Isolasi Alginat dari Rumput Laut Coklat (Sargassum plagyophyllum (Mertens) J.G. Agardh). dan Pemanfaatannya untuk Meningkatkan stabilitas Fisik Sediaan Losion

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan
Uraian tumbuhan meliputi habitat dan sebaran tumbuhan, morfologi
tumbuhan, sistematika tumbuhan, nama daerah, perkembangbiakan tumbuhan,
kandungan kimia tumbuhan.
2.1.1 Habitat dan sebaran tumbuhan
Daerah sebaran beberapa jenis alga di Indonesia sangat luas, baik yang
tumbuh secara alami maupun yang dibudidayakan. Wilayah sebaran alga yang
tumbuh alami terdapat hampir diseluruh perairan dangkal laut Indonesia
(Anggadiredja, dkk., 2011).
Habitat dan sebaran Sargassum sp. di Indonesia pada umumnya tumbuh di
perairan yang terlindung maupun yang berombak besar pada habitat batu (Indriani
dan Sumiarsih, 2001). Pengaruh alam yang banyak menentukan sebarannya
adalah jenis substrat, cahaya matahari, kadar garam (salinitas), ombak arus dan
pasang surut. Substrat dasar tempat melekat biasanya berupa karang, batu,
lumpur, pasir, kerang, atau kayu. Penyebaran jenis Sargassum plagyophyllum
(Mertens) J.G. Agardh banyak tumbuh pada substrat batu di daerah rataan
terumbu karang khususnya di perairan Propinsi Sumatera Utara (Atmadja, dkk.,
1996).

2.1.2 Morfologi tumbuhan
Alga tidak memperlihatkan adanya perbedaan antara akar, “batang” dan
“daun”, bentuk tersebut sebenarnya hanya talus saja (Aslan, 1998).
Sargassum

plagyophyllum

(Mertens)

J.G.

Agardh

mempunyai

percabangan utama bagian bawah gepeng tetapi agak membulat pada bagian atas.
31
Universitas Sumatera Utara

Batang utama agak silindris, pendek sekitar 1,5 cm. Tinggi rumpun dapat

mencapai 60 cm, “daun” oval sampai lonjong, panjang sekitar 4 cm, lebar 1,4 cm,
pinggir bergerigi, ujung runcing dan kebagian atas mengecil, bentuk holdfast
menggarpu (Atmadja, dkk., 1996).
2.1.3 Sistematika tumbuhan
Berdasarkan hasil identifikasi yang diteliti di Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia Pusat Penelitian Oseanografi Jakarta, taksonomi alga coklat
diklasifikasikan sebagai berikut:
Filum / Divisio

: Phaeophyta

Kelas / Class

: Phaeophyceae

Bangsa / Order

: Fucales

Suku / Family


: Sargassaceae

Marga / Genus

: Sargassum

Jenis / Species

: Sargassum plagyophyllum (Mertens) J.G. Agardh

2.1.4 Nama daerah
Nama daerah Sargassum plagyophyllum (Mertens) J.G Agardh di daerah
Pantai Poncan Kota Sibolga Kabupaten Tapanuli Tengah Propinsi Sumatera
Utara, dikenal dengan nama Jariango.
2.1.5 Perkembangbiakan tumbuhan
Perkembangbiakan alga coklat dapat terjadi melalui dua cara, yaitu secara
vegetatif dengan talus dan secara generatif dengan spora. Pebanyakan secara
vegetatif dikembangbiakan dengan cara stek, yaitu potongan talus yang kemudian
tumbuh menjadi tanaman baru. Sementara perbanyakan secara generatif

dikembangbiakan melalui spora, baik alamiah maupun melalui budidaya.
Pertemuan dua gamet membentuk zygot yang selanjutnya berkembang menjadi
sporofit.
32
Universitas Sumatera Utara

Individu baru inilah yang mengeluarkan spora dan berkembang melalui
pembelahan dalam sporogenesis menjadi gametofit (Anggadiredja, dkk., 2011).
Faktor biologi utama yang menjadi pembatas produktivitas alga yaitu
faktor persaingan dan pemangsa dari hewan herbivora. Selain itu, dapat juga
dihambat oleh faktor morbiditas dan mortalitas alga itu sendiri. Morbiditas
disebabkan oleh penyakit dari infeksi mikroorganisme, tekanan lingkungan
perairan (fisika dan kimia perairan) yang buruk, serta tumbuhnya tanaman
penempel (parasit). Sementara, mortalitas dapat disebabkan oleh pemangsaan
hewan-hewan herbivora (Aslan, 1998).
2.1.6 Kandungan kimia tumbuhan
Sargassum plagyophyllum (Mertens) J.G. Agardh merupakan jenis alga
coklat yang menghasilkan metabolit primer senyawa hidrokoloid yang disebut
alginat (Rachmat, 2012). Jenis alga yang termasuk kelas Phaeophyceae (alga
coklat) memiliki kandungan protein, sedikit lemak, pigmen klorofil a dan c, beta

karoten, violasantin dan fukosantin serta mineral, seperti kalium, kalsium, fosfor,
natrium, zat besi, dan iodium. Fukosantin merupakan pigmen yang dominan
menutupi pigmen lainnya dan menyebabkan warna coklat pada alga coklat serta
mempunyai persediaan makanan (hasil fotosintesis) berupa laminaran (Dawes,
1981; Yulianto, 2007).

2.2 Alginat
Alginat merupakan hidrokoloid yang diekstraksi dari Phaeophyceae (alga
coklat), terutama jenis Sargassum plagyophyllum (Mertens) J.G. Agardh
(Anggaredja, dkk., 2011). Alginat juga merupakan kelompok polisakarida yang
tebentuk dalam dinding sel alga coklat dengan kadar mencapai 40% dari total

33
Universitas Sumatera Utara

berat kering. Alginat tersusun atas asam guluronat dan manuronat, dengan ikatan
1,4 β-D-asam manuronat dan α-L-guluronat (Rasyid, 2003).
Alginat pertama kali ditemukan oleh Stanford pada awal tahun 1880-an,
ketika diisolasinya alginat ini tidak berhasil diperoleh dalam keadaan murni.
Peneliti selanjutnya yaitu Krefting mengisolasi alginat dalam keadaan murni, dia

menganggap algint memiliki bahan baru yang disebut tangsaure ataupun asam
alginat. Alginat di dalam perdagangan ditemukan sebagai campuran garam
natrium, kalium, kalsium dan magnesium (Chapman dan Chapman, 1980;
Rachmat, 2012). Struktur asam alginat dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut:

Gambar 2.1 Struktur asam alginat
Keterangan: M = β-D asam manuronat
G = α-L asam guluronat
2.2.1 Natrium alginat
Natrium alginat merupakan produk permunian karbohidrat

yang

diekstraksi dari alga coklat (Phaeophyceae) dengan menggunakan basa lemah
(Zailanie, 2001). Natrium alginat adalah bubuk berwarna krem sampai putih, larut
dalam air dengan membentuk larutan koloid, kental, tidak larut dalam alkohol,
kloroform, eter dan larutan asam jika pH dibawah 3, menurut Ekstra Farmakope
Indonesia (1974) kadar natrium alginat yaitu >18% dari total berat kering. Asam
alginat tidak larut dalam air, karena itu yang digunakan dalam industri adalah
dalam bentuk garam natrium natrium (Belitz dan Grosch, 1987).


34
Universitas Sumatera Utara

2.2.2 Sumber Alginat
Umumnya alginat terdapat dalam semua jenis alga yang tergolong dalam
kelas Phaeophyceae dengan kadar yang berbeda-beda. Secara komersial sebagian
besar alginat diproduksi hanya dari jenis Macrocystis pyrifera, Laminaria
byperborea, Eisenia bycyclis (Rasyid, 2003). Jumlah polisakarida yang terdapat
pada masing-masing alga coklat berbeda-beda tergantung dari spesies, tempat
tumbuh, dan iklim, yaitu 15-40% terhadap berat kering (Winarno, 1990).
2.2.3 Penggunaan Alginat
1. Bidang farmasi dan kosmetika
Dalam bidang farmasi alginat digunakan sebagai suspending agent
(stabilisasi untuk emulsi dan suspensi) misalnya dalam sediaan antasida untuk
pengobatan lambung, bahan pengental, pengikat, sebagai bahan penghancur pada
sediaan tablet dan alginat juga dapat digunakan sebagai gel untuk sediaan obat
luar.
Pada industri kosmetik alginat digunakna sebagai pelembut, bahan
penghidrasi dan kemampuannya untuk membentuk bahan yang dapat menyebar

dengan baik pada kulit. Natrium alginat digunakan dalam industri kosmetik
misalnya pada pembuatan shampoo cair karena dapat meningkatkan viskositas
dan pensuspensi bahan padat sehingga digunakan sebagai koloid pelindung.
2. Bidang industri makanan
Alginat dikenal tidak memiliki toksisitas jangka pendek dan jangka
panjang dan tidak menyebabkan alergi sehingga digunakan sebagai zat tambahan
makanan. Pada industri makanan digunakan sebagai bahan pembentuk gel,
pengental, bahan pengemulsi, dan bahan penahan air dalam industri hasil olahan
susu, roti, kue, dan makanan lain (Brunetton, 1995; Yulianto, 2007).

35
Universitas Sumatera Utara

2.3 Viskositas
Viskositas adalah sifat dari cairan yang lebih bertahan untuk mengalir
(Martin, dkk., 1993). Viskositas dapat dianggap sebagai suatu sifat yang relatif
yang relatif dengan air sebagai bahan rujukan dan semua viskositas dinyatakan
dalam istilah-istilah viskositas air murni pada suhu 20oC. Viskositas air yaitu
1,0050 centipoise disingkat dengan cps. Makin kental suatu cairan, makin besar
kekuatan yang diperlukan agar cairan tersebut mengalir dengan laju tertentu

(Lachman, dkk., 1989; Yulianti, 2007).
Faktor-faktor yang memperngaruhi viskositas larutan adalah sebagai
berikut:
1. Tingkat

polimerisasi,

bertambahnya

tingkat

polimerisasi

akan

meningkatkan viskositas.
2. Konsentrasi larutan, bertambahnya konsentrasi larutan akan meningkatkan
viskositas.
3. Temperatur, viskositas akan turun dengan naiknya suhu.
4. Tekanan, viskositas cairan akan naik dengan naiknya tekanan.


2.4 Spektrofotometri Inframerah
Alat yang dapat menentukan spektrum serapan suatu senyawa disebut
spektrofotometer inframerah. Spektrofotometer menentukan kekuatan dan
kedudukan

relatif

dari

semua

serapan

dalam

daerah

inframerah


dan

menggambarkannya pada kertas grafik yang sudah dikalibrasi (Supratman, 2010).
Pancaran

inframerah

pada

umumnya

mengacu

pada

bagian

spektrum

elektromagnet yang terletak diantara daerah tampak dan daerah gelombang mikro.
Spektrum inframerah suatu molekul adalah yang hasil transisi antara tingkat
energi getaran (vibrasi) yang berlainan. Inti-inti atom yang terikat oleh ikatan
36
Universitas Sumatera Utara

kovalen mengalami getaran (vibrasi) atau osilasi (oscillation). Bila molekul
menyerap inframerah, energi yang diserap menyebabkan kenaikan dalam
amplitudo getaran atom-atom yang terikat. Jadi molekul ini berada dalam keadaan
vibrasi tereksitasi (excited vibrational state), energi yang diserap ini akan dibuang
dalam bentuk panas bila molekul itu kembali lagi (Sastrohamidjojo, 1992).
Bilangan gelombang mutlak dari absorpsi oleh suatu tipe ikatan,
bergantung pada macam getaran dari ikatan tersebut. Oleh karena itu tipe ikatan
yang berlainan (C-H, C-C, C=O, C=C, O-H, dan sebagainya) menyerap radiasi
inframerah pada bilangan gelombang yang berlainan. Dengan demikian
spektrofotometri inframerah dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya
gugus fungsi dalam suatu molekul.
Spektrum inframerah suatu senyawa adalah grafik dari bilangan
gelombang yang secara berkesinambungan berubah sepanjang suatu daerah
sempit dari spektrum elektromagnetik, versus transmitan-persen atau pada
absorbans (A). Kebanyakan spektrum inframerah merekam bilangan gelombang
versus %T.
Bila suatu senyawa menyerap radiasi pada suatu panjang gelombang
tertentu, intensitas radiasi yang diteruskan oleh contoh berkurang. Ini
mengakibatkan suatu penurunan dalam %T dan terlihat pada spektrum sebagai
suatu umur (deep) yang disebut puncak absorbsi atau pita absoprsi. Bagian
spektrum dimana %T menunjukkan angka 100 (atau hampir 100) disebut garis
dasar (base line) yang direkam pada spektrum inframerah pada bagian atas
(Supratman, 2010).
2.4.1 Spektrofotometri inframerah fourier transform
Radiasi inframerah dapat dianalisis dengan spektroskopi FTIR yang
bagiannya terdiri dari cermin gerak, cermin statik, dan pembagi berkas radiasi.
37
Universitas Sumatera Utara

Radiasi yang berasal dari sumber radiasi inframerah dikolimasikan oleh sebuah
cermin cekung ke pembagi berkas radiasi, setengah berkas dilewatkan cermin
statik dan setengah berkas lainnya ke cermin gerak. Pergerakan cermin
memodulasi semua bilangan gelombang dalam berkas radiasi. Setelah terjadi
refleksi pada kedua cermin, kedua berkas tersebut bergabung kembali pada
pembagi berkas radiasi.
Meskipun cahaya masuk inkoheren, pemecahan menjadu dua berkas dan
penggabungannya kembali pada pembagi menjamin bahwa keduanya dapat
bergabung

seperti

koheren.

Sebagai

hasilnya,

kedua

berkas

bilangan

gelombangnya dapat berinteraksi dengan kadar yang berbeda. Berkas gabungan
lewat melalui sel sampel dan sampai ke detektor yang memberikan keuntungan
dibandingkan dengan metode dispersi. Tiap bilangan gelombang dimodulasi dan
dideteksi pada frekuensi yang berbeda, akan terjadi gangguan noise hanya pada
lebar pitanya yang sempit. Sebagai hasilnya betul-betul tidak ada radiasi baur
yang menyertai pengukuran fourier transform.
Bebasnya dari radiasi baur merupakan salah satu keuntungan spektroskopi
Inframerah Fourier Transform (FTIR). sinyal analisis yang dihasilkan pada FTIR
sangat kompleks dan memerlukan perubahan dengan transformasi Fourier dari
bidang kekuasaan waktu (time domain) ke bidang kekuasaan frekuensi
(frequencydomain) agar diperoleh spektrum inframerah biasa. Salah satu
keuntungan FTIR adalah perekaman spektrum inframerah yang sangat tepat,
sehingga memungkinkan merekam komponen senyawa yang dipisahkan pada
kromatografi gas (Satiadarma, dkk., 2004).

38
Universitas Sumatera Utara

2.5 Losion
2.5.1 Definisi losion
Losion merupakan salah satu bentuk emulsi, didefinisikan sebagai
campuran dari dua cairan yang tidak saling bercampur, yang distabilkan dengan
sistem emulsi dan jika ditempatkan pada suhu ruang, berbentuk cairan yang dapat
dituang (Rieger, 1994). Menurut Silva, et al, (2006), emulsifikasi merupakan
proses pendispersian suatu larutan ke dalam larutan yang tidak saling bercampur.
Emulsi berbentuk droplet dan ukurannya dipengaruhi oleh laju pengadukan
selama proses emulsifikasi.
Dua cairan yang tidak saling becampur cenderung membentuk tetesantetesan jika diaduk secara mekanis. Jika pengocokan dihentikan, tetesan akan
bergabung menjadi satu dengan cepat dan kedua cairan tersebut akan memisah.
Lamanya terjadi tetesan tersebut dapat ditingkatkan dengan menambahkan suatu
pengemulsi. Biasanya hanya ada satu fase yang bertahan dalam bentuk tetesan
untuk jangka waktu yang cukup lama. Fase ini disebut fase dalam (fase terdispersi
atau fase diskontinu) dan fase ini dikelilingi fase luar atau fase kontinu. Ada dua
bentuk emulsi dalam bahan dasar kosmetik, yaitu emulsi yang mempunyai fase
dalam minyak dan fase luar air, sehingga disebut emulsi minyak dalam air,
biasanya diberi tanda “m/a”, sebaliknya. Emulsi yang mempunyai fase dalam air
dan fase luar minyak disebut emulsi air dalam minyak dan dikenal sebagai “a/m”
(Rieger, 1994).
Pada emulsi kosmetik, dua fase secara terpisah dipanaskan pada suhu yang
sama, kemudian fase yang satu dituangkan ke fase lainnya dan dipanaskan pada
temperatur yang sama dengan pengadukan. Pengadukan terus dilakukan sampai
emulsi dapat didinginkan pada suhu kamar. Fase-fase tersebut dicampur pada
suhu 70-75oC karena pada temperatur ini, pencampuran fase cair dapat terjadi
39
Universitas Sumatera Utara

dengan baik. Temperatur dapat diturunkan beberapa derajat jika titik leleh fase
lemak cukup rendah (Idson dan Lazarus, 1994).
Waktu, variasi temperatur, dan proses pencampuran mempunyai pengaruh
yang kompleks pada proses emulsifikasi. Pengocokan dibutuhkan untuk
emulsifikasi sehingga terbentuk tetesan-tetesan. Pada pengocokan selanjutnya,
kemungkinan terjadi koalisi antara tetesan-tetesan menjadi semakin sering,
sehingga dapat terjadi penggabungan. Oleh karena itu, disarankan untuk
menghindari waktu pengocokan yang terlalu lama, pada waktu dan sesudah
pembentukan emulsi. Selama penyimpanan, ketidakstabilan emulsi dapat
dibuktikan oleh pembentukan krim, agregasi bolak-balik, atau agregasi yang tidak
dapat balik (Rieger, 1994).
Kestabilan emulsi berhubungan dengan viskositas. Semakin tinggi
viskositas suatu bahan, maka bahan tersebut akan semakin stabil karena
pergerakan partikel cenderung sulit (Schmitt, 1996).
Pada emulsi m/a, bulatan gumpalan emulsi menyebabkan peningkatan
viskositas secara tiba-tiba. Viskositas emulsi akan mengalami perubahan untuk
beberapa lama. Biasanya penurunan viskositas dengan waktu mencerminkan
peningkatan ukuran partkel karena penggumpalan dan menunjukkan shelf-life
yang buruk (Rieger, 1994).
2.5.2 Bahan penyusun sediaan losion
Losion merupakan campuran dari air, pelembut, humektan, bahan
pengental, pengawet, dan pewangi (Mitsui, 1997).
Asam stearat
Asam stearat (C17H35COOH) merupakan komponen fase lemak yang
berfungsi sebagai emulsifier untuk memperoleh konsistensi suatu produk. Dengan

40
Universitas Sumatera Utara

penambahan asam stearat, produk bersifat lunak dan menghasilkan kilauan yang
khas (Idson dan Lazarus, 1994).
Asam stearat mudah larut dalam kloroform, eter, etanol, dan tidak larut
dalam air (Departemen Kesehatan, 1993).
Setil alkohol
Setil alkohol (C16H33OH) merupakan komponen fase lemak yang
berfungsi sebagai emulsifier (Idson dan Lazarus, 1994).
Selain sebagai emulsifier, setil alkohol juga berfungsi sebagai bahan
pengental. Pada formulasi produk, umumnya konsentrasi yang digunakan berkisar
antara 1-3%. Semakin besar konsentrasi yang digunakan maka emulsi yang
terbentuk akan semakin tebal dan padat sehingga dapat terjadi granulasi
(Wilkinson dan Moore, 1982).
Setil alkohol merupakan butiran yang berwarna putih, berbau khas lemak,
melebur pada suhu 45-50oC, serta larut dalam etanol dan eter namun tidak larut
dalam air (Departemen Kesehatan, 1993).
Vaselin
Vaselin (C33H70) dapat digunakan dalam pembuatan krim atau losion yang
berfungsi untuk menghaluskan dan melembutkan kulit (emollient). Minyak ini
merupakan pelembut kulit yang sangat baik karena bersifat tidak aktif dan tidak
menembus kulit. Sunsmart (1996) menyatakan bahwa vaselin album sering
digunakan dalam formulasi kosmetika dan efek pemakaiannya dipertimbangkan
sebagai occlusive emollient. Selain itu, bahan ini dapat berfungsi sebagai
antioksidan dan pengemulsi. Vaselin memiliki warna dari transparan sampai
kekuningan dan merupakan campuran semi solid hidrokarbon, dapat terbakar, titik
leleh berkisar beberapa derajat dibawah 100oF (37oC), serta tidak larut dalam air,
larut dalam kloroform, benzene dan karbon disulfida (Anonim, 2007).
41
Universitas Sumatera Utara

Minyak mineral
Minyak mineral (CnH2n+2) merupakan carian yang tidak berwarna, jernih,
dan tidak berbau, serta tidak larut dalam alkohol atau air. Terdapat dua jenis
minyak mineral yang penting, yaitu paraffin cair (viskositas 110-220 mPa.s) dan
paraffin cair ringan (viskositas 25-80 mPa.s). Minyak-minyak mineral untuk
kosmetik merupakan fraksi bertitik didih tinggi yang diperoleh dari distribusi
minyak kasar yang dimurnikan dan dijernihkan dengan asam sulfat. Minyak ini
merupakan pelembut kulit yang baik karena bersifat tidak aktif dan tidak
menembus kulit. Oleh karena itu, minyak-minyak ini memiliki kompabilitas yang
sangat baik terhadap kulit (Schmitt, 1996).
Isopropil palmitat
Isopropil palmitat (C19H38O2) adalah ester dari isopropil alkohol dan asam
palmitat, mempunyai nama resmi 1-metil etil heksadekanoat. Pada suhu ruang,
isopropil palmitat merupakan cairan jernih tidak berwarna sampai berwarna
kekuningan, tidak berbau, dan bersifat kental. Viskositas yang terukur adalah
antara 5 sampai 10 mPa.s pada 25oC. Suhu didih dari isopropil palmitat adalah
160oC pada 266 Pa (2 mm Hg). Titik beku terukur antara 13-15oC dan umumnya
memadat pada suhu di bawah 16oC (Anonim, 2007).
Isopropil palmitat terdiri dari ester yang terbentuk dari isopropil alkohol
dan asam lemak jenuh dengan BM tinggi yakni 298,51. Bahan ini merupakan
cairan tidak bewarna, mudah dituang, berbau lemah, serta larut dalam aseton,
minyak jarak, kloroform, etanol 95% dan paraffin cair. Namun, isopropil palmitat
tidak larut dalam air, gliserin, dan propilen glikol (Departemen Kesehatan, 1993).
Aplikasi isopropil palmitat umumnya sebagai emollient dengan karakteristik
penyebaran yang baik. Secara luas produk ini digunakan dalam produk kosmetika,

42
Universitas Sumatera Utara

seperti sabun cair, krim, losion, produk perawatan wajah, produk perawatan
rambut, deodoran, pewarna bibir, dan bedak (Anonim, 2007).

Gliserin
Humektan terpenting dalam pembuatan losion adalah gliserin (C3H5(OH)3)
yang diperoleh dari proses saponifikasi trigliserida dan sorbitol. Sifat
melembabkan timbul dari gugus-gugus hidroksil yang dapat berikatan hidrogen
dengan air sehingga mencegah penguapan air. Komposisi gliserin yang digunakan
pada formulasi berkisar antara 3-10% (Mitsui, 1997). Penggunaan gliserin
berfungsi untuk mencegah losion menjadi kering dan mencegah pembentukan
kerak selama pengemasan dalam botol. Selain itu, gliserin juga berfungsi dalam
memperbaiki konsistensi dan mutu losion, yaitu mencegah terhapusnya losion jika
digunakan pada kulit sehingga memungkinkan losion dapat menyebar tanpa
digosok. Penambahan gliserin menyebabkan sediaan menjadi lebih pekat (Idson
dan Lazarus, 1994).
Trietanolamin
Trietanolamin (CH2OH(CH2)3N) atau TEA merupakan carian tidak
berwarna atau berwarna kuning pucat, jernih, tidak berbau atau hampir tidak
berbau, dan higroskopis. Cairan ini dapat dicampur dengan air dan etanol (95%)
namun sukar larut dalam eter (Departemen Kesehatan, 1993). TEA dapat
digunakan sebaga penyeimbang pH dalam sediaan kosmetika (Anonim, 2008).
Air
Air merupakan komponen yang paling besar persentasenya dalam
pembuatan losion. Air merupakan bahan pelarut dan bahan baku yang tidak
berbahaya, tetapi air mempunyai sifat korosi. Air yang digunakan untuk produk
kosmetik harus dimurnikan terlebih dahulu (Mitsui, 1997).
43
Universitas Sumatera Utara

Metil paraben
Metil paraben (C8H8O3) merupakan zat berwarna putih atau tidak
berwarna, berbentuk serbuk halus, tidak berbau, dan rasa sedikit membakar. Zat
ini dapat larut dalam etanol 95%, eter, dan air namun sukar larut dalam benzen
dan karbontetraklorida (Depkes RI., 1993).
Metil paraben sering digunakan dalam losion karena dapat mencegah
pertumbuhan bakteri dan jamur. Kelemahan dari metil paraben yaitu kurang
efektif terhadap bakteri gram negatif dibandingkan terhadap jamur dan ragi (Idson
dan Lazarus, 1994).
Pewangi
Pewangi yang biasa digunakan dalam formulasi losion adalah minyak
esensial (essential oil). Minyak esensial merupakan bahan yang sensitif terhadap
panas, sehingga harus ditambahkan pada temperatur yang rendah. Minyak ini
biasanya digunakan dalam jumlah yang kecil sehingga tidak menyebabkan irirasi
(Rieger, 2000).
Alginat
Alginat merupakan grup polisakarida alami yang diekstrak dari rumput
laut coklat (Phaeophyceae). Dalam dinding sel dan ruang intraselular rumput laut
coklat, alginat ditemukan sebagai campuran garam kalsium, kalium, dan natrium
dari asam alginat (Nussinovitch, 1997).
Kegunaan alginat didasarkan pada tiga bagian, yaitu (Mchugh, 2003):


Kemampuannya ketika dipisahkan dalam air untuk mengentalkan larutan



Kemampuannya untuk membentuk gel



Kemampuannya untuk membentuk lapisan dari natrium dan kalsium
alginat.

44
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Penggunaan Rumput Laut (Sargassum polycystum) Sebagai Bahan Pupuk Cair dan pengaruhnya terhadap N,P,K,Ca,Mg tanah Ultisol dan produksi Sawi (Brassica juncea L.) Organik

3 72 68

Isolasi dan Karakterisasi Natrium Alginat dari Alga Coklat Sargassum plagyophyllum (Mertens) J.G. Agardh Serta Pengaruh Penambahan Konsentrasi Pemutih Terhadap Viskositas

3 75 72

Isolasi Alginat dari Rumput Laut Coklat (Sargassum plagyophyllum (Mertens) J.G. Agardh). dan Pemanfaatannya untuk Meningkatkan stabilitas Fisik Sediaan Losion

5 14 87

Isolasi Asam Alginat dari Algae Coklat (Sargassum plagyophyllum Mertens J.G Agardh) dan Uji Afinitas terhadap Logam Seng

0 0 19

Isolasi Alginat dari Rumput Laut Coklat (Sargassum plagyophyllum (Mertens) J.G. Agardh). dan Pemanfaatannya untuk Meningkatkan stabilitas Fisik Sediaan Losion

0 0 15

Isolasi Alginat dari Rumput Laut Coklat (Sargassum plagyophyllum (Mertens) J.G. Agardh). dan Pemanfaatannya untuk Meningkatkan stabilitas Fisik Sediaan Losion

0 0 2

Isolasi Alginat dari Rumput Laut Coklat (Sargassum plagyophyllum (Mertens) J.G. Agardh). dan Pemanfaatannya untuk Meningkatkan stabilitas Fisik Sediaan Losion

0 0 5

Isolasi Alginat dari Rumput Laut Coklat (Sargassum plagyophyllum (Mertens) J.G. Agardh). dan Pemanfaatannya untuk Meningkatkan stabilitas Fisik Sediaan Losion

0 0 4

Isolasi Alginat dari Rumput Laut Coklat (Sargassum plagyophyllum (Mertens) J.G. Agardh). dan Pemanfaatannya untuk Meningkatkan stabilitas Fisik Sediaan Losion

0 0 17

Isolasi dan Karakterisasi Natrium Alginat dari Alga Coklat Sargassum plagyophyllum (Mertens) J.G. Agardh Serta Pengaruh Penambahan Konsentrasi Pemutih Terhadap Viskositas

0 0 14