Makalah LGBT di lihat dari sudut pandang (1)

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan YME yang telah
memberikan rahmat dan hidayahnya kepada kita semua, sehingga berkat
rahmat dan karunia-Nya itu kami dapat menyelesaikan makalah tentang
“Perlindungan Hukum Negara Terhadap Tindakan Pelecehan Seksual
Anak” ini diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi semua pihak.
Uraian yang tersajikan berdasarkan hasil kutipan penyusun dari sumber yang
terdapat di media cetak mengingat data-data tersebut yang menjadi pokok
bahasan agar tersusunnya makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini, penyusun mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Dra. Nina Nurhasanah, M.Pd
2. Serta pihak lain yang telah terlibat dalam penyusunan makalah ini
Dalam penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan.
Untuk itu, kritik dan saran dari semua teman-teman dan pembaca makalah ini
sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Jakarta, 3 Juni 2016

Penyusun


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………
DAFTAR ISI…………………………………………………………………...
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang………………………………………………………...
B. Pengertian Judul………………………………………………………
BAB II PERMASALAHAN………………………………………………......
BAB III PEMBAHASAN
A. Pengertian HAM……………………………………………………….
B. Sejarah Munculnya Istilah LGBT…………………..........................
C. LGBT dari Sudut Pandang HAM ……………………………………
D. LGBT dari Sudut Pandang Hukum Negara………………………...
E. LGBT dari Sudut Pandang Kesehatan………………………………
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………………………………….
B. Saran…………………………………………………………………...

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
LGBT saat ini lebih dari sekadar sebuah identitas, tetapi juga
merupakan campaign substance and cover atas pelanggengan Same Sex
Attraction (SSA). Perilaku LGBT dimulai dari suatu preferensi homoseksual,
kemudian mewujud dalam perbuatan homoseksual, lalu pada akhirnya
melekat dalam bentuk perjuangan untuk diterima sebagai perilaku normal
dalam membentuk institusi keluarga.
Preferensi homoseksual itu hadir dalam keyakinan atas aktualisasi diri,
pemikiran berisi pembenaran preferensi tersebut, dan keinginan yang
mendorong untuk merealisasikannya. Perbuatan homoseksual itu mewujud
dalam

hubungan

pembentukan

interpersonal

keluarga


LGBT

sesama
adalah

homoseksual.

fase

paling

Selanjutnya,

mutakhir

dalam

melanggengkan kedua perilaku yang lainnya, baik preferensinya maupun
perbuatannya sebagai homoseksual.
Perilaku LGBT pada gilirannya akan mendorong hadirnya pemahaman

yang menyimpang tentang seksualitas. Dikatakan menyimpang karena tidak
dapat menyatukan antara keinginannya dengan prinsip-prinsip dasar
kehidupan, sehingga terjadi gangguan keberfungsian sosial. Faktanya, tidak
ada satu pun agama, nilai kemanusiaan, atau nilai kemanfaatan manapun
yang membenarkan perilaku demikian.

B. Pengertian Judul
Doktrin tentang Hak Asasi Manusia (HAM) sekarang ini sudah diterima
secara universal sebagai a moral, political, and legal framework and as a
guideline dalam pembangungan dunia yang lebih damai dan bebas dari
ketakutan dan penindasan serta perlakuan yang tidak adil. Terkait tentang
hakikat hak asasi manusia, maka sangat penting sebagai makhluk ciptaan
Tuhan harus saling menjaga dan menghormati hak asasi masing-masing
individu. Namun pada kenyataannya, kita melihat perkembangan HAM di
Negara ini masih banyak bentuk pelanggaran HAM yang sering kita temui.
Oleh karena itu, dalam paham negara hukum, jaminan perlindungan hak
asasi manusia dianggap sebagai ciri yang mutlak harus ada disetiap negara
yang dapat di sebut rechtsstaat.
Dalam


perkembangannya,

jaminan

hak

asasi

manusia

harus

tercantum dengan tegas dalam undang-undang dasar atau konstitusi tertulis
negara demokrasi konstitusional, dan diangggap sebagai materi terpenting
yang harus ada dalam konstitusi, disamping materi ketentuan lainnya seperti
mengenai format kelembagaan dan pembagian kekuasaan negara dan
mekanisme hubungan antar lembaga negara (Jimly Asshiddiqie: 2002:
hal.343).
LGBT merupakan fenomena sosial yang sangat mengkhawatirkan
dimana sewajarnya manusia yang berakal menyukai dan berorientasi seksual

terhadap lawan jenis tidak berlaku bagi orang-orang yang berada dalam
golongan ini. Golongan LGBT tidak lagi mengindahkan fitrah mereka sebagai
makhluk

hidup

yang

ditakdirkan

berpasang-pasangan

berorientasi seperti penamaan golongan mereka.

dan

memilih

BAB II
PERMASALAHAN

Dalih untuk mengikuti perkembangan zaman, modernisasi dan
tuntutan hak asasi manusia menuntut isu pernikahan sejenis agar di legalkan
di Indonesia. Upaya pelegalan terus saja di lakukan oleh sebagian
masyarakat Indonesia seperti misalnya menggelar aksi simpatik, pawai
keliling dengan membawa isu diskriminasi dan pelanggaran hak asasi
manusia terhadap kaum Lesbi Gay Biseksual dan Transgender (LGBT) dan
berharap untuk mengubah sistem hukum yang saat ini berlaku hingga
menerobos rambu-rambu agama yang di anut oleh rakyat Indonesia
sehingga mereka mendapatkan hak untuk melangsungkan pernikahan
sejenis sebagaimana yang mereka inginkan.
Maka tidak heran jika pihak yang pro terhadap isu ini mengedapankan
tataran persamaan di depan hukum sebagai warga negara dan persamaan
hak yang kian di jadikan senjata utama bagi mereka untuk melegalkan
pernikahan sejenis di Indonesia. Isu pelanggaran hak asasi manusia bagi
kaum Lesbi Gay Biseksual dan Transgender (LGBT) membuat sebagian
tokoh cendekiawan di Indonesia mendukung upaya pelegalan tersebut.
Padahal jika berbicara pelanggaran hak asasi manusia maka
sesungguhnya pelanggaran hak asasi manusia yang mana yang di langgar
oleh negara terhadap para Lesbi Gay Biseksual dan Transgender (LGBT) ini.
Bukankah dengan pengharapan melindungi warga negara negara dan

seluruh tumpah darah serta untuk memajukan kesejahteraan umum dan
mencerdaskan kehidupan bangsa dikatakan melanggar hak asasi manusia
yang merupakan amanah dari konstitusi bangsa.

BAB III
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hak Asasi Manusia (HAM)
Menurut UU No. 39 tahun 1999 pasal 2 (UUHAM), HAM adalah
seperangkat hak yang melekat pada hakikatnya dan keberadaan manusia
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugrahnya, yang
wajib dijunjung tinggi, di hormati, dan dilindungi oleh negara, hukum,
pemerintahan dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat
dan martabat manusia.
Sampai pada saat ini sebenaranya belum ada pengertian yang baku
tentang definisi atau pengertian hak asasi manusia. Mengingat hak asasi
manusia bersifat universal maka pandangan yang mempertentangkan HAM
yang berasal dari budaya barat dan HAM budaya Timur adalah sangat tidak
relevan karena sifat dari HAM yang melekat pada diri manusiamtermasuk
sifat universalnya sendiri. HAM sering didefinisikan sebgai hak-hak yang
demikian melekat pada ifat manusia sehingga tanpa hak-hak itu kita mungkin

mempunyai martabat sebagai manusia (inherent dignity). Dan karena itu pula
dikatakan bahwa hak-hak tersebut tidak dapat dicabut (inalienable) dan tidak
boleh di langgar (inviolable).
Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri manusia yang
bersifat kodrati dan fundamental sebagai anugrah dari Tuhan yang harus
dihormati, dijaga dan dilindungi oleh setiap individu. HAM adalah hak-hak
dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan kiprahnya. Setiap individu
mempunyai keinginan agar HAM-nya terpenuhi, tapi satu hal yang perlu kita
ingat bahwa Jangan pernah melanggar atau menindas HAM orang lain.

B. Sejarah Istilah LGBT
Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender ( LGBT) adalah istilah yang
digunakan semenjak tahun 1990an menggantikan istilah komunitas gay yang
sebelumnya digunakan untuk mewakili kelompok-kelompok yang termasuk
dalam kategori tersebut. Akronim ini dibuat untuk menekan keanekaragaman
budaya yang berdasarkan identitas seksual dan gender.
LGBT merupakan fenomena sosial yang sangat mengkhawatirkan
dimana sewajarnya manusia yang berakal menyukai dan berorientasi seksual
terhadap lawan jenis tidak berlaku bagi orang-orang yang berada dalam
golongan ini. Golongan LGBT tidak lagi mengindahkan fitrah mereka sebagai

makhluk

hidup

yang

ditakdirkan

berpasang-pasangan

dan

memilih

berorientasi seperti penamaan golongan mereka.
Semenjak Mahkamah Agung Amerika Serikat resmi melegalkan
pernikahan sesama jenis diseluruh wilayah AS pada 26 Juni 2015, golongan
LGBT diseluruh dunia yang dahulu lebih memilih menyembunyikan
idntitasnya kini mulai berani menunjukkan eksistensinya kepada masyarakat
umum termasuk di Indonesia. Di Indonesia saja komunitas-komunitas yang

menyatakan diri sebagai golongan LGBT telah tersebar di berbagai daerah.
Menurut catatan Komisi Pemerhati Anak dan Remaja (KPAR) Tasikmalaya,
jumlah warga terindikasi suka sesama jenis di kota tersebut pada 2014
mencapai 1.578 orang, tersebar di 69 kelurahan.

C. LGBT dari Sudut Pandang HAM
Kaum LGBT mengukuhkan eksistensinya dengan dalih Hak Asasi
Manusia. Banyak dari mereka mengacu pada International Convenant on
Civil and Poltical Rights / ICCPR (Konvenan Internasional tentang Hak-hak
Sipil dan Politik ) yang disahkan Majelis Umum PBB tahun 1951 yang isinya
memuat hak untuk menentukan nasibnya sendiri, dewan Hak Asasi Manusia
Perserikatan Bangsa-Bangsa (Dewan HAM PBB) mengeluarkan resolusi
yang menyatakan tidak boleh ada diskriminasi atau kekerasan terhadap
orang berdasarkan orientasi seksual mereka. Resolusi tersebut dikeluarkan
setelah melalui perdebatan sengit antara negara-negara Barat melawan
negara-negara mayoritas berpenduduk Islam. Bagi negara Barat, resolusi
tersebut termasuk bersejarah. Melalui resolusi ini, Dewan HAM PBB
mengakui persamaan hak lesbian, gay, biseksual dan transgender. Resolusi
yang ini diajukan oleh Afrika Selatan ini diadopsi oleh 23 negara yang
mendukung. Telah meratifikasi ICCPR pada 28 oktober 2005 melalui UU
No.12 tahun 2005 tentang pengesahan ICCPR. Berikut adalah poin-poin
yang termasuk dalam hak sipil :
1. Hak hidup
2. Hak bebas dari siksaan, perlakuan, atau penghukuman yang kejam,
tidak manusiawi, atau merendahkan martabat.
3. Hak bebas dari perbudakan
4. Hak bebas dari penangkapan atau penahanan secara sewenangwenang

5. Hak memilih tempat tinggalnya untuk meninggalkan negara manapun
termasuk negara sendiri
6. Hak persamaan didepan lembaga peradilan dan badan peradilan
7. Hak atas praduga tak bersalah
8. Hak kebebasan berfikir
9. Hak berkeyakinan dan beragama
10. Hak untuk mempunyai pendapat tanpa campur tangan orang lain
11. Hak atas kebebasan untuk menyampaikan pendapat
12. Hak atas perkawinan / membentuk keluarga
13. Hak anak atas perlindungan yang dibutuhkan oleh statusnya sebagai
anak dibawah umur, keharusan segera didaftarkan setiap anak sejak
lahir

dan

keharusan

mempunyai

nama

dan

hak

anak

atas

kewarganegaraan
14. Hak persamaan kedudukan semua orang di depan hukum
15. Hak atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi.
Hak-hak sipil inilah yang menjadi dasar pembenaran kaum LGBT
dalam mengukuhkan eksistensinya, ditambah fakta banyaknya kaum LGBT
dibeberapa negara yang mendapatkan diskriminasi karena status mereka,
kini mereka mengggaungkan negara untuk memperhatikan hak-hak sipil
warga negara (kau LGBT) dan mendesak pemerintah melegalkan status
mereka.

Perlu diketahui bahwa penerapan HAM disetiap negara disesuaikan
dengan kondisi demokrasi di negara tersebut. Di Indonesia yang menerapkan
demokrasi berasaskan Pancasila, yang dimana pada sila pertama ditegaskan
Ketuhanan Yang Maha Esa maka demokrasi di Indonesia adalah demokrasi
yang religius, tidak terlepas dari kehidupan beragama dimana seperti
diketahui pada kajian diatas bahwa tidak ada satupun agama di Indonesia
yang membenarkan perilaku LGBT. Maka tidak mungkin Indonesia untuk
melegalkan status kaum LGBT meskipun selama mereka tidak melakukan
tindak kriminal yang diatur oleh negara, mereka dapat mempunyai hak yang
sama dalam setiap sendi kehidupan kecuali dalam hal pernikahan sesama
jenis. Mengenai diskriminasi oleh mayoritas masyarakat adalah hal alamiah
yang mau tidak mau diterima karena kelainan orientasi seksual mereka yang
terungkap publik mengingat kehidupan masyarakat yang religius.
Hak Asasi Manusia wajib dilindungi oleh pemerintah. Namun kebijakan
pemerintah Indonesia dengan tidak melegalkan LGBT sesunguhnya adalah
demi melindungi warga negara itu sendiri. Kita juga dapat merujuk pada
International Convenant on ekonomic, social, cultural right / ICESCR
(Konvenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya )
yang disahkan Majelis Umum PBB pada tahun 1966. Pada bagian 3 berisi
tentang :
1. Hak atas pekerjaan
2. Hak mendapat program pelatihan
3. Hak mendapat kenyamanan dan kondisi kerja yang baik
4. Hak membentuk serikat buruh

5. Hak menikmati jaminan sosial termasuk asuransi sosial
6. Hak menikmati perlindungan pada saat dan setelah melahirkan
7. Hak atas standar hidup yang layak termasuk pangan, sandang, dan
perumahan
8. Hak terbebas dari kelaparan
9. Hak menikmati standar kesehatan fisik dan mental yang tinggi
10. hak atas pendidikan termasuk pendidikan dasar secara cuma cuma
11. Hak untuk berperan serta dalam kehidupan budaya dan menikmati
manfaat dari kemajuan ilmu pengetahuan dan aplikasinya
Dalam hal ini negara wajib melindungi hak warga negara untuk
menikmati standar kesehatan fisik dan mental yang tinggi. Dalam kajian
kesehatan sudah dijelaskan bahwa perilaku LGBT memiliki resiko besar
terhadap gangguan kesehatan. Bagaimana warga negara dapat hidup sehat
jika

memelihara

kebiasaan

yang

membahayakan

kesehatan,

tentu

pemerintah mengambil jalan terbaik dengan tidak melegalkan LGBT demi
kemaslahatan masyarakat yang lebih besar dan berpegang teguh pada
Pancasila dan UUD 1945 tanpa melanggar hak asasi manusia itu sendiri.
“Tidak Membenarkan Perilaku LGBT dan Menolak Legalitas LGBT di
Indonesia” dengan pertimbangan :
1. Perilaku LGBT membahayakan kesehatan pelaku dan beresiko tinggi
menularkan penyakit berbahaya.

2. Perilau LGBT tidak sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia
yang bermartabat, menjunjung tinggi adat istiadat dan agama.
3. Tidak ada agama di Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
membenarkan perilaku LGBT.
4. Tidak ada hukum di Negara Kesatuan republik Indonesia yang
melegalkan eksistensi LGBT dan pernikahan sesama jenis adalah
perbuatan ilegal.
5. Tidak melegalkan LGBT tidak dapat diartikan sebagai pelanggaran
HAM, tetapi justru melindungi HAM.

D. LGBT dari Sudut Pandang Hukum Negara
Di dalam konstitusi Indonesia UUD 1945 Pasal 28J Ayat 1 dikatakan
“Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara”, ini berarti hak asasi
manusia yang diinginkan oleh bangsa ini ialah hak asasi manusia yang
sesuai dengan norma dan tata tertib yang tumbuh dan berkembang di dalam
masyarakat, maka ketika penuntutan pemenuhan hak untuk melegalkan
pernikahan sejenis oleh kaum Lesbian Gay Biseksual dan Transgender
(LGBT) yang kemudian itu dinilai oleh mayoritas masyarakat Indonesia
bertentangan dengan norma yang berlaku di masyarakat maka pemenuhan
hak tersebut tidak dapat di wujudkan begitu saja sehingga tidak ada dalih
pelanggaran hak asasi manusia di sini.
Hal serupa juga diatur di dalam Bab hak asasi manusia konstitusi kita,
yaitu Pasal 28J Ayat 2 UUD 1945 yang mengatakan, “Dalam menjalankan

dan melindungi hak asasi dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk
kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan
maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas
hak dan kebebasan orang lain, dan untuk memenuhi tuntutan yang adil
sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan
ketertiban umum”.
Maka jelas sudah tidak ada pendiskriminasian dan pelanggaran hak
asasi manusia bagi kaum Lesbi Gay Biseksual dan Transgender (LGBT) di
Indonesia, mengingat Indonesia memang tidak memiliki celah hukum untuk
pelegalan pernikahan sejenis tersebut dan ini di atur secara tegas oleh
konstitusi kita yaitu UUD 1945 begitu juga halnya falsafah negara kita yaitu
Pancasila di sila Ketuhanan Yang Maha Esa, maka sudah seharusnya segala
aspek

kehidupan

berbangsa

dan

bernegara

haruslah

berlandaskan

ketuhanan yang maha esa. Ini berarti jika ingin melegalkan pernikahan
sejenis maka kita harus mengubah UU Pernikahan yang telah ada dan yang
sangat di cintai oleh rakyat Indonesia, terbukti ketika ada pihak yang menguji
pasal serupa yaitu Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan

yang

kemudian

menimbulkan

gejolak

di

tengah-tengah

masyarakat hingga akhirnya Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa pasal
tersebut tidak bertentangan dengan konstitusi Indonesia, itu artinya ketika
negara memberikan status pelegalan untuk Lesbi Gay Biseksual dan
Transgender (LGBT) maka pemerintah akan berhadapan dengan massa
yang jauh lebih besar yaitu rakyat Indonesia sendiri.
E. LGBT dari Sudut Pandang Kesehatan
Pertama, Perilaku LGBT berpotensi menularkan virus HIV / AIDS.
Menurut data KEMENKES RI antara tahun 1987-september 2014 tercatat

150.296 kasus HIV dan 55.799 kasus AIDS. Presentase kasus AIDS dari
faktor resiko adalah :


Heterosex tidak aman 61,5%



IDU 15,2%



Tak diketahui 17,1%



Homosex 2,4%



Bisex 0,6%



Perinatal 2,7%



Transfusi darah 0,2%



Lain-lain 0,3%

Sedangkan antara Juli-september 2015 tercatat 6.799 kasus AIDS dengan
presentase resiko akibat Homoseksual adalah 24,4%. Menurut badan
kesehatan dunia (WHO) kaum Gay dan Transgender memiliki resiko 20 kali
lebih besar tertular HIV / AIDS dibanding populasi normal. Bahkan sebanyak
40% kaum Homoseks dan 68% kaum Transgender di dunia telah menderita
HIV / AIDS.
Kedua, Perilaku LGBT berpotensi terkena penyakit langka akibat
parasit. Hasil penelitian Chieng Ching Hung dalam desertasinya untuk gelar
doktor di University of Antwerp menyebutkan bahwa penularan parasit
E.Histolytica lebih tinggi pada pria gay yang terinfeksi HIV dibanding pria

normal yang juga terinfeksi HIV. Penularan dapat terjadi melalui hubungan
seks (mohon maaf) anal maupun oral yang biasa dilakukan oleh kaum gay.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jelas sudah tidak ada pendiskriminasian dan pelanggaran hak
asasi manusia bagi kaum Lesbi Gay Biseksual dan Transgender (LGBT)
di Indonesia, mengingat Indonesia memang tidak memiliki celah hukum
untuk pelegalan pernikahan sejenis tersebut dan ini di atur secara tegas
oleh konstitusi kita yaitu UUD 1945 begitu juga halnya falsafah negara kita
yaitu Pancasila di sila Ketuhanan Yang Maha Esa, maka sudah
seharusnya segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara haruslah
berlandaskan ketuhanan yang maha esa. Ini berarti jika ingin melegalkan
pernikahan sejenis maka kita harus mengubah UU Pernikahan yang telah
ada dan yang sangat di cintai oleh rakyat Indonesia, terbukti ketika ada
pihak yang menguji pasal serupa yaitu Pasal 1 Undang-undang No. 1
Tahun 1974 Tentang Perkawinan yang kemudian menimbulkan gejolak di
tengah-tengah

masyarakat

hingga

akhirnya

Mahkamah

Konstitusi

memutuskan bahwa pasal tersebut tidak bertentangan dengan konstitusi
Indonesia.
B. Saran
Mudah-mudahan dalam penulisan makalah ini bisa bermanfaat
bagi para pembaca umumnya dan bagi penulis khususnya. Dan dalam
penulisan makalah ini mungkin masih banyak kesalahan dan kekeliruan,
maka dari itu kami selaku penulis mohon saran dan masukanya, karena

dengan saran dan masukan itu akan menjadikan penulisan makalah
selanjutnya akan semakin baik dan sesuai dengan EYD yang diterapkan.