Pembangkit Listrik Tenaga Sampah PLTSa (2)

Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa)

Tujuan Didirikan nya PLTSa :
Tujuan dari sebuah PLTSa ialah untuk mengkonversi sampah menjadi energi. Pada dasarnya ada
dua alternatif proses pengolahan sampah menjadi energi, yaitu proses biologis yang
menghasilkan gas-bio dan proses thermal yang menghasilkan panas. PLTSa yang sedang
diperdebatkan untuk dibangun di Bandung menggunakan proses thermal sebagai proses
konversinya. Pada kedua proses tersebut, hasil proses dapat langsung dimanfaatkan untuk
menggerakkan generator listrik. Perbedaan mendasar di antara keduanya ialah proses biologis
menghasilkan gas-bio yang kemudian dibarak untuk menghasilkan tenaga yang akan
menggerakkan motor yang dihubungkan dengan generator listrik sedangkan proses thermal
menghasilkan panas yang dapat digunakan untuk membangkitkan steam yang kemudian
digunakan untuk menggerakkan turbin uap yang dihubungkan dengan generator listrik.
Proses Konversi Thermal
Proses konversi thermal dapat dicapai melalui beberapa cara, yaitu insinerasi, pirolisa, dan
gasifikasi. Insinerasi pada dasarnya ialah proses oksidasi bahan-bahan organik menjadi bahan
anorganik. Prosesnya sendiri merupakan reaksi oksidasi cepat antara bahan organik dengan
oksigen. Apabila berlangsung secara sempurna, kandungan bahan organik (H dan C) dalam
sampah akan dikonversi menjadi gas karbondioksida (CO2) dan uap air (H2O). Unsur-unsur
penyusun sampah lainnya seperti belerang (S) dan nitrogen (N) akan dioksidasi menjadi oksidaoksida dalam fasa gas (SOx, NOx) yang terbawa di gas produk. Beberapa contoh insinerator
ialah open burning, single chamber, open pit, multiple chamber, starved air unit, rotary kiln, dan

fluidized bed incinerator.

Pirolisa merupakan proses konversi bahan organik padat melalui pemanasan tanpa kehadiran
oksigen. Dengan adanya proses pemanasan dengan temperatur tinggi, molekul-molekul organik
yang berukuran besar akan terurai menjadi molekul organik yang kecil dan lebih sederhana.
Hasil pirolisa dapat berupa tar, larutan asam asetat, methanol, padatan char, dan produk gas.
Gasifikasi merupakan proses konversi termokimia padatan organik menjadi gas. Gasifikasi
melibatkan proses perengkahan dan pembakaran tidak sempurna pada temperatur yang relatif
tinggi (sekitar 900-1100 C). Seperti halnya pirolisa, proses gasifikasi menghasilkan gas yang
dapat dibakar dengan nilai kalor sekitar 4000 kJ/Nm3.
Pembangkit listrik tenaga sampah yang banyak digunakan saat ini menggunakan proses
insenerasi. Sampah dibongkar dari truk pengakut sampah dan diumpankan ke inserator. Didalam
inserator sampah dibakar. Panas yang dihasilkan dari hasil pembakaran digunakan untuk
merubah air menjadi uap bertekanan tinggi. Uap dari boiler langsung ke turbin. Sisa pembakaran
seperti debu diproses lebih lanjut agar tidak mencemari lingkungan (truk mengangkut sisa proses
pembakaran). Teknologi pengolahan sampah ini memang lebih menguntungkan dari pembangkit
listrik lainnya. Sebagai ilustrasi : 100.000 ton sampah sebanding dengan 10.000 ton batu bara.
Selain mengatasi masalah polusi bisa juga untuk menghasilkan energi berbahan bahan bakar
gratis juga bisa menghemat devisa.


Proses Konversi Biologis
Proses konversi biologis dapat dicapai dengan cara digestion secara anaerobik (biogas) atau
tanah urug (landfill). Biogas adalah teknologi konversi biomassa (sampah) menjadi gas dengan
bantuan mikroba anaerob. Proses biogas menghasilkan gas yang kaya akan methane dan slurry.
Gas methane dapat digunakan untuk berbagai sistem pembangkitan energi sedangkan slurry
dapat digunakan sebagai kompos. Produk dari digester tersebut berupa gas methane yang dapat
dibakar dengan nilai kalor sekitar 6500 kJ/Nm3.

Pernah mendengan PLTSa? Pembangkit Listrik Tenaga Sampah? Suatu isu yang sedang hangat
dibicarakan di Kota Bandung, sebuah kota besar di Indonesa yang beberapa waktu yang lalu
pernah heboh karena keberadaan sampah yang merayap bahkan hingga badan jalan-jalan
utamanya. Jangankan jalan utama, saat Anda memasuki Bandung menuju flyover Pasupati, Anda

pasti akan disambut dengan segunduk besar sampah yang hampir menutupi setengah badan jalan.
Itu dulu. Sekarang, Kota Bandung sudah kembali menjadi sedia kala dan solusi PLTSa-lah yang
sedang diperdebatkan.
Tujuan akhir dari sebuah PLTSa ialah untuk mengkonversi sampah menjadi energi. Pada
dasarnya ada dua alternatif proses pengolahan sampah menjadi energi, yaitu proses biologis yang
menghasilkan gas-bio dan proses thermal yang menghasilkan panas. PLTSa yang sedang
diperdebatkan untuk dibangun di Bandung menggunakan proses thermal sebagai proses

konversinya. Pada kedua proses tersebut, hasil proses dapat langsung dimanfaatkan untuk
menggerakkan generator listrik. Perbedaan mendasar di antara keduanya ialah proses biologis
menghasilkan gas-bio yang kemudian dibarak untuk menghasilkan tenaga yang akan
menggerakkan motor yang dihubungkan dengan generator listrik sedangkan proses thermal
menghasilkan panas yang dapat digunakan untuk membangkitkan steam yang kemudian
digunakan untuk menggerakkan turbin uap yang dihubungkan dengan generator listrik.

Proses Konversi Thermal
Proses konversi thermal dapat dicapai melalui beberapa cara, yaitu insinerasi, pirolisa, dan
gasifikasi. Insinerasi pada dasarnya ialah proses oksidasi bahan-bahan organik menjadi bahan
anorganik. Prosesnya sendiri merupakan reaksi oksidasi cepat antara bahan organik dengan
oksigen. Apabila berlangsung secara sempurna, kandungan bahan organik (H dan C) dalam
sampah akan dikonversi menjadi gas karbondioksida (CO2) dan uap air (H2O). Unsur-unsur
penyusun sampah lainnya seperti belerang (S) dan nitrogen (N) akan dioksidasi menjadi oksidaoksida dalam fasa gas (SOx, NOx) yang terbawa di gas produk. Beberapa contoh insinerator
ialah open burning, single chamber, open pit, multiple chamber, starved air unit, rotary kiln, dan
fluidized bed incinerator.

Incinerator. Sebuah ilustrasi bagian-bagian dalam sebuah incinerator.
Pirolisa merupakan proses konversi bahan organik padat melalui pemanasan tanpa kehadiran
oksigen. Dengan adanya proses pemanasan dengan temperatur tinggi, molekul-molekul organik

yang berukuran besar akan terurai menjadi molekul organik yang kecil dan lebih sederhana.
Hasil pirolisa dapat berupa tar, larutan asam asetat, methanol, padatan char, dan produk gas.
Gasifikasi merupakan proses konversi termokimia padatan organik menjadi gas. Gasifikasi
melibatkan proses perengkahan dan pembakaran tidak sempurna pada temperatur yang relatif
tinggi (sekitar 900-1100 C). Seperti halnya pirolisa, proses gasifikasi menghasilkan gas yang
dapat dibakar dengan nilai kalor sekitar 4000 kJ/Nm3.

Proses Konversi Biologis
Proses konversi biologis dapat dicapai dengan cara digestion secara anaerobik (biogas) atau
tanah urug (landfill). Biogas adalah teknologi konversi biomassa (sampah) menjadi gas dengan

bantuan mikroba anaerob. Proses biogas menghasilkan gas yang kaya akan methane dan slurry.
Gas methane dapat digunakan untuk berbagai sistem pembangkitan energi sedangkan slurry
dapat digunakan sebagai kompos. Produk dari digester tersebut berupa gas methane yang dapat
dibakar dengan nilai kalor sekitar 6500 kJ/Nm3.

Modern Landfill. Konsep landfill seperti di atas ialah sebuah konsep landfill modern yang di
dalamnya terdapat suatu sistem pengolahan produk buangan yang baik.
Landfill ialah pengelolaan sampah dengan cara menimbunnya di dalam tanah. Di dalam lahan
landfill, limbah organik akan didekomposisi oleh mikroba dalam tanah menjadi senyawasenyawa gas dan cair. Senyawa-senyawa ini berinteraksi dengan air yang dikandung oleh limbah

dan air hujan yang masuk ke dalam tanah dan membentuk bahan cair yang disebut lindi
(leachate). Jika landfill tidak didesain dengan baik, leachate akan mencemari tanah dan masuk
ke dalam badan-badan air di dalam tanah. Karena itu, tanah di landfill harus mempunya
permeabilitas yang rendah. Aktifias mikroba dalam landfill menghasilkan gas CH4 dan CO2
(pada tahap awal – proses aerobik) dan menghasilkan gas methane (pada proses anaerobiknya).
Gas landfill tersebut mempunyai nilai kalor sekitar 450-540 Btu/scf. Sistem pengambilan gas
hasil biasanya terdiri dari sejumlah sumur-sumur dalam pipa-pipa yang dipasang lateral dan
dihubungkan dengan pompa vakum sentral. Selain itu terdapat juga sistem pengambilan gas
dengan pompa desentralisasi.

Pemilihan Teknologi
Tujuan suatu sitem pemanfaatan sampah ialah dengan mengkonversi sampah tersebut menjadi
bahan yang berguna secara efisien dan ekonomis dengan dampak lingkungan yang minimal.
Untuk melakukan pemilihan alur konversi sampah diperlukan adanya informasi tentang karakter

sampah, karakter teknis teknologi konversi yang ada, karakter pasar dari produk pengolahan,
implikasi lingkungan dan sistem, persyaratan lingkungan, dan yang pasti: keekonomian.

PLTSa (Pembangkit Listrik Tenaga Sampah)


BAB I
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Sampah dapat membawa dampak yang buruk pada kondisi kesehatan

manusia. Bila sampah dibuang secara sembarangan atau ditumpuk tanpa ada
pengelolaan yang baik, maka akan menimbulkan berbagai dampak kesehatan yang
serius. Tumpukan sampah rumah tangga yang dibiarkan begitu saja akan
mendatangkan tikus got dan serangga (lalat, kecoa, lipas, kutu, dan lain-lain) yang
membawa kuman penyakit yang pada akibatnya menurunkan kualitas lingkungan.
Menurunnya kualitas lingkungan yang disebabkan oleh sampah harus
ditangani secara serius. Ibarat sebuah “bom waktu” masalah sampah dapat
menjadi bencana besar bagi umat manusia, karena dapat meledak kapan saja.
Sampah adalah problem umat manusia, khususnya di perkotaan. Bagi
masyarakat perdesaan sampah masih bisa dikelola dan dimanfaatkan untuk
berbagai keperluan, di antaranya adalah untuk pupuk dalam upaya menyuburkan
lahan pertanian. Tetapi bagi perkotaan justru sebaliknya. Sampah selain dianggap

sumber

penyakit,

menyengat.

juga

mencemarkan

lingkungan

dengan

bau

busuk

yang


Berbagai upaya dilakukan untuk menangani sampah di perkotaan. Namun
upaya tersebut kerap menimbulkan kendala. Sulitnya mencari lahan untuk tempat
pembuangan akhir (TPA), serta sebagian warga kota yang tidak disiplin dengan
membuang sampah seenaknya, membuat wajah kota semakin karut marut dengan
tumpukan sampah disana-sini. Namun seiring dengan kemajuan teknologi. Kini para
tekhnokrat mulai mencari solusi yang terbaik untuk menangani sampah ini. Bagi
mereka, sampah bukan "musuh" tetapi jika dikelola dengan baik bisa menghasilkan
sesuatu untuk kepentingan umat manusia. Di antara pemikiran tersebut adalah
menjadikan sampah sebagai sumber energi listrik (Pembangkit Listrik Tenaga
Sampah).

1.2 Tujuan penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk melengkapi tugas matakuliah
Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) serta memberitahukan informasi kepada para
pembaca mengenai cara pengolahan sampah menjadi energy listrik.

1.3 Permasalahan
Paper ini akan membahas mengenai:
Bagaimana Cara mengolah sampah menjadi Energi Listrik?


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PENGERTIAN SAMPAH
Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya
suatu proses. Sampah merupakan konsep buatan manusia, dalam proses-proses
alam tidak ada sampah, yang ada hanya produk-produk yang tak bergerak.
Sampah dapat berada pada setiap fase materi: padat, cair, atau gas. Ketika
dilepaskan dalam dua fase yang disebutkan terakhir, terutama gas, sampah dapat
dikatakan sebagai emisi. Emisi biasa dikaitkan dengan polusi.

2.2. JENIS – JENIS SAMPAH
2.2.1. Berdasarkan sumbernya
1. Sampah alam
Sampah yang diproduksi di kehidupan liar diintegrasikan melalui proses daur
ulang alami, seperti halnya daun-daun kering di hutan yang terurai menjadi tanah.
Di luar kehidupan liar, sampah-sampah ini dapat menjadi masalah, misalnya daundaun kering di lingkungan pemukiman.

2. Sampah manusia
Sampah manusia (Inggris: human waste) adalah istilah yang biasa digunakan

terhadap hasil-hasil pencernaan manusia, seperti feses dan urin. Sampah manusia
dapat menjadi bahaya serius bagi kesehatan karena dapat digunakan sebagai
vektor (sarana perkembangan) penyakit yang disebabkan virus dan bakteri. Salah
satu perkembangan utama pada dialektika manusia adalah pengurangan penularan
penyakit melalui sampah manusia dengan cara hidup yang higienis dan sanitasi.
Termasuk didalamnya adalah perkembangan teori penyaluran pipa (plumbing).
Sampah manusia dapat dikurangi dan dipakai ulang misalnya melalui sistem urinoir
tanpa air.

3. Sampah konsumsi
Sampah konsumsi merupakan sampah yang dihasilkan oleh (manusia)
pengguna barang, dengan kata lain adalah sampah-sampah yang dibuang ke
tempat sampah. Ini adalah sampah yang umum dipikirkan manusia. Meskipun
demikian, jumlah sampah kategori ini pun masih jauh lebih kecil dibandingkan
sampah-sampah yang dihasilkan dari proses pertambangan dan industri.

4. Sampah nuklir
Sampah

nuklir


merupakan

hasil

dari

fusi

nuklir

dan

fisi

nuklir

yang

menghasilkan uranium dan thorium yang sangat berbahaya bagi lingkungan
hidupdan juga manusia. Oleh karena itu sampah nuklir disimpan ditempat-tempat
yang tidak berpotensi tinggi untuk melakukan aktifitas tempat-tempat yang dituju
biasanya bekas tambang garam atau dasar laut (walau jarang namun kadang masih
dilakukan).

2.2.2 Berdasarkan sifatnya
1. Sampah organik - dapat diurai (degradable)
Sampah Organik terdiri dari bahan-bahan penyusun tumbuhan dan hewan
yang berasal dari alam atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan, rumah
tangga atau yang lain. Sampah ini dengan mudah diuraikan dalam proses
alami(bahan-bahan yang bisa terurai secara alamiah/ biologis).
Sampah rumah tangga sebagian besar merupakan bahan organik. Termasuk
sampah organik, misalnya sampah dari dapur, sisa tepung, sayuran, kulit buah, dan
daun.

2.

Sampah anorganik - tidak terurai (undegradable)
Sampah Anorganik berasal dari sumber daya alam tak terbarui seperti
mineral dan minyak bumi, atau dari proses industri. Beberapa dari bahan ini tidak
terdapat di alam seperti plastik dan aluminium. Sebagian zat anorganik secara
keseluruhan tidak dapat diuraikan oleh alam(sulit terurai secara biologis),sedang
sebagian lainnya hanya dapat diuraikan melalui proses yang cukup lama.
Sampah jenis ini pada tingkat rumah tangga, misalnya berupa botol kaca,
botol plastik, tas plastik, kaleng, Styrofoam.

2.2.3 Komposisi sampah
Sampah perkotaan umumnya memiliki komposisi (dalam % berat) sebagai
berikut:
Sampah organik 42 %,
Sampah sisa makanan27 %,
Sampah plastik bukan daur ulang 9 % ,
Sampah tekstil 5 %,
Sampah karet 3 %
Lain-lain14 %,
Air sampah segar pada kondisi normal kering 40 % dan mencapai 70 % dengan
kandungan pada musim penghujan.

2.3 PLTSa
PLTSa, didefinisikan sebagai "pemusnah sampah" (Incinerator) modern yang
dilengkapi peralatan kendali pembakaran serta sistem monitor emisi gas buang
yang kontinyu dan dapat menghasilkan energi listrik.

Tujuan akhir dari sebuah PLTSa ialah untuk mengkonversi sampah menjadi
energi. Pada dasarnya ada dua alternatif proses pengolahan sampah menjadi
energi, yaitu proses biologis yang menghasilkan gas-bio dan proses thermal yang
menghasilkan panas.
Sumber energi listrik atau Watse to Energy atau yang lebih dikenal
dengan PLTSa (Pembangkit Listrik Tenaga Sampah). PLTSa yang berfungsi sebagai
TPA ini nantinya akan memakai teknologi tinggi. Sampah-sampah yang datang akan
diolah dengan cara dibakar pada temperatur tinggi 850 hingga 900 derajat Celicius.
Berdasarkan perhitungan, dari 500 - 700 ton sampah atau 2.000 -3.000 m3 sampah
per hari akan menghasilkan listrik dengan kekuatan 7 Megawatt. PLTSa dengan
bahan bakar sampah merupakan salah satu pilihan strategis dalam menanggulangi
masalah sampah di bebrbagai kota besar di Indonesia.

Prinsip Sederhana dari PLTSa atau Waste to Energy ini adalah:
1.

Membakar sampah yang kemudian menghasilkan panas

2.

Panas yang timbul dugunakan untuk memanaskan air

3.

Uap Air yang muncul digunakan untuk menggerakkan turbin

4.

Turbin menghasilkan listrik.
Manfaat utama PLTSa ini sebenarnya adalah dapat mengurangi ”volume”

sampah yang menggunung. Listrik yang dihasilkan dapat digunakan untuk
membantu operasinal pengelolaan sampah.
Bagi negara lain, khususnya di belahan Uni Eropa, pengolahan sampah
dengan teknologi PLTSa bukan hal baru lagi. Bahkan pada umumnya satu negara
tidak hanya memiliki satu PLTSa, tetapi puluhan bahkan ratusan. Seperti halnya
Negara Perancis, yang kini memiliki 130 PLTSa, lalu Italia (52) dan Jerman (61
pabrik). Sedangkan di Singapura, terdapat 4 Incinerator Plant, masing-masing Ulu
Pandan Incinerator Plant berkapasitas 1.100 ton/hari, Tuas Incinerator Plant (1.700
ton/hari), Senoko Incinerator Plant (2.400 ton/hari) dan Tuas South Incinerator Plant
(3.000 ton/hari). Dan sebenarnya Teknologi pengolahan sampah untuk pembangkit

listrik sebenarnya juga tidak terlalu sulit diterapkan di Indonesia. Khususnya Kota
Bandung yang mempengaruhi cara, kedisiplinan dan perlakuan masyarakatnya
dalam mengolah sampah.

BAB III
PEMBAHASAN

Sampah telah menjadi masalah besar terutama di kota-kota besar di
Indonesia. Hingga tahun 2020 mendatang, volume sampah perkotaan di Indonesia
diperkirakan akan meningkat lima kali lipat.
Setiap penduduk Indonesia menghasilkan sampah rata-rata 0,8 kilogram per
kapita per hari, sedangkan pada tahun 2000 meningkat menjadi 1 kilogram per

kapita per hari. Pada tahun 2020 mendatang diperkirakan mencapai 2,1 kilogram
per kapita per hari.
Program-program sampah kota harus disesuaikan dengan kondisi setempat
agar berhasil, dan tidak mungkin dibuat sama dengan kota lainnya. Terutama
program-program di negara-negara berkembang seharusnya tidak begitu saja
mengikuti pola program yang telah berhasil dilakukan di negara-negara maju,
mengingat perbedaan kondisi-kondisi fisik, ekonomi, hukum dan budaya. Khususnya
sektor informal (tukang sampah atau pemulung) merupakan suatu komponen
penting dalam sistem penanganan sampah yang ada saat ini, dan peningkatan
kinerja mereka harus menjadi komponen utama dalam sistem penanganan sampah
di negara berkembang.
Untuk memanfaatkan sampah perkotaan sebenarnya telah sejak lama
diupayakan para ahli. Salah satunya adalah pemanfaatan untuk produksi listrik
biogas dari sampah kota .Yang sudah beroperasi dan baru saja diresmikan adalah
listrik dari sekam padi di Desa Cipancuh, Kecamatan Haur Geulis Indramayu,
memanfaatkan sekam padi yang selama ini terbuang. Pembangkit Listrik Tenaga
Diesel (PLTD) sekam pertama di Indonesia itu berkapasitas 100 ribu watt dan PLTSa
di TPA Babakan di Desa Babakan Kecamatan Ciparay Kabupaten Bandung. PLTSa ini
berkapasitas sekitar 500 kW dimana sampah yang akan diolah sekitar 30-50 ton per
hari. PLTSa ini diharapkan menjadi salah satu cara memperpanjang umur TPA di
sekitar Bandung.
Jenis sampah yang dibutuhkan untuk operasional PLTSa adalah sampah
campuran organik dan anorganik.
PLTSa

selanjutnya

berlokasi

di

Kelurahan

Rancanumpang,

Kecamatan

Gedebage, Kota Bandung yang akan menghasilkan tenaga listrik di bawah 100 MW.
Volume total sampah Kota Bandung 2.785 m3/hari. Masyarakat kawasan
Bandung Timur menghasilkan sampah 815 m3/hari, Bandung Barat 1.066 m3/hari
dan Bandung Tengah 905 m3/hari.

Sampah tersebut akan diturunkan kadar airnya dengan jalan ditiriskan dalam
bunker selama 5 hari. Setelah kadar air berkurang tinggal 45%, sampah akan
dimasukan ke dalam tungku pembakaran, yang kemudian dibakar.
Sisa pembakaran abu dan debu terbang sebesar 20% dari berat semula akan
diuji kandungannya apakah mengandung Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) atau
tidak, di laboratorium. Jika tidak mengandung B3, dapat dijadikan sebagai bahan
baku bangunan seperti batako. Namun jika mengandung B3, akan diproses dengan
teknologi tertentu sesuai ketentuan yang berlaku. Untuk menampung abu ini, di
lokasi PLTSa akan dibuat penampungan abu dengan kapasitas 1.400 M3, yang
mampu menampung abu selama 14 hari beroperasi. Sedangkan sisa gas buang
akan diproses melalui pengolahan yang terdiri dari :
1.

Gas buang hasil pembakaran akan dilakukan pada squenching chamber. Dari sini
gas buang disemprot dengan air untuk menurunkan temperatur gas dengan cepat
guna mencegah dioxin terbentuk kembali dan menangkap zat pencemar udara
yang larut dalam air seperti NOx, Sox, HCL, abu, debu, dan partikulat.

2.

Kemudian gas yang akan dilakukan pada reaktor akan ditambahkan CaO sebanyak
12 kg/ton sampah. Tujuannya menghilangkan gas-gas asam, Sox< HCL, H2S, VOC,
HAP, debu dan partikulat.

3.

Pada saat gas keluar dari reaktor, pada gas akan disemburkan karbon aktif
sebanyak 1 kg/ton sampah, bertujuan menyerap uap merkuri, dioksin, CO.

4.

Kemudian gas akan dialirkan ke Bag Filler dengan tujuan menyaring partikel PM10
dan PM 2,5.

5.

Terakhir, gas buang akan dilepaskan ke udara melalui cerobong dengan ketinggian
sekitar 70 meter.

Limbah PLTSa terbagi atas lindi (air kotor) dan bau (NH3-N dan H2S) yang
dihasilkan pada awal proses penirisan sampah dan abu (bottom ash), debu terbang
(fly ash) dan gas buang yang dihasilkan selama proses pembakaran.

Namun semua limbah tersebut akan diolah melalui proses yang canggih dan
sangat ketat sehingga baik limbah gas buang, cair dan padatnya, semaksimal
mungkin

tidak

akan

merugikan

apalagi

membahayakan

lingkungan

hidup

khususnya masyarakat sekitar.
Sedangkan racun dioksin, yang sempat dikhawatirkan akan terbentuk ketika
proses pembakaran sampah berlangsung, ternyata tidak akan pernah terjadi karena
dalam waktu tidak lebih dari 2 (dua) detik akan terurai pada temperatur 850-900
derajat Celsius. Dioksin bisa dihasilkan dari proses pembakaran senyawa yang
mengandung klorin dengan hidrokarbon pada temperatur rendah sekitar 250
derajat Celsius. "Ini membuktikan bahwa PLTSa ramah lingkungan.
Lindi akan ditampung untuk kemudian diolah sampai pada tingkat tertentu
kemudian disalurkan ke Bojongsoang untuk diolah lebih lanjut. Sedangkan bau
(NH3-N dan H2S) dan gas methan yang dihasilkan dari proses pembusukan selama
sampah ditiriskan akan disalurkan ke dalam ruang bakar (tungku) sehingga gas
terbakar dan terurai. Dengan begitu, tidak akan ada bau yang dilepaskan ke udara.
Sisa pembakaran berupa abu dan debu terbang sebesar 20% dari berat atau
5 % dari volume akan diuji kandungan bahan berbahaya dan beracunnya (B3) di
laboratorium, sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 Tentang
Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, untuk ditentukan apakah bisa
diolah untuk dimanfaatkan atau tidak.
Jika dari hasil uji diketahui aman dan bisa dimanfaatkan, maka abu akan
digunakan sebagai material untuk membuat jalan dan debu terbang akan
dimanfaatkan

sebagai

bahan

campuran

bagi

material

bangunan.

Misalnya

campuran semen atau batako. Sebaliknya, jika dari hasil uji laboratorium diketahui
tidak aman untuk dimanfaatkan, maka abu dan debu terbang akan diproses sesuai
dengan ketentuanyang berlaku.
Direncanakan pada lokasi PLTSa akan dibangun penampungan abu dengan
kapasitas 1.400 m3 yang mampu menampung abu yang dihasilkan selama 14 hari
beroperasi dan silo penampungan debu dengan kapasitas 5.500 m3 yang mampu
menampung debu terbang yang dihasilkan selama 5 tahun beroperasi.

Kelebihan Pengolahan Sampah dengan PLTSa dibandingkan pengolahan
sampah dengan menggunakan sanitary landfill/open dumping/composting

PLTSa tidak membutuhkan lahan yang luas, dapat dilaksanakan di Kota
Bandung (di lingkungan perkotaan) dan digunakan dalam waktu yang lama (tanpa
harus berpindah-pindah) serta ramah lingkungan.
Sedangkan Pembuangan sampah akhir dengan menggunakan sistem sanitary
landfill/open dumping membutuhkan lahan yang luas dan jauh dari pemukiman. Hal
ini sangat sulit dilaksanakan di wilayah Kota Bandung mengingat keterbatasan
lahan.

Selain

itu

TPA

juga

mempunyai

keterbatasan

dalam

kapasitas

penggunaannya (ruang dan waktu), sehingga harus berpindah-pindah dari satu
lokasi ke lokasi lain. PLTSa tidak membutuhkan lahan yang luas, dapat dilaksanakan
di Kota Bandung ( di lingkungan perkotaan) dan digunakan dalam waktu yang lama
(tanpa harus berpindah-pindah) serta ramah lingkungan.

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Sampah dapat membawa dampak yang buruk pada kondisi kesehatan manusia.
Bila sampah dibuang secara sembarangan atau ditumpuk tanpa ada pengelolaan
yang baik, maka akan menimbulkan berbagai dampak kesehatan yang serius. Oleh
karena itu diperlukan pengelolaan sampah secara benar.
Salah satunya dengan melaksanakan 4 R, yaitu Reduce (Mengurangi), Reuse
(Memakai kembali), Recycle (Mendaur ulang), Replace ( Mengganti). Artinya,
sampah yang terbuang sekecil mungkin. Caranya, dengan memanfaatkan kembali
sampah yang bisa dimanfaatkan, kemudian mendaur ulang sampah menjadi bahan
lain yang bermanfaat dan bernilai ekonomis.
Untuk menangani permasalahan sampah secara menyeluruh perlu dilakukan
alternatif-alternatif pengelolaan. Diantaranya kita juga dapat mengolah sampah
menjadi energy listrik [Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa)],

Salah satunya PLTSa terletak di TPA Babakan di Desa Babakan Kecamatan
Ciparay Kabupaten Bandung. PLTSa ini berkapasitas sekitar 500 kW dimana sampah
yang akan diolah sekitar 30-50 ton per hari.

4.2 Saran
Dengan adanya PLTSa ini, semoga saja permasalahan sampah sedikit demi
sedikit akan berkurang. Semoga segera tumbuh PLTSa-PLTSa yang lain di seluruh
Indonesia, khususnya di daerah perkotaan. Selain itu, semoga dengan adanya PLTSa
ini dapat meretas masalah krisis listrik yang sedang dihadapai oleh PLN untuk
daerah jawa dan sekitarnya.