Evaluasi Kesesuaian Lahan Tanaman Padi Sawah, Padi Gogo (Oryza sativa L.), dan Sorgum (Shorgum bicolor) di Kecamatan Sei Bamban Kabupaten Serdang Bedagai

TINJAUAN PUSTAKA
Evaluasi lahan
Evaluasi lahan merupakan bagian dari proses perencanaa tataguna lahan.
Inti evaluasi lahan adalah membandingkan persyaratan yang diminta oleh tipe
penggunaan lahan yang akan diterapkan, dengan sifat sifat atau kualitas lahan
yang dimiliki oleh lahan yang akan digunakan. Dengan cara ini maka akan
diketahui potensi lahan atau kelas kesesuaian/kemampuan

lahan untuk tipe

penggunaan lahan tersebut (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007).
Evaluasi lahan memerlukan sifat-sifat fisik lingkungan suatu wilayah yang
dirinci ke dalam kualitas lahan (land qualities), dan setiap kualitas lahan biasanya
terdiri atas satu atau lebih karakteristik lahan (land characteristics). Beberapa
karakteristik lahan umumnya mempunyai hubungan satu sama lainnya di dalam
pengertian kualitas lahan dan akan berpengaruh terhadap jenis penggunaan
dan/atau pertumbuhan tanaman dan komoditas lainnya yang berbasis lahan
(peternakan, perikanan, kehutanan) (Djaenudin, dkk., 2003).
Kerangka dari sistem klasifikasi kesesuaian lahan ini mengenal 4 (empat)
kategori, yaitu :
1.


Ordo
Pada tingkat ordo ditunjukkan, apakah suatu lahan sesuai atau tidak sesuai

untuk suatu jenis penggunaan lahan tertentu. Dikenal ada 2 (dua) ordo, yaitu :
Ordo S (Sesuai) : Lahan yang termasuk ordo ini adalah lahan yang dapat
digunakan dalam jangka waktu yang tidak terbatas untuk suatu tujuan
yang telah dipertimbangkan. Keuntungan dari hasil pengelolaan lahan itu
akan memuaskan setelah dihitung dengan masukan yang diberikan.
Tanpa atau sedikit resiko kerusakan terhadap sumberdaya lahannya.

Universitas Sumatera Utara

6
Ordo N (tidak sesuai) : Lahan yang termasuk ordo ini adalah lahan yang
mempunyai

kesulitan

sedemikian


rupa,

sehingga

mencegah

penggunaannya untuk suatu tujuan yang telah direncanakan. Lahan dapat
digolongkan sebagai tidak sesuai untuk digunakan bagi usaha pertanian
karena berbagai penghambat, baik secara fisik (lereng sangat curam,
berbatu-batu, dan sebagainya) atau secara ekonomi (keuntungan yang
didapat lebih kecil dari biaya yang dikeluarkan)
(Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007).
2. Kelas
Menurut Ritung, dkk., (2007) pada tingkat kelas, kelas kesesuaian lahan
digolongkan atas beberapa tingkatan sebagai berikut :
Kelas S1 (Sangat Sesuai): Lahan tidak mempunyai faktor pembatas yang berarti
atau nyata

terhadap penggunaan secara berkelanjutan, atau faktor


pembatas bersifat minor dan tidak akan berpengaruh terhadap
produktivitas lahan secara nyata.
Kelas S2 (Cukup Sesuai) : Lahan mempunyai faktor pembatas, dan faktor
pembatas ini akan berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan
tambahan masukan (input). Pembatas tersebut biasanya dapat diatasi
oleh petani sendiri.
Kelas S3 (Sesuai Marginal) : Lahan mempunyai faktor pembatas yang berat,dan
faktor pembatas ini akan sangat berpengaruh terhadap produktivitasnya,
memerlukan tambahan masukan yang lebih banyak daripada lahan yang
tergolong S2. Untuk mengatasi faktor pembatas pada S3 memerlukan
modal tinggi, sehingga perlu adanya bantuan atau campur tangan
(intervensi) pemerintah atau pihak swasta.

Universitas Sumatera Utara

7

Kelas N (Tidak Sesuai): Lahan yang karena mempunyai faktor pembatas yang
sangat berat dan/atau sulit diatasi.

3. Sub-kelas
Subkelas adalah keadaan tingkatan dalam kelas kesesuaian lahan. Kelas
kesesuaian lahan dibedakan menjadi subkelas berdasarkan kualitas dan
karakteristik lahan (sifat-sifat tanah dan lingkungan fisik lainnya) yang menjadi
faktor pembatas terberat, misal Subkelas S3rc, sesuai marginal dengan pembatas
kondisi perakaran (rc=rooting condition) (Ritung, dkk., 2007).
4. unit
Unit adalah keadaan tingkatan dalam subkelas kesesuaian lahan, yang
didasarkan pada sifat tambahan yang berpengaruh dalam pengelolaannya. Contoh
kelas S3rc1 dan S3rc2, keduanya mempunyai kelas dan subkelas yang sama
dengan faktor penghambat sama yaitu kondisi perakaran terutama faktor
kedalaman efektif tanah, yang dibedakan ke dalam unit 1 dan unit 2. Unit 1
kedalaman efektif sedang (50-75 cm), dan Unit 2 kedalaman efektif dangkal
( 2 mm
 Kedalaman tanah : menyatakan dalamnya lapisan tanah dalam cm yang dapat
dipakai untuk perkembangan perakaran dari tanaman yang dievaluasi
 KTK liat : menyatakan kapasitas tukar kation dari fraksi liat
 Kejenuhan basa : jumlah basa-basa (NH4OAc) yang ada dalam 100 g contoh
tanah.


Universitas Sumatera Utara

10
 Reaksi tanah (pH) : nilai pH tanah di lapangan. Pada lahan kering dinyatakan
dengan data laboratorium atau pengukuran lapangan, sedang pada tanah basah
diukur di lapangan
 C-organik : kandungan karbon organik tanah.
 Alkalinitas : kandungan natrium dapat ditukar
 Lereng : menyatakan kemiringan lahan diukur dalam %
 Bahaya erosi : bahaya erosi diprediksi dengan memperhatikan adanya erosi
lembar permukaan (sheet erosion), erosi alur (reel erosion), dan erosi parit (gully
erosion), atau dengan memperhatikan permukaan tanah yang hilang (rata-rata)
per tahun
 Genangan : jumlah lamanya genangan dalam bulan selama satu tahun
 Batuan di permukaan : volume batuan (dalam %) yang ada di permukaan
tanah/lapisan olah.

Universitas Sumatera Utara

11

Tabel 1. Jenis usaha perbaikan karakteristik lahan aktual (saat ini) untuk menjadi
potensial menurut tingkat pengelolaannya
Kualitas / Karakteristik
Lahan
1. Rezim radiasi
Panjang / lama penyinaran
matahari
2. Rezim suhu
Suhu rerata tahunan
Suhu rerata bulan terdingin
Suhu rerata bulan terpanas
3. Rezim
kelembaban
udara
Kelembaban nisbi
4. Ketersediaan air
Bulan kering
Curah hujan
5. Media perakaran
Drainase

Tekstur
Kedalaman efektif

6. Retensi hara
KTK
Ph
7. Ketersediaan hara
N total
P2O5 tersedia
K2O dapat ditukar
8. Bahaya banjir
Periode frekuensi

9. Kegaraman
Salinitas
10. Toksisitas
Kejenuhan aluminium
Lapisan pirit

11. Kemudahan

pengolahan
12. Terrain
/
mekanisasi
13. Bahaya erosi

Jenis Usaha Perbaikan

Tingkat
Pengelolaan

Tidak dapat dilakuakan perbaikan

-

Tidak dapat dilakukan perbaikan
Tidak dapat dilakukan perbaikan
Tidak dapat dilakukan perbaikan

-


Tidak dapat dilakukan perbaikan

-

Sisitem irigasi / pengairan
Sisitem irigasi / pengairan

Sedang, tinggi
Sedang, tinggi

Perbaikan sistem drainase, seperti Sedang, tinggi
pembuatan saluran drainase
Tidak dapat dilakukan perbaikan
Umumnya tidak dapat dilakukan Tinggi
perbaikan kecuali pada lapisan padas
lunak dan tipis dengan membongkarnya
saat pengolahan tanah.
Pengapuran atau penambahan bahan Sedang, tinggi
organic

Pengapuran
Pengapuran
Pemupukan
Sedang, tinggi
Pemupukan
Pemupukan
Pembuatan tanggul penahan banjir serta Tinggi
pembuatan saluran drainase untuk
mempercepat pengaturan air
Reklamasi

Sedang, tinggi

Pengapuran
Pengaturan sistem tata air tanah, tinggi
permukaan air tanah harus di atas
lapisan bahan sulfidic
Pengaturan kelembaban tanah untuk
mempermudah pengolahan tanah.
potensi Tidak dapat dilakukan perbaikan


Sedang, tinggi
Sedang, tinggi

Sedang, tinggi
-

Pembuatan teras, penanaman sejajar Sedang, tinggi
kontur, penanaman cover crop

Sumber : Rayes, 2007

Universitas Sumatera Utara

12
Tabel 2. Asumsi tingkat perbaikan kualitas lahan aktual untuk menjadi potensial
menurut tingkat pengelolaannya
Kualitas / karakteristik lahan
Tingkat pengelolaan
1. Rezim radiasi

-

-

-

2. Rezim suhu

-

-

-

3. Rezim lengas udara

-

-

-

Bulan kering

-

+

++

Curah hujan

-

+

++



Drainase

-

+

++

Tekstur

-

-

-



Kedalaman efektif

-

-

+

Gambut: kematangan

-

-

+

Gambut: ketebalan

-

-

+

KTK

-

+

++

pH

-

+

++

N total

+

++

+++

P2O5 tersedia

+

++

+++

K2O dapat ditukar

+

++

+++

Periode

-

+

++

Frekuensi

-

+

++

-

+

++

Kejenuhan aluminium

-

+

++

Lapisan pirit

-

+

++

8. Kemudahan pengolahan

-

+

++

12. Terrain / potensi mekanisasi

-

-

+

13. Bahaya Erosi

-

+

++

1. Ketersediaan air



2. Media perakaran




3. Retensi hara



4. Ketersediaan hara




5. Bahaya banjir



6. Kegaraman


Salinitas

7. Toksisitas



Sumber: Rayes, 2007

Universitas Sumatera Utara

13

Keterangan:










Tingkat pengelolaan rendah : pengelolaan dapat dilakukan oleh petani
dengan biaya yang relative rendah.
Tingkat pengelolaan sedang : pengelolaan dapat dilakukan pada tingkat
petani menengah, memerlukan modal yang cukup besar dan teknik
pertanian sedang.
Tingkat pengelolaan tinggi : pengelolaan hanya dilakukan dengan modal
yang relative besar atau menengah.
- Tidak dapat dilakukan perbaikan
+ Perbaikan dapat dilakukan dan akan dihasilkan kenaikan satu kelas
tingkat lebih tinggi (S3 menjadi S2)
++ Kenaikan kelas dua tingkat lebih tinggi (S3 menjadi S1)

Iklim
Ada dua komponen iklim yang paling mempengaruhi kemampuan lahan,
yaitu temperatur dan curah hujan. Di daerah tropis, faktor yang mempengaruhi
temperatur udara adalah elevasi (ketinggian tempat dari permukaan laut).
Data curah hujan diperoleh dari hasil pengukuran stasiun penakar hujan
yang ditempatkan pada suatu lokasi yang dianggap dapat mewakili suatu wilayah
tertentu. Pengukuran curah hujan dapat dilakukan secara manual dan otomatis.
Secara manual biasanya dicatat besarnya jumlah curah hujan yang terjadi selama
1(satu) hari, yang kemudian dijumlahkan menjadi bulanan dan seterusnya tahunan
(Ritung, dkk., 2007).
Untuk keperluan penilaian kesesuaian lahan biasanya dinyatakan dalam
jumlah curah hujan tahunan, jumlah bulan kering dan jumlah bulan basah.
Oldeman (1975) mengelompokkan wilayah berdasarkan jumlah bulan basah dan
bulan kering berturut-turut. Bulan basah adalah bulan yang mempunyai curah
hujan >200 mm, sedangkan bulan kering mempunyai curah hujan 100 mm) dan bulan

Universitas Sumatera Utara

14
kering ( 75 cm

Universitas Sumatera Utara

18
Retensi Hara
Kapasitas Tukar Kation (KTK)
Kapasitas tukar kation (KTK) adalah kapasitas atau kemampuan tanah
menjerap dan melepaskan kation yang dinyatakan sebagai total kation yang dapat
dipertukarkan per 100 gram tanah yang dinyatakan dalam milli equivalen
disingkat me/100 g atau dalam satuan internasionalnya cmol/kg. Tanah-tanah
yang mempunyai kadar liat/koloid lebih tinggi dan/atau kadar bahan organik
tinggi mempunyai KTK lebih tinggi dibandingkan tanah yang mempunyai kadar
liat rendah (tanah pasiran) dan kadar bahan organik rendah. (Winarso, 2005).
Kapasitas tukar kation ( KTK ) dinyatakan dalam satuan mili equivalen
per 100 g tanah ( me/100g ) atau centimol per kg tanah ( cmol (+)/kg. Satuan yang
terakhir digunakan secara resmi di internasional ( Mukhlis, 2014 ).
Besarnya KTK suatu tanah ditentukan oleh faktor-faktor berikut :
1. Tekstur tanah.
Tanah yang bertekstur liat akan memiliki nilai KTK yang lebih besar
dibandingkan dengan tanah yang bertekstur pasir. Hal ini karena liat
merupakan koloid tanah.
2. Kadar bahan organik
Oleh karena sebahagian bahan organik merupakan humus yang berperan
sebagai koloid tanah, maka semakin banyak bahan organik akan semakin
besar nilai KTK tanah.
3. Jenis mineral liat yang terkandung didalam tanah
(Mukhlis, dkk., 2011).

Universitas Sumatera Utara

19

Kejenuhan Basa (KB)
Kejenuhan basa menunjukkan perbandingan antara jumlah kation-kation
basa dengan jumlah semua kation-kation (kation basa dan kation asam) yang
terdapat dalam kompleks jerapan tanah. Jumlah maksimum kation yang dapat
diserap tanah menunjukkan besarnya nilai kapasitas tukar kation tanah tersebut.
Kejenuhan basa (KB) merupakan sifat yang berhubungan dengan KTK, yang
dapat didefenisikan sebagai berikut :
% KB=

x 100%

Kation-kation basa umumnya merupakan unsur hara yang diperlukan tanaman.
Disamping itu basa-basa umumnya mudah tercuci sehingga tanah dengan
kejenuhan basa tinggi menunjukkan bahwa tanah tersebut belum banyak
mengalami pencucian dan merupakan tanah yang subur (Winarso, 2005).
Kejenuhan basa merupakan suatu sifat yang berhubungan dengan KTK.
Terdapat juga korelasi positif antara % kejenuhan basa dan pH tanah. Umumnya,
terlihat bahwa kejenuhan basa tinggi jika pH tanah tinggi. Kejenuhan basa sering
dianggap sebagai petunjuk tingkat kesuburan tanah. Kemudian pelepasan kation
terjerap untuk tanaman tergantung pada tingkat kejenuhan basa. Suatu tanah
dianggap sangat subur jika kejenuhan basanya≥ 80%, berkesuburan sedang jika
kejenuhan basanya antara 50 dan 80%, dan tidak subur jika kejenuhan basanya
≤ 50% (Mukhlis, dkk., 2011).
pH Tanah
Kemasaman (pH) tanah secara sederhana merupakan ukuran aktivitas H+
dan dinyatakan sebagai – log10 [H+]. Secara ukuran logaritma aktivitas atau
konsentrasi H+ ini berarti setiap perubahan satu unit pH tanah berarti terjadi

Universitas Sumatera Utara

20

perubahan 10 kali dari jumlah kemasaman atau kebasahan. Pada tanah yang
mempunyai pH 6,0 berarti tanah tersebut mempunyai H+ aktif sebanyak 10 kali
dibandingkan dengan tanah yang mempunyai pH 7,0 (Winarso, 2005).
pH tanah merupakan suatu ukuran intensitas kemasaman, bukan ukuran
total asam yang ada ditanah tersebut. Pada tanah-tanah tertentu, seperti tanah liat
berat mampu menahan perubahan pH atau kemasaman yang lebih besar
dibandingkan dengan tanah yang berpasir. Tanah yang mampu menahan
kemasaman tersebut dikenal sebagai tanah yang berpenyangga baik. Kemampuan
penyangga adalah ketahanan ion hydrogen untuk berubah ( Mukhlis, 2014 ).
Kemasaman tanah (pH) dapat dikelompokkan sebagai berikut :
pH < 4,5 (sangat masam)
pH 6,6 – 7,5 (netral)
pH 4,5 – 5,5 (masam)
pH 7,6 – 8,5 (agak alkalis)
pH 5,6 – 6,5 (agak masam)
pH > 8,5 (alkalis)
(Arsyad, 1989).
C-organik Tanah
Bahan organik memainkan banyak peran penting di dalam tanah. Karena
bahan organik tanah berasal dari sisa-sisa tumbuhan, bahan organik tanah pada
mulanya mengandung semua hara yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman.
Bahan organik itu sendiri mempengaruhi struktur tanah dan cenderung untuk
menaikkan kondisi fisik yang dikehendaki (Foth, 1998).

Universitas Sumatera Utara

21
Kandungan bahan organik tanah yang beragam dipengaruhi oleh faktor
lingkungan, vegetasi dan tanah, sehingga sumbangannya terhadap kemasaman
tanah juga beragam pada tanah gambut dan tanah mineral yang mengandung
sejumlah besar bahan organik (Damanik, dkk., 2011).
Bahan organik tanah dapat didefinisikan sebagai sisa – sisa tanaman dan
hewan di dalam tanah pada berbagai pelapukan baik masih hidup maupun mati.
Di dalam tanah dapat berfungsi atau dapat memperbaiki baik sifat fisika, kimia,
dan biologi tanah. Bahan organik umumnya ditemukan di permukaan tanah.
Jumlahnya tidak besar hanya sekitar 3 – 5%, tetapi pengaruhnya terhadap sifatsifat tanah besar sekali. Adapun pengaruh bahan organik terhadap sifat tanah dan
akibatnya juga terhadap pertumbuhan tanaman adalah :
− Sebagai granulator yaitu memperbaiki struktur tanah
− Sumber unsur hara N, P, S, unsur mikro lainnya
− Menambah kemampuan tanah untuk menahan unsur-unsur hara
− Sumber energi bagi mikroorganisme
(Winarso, 2005).
Bahaya Erosi
Topografi
Topografi yang dipertimbangkan dalam evaluasi lahan adalah bentuk
wilayah (relief) atau lereng dan ketinggian tempat di atas permukaan laut. Relief
erat hubungannya dengan faktor pengelolaan lahan dan bahaya erosi. Sedangkan
faktor ketinggian tempat di atas permukaan laut berkaitan dengan persyaratan
tumbuh tanaman yang berhubungan dengan temperatur udara dan radiasi matahari
(Ritung, dkk., 2007).

Universitas Sumatera Utara

22
Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) mengklasifikasikan
kemiringan lereng sebagai berikut :
l0 = 0 - 3 % : datar
l1 = 3 - 8 % : landai/berombak
l2 = 8 - 15% : agak miring/bergelombang
l3 = 15 - 30% : miring/berbukit
l4 = 30 - 45 % : agak curam
l5 = 45 - 65% : curam
l6 = > 65 % : sangat curam
Kecuraman lereng, panjang lereng dan bentuk lereng dapat mempengaruhi
besarnya erosi dan aliran permukaan. Lereng sering kali dapat menjadi petunjuk
jenis tanah tertentu dan pengaruhnya pada penggunaan dan pengelolaan tanah
dapat dievaluasi sebagai bagian satuan peta. Jika data hasil penelitian tentang
besarnya erosi dibawah sistem pengelolaan tertentu atau kepekaan tanah (nilai K)
tersedia, maka data tersebut dapat digunakan untuk mengelompokkan tanah pada
tingkat kelas (Rayes, 2007).
Erosi
Erosi dapat juga disebut pengikisan atau kelongsoran yang merupakan
proses penghanyutan tanah oleh desakan desakan atau kekuatan air dan angin,
baik yang berlangsung secara alamiah ataupun sebagai akibat tindakan/perbuatan
manusia (Kartasapoetra, dkk., 1987).
Tingkat bahaya erosi dapat diprediksi berdasarkan kondisi lapangan, yaitu
dengan cara memperhatikan adanya erosi lembar permukaan (sheet erosion), erosi
alur (rill erosion), dan erosi parit (gully erosion). Pendekatan lain untuk
memprediksi tingkat bahaya erosi yang relatif lebih mudah dilakukan adalah

Universitas Sumatera Utara

23
dengan memperhatikan permukaan tanah yang hilang (rata-rata) pertahun,
dibandingkan tanah yang tidak tererosi yang dicirikan oleh masih adanya horizon
A (Ritung, dkk., 2007).
Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) mengklasifikasikan kelas
erosi sebagai berikut :
e0 : tidak ada erosi : 0 %
e1 : ringan : < 25% lapisan atas hilang
e2 : sedang : 25 – 75% lapisan atas hilang
e3 : berat : > 75% lapisan atas hilang, < 25% lapisan bawah hilang
e4 : sangat berat : > 75% lapisan atas hilang, > 25% lapisan bawah hilang
Tabel 3. Tingkat bahaya erosi
Tingkat bahaya erosi
Jumlah tanah permukaan yang hilang (cm/tahun)
Sangat ringan (sr)
Ringan (r)
Sedang (s)
Berat (b)
Sangat berat (sb)

< 0,15
0,15 - 0,9
0,9 - 1,8
1,8 - 4,8
> 4,8

Sumber : Djaenudin, dkk., 2011.
Perhitungan (Prediksi) Laju Erosi Metode USLE
Prediksi erosi dengan metode USLE diperoleh dari hubungan antara
faktor-faktor erosi yang dipercepat umumnya yaitu:
A = R * K * L *S * C * P
Dimana:
A = Jumlah tanah hilang terhitung tiap satuan luas
R = faktor curah hujan

Universitas Sumatera Utara

24

K = faktor erodibilitas tanah
L = Faktor panjang lereng
S = faktor kemiringan lereng
C = faktor vegetasi penutup tanah
P = faktor pengendali erosi
(Kartasapoetra, dkk., 1987).
a. Faktor Erosivitas Hujan (R)
Curah hujan terdiri curah hujan harian, bulanan, tahun. Dimana Curah hujan
harian dapat dihitung yaitu Menurut Hardjowigeno dan widiatmaka (2007 ):
RH = 2,467 ( Rh )²
0,02727Rh + 0,275
Ket : Rh = curah Hujan
RH = erosivitas hujan harian
Curah hujan bulanan yaitu :
R = 6,119 (Rain)ᵐ 1,21(Days) ᵐ -0;47(Max.P) ᵐ 0;53
Keterangan : RM = Erosivitas hujan bulanan
(Rain)ᵐ 1,21 = curah hujan bulanan (cm)
(Days) ᵐ -0;47 = banyaknya hari hujan setiap bulan
`

(Max.P) ᵐ 0;53 = hujan harian maksimum ( cm )

Nilai R (erosivitas hujan ) setahun diperoleh dengan menjumlahkan RM selama
setahun
(Hardjowigeno dan widiatmaka, 2007 ).
b. Faktor Erodibilitas Tanah (K)
Erodibilitas adalah kepekaan tanah terhadap daya menghancurkan dan
penghanyutan oleh air curahan hujan. Erodibilitas tanah tinggi hal ini berarti
bahwa tanah itu peka atau mudah tererosi dan erodibilitas tanah itu rendah hal ini

Universitas Sumatera Utara

25

akan berarti bahwa resistensi atau daya tahan tanah itu kuat, dengan perkataan lain
tanah tahan ( resisten ) terhadap erosi ( Kartasapoetra dkk., 1987 ).
c. Faktor Topografi (LS)
Kelas kemeringan lereng diukur pada waktu survey tanah dilapangan, atau
dapat juga ditentukan dengan cara membuat jaring-jaring yang berjarak tetap
missal 1 cm x 1 cm pada peta topongrafi. Untuk menghitung besarnya
topografi ( LS ) dengan menggunakan rumus :
LS =

1,38 + 0,965S + 0,138 S² )

Keterangan :

= panjang lereng

S = kemiringan Lereng
LS = Faktor Topografi
( Hardjowigeno dan widiatmaka , 2007 ).
d. Faktor Penutup dan Konservasi Tanah (CP)
-

Penentuan

besarnya indeks C ini sangat rumit karena harus

mempertimbangkan sifat perlindungan tanaman terhadap erosivitas hujan.
Sifat perlindungan tanaman harus dinilai sejak dari pengolahan lahan
hingga panen, bahkan penanaman berikutnya.
-

Faktor teknik konservasi tanah ( P ) yang dimaksud dengaan konservasi
tanah disini tidak hanya tindakan konservasi tanah secara mekanik atau
fisik saja, tetapi termasuk juga berbagai macam usaha yang bertujuan
untuk mengurangi erosi tanah

( Hardjowigeno dan widiatmaka , 2007 ).

Universitas Sumatera Utara

26

Bahaya Banjir
Banjir ditetapkan sebagai kombinasi pengaruh dari kedalaman banjir (X)
dan lamanya banjir (Y). Kedua data tersebut dapat diperoleh melalui wawancara
dengan penduduk setempat di lapangan.
Kedalaman banjir (X):

Lamanya banjir (Y):

1. < 25 cm

1. < 1 bulan

2. 25 - 50 cm

2. 1 - 3 bulan

3. 50 - 150 cm

3. 3 - 6 bulan

4. > 150 cm.

4. > 6 bulan.

Bahaya banjir diberi simbol Fx, y. (dimana X adalah simbol kedalaman air
genangan, dan Y adalah lamanya banjir).
(Djaenudin, dkk., 2011).
Ancaman banjir sangat perlu diperhatikan dalam pengelolaan lahan
pertanian karena sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Menurut
Rayes (2007) bahaya banjir dapat dikelompokkan sebagai berikut :
O0 = tidak pernah (dalam periode satu tahun tanah tidak pernah kebanjiran selama
> 24 jam).
O1 = kadang-kadang (tanah kebanjiran > 24 jam dan terjadinya tidak teratur
dalam periode < satu bulan).
O2 = selama waktu satu bulan dalam setahun tanah secara teratur kebanjiran
untuk selama > 24 jam).
O3 = selama 2 – 5 bulan dalam setahun secara teratur selalu dilanda banjir yang
lamanya lebih dari 24 jam).

Universitas Sumatera Utara

27
O4 = selama≥ 6 bulan tanah selalu dil anda banjir secara teratur yang lamanya
lebih dari 24 jam).
Penyiapan Lahan
Batuan Permukaan
Batu diatas permukaan tanah ada dua macam, yaitu batuan lepas yang
terletak diatas permukaan tanah dan batuan tersingkap yang berada diatas
permukaan tanah yang merupakan bagian dari batuan besar yang terbenam
didalam tanah. Batuan lepas adalah batuan yang tersebar diatas permukaan tanah
dan berdiameter > 25 cm (berbentuk bulat) atau bersumbu memanjang lebih dari
40 cm (berbentuk pipih). Menurut Rayes (2007), batuan permukaan dapat
dikelompokkan sebagai berikut :
b0 = tidak ada ( < 0,01 % dari luas areal)
b1 = sedikit ( 0,01% - 3 % permukaan tanah tertutup), pengolahan tanah dengan
mesin agak tergangu tetapi tidak mengganggu pertumbuhan tanaman.
b2 = sedang ( 3 % - 15 % permukaan tanah tertutup), pengolahan tanah mulai
agak sulit dan luas areal produktif agak berkurang.
b3 = banyak ( 15% - 90 % permukaan tanah tertutup), pengolahan tanah dan
penanaman menjadi sangat sulit.
b4 = sangat banyak ( > 90 % permukaan tanah tertutup), tanah sama sekali tidak
dapat digunakan untuk produksi pertaniaan.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Evaluasi Kesesuaian Lahan Tanaman Padi Sawah (Oryza sativa L.) Di Desa Bakaran Batu Kecamatan Sei Bamban Kabupaten Serdang Bedagai

12 108 56

Evaluasi Keragaman Karakter Vegetatif Beberapa Varietas Padi Gogo (Oryza sativa L.)

0 31 45

Evaluasi Kesesuaian Lahan Tanaman Padi Sawah, Padi Gogo (Oryza sativa L.), dan Sorgum (Shorgum bicolor) di Kecamatan Sei Bamban Kabupaten Serdang Bedagai

1 4 82

Evaluasi Kesesuaian Lahan Tanaman Padi Sawah, Padi Gogo (Oryza sativa L.), dan Sorgum (Shorgum bicolor) di Kecamatan Sei Bamban Kabupaten Serdang Bedagai

0 0 12

Evaluasi Kesesuaian Lahan Tanaman Padi Sawah, Padi Gogo (Oryza sativa L.), dan Sorgum (Shorgum bicolor) di Kecamatan Sei Bamban Kabupaten Serdang Bedagai

0 0 2

Evaluasi Kesesuaian Lahan Tanaman Padi Sawah, Padi Gogo (Oryza sativa L.), dan Sorgum (Shorgum bicolor) di Kecamatan Sei Bamban Kabupaten Serdang Bedagai

0 0 4

Evaluasi Kesesuaian Lahan Tanaman Padi Sawah, Padi Gogo (Oryza sativa L.), dan Sorgum (Shorgum bicolor) di Kecamatan Sei Bamban Kabupaten Serdang Bedagai

0 0 2

Evaluasi Kesesuaian Lahan Tanaman Padi Sawah, Padi Gogo (Oryza sativa L.), dan Sorgum (Shorgum bicolor) di Kecamatan Sei Bamban Kabupaten Serdang Bedagai Appendix

0 0 19

Evaluasi Kesesuaian Lahan Tanaman Padi Sawah (Oryza sativa L.) Di Desa Bakaran Batu Kecamatan Sei Bamban Kabupaten Serdang Bedagai

0 0 23

Evaluasi Kesesuaian Lahan Tanaman Padi Sawah (Oryza sativa L.) Di Desa Bakaran Batu Kecamatan Sei Bamban Kabupaten Serdang Bedagai

0 0 11