Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam

Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Pembelajaran Sains
Hari Wibawanto
Universitas Negeri Semarang, Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang
Email: hariwibawanto@mail.unnes.ac.id
Makalah Keynote Speaker Seminar Nasional Pendidikan IPA 2017
Pascasarjana Universitas Negeri Malang: Pendidikan dan Pembelajaran IPA berbasis Riset dan
Teknologi Informasi
Abstrak: Teknologi informasi dan komunikasi berpotensi meningkatkan efektifitas
pembelajaran sains melalui perannya dalam tiga aktivitas pembelajaran yang saling
terkait satu sama lain, yakni aktivitas presentasi, aktivitas interaksi, dan aktivitas
evaluasi. Kemampuannya mengantarkan dan menayangkan berbagai file multimedia
menjadikannya sesuai untuk memfasilitas pembelajaran sains, baik sebagai sarana
pengelola pembelajaran tatap muka, blended/hybrid, maupun pembelajaran jarak jauh.
Pemanfaatannya sebagai sarana interaksi dan kolaborasi memungkinkan tercapainya
pembelajaran bermakna melalui interaksi dan kolaborasi antar siswa dalam
mengkonstruksi pengetahuan. Sarana evaluasi/asesmen berbasis TIK mutakhir
memungkinkan dilakukannya pengukuran konstruksi pengetahuan secara lebih baik.
Kata kunci: pembelajaran sains, pembelajaran bermakna, teknologi informasi dan komunikasi

Pengintegrasian TIK dalam pembelajaran sains (dan pembelajaran berbagai bidang ilmu
pada umumnya) memiliki potensi menjanjikan bagi percepatan literasi sains. Bagi banyak negara

dengan keterbatasan anggaran belanja untuk pendidikan, keberadaan teknologi informasi dan
komunikasi seringkali menjadi satu-satunya pilihan. Disebut “potensi”, untuk mengingatkan
pemahaman kita bahwa teknologi adalah perangkat, yang keefektifannya sepenuhnya bergantung
bagaimana cara kita memanfaatkan. TIK memungkinkan bahan ajar disajikan dalam berbagai
tayangan media, diantarkan dalam berbagai moda pembelajaran, melalui animasi dan simulasi
dapat menjadi sarana untuk memicu berfikir kritis dan HOTS (higher order thinking skill), serta
memungkinkan akses sumber informasi secara global.
Ada dua permasalahan utama yang dihadapi sehubungan dengan pemanfaatan TIK, yakni
masalah klasik berkenaan dengan kesiapan guru dan lingkungan TIK yang menghasilkan media
sosial yang secara masif membombardir anak-anak kita dengan banyak informasi yang
menyesatkan. Literasi sains (dan teknolologi) masyarakat tempat siswa kita berada juga tidak
cukup tinggi untuk ikut terlibat dalam pembelajaran sains dan menjadi ekosistem bagi
pembelajaran sains.
Belum berapa lama kita disuguhi dengan berita mengenai “penemuan listrik dari pohon
kedondong”. Secara subtantif, tidak ada yang salah dengan penemuan itu. Pujian perlu kita
berikan pada siswa yang mengembangkan kemampuan eksplorasinya, dipicu oleh eksperimen
kecil dalam pembelajaran sains yang pernah dialaminya. Yang justru konyol adalah lingkungan
yang tidak kondusif dan tidak literate, yang membesar-besarkan seolah-olah itu adalah hal
spektakuler, lengkap dengan puja-puji sebelum akhirnya media yang punya kredibilitas tinggi
menjelaskan duduk permasalahannya.

1

Sebelumnya kita juga dikejutkan oleh penemuan “lengan bionik dikendalikan sinyal otak”
yang ditemukan oleh seorang tukang las di Bali. Berita yang dipublikasikan media lokal itu
menjadi sorotan nasional, dilengkapi dengan berbagai analisis yang, untungnya, bermuara pada
simpulan bahwa itu hanyalah hoax meski beberapa pejabat daerah sempat percaya dan, dalam
dunia politik yang memerlukan bahan bakar popularitas, nyaris menjadikannya ikon daerah.
Bila dirunut, dengan berbagai variasi gradasi tingkat “kebohongannya” kita pernah disuguhi
“blue energy ala Indonesia”, yang bahkan membuat salah satu institusi pendidikan tinggi di
Yogyakarta tertipu, lalu padi Supertoy HL2 yang diklaim mampu menghasilkan padi 15 ton
perhektar (padahal saat ini rata-rata produksi padi masih di bawah 7 ton per hektar).
Apa yang dapat dilakukan dengan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam
pembelajaran dan penyebarluasan sains?
PENTINGNYA PEMBELAJARAN SAINS
Sudah sejak akhir abad ke-19 telah disadari pentingnya pembelajaran sains, ketika
masyarakat berubah dari dominasi pertanian menuju masyarakat yang didominasi oleh sains dan
teknologi. Para ilmuwan mulai menyadari bahwa masyarakat baru yang didominasi oleh sains
dan teknologi hanya dapat berlanjut (sustain) apabila masyarakat yang menjadi ekosistemnya
terdidik dalam sains dan teknologi. Meski hampir bersepakat mengenai pentingnya
mengintegrasikan sains ke dalam kurikulum, debat masih berlanjut mengenai bentuk dan konten

pembelajaran sains. Satu pihak berpendapat mengenai pentingnya pemahaman mengenai prinsip
dasar sains – yang akan menjadi dasar perkembangan masyarakat berlandaskan sains, sementara
pihak lain lebih menekankan pada pentingnya cara berpikir saintifik (scientific thinking).
Pendapat terakhir menganggap bahwa nilai utama pembelajaran sains terletak pada
pengembangan kebiasaan berfikir kritis dan evaluatif yang harus dimiliki oleh setiap orang di
semua bidang ilmu (Osborne & Hennessy, 2006) .
Merujuk pada Osborne & Hennessy (2006), sekurangnya ada 4 alasan perlunya
pembelajaran sains. Pertama, alasan praktis, yang menganggap pembelajaran sains
memungkinkan manusia mengerjakan pekerjaan-pekerjaan praktis yang dapat membantu
kehidupannya sehari-hari. Memasang lampu, memperbaiki mobil, mengganti filamen setrika
listrik, dan sebagainya. Ironisnya, dalam lingkungan yang semakin maju teknologinya, kebutuhan
untuk menyelesaikan sendiri hal-hal terkait sains dan teknologi menjadi semakin sederhana,
terbatas dan semakin kurang bergantung pada pemahaman mengenai sains dan teknologi. Hal ini
disebabkan oleh semakin canggihnya perangkat yang kegagalan fungsinya hanya dapat ditangani
oleh pakar di bidangnya, sementara cara pengoperasiannya juga semakin mudah sehingga hanya
diperlukan keterampilan yang sangat sederhana. Mesin cuci dengan teknologi fuzzy, ponsel
cerdas, komputer, mesin jahit dan perangkat-perangkat teknologi tinggi hanya memerlukan
intuisi untuk mengoperasikannya. Teknologi ”human-machine interface” memastikan bahwa
perangkat-perangkat hasil rekayasa dapat dioperasikan nyaris hanya dengan mengandalkan
intuisi, kalau toh diperlukan pelatihan hanya pada level sangat rendah.


2

Kedua, alasan ekonomis, yakni untuk memastikan kita mendapatkan cukup sumber daya
manusia yang terlatih untuk keberlanjutan dan untuk pengembangan masyarakat industri. Dari
perspektif ini, pembelajaran sains merupakan pelatihan pra-profesi dan sebagai cara untuk
menyeleksi sedikit orang yang akan memasuki bidang sains akademik dan yang akan mengikuti
pelatihan vokasi. Hasil penelitian yang dikutip oleh Osborne & Hennessy (2006) menunjukkan
bahwa pemahaman tentang sains hanyalah satu komponen saja diantara banyak komponen lain
yang diperlukan di dunia kerja. Alih-alih pemahaman tentang konten tertentu, lebih penting
adalah kemampuan melakukan analisis dan interpretasi data serta hal-hal umum misalnya
kemampuan bekerja dalam tim dan kemampuan berkomunikasi dengan lancar baik verbal
maupun tertulis. Kalangan akademisi berpendapat bahwa dalam abad ke-21, keterampilan
penting yang harus dimiliki adalah: kemampuan untuk beradaptasi (adaptability), keterampilan
sosial/komunikasi, keterampilan pemecahan masalah, pengembangan dan pengelolaan diri, serta
berfikir secara sistem (Hilton, 2010).
Ketiga, alasan budaya, yang menganggap sains dan teknologi adalah salah satu capaian
besar masyarakat modern, dan karenanya ilmu pengetahuan adalah prasyarat penting bagi
manusia terdidik. Isu-isu berbasis sains dan teknologi menjadi latar belakang bahasa dan wacana
yang menghiasi media massa, percakapan dan kehidupan manusia sehari-hari (Cosson, 1993).

Dalam konteks masa sekarang ini, dimana isu sains dan teknologi menjadi konten yang
menghiasi media massa, alasan budaya pentingnya pembelajaran sains dan teknologi menjadi
sangat relevan. Implikasinya adalah bahwa pembelajaran sains harus lebih mengenai
penghargaan terhadap sains dan pemahaman terhadap kerasnya upaya pencapaian sains dan
teknologi. Pemahaman atas “budaya” sains memerlukan pengetahuan atas sejarah sains, etika
sains, argumentasi berbasis sains dan kontroversi dalam sains, dengan lebih menekankan pada
dimensi manusiawi dari pada memahami sains sebagai “body of knowledge”. Dengan kata lain,
diperlukan pemahaman lebih mengenai “ide-ide tentang sains” daripada tentang konten sains.
Keempat, alasan demokratik, yang berpandangan bahwa dilema politik dan moral yang
dihadapi masyarakat modern bersifat saintifik. Agar dapat berpartisipasi dalam diskusi dan
perdebatan mengenai cara penyelesaian masalah politik dan moral diperlukan pemahaman
mengenai sains dan teknologi. Jadi, mendidik masyarakat dalam sains dan teknologi adalah
prasyarat penting bagi kehidupan demokrasi yang sehat. Tanpa pemahaman atas sains yang
memadai, dapatkah masyarakat terlibat dalam diskusi tentang, misalnya: Apakah kita akan
melegalkan kloning pada manusia? Apakah perlu pemerintah mengimpor bibit bunuh-diri
(suicide seeds)? Apakah PLTN (Pusat Listrik Tenaga Nuklir) menjadi kebutuhan penting saat
ini? dan sebagainya. Memang, dalam banyak kasus, masyarakat lebih banyak bergantung pada
pendapat para pakar. Masyarakat awam tentu sulit memahami sistem sosial misalnya layanan
rumah sakit, layanan asuransi kesehatan, sistem penerbangan, dan sebagainya. Tetapi memiliki
pemahaman mendasar mengenai bagaimana sains bekerja dibalik sistem sosial tersebut

merupakan modal masyarakat untuk terlibat dalam keputusan politik dan memahami implikasi
sosial atas keputusan yang diambil oleh pengelola negara.
Pendapat yang kurang lebih sama juga dipaparkan oleh Bull, et al. (2011), yang
mengidentifikasi adanya 4 (empat) fungsi pembelajaran sains di sekolah, yakni:
3

1. Menyiapkan siswa untuk berkarir dalam bidang sains (pre-professional training).
2. Membekali siswa dengan pengetahuan praktis mengenai bagaimana mesin/perangkat
bekerja (manfaat utilitarian).
3. Membangun literasi sains pada siswa untuk menjadikannya individu yang terinformasi
dengan baik (well-informed) sehingga mampu berpartisipasi dalam debat dan diskusi
berkaitan dengan sains (manfaat sebagai warganegara).
4. Mengembangkan keterampilan siswa dalam berfikir saintifik dan mengembangkan
pengetahuan sainsnya sebagai bagian dari enkulturasi intelektualnya.
TIK DALAM AKTIVITAS PEMBELAJARAN
Pembelajaran, terutama pembelajaran formal, adalah proses yang melibatkan 3 aktivitas
saling terkait, yakni aktivitas presentasi, aktivitas interaksi, dan aktivitas evaluasi
(Wibawanto, 2012a). Pada modus pembelajaran tatap muka, aktivitas presentasi biasanya berupa
kegiatan memberikan, membahas, atau mendiskusikan bahan ajar yang dilakukan secara verbal,
tertulis, atau gabungan keduanya. Alat bantu berupa media sering digunakan untuk memperjelas

pesan atau meningkatkan pemahaman siswa. Sementara itu, interaksi antara guru dengan siswa
ataupun antar siswa dapat terjadi simultan selama aktivitas presentasi berlangsung, atau
beriringan dalam bentuk tanya jawab. Demikian juga aktivitas evaluasi, dapat berlangsung secara
bersamaan dengan aktivitas presentasi dan interaksi, atau dilakukan pada waktu tersendiri. Pada
pembelajaran yang berlangsung secara virtual, aktivitas presentasi, interaksi, dan evaluasi terjadi
dengan memanfaatkan aplikasi atau perangkat lunak pengelola pembelajaran, yang umumnya
berbasis teknologi informasi dan komunikasi. Pembelajaran tatap muka maupun virtual dapat
memanfaatkan TIK untuk meningkatkan ketercapaian tujuan pembelajaran.
Pembelajaran bermakna dapat melibatkan siswa dalam topik yang dipelajari untuk
menciptakan struktur pengetahuan yang bermakna dan dapat dipahami (Lavonen, 2008). Proses
belajar menggambarkan proses mengkonstruksi pengetahuan secara personal pada diri
pembelajar; dengan asumsi pembelajar aktif, berorientasi pada tujuan, dan berupaya mencari
umpan balik terkait proses dan hasil belajarnya. Pembelajaran dianggap bermakna apabila
memenuhi unsur-unsur: aktivitas, niat (intention), kontekstualisasi, konstruksi, kolaborasi,
interaksi, dan refleksi. Niat dan aktivitas menjadikan siswa bertanggung jawab atas proses
belajarnya. Kontekstualisasi berarti bahwa proses belajar terjadi dalam situasi kehidupan nyata
atau dalam situasi yang merupakan simulasi dari dunia nyata. Kontruksi berarti bahwa siswa
mengkombinasikan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dengan apa yang sedang dipelajari
dan dengan demikian siswa menyesuaikan struktur informasi dengan cara yang dipahaminya.
Kolaborasi dan interaksi, berarti siswa terlibat aktif dalam aktivitas bersama dan saling dukung

dengan cara diskusi dan berbagi pengetahuan. Refleksi, berarti siswa mengevaluasi sendiri proses
belajarnya dan mengembangkan keterampilan metakognitif untuk memandu belajarnya sendiri.
Keterampilan metakognitif diperlukan agar seseorang dapat merencanakan dan mengevaluasi
proses belajarnya. TIK dapat dimanfaatkan untuk mendukung dikuatkannya unsur-unsur yang

4

mendukung terjadinya pembelajaran bermakna dan mendukung penguatan keterampilan yang
diperlukan siswa di abad ke-21.

Mengkontekstualisasi pengetahuan
Tugas utama guru yang paling menantang dalam pembelajaran adalah memotivasi siswa
agar mau dan senang belajar. Khusus untuk guru sains dan teknologi, tugas itu menjadi lebih sulit
karena sebagian materi pelajaran yang disuguhkan sangat abstrak, kompleks, dan tampak tidak
hubungannya dengan realitas yang dialami dan dihadapi siswa. Metode pedagogi mutakhir
menyatakan bahwa siswa akan termotivasi apabila aktivitas belajar dibuat autentik, menantang,
multidisiplin, dam multisensorik. Aktivitas autentik dimaknai sebagai memiliki hubungan sangat
dekat dengan “dunia nyata”, yakni lingkungan tempat siswa tinggal. Aktivitas pembelajaran
autentik dirancang untuk menghubungkan antara yang dipelajari siswa di sekolah dengan
masalah, isu, dan aplikasi di dunia nyata. Pengalaman belajar yang diberikan haruslah

mencerminkan kompleksitas dan ambiguitas dunia nyata (Pearce, 2016). Agar autentik maka
aktivitas pembelajaran semestinya meruntuhkan sekat-sekat antar bidang ilmu. Ini pada akhirnya
memunculkan konsep STEM, yang mengintegrasikan Sains, Teknologi, Enjinering dan
Matematika. Dengan menggunakan stimulus lingkungan nyata siswa, berbagai tipe siswa dapat
terlayani – tipe visual, auditori, sensori, dan psikomotor.
Pemanfaatan media audio-video, televisi, multimedia interaktif, dan simulasi dapat
menjadi alat bantu pembelajaran untuk meningkatkan minat siswa dalam mengikuti proses
pembelajaran. Perangkat bantu tersebut dapat memberikan contoh lebih nyata yang diperlukan,
jauh lebih baik daripada sekedar abstraksi dengan teks dan gambar ilustrasi (Leow & Neo, 2014).
Teknologi juga dapat digunakan untuk memperluas kungkungan realitas siswa. Melalui
video on demand atau repositori video, siswa dapat ikut merasakan peristiwa nyata yang terjadi
ribuan kilometer jauhnya dari tempat siswa tinggal. Melalui animasi, siswa dapat memperoleh
gambaran bagaimana pendakian puncak Everest mempengaruhi kerja organ-organ vital manusia.
Teknologi juga memungkinkan siswa memperoleh gambaran seolah menggunakan instrumen
canggih yang tidak mampu dimiliki sekolah. Video, misalnya, memungkinkan siswa
menyaksikan planet-planet dalam tata surya sebagaimana dilihat dengan teleskop Hubble. Atau
animasi, yang dapat memberikan gambaran mengenai cara timbulnya biopotensial pada mahluk
hidup atau dihasilkannya listrik puluhan volt pada belut listrik (electrophorus electricus)
Mengkonstruksi pengetahuan
Tantangan besar yang dihadapi oleh guru sains (dan matematika) adalah abstraknya obyek

yang dipelajari. Kadang-kadang, konsep yang diajarkan tidak sejalan dengan intuisi dan
pengetahuan umum orang kebanyakan. Teori pedagogi mutakhir menyatakan bahwa seorang
anak tidak belajar dengan kepala kosong. Di dalam benaknya telah tertanam berbagai
“pengetahuan” dan keyakinan yang diperolehnya sebagai dampak berinteraksi dengan
lingkungan. Oleh karena itu, dalam mengenalkan konsep sains, guru harus memberikan juga

5

berbagai variasi konteks dan melibatkan mereka dalam mengkonstruksi (atau merekonstruksi)
pandangannya tentang konsep yang dikenalkan.
Hasil riset menunjukkan bahwa pemerolehan konsep sains dan matematika sama jalannya
dengan pemerolehan bahasa baru. Materi ajar (verbal maupun tertulis) dengan kosa kata yang
tidak dipahami cenderung ditolak atau dihindari. Reaksi yang sama ditunjukkan siswa ketika
menghadapi konsep atau simbol-simbol baru dalam matematika. Citra (dalam bentuk teks, grafik,
ikon, dan sebagainya) memiliki kemampuan untuk mendekode “bahasa” yang tidak dipahami
menjadi representasi yang lebih jelas, dengan demikian materi ajar akan lebih mudah dan
menyenangkan untuk dipelajari.
Perangkat lunak multimedia maupun video berkualitas tinggi dapat dimanfaatkan untuk
menjelaskan berbagai konsep dengan lebih mudah. Guru yang menjelaskan konsep percepatan
(akselerasi) dapat menggunakan animasi komputer untuk memvisualkan perilaku benda yang

jatuh bebas. Detektor gerakan yang dihubungkan dengan komputer (atau disimulasikan dalam
program) dapat menjadi pembuktian bahwa terdapat pola dalam fenomena jatuh bebas dan bahwa
benda yang jatuh bebas dipercepat dengan laju yang konstan (accelerating at constant rate) –
dengan pengamatan mata telanjang tidak akan tampak. Gambar grafik dapat memberikan
representasi berbeda mengenai perilaku objek saat jatuh bebas, sehingga memperkuat kesan
pengamatan awal yang diperoleh siswa. Strategi ini menempatkan konsep abstrak ke dalam
konteks yang dikenal siswa dan dengan demikian menghindarkan miskonsepsi sejak awal.
Sampai di sini dapatkah Anda membayangkan bahwa andaikata kita dapat mengajak orang yang
percaya bahwa bumi itu datar menaiki pesawat ulang-alik mengitari bumi akan mengubah
kepercayaan mereka bahwa bumi memang benar-benar bundar? Atau, andaikata Galileo dapat
menunjukkan citra satelit mengenai pergerakan planet mengelilingi matahari, nasibnya akan
berbeda?
Memfasilitasi belajar secara efektif dan efisien
Memahami konsep dan keterampilan dasar baru merupakan sebagian dari proses belajar
sains. Siswa harus difasilitasi agar mampu memanfaatkan informasi yang didapatkan untuk
memecahkan problem, memformulasikan problem baru, dan menjelaskan pemahamannya
terhadap dunia sekelilingnya. Aplikasi komputer memiliki potensi untuk menyimpan data dalam
jumlah sangat besar, membuat plot grafis, melakukan tes statistik, mensimulasikan eksperimen,
membangun model matematik, dan membuat laporan dengan cepat dan akurat. Komputer juga
dapat mengefektifkan pemanfaatan waktu tatap muka. Sementara komputer melakukan
komputasi yang rumit dan lama, waktu yang ada dapat digunakan oleh guru dan siswa untuk
melakukan aktivitas analitis yang memerlukan keterampilan berfikir tingkat tinggi, yang tidak
dapat dilakukan oleh komputer.
Pada kelas yang membahas asam dan basa, misalnya, siswa dapat mengumpulkan data
pengukuran tingkat keasaman air kolam setiap hari dalam spreadsheet untuk diolah lebih lanjut.
Berbeda dengan pengumpulan data dengan kertas dan pena, spreadsheet memudahkan
pengumpulan dan visualisasi data dalam bentuk tabel maupun grafik. Perangkat lunak data

6

logging seperti itu biasanya dilengkapi dengan sensor yang mengukur besaran dan mencatatnya
langsung dalam komputer untuk diolah sesuai kebutuhan.
TIK juga memungkinkan ditautkannya apa yang dipelajari siswa di ruang kelas dengan
konteks yang lebih dipahami siswa di luar kelas. Melalui video, siswa dapat menyaksikan
ilmuwan bekerja di lingkungannya. Sesuatu yang tidak dapat diakses siswa secara langsung,
misalnya stasiun pengamatan cuaca di kutub utara, dapat dinikmati melalui tayangan . Strategi ini
memberikan gambaran kepada siswa bagaimana konsep yang dia pelajari dimanfaatkan dalam
situasi nyata.
Perangkat lunak simulasi dapat menirukan eksperimen nyata sehingga siswa memahami
tantangan yang didapat saat mengerjakan pekerjaan-pekerjaan ilmiah tanpa harus benar-benar
mengalami kendalanya. Simulasi juga dapat meningkatkan keingintahuan siswa tentang suatu
fenomena atau mungkin menantang miskonsepsi yang ada pada diri siswa. Simulasi yang dapat
menantang miskonsepsi ini terbukti sukses dalam pembelajaran sains. Situasi di mana simulasi
komputer sangat membantu dalam belajar sains antara lain:
1. Bila dilakukan eksperimen, terlalu beresiko, mahal, perlu waktu sangat lama untuk
diselenggarakan di laboratorium sekolah;
2. Bila eksperimen memerlukan kepresisian tinggi agar siswa dapat melihat pola dan tren,
tanpa perangkat simulasi, presisi seperti itu tidak akan dapat dicapai siswa;
3. Jika terdapat isu-isu etis, misalnya dalam beberapa kasus eksperimen biologi;

Membantu inkuiri dan eksplorasi
Inkuiri dan eksplorasi adalah inti dari kerja sains. Keterampilan utama saintis adalah
kemampuannya untuk bertanya secara tepat dan mengembangkan strategi yang memadai untuk
memperoleh jawaban. Proses inkuiri dapat menjadi sumber kepuasan baik secara afektif maupun
kognitif dan menjadi alalasa kebanyakan orang berminat pada bidang sains. Sensasi
“petualangan” ini terbuang di ruang kelas tradisional, di mana pertanyaan dan jawaban
dimapankan secara a priori dan tidak terkait dengan minat siswa, terutama karena riset direduksi
menjadi deretan narasi dalam buku pelajaran. Problem bagi kebanyakan guru adalah bahwa
“melakukan kerja saintifik” memerlukan sumber daya yang acapkali tidak tersededia dalam ruang
kelas tradisional, misalnya dalam bentuk basis data besar dan perangkat laboratorium yang baik.
TIK berpotensi untuk memungkinkan siswa mengeksplorasi dunia sains secara efektifbiaya dan aman. Video dan animasi komputer dapat membawa serta dinamika dan gerakan yang
tidak tersedia dalam buku teks. Seperti telah disebutkan, spreadsheet dapat menyimpan dan
menganalisis data sementara simulasi komputer dapat menirukan berbagai eksperimen dalam
lingkungan yang aman. Dengan menggunakan fasilitas tersebut, siswa dapat memulai proses
inkuirinya sendiri, mengambangkan hipotesis, dan mengujinya. Pada lingkungan realitas virtual,
siswa dapat memanipulasi parameter, konteks, dan lingkungan, dan mencoba skenario lain.
Dalam proses tersebut, siswa mempelajari sains dan belajar tentang sains, yakni mereka belajar
tentang konten sains sekaligus metode yang digunakan untuk mencapai simpulan saintifik. Yang
paling penting, mereka memiliki kesempatan untuk berubah dari penerima informasi secara pasif
menjadi pembangun pengetahuan secara aktif.
7

Internet dapat menjadi sarana belajar yang berdaya guna, lebih dari sekedar video dan
software, karena ia memberikan akses ke basis data riil dan koneksi ke komunitas belajar global.
Mengeksplorasi internet dapat menjadi aktivitas belajar yang menyenangkan dan memperkaya
pengetahuan, meskipun bisa juga sebaliknya, yakni hanya membuang waktu saja. Oleh
karenanya, kegiatan mengeksplorasi Internet mestilah disertai dengan peran guru sebagai
pemandu dan fasilitator. Kehadiran guru diperlukan untuk memberikan penjelasan mengenai latar
belakang diberikannya materi pelajaran dan panduan mengenai apa yang harus dilakukan siswa
sebelum mulai melakukan eksplorasi. Guru juga perlu memantau proses belajar karena riset
menunjukkan bahwa siswa lebih banyak mengeksplorasi Internet semau mereka daripada
mengikuti arahan terstruktur guru. Guru juga yang harus membantu siswa menyikapi dan
menyimpulkan banyaknya informasi yang didapatkan dan menyaring informasi benar dan tidak
benar
Dalam upaya mendekatkan pelajaran ke kehidupan nyata, siswa dapat saja diajak
mengeksplorasi data populasi penduduk dari Badan Pusat Statistik, membuat interpolasi dan
mengaitkannya dengan kebutuhan perumahan dan sarana umum misalnya. Juga data mengenai
kelahiran dan kematian di wilayah mereka dikaitkan dengan ketersediaan sarana kesehatan,
jumlah dokter, dan sebagainya.
Menghadirkan “dunia” ke ruang kelas
Sains dan matematika merupakan disiplin ilmu yang tidak memiliki batas nasionalitas dan
dapat diterapkan di segala sisi kehidupan manusia. Tetapi, keterbatasan sumber daya di ruang
kelas tradisional menciptakan kesan yang salah bahwa bidang sains dan matematik memang
“given” seperti itu, dan tidak ada kaitannya dengan kehidupan di luar sekolah. Lebih lagi banyak
anggapan bahwa mengajar sains dan matematika cenderung teoritis dan mengikuti buku secara
kaku.
Video dan informasi yang disajikan melalui perangkat TIK dapat memperluas batas ruang
kelas tradisional dan mengajak siswa belajar “di dunia nyata”. Video, baik tersimpan dalam CD
maupun disiarkan secara daring (online) memberikan kesempatan siswa belajar secara langsung
mengenai tanaman, hewan, benda, habitat, ekosistem seluruh dunia. Siswa juga dapat mengikuti
tur virtual ke gurun, kutub, savana, hutan tropik, sampai luar angkasa. Semua tersedia dalam
bentuk video, animasi ataupun simulasi. Video dan sajian daring virtual juga memungkinkan
sekolah di pedesaan “mengunjungi” museum yang selama hidupnya mungkin belum dapat
dikunjungi secara langsung.
Dengan demikian, TIK memulihkan makna dan fungsi universal sains dan matematika,
dan membantu siswa di sekolah terpencil di negara berkembang untuk memiliki pengalaman
hidup yang tidak jauh berbeda dengan yang dialami sesamanya di negara maju.
Menciptakan lingkungan pembelajaran yang kolaboratif
Kerja saintifik seringkali berlangsung dalam suasana kolaboratif sehingga memerlukan
sarana interaksi dan komunikasi. Tidak heran apabila sarana komunikasi dan distribusi informasi
via Internet, yakni email dan world-wide web tercipta dari gagasan para peneliti yang
8

memerlukan ketersediaan kanal komunikasi di antara mereka. Komunitas sains memiliki banyak
cara kreatif untuk memanfaatkan dan menjaga kanal komunikasi di mana mereka dapat
mendiskusikan perspektif yang berbeda terhadap satu topik, memperoleh informasi, bekerja pada
proyek yang sama atau berlawanan, melakukan replikasi eksperimen, dan berbagi terobosan yang
didapatkan. Ruang-ruang kerja modern adalah lingkungan kolaboratif di mana pekerja saling
berbagi pengetahuan dan keterampilan untuk mencapai tujuan bersama, lini produksi telah
banyak ditinggalkan, digantikan robot-robot pekerja. Realitas ini berbeda jauh dengan ruangruang kelas tradisional yang kita selenggarakan di mana para siswa siswa cenderung bekerja
terisolasi satu sama lain, lebih menumbuhkan kompetisi daripada kolaborasi. Suasana kompetisi
akan terus dibawa sampai siswa meninggalkan sekolah sehingga siswa tidak terbiasa untuk
berbagi ide, berbagi tugas, maupun berkolaborasi untuk pekerjaan tertentu.
TIK, sebagaimana istilah yang terkandung di dalamnya, memperbesar kekuatan individu
dan komunitas untuk memperoleh dan mempertukarkan informasi. TIK juga menyediakan sarana
untuk berkomunikasi, bahkan dengan mitra yang terpisah sangat jauh. Telekonferensi bervideo,
chat berbasis internet, dan berbagai sarana komunikasi lain tersedia secara murah dan mudah.
Asesmen berbasis TIK
Bergantung pada fungsinya, dalam pembelajaran dikenal beberapa jenis asesmen: asesmen
formatif, asesmen sumatif, asesmen diagnostik, asesmen autentik, dan asesmen kinerja
(performance assessment). Asesmen formatif bertujuan untuk memperoleh umpan balik
mengenai kemajuan belajar siswa selama proses pembelajaran. Asesmen sumatif dilakukan
setelah siswa menyelesaikan satu babak pembelajaran dan dapat memberikan informasi dan
umpanbalik mengenai proses mengajar-belajar yang telah dilakukan. Asesmen diagnostik
digunakan untuk mengidentifikasi pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan mutakhir siswa,
dan juga untuk mengklarifikasi miskonsepsi sebelum pembelajaran dilanjutkan. Asesmen
autentik menuntut siswa untuk menggunakan kompetensi, atau kombinasi antara pengetahuan,
keterampilan, dan sikap yang sama dengan yang dipakai dalam kehidupan nyata (Gulikers,
Bastiaens, & Kirschener, 2004). Asesmen kinerja menuntut siswa untuk mendemonstrasikan
keterampilannya dalam melakukan suatu pekerjaan atau menghasilkan sesuatu.
Meskipun asesmen berbasis TIK sampai saat ini masih berkisar pada tes objektif, tetapi
kemampuannya untuk memberikan umpan balik seketika dapat membantu siswa menguasai
materi pembelajaran secara lebih efektif dan efisien. Format asesmen berbasis TIK saat ini
beragam dari mulai dari yang memaksa siswa sepenuhnya memilih jawaban sampai sepenuhnya
mengkonstruksi. Scalise & Gifford (2006) mengajukan taksonomi 28 jenis butir tes inovatif
untuk pembelajaran daring (online learning atau e-learning) yang ditabulasikan dalam dua
dimensi, dimensi vertikal dimulai dari yang yang paling sederhana (misalnya siswa memilih
“benar” atau “salah”) sampai yang paling kompleks (misalnya siswa memilih jawaban yang tepat
dari soal pilihan ganda dengan distraktor media) dan dimensi horisontal mulai dari yang
“sepenuhnya memilih” sampai “sepenuhnya mengkonstruksi”. Selain sangat bermanfaat karena
kemampuannya memberikan umpan balik seketika, format beberapa tes mutakhir memungkinkan
pengukuran konstruk pengetahuan dengan cara yang lebih baik dan lebih autentik.
9

Perangkat lunak pengelola pembelajaran
Kemajuan TIK mutakhir ditandai dengan apa yang disebut teknologi web 2.0. Fitur pokok
web 2.0 adalah kemampuannya untuk memfasilitasi pengguna web (user ) untuk berpartisipasi
dan berkontribusi dalam memperkaya konten web (Wibawanto, 2012b). Dalam perangkat lunak
pengelola pembelajaran (atau learning management system) fitur ini dieksplorasi sehingga
memungkinkan terjadinya aktivitas interaktif dalam pembelajaran yang berlangsung daring
(online). Salah satu perangkat lunak pengelola pembelajaran yang de-facto standar adalah
Moodle. Moodle, yang bersifat bebas pakai dan merupakan sumber terbuka (free and open
source)
memungkinkan dikelolanya pembelajaran daring (online) baik dalam modus
blended/hybrid (dikombinasikan dengan pembelajaran tatap muka) maupun mode pembelajaran
jarak jauh (distance learning). Selain Moodle, perangkat lunak pengelola pembelajaran yang
populer adalah Edmodo (http://edmodo.com) dan Schoology (http://schoology.com), yang selain
menyediakan perangkat lunak untuk dipakai secara gratis juga menyediakan penginangan
(hosting) mata kuliah dalam laman web mereka.
Fasilitas yang diberikan oleh perangkat lunak pengelola pembelajaran bukan saja berupa
ruang penyimpan dan presentasi objek pembelajaran (learning object), tetapi juga fasilitas
interaksi (chat, discussion forum) dan evaluasi/asesmen (kuis, assignment). Meskipun fungsi
utama perangkat lunak pengelola pembelajaran adalah untuk pembelajaran daring jarak jauh,
tetapi fasilitas yang disediakan memungkinkan digunakan dalam lingkungan pembelajaran
blended/hybrid (kombinasi antara pendidikan jarak jauh dengan pendidikan tatap muka) atau
sebagai suplemen pembelajaran tatap muka. Kemampuannya untuk mengantarkan dan
menayangkan berbagai file multimedia menjadikannya cocok digunakan dalam pembelajaran
sains.
SIMPULAN
Teknologi Informasi dan Komunikasi dapat berperan penting dalam memfasilitasi
aktivitas pembelajaran, baik sebagai sarana presentasi, sarana interaksi, maupun sarana
evaluasi/asesmen. Kemampuannya mengantarkan dan menayangkan berbagai file multimedia
menjadikannya sesuai untuk memfasilitas pembelajaran sains, baik sebagai sarana pengelola
pembelajaran tatap muka, blended/hybrid, maupun pembelajaran jarak jauh. Pemanfaatannya
sebagai sarana interaksi dan kolaborasi memungkinkan tercapainya pembelajaran bermakna
melalui interaksi dan kolaborasi antar siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan. Sarana
evaluasi/asesmen berbasis TIK mutakhir memungkinkan dilakukannya pengukuran konstruksi
pengetahuan secara lebih baik.
DAFTAR RUJUKAN
21st Century Skills Map. (n.d.). Retrieved September 2, 2017, dari laman web
http://www.p21.org/storage/documents/21stcskillsmap_science.pdf, diunduh tanggal 2
September 2017

10

Bull, A., Gilbert, J., Barwick, H., Hipkins, R., & Baker, R. (2011). Inspired by Science. In S. P.
Gluckman, Looking Ahead: Science Education for the Twenty-First Century. A report
from the Prime Minister's Chief Science Advisor (pp. A9-A54). Auckland: Office of the
Prime Minister's Science Advisory Committee.
Cossons, N. (1993). Let Us Take Science into Our Culture. Interdiciplinary Science Reviews,
18(4), 337-342.
Gluckman, S. P. (2011). Looking Ahead: Science Education for the Twenty-First Century.
Report from the Prime Minister's Chief Science Advisor. Auckland: Office of The Prime
Minister's Science Advisory Committee.
Gulikers, J., Bastiaens, T., & Kirschener, P. (2004). A five-dimensional framework for authentic
assessment. Educational Technology Research and Development, 52(3), 67-85.
Hilton, M. (2010). Exploring the Intersection of Science Education and 21st Century Skills. A
Workshop . Washington: National Academy ifSciences.
Lavonen, J. (2008). Learning and the use of ICT in Science Education. In P. Demkanin, B.
Kibble, J. Lavonen, J. G. Mas, & J. Turlo, Effective use of ICT in Science Education (pp.
6-28). Edinburgh: University of Edinburgh.
Leow, F.-T., & Neo, M. (2014). Interactive Multimedia Learning: Innovating Classroom
Education in a Malaysian University. TOJET: The Turkish Online Journal of Educational
Technology, 13(2), 99-110.
Osborne, J., & Hennessy, S. (2006). Literature Review in Science Education and the Role of ICT:
Promise, Problems and Future Direction. London: Futurelab.
Pearce, S. (2016, April). Authentic learning: what, why and how? e-Teaching: Management
Strategies for the Classroom(10).
Scalise, K., & Gifford, B. (2006). Computer-Based Assessment in E-Learning: A Framework for
Constructing “Intermediate Constraint” Questions and Tasks for Technology Platforms.
Journal of Technology, Learning, and Assessment, 4(6).
Wibawanto, H. (2012a). Pemanfaatan Facebook untuk Pengelolaan Pembelajaran Terpadu. Diges
Pendidik, 12(2), 37-50.
Wibawanto, H. (2012b). Pengelolaan Pembelajaran Terpadu dengan Perangkat Lunak Web 2.0
(Implementasi padaProgram Studi PTIK Universitas Negeri Semarang). Seminar
Nasional Cakrawala Pembelajaran Berkualitas di Indonesia (pp. 821-832). Jakarta:

11

Direktorat Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

12

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

Pencerahan dan Pemberdayaan (Enlightening & Empowering)

0 64 2

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24

GANGGUAN PICA(Studi Tentang Etiologi dan Kondisi Psikologis)

4 75 2