Makalah Lgbt - Makalah

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Keberadaan gay, lesbian dan biseksual di dunia ini sebenarnya sudah ada
sejak lama termasuk di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Namun beberapa tahun
terakhir ini keberadaan gay menjadi sorotan berbagai media di dunia dikarenakan
berbagai kasus yang melibatkan kaum gay termasuk kekerasan seksual yang
dilakukan oleh kaum gay itu sendiri. Salah satunya adalah kekerasan seksual yang
dilakukan oleh Pangeran Saudi Saud Abdulaziz bin Nasser al Saud kepada pasangan
gaynya Bandar Abdulaziz di United Kingdom atau Inggris sehingga menyebabkan
kematian pada bulan Februari tahun 2010. Dalam persidangan kasus ini diketahui
bahwa selama kurang lebih 3 - 4 tahun Pangeran Saudi Saud Abdulaziz bin Nasser al
Saud memukul Bandar Abdulaziz dengan keras sebelum melakukan hubungan
seksual ala kaum gay. Para ahli yang mengikuti persidangan tersebut mengatakan
bahwa pemukulan yang dilakukan oleh Pangeran Saudi Saud Abdulaziz bin Nasser al
Saud sebelum melakukan hubungan seksual mengandung sebuah “unsur seksual”
yang memberikan kepuasan tersendiri kepada si pelaku (http://www.abigmessage.co
m/bahasa-blog/pangeran-gay-saudi-%E2%80%93-bersalah-karena-kekerasan-yangmenyebabkan-kematian-pada-pasangan-lelakinya-pelayan.html, diakses Selasa/08
Februari 2011, pukul 10.05 WIB).


Universitas Sumatera Utara

Di Indonesia kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh seorang gay
kepada pasangan gaynya juga sering terjadi walaupun belum terbongkar secara vulgar
atau terang-terangan ke ranah publik. Namun dalam beberapa media massa seperti
internet dan majalah (majalah kaum gay yaitu Gaya Nusantara), kasus kekerasan
seksual yang dilakukan oleh seorang gay kepada pasangan gaynya sering menjadi
berita panas apalagi disertai dengan pengakuan dari beberapa gay yang menjadi
korban kekerasan seksual dari pasangan gay mereka. Masih jelas dalam ingatan
masyarakat Indonesia ketika terjadi kasus pembunuhan yang dilakukan oleh Veri
Idham Henyansyah alias Ryan. Ryan terbukti membunuh bahkan memutilasi Heri
Santoso karena merasa cemburu dan tidak senang kepada korban yang menaruh hati
pada pacar sesama jenisnya Novel. Ryan memukul Heri dengan besi dan menusuknya
dengan pisau kemudian memotong-motong tubuh Heri menjadi tujuh potongan. Hal
yang lebih mengejutkan adalah sebelumnya Ryan juga pernah melakukan
pembunuhan dan mayat korbannya dikubur di belakang rumahnya. Dari kesebelas
korbannya, sembilan orang adalah gay. Selain kasus Ryan, kasus yang juga pernah
menggemparkan masyarakat Indonesia adalah kekerasan seksual yang dilakukan oleh
tujuh orang polisi Sektor Banda Raya, Banda Aceh pada pasangan gay, yaitu Hartoyo
dan Bobby. Pasangan gay ini dipaksa untuk membuka pakaian sampai telanjang,

selanjutnya mereka dipukuli. Dengan tubuh penuh luka dan tanpa pakaian, mereka
dipaksa untuk melakukan oral, anal seks dan onani. Mereka juga disemprot air dan
kepala mereka ikut dikencingi. Bahkan ada salah satu anggota kepolisian yang
menodongkan senapan laras panjang pada kemaluan mereka (Utomo dalam Buletin
DEPORT, 2008). Hal ini tentunya menjadi fakta yang menyatakan bahwa kekerasan

Universitas Sumatera Utara

seksual yang dilakukan oleh seorang gay kepada pasangan gaynya juga terjadi di
tengah-tengah masyarakat kita. Sangat mencengangkan ketika mengetahui fakta
bahwa kekerasan seksual bukan saja dilakukan oleh pasangan heteroseksual atau
pasangan normal (laki-laki dan perempuan) tetapi juga dilakukan oleh pasangan
homoseksual (yang dalam hal ini adalah gay).

Jumlah kekerasan seksual yang terjadi pada pasangan gay juga mengalami
peningkatan setiap tahunnya. Secara lebih jauh bahkan disebutkan oleh Garbo dalam
penelitiannya tahun 1999 bahwa sekitar 45% korban kekerasan seksual berasal dari
ras Kaukasian, 17% dari ras Latin, 11% dari ras Afrika-Amerika dan 4% dari Asia.
Sedangkan 44% korban kekerasan seksual berusia antara 33 sampai 44 tahun, 21%
berusia antara 23 sampai 29 tahun, 12% berusia antara 45 sampai 64 tahun, 4%

berusia antara 18 sampai 22 tahun dan 1% berusia di bawah 18 tahun atau di atas 65
tahun. Hal ini menunjukkan bahwa pria yang mengalami kekerasan seksual berasal
dari berbagai etnis terutama dari ras Kaukasian dan paling banyak terjadi pada
pasangan dewasa madya (Garbo, 2000).

Salah satu faktor pemicu terbesar terjadinya kekerasan seksual pada pasangan
gay adalah saat salah satu pasangannya didiagnosa mengidap HIV. Pengakuan yang
diceritakan menciptakan kemarahan kepada gay yang didiagnosa mengidap HIV
sehingga kekerasan seksual terjadi. Sisa kasus terjadi karena konflik yang memang
biasa terjadi pada pasangan mana saja, termasuk masalah cemburu dan posesif
dimana gay dikenal lebih posesif dibandingkan individu heteroseksual (Davidson,
1997 dan Spindle, 2003).

Universitas Sumatera Utara

Kasus kekerasan seksual pada pasangan gay sangat sulit dideteksi. Hal ini
dikarenakan ketertutupan mereka dalam menjaga identitas dan orientasi seksual
mereka dalam masyarakat. Publik sendiri yang mengetahui hal ini kebanyakan
terkejut karena tidak terlintas sedikitpun dalam benak mereka bahwa kekerasan
seksual bias terjadi pada pasangan gay (Spindle, 2003). Kekerasan seksual yang

terjadi pada pasangan gay seringkali mengakibatkan hal yang lebih fatal
dibandingkan pada pasangan heteroseksual. Beberapa kasus dilaporkan pernah terjadi
dengan melibatkan penggunaan senjata seperti senapan sehingga mengakibatkan luka
serius dan bahkan kematian (Barnes, 2003).

Kekerasan seksual lainnya bisa diakibatkan karena pengkonsumsian alkohol
sehingga mengakibatkan pihak agresor mabuk. Kekerasan seksual yang terjadi
biasanya adalah pemaksaan hubungan seksual. Kekerasan seksual yang terjadi sangat
bervariasi mulai dari pemaksaan ciuman sampai pemaksaan penetrasi. Selain
pengkonsumsian alkohol, kekerasan seksual juga bisa terjadi karena pihak agresor
menggunakan beberapa taktik, antara lain seperti :

1. ancaman pemutusan hubungan
2. berbohong
3. pemberian janji palsu
4. ancaman penggunaan kekerasan
5. ancaman penggunaan senapan
6. ancaman penggunaan kekerasan fisik

Universitas Sumatera Utara


Hanya saja karena ketertutupan yang mereka lakukan, maka sangat sulit bagi gay
yang mengalami tindak kekerasan seksual untuk meminta pertolongan kepada orang
lain. Biasanya reaksi yang tidak mereka harapkan justru terjadi dari orang yang
diminta pertolongan saat mengetahui bahwa kekerasan seksual tersebut terjadi dalam
konteks hubungan homoseksual yaitu gay (Waldner-Haugrud dan Gratch, 1997).

Fakta lain yang terjadi adalah bahwa yang menjadi agresor pada saat
kekerasan seksual terjadi belum tentu dilakukan oleh gay yang memiliki sifat lebih
maskulin. Kadang kala gay yang lebih kecil dan lemah yang justru sanggup
melakukannya. Jika seorang lesbian mengalami tindak kekerasan seksual, maka dia
bisa mengadu pada kelompok perlindungan wanita. Sebaliknya seorang gay akan
mengalami kebingungan karena mereka tidak bisa melakukan hal yang sama ketika
mengalami tindak kekerasan seksual tersebut (Davidson, 1997).

Ada 3 faktor kemungkinan penyebab seseorang menjadi gay (http://www.e-

psikologi.com/epsi/Klinis_detail.asp?id=551, diakses Selasa/08 Februari 2011, pukul
10.10 WIB). Hal ini sedikit banyaknya mempengaruhi seorang gay untuk melakukan
kekerasan seksual kepada pasangan gaynya, yaitu :


1. Biologis

Kombinasi atau rangkaian tertentu di dalam genetik seperti susunan kromosom,
struktur otak, ketidakseimbangan hormon dan kelainan susunan syaraf
diperkirakan mempengaruhi seseorang menjadi gay. Namun faktor biologis yang

Universitas Sumatera Utara

mempengaruhi seseorang menjadi gay ini masih terus-menerus diteliti dan dikaji
lebih lanjut oleh para pakar di bidangnya.

2. Lingkungan

Lingkungan diperkirakan turut mempengaruhi seseorang menjadi gay. Faktor
lingkungan ini terdiri atas :
1. Budaya / Adat Istiadat
Pada dasarnya budaya dan adat istiadat yang berlaku dalam suatu
kelompok masyarakat tertentu sedikit banyak mempengaruhi pribadi
masing-masing orang dalam kelompok masyarakat tersebut. Demikian

pula dengan budaya dan adat istiadat yang mengandung unsur
homoseksualitas dapat mempengaruhi seseorang menjadi gay. Mulai dari
cara berinteraksi dengan lingkungan, nilai-nilai yang dianut, sikap,
pandangan maupun pola pemikiran tertentu terutama berkaitan dengan
orientasi, tindakan dan identitas seksual seseorang.
2. Pola Asuh
Cara mengasuh seorang anak juga dapat mempengaruhi seseorang
menjadi gay. Sejak dini seorang anak telah dikenalkan pada identitas
mereka sebagai seorang pria atau perempuan. Pengenalan identitas diri ini
tidak hanya sebatas pada sebutan namun juga pada makna di balik sebutan
pria atau perempuan tersebut, yang meliputi :
1. Kriteria penampilan fisik : pemakaian baju, penataan rambut,
perawatan tubuh yang sesuai dan sebagainya.

Universitas Sumatera Utara

2. Karakteristik fisik : perbedaan alat kelamin pria dan wanita. Pria
pada umumnya

memiliki kondisi fisik yang


lebih kuat

dibandingkan dengan wanita. Pria pada umumnya tertarik dengan
kegiatan-kegiatan yang mengandalkan tenaga atau otot kasar
sementara wanita pada umumnya lebih tertarik pada kegiatankegiatan yang mengandalkan otot halus.
3. Karakteristik sifat : pria pada umumnya lebih menggunakan logika
atau pikiran sementara wanita pada umumnya cenderung lebih
menggunakan perasaan dan emosi. Pria pada umumnya lebih
menyukai kegiatan-kegiatan yang membangkitkan adrenalin,
menuntut kekuatan dan kecepatan, sementara wanita lebih
menyukai kegiatan-kegiatan yang bersifat halus, menuntut
kesabaran dan ketelitian.
4. Karakteristik tuntutan dan harapan : untuk masyarakat yang
menganut sistem paternalistik maka tuntutan bagi para pria adalah
untuk menjadi kepala keluarga dan bertanggung jawab atas
kelangsungan hidup keluarganya. Dengan demikian pria dituntut
untuk menjadi figur yang kuat, tegar, tegas, berani, dan siap
melindungi yang lebih lemah (seperti istri dan anak-anak).
Sementara untuk masyarakat yang menganut sistem maternalistik

maka berlaku sebaliknya bahwa wanita dituntut untuk menjadi
kepala keluarga.

Universitas Sumatera Utara

3. Figur orang yang berjenis kelamin sama dan relasinya dengan lawan jenis.
Dalam proses pembentukan identitas seksual, seorang anak pertama-tama
akan melihat pada orangtua mereka sendiri yang berjenis kelamin sama
dengannya. Anak laki-laki melihat pada ayahnya dan anak perempuan
melihat pada ibunya. Kemudian mereka juga melihat pada teman bermain
yang berjenis kelamin sama dengannya. Homoseksual terbentuk ketika
anak-anak ini gagal mengidentifikasi dan mengasimilasi apa, siapa dan
bagaimana menjadi dan menjalani peran sesuai dengan identitas seksual
mereka berdasarkan nilai-nilai universal pria dan wanita. Kegagalan
mengidentifikasi

dan

mengasimilasi


identitas

seksual

ini

dapat

dikarenakan figur yang dilihat dan menjadi contoh untuknya tidak
memerankan peran identitas seksual mereka sesuai dengan nilai-nilai
universal yang berlaku. Misalnya, ibu yang terlalu mendominasi dan ayah
yang tidak memiliki ikatan emosional dengan anak-anaknya. Ayah tampil
sebagai figur yang lemah dan tidak berdaya atau orang tua yang
homoseksual.
4. Kekerasan Seksual dan Pengalaman Traumatik
Kekerasan seksual yang dilakukan oleh orang-orang tidak bertanggung
jawab terhadap orang lain yang berjenis kelamin sama adalah salah satu
faktor yang mempengaruhi seseorang menjadi gay. Banyak hal yang
menyebabkan seseorang melakukan kekerasan seksual semacam ini,
antara lain :


Universitas Sumatera Utara

1. Hasrat seksual / nafsu
2. Fantasi seksual
3. Pelampiasan kemarahan / dendam
4. Ajang ngerjain orang, seperti : perpeloncoan dari senior kepada
junior, ngerjain teman yang culun dan sebagainya.

Pada dasarnya semua orang yang melakukan hubungan seksual terhadap
orang lain tanpa adanya persetujuan dari orang tersebut sudah termasuk
ke dalam kategori melakukan kekerasan seksual. Bentuk kekerasan
seksual yang dilakukan sangat bervariasi. Mulai dari memegang alat
kelamin sesama jenis, menginjak-injak, memaksa untuk melakukan
sesuatu hal terhadap alat kelaminnya sendiri maupun alat kelamin si
pelaku, hingga menggunakan alat-alat tertentu sebagai media dalam
melakukan

kekerasan

seksual.

Kekerasan

seksual

seperti

ini

menempatkan korban dalam sebuah situasi yang sangat ekstrim, tidak
menyenangkan, mengancam jiwa, tidak aman, meresahkan, kacau dan
membingungkan. Ini menjadi sebuah pengalaman traumatik dalam diri
korban. Pengalaman demikian dapat mengganggu kondisi psikologis
korban. Ia berusaha untuk menghindari ingatan mengenai kejadian
tersebut yang membuatnya sangat tidak nyaman dan sangat terluka atau
"sakit". Setiap hal yang memicu ingatannya terhadap kejadian tersebut
membuatnya menjadi sangat resah. Kadang muncul rasa marah dan
seringkali baik disadari maupun tanpa disadari korban melakukan upaya

Universitas Sumatera Utara

untuk merusak atau "menyakiti" dirinya sendiri. Hal ini dinamakan
trauma psikologis atau pengalaman traumatik. Pengalaman traumatik
tidak hanya terbatas pada mengalami kekerasan seksual. Melihat
seseorang yang melakukan kekerasan seksual ataupun melakukan
hubungan homoseksual juga dapat menjadi sebuah pengalaman traumatik
bagi seseorang.

3. Interaksi antara biologis dan lingkungan

Faktor biologis dan lingkungan berkontribusi terhadap orientasi seksual.
Lingkungan turut mengambil bagian dan bukan semata-mata pilihan dari
seseorang untuk menjadi gay. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan
seseorang (faktor lingkungan) dikombinasikan dengan rangkaian genetik (faktor
biologis) yang mempengaruhi persepsi,

maka secara keseluruhan akan

menumbuhkan atau membentuk seseorang menjadi gay.

Kota Medan sebagai salah satu kota besar di Indonesia yang menuju kota
metropolitan terindikasi sebagai salah satu kota yang keberadaan gaynya cukup
banyak setelah Surabaya dan Jakarta. Keberadaan gay di Kota Medan tentunya sudah
menjadi rahasia umum bagi masyarakat Kota Medan. Hal ini dikarenakan adanya
beberapa tempat di Kota Medan yang diidentikkan sebagai tempat berkumpulnya
para gay Medan, seperti Jalan Iskandar Muda, Jalan Pelangi, Jalan Garuda, Medan
Plaza, Sun Plaza, Hotel Tiara, Warkop Elisabeth, Warkop Harapan, Warkop Panca
Budi dan beberapa club malam di Kota Medan, seperti Retro, Tobasa, LG dan

Universitas Sumatera Utara

sebagainya. Berdasarkan fakta-fakta di atas mengenai kekerasan seksual yang
dilakukan oleh seorang gay kepada pasangan gaynya dan juga dikarenakan Medan
sebagai salah satu kota besar di Indonesia yang diyakini keberadaan gaynya cukup
banyak, maka peneliti tertarik untuk meneliti gay di Kota Medan dari aspek
kekerasan seksual.

1.2 Perumusan Masalah
Hal yang sangat penting untuk memulai suatu penelitian adalah adanya
masalah yang akan diteliti. Agar penelitian dapat dilaksanakan dengan sebaikbaiknya, maka peneliti harus merumuskan masalahnya dengan jelas sehingga akan
jelas bagi peneliti dari mana harus mulai, ke mana harus pergi dan dengan apa
(Arikunto, 2006). Berdasarkan uraian tersebut di atas dan berdasarkan latar belakang
yang sudah diuraikan oleh peneliti, maka perumusan masalah dalam penelitian ini
adalah :
Bagaimanakah bentuk-bentuk kekerasan seksual yang pernah dilakukan dan dialami
oleh gay di Kota Medan?

1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan yang diharapkan dari
penelitian ini adalah :
Untuk mengetahui bentuk-bentuk kekerasan seksual yang pernah dilakukan dan
dialami oleh gay di Kota Medan.

Universitas Sumatera Utara

1.4 Manfaat Penelitian
Setiap penelitian diharapkan mampu memberikan manfaat baik untuk diri
sendiri maupun orang lain, terlebih lagi untuk ilmu pengetahuan. Oleh karena itu
manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Manfaat Teoritis
Untuk menambah pengetahuan peneliti mengenai kekerasan seksual
pada gay dan bentuk-bentuk kekerasan seksual yang dilakukan dan dialami oleh
gay, sebagai bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya, serta bermanfaat dalam
pengembangan ilmu-ilmu sosial khususnya Ilmu Sosiologi.

2. Manfaat Praktis
Memberikan sumbangan pengetahuan dalam bentuk bacaan untuk
memperkaya wawasan setiap individu yang membaca hasil penelitian ini dan
menjadi bahan evaluasi diri bagi para gay itu sendiri.

1.5 Definisi Konsep
Konsep adalah istilah yang terdiri dari satu kata atau lebih yang
menggambarkan suatu gejala atau menyatakan suatu ide maupun gagasan. Untuk
mengetahui penjelasan maksud, pengertian dan kesalahpahaman penafsiran, maka
diperlukan batasan konsep yang digunakan. Adapun yang menjadi batasan konsep
dalam penelitian ini adalah :

Universitas Sumatera Utara

1. Homoseksual
Pada awalnya istilah homoseksual digunakan untuk mendeskripsikan
seorang pria yang memiliki orientasi seksual terhadap sesamanya. Namun
dalam

perkembangannya,

istilah

homoseksual

digunakan

untuk

mendefinisikan sikap seorang individu (pria maupun wanita) yang memiliki
orientasi seksual terhadap sesamanya. Adapun ketika seorang pria memiliki
orientasi seksual terhadap sesama pria maka fenomena tersebut dikenal
dengan istilah gay, sementara fenomena wanita yang memiliki orientasi
seksual terhadap sesamanya disebut lesbian. Baik gay maupun lesbian,
keduanya memiliki citra yang negatif dalam masyarakat.

Kajian mengenai homoseksual dapat ditinjau dari tiga aspek, yaitu
antara lain : orientasi seksual, perilaku seksual dan identitas seksual. Ditinjau
dari aspek orientasi seksual, maka homoseksual adalah ketertarikan maupun
hasrat untuk terlibat secara seksual terhadap orang yang berjenis kelamin
sama. Ditinjau dari aspek perilaku seksual, maka homoseksual mengandung
pengertian sebagai sebuah perilaku maupun kegiatan seksual antara dua orang
yang berjenis kelamin sama. Ditinjau dari aspek identitas seksual, maka
homoseksual mengarah pada identitas sebagai gay maupun lesbian. Jika
ditinjau secara keseluruhan maka gay adalah bentuk homoseksual yang
keseluruhan aspek tersebut berada dalam konteks sesama pria.

Universitas Sumatera Utara

Pada dasarnya pembahasan mengenai homoseksualitas juga mencakup
fenomena kaum gay. Atas dasar tersebut, maka setiap kajian mengenai
homoseksualitas dapat mencakup kajian mengenai gay. Ditinjau dari jenisjenisnya, maka homoseksualitas dalam kajian gay terdiri dari empat macam,
yaitu :

1. Homoseksualitas pertumbuhan
Homoseksualitas pertumbuhan adalah homoseksualitas yang bersifat
sementara. Homoseksualitas ini sangat singkat dan terjadi dalam masa
pertumbuhan anak. Pada masa pubertas anak mulai mengalihkan
perhatiannya dari orangtua kepada orang lain. Namun ketika seorang anak
laki-laki belum berani kepada seorang gadis, maka ia dapat mengarahkan
seksualnya kepada teman lelakinya yang sebaya. Dalam homoseksualitas
pertumbuhan tidak harus terjadi perbuatan-perbuatan seksual, walaupun
terkadang terjadi tindakan seksual tertentu seperti masturbasi berdua.
2. Homoseksualitas darurat
Sama halnya dengan homoseksualitas pertumbuhan, homoseksualitas
darurat juga bersifat sementara. Homoseksualitas darurat terjadi karena
tidak adanya kesempatan untuk melakukan hubungan heteroseksual.
Dalam kondisi tersebut, seorang anak laki-laki yang tidak memiliki
kesempatan melakukan hubungan heteroseksual akan beralih kepada
perilaku homoseksual. Gejala ini akan berhenti ketika kesempatan untuk
melakukan hubungan heteroseksual muncul.

Universitas Sumatera Utara

3. Pseudohomoseksualitas
Pseudohomoseksualitas lebih bersifat melayani seorang homoseksual
karena alasan keuangan maupun memiliki ketergantungan terhadap
seorang homoseksual tersebut. Ketika seorang pria berada dalam tekanan
ekonomi dan seorang homoseksual mampu memberikan jaminan
ekonomi kepadanya, maka ia dapat melakukan hubungan homoseksual
demi jaminan ekonomi tersebut.
4. Homoseksualitas kecenderungan
Homoseksualitas ini sangat dipengaruhi oleh pembawaan seseorang. Jika
seorang pria berada dalam keluarga yang mempunyai banyak anggota
keluarga yang homoseksual, maka ia dapat turut melakukan hubungan
homoseksual.

2. Gay
Gay adalah seorang pria atau laki-laki yang memiliki orientasi seksual
sesama jenis atau ketertarikan seksual terhadap jenis kelamin yang sama.
Dengan kata lain menyukai pria atau laki-laki secara emosional dan seksual.
Gay bukan hanya menyangkut kontak seksual antara seorang laki-laki dengan
laki-laki yang lain tetapi juga menyangkut individu yang memiliki
kecenderungan psikologis, emosional dan sosial terhadap laki-laki yang lain.
Gay tetap mengakui identitas jenis kelaminnya sebagai laki-laki, namun
orientasi seksualnya ditujukan kepada laki-laki.

Universitas Sumatera Utara

3. Pasangan Gay
Pasangan gay adalah dua orang gay yang menjalin hubungan dalam
suatu ikatan emosional dan seksual. Hal ini dikenal dengan istilah “BF (Boy
Friend)”. Pada kaum gay identitas hubungan seksual sangat penting untuk
diketahui karena hal tersebut membantu bagi seorang gay untuk mencari tipe
pasangan yang diinginkan. Perlu diketahui bahwa pola hubungan seksual pada
gay mempunyai tiga bentuk, antara lain top, bottom dan fire style. Top
merupakan salah satu bentuk hubungan seksual dimana seorang gay hanya
bisa menyodomi dan tidak mau disodomi. Kebalikannya adalah bottom,
dimana seorang gay hanya bisa disodomi dan tidak dapat menyodomi. Untuk
pola hubungan seksual kedua-duanya adalah fire style, dimana seorang gay
mampu menyodomi dan bisa disodomi. Ketika seorang gay sudah mengetahui
dirinya termasuk fire style, top atau bottom, maka dia akan lebih mudah dalam
mencari pasangannya. Hal ini karena ketika seorang gay mencari pasangan
untuk menjalin hubungan baik secara emosional dan seksual biasanya
menanyakan terlebih dahulu calon pasangannya, apakah fire style, top atau
bottom.

4. Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual adalah kekerasan yang terjadi karena persoalan
seksualitas. Kekerasan ini mencakup segala jenis kekerasan seksual baik
kekerasan fisik, kekerasan emosional dan kekerasan verbal yang dilakukan
oleh seseorang terhadap pasangannya. Dalam penelitian ini kekerasan seksual

Universitas Sumatera Utara

yang dimaksudkan adalah kekerasan seksual yang dilakukan maupun yang
dialami oleh gay. Ada beberapa jenis bentuk-bentuk kekerasan seksual yang
pernah dilakukan oleh gay di seluruh dunia, antara lain : memukul,
menendang, menampar, menyulut rokok, memasukkan benda-benda keras ke
dalam dubur atau anus, mencambuk, mencekik leher, menyayat-nyayat kulit
dengan silet, menodong senapan, menggigit dan melukai alat kelamin,
pemaksaan hubungan seksual, menarik rambut dengan kasar, mengancam,
memaki, meludahi dan lain-lain. Berdasarkan pemaparan di atas, ternyata
kekerasan seksual juga bisa terjadi pada pasangan gay. Memang secara
empiris, penelitian-penelitian mengenai masalah ini baru banyak dilakukan di
luar negeri yang juga masih sering terbentur oleh ketertutupan mereka dan
tekanan masyarakat yang ada. Suatu studi terbaru menunjukkan bahwa satu
dari lima orang gay mengalami kekerasan seksual yang dilakukan oleh
pasangannya, dimana hal ini menunjukkan fakta bahwa kekerasan seksual
yang biasa terjadi pada wanita dalam hubungan atau pasangan heteroseksual
juga bisa terjadi pada pasangan gay (Spindle, 2003). Sekitar 25% sampai 33%
terjadi kekerasan seksual pada pasangan gay (Barnes, 2003).

5. Penyimpangan Sosial
Penyimpangan sosial adalah perilaku yang tidak sesuai dengan nilainilai kesusilaan atau kepatutan, baik dalam sudut pandang kemanusiaan dan
agama secara individu maupun pembenarannya sebagai bagian daripada
makhluk sosial. Gay dalam masyarakat luas dikatakan sebagai penyimpangan

Universitas Sumatera Utara

sosial karena fenomena gay bertentangan dengan nilai dan norma yang
berlaku dalam kelompok masyarakat. Jadi ukuran yang menjadi dasar bahwa
gay adalah penyimpangan sosial bukan karena baik atau buruk dan benar atau
salah menurut pengertian umum, melainkan berdasarkan ukuran norma dan
nilai sosial dalam suatu kelompok masyarakat.

Dalam kaitannya sebagai bentuk perilaku menyimpang, secara
sosiologis maupun umum gay dapat diartikan sebagai perilaku yang tidak
sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dalam sudut pandang masyarakat luas
maupun masyarakat tempat pelaku penyimpangan berada. Jika ditinjau dari
sudut pandang etimologis, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia menerjemahkan
perilaku menyimpang sebagai tingkah laku, perbuatan, atau tanggapan
seseorang terhadap lingkungan yang tidak sesuai dengan norma-norma dan
hukum yang ada dalam masyarakat.

Robert M. Z. Lawang mengartikan perilaku menyimpang sebagai
semua tindakan yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku dalam
suatu sistem sosial (masyarakat) dan menimbulkan usaha dari mereka yang
berwenang untuk memperbaiki hal tersebut. Gay merupakan salah satu bentuk
perilaku menyimpang yang bukan hanya secara tegas telah menyalahi normanorma yang ada dalam banyak masyarakat namun juga turut mendorong
terciptanya upaya sadar dari sebagian elemen masyarakat yang berwenang
untuk menekan perkembangan komunitas gay dalam suatu masyarakat.

Universitas Sumatera Utara

Penilaian masyarakat yang mengecam homoseksual diberikan dalam
beberapa bentuk. Dari sudut pandang agama, homoseksualitas dianggap
sebagai dosa. Dari sudut pandang hukum, dilihat sebagai penjahat. Dari sudut
pandang medis terkadang masih dianggap sebagai penyakit. Dari sudut
pandang opini publik, dianggap sebagai penyimpangan sosial. Sementara itu,
kelompok masyarakat yang memiliki pandangan berlawanan dengan persepsi
di atas, menganggap homoseksualitas sebagai suatu gaya hidup.

Berdasarkan uraian tentang seksualitas kaum gay di atas, dapat dilihat
persoalan moral yang timbul dari fenomena kaum gay tersebut. Persoalan
moral pertama adalah praktek seks bebas (extra marital). Pasangan
homoseksual masih belum bisa mendapatkan pengesahan dalam bentuk
perkawinan legal. Oleh karena itu, praktek seks yang mereka lakukan dapat
digolongkan sebagai praktek seks bebas karena dilakukan di luar lembaga
perkawinan yang resmi. Persoalan moral kedua yang dialami kaum gay adalah
bahwa

hubungan

seksual

yang

mereka

lakukan

adalah

perbuatan

homoseksual.

Norma merupakan salah satu tolak ukur yang menentukan suatu
perilaku dinyatakan menyimpang atau tidak. Norma yang ada dalam
masyarakat adalah berupa tata aturan atau peraturan yang mengikat kelompok
individu dalam suatu daerah atau wilayah sebagai bentuk representasi kontrol
sosial yang akan mengendalikan tingkah laku anggota masyarakatnya. Dalam
kaitannya dengan pemahaman dan penerapan orientasi seksual anggotanya,

Universitas Sumatera Utara

kontrol sosial yang ada dalam masyarakat berperan sebagai pembatas orientasi
seksual agar tidak menyalahi norma dan nilai yang ada dalam masyarakat.
Ketika muncul pandangan orientasi seksual maka kontrol sosial yang ada
dalam masyarakat akan membatasinya untuk berkembang, dan dalam konteks
yang lebih ekstrim maka setiap pandangan orientasi seksual yang tidak sesuai
dengan norma akan diusahakan untuk dilenyapkan.

Universitas Sumatera Utara