Gambaran Pola Pemberian ASI dan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) pada Bayi Serta Pengetahuan Ibu di Desa Bunuraya Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo, Sumatera Utara Tahun 2016

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan bahwa
upaya perbaikan gizi bertujuan untuk meningkatkan mutu gizi perseorangan dan
masyarakat antara lain melalui perbaikan pola konsumsi makanan, perbaikan perilaku
sadar gizi dan peningkatan akses dan mutu pelayanan gizi dan kesehatan sesuai
dengan kemajuan ilmu dan teknologi. Menurut pasal 131 ayat 1 dan 2, upaya
pemeliharaan kesehatan bayi dan anak harus ditujukan untuk mempersiapkan
generasi yang akan datang yang sehat, cerdas, dan berkualitas serta untuk
menurunkan angka kematian bayi dan anak. Upaya tersebut dilakukan sejak anak
masih dalam kandungan, dilahirkan, setelah dilahirkan, dan sampai berusia 18
(delapan belas) tahun. Salah satu cara untuk membantu mewujudkan pemeliharaan
kesehatan anak melalui kecukupan gizi adalah pemberian ASI dan makanan
pendamping ASI (MP ASI) yang diberikan sesuai usia.
ASI merupakan makanan yang ideal untuk tumbuh kembang bayi (Banudi,
2012). ASI mulai diberikan sesegera mungkin setelah bayi dilahirkan sampai berusia
6 bulan. ASI segera setelah melahirkan disebut inisiasi menyusu dini (IMD), dengan
meletakkan bayi diatas dada ibu sampai menemukan dan menghisap puting susu ibu
untuk memperoleh ASI pertama kali. ASI sangat bermanfaat bagi bayi, terutama
untuk kecerdasan dan kekebalan tubuh bayi. Namun setelah 6 bulan, kebutuhan gizi


Universitas Sumatera Utara

bayi semakin meningkat maka bayi memerlukan sumber makanan lain selain ASI
untuk memenuhi kebutuhan makan yang bertambah tersebut.
MP ASI merupakan makanan dan cairan lain yang diperlukan utnuk
memenuhi kebutuhan bayi, namun dibawah usia 24 bulan bayi tetap perlu menyusu
mendapatkan ASI (Handy, 2010). Pemberian makanan pendamping ASI diberikan
karena meningkatnya kebutuhan energi serta zat-zat gizi lain yang tidak didapat dari
asupan ASI saja. Lebih baik ASI dan MP ASI diberikan sesuai kebutuhan agar bayi
tetap sehat dan tumbuh kembang optimal (KemenkesRI, 2012). Di awal
kehidupannya, lambung dan usus bayi sesungguhnya belum sepenuhnya matang.
Bayi dapat mencerna gula dalam susu (laktosa), tetapi belum mampu menghasilkan
amylase dalam jumlah yang cukup. Oleh karena itu, makanan pendamping ASI
diberikan karena pencernaan bayi sudah siap dan mampu mencerna zat gizi yang
lebih kompleks dari makanan pendamping tersebut.
Pemberian makanan pendamping ASI yang tidak tepat, baik dari segi umur
pertama diberikan, bentuk serta frekuensi, dapat menyebabkan terjadinya masalah
gizi pada bayi. Bayi di bawah 6 bulan yang belum siap menerima dan mengolah
makanan lain selain ASI dapat mengalami kurang gizi, gagal ASI eksklusif selama 6

bulan karena bayi merasa kenyang oleh makanan lain yang diberikan, serta
meningkatkan resiko penyakit alergi, infeksi, dan ada kemungkinan terjadi invaginasi
(bagian usus terlipat masuk ke bagian usus lainnya) yang merupakan kondisi gawat
darurat dan memerlukan tindakan pembedahan. Sementara jika ibu menunda
memberikan makanan pendamping ASI, akan terjadi kurang gizi karena kebutuhan

Universitas Sumatera Utara

zat gizi bayi sudah lebih dari yang dapat dipenuhi ASI, dan menimbulkan
keterlambatan perkembangan keterampilan makan pada bayi seperti mengunyah,
mengenal tekstur dan rasa makanan, mengenal jadwal serta cara makan mandiri
hingga kesulitan pemberian makan di kemudian hari. Artinya, ketidaktepatan dalam
pemberian MP ASI akan menyebabkan kurang gizi pada bayi.
Ketepatan dalam pemberian ASI dan MP ASI sangat erat kaitannya dengan
pengetahuan ibu tentang ASI dan MP ASI itu sendiri. Pengetahuan pada dasarnya
adalah hasil dari tahu setelah melakukan pengenalan terhadap suatu objek melalui
berbagai indra yakni, penciuman, pendengaran, penglihatan, rasa atau bau.
Pengetahuan tersebutlah yang kemudian diwujudkan menjadi sebuah tindakan.
Pengetahuan yang rendah menyebabkan praktek pemberian ASI dan MP ASI menjadi
tidak tepat. Padahal, dibutuhkan pemberian asupan makanan yang tepat untuk

mendukung pertumbuhan bayi yang sehat dan optimal.
Menurut UNICEF Indonesia (2012), para ibu tidak menyadari pentingnya
pemberian ASI. UNICEF Indonesia menuliskan bahwa menurut SDKI 2007
menunjukkan bahwa kurang dari satu dari tiga bayi dibawah usia enam bulan diberi
ASI eksklusif. Oleh karena itu, sebagian besar bayi di Indonesia tidak mendapat
manfaat ASI terkait dengan gizi dan perlindungan terhadap penyakit. Selain itu,
praktek pemberian makanan bayi dan pelayanan lainnya yang buruk mengakibatkan
gizi kurang pada ibu dan anak-anak, yang merupakan penyebab dasar kematian anak,
yang mana satu dari tiga anak bertubuh pendek (stunted), dan dalam kuintil yang
lebih miskin, satu dari setiap empat sampai lima anak mengalami berat badan kurang.

Universitas Sumatera Utara

Secara nasional, enam persen anak-anak muda bertubuh sangat kurus (wasted), yang
menempatkan mereka pada resiko kematian yang tinggi.
Menurut penelitian Sriningsih (2011), dikatakan bahwa terlepas dari
pendidikan yang dimiliki oleh ibu, pengetahuan tentang ASI yang masih kurang dapat
disebabkan karena kurang lengkapnya informasi tentang ASI yang disampaikan oleh
petugas kesehatan kepada ibu. Sedangkan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Kristianto dan Sulistryani (2013), ibu yang memberikan makanan pendamping ASI

kurang dari 6 bulan memiliki pengetahuan kurang dikarenakan ibu tersebut tidak
paham akan pengertian makanan pendamping ASI dan tidak mengerti wakpemberian
makanan yang tepat. Ibu memberikan MP ASI pada usia dini dengan alasan hanya
ASI saja tidak cukup memenuhi kebutuhan bayi, dikarenakan bayi menangis terus.
Padahal bayi menangis adalah masalah yang sering terjadi pada anak kecil, meskipun
penyebabnya tidaklah banyak. Jika bayi menangis mungkin penyebabnya bukan
hanya lapar atau haus, tetapi mugnkin teknik menyusui ibu yang keliru, ingin
ditemani, tidak nyaman, bosan, kolik, kebiasaan, karakter, sakit, dan lain-lain.
Saat ini, cakupan ASI eksklusif yang rendah di Indonesia jauh dari indikator
yang ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan RI. Cakupan ASI eksklusif dipengaruhi
beberapa hal, terutama masih sangat terbatasnya tenaga konselor ASI, serta belum
maksimalnya kegiatan edukasi, sosialisasi, advokasi dan kampanye terkait pemberian
ASI dan MP ASI, masih kurangnya ketersediaan sarana dan prasarana KIE ASI dan
MP ASI dan belum optimalnya membina kelompok pendukung ASI dan MP ASI.
Rendahnya cakupan ASI Eksklusif 0-6 bulan yang terjadi di Indonesia dapat

Universitas Sumatera Utara

disebabkan masih kurangnya pemahaman masyarakat bahkan petugas kesehatan
sekalipun tentang manfaat dan pentingnya pemberian ASI eksklusif kepada bayi usia

0-6 bulan. Dilain pihak adanya promosi dan pemasaran yang begitu intensif terkait
susu formula yang kadang sulit untuk dikendalikan (Kemenkes RI, 2012).
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia pada tahun 2012,
terdapat 9,6% dari 464 bayi berusia 0-1 bulan, 16,7% dari 557 bayi usia 2-3 bulan
dan 43,9% dari 593 bayi usia 4-5 bulan sudah menerima makanan tambahan lain. Itu
berarti masih cukup banyak bayi usia dibawah 6 bulan yang mengonsumsi MP ASI
cukup dini. Hal ini berkaitan dengan cakupan ASI eksklusif yang walaupun
meningkat dari 15,3% (RISKESDAS 2010) menjadi 30,2% pada tahun 2013, masih
tergolong rendah dibandingkan dengan sasaran keluaran Pembinaan Gizi Masyarakat
tahun 2011-2014 yaitu 80%.
Cakupan ASI Eksklusif sangat fluktuatif dari tahun ke tahun. Di Indonesia,
cakupan ASI Eksklusif sebesar 60,2% (2013) kemudian meningkat sampai 64,4%
(2014) dan menurun kembali sebesar 60,6% (2015). Sasaran keluaran Pembinaan
Gizi Masyarakat program ASI Eksklusif adalah 80% berdasarkan Rencana Aksi
Pembinaan Gizi masyarakat tahun (RAPGM) tahun 2010-2014, sedangkan pada
tahun 2015 menurun menjadi 50% berdasarkan Rencana Strategi Kementrian
Kesehatan RI. Namun data cakupan ASI Eksklusif di Sumatera Utara tergolong
cukup rendah yaitu sebesar 33,4% (2014) dan sedikit meningkat sebesar 34,9%
(2015).


Universitas Sumatera Utara

Sementara di Kabupaten Karo berdasarkan data Pencapaian Indikator Kinerja
Pembinaan Gizi Enam Bulanan Kementrian Kesehatan RI, cakupan ASI eksklusif
meningkat dari 46,7% (2014) menjadi sebesar 48,5% (2015) atau sekitar 1679 bayi
dari 3459 bayi yang mendapat ASI ekslusif. Dan di Kecamatan Tiga Panah sendiri
meningkat dari 74,7% (Februari 2014) menjadi sebesar 80,2% (2015) sedangkan
berdasarkan Formulir Pencatatan Pemberian ASI Eksklusif pada Bayi 0-6 Bulan di
Posyandu Puskesmas Tiga Panah bulan Desember 2015 hanya terdapat 3,62% bayi
yang mendapatkan ASI eksklusif. Artinya secara keseluruhan, masih terdapat bayi
yang diberikan MP ASI yang tidak tepat, terutama pada usia pertama pemberian MP
ASI di Kabupaten Karo khususnya Kecamatan Tiga Panah.
Cakupan ASI Ekslusif cukup baik di Kecamatan Tiga Panah yaitu sebesar
80,2%, dibandingkan dengan kecematan lain di Kabupaten Karo seperti Kecamatan
Mardinding dan Kecamatan Juhar yang cakupan ASI ekslusifnya 0% atau Kecamatan
Korpri sebesar 9,5%. Namun berdasarkan pendataan yang dilakukan selama
Pengalaman Belajar Lapangan (PBL) di Dusun 5 Bunuraya Baru Desa Bunuraya
kecamatan Tiga Panah bulan September-November 2015, masih ditemukan
pemberian MP ASI terlalu dini atau lambat bahkan terdapat bayi diberikan makanan
keluarga sebelum usianya. Dari 100 KK yang didata, terdapat 11 bayi berusia 0-12

bulan, hanya ada 3 bayi atau 27,27% yang memperoleh ASI saja dan hanya ada 1
(9%) bayi yang mendapatakan ASI eksklusif sampai 6 bulan berdasarkan Formulir
Pencatatan Pemberian ASI Eksklusif pada Bayi 0-6 Bulan di Posyandu Puskesmas
Tiga Panah bulan Januari 2016. Sementara di dusun 1-4 Desa Bunuraya berdasarkan

Universitas Sumatera Utara

data tersebut juga, dari 59 bayi terdapat 5 bayi yang mendapat ASI segera setelah
dilahirkan sampai usia 3 bulan dan hanya ada 2 (3,39%) bayi yang mendapat ASI
eksklusif sampai 6 bulan.
Cakupan ASI ekslusif Desa Bunuraya tidak jauh berbeda apabila
dibandingkan dengan cakupan ASI ekslusif di desa lain di Kecamatan Tiga Panah.
Rata-rata dari 22 Posyandu yang melaporkan pemberian ASI ekslusif, hanya ada 2
bayi yang mendapatkan ASI saja sampai usia 6 bulan, bahkan terdapat 4 desa yang
tidak satupun bayi lahir mendapat ASI segera setelah lahir sampai usia 6 bulan,
seperti Desa Bertah, Desa Kuta Bale, Desa Kuta Julu dan Desa Manuk Mulia.
Sehingga sampai bulan Desember 2015, hanya terdapat 25 dari 690 bayi yang
mendapat ASI saja sampai usia 6 bulan atau sekitar 3,63%.
Sebagai akibat dari banyaknya ketidaktepatan pemberian ASI dan MP ASI
dikarenakan kurangnya pengetahuan ibu, data menunjukkan bahwa banyaknya

masalah kesehatan yang terjadi pada bayi. Menurut Infant and Young Child Feeding
WHO (2016), kurang gizi berhubungan dengan 45% kematian anak. Secara global
pada tahun 2013, 161,5 juta anak dibawah 5 tahun diperkirakan pendek, 50,8 juta
diperkirakan mempunyai BB/TB yang rendah, dan 41,7 juta mengalami gzi lebih atau
obesitas. Selain itu sebesar 36% bayi 0-6 bulan mendapat ASI ekslusif dan sedikit
anak mendapat gizi yang cukup dan makanan pendamping ASI yang aman. Di
banyak Negara, kurang dari ΒΌ bayi usia 6-23 bulan mendapat kriteria yang pantas
pada penganekargaman susunan makanan dan frekuensi makan yang tepat pada
usianya. Maka dari itu, 800.000 anak hidup dapat diselamatkan setiap tahun antara

Universitas Sumatera Utara

anak usia dibawah 5 tahun, jika semua anak 0-23 bulan disusui secara optimal.
Karena menyusui dapat meningkatkan IQ, kehadiran disekolah, dan berhubungan
dengan pendapatan yang lebih tinggi pada masa dewasa.
Di Indonesia sendiri dapat dilihat dari data status gizi berdasarkan Sistem
Informasi Gizi Direktorat Bina Gizi Kemenkes RI tahun 2014, dari 612.998 balita
usia 0-59 bulan yang ditimbang terdapat 3.045 balita yang BGM (dibawah garis
merah) atau persentasenya sekitar 0,6% dan meningkat menjadi 0,8% atau 1.316 dari
205.834 balita (2015) di Sumatera Utara. Sementara kasus gizi buruk sebesar

sebanyak 1.017 balita (2014) menjadi 1.452 balita (2015). Di Kabupaten Karo
sendiri, data SKDN menunjukkan terdapat 0,6% balita BGM (2014) dan 0,5%
(2015). Selain dari data tersebut, menurut Database Kesehatan per Kabupaten,
terdapat 1,74% balita BGM yang lebih tinggi dari tahun 2014 dan 2015, 0,20 balita
gizi buruk, serta terdapat 42 per 1000 insidens diare, dan selain itu terdapat 14 bayi
yang bergizi buruk dari 6090 bayi di Kabupaten Karo pada tahun 2013 tersebut.
Sementara di Kecamatan Tiga Panah sendiri terdapat 1,8% balita BGM atau
40 dari 2.440 balita pada tahun 2014, terlihat sama dengan persentase BGM di
Kecamatan Kutabuluh dan menjadi yang tertinggi diantara kecamatan lain di
Kabupaten Karo. Pada data SKDN bulan Maret 2015, angka BGM meningkat
menjadi 2,1% atau 40 dari 1980 balita dimana angka ini menempati urutan kedua
setelah Kecamatan Singa sebesar 2,7%. Selain itu terdapat pula kasus gizi buruk di
Kecatan Tiga Panah. Pada tahun 2013, terdapat 4 bayi baru lahir dan bergizi buruk

Universitas Sumatera Utara

dari 476 bayi dimana angka tersebut merupakan tertinggi diantara kecamatan lain.
Pada tahun 2014 menurun menjadi 1 kasus gizi buruk.
Berdasarkan data yang sudah dipaparkan, dapat dilihat bahwa banyaknya
terjadi ketidaktepatan pemberian ASI dan MP ASI di Desa Bunuraya serta data status

gizi dan penyakit pada bayi. Karena rendahnya pengetahuan, hanya sedikit ibu yang
memberikan ASI eksklusif pada bayinya dan memberikan makanan pendamping ASI
terlalu dini atau memberikan MP ASI yang tidak sesuai dengan pertambahan usia.
Bahkan bayi yang baru lahir juga diberikan makanan selain ASI dengan alasan bayi
menangis terus menerus dan merasa lapar. Namun ada juga ibu yang memberikan
bayinya susu formula sejak lahir dikarenakan ASI tidak keluar. Oleh karena itu
peneliti tertarik meneliti pola pemberian ASI dan MP ASI serta pengetahuan ibu pada
bayi di Desa Bunuraya Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo.
1.2 Permasalahan Penelitian
Berdasarkan uraian diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
bagaimana gambaran pola pemberian ASI dan MP ASI serta pengetahuan ibu pada
bayi di Desa Bunuraya Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo Sumatera Utara
2016.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui pola pemberian ASI dan MP ASI serta pengetahuan ibu di Desa
Bunuraya Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo.

Universitas Sumatera Utara


1.3.2. Tujuan Khusus
1.

Mengetahui frekuensi pemberian ASI oleh ibu di Desa Bunuraya

Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo.
2.

Mengetahui durasi pemberian ASI oleh ibu di Desa Bunuraya Kecamatan

Tiga Panah, Kabupaten Karo.
3.

Mengetahui jenis dan bentuk MP ASI pada bayi di Desa Bunuraya

Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo.
4.

Mengetahui frekuensi pemberian MP ASI pada bayi di Desa Bunuraya

Kecamtan Tiga Panah, Kabupaten Karo.
5.

Mengetahui usia pertama pemberian MP ASI pada bayi di Desa Bunuraya

Kecamtan Tiga Panah, Kabupaten Karo.
6.

Mengetahui gambaran pengetahuan ibu dalam pemberian ASI dan MP

ASI pada bayi di Desa Bunuraya Kecamtan Tiga Panah, Kabupaten Karo.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Sebagai informasi kepada petugas kesehatan dan pengambil keputusan,
sehingga dapat dilakukan perbaikan pelayanan kesehatan sebagai wujud usaha
mengatasi masalah kesehatan yang ada.
2. Menambah pengetahuan masyarakat khususnya ibu yang memiliki bayi
mengenai pemberian ASI dan MP ASI yang tepat.

Universitas Sumatera Utara

3. Diharapkan dapat menjadi data dasar atau informasi bagi penelitian
selanjutnya yang berkaitan dengan pola pemberian ASI dan makanan
pendamping ASI serta pengetahuan ibu pada bayi.
4. Melalui penelitian ini peneliti diharapkan dapat mengaplikasikan ilmunya.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Gambaran Pola Pemberian ASI dan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) pada Bayi Serta Pengetahuan Ibu di Desa Bunuraya Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo, Sumatera Utara Tahun 2016

2 12 148

Gambaran Pola Pemberian ASI dan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) pada Bayi Serta Pengetahuan Ibu di Desa Bunuraya Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo, Sumatera Utara Tahun 2016

0 0 18

Gambaran Pola Pemberian ASI dan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) pada Bayi Serta Pengetahuan Ibu di Desa Bunuraya Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo, Sumatera Utara Tahun 2016

0 0 2

Gambaran Pola Pemberian ASI dan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) pada Bayi Serta Pengetahuan Ibu di Desa Bunuraya Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo, Sumatera Utara Tahun 2016

1 1 34

Gambaran Pola Pemberian ASI dan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) pada Bayi Serta Pengetahuan Ibu di Desa Bunuraya Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo, Sumatera Utara Tahun 2016

0 4 3

Gambaran Pola Pemberian ASI dan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) pada Bayi Serta Pengetahuan Ibu di Desa Bunuraya Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo, Sumatera Utara Tahun 2016

0 0 44

Hubungan Perilaku Ibu dengan Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) Dini di Desa Bunuraya Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo Tahun 2016

0 1 18

Hubungan Perilaku Ibu dengan Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) Dini di Desa Bunuraya Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo Tahun 2016

0 0 2

Hubungan Perilaku Ibu dengan Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) Dini di Desa Bunuraya Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo Tahun 2016

0 0 9

Hubungan Perilaku Ibu dengan Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) Dini di Desa Bunuraya Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo Tahun 2016

0 0 26