Analisa Kapasitas Bukaan Median (u-turn) (Studi Kasus : Jl. A. H. Nasution Depan Trigunadharma)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. PENDAHULUAN
Banyak fasilitas lalu lintas yang disediakan untuk membuat aktivitas di jalan raya
aman dan nyaman. Salah satu contohnya adalah median. Median jalan didefinisikan sebagai
bagian jalan yang tidak dapat dilalui oleh kendaraan dengan bentuk memanjang sejajar jalan,
terletak di tengah jalan. Median sendiri memiliki banyak fungsi selain untuk menjadi pemisah
arus lalu lintas yang berlawanan. Seperti yang terdapat dalam Pedoman Jalan Perkotaan
(2004) median jalan terbagi dalam 2 tipikal; tipikal median yang ditinggikan dan tipikal
median yang diturunkan.

Gbr.2.1. Median yang diturunkan

Gbr.2.2. Median yang ditinggikan
Adapun beberapa fungsi median adalah sebagai berikut :
-

Memisahkan dua aliran lalu lintas yag berlawanan arah

Universitas Sumatera Utara


-

Mencegah kendaraan belok kanan

-

Lapak tunggu penyebrang jalan

-

Penempatan fasilitas pendukung jalan

Jalan dua arah dengan empat lajur harus dilengkapi dengan median. Banyak lagi aturan yang
mengatur bagaimana median jalan disediakan dan dirancang pada badan jalan. Median
memegang peranan yang cukup penting untuk keamanan berlalu lintas.
Median jalan dalam fungsinya dikembangkan lagi untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat akan fasilitas lalu lintas. Salah satu pergerakan pengguna jalan yang
membutuhkan fasilitas median adalah pergerakan memutar balik (u-turn). Putaran balik
adalah gerak lalu lintas kendaraan untuk berputar kembali atau berbelok 180°. Seringkali

kendaraan harus menunggu di lampu merah atau mengambil jalur yang lebih jauh untuk
melakukan putaran balik. Untuk memfasilitasi kebutuhan tersebut maka dirancanglah bukaan
pada median.
2.1.a. Dasar Umum Rancangan
Ketentuan umum dalam perencanaan lokasi putaran balik harus memperhatikan
asperk-aspek geometri jalan dan lalu lintas, yaitu :
1) Fungsi jalan
2) klasifikasi jalan
3) lebar jalan
4) lebar lajur jalan
5) lebar bahu jalan
6) volume lalu lintas
7) jumlah kendaraan memutar per menit
Putaran balik diizinkan pada lokasi yang memiliki lebar jalan yang cukup untuk kendaraan
melakukan gerakan memutar tanpa adanya pelanggaran/kerusakan pada bagian luar

Universitas Sumatera Utara

perkerasan. Bukaan median direncanakan agara kendaraan dapat melakukan gerakan putaran
balik pada tipe jalan terbagi serta mengakomodasi gerakan memotong dan belok kanan.

2.1.b. Bukaan Median untuk Putaran Balik
Bukaan median untuk putaran balik (Bina Marga, 2005) dapat dilakukan pada lokasi-lokasi
berikut :
a. lokasi di antara persimpangan untuk mengakomodasi gerakan putaran balik yang
tidak disediakan di persimpangan
b. lokasi di dekat persimpangan untuk mengakomodasikan gerakan putaran balik
yang akan mempengaruhi gerakan menerus dan gerakan belok di persimpangan.
Putaran balik dapat direncanakan pada median yang cukup lebar pada pendekat
jalan yng memiliki sedikit bukaan.
c. Lokasi dimana terdapat aktifitas umum penting seperti; rumah sakit atau aktifitas
yang berhubungan dengan kegiatan jalan.
d. Lokasi pada jalan tanpa kontrol, merupakan akses dimana bukaan median pada
jarak yang optimum disediakan untuk melayani pengembangan daerah tepinya
dan meminimumkan tekanan untuk bukaan median didepannya.
NCHRP 524 (Safety of U-turn at Unsignalized Median Opening, 2004) merekomendasikan
beberapa tipe bukaan median seperti :
Gambar 2.3. Bukaan median tanpa penambahan jalur

Gambar 2.4. Bukaan median dengan penambahan jalur


Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.5. Bukaan median dengan lajur tambahan dan lajur khusus

Gambar 2.6. Bukaan median dengan tambahan pulau

2.1.c. Rancangan Median
Lebar median ideal adalah lebar median yang diperlukan oleh kendaraan dalam melakukan
gerakan putar balik dari lajur yang paling dalam ke lajur yang paling luar. Pada putaran balik
langsung terdapat 3 jenis gerakan memutar, yaitu :
-

Gerakan memutar dari lajur dalam ke lajur dalam pada arus berlawanan

-

Gerakan memutar dari lajur luar pada arus berlawanan

-


Gerakan memutar dari lajur dalam ke bahu jalan pada arus berlawanan

Kebutuhan lebar median ideal sebuah putaran balik adalah spesifikasi kendaraan rencana dan
radius putarnya. Dalam hal ini acuannya adalah Pedoman Perencanaan Putaran Balik Bina
Marga 2005 seperti di bawah ini :
Tabel 2.1.
Jenis putaran

Kend.

Kend.

Kend.

kecil

Sedang

besar


Lebar
(gerakan putar balik
lajur
dari lajur dalam ke lajur

Panjang kendaraan rencana
(m)

dalam arus lawan)

5,8 m

12,1 m

21 m

Universitas Sumatera Utara

Lebar median ideal (M)
3,5


8,0

18,5

20

3

8,5

19,0

21

2,75

9,0

19,5


21,5

Kend.

Kend.

Sedang

besar

Tabel 2.2.
Jenis putaran
Kend. kecil
(gerakan memutar dari

Lebar

lajur dalam ke lajur


lajur

kedua arus lawan)

(m)

Panjang kendaraan rencana
5,8 m

12,1 m

21 m

Lebar median ideal (M)
3,5

4,0

14,5


15,5

3

4,5

15,5

17,0

2,75

5,0

16,0

18

Kend.


Kend.

Kend.

kecil

Sedang

besar

Tabel 2.3.

Jenis putaran
Lebar
(gerakan memutar dari
lajur

Panjang kendaraan rencana

lajur dalam ke bahu
(m)

5,8 m

12,1 m

21 m

jalan arus lawan)
Lebar median ideal (M)
3,5

0,5

11

12

3

1,5

12,5

14

2,75

2

13

15

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.4.
Jenis putaran
(gerakan memutar dari

Lebar

lajur dalam ke lajur

lajur

dalam arus lawan

(m)

dengan lajur khusus)

Kend.

Kend.

Kend.

kecil

Sedang

besar

Panjang kendaraan rencana
5,8 m

12,1 m

21 m

Lebar median ideal (M)
3,5

4,0

14,5

15,5

3

4,5

15,5

17,0

2,75

5,0

16,0

18

Kend.

Kend.

Kend.

kecil

Sedang

besar

Tabel 2.5.
Jenis putaran
(gerakan memutar dari

Lebar

lajur dalam ke lajur ke

lajur

dua arus lawan dengan

(m)

lajur khusus)

Panjang kendaraan rencana
5,8 m

12,1 m

21 m

Lebar median ideal (M)
3,5

4,0

14,5

15,5

3

4,5

15,5

17,0

2,75

5,0

16,0

18

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.6.
Jenis putaran
(gerakan memutar dari

Lebar

lajur dalam ke bahu

lajur

jalan arus lawan dengan

(m)

Kend.

Kend.

Kend.

kecil

Sedang

besar

Panjang kendaraan rencana
5,8 m

lajur khusus)

12,1 m

21 m

Lebar median ideal (M)
3,5

4,0

14,5

15,5

3

4,5

15,5

17,0

2,75

5,0

16,0

18

2.1.d. Putaran Balik di Persimpangan Bersinyal
Putaran balik di persimpangan bersinyal dapat direncanakan pada lajur 4 lajur 2 arah
terbagi harus dilakukan penambahan lajur khusus seperti diisyaratkan pada gambar berikut.

Gambar 2.7. Putaran balik di Simpang Bersinyal
Untuk perencanaan putaran balik sebelum simpang bersinyal harus dilakukan mengacu pada
studi persimpangan bersinyal agar didapatkan nilai panjang antrian antar siklus.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.8. Putaran Balik sebelum Simpang Bersinyal

Guna tetap mempertahankan tingkat pelayanan jalan secara keseluruhan pada daerah
perputaran balik arah, secara proporsional kapasitas jalan yang terganggu akibat sejumlah
arus lalu-lintas yang melakukan gerakan putar arah (u-turn) perlu diperhitungkan. Fasilitas
median yang merupakan area pemisahan antara kendaraan arus lurus dan kendaraan arus
balik arah perlu disesuaikan dengan kondisi arus lalu-lintas, kondisi geometrik jalan dan
komposisi arus lalu-lintas. Adapun tahapan pegerakan U-turn adalah sebagai berikut (Agah,
2007) :

Gambar 2.9. Gerak Arus Berputar Arah
Sumber: Heddy R. Agah, 2007

a. Tahap pertama, kendaraan yang melakukan gerakan balik arah akan mengurangi
kecepatan dan akan berada pada jalur paling kanan. Perlambatan arus lalu-lintas yang terjadi
sesuai teori car following mengakibatkan terjadinya antrian yang ditandai dengan panjang
antrian, waktu tundaan dan gelombang kejut.
b. Tahap kedua, saat kendaraan melakukan gerakan berputar menuju ke jalur
berlawanan, dipengaruhi oleh jenis kendaraan (kemampuan manuver, dan radius putar).
Manuver kendaraan berpengaruh terhadap lebar median dan gangguannya kepada kedua arah
(searah dan berlawanan arah). Lebar lajur berpengaruh terhadap pengurangan kapasitas jalan

Universitas Sumatera Utara

untuk kedua arah. Apabila jumlah kendaraan berputar cukup besar, lajur penampung perlu
disediakan untuk mengurangi dampak terhadap aktivitas kendaraan di belakangnya.
c. Tahap ketiga, adalah gerakan balik arah kendaraan, sehingga perlu diperhatikan
kondisi arus lalu-lintas arah berlawanan. Terjadi interaksi antara kendaraan balik arah dan
kendaraan gerakan lurus pada arah yang berlawanan, dan penyatuan dengan arus lawan arah
untuk memasuki jalur yang sama. Pada kondisi ini yang terpenting adalah penetapan
pengendara sehingga gerakan menyatu dengan arus utama tersedia. Artinya, pengendara
harus dapat mempertimbangkan adanya senjang jarak antara dua kendaraan pada arah arus
utama sehingga kendaraan dapat dengan aman menyatu dengan arus utama (gap acceptance),
dan fenomena merging dan weaving.
Pada tahap pertama dan ketiga parameter analisis adalah senjang waktu antar kendaraan pada
suatu arus lalu lintas, senjang jarak, gap, dan time + space gap. Untuk itu perlu
diperhitungkan frekuensi kedatangan dan critical gap. Pada tahap satu karena ada gerakan
membelok kendaraan, arus utama searah akan terpengaruhi perlambatan arus dan ini
mempengaruhi kapasitas jalan. Dengan demikian perlu diperhitungkan kecepatan arus bebas
dan kapasitas aktualnya.

2.2. TEORI GAP ACCEPTANCE
Penjelasan Heddy Agah (2007) tentang bagaimana proses pergerakkan memutar
kendaraan menunjukkan bagaimana rumitnya proses yang harus dilalui pengendara. Agah
juga mengatakan penting untuk memperhitungkan kapasitas dari bukaan median sebagai
putaran balik untuk mengetahui bagaimana kinerja bukaan median tersebut. Banyak peneliti
yang sudah melakukan penelitian terhadap kapasitas bukaan median. Penelitian terdahulu
tersebut mengikuti konsep teori gap acceptance. Teori tersebut banyak dijumpai pada
simpang tidak bersinyal atau bisa dikatakan simpang prioritas. Teori inipun sudah diakui

Universitas Sumatera Utara

banyak peneliti untuk menghitung nilai kapasitas bukaan median sebagai putaran balik. Di
Indonesia sendiri sudah diatur di dalam Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) tahap
untuk menghitung nilai kapasitas simpang tak bersinyal. Hanya dalam MKJI untuk
menghitung nilai kapasitas simpang tak bersinyal mengacu pada kondisi geometrik jalan,
bukan dengan teori gap acceptance. MKJI beranggapan bahwa perilaku pengendara di
Indonesia tidak seperti pengendara di luar negeri sehingga sulit untuk menggunakan teori
tersebut untuk perhitungan. Gerakan kendaraan memutar tidak termasuk dalam perhitungan
MKJI. Sedangkan pergerakan memutar jauh lebih kompleks dibanding dengan pergerakan
pada simpang tak bersinyal.
Teori gap acceptance berdasar pada konsep bagaimana sebuah kendaraan yang akan
melakukan gerakan menyebrang atau menyatu pada arus utama menunggu untuk gap yang
memenuhi kebutuhan pengendara. Teori ini berkaitan dengan perilaku pengendara. Untuk
menghitung kapasitas bukaan median, penelitian sebelumnya menyamakan pergerakan
memutar kendaraan dengan gerakan kendaraan pada Two-Way Stop-Controlled (TWSC).
Tata cara perhitungan simpang TWSC terdapat dalam HCM 2000 bab 10.
Gap Acceptance juga adalah salah satu komponen yang paling penting dalam
karakteristik lalulintas mikroskopik. Teori Gap Acceptance umum digunakan berdasarkan
pada konsep mendefinisikan batas pengemudi yang dapat memanfaatkan gap dari ukuran
atau durasi tertentu (Mathew,2013). Gap Acceptance adalah kesenjangan minimum yang
diperlukan untuk menyelesaikan perubahan/perpindahan jalur dengan aman. Oleh karena itu,
model Gap Acceptance dapat membantu menjelaskan bagaimana seorang pengemudi
memutuskan untuk memutar atau tidak (Al-Suleiman, 2013). Konsep Gap Acceptance
banyak digunakan untuk menentukan nilai kapasitas, tundaan, dan tingkat pelayanan berbagai
fasilitas transportasi. Teori tersebut juga digunakan untu mengevaluasi lokasi berpotensi
bahaya pada simpang tak bersinyal, putaran balik, ramp merging point, dan sebagainya. Teori

Universitas Sumatera Utara

gap acceptance memiliki dua parameter utama yaitu critical gap dan follow-up time (TRB,
2000).
2.2.a. Pengertian Critical Gap
Critical gap (gap kritis) didefinisikan sebagai panjang interval waktu minimum yang
membolehkan suatu kendaraan jalan minor masuk ke persimpangan (HCM 1994). Brilon et
al (1997) mendefinisikan critical gap sebagai waktu gap minimum yang siap diambil
kendaraan pada arus minor untuk menyebrang atau bergabung ke arus utama/mayor. Gap
kritis adalah salah satu variabel yang penting dalam teori gap acceptance. Untuk
mengestimasi nilai gap kritis banyak metode yang sudah dikembangkan, salah satu penelitian
terhadap metode mencari nilai gap kritis adalah yang dilakukan Brilon et al (1997). dalam
penelitiannya, Brilon membagi dalam 2 kedaan yaitu pada saat arus jenuh dan arus tidak
jenuh. Hal inipun terdapat disemua penelitian tentang gap kritis. Arus jenuh yang dimaksud
adalah keadaan dimana ada lebih dari 1 kendaraan yang memanfaatkan satu gap yang tersedia
di arus mayor. Dan untuk arus tidak jenuh adalah dimana hanya ada 1 kendaraan yang
menggunakan satu gap yang disediakan arus mayor. Sebuah kendaraan bisa menolak lebih
dari satu waktu gap, tetapi hanya bisa menerima 1 nilai gap yang dianggap aman.
Terdapat banyak metode dalam menentukan nilai critical gap. Beberapa diantaranya
adalah sebagai berikut :
a. Metode Raff & Hart (1950)

Gambar 2.10. Grafik critical gap metode Raff&Hart

Universitas Sumatera Utara

Raff & Hart (1950) mengatakan dalam penelitiannya bahwa nilai criticap gap adalah sebagai
gap yang mempunyai jumlah penolakan (> t) = jumlah
penerimaan (< t). Analisa gap kritis diperoleh dalam penelitian ini menggunakan metode
grafis. Data yang diplotkan merupakan data gap ditolak dan gap diterima. Salter (1974)
dalam bukunya juga menggunakan metode ini dalam mengestimasi nilai critical gap.
b. Maximum Likelihood
Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa kendaraan pada arus minor akan menolak setiap
gap yang lebih kecil dari nilai gap kritis. Dengan asumsi seperti ini maka distribusi nilai gap
kritis akan ada diantara nilai gap diterima dan nilai gap terbesar yang ditolak oleh sebuah
kendaraan. Dalam metode ini data gap yang ada mengikuti distribusi lognormal.

Gbr.2.11. Grafik Maximum Likelihood

c. Ashworth
Metode ini mengasumsikan distribusi kedatangan arus mayor mengikuti distribusi
eksponensial, dan sebaran gap untuk kendaraan minor mengikuti distribusi normal.
Persamaan untuk metode ini adalah :

Universitas Sumatera Utara

�� = µ� − �. �� 2

Dimana p = volume kendaraan arus mayor; �� = standar deviasi gap; �� = rata-rata gap yang

diterima arus minor.

d. Greenshields
Metode Greenshields menggunakan histogram yang mempresentasikan total jumlah gap yang
diterima dan ditolak pada setiap interval gap. Sumbu vertikal positif histogram
menggambarkan

jumlah

gap

yang

diterima

sedangkan

sumbu

vertikan

negatif

menggambarkan jumlah gap yang ditolak. Nilai gap kritis diidentifikasikan sebagai rata-rata
gap yang memepunya jumalah yang sama antara gap yang diterima dan gap yang ditolak.

Gbr.2.12. Histogram metode Greenshield

e. Michael P. Taylor&A.Aldian
Dalam penelitiannya yang berjudul Selecting Prioriry Junction Traffic Models To Determine
U-turn Capacity at Median Opening(2011), mereka mencari nilai gap kritis dengan mencari
nilai rata-rata dari data gap yang diterima arus minor. Dimana data gap yang diterima
mengikuti distribusi lognormal, dan tidak semua data yang digunakan untuk menghitung nilai
rata-rata dari gap. Metode inilah yang akan dipakai dalam penelitian ini untuk mencari nilai
gap kritis pada arus tidak jenuh.

Universitas Sumatera Utara

Gbr.2.13. Diagram lognormal Michael&Aldian
2.2.b. Pengertian Follow Up Time
Follow up time (tf) adalah rentang waktu antara kedatangan satu kendaraan dan
kedatangan kendaraan lainnya dalam kondisi antrean yang kontinu (Brilon, Troutbeck,
Koenig, 1997).

Gbr.2.14. Ilustrasi waktu follow-up

Follow-up terjadi karena ada 2 kendaraan atau lebih yang mengantri untuk menunggu gap
yang aman untuk bergerak. Maka dapat dikatakan follow-up dapat terjadi pada dua kendaraan
yang memanfaatkan satu nilai gap yang tersedia pada arus mayor. Siegloch dalam
penelitiannya mengembangkan konsep untuk kondisi arus jenuh seperti ini. Beliau

Universitas Sumatera Utara

mengembangkan metode regresi untuk menentukan nilai gap kritis sekaligus nilai follow-up
dan parameter waktu awal, dan selanjutnya dikembangkan untuk mencari nilai kapasitas
putaran balik. Rumusan nilai gap kritis dan follow-up yang dikembangkan Siegloch adalah :
�� = �0 + 0,5��

dimana �� = gap kritis; �0 = parameter nol; �� = waktu follow-up

tf

Gambar 2.15. Parameter gap acceptance metode regresi

Nilai follow-up dalam metode ini diperoleh dari slope garis regresi.
Metode kedua yang juga digunakan untuk mencari nilai waktu follow-up yang dikembangkan
dalam penelitian Taylor&Aldian adalah dengan menggunakan cara yang sama dengan
mencari nilai gap kritis. Dan metode ini digunakan dalam penelitian ini. Metode dengan
mencari nilai rata-rata dari data nilai waktu follow-up kendaraan yang diperoleh dari hasil
pengamatan di lapangan.
2.3. KAPASITAS PUTARAN BALIK
Kapasitas jalan adalah volume kendaraan maksimum yang dapat melewati jalan per
satuan waktu dalam kondisi tertentu. Besarnya kapasitas jalan tergantung khususnya pada

Universitas Sumatera Utara

lebar jalan dan gangguan terhadap arus lalulintas yang melalui jalan tersebut. Kapasitas
didefinisikan sebagai tingkat arus maksimum dimana kendaraan dapat diharapkan untuk
melalui suatu potongan jalan pada periode waktu tertentu untuk kondisi lajur atau jalan,
lalulintas, pengendalian lalulintas dan kondisi cuaca yang berlaku. (Edward K. Morlok,
1998). Kapasitas bukaan median sebagai putaran balik dimaksudkan untuk mengetahui
berapa jumlah kendaraan yang mampu melakukan putaran balik persatuan waktu. Model
yang digunakan adalah rumus kapasitas yang dikembangkan oleh Siegloch. Persamaan
keduanya ditunjukkan seperti di bawah ini:
3600 −� � �(�� −0,5��)
�=�
� � 3600
��

dimana ; � = ��������� � − ���� (���/���)

� = ���� ���� ������ ������ ����� (���/���)

�� = �������� ��� (detik)

�� = ������ − �� ���� (�����)
2.4. TINGKAT PELAYANAN
Untuk menilai sebuah performa sebuah jalan pada simpang tak bersinyal, HCM 2000
menggunakan nilai kapasitas dan nilai tundaan. Hal ini dikembangkan lagi pada penelitian
yang dilakukan di Finlandia. Dalam penelitian tersebut terdapat beberapa metode yang
digunakan untuk mengukur tingkat pelayanan jalan. Adapun beberapa dari metode yang ada
adalah mengukur tingkat pelayanan jalan dengan nilai kapasitas simpang tak bersinyal
tersebut. Nilai tingkat pelayanan berdasarkan nilai kapasitas yang tersedia adalah sebagai
berikut:

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.7. Tingkat Pelayanan Simpang Tak Bersinyal
Tingkat pelayanan

Kapasitas yang tersedia (kend/jam)

A

>400

B

300-399

C

200-299

D

100-199

E

0-99

Tingkat pelayanan jalan juga bisa diukur berdasarkan nilai derajat kejenuhan (D/C ratio).
Adapun nilai tingkat pelayanannya seperti di bawah ini:
Tabel 2.8. Tingkat Pelayanan Berdasarkan D/C
Tingkat pelayanan

D/C ratio

Good

0.00-0.50

Fair

0.50-0.70

Tolerable

0.70-0.85

Bad

0.85-1.00

Very Bad

1.00-

Metode yang dikembangkan Finlandia ini juga menggambarkan nilai tingkat pelayanan jalan
dapat diperoleh dari memplot nilai arus kendaraan minor dengan nilai kapasitas arus minor
jalan.

Universitas Sumatera Utara

Gbr.2.16. Diagram Tingkat Pelayanan Jalan
HCM 2000 mengatur pada bab 17 tentang simpang TWSC, bahwa sebuah simpang
yang memiliki nilai tingkat pelayanan F terjadi bila tidak ada gap yang cukup untuk
kendaraan pada arus minor untuk melakukan penyebrangan atau ingin menyatu pada arus
minor. HCM 2000 juga menyimpulkan sebuah nilai tingkat pelayanan bernilai F bila
kapasitas yang terjadi adalah 85 kendaraan/jam. HCM juga mengatur bahwa nilai tingkat
pelayanan sebuah simpang TWSC dapat diukur dari nilai tundaan kendaraan pada arus minor
jalan tersebut.
Dalam penelitian ini untuk melengkapi analisa tentang kapasitas bukaan median
sebagai putaran balik digunakan metode D/C ratio atau derajat kejenuhan untuk melihat nilai
tingkat pelayanan putaran balik tersebut. Derajat kejenuhan (DS) menurut MKJI 1997,
didefinisikan sebagai rasio arus terhadap kapasitas yang digunakan sebagai faktor utama
dalam penentuan tingkat kinerja segmen jalan. Nilai derajat kejenuhan menunjukan bahwa
segmen jalan yang ditinjau mengalami permasalahan atau tidak. Untuk menghitung nilai
derajat kejenuhan digunakan rumus :

Universitas Sumatera Utara

�� =




dimana; Ds = derajat kejenuhan
Q = arus lalu lintas (smp/jam)
C = kapasitas jalan (smp/jam)

2.6. PENELITIAN TERDAHULU
Beberapa penelitian serupa yang pernah dilakukan sebelumnya adalah sebagai berikut
:
1. “Selecting Prioriry Junction Traffic Models To Determine U-turn Capacity at
Median Opening” A. Aldian & Michael A. P. Taylor
Penelitian ini membahas tentang pemilihan metode yang tepat unutk menentukan nilai
kapasitas bukaan median sebagai putaran balik (u-turn). Beberapa metode dibandingkan
dalam

menentukan

nilai

kapasitas

bukaan

median.

Beberapa

metode

yang

diperbandingkan dalam penelitian ini adalah metode Tanner, metode Siegloch, dan
metode random Platoon Tanner. Dalam penelitian ini tidak membahas bagaimana
metode yang tepat yang digunakan mengestimasi nilai gap kritis dan follow-up. Pada
kesimpulannya mereka mengatakan bahwa metode yang paling cocok untuk menentukan
nilai kapasitas bukaan median adalah metode random platoon Tanner.
2. “Effect of Waiting Time on the Gap Acceptance Behavior of U-turning Vehicles at
Midblock Median Openings” Thakonlaphat J. & Kazushi S.
Dalam penelitian ini dibahas bagaimana hubungan antara waktu tunggu yang dialami
kendaraan pada bukaan median terhadap gap yang diterimanya. Dalam penelitian ini juga
disertakan metode yang digunakan untuk menentukan nilai gap kritis dan waktu follow-

Universitas Sumatera Utara

up, juga nilai kapasitas yang terjadi pada bukaan median di lokasi. Metode yang
digunakan untuk menghitung nilai kapasitas adalah metode Siegloch yaitu metode
regresi. Kesimpulan penelitian ini menyimpulkan bahwa semakin lama sebuah kendaraan
menunggu sebuah gap akan membuat pengendara semakin frustasi untuk mengambil gap
semakin kecil.
3. “Kebutuhan Fasilitas Penyeberangan Pada Ruas Jalan Piere Tendean Untuk
Segmen Ruas Jalan Depan IT Centre Kota Manado Berdasarkan Gap Kritis”
Amelia umboh
Penelitian ini membahas tentang peluang dan kesempatan penyeberang jalan di kota
Manado sehubungan dengan gap yang tersedia oleh pengendara di ruas jalan lokasi.
Dalam penelitian ini dijabarkan beberapa metode untuk menentukan nilai gap kritis.
Beberapa metode yang dijelaskan dalam penelitian ini diantaranya metode Raff, metode
Greenshield, dan metode Acceptance curve. Beberapa metode ini digunakan sebagai
bahan tinjauan pustaka untuk penelitian ini.

4. “ Capacity Of U-Turn At Median Opening” Hashem Al Masaeid
Masaeid dalam penelitiannya membandingkan metode empiris dengan metode gap
acceptance untuk menghitung nilai kapasitas putaran balik. Penelitian ini dilakukan di
tujuh lokasi bukaan median. Metode empiris yang dimaksud dalam metode ini adalah
dengan menggunakan metode regresi untuk mencari hubungan antara variabel yang
mempengaruhi nilai kapasitas bukaan median. Sedangkan metode gap acceptance adalah
metode menghitung kapasitas dengan menggunakan nilai gap kritis dan waktu follow-up.
Dalam kesimpulan penelitian ini Masaeid mengatakan bahwa metode gap acceptance
adalah metode yang cocok untuk digunakan untuk mengestimasi nilai kapasitas bukaan

Universitas Sumatera Utara

median sebagai putaran balik. Beliau juga mengatakan bahwa nilai kapasitas dan tundaan
pada bukaan median dipengaruhi oleh arus mayor atau arus konflik.
5. “Useful Estimation Procedures For Critical Gap” Warner Brilon & Ralph Keonig
Seperti yang tertera pada judulnya, penelitian ini membahas tentang berbagai metode
untuk mengestimasi nilai gap kritis pada simpang tidak bersinyal. metode yang
digunakan terbagi dalam dua kondisi, yaitu kondisi arus jenuh dan arus tidak jenuh.
Untuk arus jenuh metode yang digunakan adalah metode Siegloch. Sedangkan untuk
kondisi tidak jenuh digunakan banyak metode, diantaranya metode Logit, metode Raff,
metode Ashworth, dan sebagainya. Hal ini digunakan sebagai bahan pustaka untuk
mengetahui metode apa yang pas untuk digunakan dalam penelitian ini.

6. “Gap Acceptance Behaviour At U-Turn Median Openings – Case Study In Jordan”
Turki I. Al-Suleiman
Penelitian ini menjabarkan bagaimana perilaku pengemudi terhadap konsep gap
acceptance dalam berkendara. Pengamatan dilakukan dengan membedakan karakteristik
pengendara berdasarkan gender dan usia. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini
adalah bahwa pengemudi yang usianya lebih muda lebih berani untuk mengambil gap
yang lebih kecil. Begitu pula dengan pengemudi berjenis kelamin laki-laki juga lebih
berani mengambil nilai gap yang lebih kecil dibandingkan dengan perempuan.

Universitas Sumatera Utara