Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Dukungan Keluarga Dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Onan Hasang Kecamatan Pahae Julu Kabupaten Tapanuli Utara

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Pengertian Perilaku
Dilihat dari aspek biologisnya, perilaku merupakan sesuatu kegiatan atau

aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Pada hakikatnya kegiatan
atau aktivitas organisme (makhluk hidup) mempunyai bentangan yang sangat luas,
seperti: berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, membaca, menulis dan
sebagainya. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup
berperilaku karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing. Dari uraian ini dapat
disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas
manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh
pihak luar (Notoatmodjo, 2007).
Skinner (1938), dalam Notoatmodjo (2007), merumuskan bahwa perilaku
merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar)
karena terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme dan kemudian
organisme tersebut merespon. Skinner membedakan adanya dua respon dalam proses
terjadinya perilaku, yaitu:
1. Respondent respon atau reflexive, yakni respon yang ditimbulkan oleh rangsanganrangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam ini disebut elicting stimulation

karena menimbulkan respon-respon yang relatif tetap, misalnya: makanan yang
lezat menimbulkan keinginan untuk makan, cahaya yang terang menyebabkan mata
tertutup dan sebagainya. Respondent respons ini juga mencakup perilaku

Universitas Sumatera Utara

emosional, misalnya mendengar berita musibah menjadi sedih atau menangis, lulus
ujian meluapkan kegembiraannya dengan mengadakan pesta dan sebagainya.
2. Operant respon atau instrumental respon, yakni respon yang timbul dan
berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu. Perangsang
ini disebut reinforcing stimulation atau reinforces, karena memperkuat respon,
misalnya apabila seorang petugas kesehatan melaksanakan tugasnya dengan baik
kemudian memperoleh penghargaan dari atasannya, maka petugas kesehatan akan
lebih baik lagi dalam melaksanakan tugasnya.
Berdasarkan teori Skinner yang menyatakan perilaku sebagai respon maka
perilaku manusia dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
1. Perilaku tertutup (Covert behavior )
Perilaku tertutup terjadi bila respon terhadap stimulus tersebut masih belum dapat
diamati orang lain (dari luar) secara jelas. Respon seseorang masih terbatas dalam
bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan dan sikap terhadap stimulus yang

bersangkutan.
2. Perilaku terbuka (Overt Behavior )
Perilaku terbuka ini terjadi bila respon terhadap stimulus sudah berupa tindakan
atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar.
Dari penjelasan di atas dapat disebutkan bahwa perilaku itu terbentuk di dalam
diri seseorang dan dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu:
a. Faktor eksternal
Yaitu stimulus yang berasal dari luar diri seseorang, antara lain: lingkungan baik
fisik dan non fisik yang berupa sosial, budaya, ekonomi maupun politik.

Universitas Sumatera Utara

b. Faktor internal
Yaitu stimulus yang berasal dari dalam diri seseorang, antara lain: perhatian,
pengamatan, persepsi, motivasi, fantasi, sugesti dan sebagainya.
Faktor eksternal merupakan faktor yang memiliki peran yang sangat besar
dalam bentuk perilaku manusia karena dipengaruhi oleh faktor sosial dan budaya
dimana seseorang itu berada (Notoatmodjo, 2007).
2.2.


Domain Perilaku
Perilaku merupakan keseluruhan (totalitas) pemahaman dan aktivitas seseorang

yang merupakan hasil bersama antara faktor internal dan eksternal. Bloom (1908)
membagi perilaku manusia itu ke dalam tiga domain, ranah atau kawasan yaitu
kognitif (cognitive), afektif (affective) dan psikomotorik (psychomotorik). Teori
Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan yakni
pengetahuan

(knowledge),

sikap

(attitude)

dan

praktik/tindakan

(practice)


(Notoatmodjo, 2007). Dalam perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk
kepentingan pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yakni:
2.2.1. Pengetahuan (Knowledge)
Pengetahuan adalah hasil „pengindraan‟ manusia atau hasil „tahu‟ seseorang
terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan
sebagainya). Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya
tindakan seseorang (overt behavior ) (Notoatmodjo, 2007).

Pengetahuan dicakup

dalam enam tingkat yaitu:

Universitas Sumatera Utara

1. Tahu (Know)
Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)
terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang
telah diterima. Oleh sebab itu, „tahu‟ ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling
rendah.

2. Memahami (Comprehension)
Memahami

diartikan

sebagai

suatu

kemampuan

menjelaskan

atau

menggunakan

atau

menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui.

3. Aplikasi (Aplication)
Aplikasi

diartikan

sebagai

kemampuan

untuk

mengaplikasikan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang lain.
4. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan atau memisahkan
materi, mecari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu
masalah atau objek.
5. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau merangkum
atau menghubungkan bagian- bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru

dari formulasi yang ada.
6. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian ini didasarkan pada suatu

Universitas Sumatera Utara

kriteria-kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah
ada.
Pengukuran

pengetahuan

dilakukan

dengan

mengajukan

pertanyaan-


pertanyaan yang berkaitan dengan persepsi masyarakat tentang pemanfaatan atau
penggunaan puskesmas dan konsep sehat sakit masyarakat atau pengertian masyarakat
tentang penyakit.
Indikator yang dapat digunaakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan atau
kesadaran terhadap kesehatan, dapat dikelompokkan menjadi:
1. Pengetahuan tentang sehat dan penyakit meliputi:
1) Penyebab penyakit
2) Gejala dan tanda-tanda penyakit
3) Bagaimana cara pengobatan atau kemana mencari pengobatan
4) Bagaimana cara penularannya
5) Bagaimana cara pencegahannya
2. Pengetahuan tentang cara hidup sehat
1) Jenis-jenis makanan yang bergizi
2) Manfaat makanan yang bergizi bagi kesehatan
3) Pentingnya olahraga bagi kesehatan
4) Penyakit-penyakit atau bahaya merokok, minum-minuman keras dan
sebagainya
5) Pentingnya istirahat cukup, rekreasi dan lain sebagainya bagi kesehatan
3. Pengetahuan tentang kesehatan lingkungan

1) Manfaat air bersih

Universitas Sumatera Utara

2) Cara-cara pembuangan limbah yang sehat, termasuk kotoran dan sampah
3) Manfaat pencahayaan dan penerangan rumah sehat
4) Akibat polusi bagi kesehatan
Menurut Green dalam Notoatmodjo (2007), pengetahuan merupakan salah satu
faktor predisposisi yang mempengaruhi perilaku seseorang atau masyarakat terhadap
kesehatan. Jika masyarakat tahu apa saja pelayanan puskesmas, maka kemungkinan
masyarakat akan menggunakan fasilitas kesehatan juga akan berubah seiring dengan
pengetahuan seperti apa yang diketahuinya.
2.2.2. Sikap (Attitude)
Sikap adalah reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu
stimulus atau objek. Jadi manifestasi dari sikap tidak dapat langsung dilihat, namun
hanya dapat ditafsirkan. Dalam Notoatmodjo (2012) sikap mempunyai tiga komponen
pokok yang bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude), yaitu :
1. Kepercayaan, ide dan konsep terhadap suatu objek
2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek
3. Kecenderungan untuk bertindak

Sikap mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Sikap dibentuk dan diperoleh sepanjang perkembangan seseorang dalam
hubungannya dengan objek tertentu
2. Sikap dapat berubah sesuai dengan keadaan dan syarat-syarat tertentu terhadap
suatu kelompok.
3. Sikap dapat berupa suatu hal tertentu tetapi dapat juga kumpulan dari hal-hal
tersebut

Universitas Sumatera Utara

4. Sikap mempunyai segi-segi motivasi dari segi-segi perasaan
Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap juga terdiri dari berbagai tingkatan
yakni (Notoatmodjo, 2007):
1. Menerima (Receiving), diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan (objek).
2. Merespons (Responding), diartikan sebagai memberikan jawaban apabila ditanya,
mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan.
3. Menghargai (Valuing), diartikan sebagai mengajak orang lain untuk mengerjakan
dan mendiskusikan suatu masalah.
4. Bertanggung jawab (Responsible), bertanggung jawab atas segala sesuatu yang

telah dipilihnya dengan segala risiko.
2.2.3. Tindakan atau Praktek (practice)
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior ).
Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung
atau suatu kondisi yang memungkinkan antara lain adalah fasilitas. Disamping faktor
fasilitas juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain. Tindakan adalah
realisasi dari pengetahuan dan sikap suatu perbuatan nyata. Tindakan juga merupakan
respon seseorang terhadap stimulus bentuk nyata atau terbuka (Notoatmodjo, 2007).
Menurut Notoatmodjo (2007), tindakan memiliki 4 tingkatan yaitu:
1. Persepsi (Perception)
Persepsi adalah mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan
yang akan diambil.

Universitas Sumatera Utara

2. Respon Terpimpin (Guided Response)
Respon terpimpin adalah dapat melakukan sesuatu dengan urutan yang benar dan
sesuai dengan contoh.
3. Mekanisme (Mechanism)
Mekanisme adalah suatu kondisi dimana seseorang mampu melakukan sesuatu
dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan.
4. Adopsi (Adoption)
Adopsi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik,
artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran dari
tindakan tersebut.
Pengukuran tindakan dapat dilakukan secara tidak langsung dan langsung.
Secara langsung dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang sudah dilakukan
beberapa jam, hari atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran secara langsung dengan
mengobservasi tindakan atau kegiatan responden (Notoatmotmodjo, 2007).
2.3.
1.

Teori Perilaku
Teori Lawrence Green
Grenn mencoba menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan.

Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok yaitu faktor
perilaku (behavior causes) dan faktor di luar perilaku (non behavior causes).
Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari tiga faktor:
a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor), faktor-faktor yang dapat
mempermudah atau mengpresdeposisikan terjadinya perilaku pada diri seseorang
atau masyarakat, adalah pengetahuan dan sikap seseorang atau

masyarakat

Universitas Sumatera Utara

tersebut terhadap apa yang dilakukan, yang terwujud dalam pegetahuan, sikap,
kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya. Misalnya, perilaku ibu untuk
memeriksakan kehamilannya akan dipermudah apabila ibu tersebut tahu apa
manfaat dari periksa hamil, tahu siapa yang memeriksa dan dimana periksa hamil
tersebut dilakukan.
b. Faktor-faktor pendukung atau

factor pemungkin (enabling) perilaku adalah

fasilitas, sarana atau prasarana kesehatan misalnya puskesmas, obat-obatan, alatalat kontrasepsi yang mendukung atau yang memfasilitasi terjadinya perilaku
seseorang atau masyarakat. Misalnya, untuk terjadinya perilaku ibu memeriksakan
kehamilannya, maka diperlukan bidan atau dokter, fasilitas periksa hamil seperti
puskesmas, rumah sakit, klinik, posyandu dan sebagainya. Pengetahuan dan sikap
saja belum menjamin terjadinya perilaku, maka masih diperlukan sarana atau
fasilitas untuk memungkinkan atau mendukung perilaku tersebut. Dari segi
kesehatan masyarakat, agar masyarakat mempunyai perilaku sehat harus terakses
(terjangkau) sarana dan prasarana atau fasilitas pelayanan kesehatan.
c. Faktor-faktor pendorong (reforcing factor) yang terwujud dalam sikap dan perilaku
petugas kesehatan atau petugas yang lain, yang merupakan kelompok referensi
dari perilaku masyarakat. Pengetahuan, sikap dan fasilitas yang tersedia kadangkadang belum menjamin terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat. Sering
terjadi, bahwa masyarakat sudah tahu manfaat keluarga berencana (KB) dan juga
telah tersedia di lingkungannya fasilitas pelayanan KB, tetapi mereka belum ikut
KB karena alasan yang sederhana, yakni bahwa Toma (tokoh masyarakat) yang
dihormatinya tidak atau belum mengikuti KB. Dari contoh diatas telah terlihat

Universitas Sumatera Utara

jelas bahwa Toma (tokoh masyarakat) merupakan faktor penguat (Reinforcing
factors) bagi terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat.
Model ini dapat digambarkan sebagai berikut:
B=f (PF, EF, RF )
Keterangan :
B = Behavior
PF = Predisposing Factors
EF = Enabling Factors
RF = Reinforcing Factors
F = Fungsi
Disimpulkan bahwa perilaku sesorang atau

masyarakat tentang kesehatan

ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi dan sebagainya dari orang
atau masyarakat yang bersangkutan. Disamping itu, ketersediaan fasilitas, sikap dan
perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan
memperkuat

terbentuknya

perilaku.

Misalnya,

seseorang

yang

tidak

mau

mengimunisasikan anaknya di posyandu dapat disebabkan karena orang tersebut tidak
atau belum mengetahui

manfaat imunisasi bagi anaknya (predisposing factors).

Barangkali juga karena rumahnya jauh dari posyandu atau puskesmas tempat
mengimunisasikan anaknya (enabling factors). Sebab lain, mungkin karena para
petugas kesehatan atau tokoh masyarakat lainnya disekitarnya tidak pernah
mengimunisasikan anaknya (reinforcing factors).

Universitas Sumatera Utara

2.

Teori WHO
WHO mengatakan bahwa seseorang berprilaku karena adanya 4 alasan pokok

(determinan), yaitu:
1.

Pemikiran dan perasaan (thoughts and feeling)
Modal awal untuk bertindak dan berprilaku adalah hasil pemikiran dan perasaan
seseorang yang menghasilkan pertimbangan pribadi terhadap objek atau
stimulus, yakni dalam bentuk kepercayaan, sikap, persepsi dan nilai-nilai
seseorang terhadap suatu objek dalam hal ini khususnya objek kesehatan.

2. Adanya acuan atau referensi dari seseorang atau pribadi yang dapat dipercaya
(personnal references).
3. Sumberdaya (resources) yang tersedia merupakan pendukung untuk terjadinya
perilaku seseorang atau masyarakat.
4. Sosio budaya (culture) setempat biasanya sangat berpengaruh terhadap
terbentuknya perilaku seseorang.
Teori dari tim WHO ini dapat dirumuskan secara matematis sebagai berikut:
B = F (Tf, Pr, R, C)

B = Behavior
F = Fungsi
Tf = Thgougts and feeling
Pr = Personnal references
R = Resouces
C = Culture

Universitas Sumatera Utara

2.4.

Perilaku kesehatan
Perilaku kesehatan menurut Skinner (1938), sebagaimana dikutip oleh

Notoatmodjo (2007), perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang

terhadap

stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan
kesehatan, makanan dan minuman serta lingkungan.
Becker (1979) dalam Notoatmodjo (2007), membuat klasifikasi tentang perilaku
kesehatan dan membedakannya ke dalam 3 yaitu:
1. Perilaku Hidup Sehat
Perilaku hidup sehat adalah perilaku – perilaku yang berkaitan dengan upaya
atau

kegiatan

seseorang

untuk

mempertahankan

dan

meningkatkan

kesehatannya yang mencakup antara lain :
a. Makan dengan menu seimbang (appropriate diet)
b. Kegiatan fisik secara teratur dan cukup (olahraga teratur)
c. Tidak merokok dan tidak minum minuman keras dan menggunakan
narkoba
d. Istirahat yang cukup
e. Mengendalikan dan memanajemen stress
f. Perilaku atau gaya hidup lain yang positif bagi kesehatan
2. Perilaku Sakit (Illness Behaviour )
Perilaku sakit ini mencakup respon atau tindakan atau kegiatan seseorang terhadap
sakit dan penyakit.
3. Perilaku Peran Sakit (The Sick Role Behaviour)

Universitas Sumatera Utara

Orang sakit (pasien) mempunyai hak dan kewajiban sebagai orang sakit yang harus
diketahui oleh orang lain (terutama keluarganya). Perilaku ini disebut perilaku
peran sakit (the sick role) yang meliputi :
a.

Tindakan untuk memperoleh kesembuhan

b.

Tindakan

mengenal

atau

mengetahui

fasilitas/sarana

pelayanan

atau

penyembuhan penyakit yang layak
c.

Melakukan kewajiban sebagai pasien dan memperoleh haknya yaitu
memperoleh perawatan

d.

Tidak melakukan sesuatu yang merugikan bagi proses penyembuhan

e.

Melakukan kewajiban supaya penyakitnya tidak kambuh (Notoatmodjo,
2007).

2.5

Perilaku Pencegahan Penyakit
Kurt Lewin 1951 (dalam buku Azwar, 2007) mengatakan suatu model

hubungan perilaku yang mengatakan bahwa perilaku adalah fungsi karakteristik
individu dan lingkungan. Karakteristik individu meliputi berbagai variable, antara lain
motif, nilai-nilai, sifat kepribadian dan sikap yang saling berinteraksi pula dengan
faktor-faktor lingkungan dalam menentukan perilaku. Faktor lingkungan memiliki
kekuatan besar dalam menetukan perilaku, bahkan kadang-kadang kekuatannya lebih
besar daripada karakteristik individu.
Teori tindakan beralasan mengatakan bahwa sikap mempengaruhi perilaku
lewat suatu proses pengambilan keputusan yang teliti dan beralasan dan dampaknya
terbatas hanya pada tiga hal yaitu:

Universitas Sumatera Utara

1. Perilaku lebih banyak ditentukan oleh sikap yang spesifik daripada oleh sikap yang
umum terhadap sesuatu.
2. Perilaku dipengaruhi tidak hanya oleh sikap tetapi juga oleh norma-norma subjektif
yaitu keyakinan kita mengenai apa yang orang lain inginkan agar kita perbuat.
3. Sikap terhadap suatu perilaku bersama norma-norma subjektif membentuk suatu
niat untuk berperilaku tertentu.
Jadi, teori ini secara sederhana mengatakan bahwa seseorang akan melakukan
suatu perbuatan apabila ia memandang perbuatan itu positif dan percaya bahwa orang
lain ingin agar ia melakukannya. Dalam teori perilaku terencana keyakinan-keyakinan
berpengaruh pada sikap terhadap perilaku tertentu, pada norma-norma subjektif dan
pada kontrol perilaku yang dia hayati. Ketiga komponen ini berinteraksi dan menjadi
determinan bagi niat/intensi yang pada gilirannya akan mementukan apakah perilaku
yang bersangkutan akan dilakukan atau tidak (Azwar, 2007).
2.6.

Perilaku Sakit
Suchman dalam Notoatmodjo (2007) membagi lima tahap kejadian yang

menganalisa bagaimana proses seseorang di dalam membuat keputusan sehubungan
dengan pencarian atau pemecahan masalah perawatan kesehatannya yaitu:
1. Tahap pengalaman/pengenalan gejala (The symptom experience)
Pada tahap ini individu membuat keputusan bahwa di dalam dirinya ada suatu
gejala penyakit yang didasarkan pada adanya rasa ketidakenakan pada badannya
yang dirasakan sebagai ancaman bagi hidupnya.

Universitas Sumatera Utara

2. Tahap asumsi peran sakit (The assumption of sick role)
Pada tahap ini individu membuat keputusan bahwa ia sakit dan memerlukan
pengobatan, ia mencari informasi dan pengakuan dari anggota keluarga lain,
tetangga atau rekan kerja.
3. Tahap kontak dengan pelayanan kesehatan (The medical care contact)
Pada tahap ini individu mulai berhubungan dengan fasilitas/pelayanan kesehatan
sesuai dengan pengetahuan, pengalaman, informasi yang ada pada dirinya tentang
jenis-jenis pelayanan kesehatan.
4. Tahap ketergantungan pasien (The dependent patient stage)
Pada tahap ini individu memutuskan bahwa dirinya karena perbuatannya sebagai
pasien, maka untuk kembali sehat harus tergantung dan pasrah kepada fasilitas
pengobatan.
5. Tahap penyembuhan atau rehabilitasi (The recovery of rehabilitation)
Pada tahap ini pasien atau individu memutuskan untuk melepaskan diri dari peran
pasien. Ini ada dua kemungkinan yaitu: pertama karena ia pulih kembali sebelum
sakit dan kedua karena ia menjadi cacat.
2.7.

Model Penggunaan Pelayanan Kesehatan
Salah satu model penggunaan pelayanan kesehatan adalah model sistem

kesehatan (health system model). Anderson (1974) dalam Notoatmodjo (2007)
menggambarkan model sistem kesehatan berupa model kepercayaan kesehatan yang
menggambarkan 3 kategori utama dalam pelayanan kesehatan, yakni: karakteristik
predisposisi, karakteristik pendukung dan karakteristik kebutuhan.

Universitas Sumatera Utara

2.7.1. Karakteristik predisposisi (Predisposing characteristic)
Karakteristik ini digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa tiap individu
mempunyai kecenderungan untuk menggunakan pelayanan kesehatan yang berbedabeda. Hal ini disebabkan karena adanya ciri-ciri individu, yang digolongkan kedalam
tiga kelompok sebagai berikut :
a.

Ciri-ciri demografi, seperti jenis kelamin dan umur

b.

Struktur sosial, seperti tingkat pendidikan, pekerjaan, kesukuan atau ras dan
sebagainya

c.

Manfaat-manfaat kesehatan (kepercayaan), seperti keyakinan bahwa pelayanan
kesehatan dapat menolong proses penyembuhan penyakit.
Karakteristik predisposisi ini tidak serta merta berpengaruh langsung terhadap

pemanfaatan pelayanan kesehatan akan tetapi sebagai faktor pendorong untuk
menimbulkan hasrat guna memanfaatkan pelayanan kesehatan.
2.7.2. Karakteristik pendukung (Enabling charateristic)
Karakteristik ini mencerminkan bahwa meskipun individu mempunyai
predisposisi untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan namun beberapa faktor harus
tersedia untuk menunjang pelaksanaannya seperti faktor kemampuan (penghasilan,
simpanan, askes, dll) dan dari komunitas (fasilitas pelayanan kesehatan).
2.7.3. Karakteristik kebutuhan (Need characteristics)
Faktor predisposisi dan faktor yang memungkinkan untuk mencari pengobatan
dapat terwujud di dalam tindakan apabila itu dirasakan sebagai kebutuhan. Dengan
kata lain kebutuhan merupakan dasar dan stimulus langsung untuk menggunakan
pelayanan kesehatan.

Universitas Sumatera Utara

2.8.

Perilaku Pencarian Pelayanan Kesehatan
Masyarakat atau anggota masyarakat yang mendapat penyakit dan tidak

merasakan sakit (disease but no illness) tentu tidak bertindak apa-apa terhadap
penyakit tersebut. Tetapi bila mereka diserang penyakit dan juga merasakan sakit,
maka baru akan timbul berbagai macam perilaku dan usaha, antara lain:
1.

Tidak bertindak/kegiatan apa-apa (no action)

2.

Bertindak mengobati diri sendiri (self treatment)

3.

Mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan alternatif (traditional
remedy)

4.

Mencari pengobatan dengan membeli obat-obat ke warung obat (chemist shop)
dan sejenisnya termasuk tukang-tukang jamu

5.

Mencari pengobatan dengan pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan modern
yang diadakan oleh pemerintah atau lembaga-lembaga kesehatan swasta yang
dikategorikan ke dalam pengobatan Puskesmas dan Rumah Sakit.

6.

Mencari pengobatan ke fasilitas pengobatan modern yang diselenggarakan oleh
dokter (private medicine) (Notoatmodjo, 2012).

2.9.

Dukungan Keluarga
Menurut Suprajitno (2004) dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan

penerimaan keluarga terhadap anggotanya atau penderita yang sakit. Dukungan
keluarga adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang masa kehidupan dimana sifat
dan jenis dukungannya berbeda-beda dalam berbagai tahap-tahap siklus kehidupan.
Dukungan dari keluarga bertujuan untuk membagi beban juga memberi dukungan
informasional dengan membuat penguatan terhadap pola-pola positif dalam upaya

Universitas Sumatera Utara

pencari penolong. Anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat
mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika di perlukan
(Friedman, 1998).
Sudiharto (2007), menyatakan setiap anggota keluarga mempunyai struktur
peran formal dan informal, contohnya ayah mempunyai peran formal sebagai kepala
keluarga dan pencari nafkah. Struktur keluarga meliputi kemampuan berkomunikasi,
kemampuan keluarga saling berbagi, kemampuan sistem pendukung diantara anggota
keluarga, kemampuan perawatan diri dan kemampuan menyelesaikan masalah.
Menurut Friedman (1998), support system (sistem dukungan) memainkan
peran penting dalam mengintensifkan perasaan sejahtera, orang yang hidup dalam
lingkungan yang supportif kondisinya jauh lebih baik dari pada mereka yang tidak
memilikinya. Dukungan tersebut akan tercipta bila hubungan interpersonal diantara
mereka baik. Ikatan kekeluargaan yang kuat sangat membantu ketika keluarga
menghadapi masalah, karena keluarga adalah orang yang paling dekat hubungannya
dengan anggota keluarganya.
Menurut Friedman (1998), faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga
yaitu anak-anak yang berasal dari keluarga kecil menerima lebih banyak perhatian dari
pada ank-anak dari keluarga yang besar (ukuran keluarga). Selain itu dukungan
dipengaruhi oleh umur ibu yang masih muda cenderung untuk lebih tidak bisa
merasakan atau mengenali kebutuhan anaknya dan juga lebih egosentris di banding
ibu-ibu yang lebih tua. Selanjutnya adalah kelas sosial ekonomi orang tua. Kelas sosial
ekonomi disini adalah meliputi tingkat pendapatan atau pekerjaan orang tua dan
tingkat pendidikan.

Universitas Sumatera Utara

Menurut Friedman (1998), fungsi keluarga adalah:
1.

Fungsi afektif (fungsi pemeliharaan kepribadian): untuk pemenuhan kebutuhan
psikososial, saling mengasuh dan memberikan cinta kasih serta saling menerima
dan mendukung.

2.

Fungsi sosialisasi dan fungsi penempatan sosial: proses perkembangan dan
perubahan individu keluarga, tempat anggota keluarga berinteraksi sosial dan
belajar berperan di lingkungan.

3.

Fungsi reproduktif: untuk meneruskan kelangsungan keturunan dan menambah
sumber daya manusia.

4.

Fungsi ekonomis: untuk memenuhi kebutuhan keluarga, seperti sandang, pangan
dan papan.

5.

Fungsi perawatan kesehatan: untuk merawat anggota keluarga yang mengalami
masalah kesehatan.

Bentuk dukungan keluarga terdiri atas empat, yaitu:
a.

Dukungan emosional (Emosional Support)
Keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan belajar serta

membantu penguasaan terhadap emosi. Aspek-aspek dari dukungan emosional ini
meliputi dukungan yang diwujudkan dalam bentuk afeksi, adanya kepercayaan,
perhatian, motivasi dan mendengarkan atau didengarkan saat mengeluarkan
perasaannya
b.

Dukungan penghargaan (Apprasial Assistance)
Keluarga

disini

bertindak

sebagai

sebuah

bimbingan

umpan

balik,

membimbing dan menengahi pemecahan masalah,dan sebagai sumber dan validator

Universitas Sumatera Utara

identitas anggota keluarga diantaranya memberikan support, penghargaan dan
perhatian.
c.

Dukungan instrumental (Tangibile Assistance)
Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit,

diantaranya kesehatan penderita dalam hal kebutuhan makan dan minum, istirahat,
terhindarnya penderita dari kelelahan. Dukungan ini juga mencakup bantuan secara
langsung seperti dalam bentuk uang, peralatan, waktu, memodifikasi lingkungan
maupun menolong pekerjaan pada saat penderita mengalami stress.
d.

Dukungan informasi (informasi support)
Keluarga berfungsi sebagai sebuah koletor dan disseminator (penyebar)

informasi tentang dunia, mencakup memberi nasehat, petunjuk-petunjuk, saran atau
umpan balik. Bentuk dukungan keluarga yang diberikan oleh keluarga adalah
dorongan semangat, pemberian nasehat atau mengawasi tentang pola makan seharihari dan pengobatan. Dukungan keluarga juga merupakan perasaan individu yang
mendapat perhatian, disenangi, dihargai dan termasuk bagian dari masyarakat
(Friedman, 1998).
Lima tugas keluarga dibidang kesehatan menurut Suprajitno (2004):
1. Mengenal masalah kesehatan, keluarga mengetahui pengertian, tanda dan gejala,
faktor penyebab serta persepsi keluarga.
2. Mengambil keputusan, keluarga mengetahui masalah yang dirasakan keluarga.
Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan yang
tepat sesuai dengan keadan keluarga, dengan mempertimbangkan siapa diantara

Universitas Sumatera Utara

keluarga yang mempunyai kemampuan memutuskan untuk menentukan tindakan
keluarga.
3. Merawat anggota keluarga yang sakit, keluarga mengetahui keadaan penyakit,
mengetahui sifat dan perawatan yang dibutuhka, mengetahui keberadaan fasilitas
pelayanan kesehata, sikap keluarga terhadap yang sakit.
4. Memodifikasi

lingkungan

keluarga

untuk

menjamin

kesehatan

keluarga.

Memelihara lingkungan yang sehat, sumber-sumber keluarga yang dimiliki,
keuntungannya memanfaatkan pemeliharaan lingkungan, pentingnya higien
sanitasi, kekompakan antar anggota keluarga.
5. Memanfaatkan fasilitas kesehtan yang ada, keberadaan fasilitas kesehatan,
keuntunngan yang dapat diperoleh dan fasilitas kesehatan terjangkau oleh keluarga.
2.10. Puskesmas
2.10.1 Pengertian Puskesmas
Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) adalah suatu unit pelaksana
fungsional yang berfungsi sebagai pusat pembangunan kesehatan, pusat pembinaan
partisipasi masyarakat dalam bidang kesehatan serta pusat pelayanan kesehatan tingkat
pertama yang menyelenggarakan kegiatannya secara menyeluruh, terpadu dan
berkesinambungan pada suatu masyarakat yang bertempat tinggal dalam suatu wilayah
tertentu (Mubarak, 2009).
2.10.2 Visi dan Misi Puskesmas
Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah
tercapainya Kecamatan Sehat menuju menuju terwujudnya Indonesia Sehat.
Kecamatan Sehat adalah gambaran masyarakat kecamatan masa depan yang ingin

Universitas Sumatera Utara

dicapai melalui pembangunan kesehatan, yakni masyarakat yang hidup dalam
lingkungan dan dengan perilaku sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau
pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya (Trihono, 2005).
Menurut Mubarak (2009), mengatakan bahwa misi puskesmas sebagai pusat
pengembangan kesehatan yang dapat dilakukan melalui berbagai upaya, antara lain
sebagai berikut:
1.

Memperluas jangkauan pelayanan kesehatan sampai ke desa-desa

2.

Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan

3.

Mengadakan peralatan dan obat-obatan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat

4.

Mengembangkan pembangunan kesehatan masyarakat desa.

2.10.3 Tujuan Puskesmas
Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah
mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional, yakni meningkatnya
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang bertempat
tinggal di wilayah kerja puskesmas, agar terwujud derajat kesehatan yang setinggitingginya (Trihono, 2005).
2.10.4 Fungsi Puskesmas
Mubarak dan Chayatin tahun 2009, fungsi pokok puskesmas antara lain:
1.

Sebagai pusat pembangunan kesehatan masyarakat di wilayahnya

2.

Membina peran serta masyarakat di wilayah kerjanya dalam rangka meningkatkan
kemampuan untuk hidup sehat

Universitas Sumatera Utara

3.

Memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada
masyarakat di wilayah kerjanya

2.10.5 Kegiatan puskesmas
Menurut Mubarak dan Chayatin (2009), mengatakan bahwa terdapat 20 usaha
pokok kesehatan yang dapat dilakukan oleh puskesmas. Namun, pelaksanaannya
sangat bergantung pada faktor tenaga, sarana dan prasarana, biaya yang tersedia serta
kemampuan manajemen dari tiap-tiap puskesmas.
Berdasarkan buku kebijakan dasar PUSKESMAS yang disusun oleh Depkes
RI tahun 2003, terdapat tujuh kegiatan sebagai upaya kesehatan wajib, yakni:
a. Upaya Promosi Kesehatan
b. Upaya Kesehatan Lingkungan
c. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana
d. Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat
e. Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular
f. Upaya Pengobatan
g. Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP)
Selain itu juga terdapat upaya kesehatan pengembangan yang disesuaikan
dengan kemampuan Puskesmas, yakni:
a. Upaya Kesehatan Sekolah
b. Upaya Kesehatan Olahraga
c. Upaya Perawatan Kesehatan Masyarakat
d. Upaya Kesehatan Kerja
e. Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut

Universitas Sumatera Utara

f. Upaya Kesehatan Jiwa
g. Upaya Kesehatan Mata
h. Upaya Kesehatan Usia Lanjut
i. Upaya Pembinaan Pengobatan Tradisional
j. Upaya Kesehatan Remaja
k. Dana Sehat
2.11

Faktor yang Berhubungan Terhadap Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
Dalam Pedoman Penyelenggaraan Puskesmas di Era Desentralisasi 2001 yang

tersusun oleh Tim Reformasi Puskesmas Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan
Sosial, disebutkan bahwa salah satu kelompok indikator pencapaian Kecamatan Sehat
2010 yang dipantau tahunan adalah indikator pelayanan kesehatan yang meliputi
pemanfaatan pelayanan kesehatan di puskesmas dan mutu pelayanan (Depkes RI,
2005).
Ada beberapa faktor yang berhubungan terhadap pemanfaatan fasillitas
kesehatan, seperti umur, tingkat pendidikan, pekerjaan dan berbagai faktor lainnya.
Umur berkaitan dengan kelompok umur tertentu yang lebih banyak memanfaatkan
pelayanan kesehatan karena pertimbangan tingkat kerentanan. Tingkat pendidikan
mempunyai hubungan yang eksponensial dengan tingkat kesehatan. Semakin tinggi
tingkat pendidikan, semakin mudah menerima konsep hidup sehat secara mandiri,
kreatif dan berkesinambungan. Tingkat pendapatan mempunyai kontribusi yang besar
dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan, karena semakin tinggi tingkat pendapatan,
semakin leluasa untuk memilih pelayanan kesehatan (Sutanto, 2002).

Universitas Sumatera Utara

Menurut Azwar (1996), pemanfaatan seseorang terhadap pelayanan kesehatan
dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, sosial budaya dan sosial ekonomi orang tersebut.
Bila tingkat pendidikan, sosial budaya dan sosial ekonomi baik, maka secara relatif
pemanfaatan pelayanan kesehatan akan tinggi. Pemanfaatan pelayanan kesehatan
melibatkan berbagai informasi, antara lain: status kesehatan saat ini, informasi tentang
status kesehatan yang membaik, informasi tentang berbagai macam perawatan yang
tersedia dan informasi tentang efektivitas pelayanan kesehatan yang dipengaruhi oleh
interaksi antar konsumen dan penyedia layanan (provider ) (Azwar, 1996).
Pemanfaatan pelayanan kesehatan juga dipengaruhi kelas sosial, perbedaan
suku bangsa dan budaya. Ancaman-ancaman kesehatan yang sama (yang ditentukan
secara klinik), tergantung dari variabel-variabel tersebut dapat menimbulkan reaksi
yang berbeda dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan. Koos (1954) misalnya telah
menunjukkan bagaimana tingkah laku sakit berbeda secara menyolok sesuai dengan
kelas sosial dan ekonomi dalam populasi yang sekurang-kurangnya homogen. Ia
menemukan bahwa para warga lapisan sosial atas dalam suatu masyarakat kecil di
bilangan kota New York lebih cepat menginterpretasi gejala khusus sebagai indikasi
sakit, dibanding dengan warga kelas sosial bawah karena itu mereka akan lebih
cenderung untuk segera mencari perawatan dokter (Anderson, 1986).
2.12

Karakteristik Masyarakat
Karakteristik individu berbeda dengan karakteristik masyarakat dimana

karakteristik individu meliputi keahlian, pendidikan dan pengalaman kerja. Sedangkan
karakteristik masyarakat meliputi identitas budaya, struktur masyarakat, aspek sosial,
ekonomi dan lain sebagainya. Dengan kata lain, faktor-faktor karakteristik dalam hal

Universitas Sumatera Utara

ini adalah faktor-faktor yang berkembang dalam masyarakat. Menurut Roucek &
Warren (1962) dalam Ihromi (1999), masyarakat desa memiliki karakteristik sebagai
berikut: (1) peranan kelompok primer sangat besar; (2) faktor geografik sangat
menentukan pembentukan kelompok masyarakat; (3) hubungan lebih bersifat intim
dan awet; (4) struktur masyarakat bersifat homogen; (5) tingkat mobilitas social
rendah; (6) keluarga lebih ditekankan fungsinya sebagai unit ekonomi; (7) proporsi
jumlah anak cukup besar dalam struktur kependudukan.
Pitirim A. Sorokin dan Carle C. Zimmerman dalam Koetjaraningrat (1993),
mengemukakan sejumlah faktor yang menjadi dasar dalam menentukan karakteristik
desa dan kota yaitu mata pencaharian, ukuran komunitas, tingkat kepadatan penduduk,
lingkungan, diferensiasi sosial, stratifikasi sosial, interaksi sosial dan solidaritas sosial.
2.13

Kerangka Konsep Penelitian

Independen
Faktor Predisposisi:
Karakteristik:
- Umur
- Jenis kelamin
- Pendidikan
- Pendapatan
Pengetahuan
Sikap

Dependen

Pemanfaatan
pelayanan
kesehatan

Faktor Penguat
Dukungan keluarga
- dukungan emosional
- dukungan penilaian
- dukungan
instrumental
- dukungan Informatif

(Puskesmas)

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan gambar diatas, kerangka konsep penelitian akan melihat
bagaimana hubungan dari faktor predisposisi yang termasuk didalamnya karakteristik
yaitu umur, jenis kelamin, pekerjaan dan pendapatan, pengetahuan dan sikap dan
faktor penguat (dukungan keluarga). Serta dari setiap pengetahuan, sikap dan
dukungan keluarga tersebut akan melihat bagaimana hubungannya terhadap
pemanfaatan atau tindakan pelayanan kesehatan di puskesmas.
2.14.

Hipotesis Penelitian
Hipotesis sebagai jawaban sementara penelitian, patokan dugaan atau dalil

sementara

yang

kebenarannya

akan

dibuktikan

dalam

penelitian

tersebut

(Notoatmodjo, 2010). Berdasarkan masalah yang telah dipaparkan maka hipotesis
dalam penelitian ini adalah:
Ho :

Tidak ada hubungan antara pengetahuan masyarakat terhadap pemanfaatan
pelayanan kesehatan di puskesmas.

Ha :

Ada hubungan antara pengetahuan masyarakat terhadap pemanfaatan
pelayanan kesehatan di puskesmas.

Ho :

Tidak ada hubungan antara sikap masyarakat terhadap pemanfaatan
pelayanan

Ha :

kesehatan di puskesmas

Ada hubungan antara sikap masyarakat terhadap pemanfaatan pelayanan
kesehatan di puskesmas.

Ho :

Tidak ada hubungan

antara dukungan keluarga terhadap pemanfaatan

pelayanan kesehatan di puskesmas.
Ha :

Ada hubungan

antara dukungan keluarga dengan pemanfaatan pelayanan

kesehatan di puskesmas.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pengetahuan dan Sikap Lansia Tentang Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia di Kelurahan Pasar Teluk Dalam Kabupaten Nias Selatan

27 351 111

Perilaku Akseptor Vasektomi dan Dukungan Keluarga di Wilayah Kerja Kecamatan Porsea Kabupaten Toba Samosir

0 37 137

Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Dukungan Keluarga Dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Onan Hasang Kecamatan Pahae Julu Kabupaten Tapanuli Utara

8 57 131

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DAN PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENULARAN TUBERKULOSIS DI WILAYAH Hubungan Dukungan Keluarga Dan Pengetahuan Dengan Perilaku Pencegahan Penularan Tuberkulosis Di Wilayah Kerja Puskesmas Sukoharjo.

0 2 16

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP KELUARGA TERHADAP PEMANFAATAN PELAYANAN KESEHATAN OLEH KELUARGA KLIEN GANGGUAN JIWA DI NAGARI PILUBANG WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUNGAI LIMAU TAHUN 2009.

0 0 10

Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Dukungan Keluarga Dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Onan Hasang Kecamatan Pahae Julu Kabupaten Tapanuli Utara

0 1 14

Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Dukungan Keluarga Dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Onan Hasang Kecamatan Pahae Julu Kabupaten Tapanuli Utara

0 0 2

Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Dukungan Keluarga Dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Onan Hasang Kecamatan Pahae Julu Kabupaten Tapanuli Utara

1 3 9

Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Dukungan Keluarga Dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Onan Hasang Kecamatan Pahae Julu Kabupaten Tapanuli Utara

0 1 4

Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Dukungan Keluarga Dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Onan Hasang Kecamatan Pahae Julu Kabupaten Tapanuli Utara

0 0 23