LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN P

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN KANKER SERVIKS

A. PENDAHULUAN

  Kanker serviks adalah pertumbuhan sel-sel mulut rahim serviks yang abnormal dimana sel-sel ini mengalami perubahan ke arah displasia atau mengarah pada keganasan. Kanker ini biasanya menyerang wanita yang pernah atau sedang berada dalam status sexually active. Biasanya kanker ini menyerang wanita yang telah berumur, terutama paling banyak pada wanita yang berusia 35 - 55 tahun. Akan tetapi, tidak mustahil wanita yang mudapun dapat menderita penyakit ini, asalkan memiliki faktor risikonya.

  Perkembangan neoplasma ganas di serviks tidak menghalangi untuk terjadinya kehamilan. Terdapat kemungkinan 1 di antara 3000 kehamilan bagi seorang wanita penderita kanker serviks. Namun, adanya kanker serviks memberi pengaruh yang tidak baik dalam kehamilan, persalinan, dan nifas. Kanker serviks dapat memicu terjadinya abortus akibat pendarahan dan hambatan dalam pertumbuhan janin karena pertumbuhan neoplasma tersebut. Apabila penyakit ini tidak diobati lebih lanjut, pada kira-kira dua pertiga usia kehamilan penderita menjelang cukup bulan, dapat terjadi kematian

  janin. (Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kandungan, Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo)

  Pengaruh kanker serviks pada waktu persalinan, antara lain kekakuan serviks karena jaringan kanker yang terbentuk, akan menghambat proses persalinan (khususnya Kala I). Bila tumor yang terbentuk lunak dan hanya terbatas pada sebagian serviks, pembukaan pada waktu persalinan dapat menjadi lengkap dan bayi bisa lahir spontan. Dalam masa nifas, sering terjadi infeksi.

  Adapun penyebab pasti terjadinya perubahan sel-sel normal mulut rahim menjadi se-sel yang ganas tidak diketahui secara pasti. Namun, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perubahan tersebut, antara lain : hubungan seksual pada usia dini (< 17 tahun), hubungan seksual multi partner, infeksi HPV (Human Papilloma Virus), dan genetik (namun, persentasenya sangat kecil).

  Ada juga beberapa faktor yang mempengaruhi insiden kanker serviks yaitu : usia, melahirkan lebih dari 3x, personal hygiene, status sosial ekonomi, terpajan virus terutama virus HIV, dan kebiasaan merokok.

  Beberapa gejala yang bisa timbul pada penderita kanker serviks, antara lain : keputihan atau keluarnya cairan encer dan berbau busuk dari vagina, pendarahan, hematuria, anemia, kelemahan pada ekstremitas bawah, timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah. Pada stadium lanjut, badan menjadi lebih kurus, edema kaki, timbul iritasi kandung kencing dan rektum, Beberapa gejala yang bisa timbul pada penderita kanker serviks, antara lain : keputihan atau keluarnya cairan encer dan berbau busuk dari vagina, pendarahan, hematuria, anemia, kelemahan pada ekstremitas bawah, timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah. Pada stadium lanjut, badan menjadi lebih kurus, edema kaki, timbul iritasi kandung kencing dan rektum,

  Setiap tahunnya, terdapat kurang lebih 500 ribu kasus baru kanker leher rahim, sebanyak 80 persen terjadi pada wanita yang hidup di negara berkembang. Sedikitnya 231.000 wanita di seluruh dunia meninggal akibat kanker leher rahim. Dari jumlah itu, 50 kematian terjadi di negara-negara berkembang. Kematian pada kasus kanker serviks terjadi karena sebagian besar penderita yang berobat sudah berada dalam stadium lanjut.

  (Sjaifoellah Noer. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2.Jakarta : FKUI)

  Padahal, dengan ditemukannya kanker ini pada stadium dini, kemungkinan penyakit ini dapat disembuhkan sampai hampir 100. Kini, cara terbaik yang bisa dilakukan untuk mencegah kanker ini adalah melalui skrining yang dinamakan Pap Smear. Pap smear adalah suatu pemeriksaan sitologi untuk mengetahui adanya keganasan (kanker) dengan mikroskop. Pemeriksaan ini mudah dikerjakan, cepat dan tidak menimbulkan rasa sakit. Dengan adanya upaya deteksi dini ini, diharapkan angka kejadian kanker serviks dapat ditekan pada tahun - tahun berikutnya.

B. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. DEFINISI

   Kanker serviks adalah pertumbuhan sel-sel abnormal pada daerah batas antara

  epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan endoserviks kanalis serviksalis yang disebut squamo-columnar junction (SCJ).

  (Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kandungan, Edisi Kedua. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo)

   Kanker serviks merupakan sel-sel kanker yang menyerang bagiansquamosa

  columnar junction (SCJ) serviks (Price, Sylvia. 2002. Patofisiologi Konsep

  Klinis Proses - Proses Penyakit, Edisi 6, Volume 2. Jakarta : EGC)

   Kanker serviks atau kanker mulut rahim adalah kanker yang terjadi pada serviks

  uterus, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim yang terletak antara rahim (uterus) dengan liang

  senggama. ( http:healthycaus.blogspot.com200907askep-ibu-dengan- gangguan-sistem -reproduksi. html)

   Kanker serviks adalah tumbuhnya sel-sel abnormal pada serviks. Kanker serviks

  merupakan kanker yang primer berasal dari serviks (kanalis serviksalis dan porsio). Serviks adalah bagian ujung depan rahim yang menjulur ke

  vagina. (http:infokesehatan2009.html)

   Kanker serviks merupakan karsinoma ginekologi yang terbanyak

  diderita (Kapita Selekta Kedokteran Jilid I)

2. EPIDEMIOLOGI INSIDEN KASUS

  Kanker leher rahim (serviks) atau karsinoma serviks uterus merupakan kanker pembunuh wanita nomor dua di dunia setelah kanker payudara. Setiap tahunnya, terdapat kurang lebih 500 ribu kasus baru kanker leher rahim ( cervical cancer), sebanyak 80 persen terjadi pada wanita yang hidup di negara berkembang. Sedikitnya 231.000 wanita di seluruh dunia meninggal akibat kanker leher rahim. Dari jumlah itu, 50 kematian terjadi di negara-negara berkembang. Hal itu terjadi karena pasien datang dalam stadium lanjut.

  Menurut data Departemen Kesehatan RI tahun 2007, penyakit kanker leher rahim saat ini menempati urutan pertama daftar kanker yang diderita kaum wanita Indonesia. saat ini ada sekitar 100 kasus per 100 ribu penduduk atau 200 ribu kasus setiap tahunnya Kanker serviks yang sudah masuk ke stadium lanjut sering menyebabkan kematian dalam jangka waktu relatif cepat. Selain itu, lebih dari 70 persen kasus yang datang ke rumah sakit

  ditemukan dalam keadaan stadium lanjut. (sumber : http:www.pikiran- rakyat.com)

  Menurut Globacan (2002) di seluruh dunia setiap tahun ada 493.243 wanita terdiagnosa kanker serviks, 273.505 meninggal. Di dunia, lebih dari 700 wanita meninggal setiap hari karena kanker serviks. Di Indonesia, kanker serviks menempati urutan pertama kanker pada wanita.

  Setiap hari di Indonesia ada 40 orang wanita terdiagnosa dan 20 wanita meninggal karena kanker serviks. Karena kanker serviks merupakan penyakit yang telah diketahui penyebabnya dan telah diketahui perjalanan penyakitnya. Ditambah juga sudah ada metode deteksi dini kanker serviks dan adanya pencegahan dengan vaksinasi, seharusnya angka kejadian dan kematian akibat kanker serviks dapat diturun. Banyaknya kasus kanker serviks di Indonesia disebabkan pengetahuan tentang kanker serviks yang kurang sehingga kesadaran

  masyarakat untuk deteksi

  dini pun masih

  rendah. (sumber :http:healthycaus.blogspot.com)

3. KLASIFIKASI

   Berdasarkan stadium (menurut FIGO 1978)

  (sumber : Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1)

  STADIUM

  KRITERIA

  0 Karsinoma in situ atau karsinoma intra epitel

  I Proses terbatas pada serviks dan uterus Ia Karsinoma serviks preklinis, hanya dapat didiagnosis

  secara mikroskopik, lesi tidak lebih dari 3 mm, atau secara mikroskopik, lesi tidak lebih dari 3 mm, atau

  II Proses keganasan telah keluar dari serviks dan menjalar ke 23 bagian atas vagina dan atau ke parametrium, tetapi tidak sampai ke dinding panggul.

  Iia

  Penyebaran hanya ke vagina, parametrium masih bebas dari infiltrat tumor.

  Iib

  Penyebaran ke parametrium, uni atau bilateral, tetapi belum sampai ke dinding panggul.

  III

  Penyebaran sampai 13 distal vagina atau parametrium sampai dinding panggul.

  IIIa

  Penyebaran sampai 13 distal vagina, namun tidak sampai ke dinding panggul.

  IIIb

  Penyebaran sampai ke dinding panggul, tidak ditemukan daerah bebas infiltrasi antara tumor dengan dinding panggul, atau proses pada tingkat I atau II, tetapi sudah ada gangguan faal ginjal atau hidronefrosis.

  IV Proses keganasan telah keluar dari panggul kecil dan melibatkan mukosa rektum dan atau vesika urinaria (dibuktikan secara histologi) atau telah bermetastasis keluar panggul atau ke tempat yang jauh.

  Iva

  Telah bermetastasis ke organ sekitar

  Ivb

  Telah bermetastasis jauh

4. ETIOLOGI FAKTOR PREDISPOSISI

  Penyebab langsung kanker serviks belum diketahui. Faktor ekstrinsik yang diduga berhubungan dengan insiden karsinoma serviks, antara lain infeksi Human Papilloma Virus (HPV) dan spermatozoa. Karsinoma serviks timbul di sambungan skuamokolumner serviks. Faktor resiko yang berhubungan dengan karsinoma serviks ialah perilaku seksual berupa mitra seks multipel, multi paritas, nutrisi, rokok, dan lain-lain. Karsinoma serviks dapat tumbuh eksofitik maupun endofitik.

  Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker serviks, antara lain adalah :

1. Hubungan seks pada usia muda atau pernikahan pada usia muda

  Faktor ini merupakan faktor risiko utama. Semakin muda seorang perempuan melakukan hubungan seks, semakin besar risikonya untuk terkena kanker Faktor ini merupakan faktor risiko utama. Semakin muda seorang perempuan melakukan hubungan seks, semakin besar risikonya untuk terkena kanker

2. Berganti-ganti pasangan seksual

  Perilaku seksual berupa gonta - ganti pasangan seks akan meningkatkan penularan penyakit kelamin. Penyakit yang ditularkan, salah satunya adalah infeksi Human Papilloma Virus (HPV) telah terbukti dapat meningkatkan timbulnya kanker serviks, penis dan vulva. Resiko terkena kanker serviks menjadi

  10 kali lipat pada wanita yang mempunyai partner seksual 6 orang atau lebih. Di samping itu, virus herpes simpleks tipe 2 dapat menjadi faktor pendamping.

3. Faktor genetik

  Terjadinya mutasi sel pada sel epitel skuamosa serviks yang

  menyebabkan terjadinya kanker serviks pada wanita dapat diturunkan melalui kombinasi genetik dari orang tua ke anaknya.

4. Kebiasaan merokok

  Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih besar terkena kanker serviks dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok. Penelitian menunjukkan, lendir serviks pada wanita perokok mengandung nikotin yang dapat menurunkan daya tahan serviks di samping merupakan ko-karsinogen infeksi virus. Selain itu, rokok mengandung zat benza piren yang dapat memicu terbentuknya radikal bebas dalam tubuh yang dapat menjadi mediator terbentuknya displasia sel epitel pada serviks.

5. Defisiensi zat gizi (vitamin A dan C)

  Ada beberapa penelitian yang menyimpulkan bahwa defisiensi vitamin C dapat meningkatkan risiko terjadinya displasia ringan dan sedang, serta mungkin juga meningkatkan risiko terjadinya kanker serviks pada wanita yang makanannya rendah beta karoten dan retinol (vitamin A).

6. Multiparitas

  Trauma mekanis yang terjadi pada waktu paritas dapat mempengaruhi timbulnya infeksi, perubahan struktur sel, dan iritasi menahun

7. Gangguan sistem kekebalan

  Bisa disebabkan oleh nikotin yang dikandung dalam rokok, dan penyakit yang sifatnya immunosupresan, contohnya : HIV AIDS

8. Status sosial ekonomi lemah

  Umumnya, golongan wanita dengan latar belakang ekonomi lemah tidak mempunyai biaya untuk melakukan pemeriksaan sitologi Pap Smear secara rutin, sehingga upaya deteksi dini tidak dapat dilakukan.

  (sumber : Patofisiologi Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit Edisi 6 Volume 2 dan Ilmu Kandungan, Hanifa Wiknjosastro)

5. MANIFESTASI KLINIK

  Pada fase prakanker (tahap displasia), sering tidak ada gejala atau tanda- tanda yang khas. Namun, kadang bisa ditemukan gejala-gejala sebagai berikut :

  1. Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari vagina ini makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan

  2. Perdarahan setelah senggama (post coital bleeding) yang kemudian berlanjut menjadi perdarahan yang abnormal

  3. Pada fase invasif dapat keluar cairan berwarna kekuning-kuningan dan berbau busuk.

  4. Bisa terjadi hematuria karena infiltrasi kanker pada traktus urinarius

  5. Timbul gejala-gejala anemia bila terjadi perdarahan kronis.

  6. Kelemahan pada ekstremitas bawah

  7. Timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah bila ada radang panggul. Bila nyeri terjadi di daerah pinggang ke bawah, kemungkinan terjadi infiltrasi kanker pada serabut saraf lumbosakral.

  8. Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi, edema kaki, timbul iritasi kandung kencing dan poros usus besar bagian bawah (rektum), terbentuknya fistel vesikovaginal atau rektovaginal, atau timbul gejala- gejala akibat metastasis jauh.

6. PATOFISIOLOGI (WOC)

  Terlampir

7. PEMERIKSAAN FISIK

Inspeksi

   Keluarnya cairan encer dari vagina dan berbau busuk  Pendarahan yang terjadi, volume darah yang keluar  Urine bercampur darah (hematuria)  Ekspresi wajah ibu menahan nyeri (meringis)  Raut wajah pucat  Kelemahan pada pasien  Keringat dingin

   Posisi tubuh menahan rasa nyeri di daerah abdomen

Palpasi

   Pembengkakan di daerah uterus yang abnormal  Tinggi fundus uteri  Keaktifan gerakan janin  Kelainan letak posisi janin  Nyeri tekan abdominal  Perubahan denyut nadi  Perubahan tekanan darah  Peningkatan suhu tubuh

  Auskultasi

   Pengukuran DJJ

8. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Pemeriksaan Sitologi Pap Smear

  Salah satu pemeriksaan sitologi yang bisa dilakukan adalah pap smear. Pap smear merupakan salah satu cara deteksi dini kanker leher rahim. Test ini mendeteksi adanya perubahan-perubahan sel leher rahim yang abnormal, yaitu suatu pemeriksaan dengan mengambil cairan pada laher rahim dengan spatula kemudian dilakukan pemeriksaan dengan mikroskop.

  Saat ini telah ada teknik thin prep (liquid base cytology) adalah metoda pap smear yang dimodifikasi yaitu sel usapan serviks dikumpulkan dalam cairan dengan tujuan untuk menghilangkan kotoran, darah, lendir serta memperbanyak sel serviks yang dikumpulkan sehingga akan meningkatkan sensitivitas. Pengambilan sampel dilakukan dengan mengunakan semacam sikat ( brush) kemudian sikat dimasukkan ke dalam cairan dan disentrifuge, sel yang terkumpul diperiksa dengan mikroskop.

  Pap smear hanyalah sebatas skrining, bukan diagnosis adanya kanker serviks. Jika ditemukan hasil pap smear yang abnormal, maka dilakukan pemeriksaan standar berupa kolposkopi. Penanganan kanker serviks dilakukan sesuai stadium penyakit dan gambaran histopatologimnya. Sensitifitas pap smear yang dilakukan setiap tahun mencapai 90.

b. Kolposkopi

  Pemeriksaan dengan pembesaran (seperti mikroskop) yang digunakan untuk mengamati secara langsung permukaan serviks dan bagian serviks yang abnormal. Dengan kolposkopi akan tampak jelas lesi-lesi pada permukaaan serviks, kemudian dilakukan biopsi pada lesi-lesi tersebut.

c. IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat)

  IVA merupakan tes alternatif skrining untuk kanker serviks. Tes sangat mudah dan praktis dilaksanakan, sehingga tenaga kesehatan non dokter ginekologi, bidan praktek dan lain-lain. Prosedur pemeriksaannya sangat sederhana, permukaan serviksleher rahim diolesi dengan asam asetat, akan tampak bercak-bercak putih pada permukaan serviks yang tidak normal.

d. Serviksografi

  Servikografi terdiri dari kamera 35 mm dengan lensa 100 mm dan lensa ekstensi 50 mm. Fotografi diambil oleh tenaga kesehatan dan slide (servikogram) dibaca oleh yang mahir dengan kolposkop. Disebut negatif atau curiga jika tampak kelainan abnormal, tidak memuaskan jika SSK tidak tampak seluruhnya dan disebut defek secara teknik jika servikogram tidak dapat dibaca (faktor kamera atau flash).

  Kerusakan (defect) secara teknik pada servikogram kurang dari 3. Servikografi dapat dikembangkan sebagai skrining kolposkopi. Kombinasi servikografi dan kolposkopi dengan sitologi mempunyai sensitivitas masing- masing 83 dan 98 sedang spesifisitas masing-masing 73 dan 99. Perbedaan ini tidak bermakna. Dengan demikian servikografi dapat di-gunakan sebagai metoda yang baik untuk skrining massal, lebih-lebih di daerah di mana tidak ada seorang spesialis sitologi, maka kombinasi servikogram dan kolposkopi sangat membantu dalam deteksi kanker serviks.

e. Gineskopi

  Gineskopi menggunakan teleskop monokuler, ringan dengan pembesaran 2,5 x dapat digunakan untuk meningkatkan skrining dengan sitologi. Biopsi atau pemeriksaan kolposkopi dapat segera disarankan bila tampak daerah berwarna putih dengan pulasan asam asetat. Sensitivitas dan spesifisitas masing-masing

  84 dan 87 dan negatif palsu sebanyak 12,6 dan positif palsu 16. Samsuddin dkk pada tahun 1994 membandingkan pemeriksaan gineskopi dengan pemeriksaan sitologi pada sejumlah 920 pasien dengan hasil sebagai berikut: Sensitivitas 95,8; spesifisitas 99,7; predictive positive value 88,5; negative value 99,9; positif palsu 11,5; negatif palsu 4,7 dan akurasi 96,5. Hasil tersebut memberi peluang digunakannya gineskopi oleh tenaga paramedis bidan untuk mendeteksi lesi prakanker bila fasilitas pemeriksaan sitologi tidak ada.

f. Pemeriksaan Penanda Tumor (PT)

  Penanda tumor adalah suatu suatu substansi yang dapat diukur secara kuantitatif dalam kondisi prakanker maupun kanker. Salah satu PT yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya perkembangan kanker serviks adalah CEA (Carcino Embryonic Antigen) dan HCG (Human Chorionic Gonadotropin).

  Kadar CEA abnormal adalah > 5 µLml, sedangkan kadar HCG abnormal adalah > 5ηgml. HCG dalam keadaan normal disekresikan oleh jaringan plasenta dan mencapai kadar tertinggi pada usia kehamilan 60 hari. Kedua PT ini dapat dideteksi melalui pemeriksaan darah dan urine.

g. Pemeriksaan darah lengkap

  Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi tingkat komplikasi pendarahan yang terjadi pada penderita kanker serviks dengan mengukur kadar hemoglobin, hematokrit, trombosit dan kecepatan pembekuan darah yang berlangsung dalam sel-sel tubuh.

9. KRITERIA DIAGNOSIS

  Interpretasi sitologi yang dapat menunjang diagnosis kanker serviks :

   Hasil pemeriksaan negatif

  Tidak ditemukan sel ganas. Ulangi pemeriksaan sitologi dalam 1 tahun lagi.  Inkonklusif

  Sediaan tidak memuaskan. Bisa disebabkan fiksasi tidak baik. Tidak ditemukan sel endoserviks, gambaran sel radang yang padat menutupi sel. Ulangi pemeriksaan sitologi setelah dilakukan pengobatan radang dan sebagainya.

   Displasia Terdapat sel - sel diskariotik pada pemeriksaan mikroskopik. Derajat ringan,

  sedang, sampai karsinoma in situ. Diperlukan konfirmasi dengan kolposkopi dan biopsi. Dilakukan penangan lebih lanjut dan harus diamati minimal 6 bulan berikutnya.

   Hasil pemeriksaan positif Terdapat sel - sel ganas pada lapisan epitel serviks melalui pengamatan

  mikroskopik. Harus dilakukan biopsi untuk memperkuat diagnosis. Penanganan harus dilakukan di rumah sakit rujukan dengan seorang ahli onkologi.

10. PENATALAKSANAAN MEDIS

  Terapi karsinoma serviks dilakukan bilamana diagnosis telah dipastikan secara histologik dan sesudah dikerjakan perencanaan yang matang oleh tim yang sanggup melakukan rehabilitasi dan pengamatan lanjutan (tim kanker tim onkologi) (Wiknjosastro, 1997). Penatalaksanaan yang dilakukan pada klien kanker serviks, tergantung pada stadiumnya. penatalaksanaan medis terbagi menjadi tiga cara yaitu: histerektomi, radiasi dan kemoterapi.

  Di bawah ini adalah klasifikasi penatalaksanaan medis secara umum berdasarkan stadium kanker serviks :

  STADIUM

  PENATALAKSANAAN

  Biopsi kerucut

  0 Histerektomi transvaginal Biopsi kerucut

  Ia

  Histerektomi transvaginal Histerektomi radikal dengan limfadenektomi panggul dan

  Ib,Iia

  evaluasi kelenjar limfe paraaorta (bila terdapat metastasis dilakukan radioterapi pasca pembedahan

  IIb, III, IV Histerektomi transvaginal

  Radioterapi

  IVa, IVb

  Radiasi paliatif Kemoterapi

  (sumber : Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1)

   Manajemen Tumor Insitu

  Manajemen yang tepat diperlukan pada karsinoma insitu. Biopsi dengan kolposkopi oleh onkologis berpengalaman dibutuhkan untuk mengeksklusi kemungkinan invasi sebelum terapi dilakukan. Pilihan terapi pada pasien dengan tumor insitu beragam bergantung pada usia, kebutuhan fertilitas, dan kondisi medis lainnya. Hal penting yang harus diketahui juga adalah penyebaran penyakitnya harus diidentifikasi dengan baik.

  Karsinoma insitu digolongkan sebagai high grade skuamous intraepitelial lesion (HGSIL). Beberapa terapi yang dapat digunakan adalah loop electrosurgical excision procedure (LEEP), konisasi, krioterapi dengan bimbingan kolposkopi, dan vaporisasi laser. Pada seleksi kasus yang ketat maka LEEP dapat dilakukan selain konisasi. LEEP memiliki keunggulan karena dapat bertindak sebagai biopsi luas untuk pemeriksaan lebih lanjut. Keberhasilan eksisi LEEP mencapai 90 sedangkan konisasi mencapai 70-92. Teknik lain yang dapat dilakukan untuk terapi karsinoma insitu adalah krioterapi yang keberhasilannya mencapai 80-90 bila lesi tidak luas (<2,5 cm), tetapi akan turun sampai 50 apabila lesi luas (> 2,5 cm). Evaporasi laser pada HGSIL memberikan kerbehasilan sampai 94 untuk lesi tidak luas dan 92 untuk lesi luas. HGSIL yang disertai NIS III memberikan indikasi yang kuat untuk dilakukan histerektomi. Pada 795 kasus HGSIL yang dilakukan konisasi didapatkan adanya risiko kegagalan 0,9-1,2 untuk terjadinya karsinoma invasif.

   Manajemen Mikroinvasif

  Diagnosis untuk stadium IA1 dan IA2 hanya dapat ditegakkan setelah biopsi cone dengan batas sel-sel normal, trakelektomi, atau histerektomi. Bila biopsi cone positif menunjukkan CIN III atau kanker invasif sebaiknya dilakukan biopsi cone ulangan karena kemungkinan stadium penyakitnya lebih tinggi yaitu

  IB. Kolposkopi dianjurkan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya vaginal intraepithelial neoplasia (VAIN) sebelum dilakukan terapi definitif.

  Stadium serviks IA1 diterapi dengan histerektomi total baik abdominal maupun vaginal. Apabila ada VAIN maka vagina yang berasosiasi harus ikut diangkat. Pertimbangan fertilitas pada pasien-pasien dengan stadium ini mengarahkan terapi pada hanya biopsi conediikuti dengan Pap’s smear dengan interval 4 bulan, 10 bulan, dan 12 bulan bila hasilnya negatif. Stadium serviks IA2 berasosiasi dengan penyebaran pada kelenjar limfe sampai dengan 10 sehingga terapinya adalah modified radical hysterectomy diikuti dengan limfadenektomi. Pada stadium ini bila kepentingan fertilitas masih dipertimbangkan atau tidak ditemukan bukti invasi ke kelenjar limfe maka dapat dilakukan biopsi coneyang luas disertai limfadenektomi laparoskopi atau radikal trakelektomi dengan limfadenektomi laparoskopi. Observasi selanjutnya dilakukan dengan Pap’s smear dengan interval 4 bulan, 10 bulan dan 12 bulan.

   Manajemen Karsinoma Invasif Stadium Awal

  Pasien-pasien dengan tumor yang tampak harus dilakukan biopsi untuk konfirmasi diagnosis. Apabila ditemukan gejala-gejala yang berhubungan dengan metastasis maka sebaiknya dilakukan pemeriksaan seperti sistoskopi dan sigmoidoskopi. Pemeriksaan foto toraks dan evaluasi fungsi ginjal sangat dianjurkan. Stadium awal karsinoma serviks invasif adalah stadium IB sampai IIA (< 4cm). Stadium ini memiliki prognosis yang baik apabila diterapi dengan operasi atau radioterapi. Angka kesembuhan dapat mencapai 85 sampai 90 pada pasien dengan massa yang kecil. Ukuran tumor merupakan faktor prognostik yang penting untuk kesembuhan atau angka harapan hidup 5 tahunnya.

  Penelitian kontrol acak selama 5 tahun mendapatkan bahwa radioterapi atau operasi menunjukkan angka harapan hidup 5 tahunan yang sama dan tingkat kekambuhan yang sama-sama kecil untuk terapi karsinoma serviks stadium dini. Morbiditas terutama meningkat apabila operasi dan radiasi dilakukan bersama-sama. Namun, pemilihan pasien dengan penegakkan stadium yang baik dibutuhkan untuk menentukan terapi operatif. Jenis operasi yang dianjurkan untuk stadium IB dan IIA (dengan massa < 4cm) adalah modified radical

  hysterectomy atau radical abdominal hysterectomy disertai

  limfadenektomi selektif. Setelah dilakukan pemeriksaan patologi anatomi pada jaringan hasil operasi dan bila didapatkan penyebaran pada kelenjar limfe paraaorta atau sekitar pelvis maka dilakukan radiasi pelvis dan paraaorta. Radiasi langsung dilakukan apabila besar massa mencapai lebih dari 4 cm tanpa harus menunggu hasil patologi anatomi kelenjar limfe.

  Penelitian kontrol acak menunjukkan bahwa pemberian terapi sisplatin yang bersamaan dengan radioterapi setelah operasi yang memiliki invasi pada Penelitian kontrol acak menunjukkan bahwa pemberian terapi sisplatin yang bersamaan dengan radioterapi setelah operasi yang memiliki invasi pada

   Manajemen Karsinoma Invasif Stadium Lanjut

  Ukuran tumor primer penting sebagai faktor prognostik dan harus dievaluasi dengan cermat untuk memilih terapi optimal. Angka harapan hidup dan kontrol terhadap rekurensi lokal lebih baik apabila didapatkan infiltrasi satu parametrium dibandingkan kedua parametrium. Pengobatan terpilih adalah radioterapi lengkap, dilanjutkan penyinaran intrakaviter. Terapi variasi yang diberikan biasanya beruapa pemberian kemoterapi seperti sisplatin, paclitaxel, 5- fluorourasil, docetaxel, dan gemcitabine.Pengobatan bersifat paliatif bila stadium mencapai staidum IVB dalam bentuk radiasi paliatif.

   Manajemen Nyeri Kanker

  Berdasarkan kekuatan obat anti nyeri kanker, dikenal 3 tingkatan obat, yaitu :

  1. Nyeri ringan (VAS 1-4) : obat yang dianjurkan antara lain Asetaminofen, OAINS (Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid)

  2. Nyeri sedang (VAS 5-6) : obat kelompok pertama ditambah kelompok opioid ringan seperti kodein dan tramadol

  3. Nyeri berat (VAS 7-10) : obat yang dianjurkan adalah kelompok opioid kuat seperti morfin dan fentanil

  (sumber : Sjaifoellah Noer. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid

2. Jakarta : FKUI)

   Operasi

  Operasi bertujuan untuk mengambil atau merusak kanker. Bisa

  menggunakan bedah mikrografik atau laser. Tujuan utamanya untuk mengangkat keseluruhan tumor kanker. Pembedahan mikrografik dilaksanakan dengan bedah kimia dimana prosedur pembedahannya mengharuskan pengangkatan tumor lapis demi lapis.

  Kanker serviks dapat diobati dengan pembedahan.

   Konisasi (cone biopsy): pembuatan sayatan berbentuk kerucut pada serviks

  dan kanal serviks untuk diteliti oleh ahli patologi. Digunakan untuk diagnosa ataupun pengobatan pra-kanker serviks

   Cryosurgery: yaitu pengobatan dengan cara membekukan dan

  menghancurkan jaringan abnormal (biasanya untuk stadium pra-kanker serviks)  Bedah laser: untuk memotong jaringan atau permukaan lesi pada kanker

  serviks  Loop electrosurgical excision procedure (LEEP): menggunakan arus listrik

  yang dilewati pada kawat tipis untuk memotong jaringan abnormal kanker serviks

   Histerektomi adalah suatu tindakan pembedahan yang bertujuan untuk

  mengangkat uterus dan serviks (total) ataupun salah satunya (subtotal). Biasanya dilakukan pada stadium klinik IA sampai IIA (klasifikasi FIGO). Umur pasien sebaiknya sebelum menopause, atau bila keadaan umum baik, dapat juga pada pasien yang berumur kurang dari 65 tahun. Pasien juga harus bebas dari penyakit umum (resiko tinggi) seperti: penyakit jantung, ginjal dan hepar. Ada 2 histerektomi :

  Total Histerektomi: pengangkatan seluruh rahim dan serviks Radikal Histerektomi: pengangkatan seluruh rahim dan serviks, indung telur,

  tuba falopi maupun kelenjar getah bening di dekatnya. Stadium pra kanker ataupun kanker serviks yang kurang invasif (stadium IA) biasanya diobati dengan histerektomi. Bila pasien masih ingin memiliki anak, metode LEEP atau cone biopsy dapat menjadi pilihan.

  Untuk stadium kanker serviks awal IB dan IIA:

   Ukuran tumor lebih kecil dari 4cm: radikal histerektomi ataupun radioterapi

  dengantanpa kemoterapi.  Ukuran tumor lebih besar dari 4cm: radioterapi dan kemoterapi berbasis

  cisplatin, histerektomi, ataupun kemo berbasis cisplatin yang dilanjutkan dengan histerektomi

  Biasanya, histerektomi dilakukan dengan suatu insisi (memotong melalui dinding abdomen) abdominal histerektomi atau lewat vagina (vaginalis histerektomi). Perawatan di Rumah Sakit biasanya lebih lama abdominal histerektomi daripada vaginal histerektomi (4-6 hari rata-rata) dan biaya juga lebih banyak. Prosedur ini lebih memakan waktu (sekitar 2 jam, kecuali uterus tersebut berukuran lebih besar pada vaginal histerektomi ) justru lebih lama. Perlu diingat aturan utama sebelum dilakukan tipe histerektomi, wanita harus melalui beberapa test untuk memilih prosedur optimal yang akan digunakan : Pemeriksaan panggul lengkap (Antropometri) termasuk mengevaluasi uterus di ovarium, Pap smear terbaru, USG panggul, tergantung pada temuan diatas.

  Beberapa hari setelah menjalani histerektomi, penderita bisa mengalami nyeri di perut bagian bawah. Untuk mengatasinya bisa diberikan obat pereda nyeri.

  Penderita juga mungkin akan mengalami kesulitan dalam berkemih dan buang air besar. Untuk membantu pembuangan air kemih bisa dipasang kateter. Beberapa saat setealh pembedahan, aktivitas penderita harus dibatasi agar penyembuhan berjalan lancar. Aktivitas normal (termasuk hubungan seksual) biasanya bisa kembali dilakukan dalam waktu 4-8 minggu. Setelah menjalani histerektomi, penderita tidak akan mengalami menstruasi lagi. Histerektomi biasanya tidak mempengaruhi gairah seksual dan kemampuan untuk melakukan hubungan seksual. Tetapi banyak penderita yang mengalami gangguan emosional setelah histerektomi. Pandangan penderita terhadap seksualitasnya bisa berubah dan penderita merasakan kehilangan karena dia tidak dapat hamil lagi.

   Kemoterapi

  Memberikan obat antikanker untuk membunuh sel-sel kanker. Bisa berupa obat yang diminum, dimasukkan bersama cairan intravena, atau injeksi. Contoh obat yang diberikan dalam kemoterapi, misalnya sitostatika. Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan pemberian obat melalui infus, tablet, atau intramuskuler. (Prayetni, 1997). Obat kemoterapi digunakan utamanya untuk membunuh sel kanker dan menghambat perkembangannya. Tujuan pengobatan kemoterapi tegantung pada jenis kanker dan fasenya saat didiagnosis. Beberapa kanker mempunyai penyembuhan yang dapat diperkirakan atau dapat sembuh dengan pengobatan kemoterapi. Dalam hal lain, pengobatan mungkin hanya diberikan untuk mencegah kanker yang kambuh, ini disebut pengobatan adjuvant. Dalam beberapa kasus, kemoterapi diberikan untuk mengontrol penyakit dalam periode waktu yang lama walaupun tidak mungkin sembuh. Jika kanker menyebar luas dan dalam fase akhir, kemoterapi digunakan sebagai paliatif untuk memberikan kualitas hidup yang lebih baik. Kemoterapi kombinasi telah digunakan untuk penyakit metastase karena terapi dengan agen-agen dosis tunggal belum memberikan keuntungan yang memuaskan. (Gale Charette, 2000). Contoh obat yang digunakan pada kasus kanker serviks antara lain CAP (Cyclophopamide Adremycin Platamin), PVB (Platamin Veble Bleomycin) dan lain - lain (Prayetni, 1997). Cara pemberian kemoterapi:

  1. Ditelan

  2. Disuntikkan

  3. Diinfus Obat kemoterapi yang paling sering digunakan sebagai terapi awal bersama terapi radiasi pada stage IIA, IIB, IIIA, IIIB, and IVA adalah : Cisplatin ., Fluorouracil

  (5-FU) . Sedangkan Obat kemoterapi yang paling sering digunakan untuk kanker serviks stage IVB recurrent adalah : Mitomycin . Paclitaxel , Ifosfamide . Topotecan telah disetujui untuk digunakan bersama dengan cisplastin untuk kanker serviks stage lanjut, dapat digunakan ketika operasi radiasi tidak dapat dilakukan atau tidak menampakkan hasil; kanker serviks yang timbul kembali menyebar ke organ lain.

  Kemoterapi dapat digunakan sebagai :

  1. Terapi utama pada kanker stadium lanjut

  2. Terapi adjuvanttambahan – setelah pembedahan untuk meningkatkan hasil pembedahan dengan menghancurkan sel kanker yang mungkin tertinggal dan mengurangi resiko kekambuhan kanker.

  3. Terapi neoadjuvan – sebelum pembedahan untuk mengurangi ukuran tumor

  4. Untuk mengurangi gejala terkait kanker yang menyebabkan ketidaknyamanan dan memperbaiki kehidupan pasien (stadium lanjut kanker yang kambuh)

  5. Memperpanjang masa hidup pasien (stadium lanjut kanker yang kambuh) Efek samping dari kemoterapi adalah :

  Lemas Timbulnya mendadak atau perlahan dan tidak langsung menghilang saat

  beristirahat, kadang berlangsung terus sampai akhir pengobatan.

  Mual dan muntah Mual dan muntah berlangsung singkat atau lama. Dapat diberikan obat anti mual

  sebelum, selama, dan sesudah pengobatan.

  Gangguan pencernaan Beberapa obat kemoterapi dapat menyebabkan diare, bahkan ada yang diare

  sampai dehidrasi berat dan harus dirawat. Kadang sampai terjadi sembelit. Bila terjadi diare : kurangi makan-makanan yang mengandung serat, buah dan sayur. Harus minum air yang hilang untuk mengatasi kehilangan cairan. Bila susah BAB : makan-makanan yang berserat, dan jika memungkinkan olahraga.

  Sariawan Rambut rontok

  Kerontokan rambut bersifat sementara, biasanya terjadi dua atau tiga minggu setelah kemoterapi dimulai. Dapat juga menyebabkan rambut patah didekat kulit kepala. Dapat terjadi seminggu setelah kemoterapi.

  Otot dan saraf Beberapa obat kemoterapi menyebabkan kesemutan dan mati rasa pada jari

  tangan dan kaki. Serta kelemahan pada otot kaki.

  Efek pada darah Beberapa jenis obat kemoterapi ada yang berpengaruh pada kerja sumsum

  tulang yang merupakan pabrik pembuat sel darah merah, sehingga jumlah sel tulang yang merupakan pabrik pembuat sel darah merah, sehingga jumlah sel

  Mudah terkena infeksi Hal ini disebabkan oleh penurunan leukosit, karena leukosit adalah sel darah

  yang memberikan perlindungan infeksi. Ada juga beberapa obat kemoterapi yang menyebabkan peningkatkan leukosit.

  Perdarahan Keping darah (trombosit) berperan pada proses pembekuan darah, apabila

  jumlah trombosit rendah dapat menyebabkan pendarahan, ruam, dan bercak merah pada kulit.

  Anemia Anemia adalah penurunan sel darah merah yang ditandai dengan penurunan Hb

  (Hemoglobin). Karena Hb letaknya didalam sel darah merah. Penurunan sel darah merah dapat menyebabkan lemah, mudah lelah, tampak pucat.

  Kulit menjadi kering dan berubah warna Lebih sensitive terhadap sinar matahari.

  Kuku tumbuh lebih lambat dan terdapat garis putih melintang.

   Elektrokoagulasi

  Membakar sel-sel kanker dengan aliran listrik yang telah diatur voltasenya  Radiasi

  Terapi ini menggunakan sinar ionisasi (sinar X) untuk merusak sel-sel

  kanker. Terapi radiasi bertujuan untuk merusak sel tumor pada serviks serta mematikan parametrial dan nodus limpa pada pelvik. Kanker serviks stadium

  II B, III, IV diobati dengan radiasi. Metoda radioterapi disesuaikan dengan tujuannya yaitu tujuan pengobatan kuratif atau paliatif. Pengobatan kuratif ialah mematikan sel kanker serta sel yang telah menjalar ke sekitarnya dan atau bermetastasis ke kelenjar getah bening panggul, dengan tetap mempertahankan sebanyak mungkin kebutuhan jaringan sehat di sekitar seperti rektum, vesika urinaria, usus halus, ureter. Radioterapi dengan dosis kuratif hanya akan diberikan pada stadium I sampai III B. Bila sel kanker sudah keluar rongga panggul, maka radioterapi hanya bersifat paliatif yang diberikan secara selektif pada stadium IV A. Selama menjalani radioterap, penderita mudah mengalami kelelahan yang luar biasa, terutama seminggu sesudahnya. Istirahat yang cukup merupakan hal yang penting, tetapi dokter biasanya menganjurkan agar penderita sebisa mungkin tetap aktif. Pada radiasi eksternal, II B, III, IV diobati dengan radiasi. Metoda radioterapi disesuaikan dengan tujuannya yaitu tujuan pengobatan kuratif atau paliatif. Pengobatan kuratif ialah mematikan sel kanker serta sel yang telah menjalar ke sekitarnya dan atau bermetastasis ke kelenjar getah bening panggul, dengan tetap mempertahankan sebanyak mungkin kebutuhan jaringan sehat di sekitar seperti rektum, vesika urinaria, usus halus, ureter. Radioterapi dengan dosis kuratif hanya akan diberikan pada stadium I sampai III B. Bila sel kanker sudah keluar rongga panggul, maka radioterapi hanya bersifat paliatif yang diberikan secara selektif pada stadium IV A. Selama menjalani radioterap, penderita mudah mengalami kelelahan yang luar biasa, terutama seminggu sesudahnya. Istirahat yang cukup merupakan hal yang penting, tetapi dokter biasanya menganjurkan agar penderita sebisa mungkin tetap aktif. Pada radiasi eksternal,

11. KOMPLIKASI

   Pendarahan  Kematian janin  Infertil  Obstruksi ureter  Hidronefrosis  Gagal ginjal  Pembentukan fistula  Anemia  Infeksi sistemik  Trombositopenia

12. PENCEGAHAN

  Kanker stadium dini (karsinoma in situ) sangat susah dideteksi karena belum menimbulkan gejala yang khas dan spesifik. Kematian pada kasus kanker serviks terjadi karena sebagian besar penderita yang berobat sudah berada dalam stadium lanjut. Atas dasar itulah, di beberapa negara pemeriksaan sitologi vagina merupakan pemeriksaan rutin yang dilakukan kepada para ibu hamil, yang dilanjutkan dengan pemeriksaan biopsi bila ditemukan hasil yang mencurigakan.

  Dengan ditemukannya kanker ini pada stadium dini, kemungkinan janin dapat dipertahankan dan penyakit ini dapat disembuhkan bisa mencapai hampir 100. Malahan sebenarnya kanker serviks ini sangat bisa dicegah. Menurut ahli obgyn dari New York University Medical Centre , dr. Steven R. Goldstein, kuncinya

  adalah deteksi dini.

  Kini, cara terbaik yang bisa dilakukan untuk mencegah kanker ini adalah bentuk skrining yang dinamakan Pap Smear, dan skrining ini sangat efektif. Pap smear adalah suatu pemeriksaan sitologi yang diperkenalkan oleh Dr. GN

  Papanicolaou pada tahun 1943 untuk mengetahui adanya keganasan (kanker) dengan mikroskop. Pemeriksaan ini mudah dikerjakan, cepat dan tidak sakit. Masalahnya, banyak wanita yang tidak mau menjalani pemeriksaan ini, dan kanker serviks ini biasanya justru timbul pada wanita-wanita yang tidak pernah memeriksakan diri atau tidak mau melakukan pemeriksaan ini. 50 kasus baru kanker serviks terjadi pada wanita yang sebelumnya tidak pernah melakukan pemeriksaan pap smear. Padahal jika para wanita mau melakukan pemeriksaan ini, maka penyakit ini suatu hari bisa saja diatasi.

  Ada beberapa protokol skrining yang bisa ditetapkan bersama - sama sebagai salah satu upaya deteksi dini terhadap perkembangan kanker serviks, beberapa di antaranya :

1. Skrining awal

  Skrining dilakukan sejak seorang wanita telah melakukan hubungan seksual ( vaginal intercourse) selama kurang lebih tiga tahun dan umurnya tidak kurang dari 21 tahun saat pemeriksaan. Hal ini didasarkan pada karsinoma serviks berasal lebih banyak dari lesi prekursornya yang berhubungan dengan infeksi HPV onkogenik dari hubungan seksual yang akan berkembang lesinya setelah 3-

  5 tahun setelah paparan pertama dan biasanya sangat jarang pada wanita di bawah usia 19 tahun.

2. Pemeriksaan DNA HPV

  Penelitian dalam skala besar mendapatkan bahwa Pap’s smear negatif disertai DNA HPV yang negatif mengindikasikan tidak akan ada CIN 3 sebanyak hampir 100. Kombinasi pemeriksaan ini dianjurkan untuk wanita dengan umur diatas

  30 tahun karena prevalensi infeksi HPV menurun sejalan dengan waktu. Infeksi HPV pada usia 29 tahun atau lebih dengan ASCUS hanya 31,2 sementara infeksi ini meningkat sampai 65 pada usia 28 tahun atau lebih muda. Walaupun infeksi ini sangat sering pada wanita muda yang aktif secara seksual tetapi nantinya akan mereda seiring dengan waktu. Sehingga, deteksi DNA HPV yang positif yang ditenukan kemudian lebih dianggap sebagai HPV yang persisten. Apabila ini dialami pada wanita dengan usia yang lebih tua maka akan terjadi peningkatan risiko kanker serviks.

3. Skrining dengan Thinrep liquid-base method

  Disarankan untuk wanita di bawah 30 tahun yang berisiko dan dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan setiap 1 - 3 tahun.

  4. Skrining dihentikan bila usia mencapai 70 tahun atau telah dilakukan 3

  kali pemeriksaan berturut-turut dengan hasil negatif.

13. PROGNOSIS

  Karsinoma serviks yang tidak diobati atau tidak memberikan respon terhadap pengobatan, 95 mengalami kematian dalam 2 tahun setelah timbul gejala. Pasien yang menjalani histerektomi dan memiliki risiko tinggi terjadinya rekurensi harus terus diawasi karena lewat deteksi dini, perkembangan kanker seviks dapat diobati dengan radioterapi.

  Ada beberapa faktor yang menentukan prognosis dalam angka kejadian kanker serviks, antara lain :  Usia penderita  Keadaan umum  Tingkat klinis keganasan  Ciri - ciri histologik sel kanker  Kemampuan tim kesehatan untuk menangani  Sarana pengobatan yang tersedia

  (sumber : Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1)

  Stadiu

  Penyebaran kanker

  Harapan Hidup 5 Tahun

  m

  serviks

  0 Karsinoma insitu

  I Terbatas pada uterus

  II Menyerang luar uterus tetapi

  meluas ke dinding pelvis

  III

  Meluas ke dinding pelvis dan

  atau sepertiga bawah vagina atau hidronefrosis

  IV Menyerang mukosa kandung

  kemih atau rektum atau meluas keluar pelvis sebenarnya

  (sumber : Patofisiologi Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit, Edisi 6, Volume 2)

A. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN

  a. Identitas pasien

  b. Riwayat keluarga

  c. Status kesehatan  Status kesehatan saat ini

   Status kesehatan masa lalu

   Riwayat penyakit keluarga

  d. Pola fungsi kesehatan Gordon

  1. Pemeliharaan dan persepsi kesehatan. Kanker serviks dapat diakibatkan oleh higiene yang kurang baik pada daerah

  kewanitaan. Kebiasaan menggunakan bahan pembersih vagina yang mengandung zat – zat kimia juga dapat mempengaruhi terjadinya kanker serviks.

  2. Pola istirahat dan tidur. Pola istirahat dan tidur pasien dapat terganggu akibat dari nyeri akibat

  progresivitas dari kanker serviks ataupun karena gangguan pada saat kehamilan.gangguan pola tidur juga dapat terjadi akibat dari depresi yang dialami oleh ibu.

  3. Pola eliminasi Dapat terjadi inkontinensia urine akibat dari uterus yang menekan kandung

  kemih. Dapat pula terjadi disuria serta hematuria. Selain itu biisa juga terjadi inkontinensia alvi akibat dari peningkatan tekanan otot abdominal

  4. Pola nutrisi dan metabolik Asupan nutrisi pada Ibu hamil dengan kanker serviks harus lebih banyak jika

  dibandingkan dengan sebelum kehamilan. Dapat terjadi mual dan muntah pada awal kehamilan. Kaji jenis makanan yang biasa dimakan oleh Ibu serta pantau berat badan Ibu sesuai dengan umur kehamilan karena Ibu dengan kanker serviks juga biasanya mengalami penurunan nafsu makan. Kanker serviks pada Ibu yang sedang hamil juga dapat mengganggu dari perkembangan janin.

  5. Pola kognitif – perseptual Pada Ibu hamil dengan kanker serviks biasanya tidak terjadi gangguan pada

  pada panca indra meliputi penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan, pengecap.

  6. Pola persepsi dan konsep diri Pasien kadang merasa malu terhadap orang sekitar karena mempunyai penyakit

  kanker serviks, akibat dari persepsi yang salah dari masyarakat. Dimana salah satu etiologi dari kanker serviks adalah akibat dari sering berganti – ganti pasangan seksual.

  7. Pola aktivitas dan latihan. Kaji apakah penyakit serta kehamilan pasien mempengaruhi pola aktivitas dan

  latihan. Dengan skor kemampuan perawatan diri (0= mandiri, 1= alat bantu, 2= dibantu orang lain, 3= dibantu orang lain dan alat, 4= tergantung total).

  Ibu hamil wajar jika mengalami perasaan sedikit lemas akibat dari asupan nutrisi yang berkurang akibat dari harus berbagi dengan janin yang dikandungnya. Namun pada ibu hamil yang disertai dengan kanker serviks ibu akan merasa sangat lemah terutama pada bagian ekstremitas bawah dan tidak dapat melakukan aktivitasnya dengan baik akibat dari progresivitas kanker serviks sehingga harus beristirahat total.

  8. Pola seksualitas dan reproduksi Kaji apakah terdapat perubahan pola seksulitas dan reproduksi pasien selama

  pasien menderita penyakit ini. Pada pola seksualitas pasien akan terganggu akibat dari rasa nyeri yang selalu dirasakan pada saat melakukan hubungan seksual (dispareuni) serta adanya perdarahan setelah berhubungan. Serta keluar cairan encer (keputihan) yang berbau busuk dari vagina.

  9. Pola manajemen koping stress Kaji bagaimana pasien mengatasi masalah-masalahnya. Bagaimana manajemen

  koping pasien. Apakah pasien dapat menerima kondisinya setelah sakit. Ibu hamil dengan kanker serviks biasanya mengalami gangguan dalam manajemen koping stres yang diakibatkan dari cemas yang berlebihan terhadap risiko terjadinya kematian janin serta keselamatan dirinya sendiri.

  10. Pola peran - hubungan Bagaimana pola peran hubungan pasien dengan keluarga atau lingkungan

  sekitarnya. Apakah penyakit ini dapat mempengaruhi pola peran dan hubungannya. Ibu hamil dengan kanker serviks harus mendapatkan dukungan dari suami serta orang – orang terdekatnya karena itu akan mempengaruhi kondisi kesehatan Ibu serta janin yang dikandungnya. Biasanya koping keluarga akan melemah ketika dalam anggota keluarganya ada yang menderita penyakit kanker serviks.

  11. Pola keyakinan dan nilai Kaji apakah penyakit pasien mempengaruhi pola keyakinan dan nilai yang

  diyakini.

  a. Analisis data

  1. Data subyektif :

   Pasien mengatakan merasa sakit ketika senggama dan terjadi perdarahan setelah

  senggama yang kemudian berlanjut menjadi perdarahan yang abnormal  Pasien mengatakan merasa lemah pada ekstremitas bawah