Posisi Indonesia Dalam Penerapan Asean Political-Security Community (Studi Analisis Realisme dalam Hubungan Internasional)

BAB II
DESKRIPSI INDONESIA DALAM PENERAPAN ASEAN POLITICALSECURITY COMMUNITY

2.1.

Kondisi Keamanan Non Tradisional
Cetak biru APSC mengatur kondisi-kondisi yang termasuk dalam kategori

keamanan

non

tradisional

dan

juga

langkah-langkah

pencegahan


dan

penanganannya. Berikut adalah kondisi yang termasuk dalam kategori keamanan
non tradisional menurut poin-poin dalam bagian B.3 cetak biru APSC yang terjadi
di Indonesia :
2.1.1. Terorisme
Sejak serangan terorisme meruntuhkan gedung kembar World Trade
Center (WTC) di New York dan sebagian gedung Pentagon di Washington, DC.
tanggal 11 September 2001 isu terorisme global menjadi perhatian semua aktor
politik dunia baik negara maupun non negara. 57 Mulai saat itu, Amerika Serikat
melakukan kampanye besar-besaran dalam melawan terorisme. Pada kampanye
anti teroris, beberapa negara, termasuk negara-negara ASEAN, secara langsung
bertanggung jawab dalam penangkapan teroris dengan menggolongkan dan
menerapkan tindakan keamanan internal pada setiap negara masing-masing. 58
Negara-negara di kawasan ASEAN sendiri tidak lepas dari aksi terorisme.
Keberadaan jaringan teroris Al-Qaeda di kawasan Asia Tenggara dituding
57

Aleksius Jemadu, Politik Global dalam Teori dan Praktik edisi 2 (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2014) hal.125

Teroris Di Indonesia Dan Usaha-Usaha Yang Diambil Untuk Mengalahkan Masalah (Jakarta, 20
September 2003) diunduh dari http://www.interpol.go.id/id/kejahatan-transnasional/terrorisme/69-teroris-diindonesia-dan-usaha-usaha-yang-diambil-untuk-mengalahkan-masalah?format=pdf diakses pada 10 Maret
2016 pukul 10.19 WIB
58

31

Universitas Sumatera Utara

menjadi bangkitnya gerakan Islam Radikal di kawasan ini menjadi kelompok
teroris yang melakukan operasi di Filipina, Thailand, Singapura, Malaysia dan
Indonesia. Adapun kelompok-kelompok Islam radikal yang telah berkembang
menjadi kelompok teroris adalah Moro Islamic Liberation Front (MILF), dan Abu
Sayyaf Group (ASG) di Filipina; Laskar Jundullah di Indonesia; Kumpulan
Mujahidin Malaysia (KMM) di Malaysia; Jemmah Salafiyah di Thailand; Arakan
Rohingya

Nationalist

Organization


(ARNO)

dan

Rohingya

Solidarity

Organization (RSO) di Myanmar dan Bangladesh; dan Jemaah Islamiyah (JI),
merupakan salah satu jaringan yang berkembang sampai ke Australia. 59
Kemunculan kelompok-kelompok ini sendiri tidak hanya dapat dilihat dari
ajaran Islam radikal yang dibawakan oleh Al-Qaeda. Kelompok-kelompok ini
sendiri memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kelompok teroris di Filipina
dan Thailand misalnya, selain sebagai gerakan yang muncul karena ajaran agama,
kelompok ini hadir sebagai wujud gerakan separatis. Gerakan separatis ini
menuntut wilayah yang didudukinya untuk dilepas dan dijadikan negara sendiri
karena merasa tidak diperdulikan oleh pemerintah nasional yang sedang berkuasa.
Akibat kepentingan yang dimiliki oleh jaringan teroris Al-Qaeda yang melakukan
perang terhadap pasukan Unisovyet maka jaringan teroris Al-Qaeda memberikan

pelatihan dan bantuan dana untuk membantu kelompok-kelompok Islam radikal
yang berada di Asia Tenggara dalam mencapai tujuan dan motivasi kelompok-

59

Vasperton Sinambela. 2015. Kepentingan Indonesia Dalam Konvensi Asean Tentang Pemberantasan
Terorisme (Asean Convention On Counter Terrorism). hal. 55 diunduh dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/ 123456789/45463/3/Chapter%20II.pdf diakses pada 21 Juni 2016 pukul
11.53 WIB.

32

Universitas Sumatera Utara

kelompok radikal tersebut di masing-masing negara. Dibalik pelatihan dan
bantuan yang diberikan oleh jaringan teroris Al-Qaeda ada kepentingan jaringan
Al-Qaeda di dalamnya yaitu mendapatkan bantuan relawan yang akan melakukan
perang terhadap Unisovyet dan memasukkan paham ideologi untuk menegakkan
Khalifah Islam dengan menentang dominasi barat yaitu AS dan sekutunya. 60
Terkhusus di Indonesia, terdapat Jama’ah Islamiyah (JI) sebagai kelompok

teroris terbesar dan paling banyak menjadi otak dibalik serangkaian aksi
terorisme. Pada awalnya, kelompok ini tidak begitu dikenal luas dan tidak
diwaspadai oleh masyarakat, hingga Indonesia dituduh tidak serius dalam
menanggapi masalah terorisme. Namun kondisi itu mulai berubah sejak terjadinya
peristiwa Bom Bali pada 12 Oktober 2002, yang menewaskan 202 orang dan
melukai 235 orang. 61
Kasus terorisme menjadi pembahasan utama dan menarik perhatian secara
luas. Serangkaian aksi terorisme kembali terjadi dan JI masih dianggap sebagai
kelompok paling bertanggung jawab atas serangan tersebut. Selain kelompok JI,
ancaman kasus terorisme saat ini berasal dari Santoso bersama kelompoknya
Mujahidin Indonesia Timur. Kelompok teroris tersebut telah menyatakan berbaiat
atau memberi dukungan kepada ISIS. 62

60

Ibid. hal 56.
Teroris Di Indonesia Dan Usaha-Usaha Yang Diambil Untuk Mengalahkan Masalah (Jakarta, 20
September 2003) diunduh dari http://www.interpol.go.id/id/kejahatan-transnasional/terrorisme/69-teroris-diindonesia-dan-usaha-usaha-yang-diambil-untuk-mengalahkan-masalah?format=pdf diakses pada 10 Maret
2016 pukul 10.19 WIB
62

Lihat : Selamat Ginting. Kiblat Radikalisme Mengapa Mujahidin Indonesia Timur (MIT) menjadi sentral
dari gerakan jaringan kelompok terduga teroris di Indonesia? diakses dari http://www.republika.
co.id/berita/koran/teraju/16/01/12/o0tyga1-kiblat-radikalisme-mengapa-mujahidin-indonesia-timur-mit61

33

Universitas Sumatera Utara

Menurut data Polri, terdapat seribu orang yang ditangkap sejak tahun 2000
terkait kasus terorisme. Jumlah tersebut sudah termasuk 97 tersangka yang
meninggal di tempat perkara, dua belas pelaku yang mati karena bom bunuh diri,
tiga orang teror yang dihukum mati yaitu, Amrozi, Ali Gufron, dan Imam
Samudera. Kemudian, 27 orang yang masih disidik Densus 88/Antiteror, 296
orang yang telah menjalani hukuman, 28 orang yang masih disidang, 451 orang
yang telah bebas dari penjara, dan 86 orang yang tertangkap lalu dipulangkan
karena tidak terbukti. Selain dari seribu orang tersebut terdapat dua penangkapan
terkait perkembangan ISIS di Indonesia, dan pengungkapan pabrik senjata milik
Jamaah Islamiyah di Solo. Selanjutnya ada pula penangkapan empat orang WNA
yang hendak gabung dengan kelompok Santoso dan pemulangan 12 orang dari
Malaysia terkait ISIS. 63

2.1.2. Narkoba
Penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba menjadi masalah yang
masih banyak terjadi di negara-negara ASEAN yang ditunjukkan BNN dalam
Jurnal Data Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap
Narkoba (P4GN) Tahun 2013 Edisi Tahun 2014. Peredaran gelap Narkoba di
wilayah negara ASEAN dan sekitarnya menunjukkan perkembangan yang
signifikan, hal ini ditandai dengan terungkapnya sejumlah kasus Narkoba di
masing-masing negara tersebut :
menjadi-sentral-dari-gerakan-jaringan-kelompok-terduga-teroris-di-indonesia pada 11 Maret 2016 pukul
10.32 WIB
63
Lihat : Farouk Arnaz. 97 Teroris dan 34 Anggota Polri Tewas Sejak Tahun 2000 (4 Januari 2015) diakses
dari http://www.beritasatu.com/nasional/237951-97-teroris-dan-34-anggota-polri-tewas-sejak-tahun2000.html pada 11 Maret 2016 pukul 10.35 WIB

34

Universitas Sumatera Utara

a. Penangkapan WN Iran di Indonesia, Thailand, dan Philipina yang
memasukkan Narkoba jenis Metamphetamine atau dikenal dengan Shabu

dalam jumlah besar.
b. Terungkap perkembangan baru cara melakukan penanaman Ganja di Jepang
dengan system indoor (dalam rumah) dengan menggunakan pot dalam
jumlah besar.
c. Terungkap pula di kelompok kriminal Vietnam yang melakukan metode
cloning untuk menghasilkan tanaman Ganja dengan kualitas yang sama.
d. Masih berkembangnya sindikat Nigeria yang menggunakan kurir
kebanyakan wanita setempat.
e. India sebagai sumber produksi Ketamine banyak mengirim selain ke
negara-negara di daratan Amerika dan Eropa juga ke Asia termasuk
negara-negara di ASEAN.
f. Penyelundupan tablet cold (obat flu dalam bentuk tablet) dalam jumlah
besar ke Thailand dari Korea Selatan, karena 100.000 tablet dapat
diekstrak menjadi 6 (enam) Kg Pseudo-ephedrine berubah fungsinya
sebagai bahan kimia untuk membuat Narkoba jenis Shabu.
g. Pada tahun 2009 di Myanmar telah berhasil disita sebanyak 29,3 tablet
Metamphetamine yang siap diedarkan ke Negara tetangga.
h. Laporan UNODC Asia and the Pacific 2011 Regional Amphetamine Type
Stimulant Report, di tahun 2010 terdapat sekitar 136 juta metamfetamin
tablet yang disita di wilayah Asia Timur dan Asia Tenggara.


35

Universitas Sumatera Utara

i. Laporan UNODC Asia Pasifik, Global SMART Update 2012, sepertiga
dari ATS global dan setengah dari metamfetamin global yang disita pada
tahun 2010 berasal dari Asia Timur dan Asia Tenggara.
j. Dengan nilai jual narkotika yang tinggi dan jumlah permintaan yang terus
tumbuh, menyebabkan kawasan ASEAN menjadi sasaran penyelundupan
narkotika dan bahan-bahan prekursor dari berbagai jenis dan kemasan. 64
Secara terkhusus di Indonesia sendiri kasus narkoba sangat marak terjadi.
Hal itu dibuktikan dengan 265.766 kasus yang diungkap dan 346.778 orang yang
ditangkap oleh Kepolisian Republik Indonesia karena peredaran gelap dan
penyalahgunaan narkoba. Kemudian, BNN juga merilis secara tersendiri 1.536
kasus dan 2.286 tersangka yang ditangkapnya untuk kasus peredaran gelap,
penyalahgunaan dan tindak pidana pencucian uang yang berkaitan dengan
narkoba.
2.1.3. Perdagangan dan Penyelundupan Manusia
Menurut data yang diungkapkan oleh International Organization for

Migration sejak Maret 2005 hingga Desember 2014, jumlah perdagangan orang
atau human trafficking yang terjadi di Indonesia mencapai 6.651 orang. Rincian
korban wanita usia anak 950 orang dan wanita usia dewasa 4.888 orang.
Sedangkan korban pria usia anak 166 orang dan pria dewasa sebanyak 647

64

Jurnal Data Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Perdagangan Gelap Narkoba (P4GN)
Tahun 2013 Edisi Tahun 2014 diunduh dari http://bnn.go.id/portal/_uploads/post/2014/08/19/
Jurnal_Data_P4GN_2013_Edisi_2014_Oke.pdf pada 14 Maret 2016 pukul 10.00 WIB

36

Universitas Sumatera Utara

orang. 65 Kemudian, menurut data yang diungkapkan oleh kepolisian Republik
Indonesia sejak tahun 2011 sampai dengan 2013 terjadi 509 kasus TPPO yang
dengan rincian 213 kasus eksploitasi ketenagakerjaan, 205 eksplotasi seksual, 31
kasus bekerja tidak sesuai perjanjian, dan lima kasus bayi diperjualbelikan.
Korban terbanyak adalah perempuan dewasa berjumlah 418 orang, anak

perempuan berjumlah 218 orang, dan laki-laki berjumlah 115 orang dewasa dan
tiga anak laki-laki. 66
Menurut data yang diungkap oleh PBB pada Global Report on Trafficking
in Person di kawasan Asia Pasifik tahun 2014, 36 persen perdagangan orang
adalah anak-anak dan 64 persen sisanya adalah orang dewasa. Jika dilihat dari
jenis perdagangannya, 26 persen korbannya dieksploitasi secara seksual, 64
persen dipekerjakan secara paksa, dan 10 persen lagi seperti penyewaan bayi,
anak-anak untuk mengemis dan sebagainya. TPPO sendiri merupakan kejahatan
yang bisa meraub untung besar setelah perdagangan narkoba dan senjata.67
Praktik perdagangan manusia ini marak terjadi juga karena kondisi geografis
Indonesia yang memiliki garis pantai panjang dan banyak pulau menyebabkan
sulitnya pengawasan.

65

Septian Deny. Catatan IOM: Human Trafficking Paling Banyak terjadi di Indonesia (11 Juni 2015) diakses
dari http://news.liputan6.com/read/2249883/catatan-iom-human-trafficking-paling-banyak-terjadi-diindonesia pada 14 Maret 2016 pukul 10.26 WIB
66
Lihat : Larasari Ariadne Anwar. Perdagangan Orang di Indonesia Masih Tiga Besar Dunia
http://print.kompas.com/baca/2015/08/24/Perdagangan-Orang-di-Indonesia-Masih-Tiga-Besar-Du diakses
pada 14 Maret 2016 pukul 10.38 WIB
67
Lihat : Bilal Ramadhan. Ini Modus Baru Perdagangan Manusia di Perusahaan Swasta (22 Januari 2016)
diakses dari http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/16/01/22/o1cdpv330-ini-modus-baruperdagangan-manusia-di-perusahaan-swasta pada 14 Maret 2016 pukul 15.50 WIB

37

Universitas Sumatera Utara

2.1.4. Penyelundupan Senjata Api
Kasus terorisme yang banyak terjadi seperti telah disebutkan sebelumnya
memberikan gambaran bahwa banyak terjadi peredaran senjata di kalangan bukan
aparat. Laporan dari International Crisis Group (ICG), menyebutkan empat
sumber utama senjata-senjata ilegal di Indonesia, yaitu: pencurian atau pembelian
secara ilegal dari oknum TNI (Tentara Nasional Indonesia) atau polisi, sisa
senjata di wilayah-wilayah konflik, hasil rakitan pembuat senjata lokal, dan
penyelundupan. Persoalan ini telah menarik perhatian masyarakat

setelah

sejumlah perampokan kelas kakap dan penemuan bahwa senjata-senjata yang
digunakan di sebuah kamp latihan tempur teroris berasal dari persediaan lama
milik polisi. 68
Rute penyelundupan dari Thailand yang di masa lalu digunakan oleh
Gerakan Aceh Merdeka (GAM), dan dari Mindanao yang digunakan oleh Jemaah
Islamiyah, KOMPAK dan kelompok-kelompok ekstrimis lain. Selain itu, rute
tersebut digunakan juga oleh pihak lain, termasuk para dealer narkotik dan
kelompok-kelompok jihadi. 69 Keberadaan terorisme, dan juga pasar narkoba yang
cukup besar menyebabkan terjadinya penyelundupan senjata api ini melalui jalurjalur di perbatasan yang pengawasannya tidak begitu ketat.

68

Senjata Gelap di Indonesia (7 September 2010) diakses dari http://www.crisisgroup.org/en/publicationtype/media-releases/2010/asia/illicit-arms-in-indonesia.aspx?alt_lang=id pada 15 Maret 2016 pukul 15.40
WIB
69
Ibid

38

Universitas Sumatera Utara

2.1.5. Cybercrimes
Kejahatan menggunakan jaringan atau sering dikenal dengan cybercrimes
merupakan fenomena yang marak terjadi seiring perkembangan teknologi. Selama
tiga tahun terakhir, tercatat 36,6 juta serangan cyber crime terjadi di Indonesia.
Sejak 2012 sampai dengan April 2015, Subdit IT/ Cyber Crime telah menangkap
497 orang tersangka kasus kejahatan di dunia maya. Dari jumlah tersebut,
sebanyak 389 orang di antaranya merupakan warga negara asing, dan 108 orang
merupakan warga negara Indonesia. 70
Serangan kejahatan dalam jaringan di Indonesia oleh para peretas
atau hacker terhitung hingga Agustus 2015, telah merugikan negara mencapai Rp
33,29 miliar. 71 Kejahatan melalui dunia maya dalam bentuk penipuan dengan
berbagai modus dilakukan dari Indonesia oleh para tersangka untuk mendapat
keuntungan dari korbannya yang berasal bukan hanya dari Indonesia. Belum
adanya regulasi tentang kejahatan siber atau cybercrimes secara khusus di
Indonesia menjadi salah satu sebab banyaknya kasus kejahatan melalui jaringan di
Indonesia.
2.1.6. Bencana
Cetak biru APSC memasukkan kerjasama dalam penanggulangan bencana
sebagai salah satu poin dalam hal keamanan non tradisional. Bencana merupakan

70

Lihat : Indonesia Urutan Kedua Terbesar Negara Asal "Cyber Crime" di Dunia (12 Mei 2015) diakses dari
http://nasional.kompas.com/read/2015/05/12/06551741/Indonesia.Urutan.Kedua.Terbesar.Negara.Asal.Cybe
r.Crime.di.Dunia pada 15 Maret 2016 pukul 10.38 WIB
71
Cyber Crime, Lebih dari Rp 33 M Melayang Gara-gara Hacker (26 Agustus 2015) diakses dari
https://m.tempo.co/read/news/2015/08/26/172695105/cyber-crime-lebih-dari-rp-33-m-melayang-gara-garahacker pada 15 Maret 2016 pukul 10.38 WIB

39

Universitas Sumatera Utara

hal yang cukup sering terjadi di Indonesia baik karena kondisi alami alam
Indonesia maupun yang bencana yang disebabkan ulah manusia.
Tabel 2.1. Jumlah kejadian dan korban bencana tahun 2000-2016
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.

Provinsi
Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Lampung
Bangka Belitung
Bengkulu
Kep. Riau
Banten
DKI Jakarta
Jawa barat
Jawa tengah
Yogyakarta
Jawa timur
Bali
NTT
NTB
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Timur
Kalimantan Utara
Kalimantan Selatan
Sulawesi Utara
Sulawesi Tenggara
Sulawesi Selatan
Gorontalo
Sulawesi Barat
Sulawesi Tengah
Maluku
Maluku Utara

Jumlah
kejadian
883
650
654
232
350
691
410
92
106
109
401
322
2.922
3.922
271
2.192
275
666
325
196
161
739
15
694
190
626
754
137
108
233
150
62

Meninggal
169.041
1.747
2.154
112
54
195
108
35
135
55
223
466
2.016
2.480
5.064
953
319
655
106
135
113
346
17
203
720
195
610
34
182
247
327
36

Mengungsi
1.452.294
324.716
278.940
133.462
86.345
19.070
15.998
554
6.486
995
141.808
1.069.700
1.099.650
1.232.758
1.243.488
308.619
2.243
76.477
120.651
616.853
100.636
142.320
2.849
228.054
185.150
36.144
109.373
95.778
11.768
94.129
48.793
33.634

40

Universitas Sumatera Utara

33.
34.

Papua Barat
23
186
Papua
113
612
Total
19.674
189.881
Sumber : Data dan Informasi Bencana Indonesia BNPB

37.533
62.676
9.419.944

Kejadian bencana tersebut merupakan rekapitulasi dari seluruh jenis
bencana seperti, gempa bumi, tsunami, tanah longsor, banjir, kebakaran,
kekeringan, angin puting beliung, kerusuhan sosial dan lainnya. Masalah bencana
termasuk kepada salah satu kategori keamanan non tradisional karena kejadian
bencana dapat merenggut korban jiwa, dan mengganggu keamanan hidup dari
manusia di dalam sebuah negara.
2.2.

Kapabilitas Indonesia dalam Keamanan Non Tradisional
Kondisi keamanan suatu negara berkaitan erat dengan kemampuan atau

kapabilitas negara tersebut dalam mencegah, maupun menangani kasus-kasus
ancaman keamanan yang terjadi. Indonesia sendiri memiliki berbagai kasus yang
termasuk dalam kategori keamanan non tradisional yaitu ancaman keamanan yang
membahayakan keselamatan manusia sebagai warga negara. Ancaman itu dapat
diminimalisir atau dicegah dengan keberadaan peraturan dan pelaksanaan aturan
yang baik. Berikut adalah data yang menggambarkan bagaimana keberadaan
peraturan dan badan-badan yang terkait keamanan non tradisional di Indonesia :
2.2.1. Terorisme
Terdapat beberapa undang-undang yang mengatur tentang tindakan
terorisme, antara lain Undang-undang nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-undang. Perpu tersebut

41

Universitas Sumatera Utara

lahir sebagai reaksi terhadap serangkaian kasus peledakan bom yang terjadi di
Indonesia. Kemudian, pada tahun 2003 Perpu tersebut disahkan menjadi undangundang agar memiliki kekuatan hukum yang berlaku permanen.
Pada tahun 2013 muncul undang-undang nomor nomor 9 tahun 2013
tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme.
Undang-undang

tersebut

lahir

sebagai

konsekuensi

terhadap

ratifikasi

International Convention For The Suppressionof The Financing Of Terrorism
1999 yang disahkan undang-undang Republik Indonesia Nomor 6 tahun 2006
Tentang Pengesahan International Convention For The Suppression Of The
Financing Of Terrorism, 1999 (Konvensi Internasional Pemberantasan Pendanaan
Terorisme, 1999).
Undang-undang lain adalah Undang-undang Republik Indonesia nomor 5
tahun 2006 tentang Pengesahan International Convention For The Suppression Of
Terrorist Bombings, 1997 (Konvensi Internasional Pemberantasan Pengeboman
Oleh Teroris, 1997). Kemudian, Undang-undang Republik Indonesia nomor 5
tahun 2012 tentang Pengesahan ASEAN Convention On Counter Terrorism
(Konvensi ASEAN Mengenai Pemberantasan Terorisme). Selanjutnya, Undangundang Republik Indonesia nomor 10 tahun 2014 tentang Pengesahan
International Convention For The Suppression Of Acts Of Nuclear Terrorism
(Konvensi Internasional Penanggulangan Tindakan Terorisme Nuklir).
Terdapat pula badan yang dibentuk untuk melaksanakan penanggulangan
tindak pidana terorisme. Berdasarkan rekomendasi Komisi I DPR dan assessment

42

Universitas Sumatera Utara

terhadap dinamika terorisme, maka pada tanggal 16 Juli 2010 Presiden Republik
Indonesia menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2010 tentang Badan
Nasional Penanggulangan Terorisme. 72
2.2.2. Narkoba.
Acuan dalam kasus narkoba berada pada Undang-undang Republik
Indonesia nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika dan juga undang-undang
Republik Indonesia nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika. Ada pula undangundang yang merupakan ratifikasi perjanjian internasional, yaitu Undang-Undang
nomor 8 tahun 1976 tentang Pengesahan Konvensi Tunggal Narkotika 1961
beserta Protokol Tahun 1972 yang Mengubahnya, Undang-undang nomor 7 tahun
1997 tentang Pengesahan United Nations Convention Against Illicit Traffic in
Narcotic Drugs and Psychotropic Substances, 1988 (Konvensi Perserikatan
Bangsa-Bangsa

tentang

Pemberantasan

Peredaran

Gelap

Narkotika

dan

Psikotropika, 1988) dan juga Undang-undang nomor 8 tahun 1996 tentang
Pengesahan Convention on Psychotropic Substances 1971 (Konvensi Psikotropika
1971).
Selain undang-undang, terdapat peraturan pemerintah Republik Indonesia
nomor 44 Tahun 2010 tentang Prekursor, peraturan pemerintah Republik
Indonesia nomor 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung
Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan dan peraturan pemerintah

72

http://www.bnpt.go.id/profil.php diakses pada 16 Maret 2016 pukul 10.46 WIB

43

Universitas Sumatera Utara

Republik Indonesia nomor 40 tahun 2013 tentang Pelaksanaan Undang-Undang
nomor 35 tahun 2009 Tentang Narkotika.
Selain undang-undang ada juga Badan Narkotika Nasional atau BNN
sendiri dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2002 tentang
Badan Narkotika Nasional. 73 Terbitnya Undang-Undang nomor 35 tahun 2009
tentang Narkotika menjadikan BNN sebagai lembaga pemerintah nonkementerian
yang berkedudukan di bawah Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden.74
BNN sendiri secara kelembagaan memiliki perwakilan di tingkat provinsi dan
kabupaten. 75
2.2.3. Perdagangan dan Penyelundupan Manusia
Undang-undang nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Perdagangan Orang menjadi dasar hukum tentang tindak pidana
perdagangan orang di Indonesia. Terdapat undang-undang Republik Indonesia
nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-undang nomor 7 tahun
1984 tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi
Terhadap Perempuan (Convention On The Elimination Of All Forms Of
Discrimination Against Women), Undang-Undang Republik Indonesia nomor 35
tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
Tentang Perlindungan Anak yang turut menjadi dasar hukum pencegahan dan
penanggulangan tindak pidana perdagangan orang di Indonesia.

73

Lihat: http://bnn.go.id/read/page/8005/sejarah-bnn diakses pada 16 Maret 2016 pukul 11.12 WIB.
Lihat : Pasal 64 Undang-Undang nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
75
Lihat : Pasal 65 Undang-Undang nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika.

74

44

Universitas Sumatera Utara

Terdapat juga Undang-undang Republik Indonesia nomor 5 tahun 2009
tentang Pengesahan United Nations Convention Against Transnational Organized
Crime (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana
Transnasional yang Terorganisasi), undang-undang Republik Indonesia nomor 14
tahun 2009 tentang Pengesahan Protocol To Prevent, Suppress And Punish
Trafficking In Persons, Especially Women And Children, Supplementing The
United Nations Convention Against Transnational Organized Crime (Protokol
Untuk Mencegah, Menindak, Dan Menghukum Perdagangan Orang, Terutama
Perempuan Dan Anak-Anak, Melengkapi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa
Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi).
Kemudian ada juga undang-undang Republik Indonesia nomor 15 tahun
2009 tentang Pengesahan Protocol Against The Smuggling Of Migrants By Land,
Sea And Air, Supplementing The United Nations Convention Against
Transnational Organized Crime (Protokol Menentang Penyelundupan Migran
Melalui Darat, Laut, Dan Udara, Melengkapi Konvensi Perserikatan BangsaBangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi). Hingga
undang-undang Republik Indonesia nomor 10 Tahun 2012 tentang Pengesahan
Optional Protocol To The Convention On The Rights Of The Child On The Sale
Of Children, Child Prostitution And Child Pornography (Protokol Opsional
Konvensi Hak-Hak Anak Mengenai Penjualan Anak, Prostitusi Anak, Dan
Pornografi Anak)

45

Universitas Sumatera Utara

2.2.4. Penyelundupan Senjata Api
Terdapat undang-undang yang sudah berlaku lama di Indonesia, yaitu
Undang-undang 1948 No. 8 (8/1948) tentang Pendaftaran dan Pemberian Izin
Pemakaian Senjata Api. Kemudian diubah undang-undang darurat Republik
Indonesia nomor 12 tahun 1951 tentang Mengubah "Ordonnantietijdelijke
Bijzondere Strafbepalingen" (Stbl. 1948 nomor 17) dan undang-undang Republik
Indonesia Dahulu nomor 8 tahun 1948. Undang-undang tersebut menjadi landasan
bagi peredaran senjata api di Indonesia dan mengatur tentang perizinan
kepemilikan, pengawasan kepemilikan serta penggunaan senjata api.
Pelaksanaan pemberian izin, kepemilikan dan penggunaan senjata api
dilakukan oleh kepolisian Republik Indonesia. Hal tersebut sesuai dengan pasal
15 ayat 2 undang-undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia yang salah satu poinnya berbunyi “memberikan izin dan
melakukan pengawasan senjata api, bahan peledak, dan senjata tajam.” 76
2.2.5. Cybercrimes
Kejahatan dengan menggunakan jaringan berdasarkan data yang telah
dipaparkan sebelumnya sangat banyak terjadi di Indonesia. Kapabilitas Indonesia
dalam mengatur tindakan yang menggunakan jaringan ini terdapat pada undangundang Republik Indonesia nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik. Undang-undang tersebut menempatkan Bab VII dengan 11 pasal yaitu
pasal 27 sampai dengan 37 yang khusus membahas tentang perbuatan yang

76

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia

46

Universitas Sumatera Utara

dilarang dalam penggunaan jaringan di Indonesia. Akan tetapi, dalam bab
perbuatan yang dilarang ini tidak secara jelas menyebutkan istilah cybercrime atau
kejahatan siber.
Selain undang-undang no 11 tahun 2008, penanganan cybercrimes di
Indonesia juga dilakukan oleh lembaga negara. Lembaga yang bertanggung jawab
dalam proses pencegahan dan penanggulangan kejahatan siber ini adalah
kepolisian negara Republik Indonesia dan juga Pejabat Pegawai Negeri Sipil
tertentu di lingkungan Pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di
bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik. Hal tersebut disebutkan
dalam pasal 43 dalam bagian tentang penyidikan.
2.2.6. Bencana
Pemerintah mengeluarkan undang-undang nomor 24 tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana. Undang-undang tersebut mengatur tentang bencana
dalam kategori bencana alam, bencana nonalam, dan bencana sosial. 77 Selain
dengan undang-undang, penanggulangan bencana juga diatur dalam peraturan
pemerintah nomor 21 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan
Bencana, peraturan pemerintah nomor 22 tahun 2008 tentang Pendanaan Dan
Pengelolaan Bantuan Bencana, dan peraturan pemerintah nomor 23 tahun 2008
tentang Peran Serta Lembaga Internasional dan Lembaga Asing Nonpemerintah
dalam Penanggulangan Bencana.

77

Lihat: Pasal 1 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.

47

Universitas Sumatera Utara

Pelaksanaan penanggulangan bencana sendiri di Indonesia dilakukan oleh
Badan Nasional Penanggulangan Bencana di tingkat nasional dan Badan
Penanggulangan Bencana Daerah di tingkat daerah. Keberadaan badan tersebut
diatur dalam undang-undang nomor 24 tahun 2007 dan juga peraturan pemerintah
nomor 21 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.
2.3.

Pelaksanaan ASEAN Political-Security Community
Penanganan masalah keamanan non tradisional juga dilakukan melalui

berbagai tindakan yang ada di dalam cetak biru APSC. Tindakan tersebut berupa
mekanisme dalam bentuk pertemuan sebagai berikut :
2.3.1. APSC Council
Dewan komunitas politik keamanan ASEAN merupakan dewan yang
berisi menteri-menteri dari negara-negara anggota ASEAN. Dewan ini bertugas
untuk a) menjamin pelaksanaan keputusan-keputusan Konferensi Tingkat Tinggi
ASEAN di bidang politik-keamanan; b) mengoordinasikan kerja dari berbagai
sektor yang berada di lingkup kerja sama politik-keamanan, dan isu-isu lintas
Dewan

Komunitas

lainnya;

dan

c)

menyerahkan

laporan-laporan

dan

rekomendasi-rekomendasi kepada Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN mengenai
hal-hal terkait dengan perkembangan politik-keamanan. Dewan ini bertemu
sekurang-kurangnya dua kali dalam setahun. Pertemuan pertamanya dilakukan
pada 10 April 2009 di Pattaya, Thailand.

78

Pada cetak biru APSC yang baru

disahkan pada 2015 lalu, dewan ini diharapkan meningkatkan perhatian lebih
78
Lihat : Tim Penyusun. 2010. ASEAN Selayang Pandang Edisi 19 Tahun 2010. (Jakarta : Sekretariat
ASEAN) hal. 53

48

Universitas Sumatera Utara

besar kepada isu-isu besar dan mendasar dan membuat keputusan lebih efektif
antar sektor dan antar pilar di bawah pengawasannya. 79
2.3.2. ASEAN Foreign Ministers Meeting (AMM)
Pertemuan Menteri Luar Negeri ASEAN diadakan setiap satu tahun sekali
sejak tahun 1967. AMM ini dimasukkan ke dalam cetak biru APSC pada salah
satu poin dalam bagian B.1.1 yang diartikan sebagai berikut, “Meningkatkan
peran ASEAN Foreign Ministers Meeting (AMM) dan ketuanya dalam
menanggapi tantangan yang ada dan tampak, khususnya yang muncul dari
pesatnya perkembangan bidang geopolitik, dan penguatan sentralitas ASEAN.” 80
Selain AMM yang diselenggarakan satu tahun sekali, dilaksanakan juga
AMM Retreat yang umumnya dilaksanakan pada awal tahun dan dipimpin oleh
menteri luar negeri yang negaranya menjadi ketua ASEAN. Pertemuan ini
dilaksanakan sebagai awal keketuaan di ASEAN dan untuk membahas tindak
lanjut hasil Konfrensi Tingkat Tinggi ASEAN sebelumnya. Kemudian ada pula
Informal ASEAN Foreign Ministers Meeting (IAMM) dan Special ASEAN
Foreign Ministers Meeting ( Special AMM) yang digunakan untuk membahas isuisu khusus yang mendapat perhatian bersama oleh negara-negara ASEAN. 81
Hingga tahun 2015 telah terlaksana 48 kali ASEAN Foreign Ministers
Meeting (AMM). Pada tahun 2015, AMM diselenggarakan di Kuala Lumpur,

79

Lihat : ASEAN 2025: Forging Ahead Together. hal. 30
Ibid
81
Ibid.
80

49

Universitas Sumatera Utara

Malaysia pada tanggal 4 Agustus 2015. 82 AMM tersebut menghasilkan sebuah
Joint Communique (Pernyataan Bersama) yang di dalamnya berisi hasil-hasil dari
pertemuan menteri-menteri luar negeri ASEAN dalam menanggapi berbagai
permasalahan yang ada.
2.3.3. ASEAN Defence Ministers Meeting (ADMM)
Pada cetak biru APSC yang telah diperbaharui, terdapat satu poin pada
bagian B.1.1 yang menyebutkan peningkatan peran the ASEAN Defence Ministers
Meeting (ADMM) dan ketuanya, dalam mempromosikan dialog pertahanan dan
keamanan sebagai praktek kerjasama untuk meningkatkan perdamaian, keamanan,
dan stabilitas kawasan. 83 Pertemuan ini dilaksanakan setiap satu tahun sekali dan
disertai dengan ADMM retreat pada tahun yang sama. Pertemuan ini dilakukan
untuk memberikan dorongan terhadap perdamaian dan stabilitas keamanan di
kawasan, mempromosikan kerjasama pertahanan dan keamanan, memberikan
arahan pada pertemuan pejabat senior pertahanan, meningkatkan saling percaya
dan transparansi dalam kaitan isu pertahanan dan keamanan, serta memberikan
sumbangan terhadap perwujudan Komunitas Politik-Keamanan ASEAN. 84
ADMM ini diadakan pertama kali pada tahun 2006. Rencana aksi ASEAN
Security Community (ASC), disahkan pada KTT ASEAN ke-10 bahwa ASEAN
harus bekerja menuju pengadaan pertemuan tahunan ADMM. Hingga saat ini
telah terlaksana sembilan kali ADMM. The 9th ADMM dilaksanakan di
82

Lihat : http://www.asean.org/joint-communique-48th-asean-foreign-ministers-meeting-kuala-lumpurmalaysia-4th-august-2015-2/?category_id=26 diakses pada 20 Maret 2016 pukul 18.27 WIB
83
Lihat: ASEAN 2025: Forging Ahead Together. hal. 30.
84
Lihat : Tim Penyusun. 2012. ASEAN Selayang Pandang Edisi 20 Tahun 2012. (Jakarta: Sekretariat
ASEAN) hal. 16

50

Universitas Sumatera Utara

Langkawi, Malaysia pada 15-17 Maret 2015. Pertemuan ini menghasilkan suatu
deklarasi bersama yang bertajuk Maintaining Regional Security and Stability For
and By the People. Terdapat enam belas poin dalam deklarasi ini termasuk
kesepakatan tentang tindak lanjut peningkatan praktek kerjasama menjawab
kepentingan keamanan non tradisional dan transnasional dan pembangunan
mekanisme koordinasi untuk partisipasi militer seperti yang digariskan oleh the
ADMM Three Year Work Programme 2014 to 2016. 85
Selain ADMM yang diikuti oleh negara-negara internal ASEAN, terdapat
juga ADMM yang diikuti oleh mitra ASEAN dengan sebutan ADMM Plus.
ADMM Plus ini adalah wadah bagi negara-negara ASEAN dan delapan negara
sahabat yaitu Australia, Cina, India, Jepang, Selandia Baru, Republik Korea
Selatan, Federasi Russia, dan Amerika Serikat untuk memperkuat kerjasama
keamanan dan pertahanan demi perdamaian, stabilitas dan pembangunan di
kawasan. 86
Pertemuan ADMM Plus ini diadakan setiap tiga tahun sekali. Pertemuan
pertama diadakan pada di Ha Noi, Vietnam, pada 12 Oktober 2010, yang kedua
pada 2013 di Brunei Darussalam dan ketiga di Malaysia pada November 2015.
Para Menteri Pertahanan sepakat pada lima bidang kerjasama untuk dilaksanakan
di bawah mekanisme yang baru, dinamakan keamanan maritim, melawan

85
Joint Declaration of the ASEAN Defence Ministers on Maintaining Regional Security and Stability for and
by the People, Langkawi, 16 March 2015 hal. 6 diunduh dari https://admm.asean.org/dmdocuments/
Joint%20Declaration%20of%20the%209th%20ADMM.pdf pada 20 Maret 2016 pukul 20.00 WIB
86
Lihat : http://www.asean.org/asean-political-security-community/asean-defence-ministers-meetingadmm/overview/ diakses pada 20 Maret 2016 pukul 20.25 WIB

51

Universitas Sumatera Utara

terorisme, humanitarian assistance and disaster management, operasi penjaga
perdamaian, dan pengobatan militer. 87
2.3.4. ASEAN Law Ministers Meeting (ALAWMM)
Salah satu poin dalam bagian B 1.1 cetak biru ASEAN menyebutkan,
meningkatkan peran ALAWMM dan ketuanya dalam penguatan hukum, dan
kerjasama hukum di dalam ASEAN dan ketentuan hukum timbal balik dan
bantuan peradilan antara negara anggota ASEAN untuk mendukung ASEAN
Community. 88 Maksudnya, keberadaan ALAWMM harus diperkuat untuk
mendukung berbagai kebutuhan akan hukum dan peradilan dalam pelaksanaan
Masyarakat ASEAN yang satu visi, dan satu identitas.
ALAWMM pertama kali dilaksanakan pada 1986 di Bali, Indonesia dan
dilakukan pertemuan setiap tiga tahun sekali. 89 ASEAN Law Ministers Meeting
(ALAWMM) di Bali tanggal 18-22 Oktober 2015 sepakat untuk meningkatkan
the Treaty on Mutual Legal Assistance in Criminal Matters (MLAT) menjadi
sebuah instrumen ASEAN dan mempercepat finalisasi teks the Model ASEAN
Extradition Treaty. 90 Terdapat pula sebuah pernyataan bersama yang dihasilkan
dalam ALAWMM ini. Pernyataan tersebut juga menyinggung masalah

87

Lihat : https://admm.asean.org/index.php/about-admm/about-admm-plus/2013-01-22-10-59-35.html
diakses pada 20 Maret 2016 pukul 20.45 WIB
88
Lihat: ASEAN 2025: Forging Ahead Together. hal. 30
89
Lihat : http://www.asean.org/asean-political-security-community/asean-law-ministers-meetingalawmm/overview/ diakses pada 21 Maret 2016 pukul 13.50 WIB
90
Lihat :Media Publikasi Direktorat Kerjasama ASEAN. 2015. Masyarakat ASEAN : Maju Bersama
Masyarakat ASEAN “ASEAN Adalah Kita” Edisi 10/ Desember 2015. (Jakarta : Direktorat Kerjasama
ASEAN Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia) hal. 17 diunduh dari http://www.kemlu.go.id
/Majalah/ASEAN%20Edisi%2010.pdf pada 21 Maret pukul 14.00 WIB

52

Universitas Sumatera Utara

pemberantasan kejahatan transnasional yang termasuk ancaman keamanan non
tradisional di kawasan.
2.3.5. ASEAN Ministerial Meeting on Transnational Crimes
Pertemuan Para Menteri Bidang Kejahatan Transnasional merupakan
pertemuan yang dilakukan sejak tahun 1997 dan yang paling baru dilaksanakan
adalah AMMTC kesepuluh di Kuala Lumpur, Malaysia pada 29 September-1
Oktober 2015. 91 AMMTC ini dimasukkan ke dalam cetak biru APSC sebagai
salah satu poin dalam bagian B.1.1 yang bunyinya ialah, “meningkatkan peranan
the ASEAN Ministerial Meeting on Transnational Crimes (AMMTC) dan
ketuanya untuk membahas kejahatan transnasional yang ada dan tampak, dalam
kerjasama dan koordinasi dengan badan-badan ASEAN lain yang relevan. 92
Pertemuan ini dilakukan secara berkala setiap dua tahun sekali.
AMMTC dipercayai untuk menangani delapan bidang kejahatan
transnasional berupa terorisme, perdagangan manusia, kejahatan siber, bajak laut,
kejahatan ekonomi, pencucian uang, penyelundupan senjata, dan penyelundupan
narkoba. AMMTC berwenang untuk berkoordinasi pada badan-badan sektoral
ASEAN yaitu, Senior Officials Meeting on Transnational Crime (SOMTC),
ASEAN Senior Official on Drug Matters (ASOD), ASEAN Chiefs of National

91
Lihat : http://www.asean.org/asean-political-security-community/asean-ministerial-meeting-ontransnational-crime-ammtc/overview/ dikses pada 21 Maret 2016 pukul 16.15 WIB dan Press Statement for
the 10th ASEAN Ministerial Meeting on Transnational Crime. hal. 1 diunduh dari http://www.asean.org/wpcontent/uploads/images/2015/October/ammtc/Press%20Statement.pdf pada 21 Maret 2016 pukul 16.30 WIB
92
Lihat: ASEAN 2025: Forging Ahead Together. hal. 30

53

Universitas Sumatera Utara

Police (ASEANPOL), dan Directors-General of Immigration and Heads of
Consular Affais Divisions of the Ministries of Foreign Affairs (DGICM). 93
Pada AMMTC yang ke sepuluh di Kuala Lumpur, 30 September 2015,
menghasilkan sebuah Joint Statement yang berisi tentang pernyataan bersama dari
para menteri ataupun pejabat yang menjadi wakil dari negara-negara anggota
ASEAN dalam AMMTC. Pernyataan bersama itu berisi beberapa hal baru salah
satunya adalah diadakannya AMMTC setahun sekali mulai tahun 2017.
Kemudian, dalam ranah keamanan non tradisional kesepakatan bersama ini
menghasilkan dua deklarasi, yaitu the Kuala Lumpur Declaration in Combating
Transnational Crime dan the Kuala Lumpur Declaration on Irregular Movement
of Persons in Southeast Asia yang masuk ke dalam poin ketujuh dan delapan. 94
AMMTC kesepuluh ini memperkenalkan the ASEAN Convention Against
Trafficking in Persons, Especially Women and Children (ACTIP) dan mendorong
percepatan ratifikasi serta implementasi dari the ASEAN Plan of Action Against
Trafficking in Persons, Especially Women and Children (APA) yang masuk ke
dalam poin ke tiga belas the Kuala Lumpur Declaration in Combating
Transnational Crime. 95

Lihat : Press Statement for the 10th ASEAN Ministerial Meeting on Transnational Crime. hal. 1 diunduh
dari http://www.asean.org/wp-content/uploads/images/2015/October/ammtc/Press%20Statement.pdf pada 21
Maret 2016 pukul 16.30 WIB
94
Joint Statement Of The Tenth Asean Ministerial Meeting On Transnational Crime (10th AMMTC) hal. 2
diunduh dari http://asean.org/wp-content/uploads/images/2015/October/ammtc/Adopted%20Joint%
20Statement%20of%20the%2010th%20AMMTC.PDF pada 21 Maret 2016 pukul 18.00 WIB
95
The Kuala Lumpur Declaration in Combating Transnational Crime. hal. 4 diunduh dari
http://asean.org/wp-content/uploads/images/2015/October/ammtc/KL %20DECLARATION%20IN%20
COMBATING%20TNC.PDF pada 21 Maret 2016 pukul 18.03 WIB
93

54

Universitas Sumatera Utara

AMMTC kesepuluh ini juga memperkenalkan perdagangan ilegal satwa
liar, kayu dan penyelundupan manusia sebagai area baru kejahatan lintas nasional
yang berada di bawah pengawasan AMMTC. 96 Perluasan cakupan dalam masalah
kejahatan lintas negara merupakan amanah dari cetak biru APSC yaitu pada poin
yang berbunyi, “Meningkatkan kerjasama dalam menangani ancaman kejahatan
lintas negara lainnya, termasuk perdagangan ilegal satwa liar dan kayu
sebagaimana penyelundupan manusia, sejalan dengan konvensi internasional yang
relevan. 97
Pertemuan untuk membahas kejahatan lintas negara ini selain melibatkan
negara-negara di kawasan ASEAN juga melibatkan negara-negara mitra ASEAN
dalam mekanisme AMMTC+3 yang melibatkan tiga negara mitra ASEAN yaitu
China, Jepang, dan Korea Selatan. Kemudian terdapat kerjasama tersendiri antara
ASEAN dan China dalam mekanisme AMMTC+China serta ASEAN dengan
Jepang dalam mekanisme AMMTC+Japan. 98 Penguatan kerjasama dengan negara
mitra ASEAN ini sejalan juga dengan cetak biru APSC bagian B.1.5. yaitu
penguatan kerangka kerjasama ASEAN Plus Three untuk mendukung komunitas
ASEAN. 99
2.3.6. ASEAN Ministerial Meeting on Drug Matters (AMMD)
Pertemuan para menteri dalam permasalah narkoba merupakan salah satu
mekanisme kerjasama yang masuk dalam salah satu poin cetak biru APSC. Poin
96

Ibid, hal. 3
Lihat: ASEAN 2025: Forging Ahead Together. hal. 34
98
Lihat : http://www.asean.org/asean-political-security-community/asean-ministerial-meeting-ontransnational-crime-ammtc/joint-statementscommuniques/ diakses pada 21 Maret 2016 Pukul 18.15 WIB
99
Lihat: ASEAN 2025: Forging Ahead Together. hal. 33
97

55

Universitas Sumatera Utara

tersebut berbunyi, “meningkatkan peranan the ASEAN Ministerial Meeting on
Drug Matters (AMMD) dan ketuanya dalam menyiapkan panduan strategi
mewujudkan Drug-Free ASEAN dan penguatan kerjasama pemberantasan
permasalahan narkoba.” 100 AMMD tersebut masuk ke dalam cetak biru APSC
menunjukkan keseriusan dari negara-negara di kawasan ASEAN dalam
merumuskan strategi penanganan penyalahgunaan narkoba di negara-negara
ASEAN.
AMMD sendiri telah terlaksana empat kali, dan petemuan keempatnya
dilaksanakan pada 29 Oktober 2015 di Malaysia. 101 Pertemuan keempat tersebut
menghasilkan sebuah Chairman’s Statement sebagai bentuk pernyataan tentang
keseriusan negara-negara di kawasan ASEAN untuk mencegah dan menangani
permasalah narkoba. Pernyataan tersebut juga menyatakan bahwa, meskipun
terdapat peningkatan perkembangan yang dicapai di tingkat nasional dan regional,
para menteri berbagi perhatian mereka tentang :
a. Peningkatan produksi narkoba jenis opium di Golden Crescent;
b. Ancaman Amphetamine-Type Stimulants dan pengalihan dari prekusror
yang terus mengalir ke kawasan;
c. Peningkatan ancaman dari narkoba sintetis, seperti New Psychoactive
Substances, dan tantangan untuk menguatkan hukum. 102

100

Ibid. hal. 30
Lihat : http://www.asean.org/the-4th-asean-ministerial-meeting-on-drug-matters-2/ diakses pada 22 Maret
2016 pukul 13.18 WIB.
102
The 4th ASEAN Ministerial Meeting on Drug Matters 29 October 2015, Langkawi, Malaysia Chairman’s
Statement. hal. 2.
101

56

Universitas Sumatera Utara

2.3.7. ASEAN Regional Forum (ARF)
ASEAN Regional Forum (ARF) merupakan hasil dari kesepakatan pada
pertemuan para menteri ASEAN yang ke-26 di Singapura, tepatnya 23-25 Juli
1993. Pertemuan perdana ARF dilaksanakan di Bangkok, 25 Juli 1994. 103 ARF
sendiri masuk ke dalam cetak biru APSC sebagai salah satu bentuk mekanisme
kerja sama dalam menangani masalah keamanan. Poin yang menyebutkan ARF di
dalam cetak biru APSC berbunyi, meningkatkan peranan ketua dari ASEAN
Regional Forum (ARF) dalam meningkatkan dialog dan kerjasama pada isu-isu
politik-keamanan

melalui

promosi

dari

langkah-langkah

pembangunan

kepercayaan diri, aktifitas diplomasi preventif sebagai langkah awal resolusi
konfik. 104
ARF diikuti oleh beberapa negara selain negara-negara anggota ASEAN.
Negara-negara di luar anggota ASEAN tersebut ialah Australia, Bangladesh,
Kanada, Tiongkok, Korea Utara, Uni Eropa, India, Jepang, Mongolia, Selandia
Baru, Pakistan, Papua Nugini, Korea Selatan, Russia, Sri Lanka, Timor-Leste, dan
Amerika Serikat. 105 ARF sudah melakukan pertemuan sebanyak 22 kali hingga
tahun 2015. Pertemuan ke-22 ARF dilaksanakan pada 6 Agustus 2015 di Kuala
Lumpur, Malaysia. 106 Pertemuan ARF ini dilakukan sebanyak satu kali dalam satu
tahun.

103

Lihat : http://aseanregionalforum.asean.org/about.html diakses pada 22 Maret 2016 pukul 16.23 WIB.
Lihat: ASEAN 2025: Forging Ahead Together. hal. 30.
105
Lihat : http://aseanregionalforum.asean.org/about.html diakses pada 22 Maret 2016 pukul 16.23 WIB.
106
Chairman’s Statement Of The 22nd Asean Regional Forum Kuala Lumpur, 6 August 2015. hal. 1 diunduh
dari http://www.mofa.go.jp/files/000094509.pdf pada 22 Maret 2016 pukul 16.30 WIB.

104

57

Universitas Sumatera Utara

Isu-isu terkait keamanan non tradisional juga masuk ke dalam dari
Chairman’s Statement

pada ARF ke-22. Disebutkan bahwa para menteri

menggaris bawahi kebutuhan untuk menjadikan ARF lebih efektif dan efisien
dalam menyediakan kontribusi berarti untuk mencegah peningkatan tantangan
keamanan tradisional dan non tradisional yang kompleks. Menuju hal tersebut,
para

menteri

menekankan

kebutuhan

untuk

memastikan

implementasi

komprehensif dari the Hanoi Plan of Action to Implement the ARF Vision
Statement, sebagaimana rencana-rencana kerja yang lain di bawah area prioritas
masing-masing untuk mendukung langkah-langkah ARF dalam pembangunan
kepercayaan diri. 107 Isu-isu keamanan non tradisional yang masuk ke dalamnya
adalah penanganan bencana, pemberantasan terorisme dan kejahatan lintas negara,
serta tidak ada proliferasi dan pelucutan senjata. 108
Kerjasama dalam ruang lingkup APSC untuk menangani permasalahan
keamanan non tradisional tidak hanya dalam mekanisme berbentuk institusi.
Bentuk kerjasama itu juga diatur oleh cetak biru APSC berupa perintah untuk
melakukan penguatan hukum melalui perjanjian-perjanjian antar negara ASEAN.
Perjanjian-perjanjian yang dimaksud adalah sebagai berikut :
2.3.8. Treaty on Mutual Legal Assistance in Criminal Matters
Salah satu cara dalam penanganan kejahatan lintas negara yang disebutkan
dalam cetak biru APSC ialah meningkatkan MLAT 2004 menjadi ASEAN
107

Ibid.
Lihat : The Hanoi Plan of Action to Implement the ARF Vision Statement. hal. 1-4 diunduh dari
http://aseanregionalforum.asean.org/files/library/Plan%20of%20Action%20and%20Work%20Plans/Hanoi%
20Plan%20of%20Action%20to%20Implement%20ARF%20Vision%20Statement%20%282010%29.pdf pada
22 Maret 2016 pukul 17.00 WIB

108

58

Universitas Sumatera Utara

Treaty. 109 MLAT 2004 atau Treaty on Mutual Legal Assistance in Criminal
Matters ditandatangani oleh para perwakilan dari Indonesia, Brunei Darussalam,
Malaysia, Kamboja, Filiphina, Viet Nam, Laos dan Singapura pada 29 November
2004 di Kuala Lumpur, Malaysia. MLAT ini sendiri ditujukan untuk
meningkatkan efektivitas dari pihak penegak hukum dari tiap negara dalam hal
pencegahan, investigasi, dan penuntutan kejahatan melalui kerjasama dan bantuan
hukum timbal balik dalam masalah pidana. 110
Hingga saat ini, perjanjian ini masih belum menjadi perjanjian di bawah
naungan ASEAN. Hal tersebut merupakan dampak dari belum masuknya
keseluruhan negara anggota ASEAN ke dalam perjanjian ini. Berdasarkan hal
tersebut, dalam cetak biru APSC terdapat salah satu poin yang berbunyi,
“Consider accession of third countries to the MLAT 2004.” 111 Hal tersebut
merupakan upaya dari negara-negara anggota ASEAN untuk mempermudah
upaya pencegahan, penyelidikan, dan penuntutan dalam kasus-kasus kejahatan di
kawasan. Indonesia sendiri telah meratifikasi perjanjian ini dengan undangundang nomor 15 tahun 2008 tentang Pengesahan Treaty on Mutual Legal
Assistance in Criminal Matters (Perjanjian Tentang Bantuan Timbal Balik dalam
Masalah Pidana). Berdasarkan undang-undang tersebut maka Indonesia memiliki
kewajiban dan hak dalam membantu penangangan kasus kejahatan lintas negara.

109

Lihat : ASEAN 2025: Forging Ahead Together. hal. 33.
Treaty on Mutual Legal Assistance in Criminal Matters hal. 4 diunduh dari http://agreement.asean.org/
media/download/20131230232144.pdf pada 22 Maret 2016 pukul 17.35 WIB
111
Lihat : ASEAN 2025: Forging Ahead Together. hal. 33.
110

59

Universitas Sumatera Utara

2.3.9. ASEAN Plan of Action to Combat Transnational Crimes
Pada cetak biru APSC dalam bagian pemberantasan masalah keamanan
non tradisional disebutkan salah satu usahanya ialah, mengimplementasikan
secara efektif program kerja dari The ASEAN Plan of Action to Combat
Transnational Crimes melingkupi terorisme, perdagangan narkoba ilegal,
perdagangan manusia, penyelundupan senjata, bajak laut, pencucian uang,
kejahatan ekonomi internasional dan cybercrimes. 112 Rencana kerja ini adalah
panduan bagi negara-negara di kawasan ASEAN dalam melakukan berbagai
tindakan pencegahan dan penanganan masalah kejahatan lintas negara yang
merupakan ancaman keamanan non tradisional. Program kerja tersebut
melingkupi pertukaran informasi, persoalan hukum, persoalan penegak hukum,
pelatihan, pembangunan kapasitas institusional, dan kerjasama luar kawasan. 113
2.3.10. ASEAN Convention on Counter-Terrorism dan ASEAN
Comprehensive Plan of Action on Counter-Terrorism
Permasalahan terorisme merupakan masalah keamanan non tradisional
yang masuk ke dalam cetak biru APSC sebagai satu kategori tersendiri.
Permasalahan terorisme selain masuk ke dalam jenis kejahatan lintas negara yang
berada di bawah pengawasan AMMTC seperti yang disebutkan dalam Press
Statement for the 10th ASEAN Ministerial Meeting on Transnational Crime
halaman pertama. Terorisme diatur secara tersendiri melalui sebuah konvensi
yang disahkan pada KTT ASEAN di Cebu, Filipina, 13 Januari 2007.

112

Lihat : Ibid. hal. 34.
Lihat : http://www.asean.org/?static_post=asean-plan-of-action-to-combat-transnational-crime diakses
pada 23 Maret 2016 pukul 14.56 WIB.
113

60

Universitas Sumatera Utara

Ratifikasi dari konvensi ini dilakukan Indonesia dengan menerbitkan
Undang-undang Republik Indonesia nomor 5 tahun 2012 tentang Pengesahan
ASEAN Convention On Counter Terrorism (Konvensi ASEAN Mengenai
Pemberantasan Terorisme). Konvensi ini ditujukan untuk memberikan kerangka
kerjasama kawasan untuk memberantas, mencegah, dan menghentikan terorisme
dalam segala bentuk dan manifestasinya, dan untuk mempererat kerja sama antar
lembaga penegak hukum dan otoritas yang relevan dari para Pihak dalam
memberantas terorisme. 114 Terdapat pula ASEAN Comprehensive Plan of Action
on Counter-Terrorism yang disahkan pada 9 Juni 2009 di Nay Pyi Taw,
Myanmar. 115 Rencana aksi tersebut menjadi panduan bagi negara-negara ASEAN
dalam mengambil langkah-langkah taktis penanganan terorisme.
2.3.11. The ASEAN Convention Against Trafficking in Persons,
Especially Women and Children dan the ASEAN Work Plan of Action
Against Trafficking in Persons, Especially Women and Children
Cetak biru A