Kepemimpinan Militeristik Otoritarian : Perbandingan Gaya Kepemimpinan Saloth Sar di Kamboja (1975-1979) dan Soeharto di Indonesia (Periode 1965-1970)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Setiap dan semua organisasi apapun jenisnya pasti memiliki dan
memerlukan seorang pimpinan tertinggi (pimpinan puncak) dan/atau manajer
tertinggi (top manager) yang harus menjalankan kegiatan kepemimpinan
(leadership) dan/atau manajemen (management) bagi keseluruhan organisasi
sebagai satu kesatuan. 1 Menurut Kartono, kepemimpinan itu sifatnya spesifik,
khas, diperlukan bagi satu situasi khusus. Sebab dalam suatu kelompok yang
melakukan aktivitas - aktivitas tertentu, dan mempunyai suatu tujuan serta
peralatan - peralatan yang khusus. Pemimpin kelompok dengan ciri-ciri
karakteristik itu merupakan fungsi dari situasi khusus. 2 Sedangkan menurut
Rivai, kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi dalam menentukan
organisasi,
memotivasi
perilaku
pengikut
untuk
mencapai
tujuan,
mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. 3
Kamboja dan Indonesia merupakan negara-negara yang berada di
kawasan Asia Tenggara. Secara geografis negara Kamboja terletak di
Semenanjung Indochina, berbatasan darat di sebelah utara dengan Laos dan
Thailand, di sebelah timur dan selatan dengan Vietnam dan sebelah barat
1
Hadari Nawawi. Kepemimpinan Mengefektifkan Organisasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
2003. hal. 18.
2
Kartini Kartono. Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2006. hal.48.
3
Veithzal Rivai. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2003. hal. 3.
1
Universitas Sumatera Utara
dengan Teluk Thailand. 4Sedangkan Indonesia secara geografis terletak di
antara 2 benua, yaitu benua Australia dan benua Asia, serta berada di antara 2
samudera, yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. 5
Kamboja dan Indonesia adalah negara - negara di kawasan Asia
Tenggara yang pernah mengalami konflik dalam pemerintahannya. Kamboja
dan Indonesia pernah menjalani masa pemerintahan dimana rezim militeristik
otoriter pernah memimpin di kedua negara tersebut.
Di kamboja, konflik yang terjadisebagian besar merupakan konflik
perebutan tampuk kekuasaan.Konflik itu terjadi karena ketidakpuasan suatu
golongan tertentu sehingga berusaha untuk merebut kursi kepemimpinan di
Kamboja. Konflik-konflik politik di Kamboja mulai muncul ketika Kamboja
berada di bawah kekuasaan Perancis. Pada saat itu Perancis mengangkat
Pangeran Norodom Sihanouk sebagai raja Kamboja. Hal itu terlihat janggal
karena ayah serta paman Pangeran Sihanouk masih hidup. Meskipun
demikian karena Perancis menghendaki maka Pangeran Sihanouk resmi
menjadi raja Kamboja sejak tahun 1941, yang pada akhirnya dikudeta oleh
Lon Nol pada tahun 1970 dikarenakan oleh Norodom Sihanouk yang senang
bersahabat oleh Vietnam Utara dan Cina yang komunis. 6
4
Presiden Republik Indonesia-Susilo Bambang Yudhoyono. 2006. Profil Negara Kamboja. Tersedia pada
http://www.presidensby.info., diakses pada tanggal 1 April 2017 pukul 19.35.
5
Letak Geografis Wilayah Indonesia. Dikutip melalui http://www.ilmusiana.com/2015/08/letak-geografiswilayah-indonesia.html. Diakses pada tanggal 1 April 2017 pukul 19.45.
6
Pangeran Sihanouk naik tahta pada tahun 1941 dan memimpin Kamboja ketika merdeka tahun 1953.
Seluruh rakyat Kamboja berduka cita, ketika mantan Raja Norodom Sihanouk tutup usia dalam usia 89
tahun di sebuah rumah sakit Beijing. Lihat http://www.jpnn.com/read/2012/10/16/143520/kingfatherkamboja,. Diakses pada tanggal 24 Maret 2017 pukul 19.28.
2
Universitas Sumatera Utara
Setelah berhasil mengadakan kudeta tak berdarah pada bulan Maret
1970 dan menyatakan dirinya sebagai presiden Kamboja, Lon Nol segera
mengambil beberapa tindakan yaitu: Pertama, mengadakan perubahan
terhadap bentuk negara yaitu dari bentuk kerajaan menjadi republik. Kedua,
menjalin kerjasama dengan Amerika Serikat guna menghadapi Khmer Merah.
Tindakan pemerintah Lon Nol yang menjalin kerjasama dengan Amerika
Serikat guna menghadapi gerakan komunis Khmer Merah dan mengadakan
pengejaran terhadap gerilyawan komunis Vietnam Utara semakin merusak
netralitas Kamboja. Sementara itu mengetahui kekuasaannya direbut oleh Lon
Nol, di pengasingan Pangeran Sihanouk yang didukung oleh Cina mendirikan
Royal Goverment of National Union of Cambodia (GRUNC) atau
Pemeritahan Kerajaan Persatuan Nasional Kamboja. Selain mendapat
dukungan dari Cina, pembentukan GRUNC juga mendapat dukungan dari
komunis Khmer Merah pimpinan Saloth Sar danVietnam Utara.Selanjutnya
untuk membentuk kader militer dan politik di dalam negeri, maka
dibentuklah National United Front of Cambodia (NUFC) atau Front
Persatuan Nasional Kamboja. NUFC yang merupakan aliansi dari beberapa
kelompok seperti Khmer Rumdoah (pengikut Sihanouk), Khmer Merah
pimpinan Saloth Sar, Khmer Merah pro Vietnam dan Partai Pekerja Vietnam
dalam perkembanganya mengalami perpecahan karena adanya perbedaan
pendapat. Meskipun mengalami perpecahan tetapi pada akhirnya pada tahun
1975 GRUNC dan NUFC, yang keanggotaannya banyak didominasi komunis
Khmer Merah pimpinan Saloth Sar dapat mengalahkan pemerintahan Lon
Nol dukungan Amerika Serikat. Dengan jatuhnya pemerintahan Lon Nol
3
Universitas Sumatera Utara
berarti menandai era baru negara Kamboja di bawah pemerintahan Khmer
Merah pimpinan Saloth Sar. 7
Pada
tahun
1975,
Kamboja
pernah
menjadi
sorotan
dunia
internasional ketika di bawah masa pemerintahan Saloth Sar atau yang lebih
dikenal dengan nama Pol Pot. Saat itu Saloth Sar memproklamirkan Kamboja
sebagai negara baru dengan nama Democratic Kampuchea setelah melakukan
kudeta militer untuk menggulingkan pemerintahan Lon Nol yang didukung
oleh Amerika Serikat. Pada saat itu ia menyebutkan tahun 1975 yaitu sebagai
“Year Zero” yang berarti bahwa segala sesuatu ingin dibangun dari titik nol
oleh rezim ini. Tanggal 17 April 1975 dinyatakan sebagai Hari Pembebasan
(Liberation Day) dari rezim Lon Nol yang buruk dan korup. Diharapkan
pergantian kepemimpinan itu membawa dampak yang lebih baik, namun hal
yang diharapkan ternyata malah sebaliknya. Tahun 1975 merupakan awal dari
sejarah kelam negara Kamboja. Bagaimana tidak, setelah beberapa hari
memerintah rezim ini telah menghukum mati orang-orang yang pernah
bergabung dengan rezim Lon Nol bahkan tanpa proses peradilan. Penduduk
Phnom Penh dan juga penduduk di beberapa provinsi lain terpaksa pindah
dari kota dan pergi ke daerah-daerah penampungan yang di rasa aman.
Tatanan pemerintahan Kamboja menjadi berubah sangat drastis dibawah garis
keras komunis. 8Kamboja di bawah pemerintahan Saloth Sar jauh dari yang
diharapkan oleh masyarakat Kamboja. Pada masa kepemimpinan Saloth Sar
Kamboja mengalami semacam kemunduran diberbagai bidang kehidupan,
tidak hanya itu penderitaan rakyat yang berkepanjangan mengakibatkan
7
Muhammad Resky.Sistem Politik Indocina 1945-1990. Yogyakarta: Deepublish. 2015. hal. 30.
Afred Suci. 151 Konspirasi Dunia Paling Gila dan Mencengangkan!. Jakarta: Wahyumedia. 2007. hal. 127.
8
4
Universitas Sumatera Utara
Kamboja kehilangan banyak rakyatnya. Hal tersebut terjadi karena pada saat
Saloth Sar berkuasa terjadi semacam “revolusi kebudayaan” di mana orangorang yang tidak disukai dibantai secara membabi buta. 9
Begitu Mendapatkan Kekuasaan, Saloth Sar dan Khmer Merahnya
segera mengevakuasi rakyat dari perkotaan ke perdesaan. Mereka dipaksa
hidup di ladang-ladang yang ditinggali bersama. Rezim Saloth Sar ini sangat
kritis terhadap oposisi dan kritik. Karenanya, ribuan politikus dan pejabat
dibunuh. Akibatnya, Phnom Penh menjadi kota hantu karena penduduknya
banyak yang tewas akibat kelaparan, penyakit, maupun dieksekusi. Ranjauranjau darat yang oleh Saloth Sar disebut dengan “tentara yang sempurna”
disebar diseluruh wilayah perdesaan. Untuk mewujudkan “Year Zero”
tersebut, Saloth Sar membangun masyarakat sosialis yang sempurna dari
bawah ke atas. Uang dan properti disingkirkan. Buku-buku dibakar. Rumahrumah milik pribadi dibakar, candi dan pura tidak dipergunakan lagi, dan
setiap simbol teknologi barat, dari mobil sampai peralatan kesehatan,
dihancurkan. 10
Sementara itu di Indonesia, tahun 1965 sampai 1970 adalah
masa Transisi dari Orde Lama ke Orde Baru, yaitu masa dimana pergolakan
politik terjadi di Indonesia pada pertengahan tahun 1960an, dimana
digulingkannya presiden pertama Indonesia saat itu yaitu Soekarno setelah 21
tahun menjabat. Periode ini adalah salah satu periode paling penuh gejolak
9
Achmad Munif.50 Tokoh Legendaris Dunia. Yogyakarta: Narasi. 2007. hal. 154
Emdievi Y.G. Alejandro.41 Diktator Zaman Modern. Jakarta: Visimedia. 2007. hal. 141.
10
5
Universitas Sumatera Utara
dalam sejarah modern Indonesia. Periode ini juga menandakan dimulainya 32
tahun masa kepemimpinan Soeharto. 11
Surat Perintah Sebelas Maret atau Supersemar menjadi titik awal
lahirnya Orde Baru. 12 Sebab dengan supersemar itulah kemudian Soeharto
membubarkan PKI dan mengambil tindakan “pembaharuan dan stabilitas
politik”. Dengan Supersemar itu pula kekuasaan Presiden Soekarno dengan
sistem politik Demokrasi Terpimpinnya lenyap. Tampilnya Orde Baru
dipentas politik telah menggeser sistem politik Indonesia dari titik ekstrem
otoriter kesistem Demokrasi Liberal kembali (seperti pada tahun 1950-an)
yang namanya dikenal sebagai sistem politik Orde Baru. 13
Sejak Soeharto mendapatkan Surat Perintah Sebelas Maret, ia mulai
melakukan tindakan-tindakan yang inkonstitusional. Tindakan melanggar
hukum itu seperti dikeluarkannya Kepres No. 1/3/1966 pada tanggal 12 Maret
1966. Yang salah satu isinya yaitu pemberantasan PKI dan simpatisannya.
Akibatnya terjadilah “pembersihan” (baca: pembunuhan) yang frontal dan
bengis di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali. Pembunuhan ini berpola dan
terstruktur, pertama pembentukan organisasi massa, melakukan gerakan
sosial anti PKI, dan akhirnya pembunuhan massal. Pada bulan Oktober,
pembunuhan terjadi di Jawa Tengah, selanjutnya pada bulan November
11
Sejarah Indonesia (1965-1966). Dikutip melalui https://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Indonesia_(19651966). Diakses pada tanggal 8 April 2017 pukul 21.00.
12
Marwati Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto. Sejarah Nasional Indonesia, Jilid VI. Jakarta:
Depdikbud dan Balai Pustaka. 1984. hal. 45.
13
Moh. Mahfud M.D.Pergulatan Politik dan Hukum di Indonesia. Yogyakarta: Gama Media. 1999.hal. 62.
6
Universitas Sumatera Utara
merembet ke Jawa Timur, dan baru pada bulan Desember terjadi di Pulau
Bali. 14
Bahkan sebelum pengesahannya selaku Presiden Republik Indonesia
pada tanggal 27 Maret 1968, kewenangan yang dimiliki Soeharto telah
memungkinkannya untuk mensahkan sejumlah peraturan/perundangan yang
amat penting. Kesemuanya ini memberikan legitimasi baginya untuk naik ke
pangung kekuasaan, memfasilitasi proses persekusi dan diskriminasi terhadap
para anggota PKI dan orang-orang yang dituduh bersimpati dengan organisasi
tersebut. Saat peristiwa 30 September 1965 meletus, Soeharto menjabat
Panglima Komando Strategi Angkatan Darat (Kostrad). Jabatan tersebut
menempatkannya pada posisi strategis untuk memberikan perintah langsung
kepada seluruh jajaran Angkatan Bersenjata dan menguasai sarana
komunikasi yang ada. 15
Pada tanggal 2 Oktober 1965, Presiden Soekarno dipaksa untuk
menyerahkan tanggung jawab pemulihan keamanan dan stabiltas kepada
Soeharto. Pada tanggal 10 Oktober 1965, Soeharto melembagakan
kekuasaannya dengan membentuk Komando Operasi Pemulihan Keamanan
dan Ketertiban (Kopkamtib) dan mengangkat dirinya sendiri sebagai
Panglima Tertinggi. Dalam posisinya selaku Panglima Tertinggi, Soeharto
memerintahkan untuk melanjutkan proses “pembersihan” semua anggota
PKI, serta keluarga maupun kerabat dekat mereka. Proses tersebut diikuti
dengan pemecatan sejumlah besar orang dari kesatuan kepolisian dan insitusi
14
Wardaya T. Baskara. Bung Karno Menggugat! Dari Marhaen, CIA, Pembantaian Massal ’65 hingga G30S.
Yogyakarta: Galangpress. 2006. hal. 172.
15
KontraS. Menyusun Puzzle Pelanggaran HAM 1965: Sebuah Upaya Pendokumentasian. Jakarta:
KontraS.2012.hal. 11.
7
Universitas Sumatera Utara
lainnya. Perintah Soeharto ini juga memungkinkan proses pengawasandan
“rehabilitasi politik” atas mereka yang memiliki hubungan dengan para
tahanan,
atau
dicurigai
terlibat
sebagai
simpatisan.
Soeharto
juga
memerintahkan RPKAD untuk mengawasi proses penangkapan dan persekusi
tersebut. Di bawah kepemimpinan Soeharto, Kopkamtibdengan cepat
berkembang melampaui tujuan utamanya yaitu melacak simpatisan PKI.
Kopkamtib menjadi alat utama pemerintahan untuk kontrol politik.16
Dalam waktu 20 tahun pertama setelah pembantaian, muncul tiga
puluh
sembilan
perkiraan
serius
mengenai
jumlah
korban. Sebelum
pembantaian selesai, angkatan bersenjata memperkirakan sekitar 78.500 telah
meninggal. Sedangkan menurut orang-orang komunis yang trauma, perkiraan
awalnya mencapai 2 juta korban jiwa. Di kemudian hari, angkatan bersenjata
memperkirakan jumlah yang dibantai dapat mencapai sekitar 1 juta orang.
Pada 1966, Benedict Anderson memperkirakan jumlah korban meninggal
sekitar 200.000 orang dan pada 1985 mengajukan perkiraan mulai dari
500,000 sampai 1 juta orang.Sebagian besar sejarawan sepakat bahwa
setidaknya setengah juta orang dibantai,lebih banyak dari peristiwa manapun
dalam sejarah Indonesia. Suatu komando keamanan angkatan bersenjata
memperkirakan antara 450.000 sampai 500.000 jiwa dibantai.Para korban
dibunuh dengan cara ditembak, dipenggal, dicekik, atau digorok oleh angkatan
bersenjata dan kelompok Islam. Pembantaian dilakukan dengan cara tatap
16
Ibid., hal. 12.
8
Universitas Sumatera Utara
muka, tidak seperti proses pembantaian massal oleh Saloth Sar dan Khmer
Merah nya di Kamboja atau oleh Jerman Nazi di Eropa. 17
1.2.Rumusan Masalah
Perumusan masalah merupakan penjelasan mengenai alasan mengapa
masalah yang dikemukakan dalam penelitian itu dipandang menarik, penting
dan perlu diteliti. Perumusan masalah juga merupakan suatu usaha yang
menyatakan pertanyaan-pertanyaa penelitian apa saja yang perlu di jawab
atau perlu di cari jalan pemecahannya, atau dengan kata lain perumusan
masalah merupakan pertanyaan yang lengkap dan rinci mengenai ruang
lingkup masalah yang akan diteliti didasarkan pada identifikasi masalah dan
pembatasan masalah. 18
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan sebelumnya di dalam latar
belakang, maka dalam penelitian ini yang menjadi perumusan masalah adalah
:“Bagaimana Perbandingan Gaya Kepemimpinan Saloth Sar di Kamboja
(1975-1979) dengan Soeharto di Indonesia (Periode 1965-1970).”
1.3. Batasan Masalah
Dalam membuat penelitian, peneliti memerlukan batasan. Pembatasan
masalah berguna untuk memperjelas dan membatasi ruang lingkup terhadap
hal-hal apa saja dari masalah yang akan diteliti dan dibahas agar masalah yang
diangkat tidak menyimpang dari tujuan yang akan dicapai. Oleh karena itu,
adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah :
17
Pembantaian di Indonesia 1965–1966. Dikutip
melaluihttps://id.wikipedia.org/wiki/Pembantaian_di_Indonesia_1965%E2%80%931966. Diakses pada
tanggal 8 April 2017 pukul 21.16.
18
Husaini Usman dan Purnomo. Metodologi Penelitian Sosial. Bandung : Bumi Aksara. 2004. hal 130.
9
Universitas Sumatera Utara
1. Hanya mendeskripsikan kebijakan yang diterapkan Oleh Saloth Sar di
Kamboja pada tahun 1975 sampai 1979 dan Soeharto di Indonesia pada
periode 1965 sampai 1970.
2. Hanya mendeskripsikan bagaimana gaya kepemimpinan Oleh Saloth Sar
di Kamboja pada tahun 1975 sampai 1979 dan Soeharto di Indonesia pada
periode 1965 sampai 1970.
1.4.Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mendeskripsikan profil Saloth Sar dan Soeharto serta sistem politik di
Kamboja di tahun 1975-1979 dan Indonesia di tahun 1965-1970.
2. Menganalisis perbandingan gaya kepemimpinan Saloth Sardan
Soeharto di Kamboja dan Indonesia.
1.5. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Secara teoritis, penelitian ini merupakan salah satu kajian ilmu politik
yang membahas tentang perbandingan kepemimpinan Militeristik
Otoritarian, yang diharapkan mampu untuk memberikan kontribusi
dalam ilmu politik mengenai gaya kepemimpinan Militeristik
Otoritarian.
2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi
dan
informasi
kepadapembaca
mengenai
gaya
kepemimpinan
Militeristik Otoritarian.
10
Universitas Sumatera Utara
1.6.Kerangka Teori
1.6.1. Teori Kepemimpinan
Kegiatan manusia secara bersama-sama selalu membutuhkan
kepemimpinan. Untuk berbagai usaha dan kegiatannya diperlukan upaya
yang terencana dan sistematis dalam melatih dan mempersiapkan
pemimpin baru. Oleh karena itu, banyak studi dan penelitian dilakukan
orang untuk mempelajari masalah pemimpin dan kepemimpinan yang
menghasilkan berbagai teori tentang kepemimpinan. 19
Teori kepemimpinan adalah penggeneralisasian satu seri perilaku
pemimpin dan konsep-konsep kepemimpinannya, dengan menonjolkan
latar
belakang
historis,
sebab-musabab
timbulnya
kepemimpinan,
persyaratan menjadi pemimpin, sifat-sifat utama pemimpin, tugas pokok
dan fungsinya, serta etika profesi kepemimpinan. 20
Ada beberapa sebab seseorang menjadi pemimpin, tiga teori yang
menonjol dalam menjelaskan munculnya pemimpin antara lain: 21
a. Teori genetis menyatakan sebagai berikut :
-
Pemimpin itu tidak dibuat, akan tetapi lahir jadi pemimpin oleh
bakat-bakat alami yang luar biasa sejak lahirnya.
-
Dia ditakdirkan lahir menjadi pemimpin dalam situasi-kondisi
yang bagaimanapun juga, yang khusus.
-
Secara filosofi, teori tersebut menganut pandangan deterministis.
19
Kartini Kartono, op.cit., hal. 31.
Ibid., hal. 31.
21
Ibid.
20
11
Universitas Sumatera Utara
b. Teori sosial (lawan teori genetis) menyatakan sebagai berikut :
-
Pemimpin itu harus disiapkan, dididik, dan dibentuk, tidak
terlahirkan begitu saja.
-
Setiap orang bisa menjadi pemimpin, melalui usaha penyiapan dan
pendidikan, serta didorong oleh kemauan sendiri.
c. Teori ekologis atau sintetis (muncul sebagai reaksi dari kedua teori
tersebut lebih dahulu), menyatakan bahwa seseorang akan sukses
menjadi pimpinan, bila sejak lahirnya dia telah memiliki bakat-bakat
kepemimpinan, dan bakat-bakat ini sempat dikembangkan melalui
pengalaman dan usaha pendidikan; juga sesuai dengan tuntutan
lingkungan/ekologisnya.
Teori-teori dalam Kepemimpinan:
1. Teori Sifat
Teori ini bertolak dari dasar pemikiran bahwa keberhasilan
seorang pemimpin ditentukan oleh sifat-sifat, perangai atau ciri-ciri
yang dimiliki pemimpin itu. Atas dasar pemikiran tersebut timbul
anggapan bahwa untuk menjadi seorang pemimpin yang berhasil,
sangat
ditentukan
oleh
kemampuan
pribadi
pemimpin.
Dan
kemampuan pribadi yang dimaksud adalah kualitas seseorang dengan
berbagai sifat, perangai atau ciri-ciri di dalamnya.
Ciri-ciri ideal yang perlu dimiliki pemimpin menurut
SondangSiagian adalah: 22
22
Sondang Siagian. 1994. Teori dan Praktek Kepemimpinan. Jakarta: Rineka Cipta. hal. 75-76.
12
Universitas Sumatera Utara
-
Pengetahuan umum yang luas, daya ingat yang kuat,
rasionalitas,
obyektivitas,
pragmatisme,
fleksibilitas,
adaptabilitas, orientasi masa depan;
-
Sifat inkuisitif, rasa tepat waktu, rasa kohesi yang tinggi, naluri
relevansi, keteladanan, ketegasan, keberanian, sikap yang
antisipatif, kesediaan menjadi pendengar yang baik, kapasitas
integratif;
-
Kemampuan untuk bertumbuh dan berkembang, analitik,
menentukan skala prioritas, membedakan yang urgen dan yang
penting, keterampilan mendidik, dan berkomunikasi secara
efektif.
Namun, teori sifat memiliki berbagai kelemahan. Antara lain :
terlalu bersifat deskriptif, tidak selalu ada relevansi antara sifat yang
dianggap unggul dengan efektivitas kepemimpinan, dan dianggap
sebagai teori yang sudah kuno, namun apabila kita renungkan nilainilai moral dan akhlak yang terkandung didalamnya mengenai
berbagai rumusan sifat, ciri atau perangai pemimpin, justru sangat
diperlukan oleh kepemimpinan yang menerapkan prinsip keteladanan.
2. Teori Perilaku
Teori perilaku (behavior theory) dilandasi pemikiran, bahwa
kepemimpinan merupakan interaksi antara dengan pengikut,dan dalam
interaksi pengikutlah yang menganalisis dan mempersepsi apakah
13
Universitas Sumatera Utara
menerima atau menolak pengaruh dari pemimpinnya. Pendekatan
perilaku menghasilkan dua orientasi perilaku pemimpin yaitu : 23
-
Pemimpin yang berorientasi pada tugas (task orientation) atau
yang mengutamakan penyelesaian tugas dan,
-
Perilaku pemimpin yang berorientasi pada orang (people
orientation) atau yang mengutamakan hubungan kemanusiaan.
3. Teori Situasional
Keberhasilan seorang pemimpin menurut teori situasional
ditentukan oleh ciri kepemimpinan dengan perilaku tertentu yang
disesuaikan dengan tuntutan situasi kepemimpinan dan situasi
organisasional yang dihadapi dengan memperhitungkan faktor waktu
dan ruang. Menurut Sondang Siagian, Faktor situasional yang
berpengaruh terhadap gaya kepemimpinan tertentu adalah : 24
-
Jenis pekerjaan dan kompleksitas tugas.
-
Bentuk dan sifat teknologi yang digunakan.
-
Persepsi, sikap dan gaya kepemimpinan.
-
Norma yang dianut kelompok.
-
Rentang kendali.
-
Ancaman dari luar organisasi.
-
Tingkat stress.
-
Iklim yang terdapat dalam organisasi.
Efektivitas kepemimpinan seseorang ditentukan oleh kemampuan
membaca situasi yang dihadapi dan menyesuaikan gaya kepemimpinannya
23
Harbani Pasolong. Kepemimpinan Birokrasi. Bandung: CV. Alfabeta. 2013. hal. 33.
Sondang Siagian, op.cit., hal.128.
24
14
Universitas Sumatera Utara
agar cocok dengan dan mampu memenuhi tuntutan situasi tersebut.
Penyesuaian gaya kepemimpinan dimaksud adalah kemampuan menentukan
ciri kepemimpinan dan perilaku tertentu karena tuntutan situasi tertentu.
Sehubungan dengan hal tersebut berkembanglah model-model kepemimpinan
berikut: 25
a. Model kontinuum Otokratik-Demokratik
Gaya dan perilaku kepemimpinan tertentu selain berhubungan
dengan situasi dan kondisi yang dihadapi, juga berkaitan dengan fungsi
kepemimpinan tertentu yang harus diselenggarakan. Contoh: dalam hal
pengambilan keputusan, pemimpin bergaya otokratik akan mengambil
keputusan sendiri, ciri kepemimpinan yang menonjol ketegasan disertai
perilaku yang berorientasi pada penyelesaian tugas.Sedangkan pemimpin
bergaya demokratik akan mengajak bawahannya untuk berpartisipasi. Ciri
kepemimpinan yang menonjol di sini adalah menjadi pendengar yang baik
disertai perilaku memberikan perhatian pada kepentingan dan kebutuhan
bawahan.
b. Model ” Interaksi Atasan-Bawahan”
Menurut
model
ini,
efektivitas
kepemimpinan
seseorang
tergantung pada interaksi yang terjadi antara pemimpin dan bawahannya
dan sejauhmana interaksi tersebut mempengaruhi perilaku pemimpin yang
bersangkutan. Seorang akan menjadi pemimpin yang efektif,
apabila
Hubungan atasan dan bawahan dikategorikan baik. Tugas yang harus
25
Ibid., hal.130.
15
Universitas Sumatera Utara
dikerjakan bawahan disusun pada tingkat struktur yang tinggi dan posisi
kewenangan pemimpin tergolong kuat.
c. Model Situasional
Model ini menekankan bahwa efektivitas kepemimpinan seseorang
tergantung pada pemilihan gaya kepemimpinan yang tepat untuk
menghadapi situasi tertentu dan tingkat kematangan jiwa bawahan.
Dimensi kepemimpinan yang digunakan dalam model ini adalah perilaku
pemimpin yang berkaitan dengan tugas kepemimpinannya dan hubungan
atasan-bawahan. Berdasarkan dimensi tersebut, gaya kepemimpinan yang
dapat digunakan adalah:
-
Memberitahukan.
-
Menjual.
-
Mengajak bawahan berperan serta;
-
Melakukan pendelegasian.
d. Model ”Jalan-Tujuan”
Seorang pemimpin yang efektif menurut model ini adalah
pemimpin yang mampu menunjukkan jalan yang dapat ditempuh
bawahan. Salah satu mekanisme untuk mewujudkan hal tersebut yaitu
kejelasan tugas yang harus dilakukan bawahan dan perhatian pemimpin
kepada kepentingan dan kebutuhan bawahannya. Perilaku pemimpin
berkaitan dengan hal tersebut harus merupakan faktor motivasional bagi
bawahannya.
16
Universitas Sumatera Utara
e. Model “Pimpinan-Peran serta Bawahan”
Perhatian utama model ini adalah perilaku pemimpin dikaitkan
dengan proses pengambilan keputusan. Perilaku pemimpin perlu
disesuaikan dengan struktur tugas yang harus diselesaikan oleh
bawahannya. Salah satu syarat penting untuk paradigma tersebut adalah
adanya serangkaian ketentuan yang harus ditaati oleh bawahan dalam
menentukan bentuk dan tingkat peran serta bawahan dalam pengambilan
keputusan. Bentuk dan tingkat peran serta bawahan tersebut “didiktekan”
oleh situasi yang dihadapi dan masalah yang ingin dipecahkan melalui
proses pengambilan keputusan.
Gaya Kepemimpinan
Menurut Inu Kencana, ada beberapa gaya kepemimpinan yang dapat
diterapkan dalam pemerintahan, yaitu : 26
1. Gaya Demokratis
Gaya Demokratis adalah cara dan irama sesorang pemimpin
pemerintahan dalam menghadapi bawahan dan masyarakatnya dengan
memakai metode pembagian tugas dengan bawahan, antar bawahan tugas
tersebut dibagi secara adil dan merata.
2. Gaya Birokratis
Gaya birokratis adalah cara dan irama seseorang pemimpin
pemerintahan dalam menghadapi bawahan dan masyarakatnya tanpa
pandang bulu, artinya setiap bawahan harus dilakukan sama disiplinnya.
26
Inu Kencana.Kepemimpinan Pemerintahan Indonesia. Bandung: Refika Aditama. 2003. hal. 27-30.
17
Universitas Sumatera Utara
3. Gaya Kebebasan
Gaya kebebasan adalah cara dan irama seseorang pemimpin
pemerintahan dalam menghadapai bawahan dan masyarakatnya dengan
pemberian kekuasaan kepada bawahan seluas-luasnya.
4. Gaya Otokrasi
Gaya otokrasi adalah cara dan irama seseorang pemimpin
pemerintahan dalam mengahadapi bawahan dan masyarakatnya dengan
memakai metode paksaan kekuasaan.
Tipe Kepemimpinan
Menurut Kartono, ada 8 (delapan) tipe kepemimpinan yang dapat
diterapkan oleh seorang pemimpin. Kedelapan tipe kepemimpinan itu adalah
sebagai berikut : 27
1. Tipe Karismatis
Tipe pemimpin karismatis ini memiliki kekuatan energi, daya tarik
dan wibawa yang luar biasa untuk mempengaruhi orang lain, sehingga ia
mempunyai pengikut yang sangat besar jumlahnya. Dia dianggap
mempunyai
kekuatan
gaib (supernatural
power)dan
kemampuan-
kemampuan yang superhuman, yang diperolehnya sebagai karunia Yang
Mahakuasa.
2. Tipe Paternalistis
Yaitu tipe kepemimpinan yang “kebapakan”, dengan sifat-sifat antara
lain sebagai berikut :
27
Kartini Kartono, op.cit., hal. 81-86.
18
Universitas Sumatera Utara
-
Dia menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak/belum
dewasa, atau anak sendiri yang perlu dikembangkan.
-
Dia bersikap terlalu melindungi (overly protective).
-
Jarang memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengambil
keputusan sendiri.
-
Dia hampir tidak pernah memberikan kesempatan kepada bawahan
untuk berinisiatif.
-
Dia tidak memberikan atau hampir tidak pernah memberika
kesempatan kepada bawahan dan pengikut untuk mengembangkan
imajinasi dan daya kreativitas mereka sendiri.
-
Selalu bersikap maha tahu dan maha benar.
3. Tipe Milteristis
Adapun sifat-sifat pemimpin yang milteristis antara lain ialah :
-
Lebih banyak menggunakan sistem perintah/komando terhadap
bawahannya. Keras, sangat otoriter, kaku, dan seringkali kurang
bijaksana.
-
Menghendaki kepatuhan mutlak dari bawahan.
-
Sangat menyenangi formalitas, upacara-upacara, ritual dan tandatanda kebesaran yang berlebih-lebihan.
-
Menuntut adanya disiplin keras dan kaku dari bawahannya.
-
Tidak menghendaki saran, usul, sugesti, dan kritikan-kritikan dari
bawahannya.
-
Komunikasi hanya berlangsung searah saja.
-
19
Universitas Sumatera Utara
4. Tipe Otokratis
Otokrat berasal dari perkataan
autos = sendiri, dan kratos =
kekuasaan. Jadi otokrat berarti penguasa absolut. Kepemimpinan otokratis
itu mendasarkan diri pada kekuasaan dan paksaan yang mutlak harus
dipatuhi. Pemimpinnya selalu mau berperan sebagai pemain tunggal.
Setiap perintah dan kebijakan ditetapkan tanpa berkonsultasi dengan
bawahannya. Semua pujian dan kritik terhadap segenap bawahannya
diberikan atas pertimbangan pribadi pemimpin sendiri. Pemimpin otokratis
senantiasa ingin berkuasa absolut, tunggal, dan merajai keadaan.
5. Tipe Laissez Faire
Pada tipe kepemimpinan Laissez Faireini, sang pemimpin praktis
tidak memimpin. Dia membiarkan kelompoknya dan setiap orang berbuat
semau sendiri. Pemimpin tidak berpartisipasi sedikit pun dalam kegiatan
kelompoknya. Semua pekerjaan dan tanggung jawab harus dilakukan oleh
bawahan sendiri.
6. Tipe Populistis
Kepemimpinan populistis ini berpegang teguh pada nilai-nilai
masyarakat yang tradisional dan juga kurang mempercayai dukungan
kekuatan serta bantuan hutang-hutang luar negeri (asing). Kepemimpinan
jenis ini mengutamakan penghidupan kembali nasionalisme.
7. Tipe Administratif atau Eksekutif
Kepemimpinan tipe administratif ialah kepemimpinan yang
mampu menyelenggarakan tugas-tugas administrasi secara efektif.
Sedangkan para pemimpinnya terdiri dari teknokrat dan administratur-
20
Universitas Sumatera Utara
administratur yang mampu menggerakkan dinamika modernisasi dan
pembangunan.
8. Tipe Demokratis
Kepemimpinan demokratis berorientasi pada manusia, dan
memberikan bimbingan yang efisien kepada para pengikutnya. Terdapat
koordinasi pekerjaan pada semua bawahan, dengan penekanan pada rasa
tanggung jawab internal (pada diri sendiri) dan kerja sama yang baik.
Kekuatan kepemimpinan demokratis ini bukan terletak pada person atau
individu pemimpin, akan tetapi kekuatan justru terletak pada partisipasi
aktif dari setiap warga kelompok.
1.6.2. Teori Perbandingan Politik
Studi perbandingan adalah bidang di dalam Ilmu Politik yang acap
kali mengalami berbagai perubahan yang disesuaikan dengan studi intensif
untuk mengurangi kekakuan dalam sistem politik yang ada. Perbandingan
melibatkan sebuah abstraksi situasi atau proses konkrit yang tidak pernah
dibandingkan semata, setiap fenomena diharapkan merupakan peristiwa
yang unik; setiap manifestasi adalah unik; setiap individu dan perilakunya
adalah unik.
Melakukan perbandingan dalam studi politik, hanya akan
memberikan sebuah teori politik yang secara umum, tetapi secara perlahan
melalui berbagai proses akan terjadi pengembangan kondisi. Singkatnya
pendekatan yang nantinya dilakukan dalam proses memperbandingkan
juga akan menentukan deskripsi pendekatan, apakah akan terbatas pada
21
Universitas Sumatera Utara
pendekatan lembaga pemerintahan yang dibentuk secara formal atau lebih
pada sebuah kontekstual dalam pembongkaran kekuatan-kekuatan politik
yang melatari yaitu ideologi.
Dalam menganalisa perbandingan biasanya harus dilalui tiga tahap
seperti yang ditunjukkan Profesor Almond, yaitu : 28
1. Tahap mencari informasi tentang sistem politik yang jadi sasaran
penelaahan;
2. Memilah-milah informasi ini berdasar klasifikasi tertentu, seperti
kelompok kepentingan atau birokrasi, dan kemudian;
3. Dengan menganalisa hasil pengklarifikasian itu dapat di lihat
keteraturan (regularities) dan hubungan-hubungan di antara berbagai
variabel dalam masing-masing sistem politik. Selanjutnya menjelaskan
tiga konsep yang dianggapnya paling tepat untuk menganalisa berbagai
sistem politik. Konsep-konsep itu adalah sistem, struktur, dan fungsi.
Pengembangan terhadap sebuah abstraksi situasi akan membentuk
relevansi dengan kekuatan kategori umum, sebuh relevansi yang
terhimpun dari berbagai perbandingan yang dilakukan melalui peristiwa
dan fenomena politik yang terjadi. Yang kesemua pada gilirannya dapat
mengarahkan kesimpulan dan tanggapan kita kepada sebuah pandangan
umum mengenai stabilitas politik; makanya diperlukannya pengkajian
terhadap fenomena yang terjadi dalam studi ilmu politik. 29
28
Mohtar Mas’oed dan Colin MacAndrews. Studi Perbandingan Sistem Politik. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press. 2001. hal. 21-32.
29
Roy Macridis. Perbandingan Ilmu Politik. Jakarta: Erlangga. 1992. hal. 5.
22
Universitas Sumatera Utara
Secara garis besar tinjauan didalam perbandingan ilmu politik dari
awal perkembangannya sampai dengan kondisi politik yang mutakhir,
terdapat beberapa teori yang mendukung, 30yakni; Pertama, Teori sistem,
seperti apa yang diutarakan David Easton di dalam bukunya “The Political
System”, 31 yang memuat mengenai konsep input dan output politik,
tuntutan dan dukungan serta umpan balik terhadap keseluruhan sistem
yang saling berhubungan. Kedua, Teori Budaya, berangkat dari karya
tradisional tentang budaya dalam dunia antropologi, studi sosialisasi dan
kelompok-kelompok kecil dalam sosiologi; serta konsep kebudayaan yang
dikaitkan dengan konsep negara dan budaya-budaya nasional. Ketiga,
Teori Pembangunan, kemunculan negara di dunia ketiga mendorong
kemunculan teori ini, yang tercurahkan pada wawasan keterbelakangan
dan potensi untuk memajukan diri unruk tumbuh dan berkembang menjadi
sebuah bangsa, yang kesemuanya terkait dalam pola modernisasi politik.
Dalam sebuah kaitannya dapatlah dipahami bahwa setiap
manifestasi sikap, hubungan, motivasi dan ide dalam masyarakat
merupakan relevansi dalam kegiatan politik. Secara sederhana polituk
dapat dipahami sebagai sebuah aspirasi dalam membentuk sebuah
kepentingan, yang diawali dengan sebuah tuntutan dan akhirnya
menghasilkan sebuah keputusan serta konsensus bersama. Dan dalam
memahami sebuah fenomena politik yang ada diperlukannya sebuah
pemahaman holistik
30
31
tentang potensi potensial politik dan memahami
Ronald Chilcote.Teori Perbandingan Politik. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2002. hal. 11-13.
David Easton. The Political System: An Inquiry into the State of Political Science. New York: Alfred A.
Knopf. 1953. hal. 384.
23
Universitas Sumatera Utara
bahwa ada sebuah sikap yang dianggap bertentangan yaitu sebuah sikap
apolitis. Semua terbentuk pada ruang dan waktu yang berbeda tetapi
semua menyangkut kegiatan politik dalam sebuah wadah partisipasi
politik.
Dalam melihat struktural kelembagaan pemerintahan maka
dianggap penting mempelajari pelaku elit-elit pemerintahan yang
menggunakan kekuatannya untuk mendapatkan kekuasaan. Kita harus
melihatnya dari sebuah sisi dimana segala aktivitas politiknya merupakan
sebuah jalan pemecahan permasalahan dan berorientasi pada sebuah
tujuan, sebuah aktivitas yang merupakan ciri khas dalam sebuah fenomena
politik.
Komplotan elit pada umumnya mengambil keputusan akan
perencanaan yang bersifat menguntungkan posisi mereka, yang dalam
studi dan penilaiannya jauh lebih menguntungkan kelompoknya daripada
masyarakat secara luas. 32Tindakan dan kehendak yang dijalankan oleh
kelompok elit kembali sebagai sebuah penentu berjalannya lembaga
pemerintahan dengan menunjukan kondisi-kondisi yang seolah membatasi
ruang kebebasan individu.
Konsepsi pemikiran dan perbandingan politik, adalah bertujuan
untuk melihat dan penekanan pada pergolakan sosial dan konsensus yang
terbangun, dan tidak pula tertutup kemungkinan akan terjadinya konflik di
dalam masyarakat. Mulai dari pemahaman yang konservatif sampai
32
Andrew Shonfield. 1965. Kapitalisme Modern, Terjemahan dari Modern Capitalism. London: Oxford
University Press.
24
Universitas Sumatera Utara
dengan pemahaman yang radikal tentang negara dan tujuannya, semua
merupakan dan interpertasi terhadap analisis peran negara dalam kondisi
yang temporer. Lewat berbagai diskursus tentang teori perbandingan,
maka kedepannya diharapkan akan menghasilkan sebuah implikasi yang
nyata dalam memberikan kontribusi pemikiran politik serta ruang untuk
mencapai sebuah sistem yang muncul dari kondisi latar belakang sosial
politik masyarakat.
1.7. Studi Terdahulu
Penelitian yang mengambil tema Perbandingan Kepemimpinan
Militeristik Otoritarian belum ada ditemukan di jurusan Ilmu Politik Fakultas
Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) USU. Akan tetapi, ditemukan
beberapa skripsi yang juga membahas tentang perbandingan kepemimpinan
yang didapatkan melalui media massa internet yang dapat dijadikan acuan
dalam penelitian ini, salah satunya ditemukan di jurusan Ilmu Politik Fakultas
Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) USU. Penelitian tersebut tentang
“Perbandingan Konsep Kepemimpinan Vatikan Dan Iran” yang dilakukan
oleh Sayed Muhammad Daulydalam skripsinya di Fakultas IlmuSosial dan
Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Tahun 2015. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui perbedaan dan persamaan konsep kepemimpinan Negara
Vatikan dan Iran dengan cara membandingkan konsep kepemimpinan kedua
negara tersebut. Vatikan dan Iran memiliki cara kepemimpinan yang berbeda
dengan agama yang berbeda juga, Vatikan dengan Monarki Absolut dan Iran
dengan Teodemokrasi yang di modifikasi dengan adanya pemerintahan para
ulama dan modifikasi ini menyentuh tiga sendi sistem republik, meliputi
25
Universitas Sumatera Utara
institusi-institusi yang biasa disebut Trias Politika (Eksekutif, Legislatif,
Yudikatif).Adapun hasil penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan dan
persamaan Negara Vatikan dan Iran dengan menggunakan teori Kedaulatan
Tuhan dan Perbandingan Politik. Peneliti melihat perbedaan dalam
kepemimpinan kedua Negara tersebut dalam hal membuat sebuah kebijakan.
Konsep kepemimpinan kedua negara tersebut mempunyai perbedaan. Untuk
Vatikan kepemimpinan berada pada Paus dan untuk seluruh warga Katolik
yang ada di dunia. Berbeda dengan Iran, konsep Imamah hanya berada pada
wilayah Negara Iran sendiri. Sedangkan yang menjadi persamaan bagi
kepemimpinan kedua Negara tersebut adalah kebijakan Negara hanya di
putuskan oleh satu orang yang dianggap orang menjadi wakil Tuhan di
dunia. 33
Penelitian
berikutnya
adalah
penelitian
yang
dilakukan
oleh
Nurcholifahpada tahun 2011 dengan judul “Kepemimpinan Golkar Pasca
Orde Baru (Studi Perbandingan Pola Kepemimpinan Akbar Tandjung
[Periode 1999-2004] dan Muhammad Jusuf Kalla [Periode 2004-2009]
Dalam Partai Golkar)” di Prodi Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dimana
Nurcholifah dalam penelitiannya ini memfokuskan pembahasan pada
kepemimpinan mantan ketua Partai Golkar Akbar Tandjung yang menjadi
ketua Partai Golkar periode 1999-2004 dan Muhammad Jusuf Kalla yang
menjadi ketua umum Partai Golkar periode 2004-2009. Penelitiannya ini
33
Sayed Muhammad Dauly. Skripsi. “Perbandingan Konsep Kepemimpinan Vatikan Dan Iran”. Dikutip
melalui http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/55212/6/Cover.pdf. Diakses pada tanggal 2 April
2017 pukul 20.21.
26
Universitas Sumatera Utara
menggunakan pendekatan kualitatif, dengan menggunakan hasil wawancara
sebagai sumber primer. Adapun sumber sekundernya didapatkan dari
berbagai literatur, baik dari buku, majalah, maupun artikel yang ada di
internet. Wawancara dilakukan dengan kedua tokoh tersebut, yaitu Akbar
Tandjung dan Jusuf Kalla dengan menggunakan interview guide(pedoman
wawancara). Berdasarkan hasil penelitian dan analisa yang telah dilakukan
oleh Nurcholifah, dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan Akbar
Tandjung lebih bersifat paternalistik. Hal ini terlihat dari bagaimana Akbar
Tandjung mengambil keputusan mengenai kebijakan Partai Golkar yang
mengutamakan keselarasan antar sesama pengurus dengan banyak melibatkan
para senior untuk mendapatkan pengarahan. Sedangkan gaya kepemimpinan
Jusuf Kalla bersifat demokratis. Menilik latar belakang Jusuf Kalla sebagai
pengusaha, tidak mengherankan jika kebijakan-kebijakan yang diambil Jusuf
Kalla bersifat efisien, lugas, dan terus terang. 34
Dari kedua penelitian tersebut diatas, penulis belum menemukan
adanya tulisan yang membahas tentang kepemimpinan militeristik otoritarian.
Oleh karna itu, penelitian ini akan membahas tentang Kepemimpinan
Militeristik Otoritarian : Perbandingan Gaya Kepemimpinan Saloth Sar di
Kamboja (1975-1979) dan Soeharto di Indonesia (Periode Transisi 19651970).
34
Nurcholifah. Skripsi. “Kepemimpinan Golkar Pasca Orde Baru (Studi Perbandingan Pola Kepemimpinan
Akbar Tandjung [Periode 1999-2004] dan Muhammad Jusuf Kalla [Periode 2004-2009] Dalam Partai
Golkar)”. Dikutip melalui http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/443/1/102725NURCHOLIFAH-FISIP.PDF. Diakses pada tanggal 2 April 2017 pukul 21.02.
27
Universitas Sumatera Utara
1.8.Metodologi Penelitian
1.8.1. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif. Metode deskriptif merupakan suatu cara untuk menggambarkan
secara sistematik dan akurat fakta dan karakteristik mengenai populasi
atau
mengenai
bidang
tertentu,
penelitian
ini
berusaha
untuk
menggambarkan situasi atau kejadian. 35
Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat komparatif. Kata
“komparasi‟ dalam bahasa inggris yaitu comparation yang berarti
perbandingan. Makna dari kata tersebut menunjukan bahwa dalam
penelitian ini peneliti bermaksud mengadakan perbandingan kondisi yang
berbeda yang ada di satu tempat, apakah kondisi di tempat tersebut sama
atau ada perbedaan, dan kalau ada perbedaan, kondisi mana yang lebih
baik.
Menurut Ulber Silalahi, penelitian komparatif adalah penelitian
yang membandingkan dua gejala atau lebih. Penelitian komparatif dapat
berupa
komparatif
deskriptif
(descriptive-comparative)
maupun
komparatif korelasional (correlation-comparative). Komparatif deskriptif
membandingkan variabel yang sama untuk sampel yang berbeda.
Komparatif deskriptif juga dapat digunakan untuk membandingkan
variabel
yang berbeda untuk sampel
yang sama. Perbandingan
korelasional juga bisa dengan variabel yang berbeda dalam hubungan
dengan variabel yang sama. Selain itu, perbandingan korasional pun bisa
35
Saifuddin Azwar.Metode Penelitian. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 2010. hal. 7.
28
Universitas Sumatera Utara
dengan membandingkan korelasi variabel yang sama untuk sampel yang
berbeda. 36
1.8.2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini bersifat deskriptif-kualitatif, yaitu mencoba
menggambarkan berbagai situasi, kondisi, atau berbagai realitas sosial
yang ada dalam masyarakat yang menjadi obyek penelitian, dan berupaya
menarik realitas tersebut ke permukaan sebagai suatu ciri atau karakter
tentang fenomena tertentu. 37
1.8.3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan cara
studi pustaka. Melalui studi pustaka, data yang dikumpulkan adalah data
sekunder yang di dapat dari buku, jurnal, website, artikel, ataupun sumbersumber lain yang berkaitan dengan judul penelitian ini. Pengumpulan data
dilakukan dengan cara membaca, menganalisis, kemudian mengutip dari
sumber-sumber tersebut. 38
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan cara studi pustaka yang
didapatkan melalui buku, jurnal, artikel maupun website untuk
menjabarkan tentang latar belakang dari penelitian ini, teori-teori yang
akan digunakan didalam penelitian ini, profil dari Saloth Sar dan Soeharto
serta sistem politik di Kamboja dan Indonesia, serta pembahasan dari
penelitian ini yaitu PerbandinganGaya Kepemimpinan Saloth Sar di
36
Ulber Silalahi. Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT. Refika Aditama. 2009. hal.35.
Burhan Bunging. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Prenada Media Group.2007. hal. 67.
38
Saifuddin Azwar, op.cit., hal. 92.
37
29
Universitas Sumatera Utara
Kamboja tahun 1975 Sampai 1979 dengan Soeharto di Indonesia Pada
Periode 1965 sampai 1970.
1.8.4. Teknik Analisis Perbandingan
Pada penelitian ini teknik analisis data yang akan digunakan adalah
teknik analisis dengan menggunakan metode Komparatif (Perbandingan),
yakni teknik analisis kualitatif dengan cara membandingkan dua variabel
atau lebih, yang kemudian akan dicari letak persamaan dan perbedaannya
dan ditarik kesimpulannya. Metode ini merupakan proses penelitian yang
nantinya akan menghasilkan data yang deskriptif.
Dalam studi Ilmu Politik, telah banyak Perbandingan Sistem
Politik yang dilakukan oleh pada teoritisi dunia, termasuk membandingkan
antara
Negara
dan
Negara,
Monarki/ Oligarki dengan Demokrasi,
Pemerintahan Konstitusional dengan Tirani dan sebagainya. 39 Definisi
sederhana dari Perbandingan adalah suatu kegiatan untuk mengadakan
identifikasi persamaan/perbedaan antara dua
gejala tertentu atau
lebih. 40Walaupun sederhana, akan tetapi dalam implementasi sebuah
analisis ataupun studi perbandingan, definisi ini tetap menjadi acuan dalam
perbandingan dua gejala tertentu atau lebih.
Lebih lanjut, Lijphart mengemukakan bahwa metode komparatif
(Comparative Method) atau perbandingan lebih ditekankan kepada suatu
metode penemuan hubungan empiris antara berbagai variabel, dan metode
ini bukan merupakan metode pengukuran. Karena metode komparatif
39
Mohtar Mas’oed dan Colin McAndrews. Op.Cit., Hal. 21.
S. Soekanto.Perbandingan Hukum. Bandung : Alumni. 1979. Hal.10.
40
30
Universitas Sumatera Utara
bukan merupakan metode pengukuran, maka metode komparatif
melibatkan analisis kualitatif, bukan kuantitatif. 41
Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan data-data
sekunder. Setelah data-data sekunder terkumpul kemudian penelitian
dilanjutkan dengan menganalisis data secaradeskriptif berdasarkan
fenomena yang terjadi dilapangan kemudian dilakukan penarikan
kesimpulan dari hasil penelitian. 42
1.9.
Sistematika Penulisan
Sistematika Penulisan dimaksudkan untuk menjabarkan rencana
penulisan agar mendapatkan suatu gambaran yang jelas dan terperinci
serta lebih terarah dalam penyusunan penelitian. Oleh karena itu, penulis
membagi sistematika penulisan ini ke dalam empat bab, yaitu :
BAB I
: PENDAHULUAN
Dalam bab ini terdiri atas latar belakang masalah yang akan diteliti,
rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, kerangka teori, studi terdahulu,metodologi penelitian, dan
sistematika penulisan.
BAB II
: PROFIL SALOTH SAR DAN SOEHARTO SERTA
SISTEM POLITIK DI KAMBOJA (1975-1979) DAN INDONESIA
(1965-1970)
41
Ronald Chillcote. Op.Cit., Hal. 30.
Bagong Suyanto dan Sutinah. Metode Penelitian Sosial Berbagai Alternatif Pendekatan. Jakarta: Prenada
Media Group. 2006. hal. 53.
42
31
Universitas Sumatera Utara
Dalambab ini berisi penjelasan tentang segala sesuatu mengenai
objek penelitian yaitu profil tentang Pol Pot dan Soeharto, yang
didalamnya akan dibahas tentang masa kecil dan remaja, latar belakang
pendidikan dan pengalaman organisasi, serta karir politik mereka. Dalam
bab ini juga berisi penjelasan mengenai sistem politik di negara Kamboja
dan Indonesia pada masa pemerintahan masing-masing kedua tokoh
tersebut.
BAB III
: PERBANDINGAN GAYA KEPEMIMPINAN
SALOTH SAR DI KAMBOJA (1975-1979) DAN SOEHARTO DI
INDONESIA (PERIODE 1965-1970)
Dalam bab ini berisi penjelasan data yang telah di peroleh dari
sumber-sumber terkait, mengenai perbandingan gayakepemimpinan Saloth
Sar di Kamboja dalam kurun waktu 1975 sampai 1979 denganSoeharto di
Indonesia pada periode 1965 sampai 1970.
BAB IV
: PENUTUP
Dalam bab ini berisi kesimpulan akhir dari penelitian yang telah
dilakukan oleh penulis, beserta saran-saran yang akan dikemukakan
penulis terkait dengan penelitian tersebut.
32
Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Setiap dan semua organisasi apapun jenisnya pasti memiliki dan
memerlukan seorang pimpinan tertinggi (pimpinan puncak) dan/atau manajer
tertinggi (top manager) yang harus menjalankan kegiatan kepemimpinan
(leadership) dan/atau manajemen (management) bagi keseluruhan organisasi
sebagai satu kesatuan. 1 Menurut Kartono, kepemimpinan itu sifatnya spesifik,
khas, diperlukan bagi satu situasi khusus. Sebab dalam suatu kelompok yang
melakukan aktivitas - aktivitas tertentu, dan mempunyai suatu tujuan serta
peralatan - peralatan yang khusus. Pemimpin kelompok dengan ciri-ciri
karakteristik itu merupakan fungsi dari situasi khusus. 2 Sedangkan menurut
Rivai, kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi dalam menentukan
organisasi,
memotivasi
perilaku
pengikut
untuk
mencapai
tujuan,
mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. 3
Kamboja dan Indonesia merupakan negara-negara yang berada di
kawasan Asia Tenggara. Secara geografis negara Kamboja terletak di
Semenanjung Indochina, berbatasan darat di sebelah utara dengan Laos dan
Thailand, di sebelah timur dan selatan dengan Vietnam dan sebelah barat
1
Hadari Nawawi. Kepemimpinan Mengefektifkan Organisasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
2003. hal. 18.
2
Kartini Kartono. Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2006. hal.48.
3
Veithzal Rivai. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2003. hal. 3.
1
Universitas Sumatera Utara
dengan Teluk Thailand. 4Sedangkan Indonesia secara geografis terletak di
antara 2 benua, yaitu benua Australia dan benua Asia, serta berada di antara 2
samudera, yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. 5
Kamboja dan Indonesia adalah negara - negara di kawasan Asia
Tenggara yang pernah mengalami konflik dalam pemerintahannya. Kamboja
dan Indonesia pernah menjalani masa pemerintahan dimana rezim militeristik
otoriter pernah memimpin di kedua negara tersebut.
Di kamboja, konflik yang terjadisebagian besar merupakan konflik
perebutan tampuk kekuasaan.Konflik itu terjadi karena ketidakpuasan suatu
golongan tertentu sehingga berusaha untuk merebut kursi kepemimpinan di
Kamboja. Konflik-konflik politik di Kamboja mulai muncul ketika Kamboja
berada di bawah kekuasaan Perancis. Pada saat itu Perancis mengangkat
Pangeran Norodom Sihanouk sebagai raja Kamboja. Hal itu terlihat janggal
karena ayah serta paman Pangeran Sihanouk masih hidup. Meskipun
demikian karena Perancis menghendaki maka Pangeran Sihanouk resmi
menjadi raja Kamboja sejak tahun 1941, yang pada akhirnya dikudeta oleh
Lon Nol pada tahun 1970 dikarenakan oleh Norodom Sihanouk yang senang
bersahabat oleh Vietnam Utara dan Cina yang komunis. 6
4
Presiden Republik Indonesia-Susilo Bambang Yudhoyono. 2006. Profil Negara Kamboja. Tersedia pada
http://www.presidensby.info., diakses pada tanggal 1 April 2017 pukul 19.35.
5
Letak Geografis Wilayah Indonesia. Dikutip melalui http://www.ilmusiana.com/2015/08/letak-geografiswilayah-indonesia.html. Diakses pada tanggal 1 April 2017 pukul 19.45.
6
Pangeran Sihanouk naik tahta pada tahun 1941 dan memimpin Kamboja ketika merdeka tahun 1953.
Seluruh rakyat Kamboja berduka cita, ketika mantan Raja Norodom Sihanouk tutup usia dalam usia 89
tahun di sebuah rumah sakit Beijing. Lihat http://www.jpnn.com/read/2012/10/16/143520/kingfatherkamboja,. Diakses pada tanggal 24 Maret 2017 pukul 19.28.
2
Universitas Sumatera Utara
Setelah berhasil mengadakan kudeta tak berdarah pada bulan Maret
1970 dan menyatakan dirinya sebagai presiden Kamboja, Lon Nol segera
mengambil beberapa tindakan yaitu: Pertama, mengadakan perubahan
terhadap bentuk negara yaitu dari bentuk kerajaan menjadi republik. Kedua,
menjalin kerjasama dengan Amerika Serikat guna menghadapi Khmer Merah.
Tindakan pemerintah Lon Nol yang menjalin kerjasama dengan Amerika
Serikat guna menghadapi gerakan komunis Khmer Merah dan mengadakan
pengejaran terhadap gerilyawan komunis Vietnam Utara semakin merusak
netralitas Kamboja. Sementara itu mengetahui kekuasaannya direbut oleh Lon
Nol, di pengasingan Pangeran Sihanouk yang didukung oleh Cina mendirikan
Royal Goverment of National Union of Cambodia (GRUNC) atau
Pemeritahan Kerajaan Persatuan Nasional Kamboja. Selain mendapat
dukungan dari Cina, pembentukan GRUNC juga mendapat dukungan dari
komunis Khmer Merah pimpinan Saloth Sar danVietnam Utara.Selanjutnya
untuk membentuk kader militer dan politik di dalam negeri, maka
dibentuklah National United Front of Cambodia (NUFC) atau Front
Persatuan Nasional Kamboja. NUFC yang merupakan aliansi dari beberapa
kelompok seperti Khmer Rumdoah (pengikut Sihanouk), Khmer Merah
pimpinan Saloth Sar, Khmer Merah pro Vietnam dan Partai Pekerja Vietnam
dalam perkembanganya mengalami perpecahan karena adanya perbedaan
pendapat. Meskipun mengalami perpecahan tetapi pada akhirnya pada tahun
1975 GRUNC dan NUFC, yang keanggotaannya banyak didominasi komunis
Khmer Merah pimpinan Saloth Sar dapat mengalahkan pemerintahan Lon
Nol dukungan Amerika Serikat. Dengan jatuhnya pemerintahan Lon Nol
3
Universitas Sumatera Utara
berarti menandai era baru negara Kamboja di bawah pemerintahan Khmer
Merah pimpinan Saloth Sar. 7
Pada
tahun
1975,
Kamboja
pernah
menjadi
sorotan
dunia
internasional ketika di bawah masa pemerintahan Saloth Sar atau yang lebih
dikenal dengan nama Pol Pot. Saat itu Saloth Sar memproklamirkan Kamboja
sebagai negara baru dengan nama Democratic Kampuchea setelah melakukan
kudeta militer untuk menggulingkan pemerintahan Lon Nol yang didukung
oleh Amerika Serikat. Pada saat itu ia menyebutkan tahun 1975 yaitu sebagai
“Year Zero” yang berarti bahwa segala sesuatu ingin dibangun dari titik nol
oleh rezim ini. Tanggal 17 April 1975 dinyatakan sebagai Hari Pembebasan
(Liberation Day) dari rezim Lon Nol yang buruk dan korup. Diharapkan
pergantian kepemimpinan itu membawa dampak yang lebih baik, namun hal
yang diharapkan ternyata malah sebaliknya. Tahun 1975 merupakan awal dari
sejarah kelam negara Kamboja. Bagaimana tidak, setelah beberapa hari
memerintah rezim ini telah menghukum mati orang-orang yang pernah
bergabung dengan rezim Lon Nol bahkan tanpa proses peradilan. Penduduk
Phnom Penh dan juga penduduk di beberapa provinsi lain terpaksa pindah
dari kota dan pergi ke daerah-daerah penampungan yang di rasa aman.
Tatanan pemerintahan Kamboja menjadi berubah sangat drastis dibawah garis
keras komunis. 8Kamboja di bawah pemerintahan Saloth Sar jauh dari yang
diharapkan oleh masyarakat Kamboja. Pada masa kepemimpinan Saloth Sar
Kamboja mengalami semacam kemunduran diberbagai bidang kehidupan,
tidak hanya itu penderitaan rakyat yang berkepanjangan mengakibatkan
7
Muhammad Resky.Sistem Politik Indocina 1945-1990. Yogyakarta: Deepublish. 2015. hal. 30.
Afred Suci. 151 Konspirasi Dunia Paling Gila dan Mencengangkan!. Jakarta: Wahyumedia. 2007. hal. 127.
8
4
Universitas Sumatera Utara
Kamboja kehilangan banyak rakyatnya. Hal tersebut terjadi karena pada saat
Saloth Sar berkuasa terjadi semacam “revolusi kebudayaan” di mana orangorang yang tidak disukai dibantai secara membabi buta. 9
Begitu Mendapatkan Kekuasaan, Saloth Sar dan Khmer Merahnya
segera mengevakuasi rakyat dari perkotaan ke perdesaan. Mereka dipaksa
hidup di ladang-ladang yang ditinggali bersama. Rezim Saloth Sar ini sangat
kritis terhadap oposisi dan kritik. Karenanya, ribuan politikus dan pejabat
dibunuh. Akibatnya, Phnom Penh menjadi kota hantu karena penduduknya
banyak yang tewas akibat kelaparan, penyakit, maupun dieksekusi. Ranjauranjau darat yang oleh Saloth Sar disebut dengan “tentara yang sempurna”
disebar diseluruh wilayah perdesaan. Untuk mewujudkan “Year Zero”
tersebut, Saloth Sar membangun masyarakat sosialis yang sempurna dari
bawah ke atas. Uang dan properti disingkirkan. Buku-buku dibakar. Rumahrumah milik pribadi dibakar, candi dan pura tidak dipergunakan lagi, dan
setiap simbol teknologi barat, dari mobil sampai peralatan kesehatan,
dihancurkan. 10
Sementara itu di Indonesia, tahun 1965 sampai 1970 adalah
masa Transisi dari Orde Lama ke Orde Baru, yaitu masa dimana pergolakan
politik terjadi di Indonesia pada pertengahan tahun 1960an, dimana
digulingkannya presiden pertama Indonesia saat itu yaitu Soekarno setelah 21
tahun menjabat. Periode ini adalah salah satu periode paling penuh gejolak
9
Achmad Munif.50 Tokoh Legendaris Dunia. Yogyakarta: Narasi. 2007. hal. 154
Emdievi Y.G. Alejandro.41 Diktator Zaman Modern. Jakarta: Visimedia. 2007. hal. 141.
10
5
Universitas Sumatera Utara
dalam sejarah modern Indonesia. Periode ini juga menandakan dimulainya 32
tahun masa kepemimpinan Soeharto. 11
Surat Perintah Sebelas Maret atau Supersemar menjadi titik awal
lahirnya Orde Baru. 12 Sebab dengan supersemar itulah kemudian Soeharto
membubarkan PKI dan mengambil tindakan “pembaharuan dan stabilitas
politik”. Dengan Supersemar itu pula kekuasaan Presiden Soekarno dengan
sistem politik Demokrasi Terpimpinnya lenyap. Tampilnya Orde Baru
dipentas politik telah menggeser sistem politik Indonesia dari titik ekstrem
otoriter kesistem Demokrasi Liberal kembali (seperti pada tahun 1950-an)
yang namanya dikenal sebagai sistem politik Orde Baru. 13
Sejak Soeharto mendapatkan Surat Perintah Sebelas Maret, ia mulai
melakukan tindakan-tindakan yang inkonstitusional. Tindakan melanggar
hukum itu seperti dikeluarkannya Kepres No. 1/3/1966 pada tanggal 12 Maret
1966. Yang salah satu isinya yaitu pemberantasan PKI dan simpatisannya.
Akibatnya terjadilah “pembersihan” (baca: pembunuhan) yang frontal dan
bengis di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali. Pembunuhan ini berpola dan
terstruktur, pertama pembentukan organisasi massa, melakukan gerakan
sosial anti PKI, dan akhirnya pembunuhan massal. Pada bulan Oktober,
pembunuhan terjadi di Jawa Tengah, selanjutnya pada bulan November
11
Sejarah Indonesia (1965-1966). Dikutip melalui https://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Indonesia_(19651966). Diakses pada tanggal 8 April 2017 pukul 21.00.
12
Marwati Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto. Sejarah Nasional Indonesia, Jilid VI. Jakarta:
Depdikbud dan Balai Pustaka. 1984. hal. 45.
13
Moh. Mahfud M.D.Pergulatan Politik dan Hukum di Indonesia. Yogyakarta: Gama Media. 1999.hal. 62.
6
Universitas Sumatera Utara
merembet ke Jawa Timur, dan baru pada bulan Desember terjadi di Pulau
Bali. 14
Bahkan sebelum pengesahannya selaku Presiden Republik Indonesia
pada tanggal 27 Maret 1968, kewenangan yang dimiliki Soeharto telah
memungkinkannya untuk mensahkan sejumlah peraturan/perundangan yang
amat penting. Kesemuanya ini memberikan legitimasi baginya untuk naik ke
pangung kekuasaan, memfasilitasi proses persekusi dan diskriminasi terhadap
para anggota PKI dan orang-orang yang dituduh bersimpati dengan organisasi
tersebut. Saat peristiwa 30 September 1965 meletus, Soeharto menjabat
Panglima Komando Strategi Angkatan Darat (Kostrad). Jabatan tersebut
menempatkannya pada posisi strategis untuk memberikan perintah langsung
kepada seluruh jajaran Angkatan Bersenjata dan menguasai sarana
komunikasi yang ada. 15
Pada tanggal 2 Oktober 1965, Presiden Soekarno dipaksa untuk
menyerahkan tanggung jawab pemulihan keamanan dan stabiltas kepada
Soeharto. Pada tanggal 10 Oktober 1965, Soeharto melembagakan
kekuasaannya dengan membentuk Komando Operasi Pemulihan Keamanan
dan Ketertiban (Kopkamtib) dan mengangkat dirinya sendiri sebagai
Panglima Tertinggi. Dalam posisinya selaku Panglima Tertinggi, Soeharto
memerintahkan untuk melanjutkan proses “pembersihan” semua anggota
PKI, serta keluarga maupun kerabat dekat mereka. Proses tersebut diikuti
dengan pemecatan sejumlah besar orang dari kesatuan kepolisian dan insitusi
14
Wardaya T. Baskara. Bung Karno Menggugat! Dari Marhaen, CIA, Pembantaian Massal ’65 hingga G30S.
Yogyakarta: Galangpress. 2006. hal. 172.
15
KontraS. Menyusun Puzzle Pelanggaran HAM 1965: Sebuah Upaya Pendokumentasian. Jakarta:
KontraS.2012.hal. 11.
7
Universitas Sumatera Utara
lainnya. Perintah Soeharto ini juga memungkinkan proses pengawasandan
“rehabilitasi politik” atas mereka yang memiliki hubungan dengan para
tahanan,
atau
dicurigai
terlibat
sebagai
simpatisan.
Soeharto
juga
memerintahkan RPKAD untuk mengawasi proses penangkapan dan persekusi
tersebut. Di bawah kepemimpinan Soeharto, Kopkamtibdengan cepat
berkembang melampaui tujuan utamanya yaitu melacak simpatisan PKI.
Kopkamtib menjadi alat utama pemerintahan untuk kontrol politik.16
Dalam waktu 20 tahun pertama setelah pembantaian, muncul tiga
puluh
sembilan
perkiraan
serius
mengenai
jumlah
korban. Sebelum
pembantaian selesai, angkatan bersenjata memperkirakan sekitar 78.500 telah
meninggal. Sedangkan menurut orang-orang komunis yang trauma, perkiraan
awalnya mencapai 2 juta korban jiwa. Di kemudian hari, angkatan bersenjata
memperkirakan jumlah yang dibantai dapat mencapai sekitar 1 juta orang.
Pada 1966, Benedict Anderson memperkirakan jumlah korban meninggal
sekitar 200.000 orang dan pada 1985 mengajukan perkiraan mulai dari
500,000 sampai 1 juta orang.Sebagian besar sejarawan sepakat bahwa
setidaknya setengah juta orang dibantai,lebih banyak dari peristiwa manapun
dalam sejarah Indonesia. Suatu komando keamanan angkatan bersenjata
memperkirakan antara 450.000 sampai 500.000 jiwa dibantai.Para korban
dibunuh dengan cara ditembak, dipenggal, dicekik, atau digorok oleh angkatan
bersenjata dan kelompok Islam. Pembantaian dilakukan dengan cara tatap
16
Ibid., hal. 12.
8
Universitas Sumatera Utara
muka, tidak seperti proses pembantaian massal oleh Saloth Sar dan Khmer
Merah nya di Kamboja atau oleh Jerman Nazi di Eropa. 17
1.2.Rumusan Masalah
Perumusan masalah merupakan penjelasan mengenai alasan mengapa
masalah yang dikemukakan dalam penelitian itu dipandang menarik, penting
dan perlu diteliti. Perumusan masalah juga merupakan suatu usaha yang
menyatakan pertanyaan-pertanyaa penelitian apa saja yang perlu di jawab
atau perlu di cari jalan pemecahannya, atau dengan kata lain perumusan
masalah merupakan pertanyaan yang lengkap dan rinci mengenai ruang
lingkup masalah yang akan diteliti didasarkan pada identifikasi masalah dan
pembatasan masalah. 18
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan sebelumnya di dalam latar
belakang, maka dalam penelitian ini yang menjadi perumusan masalah adalah
:“Bagaimana Perbandingan Gaya Kepemimpinan Saloth Sar di Kamboja
(1975-1979) dengan Soeharto di Indonesia (Periode 1965-1970).”
1.3. Batasan Masalah
Dalam membuat penelitian, peneliti memerlukan batasan. Pembatasan
masalah berguna untuk memperjelas dan membatasi ruang lingkup terhadap
hal-hal apa saja dari masalah yang akan diteliti dan dibahas agar masalah yang
diangkat tidak menyimpang dari tujuan yang akan dicapai. Oleh karena itu,
adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah :
17
Pembantaian di Indonesia 1965–1966. Dikutip
melaluihttps://id.wikipedia.org/wiki/Pembantaian_di_Indonesia_1965%E2%80%931966. Diakses pada
tanggal 8 April 2017 pukul 21.16.
18
Husaini Usman dan Purnomo. Metodologi Penelitian Sosial. Bandung : Bumi Aksara. 2004. hal 130.
9
Universitas Sumatera Utara
1. Hanya mendeskripsikan kebijakan yang diterapkan Oleh Saloth Sar di
Kamboja pada tahun 1975 sampai 1979 dan Soeharto di Indonesia pada
periode 1965 sampai 1970.
2. Hanya mendeskripsikan bagaimana gaya kepemimpinan Oleh Saloth Sar
di Kamboja pada tahun 1975 sampai 1979 dan Soeharto di Indonesia pada
periode 1965 sampai 1970.
1.4.Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mendeskripsikan profil Saloth Sar dan Soeharto serta sistem politik di
Kamboja di tahun 1975-1979 dan Indonesia di tahun 1965-1970.
2. Menganalisis perbandingan gaya kepemimpinan Saloth Sardan
Soeharto di Kamboja dan Indonesia.
1.5. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Secara teoritis, penelitian ini merupakan salah satu kajian ilmu politik
yang membahas tentang perbandingan kepemimpinan Militeristik
Otoritarian, yang diharapkan mampu untuk memberikan kontribusi
dalam ilmu politik mengenai gaya kepemimpinan Militeristik
Otoritarian.
2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi
dan
informasi
kepadapembaca
mengenai
gaya
kepemimpinan
Militeristik Otoritarian.
10
Universitas Sumatera Utara
1.6.Kerangka Teori
1.6.1. Teori Kepemimpinan
Kegiatan manusia secara bersama-sama selalu membutuhkan
kepemimpinan. Untuk berbagai usaha dan kegiatannya diperlukan upaya
yang terencana dan sistematis dalam melatih dan mempersiapkan
pemimpin baru. Oleh karena itu, banyak studi dan penelitian dilakukan
orang untuk mempelajari masalah pemimpin dan kepemimpinan yang
menghasilkan berbagai teori tentang kepemimpinan. 19
Teori kepemimpinan adalah penggeneralisasian satu seri perilaku
pemimpin dan konsep-konsep kepemimpinannya, dengan menonjolkan
latar
belakang
historis,
sebab-musabab
timbulnya
kepemimpinan,
persyaratan menjadi pemimpin, sifat-sifat utama pemimpin, tugas pokok
dan fungsinya, serta etika profesi kepemimpinan. 20
Ada beberapa sebab seseorang menjadi pemimpin, tiga teori yang
menonjol dalam menjelaskan munculnya pemimpin antara lain: 21
a. Teori genetis menyatakan sebagai berikut :
-
Pemimpin itu tidak dibuat, akan tetapi lahir jadi pemimpin oleh
bakat-bakat alami yang luar biasa sejak lahirnya.
-
Dia ditakdirkan lahir menjadi pemimpin dalam situasi-kondisi
yang bagaimanapun juga, yang khusus.
-
Secara filosofi, teori tersebut menganut pandangan deterministis.
19
Kartini Kartono, op.cit., hal. 31.
Ibid., hal. 31.
21
Ibid.
20
11
Universitas Sumatera Utara
b. Teori sosial (lawan teori genetis) menyatakan sebagai berikut :
-
Pemimpin itu harus disiapkan, dididik, dan dibentuk, tidak
terlahirkan begitu saja.
-
Setiap orang bisa menjadi pemimpin, melalui usaha penyiapan dan
pendidikan, serta didorong oleh kemauan sendiri.
c. Teori ekologis atau sintetis (muncul sebagai reaksi dari kedua teori
tersebut lebih dahulu), menyatakan bahwa seseorang akan sukses
menjadi pimpinan, bila sejak lahirnya dia telah memiliki bakat-bakat
kepemimpinan, dan bakat-bakat ini sempat dikembangkan melalui
pengalaman dan usaha pendidikan; juga sesuai dengan tuntutan
lingkungan/ekologisnya.
Teori-teori dalam Kepemimpinan:
1. Teori Sifat
Teori ini bertolak dari dasar pemikiran bahwa keberhasilan
seorang pemimpin ditentukan oleh sifat-sifat, perangai atau ciri-ciri
yang dimiliki pemimpin itu. Atas dasar pemikiran tersebut timbul
anggapan bahwa untuk menjadi seorang pemimpin yang berhasil,
sangat
ditentukan
oleh
kemampuan
pribadi
pemimpin.
Dan
kemampuan pribadi yang dimaksud adalah kualitas seseorang dengan
berbagai sifat, perangai atau ciri-ciri di dalamnya.
Ciri-ciri ideal yang perlu dimiliki pemimpin menurut
SondangSiagian adalah: 22
22
Sondang Siagian. 1994. Teori dan Praktek Kepemimpinan. Jakarta: Rineka Cipta. hal. 75-76.
12
Universitas Sumatera Utara
-
Pengetahuan umum yang luas, daya ingat yang kuat,
rasionalitas,
obyektivitas,
pragmatisme,
fleksibilitas,
adaptabilitas, orientasi masa depan;
-
Sifat inkuisitif, rasa tepat waktu, rasa kohesi yang tinggi, naluri
relevansi, keteladanan, ketegasan, keberanian, sikap yang
antisipatif, kesediaan menjadi pendengar yang baik, kapasitas
integratif;
-
Kemampuan untuk bertumbuh dan berkembang, analitik,
menentukan skala prioritas, membedakan yang urgen dan yang
penting, keterampilan mendidik, dan berkomunikasi secara
efektif.
Namun, teori sifat memiliki berbagai kelemahan. Antara lain :
terlalu bersifat deskriptif, tidak selalu ada relevansi antara sifat yang
dianggap unggul dengan efektivitas kepemimpinan, dan dianggap
sebagai teori yang sudah kuno, namun apabila kita renungkan nilainilai moral dan akhlak yang terkandung didalamnya mengenai
berbagai rumusan sifat, ciri atau perangai pemimpin, justru sangat
diperlukan oleh kepemimpinan yang menerapkan prinsip keteladanan.
2. Teori Perilaku
Teori perilaku (behavior theory) dilandasi pemikiran, bahwa
kepemimpinan merupakan interaksi antara dengan pengikut,dan dalam
interaksi pengikutlah yang menganalisis dan mempersepsi apakah
13
Universitas Sumatera Utara
menerima atau menolak pengaruh dari pemimpinnya. Pendekatan
perilaku menghasilkan dua orientasi perilaku pemimpin yaitu : 23
-
Pemimpin yang berorientasi pada tugas (task orientation) atau
yang mengutamakan penyelesaian tugas dan,
-
Perilaku pemimpin yang berorientasi pada orang (people
orientation) atau yang mengutamakan hubungan kemanusiaan.
3. Teori Situasional
Keberhasilan seorang pemimpin menurut teori situasional
ditentukan oleh ciri kepemimpinan dengan perilaku tertentu yang
disesuaikan dengan tuntutan situasi kepemimpinan dan situasi
organisasional yang dihadapi dengan memperhitungkan faktor waktu
dan ruang. Menurut Sondang Siagian, Faktor situasional yang
berpengaruh terhadap gaya kepemimpinan tertentu adalah : 24
-
Jenis pekerjaan dan kompleksitas tugas.
-
Bentuk dan sifat teknologi yang digunakan.
-
Persepsi, sikap dan gaya kepemimpinan.
-
Norma yang dianut kelompok.
-
Rentang kendali.
-
Ancaman dari luar organisasi.
-
Tingkat stress.
-
Iklim yang terdapat dalam organisasi.
Efektivitas kepemimpinan seseorang ditentukan oleh kemampuan
membaca situasi yang dihadapi dan menyesuaikan gaya kepemimpinannya
23
Harbani Pasolong. Kepemimpinan Birokrasi. Bandung: CV. Alfabeta. 2013. hal. 33.
Sondang Siagian, op.cit., hal.128.
24
14
Universitas Sumatera Utara
agar cocok dengan dan mampu memenuhi tuntutan situasi tersebut.
Penyesuaian gaya kepemimpinan dimaksud adalah kemampuan menentukan
ciri kepemimpinan dan perilaku tertentu karena tuntutan situasi tertentu.
Sehubungan dengan hal tersebut berkembanglah model-model kepemimpinan
berikut: 25
a. Model kontinuum Otokratik-Demokratik
Gaya dan perilaku kepemimpinan tertentu selain berhubungan
dengan situasi dan kondisi yang dihadapi, juga berkaitan dengan fungsi
kepemimpinan tertentu yang harus diselenggarakan. Contoh: dalam hal
pengambilan keputusan, pemimpin bergaya otokratik akan mengambil
keputusan sendiri, ciri kepemimpinan yang menonjol ketegasan disertai
perilaku yang berorientasi pada penyelesaian tugas.Sedangkan pemimpin
bergaya demokratik akan mengajak bawahannya untuk berpartisipasi. Ciri
kepemimpinan yang menonjol di sini adalah menjadi pendengar yang baik
disertai perilaku memberikan perhatian pada kepentingan dan kebutuhan
bawahan.
b. Model ” Interaksi Atasan-Bawahan”
Menurut
model
ini,
efektivitas
kepemimpinan
seseorang
tergantung pada interaksi yang terjadi antara pemimpin dan bawahannya
dan sejauhmana interaksi tersebut mempengaruhi perilaku pemimpin yang
bersangkutan. Seorang akan menjadi pemimpin yang efektif,
apabila
Hubungan atasan dan bawahan dikategorikan baik. Tugas yang harus
25
Ibid., hal.130.
15
Universitas Sumatera Utara
dikerjakan bawahan disusun pada tingkat struktur yang tinggi dan posisi
kewenangan pemimpin tergolong kuat.
c. Model Situasional
Model ini menekankan bahwa efektivitas kepemimpinan seseorang
tergantung pada pemilihan gaya kepemimpinan yang tepat untuk
menghadapi situasi tertentu dan tingkat kematangan jiwa bawahan.
Dimensi kepemimpinan yang digunakan dalam model ini adalah perilaku
pemimpin yang berkaitan dengan tugas kepemimpinannya dan hubungan
atasan-bawahan. Berdasarkan dimensi tersebut, gaya kepemimpinan yang
dapat digunakan adalah:
-
Memberitahukan.
-
Menjual.
-
Mengajak bawahan berperan serta;
-
Melakukan pendelegasian.
d. Model ”Jalan-Tujuan”
Seorang pemimpin yang efektif menurut model ini adalah
pemimpin yang mampu menunjukkan jalan yang dapat ditempuh
bawahan. Salah satu mekanisme untuk mewujudkan hal tersebut yaitu
kejelasan tugas yang harus dilakukan bawahan dan perhatian pemimpin
kepada kepentingan dan kebutuhan bawahannya. Perilaku pemimpin
berkaitan dengan hal tersebut harus merupakan faktor motivasional bagi
bawahannya.
16
Universitas Sumatera Utara
e. Model “Pimpinan-Peran serta Bawahan”
Perhatian utama model ini adalah perilaku pemimpin dikaitkan
dengan proses pengambilan keputusan. Perilaku pemimpin perlu
disesuaikan dengan struktur tugas yang harus diselesaikan oleh
bawahannya. Salah satu syarat penting untuk paradigma tersebut adalah
adanya serangkaian ketentuan yang harus ditaati oleh bawahan dalam
menentukan bentuk dan tingkat peran serta bawahan dalam pengambilan
keputusan. Bentuk dan tingkat peran serta bawahan tersebut “didiktekan”
oleh situasi yang dihadapi dan masalah yang ingin dipecahkan melalui
proses pengambilan keputusan.
Gaya Kepemimpinan
Menurut Inu Kencana, ada beberapa gaya kepemimpinan yang dapat
diterapkan dalam pemerintahan, yaitu : 26
1. Gaya Demokratis
Gaya Demokratis adalah cara dan irama sesorang pemimpin
pemerintahan dalam menghadapi bawahan dan masyarakatnya dengan
memakai metode pembagian tugas dengan bawahan, antar bawahan tugas
tersebut dibagi secara adil dan merata.
2. Gaya Birokratis
Gaya birokratis adalah cara dan irama seseorang pemimpin
pemerintahan dalam menghadapi bawahan dan masyarakatnya tanpa
pandang bulu, artinya setiap bawahan harus dilakukan sama disiplinnya.
26
Inu Kencana.Kepemimpinan Pemerintahan Indonesia. Bandung: Refika Aditama. 2003. hal. 27-30.
17
Universitas Sumatera Utara
3. Gaya Kebebasan
Gaya kebebasan adalah cara dan irama seseorang pemimpin
pemerintahan dalam menghadapai bawahan dan masyarakatnya dengan
pemberian kekuasaan kepada bawahan seluas-luasnya.
4. Gaya Otokrasi
Gaya otokrasi adalah cara dan irama seseorang pemimpin
pemerintahan dalam mengahadapi bawahan dan masyarakatnya dengan
memakai metode paksaan kekuasaan.
Tipe Kepemimpinan
Menurut Kartono, ada 8 (delapan) tipe kepemimpinan yang dapat
diterapkan oleh seorang pemimpin. Kedelapan tipe kepemimpinan itu adalah
sebagai berikut : 27
1. Tipe Karismatis
Tipe pemimpin karismatis ini memiliki kekuatan energi, daya tarik
dan wibawa yang luar biasa untuk mempengaruhi orang lain, sehingga ia
mempunyai pengikut yang sangat besar jumlahnya. Dia dianggap
mempunyai
kekuatan
gaib (supernatural
power)dan
kemampuan-
kemampuan yang superhuman, yang diperolehnya sebagai karunia Yang
Mahakuasa.
2. Tipe Paternalistis
Yaitu tipe kepemimpinan yang “kebapakan”, dengan sifat-sifat antara
lain sebagai berikut :
27
Kartini Kartono, op.cit., hal. 81-86.
18
Universitas Sumatera Utara
-
Dia menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak/belum
dewasa, atau anak sendiri yang perlu dikembangkan.
-
Dia bersikap terlalu melindungi (overly protective).
-
Jarang memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengambil
keputusan sendiri.
-
Dia hampir tidak pernah memberikan kesempatan kepada bawahan
untuk berinisiatif.
-
Dia tidak memberikan atau hampir tidak pernah memberika
kesempatan kepada bawahan dan pengikut untuk mengembangkan
imajinasi dan daya kreativitas mereka sendiri.
-
Selalu bersikap maha tahu dan maha benar.
3. Tipe Milteristis
Adapun sifat-sifat pemimpin yang milteristis antara lain ialah :
-
Lebih banyak menggunakan sistem perintah/komando terhadap
bawahannya. Keras, sangat otoriter, kaku, dan seringkali kurang
bijaksana.
-
Menghendaki kepatuhan mutlak dari bawahan.
-
Sangat menyenangi formalitas, upacara-upacara, ritual dan tandatanda kebesaran yang berlebih-lebihan.
-
Menuntut adanya disiplin keras dan kaku dari bawahannya.
-
Tidak menghendaki saran, usul, sugesti, dan kritikan-kritikan dari
bawahannya.
-
Komunikasi hanya berlangsung searah saja.
-
19
Universitas Sumatera Utara
4. Tipe Otokratis
Otokrat berasal dari perkataan
autos = sendiri, dan kratos =
kekuasaan. Jadi otokrat berarti penguasa absolut. Kepemimpinan otokratis
itu mendasarkan diri pada kekuasaan dan paksaan yang mutlak harus
dipatuhi. Pemimpinnya selalu mau berperan sebagai pemain tunggal.
Setiap perintah dan kebijakan ditetapkan tanpa berkonsultasi dengan
bawahannya. Semua pujian dan kritik terhadap segenap bawahannya
diberikan atas pertimbangan pribadi pemimpin sendiri. Pemimpin otokratis
senantiasa ingin berkuasa absolut, tunggal, dan merajai keadaan.
5. Tipe Laissez Faire
Pada tipe kepemimpinan Laissez Faireini, sang pemimpin praktis
tidak memimpin. Dia membiarkan kelompoknya dan setiap orang berbuat
semau sendiri. Pemimpin tidak berpartisipasi sedikit pun dalam kegiatan
kelompoknya. Semua pekerjaan dan tanggung jawab harus dilakukan oleh
bawahan sendiri.
6. Tipe Populistis
Kepemimpinan populistis ini berpegang teguh pada nilai-nilai
masyarakat yang tradisional dan juga kurang mempercayai dukungan
kekuatan serta bantuan hutang-hutang luar negeri (asing). Kepemimpinan
jenis ini mengutamakan penghidupan kembali nasionalisme.
7. Tipe Administratif atau Eksekutif
Kepemimpinan tipe administratif ialah kepemimpinan yang
mampu menyelenggarakan tugas-tugas administrasi secara efektif.
Sedangkan para pemimpinnya terdiri dari teknokrat dan administratur-
20
Universitas Sumatera Utara
administratur yang mampu menggerakkan dinamika modernisasi dan
pembangunan.
8. Tipe Demokratis
Kepemimpinan demokratis berorientasi pada manusia, dan
memberikan bimbingan yang efisien kepada para pengikutnya. Terdapat
koordinasi pekerjaan pada semua bawahan, dengan penekanan pada rasa
tanggung jawab internal (pada diri sendiri) dan kerja sama yang baik.
Kekuatan kepemimpinan demokratis ini bukan terletak pada person atau
individu pemimpin, akan tetapi kekuatan justru terletak pada partisipasi
aktif dari setiap warga kelompok.
1.6.2. Teori Perbandingan Politik
Studi perbandingan adalah bidang di dalam Ilmu Politik yang acap
kali mengalami berbagai perubahan yang disesuaikan dengan studi intensif
untuk mengurangi kekakuan dalam sistem politik yang ada. Perbandingan
melibatkan sebuah abstraksi situasi atau proses konkrit yang tidak pernah
dibandingkan semata, setiap fenomena diharapkan merupakan peristiwa
yang unik; setiap manifestasi adalah unik; setiap individu dan perilakunya
adalah unik.
Melakukan perbandingan dalam studi politik, hanya akan
memberikan sebuah teori politik yang secara umum, tetapi secara perlahan
melalui berbagai proses akan terjadi pengembangan kondisi. Singkatnya
pendekatan yang nantinya dilakukan dalam proses memperbandingkan
juga akan menentukan deskripsi pendekatan, apakah akan terbatas pada
21
Universitas Sumatera Utara
pendekatan lembaga pemerintahan yang dibentuk secara formal atau lebih
pada sebuah kontekstual dalam pembongkaran kekuatan-kekuatan politik
yang melatari yaitu ideologi.
Dalam menganalisa perbandingan biasanya harus dilalui tiga tahap
seperti yang ditunjukkan Profesor Almond, yaitu : 28
1. Tahap mencari informasi tentang sistem politik yang jadi sasaran
penelaahan;
2. Memilah-milah informasi ini berdasar klasifikasi tertentu, seperti
kelompok kepentingan atau birokrasi, dan kemudian;
3. Dengan menganalisa hasil pengklarifikasian itu dapat di lihat
keteraturan (regularities) dan hubungan-hubungan di antara berbagai
variabel dalam masing-masing sistem politik. Selanjutnya menjelaskan
tiga konsep yang dianggapnya paling tepat untuk menganalisa berbagai
sistem politik. Konsep-konsep itu adalah sistem, struktur, dan fungsi.
Pengembangan terhadap sebuah abstraksi situasi akan membentuk
relevansi dengan kekuatan kategori umum, sebuh relevansi yang
terhimpun dari berbagai perbandingan yang dilakukan melalui peristiwa
dan fenomena politik yang terjadi. Yang kesemua pada gilirannya dapat
mengarahkan kesimpulan dan tanggapan kita kepada sebuah pandangan
umum mengenai stabilitas politik; makanya diperlukannya pengkajian
terhadap fenomena yang terjadi dalam studi ilmu politik. 29
28
Mohtar Mas’oed dan Colin MacAndrews. Studi Perbandingan Sistem Politik. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press. 2001. hal. 21-32.
29
Roy Macridis. Perbandingan Ilmu Politik. Jakarta: Erlangga. 1992. hal. 5.
22
Universitas Sumatera Utara
Secara garis besar tinjauan didalam perbandingan ilmu politik dari
awal perkembangannya sampai dengan kondisi politik yang mutakhir,
terdapat beberapa teori yang mendukung, 30yakni; Pertama, Teori sistem,
seperti apa yang diutarakan David Easton di dalam bukunya “The Political
System”, 31 yang memuat mengenai konsep input dan output politik,
tuntutan dan dukungan serta umpan balik terhadap keseluruhan sistem
yang saling berhubungan. Kedua, Teori Budaya, berangkat dari karya
tradisional tentang budaya dalam dunia antropologi, studi sosialisasi dan
kelompok-kelompok kecil dalam sosiologi; serta konsep kebudayaan yang
dikaitkan dengan konsep negara dan budaya-budaya nasional. Ketiga,
Teori Pembangunan, kemunculan negara di dunia ketiga mendorong
kemunculan teori ini, yang tercurahkan pada wawasan keterbelakangan
dan potensi untuk memajukan diri unruk tumbuh dan berkembang menjadi
sebuah bangsa, yang kesemuanya terkait dalam pola modernisasi politik.
Dalam sebuah kaitannya dapatlah dipahami bahwa setiap
manifestasi sikap, hubungan, motivasi dan ide dalam masyarakat
merupakan relevansi dalam kegiatan politik. Secara sederhana polituk
dapat dipahami sebagai sebuah aspirasi dalam membentuk sebuah
kepentingan, yang diawali dengan sebuah tuntutan dan akhirnya
menghasilkan sebuah keputusan serta konsensus bersama. Dan dalam
memahami sebuah fenomena politik yang ada diperlukannya sebuah
pemahaman holistik
30
31
tentang potensi potensial politik dan memahami
Ronald Chilcote.Teori Perbandingan Politik. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2002. hal. 11-13.
David Easton. The Political System: An Inquiry into the State of Political Science. New York: Alfred A.
Knopf. 1953. hal. 384.
23
Universitas Sumatera Utara
bahwa ada sebuah sikap yang dianggap bertentangan yaitu sebuah sikap
apolitis. Semua terbentuk pada ruang dan waktu yang berbeda tetapi
semua menyangkut kegiatan politik dalam sebuah wadah partisipasi
politik.
Dalam melihat struktural kelembagaan pemerintahan maka
dianggap penting mempelajari pelaku elit-elit pemerintahan yang
menggunakan kekuatannya untuk mendapatkan kekuasaan. Kita harus
melihatnya dari sebuah sisi dimana segala aktivitas politiknya merupakan
sebuah jalan pemecahan permasalahan dan berorientasi pada sebuah
tujuan, sebuah aktivitas yang merupakan ciri khas dalam sebuah fenomena
politik.
Komplotan elit pada umumnya mengambil keputusan akan
perencanaan yang bersifat menguntungkan posisi mereka, yang dalam
studi dan penilaiannya jauh lebih menguntungkan kelompoknya daripada
masyarakat secara luas. 32Tindakan dan kehendak yang dijalankan oleh
kelompok elit kembali sebagai sebuah penentu berjalannya lembaga
pemerintahan dengan menunjukan kondisi-kondisi yang seolah membatasi
ruang kebebasan individu.
Konsepsi pemikiran dan perbandingan politik, adalah bertujuan
untuk melihat dan penekanan pada pergolakan sosial dan konsensus yang
terbangun, dan tidak pula tertutup kemungkinan akan terjadinya konflik di
dalam masyarakat. Mulai dari pemahaman yang konservatif sampai
32
Andrew Shonfield. 1965. Kapitalisme Modern, Terjemahan dari Modern Capitalism. London: Oxford
University Press.
24
Universitas Sumatera Utara
dengan pemahaman yang radikal tentang negara dan tujuannya, semua
merupakan dan interpertasi terhadap analisis peran negara dalam kondisi
yang temporer. Lewat berbagai diskursus tentang teori perbandingan,
maka kedepannya diharapkan akan menghasilkan sebuah implikasi yang
nyata dalam memberikan kontribusi pemikiran politik serta ruang untuk
mencapai sebuah sistem yang muncul dari kondisi latar belakang sosial
politik masyarakat.
1.7. Studi Terdahulu
Penelitian yang mengambil tema Perbandingan Kepemimpinan
Militeristik Otoritarian belum ada ditemukan di jurusan Ilmu Politik Fakultas
Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) USU. Akan tetapi, ditemukan
beberapa skripsi yang juga membahas tentang perbandingan kepemimpinan
yang didapatkan melalui media massa internet yang dapat dijadikan acuan
dalam penelitian ini, salah satunya ditemukan di jurusan Ilmu Politik Fakultas
Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) USU. Penelitian tersebut tentang
“Perbandingan Konsep Kepemimpinan Vatikan Dan Iran” yang dilakukan
oleh Sayed Muhammad Daulydalam skripsinya di Fakultas IlmuSosial dan
Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Tahun 2015. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui perbedaan dan persamaan konsep kepemimpinan Negara
Vatikan dan Iran dengan cara membandingkan konsep kepemimpinan kedua
negara tersebut. Vatikan dan Iran memiliki cara kepemimpinan yang berbeda
dengan agama yang berbeda juga, Vatikan dengan Monarki Absolut dan Iran
dengan Teodemokrasi yang di modifikasi dengan adanya pemerintahan para
ulama dan modifikasi ini menyentuh tiga sendi sistem republik, meliputi
25
Universitas Sumatera Utara
institusi-institusi yang biasa disebut Trias Politika (Eksekutif, Legislatif,
Yudikatif).Adapun hasil penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan dan
persamaan Negara Vatikan dan Iran dengan menggunakan teori Kedaulatan
Tuhan dan Perbandingan Politik. Peneliti melihat perbedaan dalam
kepemimpinan kedua Negara tersebut dalam hal membuat sebuah kebijakan.
Konsep kepemimpinan kedua negara tersebut mempunyai perbedaan. Untuk
Vatikan kepemimpinan berada pada Paus dan untuk seluruh warga Katolik
yang ada di dunia. Berbeda dengan Iran, konsep Imamah hanya berada pada
wilayah Negara Iran sendiri. Sedangkan yang menjadi persamaan bagi
kepemimpinan kedua Negara tersebut adalah kebijakan Negara hanya di
putuskan oleh satu orang yang dianggap orang menjadi wakil Tuhan di
dunia. 33
Penelitian
berikutnya
adalah
penelitian
yang
dilakukan
oleh
Nurcholifahpada tahun 2011 dengan judul “Kepemimpinan Golkar Pasca
Orde Baru (Studi Perbandingan Pola Kepemimpinan Akbar Tandjung
[Periode 1999-2004] dan Muhammad Jusuf Kalla [Periode 2004-2009]
Dalam Partai Golkar)” di Prodi Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dimana
Nurcholifah dalam penelitiannya ini memfokuskan pembahasan pada
kepemimpinan mantan ketua Partai Golkar Akbar Tandjung yang menjadi
ketua Partai Golkar periode 1999-2004 dan Muhammad Jusuf Kalla yang
menjadi ketua umum Partai Golkar periode 2004-2009. Penelitiannya ini
33
Sayed Muhammad Dauly. Skripsi. “Perbandingan Konsep Kepemimpinan Vatikan Dan Iran”. Dikutip
melalui http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/55212/6/Cover.pdf. Diakses pada tanggal 2 April
2017 pukul 20.21.
26
Universitas Sumatera Utara
menggunakan pendekatan kualitatif, dengan menggunakan hasil wawancara
sebagai sumber primer. Adapun sumber sekundernya didapatkan dari
berbagai literatur, baik dari buku, majalah, maupun artikel yang ada di
internet. Wawancara dilakukan dengan kedua tokoh tersebut, yaitu Akbar
Tandjung dan Jusuf Kalla dengan menggunakan interview guide(pedoman
wawancara). Berdasarkan hasil penelitian dan analisa yang telah dilakukan
oleh Nurcholifah, dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan Akbar
Tandjung lebih bersifat paternalistik. Hal ini terlihat dari bagaimana Akbar
Tandjung mengambil keputusan mengenai kebijakan Partai Golkar yang
mengutamakan keselarasan antar sesama pengurus dengan banyak melibatkan
para senior untuk mendapatkan pengarahan. Sedangkan gaya kepemimpinan
Jusuf Kalla bersifat demokratis. Menilik latar belakang Jusuf Kalla sebagai
pengusaha, tidak mengherankan jika kebijakan-kebijakan yang diambil Jusuf
Kalla bersifat efisien, lugas, dan terus terang. 34
Dari kedua penelitian tersebut diatas, penulis belum menemukan
adanya tulisan yang membahas tentang kepemimpinan militeristik otoritarian.
Oleh karna itu, penelitian ini akan membahas tentang Kepemimpinan
Militeristik Otoritarian : Perbandingan Gaya Kepemimpinan Saloth Sar di
Kamboja (1975-1979) dan Soeharto di Indonesia (Periode Transisi 19651970).
34
Nurcholifah. Skripsi. “Kepemimpinan Golkar Pasca Orde Baru (Studi Perbandingan Pola Kepemimpinan
Akbar Tandjung [Periode 1999-2004] dan Muhammad Jusuf Kalla [Periode 2004-2009] Dalam Partai
Golkar)”. Dikutip melalui http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/443/1/102725NURCHOLIFAH-FISIP.PDF. Diakses pada tanggal 2 April 2017 pukul 21.02.
27
Universitas Sumatera Utara
1.8.Metodologi Penelitian
1.8.1. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif. Metode deskriptif merupakan suatu cara untuk menggambarkan
secara sistematik dan akurat fakta dan karakteristik mengenai populasi
atau
mengenai
bidang
tertentu,
penelitian
ini
berusaha
untuk
menggambarkan situasi atau kejadian. 35
Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat komparatif. Kata
“komparasi‟ dalam bahasa inggris yaitu comparation yang berarti
perbandingan. Makna dari kata tersebut menunjukan bahwa dalam
penelitian ini peneliti bermaksud mengadakan perbandingan kondisi yang
berbeda yang ada di satu tempat, apakah kondisi di tempat tersebut sama
atau ada perbedaan, dan kalau ada perbedaan, kondisi mana yang lebih
baik.
Menurut Ulber Silalahi, penelitian komparatif adalah penelitian
yang membandingkan dua gejala atau lebih. Penelitian komparatif dapat
berupa
komparatif
deskriptif
(descriptive-comparative)
maupun
komparatif korelasional (correlation-comparative). Komparatif deskriptif
membandingkan variabel yang sama untuk sampel yang berbeda.
Komparatif deskriptif juga dapat digunakan untuk membandingkan
variabel
yang berbeda untuk sampel
yang sama. Perbandingan
korelasional juga bisa dengan variabel yang berbeda dalam hubungan
dengan variabel yang sama. Selain itu, perbandingan korasional pun bisa
35
Saifuddin Azwar.Metode Penelitian. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 2010. hal. 7.
28
Universitas Sumatera Utara
dengan membandingkan korelasi variabel yang sama untuk sampel yang
berbeda. 36
1.8.2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini bersifat deskriptif-kualitatif, yaitu mencoba
menggambarkan berbagai situasi, kondisi, atau berbagai realitas sosial
yang ada dalam masyarakat yang menjadi obyek penelitian, dan berupaya
menarik realitas tersebut ke permukaan sebagai suatu ciri atau karakter
tentang fenomena tertentu. 37
1.8.3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan cara
studi pustaka. Melalui studi pustaka, data yang dikumpulkan adalah data
sekunder yang di dapat dari buku, jurnal, website, artikel, ataupun sumbersumber lain yang berkaitan dengan judul penelitian ini. Pengumpulan data
dilakukan dengan cara membaca, menganalisis, kemudian mengutip dari
sumber-sumber tersebut. 38
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan cara studi pustaka yang
didapatkan melalui buku, jurnal, artikel maupun website untuk
menjabarkan tentang latar belakang dari penelitian ini, teori-teori yang
akan digunakan didalam penelitian ini, profil dari Saloth Sar dan Soeharto
serta sistem politik di Kamboja dan Indonesia, serta pembahasan dari
penelitian ini yaitu PerbandinganGaya Kepemimpinan Saloth Sar di
36
Ulber Silalahi. Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT. Refika Aditama. 2009. hal.35.
Burhan Bunging. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Prenada Media Group.2007. hal. 67.
38
Saifuddin Azwar, op.cit., hal. 92.
37
29
Universitas Sumatera Utara
Kamboja tahun 1975 Sampai 1979 dengan Soeharto di Indonesia Pada
Periode 1965 sampai 1970.
1.8.4. Teknik Analisis Perbandingan
Pada penelitian ini teknik analisis data yang akan digunakan adalah
teknik analisis dengan menggunakan metode Komparatif (Perbandingan),
yakni teknik analisis kualitatif dengan cara membandingkan dua variabel
atau lebih, yang kemudian akan dicari letak persamaan dan perbedaannya
dan ditarik kesimpulannya. Metode ini merupakan proses penelitian yang
nantinya akan menghasilkan data yang deskriptif.
Dalam studi Ilmu Politik, telah banyak Perbandingan Sistem
Politik yang dilakukan oleh pada teoritisi dunia, termasuk membandingkan
antara
Negara
dan
Negara,
Monarki/ Oligarki dengan Demokrasi,
Pemerintahan Konstitusional dengan Tirani dan sebagainya. 39 Definisi
sederhana dari Perbandingan adalah suatu kegiatan untuk mengadakan
identifikasi persamaan/perbedaan antara dua
gejala tertentu atau
lebih. 40Walaupun sederhana, akan tetapi dalam implementasi sebuah
analisis ataupun studi perbandingan, definisi ini tetap menjadi acuan dalam
perbandingan dua gejala tertentu atau lebih.
Lebih lanjut, Lijphart mengemukakan bahwa metode komparatif
(Comparative Method) atau perbandingan lebih ditekankan kepada suatu
metode penemuan hubungan empiris antara berbagai variabel, dan metode
ini bukan merupakan metode pengukuran. Karena metode komparatif
39
Mohtar Mas’oed dan Colin McAndrews. Op.Cit., Hal. 21.
S. Soekanto.Perbandingan Hukum. Bandung : Alumni. 1979. Hal.10.
40
30
Universitas Sumatera Utara
bukan merupakan metode pengukuran, maka metode komparatif
melibatkan analisis kualitatif, bukan kuantitatif. 41
Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan data-data
sekunder. Setelah data-data sekunder terkumpul kemudian penelitian
dilanjutkan dengan menganalisis data secaradeskriptif berdasarkan
fenomena yang terjadi dilapangan kemudian dilakukan penarikan
kesimpulan dari hasil penelitian. 42
1.9.
Sistematika Penulisan
Sistematika Penulisan dimaksudkan untuk menjabarkan rencana
penulisan agar mendapatkan suatu gambaran yang jelas dan terperinci
serta lebih terarah dalam penyusunan penelitian. Oleh karena itu, penulis
membagi sistematika penulisan ini ke dalam empat bab, yaitu :
BAB I
: PENDAHULUAN
Dalam bab ini terdiri atas latar belakang masalah yang akan diteliti,
rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, kerangka teori, studi terdahulu,metodologi penelitian, dan
sistematika penulisan.
BAB II
: PROFIL SALOTH SAR DAN SOEHARTO SERTA
SISTEM POLITIK DI KAMBOJA (1975-1979) DAN INDONESIA
(1965-1970)
41
Ronald Chillcote. Op.Cit., Hal. 30.
Bagong Suyanto dan Sutinah. Metode Penelitian Sosial Berbagai Alternatif Pendekatan. Jakarta: Prenada
Media Group. 2006. hal. 53.
42
31
Universitas Sumatera Utara
Dalambab ini berisi penjelasan tentang segala sesuatu mengenai
objek penelitian yaitu profil tentang Pol Pot dan Soeharto, yang
didalamnya akan dibahas tentang masa kecil dan remaja, latar belakang
pendidikan dan pengalaman organisasi, serta karir politik mereka. Dalam
bab ini juga berisi penjelasan mengenai sistem politik di negara Kamboja
dan Indonesia pada masa pemerintahan masing-masing kedua tokoh
tersebut.
BAB III
: PERBANDINGAN GAYA KEPEMIMPINAN
SALOTH SAR DI KAMBOJA (1975-1979) DAN SOEHARTO DI
INDONESIA (PERIODE 1965-1970)
Dalam bab ini berisi penjelasan data yang telah di peroleh dari
sumber-sumber terkait, mengenai perbandingan gayakepemimpinan Saloth
Sar di Kamboja dalam kurun waktu 1975 sampai 1979 denganSoeharto di
Indonesia pada periode 1965 sampai 1970.
BAB IV
: PENUTUP
Dalam bab ini berisi kesimpulan akhir dari penelitian yang telah
dilakukan oleh penulis, beserta saran-saran yang akan dikemukakan
penulis terkait dengan penelitian tersebut.
32
Universitas Sumatera Utara