Revitalisasi Pasar Rakyat Tradisional Be

Revitalisasi Pengelolaan Pasar Rakyat Berbasis Ekonomi Kerakyatan1
Oleh: Puthut Indroyono2

HS

: ….. dalam rangka menghadapi AC-FTA perlu didesain suatu national industrial policy and strategy.

MEP
: …memang ada yang berpandangan bahwa itu perlu, tetapi yang berkembang di dunia sekarang, tidak
diperlukan… saya berpandangan bahwa para pengusaha jauh lebih tahu…".
Dikutip dari Sri Edi Swasono dalam “ASEAN-China Free Trade Agreement: LEARN TO FIGHT – NOT LEARN TO
SURRENDER” , http://www.ekonomirakyat.org/_artikel.php?id=1

Revitalisasi pasar rakyat bukan sebatas merehab gedung, tapi harus menyentuh hal-hal mendasar. Upaya ini
harus mampu memperbaharui semangat/etos kerja pedagang pasar, agar dapat memperbaiki kinerja dalam
berjualan, mampu mengelola manajemen keuangan agar tidak dinakali rentenir, mampu bersatu
mengembangkan budaya kekeluargaan di lingkungan pasar, dan lain-lain. Selain itu, revitalisasi juga harus
mampu merombak manajemen kelembagaan pengelola pasar, menjadi lebih berkinerja meningkatkan pangsa
pasar (market-share) pasar yang dikelolanya.
Bahkan kalau pemerintah atau pemerintah daerah serius dalam mendorong revitalisasi pasar rakyat, mereka
juga harus mampu mendorong kinerja pasar dari aspek-aspek yang lain. Pemerintah harus merevitalisasi cara

pandang mereka dalam pengelolaan pasar, mulai dari aspek produk, layanan, kelembagaan, sehingga pasar
rakyat menjadi makin mandiri, menjadi outlet hasil produksi rakyat sekitar, baik hasil bumi, hasil kerajinan,
maupun hasil industri rakyat.
Pasar rakyat harus dikembalikan kepada jatidirinya, menjadi ruang bagi memupuk semangat produktifitas
masyarakat, yang makin tergusur oleh arus globalisasi.
Kritik terhadap kebijakan dan program revitalisasi pasar rakyat (pasar tradisional) telah disampaikan. Salah
satu yang terpenting, revitalisasi pasar hanya menyentuh urusan fisik atau merenovasi gedung. Dana ratusan
milyaran rupiah yang digelontorkan beberapa tahun terakhir seolah hanya untuk mengganti bangunan rusak,
menambah lapak dan kantor pengelola, mempercantik tampilan fisik. Program itu tidak diarahkan untuk
mereorientasi visi/misi, meneguhkan kembali etos kerja pelaku/pedagang, memperbaiki/mengubah cara
pandang dalam pengelolaan pasar rakyat, memampukan paguyuban pedagang agar makin mandiri dalam
berpikir dan berkreasi, mendorong semangat berkooperasi, menyusun strategi bisnis bersama, dan lain-lain.
Bahkan kritik yang lebih tajam mengatakan bahwa revitalisasi hanya dibuat untuk
e utup-nutupi keadaan
senyatanya bahwa pasar rakyat makin terpinggirkan. Tidak hanya pada level daerah, kebijakan ekonomi
nasional yang menyangkut pasar rakyat cenderung makin tidak berpihak dan lebih liberal sepanjang lebih dari
satu dasawarsa. Amanah konstitusi yang menginginkan perekonomian nasional makin mandiri dan berdaulat
pun, justru semakin diabaikan.
Sementara struktur sosial ekonomi perdagangan tetap saja tidak mengalami perbaikan, pangsa pasar
berangsur tanpa disadari makin tergerogoti. Keberadaan dan perkembangan pasar rakyat (tradisional) semula

berperan penting bagi perekonomian tersebut makin terdesak oleh kuat dan masifnya penetrasi dan ekspansi
pasar modern/swasta (dalam dan luar negeri). Jika survey AC Nielsen mengatakan pertumbuhan pasar modern
(termasuk Hypermarket) sebesar 31,4%, maka pasar rakyat harus tabah menerima pertumbuhan negative (-

1
2

Makalah disampaikan dalam Seminar Bulanan Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM, 26/9/2013
Ketua Program Sekolah Pasar dan peneliti Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM

1

8,1 %). Kelangsungan kehidupan 12,6 juta pedagang pasar beserta keluarga, pegawai dan pemasok
komoditasnya akan terancam kelangsungan kehidupannya.
Alih-alih revitalisasi pasar rakyat ditujukan untuk memperkuat kemandirian perekonomian bangsa Indonesia
sebagaimana diamanatkan dalam konstitusi, kebijakan revitalisasi juga tetap tidak mampu memberi jawaban
atas anjlog-nya pangsa pasar rakyat selama lebih dari satu dasawarsa terakhir. Sebagai gambaran rujukan data
yang sering dipakai adalah survei AC Nielsen, yang menyatakan pangsa pasar rakyat menurun dari 65% pada
tahun 2000, menjadi hanya sebesar 47% pada tahun 2008. Artinya telah terjadi penurunan omset pasar rakyat
sebesar 18% selama 8 tahun, atau rata-rata penurunan sebesar 2.25% per tahun.

Paradigma Revitalisasi
Mengapa bisa terjadi? Kutipan pernyataan dua pakar ekonomi di awal makalah ini menggambarkan
perdebatan pada tataran konsep dan kebijakan pada dua ekstrim yang berbeda. Di satu pihak mekanisme
pasar sesungguhnya bisa diatur melalui serangkaian perencanaan kebijakan nasional dan aturan main, di mana
pemerintah mengambil peran dalam mendorong perbaikan struktur dan sistem ekonomi. Di lain pihak, adalah
kubu pemikiran yang menganggap peran pemerintah perlu direduksi agar mekanisme pasar dapat berjalan
tanpa perlu diatur-atur. Pendapat terakhir ini yang berjalan dominan mengiringi berbagai kebijakan liberalisasi
perdagangan, termasuk yang berdampak pada pasar tradisional.
Dengan cara pandang kedua ya g do i a terse ut, aka re italisasi pasar tradisio al sesu gguh ya tidak
ada dalam kamus pendukung liberalisasi atau tidak pernah dimungkinkan mewujud. Karena dalam upaya
menghidupkan kembali (revitalisasi) pelaku dan kelembagaan pasar rakyat dibutuhkan pemihakan dan
kebijakan serta strategi menyangkut berbagai aspek ekonomi dan sosial dari para pelaku ekonomi lokal
khususnya pelaku di pasar tradisional. Dalam pemihakan ini upaya pengaturan oleh negara atau pemerintah
sangat penting, dan bukan diserahkan kepada mekanisme pasar sebagaimana yang telah berjalan bertahuntahun.
Oleh karenanya, bisa dipahami jika revitalisasi memang cenderung diartikan secara fisik sebagai upaya untuk
memperbaiki bangunan fisik yang rusak, supaya tidak kotor, penataan agar tertib dan tidak semrawut, lebih
nyaman, lebih teratur, dan lain-lain. Cara pandang ini juga lebih menitikberatkan kepada upaya untuk
memenuhi selera konsumen yang konon menurut mereka telah mengala i pergesera gaya hidup karena
globalisasi yang tak terelakkan.
De ga ara erpikir seperti itu aka apa da siapa ya g ada di dala pasar tidak terlalu dipe ti gka .

Apakah produk kebutuhan rumah tangga rakyat yang dijual berasal dari petani di Cina, Vietnam, atau Thailand,
tidak terlalu menjadi perhatian. Demikian pula, apakah bawang, kedelai, buah-buahan, bahkan garam dapur,
sa a sekali tidak e erluka strategi da ke ijaka i dustri , iarlah eka is e pasar yang bekerja.
Dalam kondisi itu, maka infrastruktur hasil revitalisasi justru lebih bermanfaat untuk menfasilitasi kepentingankepe ti ga luar pelaku pasar rakyat atau pelaku tradisional. Program revitalisasi yang dibiayai oleh uang
rakyat I do esia, justru di a faatka oleh pihak luar. Jika demikian maka dapat dikatakan bahwa revitalisasi
justru e i ulka fe o e a
e a jir ya ara g i por , RPH u tuk e oto g he a i por ,
fe o e a fluktuasi harga ya g tak terke dali . Revitalisasi pasar rakyat seharusnya juga membantu
memperbaharui mata-rantai pemasaran (marketing chain) pelaku pasar rakyat.
Ketidaksinkronan antar sektor juga sangat mewarnai kebijakan revitalisasi baik yang bersifat horizontal
maupun vertikal. Tak kurang dari 9 kementerian mendefinisikan revitalisasi sebagai program sesuai dengan
kepentingan sektoral masing-masing. Ada pasar sehat, pasar higienis, pengelolaan professional, pasar wisata,
koperasi pasar, pasar ternak, pasar ramah lingkungan, pasar rakyat, dan lain-lain.
2

Pengelola pasar perlu mengubah cara pandang yang lebih visioner, kreatif, partisipatif, termasuk telaten dalam
membina dan bekerjasama dengan pedagang dan paguyuban pedagang. Dengan demikian, revitalisasi bukan
berarti upaya untuk memfasilitasi penetrasi dan ekspansi produk-produk dari luar, tetapi sebaliknya makin
menjembatani akses produk lokal kepada masyarakatnya.
Apa Yang Direvitalisasi ?

Menggunakan cara pandang konstitusi sebenarnya gambaran tentang apa yang harus direvitalisasi dalam
konteks pasar rakyat sangatlah jelas. UUD 1945 menegaskan bahwa bangunan perekonomian harus didasarkan
pada prinsip ekonomi kekeluargaan (brotherhood), bukan seperti bangunan perekonomian seperti ciri-ciri yang
sekarang berkembang. Pendek kata, persaingan tidak boleh saling mematikan, kesejahteraan masyarakatlah
yang diutamakan bukan orang-seorang. Partisipasi masyarakat menjadi prasyarat utama, baik dalam proses
produksi, distribusi, konsumsi, dan penguasaan factor-faktor produksi.
Melakukan revitalisasi seharusnya juga memperbaharui cara pandang. Memang hal ini sangat berat ditengah
dominasi paradigma yang mengunggulkan bekerjanya mekanisme pasar bebas. Diakui, bahwa upaya yang
dilakukan oleh Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM dalam mempopulerkan penerapan paradigma ekonomi
kerakyatan di berbagai bidang termasuk dalam sektor perdagangan, tidak selamanya membuahkan hasil.
Aspek peranan kapital atau modal finansial dalam membangun perekonomian memang sangat penting.
Namun dalam pandangan ekonomi kerakyatan, peranan aspek modal intelektual dan modal sosial/institusional
jauh lebih penting. Yang jauh lebih penting lagi dan lebih mendasar sifatnya adalah sistem atau aturan main
yang berlaku di lingkungan tertentu, termasuk di pasar rakyat misalnya. Apakah peraturan-peraturan yang
menyangkut pasar telah dapat mendorong visi/misi dalam revitalisasi, ataukah peraturan itu sendiri yang juga
harus direvitalisasi.
“e agai a a dikataka oleh Mu yarto
5 : Reformasi ekonomi yang diperlukan Indonesia adalah
reformasi dalam sistem ekonomi, yaitu pembaruan aturan main berekonomi menjadi aturan main yang lebih
menjamin keadilan ekonomi melalui peningkatan pemerataan hasil-hasil pembangunan. Jika kini orang

menyebutnya sebagai perekonomian yang bersifat kerakyatan, maka artinya sistem atau aturan main
berekonomi harus lebih demokratis dengan partisipasi penuh dari ekonomi rakyat. Inilah demokrasi ekonomi
yang diamanatkan pasal 33 UUD 1945 dan penjelasannya .
Dalam upaya untuk tetap konsisten, setiap penelitian di Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM (dulu bernama
Pusat Studi Ekonomi Pancasila) selalu menggunakan paradigma kerakyatan, termasuk ketika melakukan studistudi tentang pasar rakyat. Pada tahun 2011, studi di 15 pasar rakyat di DIY telah mampu menangkap berbagai
permasalahan, sebagai hal yang seharusnya direvitalisasi. Berbagai permasalahan tersebut adalah sebagai
berikut:

Tabel 1. Aspek, Permasalahan, dan Alternatif Solusi
NO

ASPEK

PERMASALAHAN

ALTERNATIF SOLUSI

1.

SDM


Pelaku ratusan ribu orang, mindset pasrah,
dominasi usia lanjut, pendidikan terbatas,
dukungan pengembangan SDM kurang,
politisasi (pembodohan), kelembagaan lemah

penguatan organisasi pasar tradisional,
pembaharuan mindset melalui pelatihan intensif,
kemitraan dengan perguruan tinggi, regenerasi
kepemimpinan, rintisan pusdiklat di pasar

2.

Produk

Buatan pabrik, low quality, inovasi lokal
terbatas

Kemitraan produsen lokal (koperasi) dan koperasi
pasar tradisional


3.

Harga

Dapat lebih mahal dari supermarket,

Pembelian kolektif melalui koperasi pasar

3

NO

ASPEK

PERMASALAHAN

ALTERNATIF SOLUSI

fluktuatif


kerjasama dengan pemasok lokal

4.

Tempat

Lokasi baru sepi, lay-out pasar tidak tepat,
berhadapan dengan minimarket

Revitalisasi kios zona depan, kerjasama dengan
bisnis kuliner (waralaba)

5.

Promosi

Even terbatas, promosi minim, edukasi
konsumen kurang, jejaring lemah, kunjungan
sekolah kurang


Menggencarkan promosi cinta pasar tradisional
melalui berbagai media publik

6.

Pelayanan

Ala kadarnya, tidak terlalu dipentingkan
karena dasarnya interaksi sosial
(kekeluargaan dan kepercayaan)

Inovasi layanan sehingga kian menarik banyak
pelanggan

Sumber: Menahan Serbuan Pasar Modern, 2012

Penutup
De ga se oya a al ah a “ejarah seri gkali e osa ka , ke uali agi ya g e uliska ter asuk
elakuka , aka sekelo pok pe eliti, dose , ahasis a, da pegiat pasar rakyat, pada tahu

eri tis
gerakan mengajar di pasar rakyat, yang dinamai Sekolah Pasar (Rakyat). Tahun ini menginjak tahun ketiga,
berbagai kalangan telah banyak menyatakan dukungannya, baik secara moril maupun materiil.
Gagasan awalnya sebenarnya cukup sederhana, bahwa anjuran agama mengamanatkan setiap umatnya tanpa
kecuali untuk menuntut ilmu sejak lahir hingga ke liang lahat. Demikian pula anjuran untuk berbuat baik,
berbagi ilmu, menolong yang kecil, untuk kebaikan bersama, hampir sering dikumandangkan. Konstitusi (ps 31)
juga mengamanatkan bahwa setiap warga Negara berhak atas pengajaran tanpa kecuali, tua, muda, lemah,
bahkan yang buta aksara. Selain itu, pasal 33 juga mengamanatkan sistem ekonomi kekeluargaan dengan
koperasi sebagai wadah perubahan nasib rakyat kebanyakan, yang pangsa pasarnya kian dikuasai oleh para
pemodal besar.
Tempat kelahirannya pun, Yogyakarta, adalah kota yang dikenal sebagai kota pendidikan dan perdagangan.
Sebagai kota pendidikan, tentu tidak masuk akal jika aliran ilmu tidak ditujukan untuk kesejahteraan
masyarakat sekitar, sebagai kota perdagangan tidak masuk akal jika masyarakatnya menjadi target/sasaran
penetrasi pasar dan menjadi masyarakat konsumen. Ilmu pengetahuan yang diproduksi di kota ini mestinya
mampu mendorong semangat produktif masyarakat, bukan sebaliknya.
Sebagai penutup, revitalisasi pasar rakyat seharusnya merupakan upaya yang komprehensif meliputi aspek
material (fisik dan financial), sumberdaya manusia, modal sosial, dan modal institusional. Untuk mendorong
perwujudan kumandange pasar rakyat Indonesia, pedagangnya perlu bersemangat dan berpikiran maju,
terdidik, dan berjiwa tolong menolong, bersaing secara sehat dan jujur.

4

Lampiran 1. Rancangan Model Revitalisasi Pasar Rakyat Berbasis Modal Sosial

5

Dokumen yang terkait

RESISTENSI PAGUYUBAN PEDAGANG PASAR TRADISIONAL TERHADAP PEMBANGUNAN MALL DINOYO CITY (Studi di Paguyuban Pedagang Pasar Dinoyo Kota Malang)

10 89 45

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

Identifikasi Jenis Kayu Yang Dimanfaatkan Untuk Pembuatan Perahu Tradisional Nelayan Muncar Kabupaten Banyuwangi dan Pemanfaatanya Sebagai Buku Nonteks.

26 327 121

Efisiensi pemasaran kayu jenis sengon (paraserianthes falcataria) (studi kasus Hutan Rakyat Kecamatan Leuwisadeng, Kabupaten Bogor)

17 93 118

Perbandingan Indeks Glikemik Dan Beban Glikemik Antara Bubur Ayam Instan Dan Tradisional

2 37 68

Analisis Orientasi Pembelajaran Dan Orientasi Pasar Terhadap Keunggulan Bersaing Pada IKM Sepatu Di Cibaduyut Kecamatan Bojongloa Kidul Bandung

9 87 167

Sistem Informasi Rekapitulasi Absensi dan Penggajian pada Lembaga Keuangan Rakyat BMT Kariman Al Falah

13 105 54

DESKRIPSI PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT USAHA RAKYAT KEPADA USAHA MIKRO KECIL dan MENENGAH (Studi Pada Bank Rakyat Indonesia Unit Way Halim)

10 98 46

Penggunaan Metode Diskusi Untuk Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV SD Negeri 1 Pasar Baru Kecamatan Kedondong Kabupaten Pesawaran Tahun Pelajaran 2011-2012

4 103 122

REAKSI PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) TERHADAP KINERJA SAT POL PP PEMERINTAH KOTA BANDAR LAMPUNG DALAM PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (Stdudi di Pasar Bambu Kuning Bandar Lampung)

1 16 2