliki tahapan yang berurutan mulai dari kemampuan
melakukan hal yang sederhana menuju kemampuan melakukan hal yang
sempurna.
4) Perkembangan setiap individu memiliki kecepatan pencapaian perkembangan
yang berbeda.
5)

Perkembangan dapat menentukan pertumbuhan tahap selanjutnya, dimana

tahapan perkembangan harus melewati tahap demi tahap. (Potter dan Anne, 2009)
Teori dalam perkembangan anak, yaitu:
1. Teori Nativisme, teori ini pertama kali digagas oleh Schopenhauer. Menurut
teori ini, perkembangan manusia ditentukan oleh faktor-faktor nativus yaitu
faktor-faktor keturunan yang merupakan faktor yang dibawa pada waktu
melahirkan. Teori ini meyakini bahwa faktor yang paling mempengaruhi dalam
perkembangan manusia adalah pembawaan sejak lahir atau boleh dibilang
ditentukan oleh bakat. Teori nativisme bersumber dari Leibnitzian tradition yang

Universitas Sumatera Utara

15

menekankan pada kemampuan dalam diri seorang anak. Orang-orang yang
mengikuti teori nativisme sangat menekankan bakat yang dimilikinya sehingga
dapat mengembangkan secara maksimal.
2. Teori dalam perkembangan anak selanjutnya yaitu Teori Empirisme oleh John
Locke. Teori empirisme menyatakan bahwa perkembangan seseorang ditentukan
oleh pengalaman-pengalaman yang diperoleh selama perkembangan individu
dalam kehidupannya. Faktor lingkungan, lebih khusus adalah dunia pendidikan,
sangat besarmenentukan perkembangan anak.
3. Teori Konvergensi, dikemukakan oleh William Stern. Menurut teori ini, baik
pembawaan

maupun

lingkungan

mempunyai

peranan

penting

dalam

perkembangan anak. Perkembangan individu akan ditentukan oleh faktor yang
dibawa sejak lahir maupun faktor lingkungan (Azzet, 2010)
2.2 Konsep Komunikasi Interpersonal
2.2.1 Defenisi Komunikasi Interpersonal
Komunikasi adalah elemen dari interaksi manusia yang memungkinkan
seseorang untuk menetapkan, mempertahankan dan meningkatkan kontak mata
dengan orang lain. Komunikasi dilakukan oleh seseorang setiap hari, sehingga
orang sering salah berpikir bahwa komunikasi adalah sesuatu yang mudah.
Komunikasi adalah proses kompleks yang melibatkan tingkah laku dan hubungan
serta memungkinkan individu berasosiasi dengan orang lain dan dengan
lingkungan sekitarnya (Potter & Perry, 2005).
Komunikasi adalah proses interpersonal yang melibatkan perubahan
verbal dan nonverbal dari informasi dan ide. Komunikasi mengacu tidak hanya

Universitas Sumatera Utara

16

pada isi tetapi juga pada perasaan dan emosi individu dalam menyampaikan
informasi. Komunikasi adalah sebuah faktor yang paling penting, yang digunakan
untuk menetapkan hubungan terapeutik antara perawat dan pasien (Potter &
Perry, 2005). Komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih
membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang
pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam” (Cangara,
2009).
Komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang terjadi pada dua orang
atau lebih yang berlangsung secara tatap muka atau menggunakan media atau
pesan diterima dan disampaikan secara simultan dan spontan (Daryanto, 2011)
Komunikasi Interpersonal adalah komunikasi atara dua orang atau
sekelompok kecil orang dengan beberapa efek dan umpan balik segera (Devito,
2011). Suranto (2011) mengemukakan bahwa manusia berkomunikasi karena
memiliki keinginan untuk saling berbicara, tukar menukar gagasan, berbagi
pengalaman, ingin menciptakan hubungan baru, serta bekerja sama dengan orang
lain untuk memenuhi kebutuhan.
Komunikasi interpersonal adalah interaksi yang terjadi antara sedikitnya
dua orang atau dalam kelompok kecil, yang memungkinkan setiap pesertanya
menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun
nonverbal (Nurhasanah, 2006).
Komunikasi interpersonal merupakan proses pengiriman pesan antara dua
orang atau lebih dengan efek dan feedback langsung. Komunikasi interpersonal
juga merupakan suatu pertukaran yaitu tindakan menyampaikan dan menerima

Universitas Sumatera Utara

17

pesan secara timbal balik. Makna adalah sesuatu yang dipertukarkan dalam proses
tersebut. Selain itu, makna juga merupakan kesamaan pemahaman di antara
orang-orang yang berkomunikasi terhadap pesan-pesan yang digunakan dalam
proses komunikasi ( Nasir, et al., 2011).
Devito (2011) menjelaskan definisi komunikasi antar pribadi dari tiga
perspektif :
1).

Perspektif

Konvensional

Perspektif

ini

mendefinisikan

komunikasi

antarpribadi berdasarkan pada unsurunsur atau komponennya, yaitu merupakan
proses pengiriman dan penerimaan pesan di antara dua orang ataupun sekelompok
kecil orang, dengan berbagai efek dan umpan balik.
2). Perspektif Relasional Menurut perspektif ini, komunikasi antarpribadi
didefinisikan sebagai komunikasi yang terjadi diantara dua orang yang
mempunyai hubungan jelas di antara mereka. Definisi relasional acapkali disebut
definisi pasangan (diadik) karena melibatkan hubungan antara dua orang yang
berinteraksi.
3). Perspektif Pengembangan Pada perspektif pengembangan, komunikasi
antarpribadi adalah suatu proses yang berkembang, yaitu dari komunikasi yang
bersifat impersonal meningkat menjadi komunikasi yang sangat pribadi atau
intim. Dari ketiga perspektif tersebut dapat diartikan bahwa komunikasi
antarpribadi adalah proses pengiriman dan penerimaan pesan antara dua orang
atau di antara sekelompok kecil orang-orang dengan beberapa efek dan beberapa
umpan balik seketika ( Devito, 2011).

Universitas Sumatera Utara

18

2.2.2 Jenis-jenis Komunikasi Interpersonal
Secara teoritis, komunikasi antarpribadi diklasifikasikan menjadi dua jenis
menurut sifatnya (Effendy, 2003) :
a. Komunikasi diadik Komunikasi diadik adalah komunikasi antarpribadi
yang berlangsung ntara dua orang yakni yang seorang adalah komunikator
yang menyampaikan pesan dan seorang lagi komunikan yang menerima
pesan. Oleh karena pelaku komunikasinya dua orang, maka dialog yang
terjadi berlangsung secara intens.
b. Komunikasi triadik Komunikasi triadik adalah komunikasi antarpribadi
yang pelakunya terdiri dari tiga orang, yakni seorang komunikator dan dua
orang komunikan.
2.2.3 Ciri Komunikasi Interpersonal
Menurut Rogers (dalam Wiryanto, 2004) ciri-ciri komunikasi antar pribadi
adalah sebagai berikut :
a. Arus pesan cenderung dua arah.
b. Konteks komunikasinya dua arah.
c. ingkat umpan balik yang terjadi tinggi.
d. Kemampuan

mengatasi tingkat

selektivitas,

terutama

selektivitas

keterpaan tinggi.
e. Kecepatan jangkauan terhadap khalayak yang besar relatif lambat
f. Efek yang mungkin terjadi adalah perubahan sikap.

Universitas Sumatera Utara

19

2.2.4 Efektivitas Komunikasi Interpersonal
Efektivitas Komunikasi Interpersonal dimulai denganlima kualitas umum
yang dipertimbangkan yaitu keterbukaan (openness), empati(empathy), sikap
mendukung

(supportiveness),

sikap

positif

(positiveness),

dankesetaraan

(equality). a) keterbukaan (openness), keterbukaan ialah sikap dapat menerima
masukan dari orang lain, serta berkenaanmenyampaikan informasi penting kepada
orang lain. Dalam proses komunikasiinterpersonal, keterbukaan menjadi salah
satu sikap positif. Hal ini disebabkan,dengan keterbukaan, maka komunikasi
interpersonal akan berlangsung secaraadil, transparan, dua arah, saling percaya,
dan dapat diterima oleh semua pihakyang berkomunikasi; b) Empati (empathy),
empati ialah kemampuan seseorang untuk mendengarkan sesuatu yang
sedangdialami orang lain, merasakan apa yang dirasakan orang lain, dan
dapatmemahami sesuatu persoalan dari sudut pandang orang lain, melalui kaca
mataorang lain; c) Sikap mendukung (supportiveness) ,Hubungan interpersonal
yang

efektif

adalah

hubungan

di

mana

terdapat

sikap

mendukung

(supportiveness). Artinya masing-masing pihak yang berkomunikasi memiliki
komitmen untuk mendukung terselenggaranya interaksi secara terbuka.Sikap
mendukung juga merupakan sikap yang mengurangi defensif. Sikap defensif
merupakan sikap yang tidak dapat menerima, tidak jujur, cenderung melindungi
diri dari ancaman yang akan ditanggapi dalam situasi komunikasi; d) Sikap positif
(positiveness), sikap positif adalah adanya kecenderungan bertindak pada diri
komunikator

untuk

memberikan

penilaian

yang

positif

pada

diri

komunikan.Dalam komunikasi interpersonal, hendaknya antara komunikator dan

Universitas Sumatera Utara

20

komunikan saling menunjukkan sikap positif, tidak menaruh curiga, dan saling
memberikan pujian jika memang dibutuhkan, guna menciptakan situasi
komunikasi kondusif untuk interaksi yang efektif; e) Kesetaraan (equality),
kesetaraan (equality) ialah perasaan sama dengan orang lain, sebagai manusia
tidak tinggi atau rendah, walaupun terdapat perbedaan dalam kemampuan tertentu,
latar belakang keluarga atau sikap orang lain terhadapanya. Dalam persamaan
tidak mempertegas perbedaan, artinya tidak menggurui, tetap berbincang pada
tingkatan yang sama, dan tidak memaksakan kehendak pribadi (Devito, 2011).
Devito (2011) menjelaskan karakteristik komunikasi antar pribadi yang
efektif dapat dilihat dari dua perspektif, yaitu:
1). Perspektif Humanistik, meliputi sifat-sifat:
a. Keterbukaan (Openness) Proses komunikasi antar pribadi dapat
berlangsung efektif bila pribadipribadi yang terlibat dalam proses komunikasi
antar pribadi harus saling memiliki keterbukaan, dengan demikian lebih mudah
mencapai komunikasi efektif. Sikap keterbukaan paling tidak menunjuk pada dua
aspek dalam komunikasi antarpribadi. Pertama, kita harus terbuka pada orang lain
yang berinteraksi dengan kita, yang penting adalah adanya kemauan untuk
membuka diri pada masalah-masalah yang umum, agar orang lain mampu
mengetahui pendapat, gagasan, atau pikiran kita sehingga komunikasi akan
mudah dilakukan. Dari keterbukaan menunjuk pada kemauan kita untuk
memberikan tanggapan terhadap orang lain secara jujur dan terus terang terhadap
segala sesuatu yang dikatakannya. Keterbukaan atau sikap terbuka sangat
berpengaruh dalam menumbuhkan komunikasi antarpribadi yang efektif.

Universitas Sumatera Utara

21

Keterbukaan adalah pengungkapan reaksi atau tanggapan kita terhadap situasi
yang sedang dihadapi serta memberikan informasi tentang masa lalu yang relevan
untuk memberikan tanggapan kita di masa kini tersebut. Sears (2009) menjelaskan
bahwa perilaku keterbukaan memiliki beberapa manfaat seperti menambah
informasi mengenai diri sendiri, kemampuan mengatasi masalah, komunikasi
yang efektif, hubungan penuh makna, dan terwujudnya kesehatan mental. Secara
psikologis, apabila individu mau membuka diri kepada orang lain, maka orang
lain yang diajak bicara akan merasa aman dalam melakukan komunikasi
antarpribadi yang akhirnya orang lain tersebut akan turut membuka diri. Brooks
dan Emmert (dalam Rahmat, 2005) mengemukakan bahwa karakteristik orang
yang terbuka adalah sebagai berikut:
a.Menilai pesan secara objektif, dengan menggunakan data dan keajegan logika.
b.Membedakan dengan mudah, melihat nuansa, dan sebagainya.
c.Mencari informasi dari berbagai sumber
d.Mencari pengertian pesan yang tidak sesuai dengan rangkaian kepercayaannya.
b. Empati (emphaty) Empati adalah merasakan apa yang dirasakan orang
lain. Adanya empati komunikator dapat merasakan perasaan komunikan sehingga
setiap pesan yang disampaikan sesuai dengan keinginan komunikator dan
komunikan.
Komunikasi antarpribadi dapat berlangsung kondusif apabila komunikator
(pengirim pesan) menunjukkan rasa empati pada komunikan (penerima pesan).
Menurut Sugiyo (2005), empati dapat diartikan sebagai menghayati perasaan
orang lain atau turut merasakan apa yang dirasakan orang lain. Sementara itu

Universitas Sumatera Utara

22

Surya (2005), menjelaskan empati sebagai suatu kesediaan untuk memahami
orang lain secara paripurna baik yang nampak maupun yang terkandung,
khususnya dalam aspek perasaan, pikiran dan keinginan. Individu dapat
menempatkan diri dalam suasana perasaan, pikiran dan keinginan orang lain
sedekat mungkin apabila individu tersebut dapat berempati. Apabila empati
tersebut tumbuh dalam proses komunikasi antarpribadi, maka suasana hubungan
komunikasi akan dapat berkembang dan tumbuh sikap saling pengertian dan
penerimaan.
c. Perilaku suportif (Supportivness) Dukungan tercapai bila ada saling
pengertian dari mereka yang mempunyai kesamaan melalui komunikasi yang
efektif, dukungan dapat diberikan. Dalam komunikasi antarpribadi diperlukan
sikap memberi dukungan dari pihak komunikator agar komunikan mau
berpartisipasi dalam komunikasi. Hal ini senada dikemukakan Sugiyo (2005)
dalam komunikasi antarpribadi perlu adanya suasana yang mendukung atau
memotivasi, lebihlebih dari komunikator. Rahmat (2007 ) mengemukakan bahwa
“sikap supportif adalah sikap yang mengurangi sikap defensif”. Orang yang
defensif cenderung lebih banyak melindungi diri dari ancaman

yang

ditanggapinya dalam situasi komunikan dari pada memahami pesan orang lain.
d. Rasa positif (Positivness) Setiap pembicaraan yang disampaikan
mendapat tanggapan pertama yang positif, maka rasa positif menghindarkan
pihak-pihak yang berkomunikasi untuk tidak curiga atau berprasangka. Rasa
positif merupakan kecenderungan seseorang untuk mampu bertindak berdasarkan
penilaian yang baik tanpa merasa bersalah yang berlebihan, menerima diri sebagai

Universitas Sumatera Utara

23

orang yang penting dan bernilai bagi orang lain, memiliki keyakinan atas
kemampuannya untuk mengatasi persoalan, peka terhadap kebutuhan orang lain,
pada kebiasaan sosial yang telah diterima. Dapat memberi dan menerima pujian
tanpa pura-pura memberi dan menerima penghargaan tanpa merasa bersalah.
Sugiyo (2005) mengartikan bahwa rasa positif adalah adanya kecenderungan
bertindak pada diri komunikator untuk memberikan penilaian yang positif pada
diri komunikan. Dalam komunikasi antarpribadi hedaknya antara komunikator
dengan komunikan saling menunjukkan sikap positif, karena dalam hubungan
komunikasi tersebut akan muncul suasanamenyenangkan, sehingga pemutusan
hubungan komunikasi tidak dapat terjadi. Rahmat (2007) menyatakan bahwa
sukses komunikasi antarpribadi banyak tergantung pada kualitas pandangan dan
perasaan diri; positif atau negatif. Pandangan dan perasaan tentang diri yang
positif, akan lahir pola perilaku komunikasi antarpribadi yang positif pula e.
Kesamaan (Equality) Suatu komunikasi lebih akrab dan jalinan antar pribadi lebih
kuat apabila memiliki kesamaan pandangan, sikap, ideology dan sebagainya.
Kesetaraan merupakan perasaan sama dengan orang lain, sebagai manusia tidak
tinggi atau rendah, walaupun terdapat perbedaan dalam kemampuan tertentu, latar
belakang keluarga atau sikap orang lain terhadapnya. Rahmat (2007)
mengemukakan bahwa persamaan atau kesetaraan adalah sikap memperlakukan
orang lain secara horizontal dan demokratis, tidak menunjukkan diri sendiri lebih
tinggi atau lebih baik dari orang lain karena status, kekuasaan, kemampuan
intelektual kekayaan atau kecantikan. Dalam persamaan tidak mempertegas
perbedaan, artinya tidak mengggurui, tetapi berbincang pada tingkat yang sama,

Universitas Sumatera Utara

24

yaitu mengkomunikasikan penghargaan dan rasa hormat pada perbedaan pendapat
merasa nyaman, yang akhirnya proses komunikasi akan berjalan dengan baik dan
lancar.
2. Perspektif Pragmatis, meliputi sifat-sifat seperti:
a. Bersikap yakin Komunikasi antar pribadi lebih efektif apabila sesorang tidak
merasa malu, gugup atau gelisah menghadapi orang lain.
b. Kebersamaan Sikap kebersamaan ini dikomunikasikan secara verbal maupun
nonverbal. Secara verbal orang yang memiliki sifat ini dalam berkomunikasi
selalu mengikutsertakan dirinya dengan orang lain. Secara non verbal, orang yang
memiliki sifat ini akan berkomunikasi dengan mempertahankan kontak mata
ataupun gerakan-gerakan.
c. Manajemen Informasi Seseorang yang menginginkan komunikasi yang efektif
akan mengontrol dan menjaga interaksi agar dapat memuaskan kedua belah pihak
sehingga tidak seorang pun yang merasa diabaikan.
d. Perilaku Ekspresif Memperlihatkan keterlibatan seseorang secara sungguhsungguh dalam berinteraksi dengan orang lain lebih membuat komunikasi antar
pribadi lebih efektif.
e. Orientasi pada orang lain Seseorang harus memiliki sifat yang berorentasi pada
orang lain untuk mencapai efektifitas komunikasi antar pribadi. Artinya seseorang
mampu untuk beradaptasi dengan orang lain selama berlangsungnya komunikasi
antar pribadi.

Universitas Sumatera Utara

25

2.3 Konsep Keluarga
2.3.1 Definisi Keluarga
Keluarga didefinisikan sebagai sekumpulan orang yang tinggal dalam satu
rumah yang masih mempunyai hubungan kekerabatan/hubungan darah karena
perkawinan, kelahiran, adopsi dan lain sebagainya (Soerjono,2004).
Tipe / bentuk keluarga menurut Murwani (2007) adalah :
a. Keluarga inti (Nuclear Family), adalah keluarga yang terdiri dari ayah,ibu, dan
anak-anak.
b. Keluarga besar (Extended Family), adalah keluarga inti ditambahdengan satu
saudara. Misalnya nenek, kakek, keponakan, saudarasepupu, parnan, bibi, dan
sebagainya.
c. Keluarga bcrantai (Serial Family), adalah keluarga yang terdiri dariwanita dan
pria yang menikah lcbih dari satu kali dan merupakan satukeluarga inti.
d. Keluarga duda /janda (Single Family), adalah keluarga yang terjadikerena
perceraian atau kematian.
e. Keluarga berkomposisi (Composite Family), adalah keluargaperkawinannya
berpoligami dan hidup. secara bersama.
f. Keluarga kabitas (Cahabitation Family), adalah dua orang menjadisatu tanpa
pernikahan tetapi membentuk satu keluarga .
2.3.2 Tugas Keluarga
Suprajitno (2004) menyatakan bahwa fungsi pemeliharaan kesehatan,
keluarga mempunyai tugas di bidang kesehatan yang perlu dipahami dan
dilakukan, meliputi:

Universitas Sumatera Utara

26

1. Mengenal masalah kesehatan keluarga.
2. Memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga.
3. Merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan.
4. Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga.
5. Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan disekitarnya bagi keluarga.
2.3.3 Peran keluarga
Peran formal Keluarga (Murwani, 2007)
a). Peran parental dan perkawinanDelapan peran dasar yang membentuk posisi
sosial sebagaisuami-ayah dan istri-ibu:
1) Peran sebagai provider (penyedia).
2) Peran sebagai pengatur rumah tangga.
3) Peran perawatan anak.
4) Peran sosialisasi anak.
5) Peran rekreasi.
6) Peran persaudaraan (memelihara hubungan keluarga paternal danmaternal).
7) Peran terapeutik ( memenuhi kebutuhan afektif pasangan)
8) Peran seksualb. Peran perkawinanKebutuhan bagi pasangan memelihara suatu
hubungan perkawinan yang kokoh itu sangat penting. Anak-anak terutama dapat
mempengaruhi hubungan perkawinan, menciptakan situasi dimanasuami dan istri
membentuk suatu koalisi dengan anak. Memelihara suatu hubungan perkawinan
yang memuaskan rnerupakan salah satu tugas perkembangan yang vital dari
keluarga.

Universitas Sumatera Utara

27

b). Peran informal
1) Pengharmonis: menengahi perbedaan yang terdapat diantara paraanggota,
menghibur dan menyatukan kembali perbedaan pendapat.
2) Inisiator-kontributor: mengemukakan dan mengajukan ide-ide baru atau caracara mengingat masalah-masalah atau tujuan-tujuan kelompok.
3) Pendamai (compromiser): merupakan salah satu bagian dari konflik dan
ketidak sepakatan, pendamai inenyatakan kesalahan posisi dan mengakui
kesalahannya, atau menawarkan penyelesaian.
4) Perawat keluarga: orang yang terpanggil untuk merawat dan mengasuh anggota
keluarga lain yang membutuhkannya.
5) Koordinator keluarga: mengorganisasi dan merencanakan kegiatan-kegiatan
keluarga, berfungsi mengangkat keterikatan atau keakraban
2.3.4. Fungsi Keluarga
Fungsi keluarga menurut Murwani (2007) adalah :
a. Fungsi biologis
1) Untuk meneruskan keturunan.
2) Memelihara dan membesarkan anak.
3) Memenuhi kebutuhan gizi keluarga.
4) Memelihara dan merawat anggota keluarga.
b. Fungsi Psikologis
1) Memberikan kasih sayang dan rasa aman.
2) Memberikan perhatian diantara anggota keluarga.
3) Memelihara dan merawat anggota keluarga.

Universitas Sumatera Utara

28

4) Memberikan identitas keluarga.
c. Fungsi Sosialisasi
1) Membina sosialisasi pada anak.
2) Membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkatperkembangan
anak.
3) Meneruskan nilai-nilai budaya keluarga.
d. Fungsi Ekonomi
1) Mencari sumber-sumber pcnghasilan untuk pemenuhan kebutuhankeluarga.
2)Pengaturan penggunaan penghasilan keluarga untuk memenuhikebutuhan
keluarga.
3)Menabung untuk memenuhi kebutuhan di masa yang akan datangmisalnya
pendidikan anak, jaminan hari tua dan sebagainya.
e. Fungsi pendidikan
1)Menyekolahkan anak untuk memberikan pengetahuan, ketrampilan, dan
membentuk perilaku anak sesuai dengan bakatdan minat yang dimilikinya
2) Mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa yang akan datangdalam
memenuhi peranannya sebagai orang dewasa.
3) Mendidik anak sesuai dengan tingkat - tingkat perkembangannya.
f. Fungsi perlindungan. Tugas keluarga dalam hal ini adalah melindungi anak dari
tindakan-tindakan yang tidak baik, sehingga anggota keluarga merasa terlindungi
dan merasa aman.g. Fungsi perasaan. Tugas keluarga dalam hal ini adalah
menjaga secara instuitif, merasakan perasaan anak dan anggota keluarga sehingga
salingpengertian satu sama lain dalam menumbuhkan keharmonisan dalam

Universitas Sumatera Utara

29

keluarga. h. Fungsi religious. Tugas keluarga dalam fungsi ini adalah
memperkenalkan dan mengajak anak dan anggota keluarga yang lain dalam
kehidupan beragama, dan tugas kepala keluarga untuk menanamkan keyakinan
bahwa ada kekuatan lain yang mengatur kehidupan ini dan ada kehidupan lain
setelah di dunia ini. i. Fungsi rekreatif. Tugas keluarga dalam fungsi rekreatif ini
tidak selalu harus pergi ketempat rekreasi, tetapi yang penting bagairnana
menciptakan suasana yang menyenangkan dalam keluarga sehingga dapat
mencapai keseimbangan kepribadian masing-masing anggotanya.
2.4 Komunikasi Keluarga
2.4.1 Definisi Komunikasi Keluarga
Dalam keluarga yang sesungguhnya, komunikasi merupakan sesuatu yang
harus dibina, sehingga anggota keluarga merasakan ikatan yang dalam serta saling
membutuhkan. Keluarga merupakan kelompok primer paling penting dalam
masyarakat, yang terbentuk dari hubungan laki-laki dan perempuan, perhubungan
ini yang paling sedikit berlangsung lama untuk menciptakan dan membesarkan
anak-anak. Keluarga dalam bentuk yang murni merupakan kesatuan sosial yang
terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak (Ahmadi, 2007) Hubungan yang baik dapat
dicapai dengan membina dan memelihara komunikasi yang baik di dalam
keluarga dan dengan masyarakat di luar keluarga. Hubungan antara anggota
keluarga harus dipupuk dan dipelihara dengan baik. Hubungan yang baik,
kesatuan sikap ayah dan ibu merupakan jalinan yang memberi rasa aman bagi
anak-anak. Hubungan serasi ayah-ibu memberi rasa tenang dan keteladanan bagi
anak dan keluarga yang kelak dibentuknya. Komunikasi yang baik terbentuk bila

Universitas Sumatera Utara

30

hubungan timbal balik selalu terjalin antara ayah, ibu, dan anak (Gunarsa, 2000).
Kegiatan keluarga sehari-hari selalu berkaitan erat dengan pola komunikasi
keluarga.

Komunikasi

keluarga

merupakan

proses

mengembangkan

intersubjektivitas (intersubjectivity) dan pengaruh melalui penggunaan kode
antara kelompok akrab yang memunculkan perasaan rumah (sense of home) dan
identitas kelompok, lengkap dengan ikatan kuat kesetiaan dan emosi (Hidayat,
2012). Komunikasi keluarga jika dilihat dari segi fungsinya tidak jauh
berbedamdengan fungsi komunikasi pada umumnya. Ada dua fungsi komunikasi
dalam keluarga, yaitu fungsi komunikasi sosial dan fungsi komunikasi kultural.
Fungsi komunikasi sebagai komunikasi sosial mengisyaratkan bahwa komunikasi
itu penting untuk membangun konsep diri, aktualisasi diri, untuk kelangsungan
hidup, untuk memperoleh kebahagiaan, dan untuk menghindarkan diri dari
ketegangan dan tekanan. Fungsi komunikasi sebagai komunikasi kultural
diasumsikan dari pendapat para sosiolog yaitu komunikasi dan budaya
mempunyai hubungan timbal balik. Peranan komunikasi dalam fungsi ini adalah
turut menentukan, memelihara, mengembangkan atau mewariskan budaya
(Djamarah,2004).

Universitas Sumatera Utara