Library Research Mata Kuliah Hukum dan H

HAK POLITIK PEREMPUAN DALAM
TATANAN
SISTEM POLITIK DI INDONESIA
OLEH :
DWI WISNU KURNIAWAN

(8111416199)

KARISMA MAULANA YUSUF

(8111416151)

Konsep Hak Politik
Perempuan
Kesetaraan gender merupakan sebuah konsep dasar
yang dirancang untuk menjelaskan bahwa salah satu
faktor ketidakadilan dalam pembangunan dibidang
politik adalah adanya diskriminasi peran kaum laki-laki
dan kaum perempuan, baik disektor domestik maupun
di sektor publik. Disisi ini perempuan sengaja
diposisikan dalam peran sebagai subordinasi, sehingga

peran kaum laki-laki lebih dominan dibandingkan
dengan peran kaum perempuan, maka yang terjadi
adalah perempuan selalu dibawah pengaruh kaum lakilaki.

Persamaan kedudukan laki-laki dan perempuan khususnya
dibidang pemerintahan dan hukum sebenarnya sudah diatur
UUD 1945 dalam Pasal 27 ayat (1), yang mengamanatkan
bahwa; “Segala warganegara bersamaan kedudukannya di
dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung
hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”
Pasal 28I ayat (3) Undang- Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang menyebutkan bahwa setiap
orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat
diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan
perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif
itu.

Hak Politik Perempuan
Dalam Sistem Pemilu di
Indonesia

Affirmative action dapat ditemukan dalam UndangUndang nomor 2 tahun 2008 tentang partai politik dan
undang-undang nomor 10 tahun 2008 tentang pemilihan
anggota dewan perwakilan rakyat (DPR), dewan
perwakilan daerah (DPD) dan dewan perwakilan rakyat
daerah (DPRD) yang memberikan perlakuan khusus
dengan kuota 30% bagi perempuan sebagai langkah
awal untuk mendorong keterwakilan perempuan di
bidang politik menuju arah yang setara dan berkeadilan

affirmative action dalam proses perjalanannya
dianulir oleh Mahkamah konstitusi. Pembatalan
pasal 214 huruf a, b, c, d, dan e dalam surat
keputusan MK No. 22-24/PUU-VI/2008 yang
membatalkan isi ketentuan pasal yang intinya
penggunaan nomor urut dalam penentuan calon
legislatif terpilih melainkan dengan berdasarkan
suara terbanyak sehingga dengan pembatalan
tersebut secara otomatis zipper system yang
berdasarkan nomor urut tidak dapat dijalankan


Partisipasi Perempuan
Dalam Kancah Politik Di
Indonesia
Partisipasi sendiri dibagi menjadi dua bentuk, yaitu partisipasi aktif dan
partisipasi pasif. Partisipasi aktif dapat dilaksananakan dengan mengajukan
usul mengenai suatu kebijakan yang bersifat umum, mengajukan kebijakan
alternative yang berlainan dengan kebijakan pemerintah, mengajukan kritik
dan saran terhadap kebijakan pemerintah, serta ikut aktif dalam kegiatan
pemilihan umum. Sedangkan partisipasi pasif dapat berupa kegiatan yang
mentaati pemerintah, menerima dan melaksanakan keputusan pemerintah.

Lalu mengenai representasi perempuan yang
duduk di kursi parlemen mengalami proses
yang cukup panjang, contohnya saja pemilihan
umum yang diselenggarakan pada tahun 1955
sebanyak 6.5 % anggota parlemen merupakan
perempuan. Puncaknya pada tahun 1987
jumlah
representasi
anggota

parlemen
perempuan mencapai angka 13.0 % yang
menjadi lonjakan cukup besar pada saat itu.

Pada pemilihan umum yang diselenggarakan pada tahun 1955
atau pada masa orde lama, jumlah anggota parlemen
perempuan yang duduk di kursi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
mencapai tujuh belas (17) orang. Empat (4) orang diantaranya
berasal dari organisasi Gerwani dan lima (5) lainnya dari
Muslimat NU. Lalu pada pemilihan umum yang diselenggarakan
pada tahun 2009-2014 terdapat peningkatan yang cukup besar
yakni sebanyak enam persen dibanding dengan periode
sebelumnya. Dari caleg yang terpilih pada tahun 2009,
setidaknya ada 18.03 % yang merupakan caleg perempuan,
sedangkan pada periode sebelumnya 2004-2009 hanya sekitar
11.3%. Demikian juga yang terjadi di Dewan Perwakilan Daerah
(DPD), dari total 132 kursi yang diperebutkan ada 32 kursi yang
berhasil direbut oleh perwakilan perempuan.

Untuk

keterwakilan
perempuan
di
pemerintahan daerah menunjukan angka
yang sangat rendah, sejak 2005-2009 di 399
kabupaten/kota hanya beberapa perwakilan
perempuan yang terpilih, hanya 21 orang
yang terdiri dari 8 Bupati, 2 Walikota, 6 Wakil
Bupati, 5 Wakil Walikota saja yang terpilih. Hal
ini menunjukan masih adanya ketimpangan
antara laki-laki dan perempuan dalam hal
perwakilan pengambil keputusan daerah.

TERIMA KASIH