Analisis Biaya dan Manfaat Alih Fungsi L
Analisis Biaya dan Manfaat Alih Fungsi Lahan Pertanian Menjadi Lahan Non-Pertanian
Rendhy Farizy Firdaus (2011110047)
Abstrak
Alih fungsi lahan merupakan suatu fenomena yang tidak dapat
dihindari pada saat terjadi peningkatan jumlah penduduk dan
perkembangan ekonomi. Konversi lahan pertanian menjadi nonpertanian dapat memberikan berbagai manfaat, namun di sisi lain
hal tersebut dapat menimbulkan kerugian berupa hilangnya
produksi pertanian, meningkatnya pengangguran dan hilangnya
fungsi lingkungan dari lahan pertanian. Makalah ini adalah hasil
kajian pustaka atas biaya ekonomi alih fungsi pertanian menjadi
lahan non-pertanian. Kerugian berupa menurunnya produksi padi
akibat alih fungsi lahan sawah di Kabupaten Bandung pada tahun
2004 – 2011 dipakai sebagai contoh kasus untuk menghitung
besarnya biaya ekonomi alih fungsi lahan.
Kata kunci: alih fungsi lahan, biaya ekonomi, kehilangan produksi
padi.
I.
Pendahuluan
Lahan merupakan sumber daya alam yang berperan penting dalam kehidupan manusia.
Sumber daya alam tersebut dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia, baik
kebutuhan ekonomi maupun kebutuhan sosial. Pemanfaatan lahan harus dilakukan secara
optimal agar memberikan hasil yang berguna bagi masyarakat dan lingkungan.
Meningkatnya laju pertumbuhan penduduk dan perkembangan ekonomi akan
memberikan pengaruh terhadap pemanfaatan lahan. Berlandaskan hal tersebut, banyak terjadi
kegiatan pemanfaatan lahan dari suatu fungsi ke fungsi lain yang disebut dengan alih fungsi
lahan. Alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non-pertanian seperti pembangunan
infrastruktur jalan, industri dan permukiman bukan suatu hal baru karena mengingat
ketersediaan lahan sangat penting dalam proses pembangunan.
1
Alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non-pertanian memang telah memberikan
dukungan yang kuat bagi pertumbuhan ekonomi. Ketika lahan pertanian dikonversi menjadi
lahan non-pertanian, misalnya pembangunan kawasan permukiman akan memberikan
multiplier effect yang dapat memicu terjadinya transaksi barang atau jasa di kawasan
permukiman, penyerapan tenaga kerja dan timbulnya kegiatan ekonomi baru. Di sisi lain, alih
fungsi lahan pertanian menjadi lahan non-pertanian menyebabkan semakin terbatasnya lahan
pertanian sebagai faktor produksi utama sektor pertanian. (Xiao Ying et al., 2012). Dengan
demikian, kegiatan alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non-pertanian akan berpengaruh
pada kualitas lingkungan dan volume produksi sektor pertanian yang hilang setiap tahunnya.
II.
Alih Fungsi Lahan
Alih fungsi lahan merupakan suatu fenomena yang tidak dapat dihindari pada saat
terjadi peningkatan jumlah penduduk dan perkembangan ekonomi (Tan et al., 2009). Alih fungsi
lahan adalah suatu proses dimana fungsi lahan berubah dari pertanian untuk penggunaan nonpertanian (Azadi et al., 2010). Menurut teori yang dikemukakan oleh David Ricardo, alokasi
penggunaan lahan akan mengarah ke penggunaan lain yang menghasilkan keuntungan lebih
tinggi. Di Indonesia Kegiatan alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non-pertanian
merupakan hal yang tidak asing lagi terutama di daerah perkotaan di mana hasil finansial
(financial return) yang didapat dari lahan pertanian lebih rendah dibandingkan dengan hasil
finansial dari lahan non-pertanian.
Kegiatan alih fungsi lahan tersebut dapat memengaruhi laju pertumbuhan hasil produksi
sektor pertanian. Hasil produksi dari sektor pertanian merupakan bahan pokok dalam menjaga
kelangsungan hidup dan menjaga kondisi ketahanan pangan di suatu negara. Peningkatan
ketahanan pangan merupakan salah satu tujuan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah
Indonesia yang diupayakan melalui peningkatan produksi beras (Irawan, 2005).
2
III.
Dampak Kegiatan Alih Fungsi Lahan
Alih fungsi lahan memiliki dampak yang besar terhadap lingkungan secara umum dan
produk-produk pertanian pada khususnya. Beberapa negara-negara seperti Cina, Jepang dan
Amerika Serikat telah mencoba untuk melestarikan lahan pertanian dari yang dikonversi untuk
penggunaan lain (Lichtenberg dan Ding, 2008). Pandangan pro-ruralists menyatakan bahwa
konversi lahan pertanian memiliki dampak negatif, yaitu menurunnya kegiatan bertani yang
menyebabkan penurunan produksi sektor pertanian dan hilangnya investasi infrastruktur irigasi.
menurunnya kegiatan bertani dan hilangnya investasi infrastruktur irigasi. Pro-ruralists
menyimpulkan bahwa lahan pertanian harus disimpan untuk mempertahankan produksi pangan
(Azadi et al., 2010).
Alih fungsi lahan pertanian menjadi non-pertanian dapat menimbulkan hilangnya nilai
ekologi akibat terjadinya degradasi lingkungan. Xiao Ying et al., melakukan penelitian
menggunakan direct method dengan mencari nilai ekonologi yang hilang pada kegiatan alih
fungsi lahan pertanian menjadi non-pertanian dalam di Provinsi Shaanxi, Cina sebagai objek
studi pada tahun 2000-2009. Penelitian ini membagi ekosistem lahan pertanian di daerah
penelitian menjadi beberapa fungsi diantaranya konservasi tanah, konservasi air, serta
pemurnian udara. Lalu kemudian menghitung nilai dari masing-masing fungsi tersebut untuk
menilai hilangnya nilai ekologi di lahan pertanian dalam proses konversi lahan pertanian.
Nilai ekologi konservasi tanah pada penelitian ini dihitung sesuai dengan restorasi dan
biaya perlindungan tanah, yaitu menggunakan biaya reklamasi tanah sesuai dengan luas
lahannya. Penilaian nilai konservasi air dihitung dengan cara menggunakan teknologi alternatif
untuk menghitung nilai konservasi air tanah di lahan pertanian. Diasumsikan bahwa ketika
lahan pertanian rusak dan tidak dapat menyediakan fungsi normal dan ada biaya yang
diperlukan untuk membangun alternatif lain, seperti waduk untuk menggantikan fungsi lahan
pertanian sebagai tempat konservasi air. Penilaian pemurnian udara diperkirakan dengan
menghitung jumlah CO2 yang diserap lahan pertanian dan carbon tax yang akan dikenakan
ketika lahan pertanian hilang.
3
Tabel 1. Total kerugian nilai ekologis akibat alih fungsi lahan pertanian menjadi non-pertanian
Loss of soil
Loss of water
Loss of air purification
conservation value
conservation value
value
2000
46.536,24
1.100,91
1.119,97
2001
47.208,24
1.116,81
1.136,14
2002
58.400,29
1.381,58
1.412,52
2003
61.600,30
1.457,28
1.489,92
2004
85.560,43
2.024,10
2.059,15
2005
35.040,17
828,94
847,51
2006
75.040,38
1.775,23
1.814,99
2007
46.880,23
1.109,05
1.133,89
2008
73.300,37
1.741,16
1.780,16
2009
71.920,36
1.701,42
1.739,53
Total
601.787,01
14.236,48
14.533,77
Year
Sumber : Xiao Ying et al., 2012
Tabel 2. menunjukkan masing-masing total kerugian nilai ekologis di lahan pertanian
dalam proses konversi selama periode 2000-2009 di Provinsi Shaanxi. Nilai yang hilang dari
konservasi tanah adalah sebesar 601.787.010.000 yuan, nilai konservasi air adalah sebesar
14.236.480.000 yuan, dan nilai dari pemurnian udara adalah sebesar 14.533.770.000 yuan.
IV.
Kehilangan Output Pertanian
Ricardian rent mengatakan bahwa alokasi penggunaan lahan akan mengarah ke
penggunaan lain yang menghasilkan keuntungan lebih tinggi (Hennessy et al., 2009). Alih
fungsi lahan pertanian menjadi non-pertanian (misalnya menjadi kawasan permukiman atau
kawasan industri) pada umumnya akan menghasilkan keuntungan yang lebih tinggi secara
finansial. Keuntungan secara finansial didapatkan oleh pihak yang menjual lahan (petani)
kepada pengembang (developer) dengan harga yang tinggi, sedangkan pihak pengembang
dapat menjual output sektor non-pertanian kepada konsumen dengan harga yang lebih tinggi
sehingga menghasilkan return financial yang lebih tinggi.
4
Namun permasalahan yang harus dihadapi selanjutnya adalah menurunnya produksi
hasil pertanian. Di Australia terjadi alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian urban
sprawl telah menyebabkan negara terasebut mengalami penurunan luas lahan pertanian dari
450 juta hektar pada tahun 2001 menjadi 409 juta hektar pada tahun 2009 (Millar et al., 2012).
Alih fungsi lahan pertanian menjadi non-pertanian juga terjadi di Kabupaten Bandung.
Dari tahun 2004 sampai 2011, secara total ada 1.898,32 Ha lahan sawah di Kabupaten
Bandung beralih fungsi (lihat Tabel 1.). Dampak utama yang timbul dari alih fungsi lahan sawah
tersebut adalah kehilangan produksi beras. Tabel 1. menunjukkan alih fungsi lahan pertanian
menjadi lahan pertanian non-pertanian yang terjadi di Kabupaten Bandung pada tahun 2004
hingga 2011 di masing-masing kecamatan serta perhitungan produksi padi yang hilang. Akibat
berubahnya sawah menjadi lahan non-sawah, Kabupaten Bandung kehilangan produksi padi
sebesar 20.705,95 ton.
Tabel 2. Luas Alih Fungsi Lahan Sawah di Kabupaten Bandung per Kecamatan serta
Hilangnya Produksi Padi, Tahun 2004 – 2011
Luas Lahan
No.
Kecamatan
Sawah yang
Beralih Fungsi
(Ha)
Hilangnya
Produksi Padi
(Ton/Ha/Tahun)
1
Ciparay
195,23
2.253,29
2
Banjaran
150,03
1.849,75
3
Soreang
112,98
1.669,36
4
Ciwidey
176,47
1.645,63
5
Pacet
152,93
1.498,11
6
Rancaekek
126,43
1.360,70
7
Cileunyi
117,41
1.126,32
8
Bojongsoang
112,57
869,44
9
Cikancung
73,86
832,82
10
Majalaya
55,86
814,4
11
Solokanjeruk
76,54
738,63
12
Arjasari
65,53
688,81
13
Margaasih
52,78
657,32
5
14
Baleendah
77,09
612,87
15
Kutawaringin
30,31
539,42
16
Nagreg
38
524,45
17
Cimaung
34,75
412,3
18
Katapang
26,12
399,31
19
Cicalengka
22,22
322,41
20
Paseh
28,38
319,32
21
Pameungpeuk
19,94
304,26
22
Pasirjambu
23,47
232,56
23
Cilengkrang
28,76
204,92
24
Cangkuang
15,31
199,01
25
Dayeuh Kolot
18,44
166,11
26
Ibun
12,25
158,59
27
Margahayu
12,16
152,03
28
Rancabali
38
96,65
29
Cimenyan
4,51
57,14
30
Kertasari
-
-
31
Pangalengan
-
-
1.898,32
20.705,95
Total
Sumber : Hadinata, C (2013)
6
V.
Penutup
Alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non-pertanian menimbulkan dampak positif
dan negatif. Dampak positif yang ditimbulkan adalah tersedianya lahan untuk pembangunan
sektor-sektor non-pertanian (misalnya kawasan industri atau permukiman). Berkembangnya
sektor non-pertanian, misalnya kawasan permukiman yang dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat akan rumah dan terciptanya lapangan kerja yang baru di kawasan permukiman
tersebut. Di sisi lain, dampak negatif yang ditimbulkan adalah hilangnya produksi padi dan
terjadinya pengangguran di sektor pertanian. Dalam kasus Kabupaten Bandung, berubahnya
lahan sawah menjadi kawasan non-sawah tahun 2004 sampai 2011 adalah 1.898,32 ha, ini
setara dengan hilangnya produksi padi sebesar 20.705,95 ton. Selain itu, dalam kasus di
Provinsi Shaanxi, Cina, terjadi kehilangan nilai ekologis akibat alih fungsi lahan pertanian
menjadi non-pertanian selama periode 2000-2009, yaitu nilai yang hilang dari konservasi tanah
adalah sebesar 601.787.010.000 yuan, nilai konservasi air adalah sebesar 14.236.480.000
yuan, dan nilai dari pemurnian udara adalah sebesar 14.533.770.000 yuan.
7
Daftar Pustaka
Millar, J., & Roots, J. (2012). Changes in Australian Agriculture and Land Use: Implications for ;
Future Food Security. International Journal of Agricultural Sustainability, 25-39.
Xiao-ying, H. et al. (2012). Loss of Ecological Value in Farmland during Farmland
Conversion: A Case Study of Shaanxi Province. Asian Agricultural Research,
4(10), 34-37.
Azadi, H., Ho, P., & Hasfiati, L. (2010). Agricultural Land Conversion Drivers: a comparison
between less developed, developing and developed countries. Land Degradation and
Development, 1-9.
Irawan, B. (2005). Konversi Lahan Sawah : Potensi Dampak, Pola Pemanfaatannya,
dan Faktor Determinan. Forum Penelitian Agro Ekonomi. Volume 23 No. 1,
Juli 2005: 1-18
Hennessy, D. et al. (2011). Pass-through in United beef Cattle Prices: a test of
Ricardian rent Theory. Empir Econ, 40, 497-508.
D, C. H., & Sugiyantoro. (2013). Kebijakan Perlindungan Lahan Pertanian dan Alih
Fungsi
Lahan
Pertanian
di
Kabupaten
Bandung.
Sekolah
Arsitektur,
Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan ITB, 1-15.
Cardenas, D. C. (n.d.). Effect of land-use conversion on local agriculture: the case of Cavite,
Philippines. Socio-Economics Research Division, PCARRD, Los Baños, Laguna 4030,
Philippines, 1-26.
8
Rendhy Farizy Firdaus (2011110047)
Abstrak
Alih fungsi lahan merupakan suatu fenomena yang tidak dapat
dihindari pada saat terjadi peningkatan jumlah penduduk dan
perkembangan ekonomi. Konversi lahan pertanian menjadi nonpertanian dapat memberikan berbagai manfaat, namun di sisi lain
hal tersebut dapat menimbulkan kerugian berupa hilangnya
produksi pertanian, meningkatnya pengangguran dan hilangnya
fungsi lingkungan dari lahan pertanian. Makalah ini adalah hasil
kajian pustaka atas biaya ekonomi alih fungsi pertanian menjadi
lahan non-pertanian. Kerugian berupa menurunnya produksi padi
akibat alih fungsi lahan sawah di Kabupaten Bandung pada tahun
2004 – 2011 dipakai sebagai contoh kasus untuk menghitung
besarnya biaya ekonomi alih fungsi lahan.
Kata kunci: alih fungsi lahan, biaya ekonomi, kehilangan produksi
padi.
I.
Pendahuluan
Lahan merupakan sumber daya alam yang berperan penting dalam kehidupan manusia.
Sumber daya alam tersebut dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia, baik
kebutuhan ekonomi maupun kebutuhan sosial. Pemanfaatan lahan harus dilakukan secara
optimal agar memberikan hasil yang berguna bagi masyarakat dan lingkungan.
Meningkatnya laju pertumbuhan penduduk dan perkembangan ekonomi akan
memberikan pengaruh terhadap pemanfaatan lahan. Berlandaskan hal tersebut, banyak terjadi
kegiatan pemanfaatan lahan dari suatu fungsi ke fungsi lain yang disebut dengan alih fungsi
lahan. Alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non-pertanian seperti pembangunan
infrastruktur jalan, industri dan permukiman bukan suatu hal baru karena mengingat
ketersediaan lahan sangat penting dalam proses pembangunan.
1
Alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non-pertanian memang telah memberikan
dukungan yang kuat bagi pertumbuhan ekonomi. Ketika lahan pertanian dikonversi menjadi
lahan non-pertanian, misalnya pembangunan kawasan permukiman akan memberikan
multiplier effect yang dapat memicu terjadinya transaksi barang atau jasa di kawasan
permukiman, penyerapan tenaga kerja dan timbulnya kegiatan ekonomi baru. Di sisi lain, alih
fungsi lahan pertanian menjadi lahan non-pertanian menyebabkan semakin terbatasnya lahan
pertanian sebagai faktor produksi utama sektor pertanian. (Xiao Ying et al., 2012). Dengan
demikian, kegiatan alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non-pertanian akan berpengaruh
pada kualitas lingkungan dan volume produksi sektor pertanian yang hilang setiap tahunnya.
II.
Alih Fungsi Lahan
Alih fungsi lahan merupakan suatu fenomena yang tidak dapat dihindari pada saat
terjadi peningkatan jumlah penduduk dan perkembangan ekonomi (Tan et al., 2009). Alih fungsi
lahan adalah suatu proses dimana fungsi lahan berubah dari pertanian untuk penggunaan nonpertanian (Azadi et al., 2010). Menurut teori yang dikemukakan oleh David Ricardo, alokasi
penggunaan lahan akan mengarah ke penggunaan lain yang menghasilkan keuntungan lebih
tinggi. Di Indonesia Kegiatan alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non-pertanian
merupakan hal yang tidak asing lagi terutama di daerah perkotaan di mana hasil finansial
(financial return) yang didapat dari lahan pertanian lebih rendah dibandingkan dengan hasil
finansial dari lahan non-pertanian.
Kegiatan alih fungsi lahan tersebut dapat memengaruhi laju pertumbuhan hasil produksi
sektor pertanian. Hasil produksi dari sektor pertanian merupakan bahan pokok dalam menjaga
kelangsungan hidup dan menjaga kondisi ketahanan pangan di suatu negara. Peningkatan
ketahanan pangan merupakan salah satu tujuan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah
Indonesia yang diupayakan melalui peningkatan produksi beras (Irawan, 2005).
2
III.
Dampak Kegiatan Alih Fungsi Lahan
Alih fungsi lahan memiliki dampak yang besar terhadap lingkungan secara umum dan
produk-produk pertanian pada khususnya. Beberapa negara-negara seperti Cina, Jepang dan
Amerika Serikat telah mencoba untuk melestarikan lahan pertanian dari yang dikonversi untuk
penggunaan lain (Lichtenberg dan Ding, 2008). Pandangan pro-ruralists menyatakan bahwa
konversi lahan pertanian memiliki dampak negatif, yaitu menurunnya kegiatan bertani yang
menyebabkan penurunan produksi sektor pertanian dan hilangnya investasi infrastruktur irigasi.
menurunnya kegiatan bertani dan hilangnya investasi infrastruktur irigasi. Pro-ruralists
menyimpulkan bahwa lahan pertanian harus disimpan untuk mempertahankan produksi pangan
(Azadi et al., 2010).
Alih fungsi lahan pertanian menjadi non-pertanian dapat menimbulkan hilangnya nilai
ekologi akibat terjadinya degradasi lingkungan. Xiao Ying et al., melakukan penelitian
menggunakan direct method dengan mencari nilai ekonologi yang hilang pada kegiatan alih
fungsi lahan pertanian menjadi non-pertanian dalam di Provinsi Shaanxi, Cina sebagai objek
studi pada tahun 2000-2009. Penelitian ini membagi ekosistem lahan pertanian di daerah
penelitian menjadi beberapa fungsi diantaranya konservasi tanah, konservasi air, serta
pemurnian udara. Lalu kemudian menghitung nilai dari masing-masing fungsi tersebut untuk
menilai hilangnya nilai ekologi di lahan pertanian dalam proses konversi lahan pertanian.
Nilai ekologi konservasi tanah pada penelitian ini dihitung sesuai dengan restorasi dan
biaya perlindungan tanah, yaitu menggunakan biaya reklamasi tanah sesuai dengan luas
lahannya. Penilaian nilai konservasi air dihitung dengan cara menggunakan teknologi alternatif
untuk menghitung nilai konservasi air tanah di lahan pertanian. Diasumsikan bahwa ketika
lahan pertanian rusak dan tidak dapat menyediakan fungsi normal dan ada biaya yang
diperlukan untuk membangun alternatif lain, seperti waduk untuk menggantikan fungsi lahan
pertanian sebagai tempat konservasi air. Penilaian pemurnian udara diperkirakan dengan
menghitung jumlah CO2 yang diserap lahan pertanian dan carbon tax yang akan dikenakan
ketika lahan pertanian hilang.
3
Tabel 1. Total kerugian nilai ekologis akibat alih fungsi lahan pertanian menjadi non-pertanian
Loss of soil
Loss of water
Loss of air purification
conservation value
conservation value
value
2000
46.536,24
1.100,91
1.119,97
2001
47.208,24
1.116,81
1.136,14
2002
58.400,29
1.381,58
1.412,52
2003
61.600,30
1.457,28
1.489,92
2004
85.560,43
2.024,10
2.059,15
2005
35.040,17
828,94
847,51
2006
75.040,38
1.775,23
1.814,99
2007
46.880,23
1.109,05
1.133,89
2008
73.300,37
1.741,16
1.780,16
2009
71.920,36
1.701,42
1.739,53
Total
601.787,01
14.236,48
14.533,77
Year
Sumber : Xiao Ying et al., 2012
Tabel 2. menunjukkan masing-masing total kerugian nilai ekologis di lahan pertanian
dalam proses konversi selama periode 2000-2009 di Provinsi Shaanxi. Nilai yang hilang dari
konservasi tanah adalah sebesar 601.787.010.000 yuan, nilai konservasi air adalah sebesar
14.236.480.000 yuan, dan nilai dari pemurnian udara adalah sebesar 14.533.770.000 yuan.
IV.
Kehilangan Output Pertanian
Ricardian rent mengatakan bahwa alokasi penggunaan lahan akan mengarah ke
penggunaan lain yang menghasilkan keuntungan lebih tinggi (Hennessy et al., 2009). Alih
fungsi lahan pertanian menjadi non-pertanian (misalnya menjadi kawasan permukiman atau
kawasan industri) pada umumnya akan menghasilkan keuntungan yang lebih tinggi secara
finansial. Keuntungan secara finansial didapatkan oleh pihak yang menjual lahan (petani)
kepada pengembang (developer) dengan harga yang tinggi, sedangkan pihak pengembang
dapat menjual output sektor non-pertanian kepada konsumen dengan harga yang lebih tinggi
sehingga menghasilkan return financial yang lebih tinggi.
4
Namun permasalahan yang harus dihadapi selanjutnya adalah menurunnya produksi
hasil pertanian. Di Australia terjadi alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian urban
sprawl telah menyebabkan negara terasebut mengalami penurunan luas lahan pertanian dari
450 juta hektar pada tahun 2001 menjadi 409 juta hektar pada tahun 2009 (Millar et al., 2012).
Alih fungsi lahan pertanian menjadi non-pertanian juga terjadi di Kabupaten Bandung.
Dari tahun 2004 sampai 2011, secara total ada 1.898,32 Ha lahan sawah di Kabupaten
Bandung beralih fungsi (lihat Tabel 1.). Dampak utama yang timbul dari alih fungsi lahan sawah
tersebut adalah kehilangan produksi beras. Tabel 1. menunjukkan alih fungsi lahan pertanian
menjadi lahan pertanian non-pertanian yang terjadi di Kabupaten Bandung pada tahun 2004
hingga 2011 di masing-masing kecamatan serta perhitungan produksi padi yang hilang. Akibat
berubahnya sawah menjadi lahan non-sawah, Kabupaten Bandung kehilangan produksi padi
sebesar 20.705,95 ton.
Tabel 2. Luas Alih Fungsi Lahan Sawah di Kabupaten Bandung per Kecamatan serta
Hilangnya Produksi Padi, Tahun 2004 – 2011
Luas Lahan
No.
Kecamatan
Sawah yang
Beralih Fungsi
(Ha)
Hilangnya
Produksi Padi
(Ton/Ha/Tahun)
1
Ciparay
195,23
2.253,29
2
Banjaran
150,03
1.849,75
3
Soreang
112,98
1.669,36
4
Ciwidey
176,47
1.645,63
5
Pacet
152,93
1.498,11
6
Rancaekek
126,43
1.360,70
7
Cileunyi
117,41
1.126,32
8
Bojongsoang
112,57
869,44
9
Cikancung
73,86
832,82
10
Majalaya
55,86
814,4
11
Solokanjeruk
76,54
738,63
12
Arjasari
65,53
688,81
13
Margaasih
52,78
657,32
5
14
Baleendah
77,09
612,87
15
Kutawaringin
30,31
539,42
16
Nagreg
38
524,45
17
Cimaung
34,75
412,3
18
Katapang
26,12
399,31
19
Cicalengka
22,22
322,41
20
Paseh
28,38
319,32
21
Pameungpeuk
19,94
304,26
22
Pasirjambu
23,47
232,56
23
Cilengkrang
28,76
204,92
24
Cangkuang
15,31
199,01
25
Dayeuh Kolot
18,44
166,11
26
Ibun
12,25
158,59
27
Margahayu
12,16
152,03
28
Rancabali
38
96,65
29
Cimenyan
4,51
57,14
30
Kertasari
-
-
31
Pangalengan
-
-
1.898,32
20.705,95
Total
Sumber : Hadinata, C (2013)
6
V.
Penutup
Alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non-pertanian menimbulkan dampak positif
dan negatif. Dampak positif yang ditimbulkan adalah tersedianya lahan untuk pembangunan
sektor-sektor non-pertanian (misalnya kawasan industri atau permukiman). Berkembangnya
sektor non-pertanian, misalnya kawasan permukiman yang dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat akan rumah dan terciptanya lapangan kerja yang baru di kawasan permukiman
tersebut. Di sisi lain, dampak negatif yang ditimbulkan adalah hilangnya produksi padi dan
terjadinya pengangguran di sektor pertanian. Dalam kasus Kabupaten Bandung, berubahnya
lahan sawah menjadi kawasan non-sawah tahun 2004 sampai 2011 adalah 1.898,32 ha, ini
setara dengan hilangnya produksi padi sebesar 20.705,95 ton. Selain itu, dalam kasus di
Provinsi Shaanxi, Cina, terjadi kehilangan nilai ekologis akibat alih fungsi lahan pertanian
menjadi non-pertanian selama periode 2000-2009, yaitu nilai yang hilang dari konservasi tanah
adalah sebesar 601.787.010.000 yuan, nilai konservasi air adalah sebesar 14.236.480.000
yuan, dan nilai dari pemurnian udara adalah sebesar 14.533.770.000 yuan.
7
Daftar Pustaka
Millar, J., & Roots, J. (2012). Changes in Australian Agriculture and Land Use: Implications for ;
Future Food Security. International Journal of Agricultural Sustainability, 25-39.
Xiao-ying, H. et al. (2012). Loss of Ecological Value in Farmland during Farmland
Conversion: A Case Study of Shaanxi Province. Asian Agricultural Research,
4(10), 34-37.
Azadi, H., Ho, P., & Hasfiati, L. (2010). Agricultural Land Conversion Drivers: a comparison
between less developed, developing and developed countries. Land Degradation and
Development, 1-9.
Irawan, B. (2005). Konversi Lahan Sawah : Potensi Dampak, Pola Pemanfaatannya,
dan Faktor Determinan. Forum Penelitian Agro Ekonomi. Volume 23 No. 1,
Juli 2005: 1-18
Hennessy, D. et al. (2011). Pass-through in United beef Cattle Prices: a test of
Ricardian rent Theory. Empir Econ, 40, 497-508.
D, C. H., & Sugiyantoro. (2013). Kebijakan Perlindungan Lahan Pertanian dan Alih
Fungsi
Lahan
Pertanian
di
Kabupaten
Bandung.
Sekolah
Arsitektur,
Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan ITB, 1-15.
Cardenas, D. C. (n.d.). Effect of land-use conversion on local agriculture: the case of Cavite,
Philippines. Socio-Economics Research Division, PCARRD, Los Baños, Laguna 4030,
Philippines, 1-26.
8