Studi Pemeliharaan Ketel Uap dengan Metode Reability Centered Maintenance (RCM) Menggunakan Pendekatan Failure Modes And Effects Analysis Fmea pada PTPN V Unit PKS Kebun Lubuk Dalam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
KETEL UAP
Salah satu peralatan yang sangat penting di dalam suatu pembangkit
tenaga listrik adalah boiler atau yang biasanya disebut ketel uap. Alat ini
merupakan alat penukar kalor, dimana energi panas yang dihasilkan dari
pembakaran diubah menjadi energi potensial yang berupa uap. Energi panas
diperoleh dengan jalan pembakaran bahan bakar di ruang bakar (Effendy, 2013).
Boiler/ketel uap merupakan bejana terbuat dari baja tertutup dimana panas
pembakaran dialirkan ke air sampai terbentuk uap atau steam berupa energi kerja.
Air adalah media yang berguna dan murah untuk mengalirkan panas ke suatu
proses.
Energi kalor yang dibangkitkan dalam sistem boiler memiliki nilai
tekanan, temperatur, dan laju alir yang menentukan pemanfaatan steam yang akan
digunakan. Berdasarkan ketiga hal tersebut sistem boiler mengenal keadaan
tekanan-temperatur rendah (low pressure/LP), dan tekanan-temperatur tinggi
(high pressure/HP), dengan perbedaan itu pemanfaatan steam yang keluar dari
sistem boiler dimanfaatkan dalam suatu proses untuk memanasakan air dan
menjalankan
suatu
mesin
(commercial
and
industrial
boilers),
atau
membangkitkan energi listrik dengan merubah energi kalor menjadi energi
mekanik kemudian memutar turbin yang tehubung ke generator sehingga
menghasilkan energi listrik (power boilers) (Batubara, 2014).
2.2.
PRINSIP KERJA KETEL UAP
Ketel uap adalah bejana tertutup dimana panas pembakaran dipindahkan
ke air sampai terbentuk uap. Uap pada tekanan tertentu kemudian digunakan untuk
mengalirkan panas ke suatu proses. Air adalah media yang berguna dan murah
untuk mengalirkan panas ke suatu proses. Jika air dididihkan sampai menjadi
steam, volumenya akan meningkat sekitar 1.600 kali (Hendaryati, 2012).
Sistem ketel uap terdiri dari sistem air umpan, sistem uap dan system
bahan bakar. Sistem air umpan menyediakan air untuk ketel uap secara otomatis
5
Universitas Sumatera Utara
sesuai dengan kebutuhan steam. Berbagai valve disediakan untuk keperluan
perawatan dan perbaikan. Sistem steam mengumpulkan dan mengontrol produksi
steam dalam ketel uap. Steam dialirkan melalui sistem pemipaan ke titik
pengguna. Pada keseluruhan sistem, tekanan uap diatur menggunakan valve dan
dipantau dengan alat pemantau tekanan. Sistem bahan bakar adalah semua
peralatan yang digunakan untuk menyediakan bahan bakar untuk menghasilkan
panas yang dibutuhkan. Peralatan yang diperlukan pada sistem bahan bakar
tergantung pada jenis bahan bakar yang digunakan pada system (Effendy, 2013).
Air yang disuplai ke ketel untuk dirubah menjadi uap disebut air umpan.
Dua sumber air umpan adalah: kondensat atau steam yang mengembun yang
kembali dari proses dan make up water (air baku yang sudah diolah) yang harus
diumpankan dari luar ruang ketel dan plant proses. Untuk mendapatkan efisiensi
ketel uap yang lebih tinggi, digunakan economizer untuk memanaskan awal air
umpan menggunakan limbah panas pada gas buang. Bahan baku yang digunakan
untuk membuat steam adalah air bersih. Air yang telah diproses dialirkan
menggunakan pompa ke deaerator tank hingga pada level yang sudah ditentukan.
Pemanasan dalam deaerator adalah dengan menggunakan uap sisa yang berasal
dari hasil pemutaran turbin. Dalam hal ini terdapat beberapa tahap sirkulasi steam
untuk pemanasan awal deaerator (Effendy, 2013).
2.3.
KLASIFIKASI KETEL UAP
Berbagai bentuk ketel uap telah berkembang mengikuti kemajuan
teknologi dan evaluasi dari produk-produk ketel uap sebelumnya yang
dipengaruhi oleh gas buang ketel uap yang mempengaruhi lingkungan dan
produk uap seperti apa yang akan dihasilkan. Berdasarkan fluida yang mengalir
didalamnya :
a.
Ketel uap pipa api
Tipe ketel uap api memiliki karakteristik menghasilkan kapasitas dan
tekanan uap yang rendah. Cara kerja: proses pengapian terjadi didalam pipa,
kemudian panas yang dihasilkan dihantarkan langsung kedalam boiler yang berisi
air. Besar dan konstruksi ketel uap mempengaruhi kapasitas dan tekanan yang
6
Universitas Sumatera Utara
dihasilkan ketel uap tersebut (Effendy, 2013). Ketel uap pipa api dapat dilihat
pada gambar 2.1.
.
Gambar 2.1 Ketel Uap Pipa Api
(Effendy, 2013).
b.
Ketel uap pipa air
Tipe ketel uap air memiliki karakteristik: menghasilkan kapasitas dan
tekanan steam yang tinggi. Cara kerja: proses pengapian terjadi diluar pipa,
kemudian panas yang dihasilkan memanaskan pipa yang berisi air dan
sebelumnya air tersebut dikondisikan terlebih dahulu melalui economizer,
kemudian uap yang dihasilkan terlebih dahulu dikumpulkan di dalam sebuah drum
uap. Sampai tekanan dan temperatur sesuai, melalui tahap secondary (Effendy,
2013). Bagian-bagian ketel uap pipa air dapat dilihat pada gambar 2.2.
Gambar 2.3 Ketel Uap Pipa Air
(Muin Syamsir A, 1988).
2.4.
BAGIAN – BAGIAN KETEL UAP
Pada garis besarnya water tube boiler terdiri dari:
7
Universitas Sumatera Utara
1.
Ruang Bakar (Furnace)
Terdiri dari 2 ruangan, yaitu:
a.
Ruang pertama, berfungsi sebagai ruang pembakaran, dimana panas
yang dihasilkan diterima langsung oleh pipa-pipa air yang berada di
dalam ruang dapur tersebut, yang terdiri dari pipa-pipa air dari drum
ke header samping kanan kiri.
b.
Ruang kedua, merupakan ruang gas panas yang diterima dari hasil
pembakaran dalam ruang pertama. Dalam ruang ini sebagian besar
panas dari gas diterima oleh pipa-pipa air drum atas ke drum bawah
(Effendy, 2013). Ruang bakar pada boiler dapat dilihat pada gambar
2.3.
Gambar 2.3 Ruang bakar
Sumber : Muin Syamsir A, 1988.
2.
Secondary Air Fan
Merupakan alat bantu ketel yang berfungsi sebagai penyuplai udara untuk
menyempurnakan proses pembakaran (Gaol, 2015). Secondary air fan pada
boiler dapat dilihat pada gambar 2.4.
8
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.4 Secondary Air Fan
Sumber : Muin Syamsir A, 1988.
3.
Drum Atas (Steam Drum)
Drum atas berfungsi sebagai tempat pembentukan uap (Afriyanto, 2016).
Bagian-bagian dari drum atas pada boiler dapat dilihat pada gambar 2.5
Gambar 2.5 Drum Atas (Upper Drum)
Sumber : Muin Syamsir A, 1988.
4.
Pipa Uap Pemanas Lanjut (Superheater Pipe)
Uap hasil penguapan di dalam drum atas untuk sebagian turbin belum
dapat dipergunakan, untuk itu harus dilakukan pemanasan uap lebih lanjut
melalui pipa superheater sehingga uap benar-benar kering dengan suhu 260280 oC. Superheater pipe ini dipasang di dalam ruang bakar ketiga (fase tiga)
(Afriyanto, 2016). Pipa uap pemanas lanjut dapat dilihat pada gambar 2.6.
9
Universitas Sumatera Utara
Gambar. 2.6 Pipa Uap Pemanas Lanjut ( Superheater Pipe )
Sumber : Gaol, 2015
5.
Drum Bawah (Mud Drum)
Drum bawah berfungsi sebagai tempat penampungan endapan air yang
didalamnya dipasang pipa drum pengumpul endapan untuk memudahkan
pembuangan keluar (Gaol, 2015). Drum bawah pada boiler dapat dilihat pada
gambar 2.7.
Gambar 2.7 Drum Bawah (Mud Drum)
Sumber : Muin Syamsir A, 1988.
6.
Pipa-Pipa Air (Header)
Pipa-pipa air ini berfungsi sebagai pipa penghubung antara pipa furnace
dengan drum atas dan drum bawah.
Pipa-pipa air ini terbagi dalam :
uap).
pipa furnace (pipa yang terdapat didalam ruang bakar untuk menghasilkan
pipa air yang menghubungkan drum dengan header samping kanan.
pipa air yang menghubungkan drum atas dengan drum bawah (pipe
generating )
10
Universitas Sumatera Utara
pipa air yang menghubungkan drum bawah dengan header belakang
7.
Pembuangan Abu (Ash Hopper)
Abu yang terbawa gas panas dari ruang pembakaran pertama, terbuang di
dalam pembuangan abu yang berbentuk kerucut (Afriyanto, 2016).
Pembuangan abu pada boiler dapat dilihat pada gambar 2.8.
Gambar 2.8 Pembuangan Abu (Ash Hopper)
Sumber : Muin Syamsir A, 1988.
8.
Pembuangan Gas Bekas (Chimney)
Gas bekas setelah ruang pembakaran kedua dihisap oleh blower isap
(induced draft fan) melalui saringan abu (dust collector) kemudian dibuang ke
udara bebas melalui corong asap (chimney). Pengaturan tekanan di dalam dapur
dilakukan pada corong keluar blower (exhaust) dengan klep yang diatur secara
auto/manual. Pembuangan gas bekas pada boiler dapat dilihat pada gambar 2.9.
11
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.9 Chimney
Sumber : Muin Syamsir A, 1988.
9.
Induced Draft Fan
Induced Draft Fan berfungsi sebagai penghisap abu dari gas bekas (Gaol,
2015). Seperti yang terlihat pada gambar 2.10.
Gambar 2.10 Induced Draft Fan
Sumber : Muin Syamsir A, 1988.
10. Dust Collector
Dust Collector berfungsi sebagai penyaring abu gas bekas (Gaol, 2015).
Dust Collector yang terdapat pada boiler dapat dilihat pada gambar 2.11.
12
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.11 Dust Collector
Sumber : Muin Syamsir A, 1988.
2.5.
PEMELIHARAAN (MAINTENANCE)
Pemeliharaan (Maintenance) adalah hal yang sangat penting agar mesin
selalu dalam kondisi yang baik dan siap pakai. Pemeliharaan adalah fungsi yang
memonitor dan memelihara fasilitas pabrik, peralatan, dan fasilitas kerja dengan
merancang, mengatur, menangani, dan memeriksa pekerjaan untuk menjamin
fungsi dari unit selama waktu operasi (uptime) dan meminimisasi selang waktu
berhenti (downtime ) yang diakibatkan oleh adanya kerusakan maupun perbaikan
(Setiawan, 2016).
Pemeliharaan (maintenance), menurut The American Management
Association, Inc. (1971), adalah kegiatan rutin, pekerja yang berulang yang
dilakukan untuk menjaga kondisi fasilitas produksi agar dapat dipergunakan
sesuai dengan fungsi dan kapasitas sebenarnya secara efesien.
Menurut corder (1992) maintenance didefenisikan sebagai sesuatu
kombinasi dari berbagai tindakan yang dilakukan untuk menjaga suatu barang
dalam, atau memperbaikinya sampai suatu kondisi yang bisa diterima.
Pemeliharaan/maintenance adalah suatu kegiatan untuk menjamin bahwa
aset fisik dapat secara kontinu memenuhi fungsi yang diharapkan. Maintenance
hanya dapat memberikan kemampuan bawaan dari setiap komponen yang
dirawat, bukan untuk meningkatkan kemampuannya (Barus, 2007).
Pemeliharaan mesin merupakan hal yang sering dipermasalahkan antara
bagian pemeliharaan dan bagian produksi. karena bagian pemeliharaan
dianggap yang memboroskan biaya, sedang bagian produksi merasa yang
merusakkan tetapi juga yang membuat uang (Soemarno, 2008). Pada umumnya
sebuah produk yang dihasilkan oleh manusia, tidak ada yang tidak mungkin rusak,
tetapi usia penggunaannya dapat diperpanjang dengan melakukan
perbaikan
13
Universitas Sumatera Utara
yang dikenal dengan pemeliharaan (Corder, Antony, K. Hadi, 1992). Oleh karena
itu,
sangat
dibutuhkan
kegiatan
pemeliharaan
yang
meliputi
kegiatan
pemeliharaan dan perawatan mesin yang digunakan dalam proses produksi.
Keuntungan-keuntungan yang akan diperoleh dengan adanya pemeliharaan
yang baik terhadap mesin, adalah sebagai berikut:
1.
Mesin dan peralatan produksi yang ada dalam perusahaan yang
bersangkutan akan dapat dipergunakan dalam jangka waktu panjang
2.
Pelaksanaan proses produksi dalam perusahaan yang bersangkutan berjalan
dengan lancar
3.
Dapat menghindarkan diri atau dapat menekan sekecil mungkin
terdapatnya kemungkinan kerusakan-kerusakan berat dari mesin dan
peralatan produksi selama proses produksi berjalan
4.
Peralatan produksi yang digunakan dapat berjalan stabil dan baik,
maka proses dan pengendalian kualitas proses harus dilaksanakan dengan
baik pula
5.
Dapat dihindarkannya kerusakan-kerusakan total dari mesin dan peralatan
produksi yang digunakan
6.
Apabila mesin dan peralatan produksi berjalan dengan baik, maka
pembebanan mesin dan peralatan produksi yang ada semakin baik
(Setiawan, 2016).
2.5.1. Tujuan Pemeliharaaan (Maintenance)
Maintenance merupakan kegiatan pendukung bagi kegiatan komersil,
maka seperti kegiatan lainnya, maintenance harus efektif, efisien dan, berbiaya
rendah. Dengan adanya kegiatan maintenance ini, maka mesin/peralatan produksi
dapat digunakan sesuai dengan rencana dan tidak mengalami kerusakan selama
jangka waktu tertentu yang telah direncanakan tercapai.
Beberapa tujuan maintenance yang utama antara lain:
1.
Untuk memperpanjang usia kegunaan aset (yaitu setiap bagian dari suatu
tempat kerja, bangunan, dan isinya). Hal ini paling penting di negara
berkembang karena kurangnya sumber daya modal untuk pergantian.
14
Universitas Sumatera Utara
2.
Untuk menjamin ketersediaan optimum peralatan yang dipasang untuk
produksi atau jasa dan mendapatkan laba investasi (return on investment)
maksimum yang mungkin (Setiawan, 2016).
3.
Untuk menjamin kesiapan operasional dari seluruh peralatan yang
diperlukan dalam keadaan darurat setiap waktu, misalnya unit cadangan,
unit pemadam kebakaran dan penyelamat, dan sebagainya.
4.
Untuk menjamin keselamatan orang yang menggunakan sarana tersebut
(Barus, 2007).
2.5.2. Jenis- jenis Maintenance
Pendekatan perawatan pada dasarnya dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu
planned dan unplanned. Klasifikasi dari pendekatan sistem perawatan tersebut
dapat dilihat pada gambar 2.12.
.
Gambar. 2.12 Jenis-jenis maintenance
Adapun klasifikasi dari perawatan mesin adalah:
1.
Planned Maintenance, suatu tindakan atau kegiatan perawatan yang
pelaksanaannya telah direncanakan terlebih dahulu. Planned maintenance
terbagi atas 2, yaitu:
a. Pemeliharaan pencegahan (Preventive maintenance)
Preventive maintenace adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang
di lakukan untuk mencegah timbulnya kerusakan-kerusakan yang tidak terduga
15
Universitas Sumatera Utara
dan menemukan kondisi atau keadaan yang dapat menyebabkan fasilitas produksi
mengalami kerusakan pada waktu di gunakan dalam proses produksi.
Tindakan perawatan ini mencakup semua tindakan pemeliharaan terjadwal
dilakukan untuk mempertahankan sistem atau produk dalam kondisi operasi
tertentu. Pemeliharaan terjadwal meliputi pemeriksaan berkala, pemantauan
kondisi, penggantian barang penting, kalibrasi berkala, dan sejenisnya. Selain itu,
persyaratan servis dapat termasuk dalam pemeliharaan terjadwal.
Beberapa tindakan perawatan akan mengakibatkan downtime sistem,
sedangkan lainnya dapat dicapai ketika sistem operasi atau dalam status siaga.
Pemeliharaan terjadwal dapat diukur dari segi frekuensi, downtime ketika
beroperasi, dan jam kerja (Lubis, 2010).
Ada empat faktor dasar dalam memutuskan penerapan preventive
maintenance:
a. Mencegah terjadinya kegagalan.
b. Mendeteksi kegagalan.
c. Mengungkap kegagalan tersembunyi (hidden failure).
d. Tidak melakukan apapun karena lebih efektif daripada dilakukan
pergantian.
Dengan demikian semua fasilitas produksi yang diberikan preventive
maintenance akan terjamin kelancaranya dan selalu di usahakan dalam kondisi
atau kedaan yang siap dipergunakan untuk setiap operasi atau proses produksi
pada setiap saat. Sehingga dapatlah dimungkinkan pembuatan suatu rencana dan
jadwal pemeliharaan dan perawatan yang sangat cermat dan rencana produksi
yang lebih tepat (Lubis, 2010).
b. Pemeliharaan yang telah diprediksi (predictive maintenance )
Predictive maintenance adalah tindakan-tindakan maintenance yang
dilakukan pada tanggal yang ditetapkan berdasarkan prediksi hasil analisa dan
evaluasi data operasi yang di ambil untuk melakukan predictive maintenance itu
dapat berupa data getaran, temperature, vibrasi, flow rate, dan lain-lainnya.
Perencanaan predictive maintenance dapat dilakukan berdasarkan data dari
operator di lapangan yang diajukan melalui work order ke department
16
Universitas Sumatera Utara
maintenance untuk dilakukan tindakan tepat sehingga tidak akan merugikan
perusahaan (Lubis, 2010).
2.
Unplanned Maintenance, suatu tindakan atau kegiatan perawatan yang
pelaksanaannya tidak direncanakan.
Unplanned maintenance terbagi atas 2, yaitu:
a. Pemeliharaan perbaikan (corrective maintenance )
Corrective maintenance adalah suatu kegiatan pemeliharaan yang
dilakukan setelah terjadinya kerusakan atau kelainan pada mesin/peralatan
sehingga dapat berfungsi dengan baik. Pada umumnya, corrective maintenance
bukanlah aktivitas perawatan yang terjadwal, karena dilakukan setelah sebuah
komponen mengalami kerusakan dan bertujuan untuk mengembalikan kehandalan
sebuah komponen atau sistem ke kondisi semula (Lubis, 2010).
b. Breakdown Maintenace
Suatu kegiatan perawatan yang dilakukan menunggu sampai dengan
peralatan tersebut rusak lalu dilakukan perbaikan. Cara ini dilakukan apabila efek
failure tidak bersifat signifikan terhadap operasi ataupun produksi.
2.5.3. Kegiatan-kegiatan Pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan dalam suatu perusahaan menurut Tampubolon,
(2004) meliputi berbagai kegiatan sebagai berikut:
a.
Inspeksi (inspection)
Kegiatan ispeksi meliputi kegiatan pengecekan atau pemeriksaan secara
berkala dimana maksud kegiatan ini adalah untuk mengetahui apakah perusahaan
selalu mempunyai peralatan atau fasilitas produksi yang baik untuk menjamin
kelancaran proses produksi. Sehingga jika terjadinya kerusakan, maka segera
diadakan perbaikan-perbaikan yang diperlukan sesuai dengan laporan hasil
inspeksi dan berusaha untuk mencegah sebab-sebab timbulnya kerusakan dengan
melihat sebab-sebab kerusakan yang diperoleh dari hasil inspeksi.
b.
Kegiatan teknik (engineering)
Kegiatan ini meliputi kegiatan percobaan atas peralatan yang baru dibeli,
dan kegiatan-kegiatan pengembangan peralatan yang perlu diganti, serta
melakukan penelitian-penelitian terhadap kemungkinan pengembangan tersebut.
17
Universitas Sumatera Utara
Dalam kegiatan inilah dilihat kemampuan untuk mengadakan perubahanperubahan dan perbaikan- perbaikan bagi perluasan dan kemajuan dari fasilitas
atau peralatan perusahaan. Oleh karena itu kegiatan teknik ini sangat diperlukan
terutama apabila dalam perbaikan mesin-mesin yang rusak tidak didapatkan
atau diperoleh komponen yang sama dengan yang dibutuhkan (Setiawan, 2016).
c.
Kegiatan produksi (Production)
Kegiatan ini merupakan kegiatan pemeliharaan yang sebenarnya, yaitu
merawat, memperbaiki mesin-mesin dan peralatan. Secara fisik, melaksanakan
pekerjaan yang disarakan atau yang diusulkan dalam kegiatan inspeksi dan teknik,
melaksankan kegiatan service dan pelumasan (lubrication). Kegiatan produksi ini
dimaksudkan untuk itu diperlukan usaha-usaha perbaikan segera jika terdapat
kerusakan pada peralatan (Setiawan, 2016).
d.
Kegiatan administrasi (Clerical Work)
Pekerjaan administrasi ini merupakan kegiatan yang berhubungan
dengan pencatatan-pencatatan
mengenai
biaya-biaya
yang
terjadi
dalam
melakukan pekerjaan-pekerjaan pemeliharaan dan biaya-biaya yang berhubungan
dengan kegiatan pemeliharaan, komponen (spareparts) yang dibutuhkan, laporan
kemajuan (progress report) tentang apa yang telah dikerjakan, waktu
dilakukannya
inspeksi dan perbaikan, serta lamanya perbaikan tersebut,
komponen (spareparts) yag tersedia di bagian pemeliharaan (Setiawan, 2016).
e.
Pemeliharaan bangunan (housekeeping)
Kegiatan ini merupakan kegiatan untuk menjaga agar bangunan gedung
tetap terpelihara dan terjamin kebersihannya (Setiawan, 2016).
2.6.
RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE (RCM)
Reliability Centered Maintenance (RCM) adalah suatu proses sistematik
yang digunakan untuk menentukan kegiatan yang harus dilakukan agar fasilitas
yang ada tetap beroperasi sesuai dengan fungsinya. RCM mengarahkan kepada
pembentukan program perawatan yang berfokus pada preventive maintenance
untuk mode kegagalan khusus yang sering terjadi.
18
Universitas Sumatera Utara
Reliability Centered Maintenance adalah suatu pendekatan pemeliharaan
yang mengkombinasikan praktek dan strategi dari preventive maintenance (pm)
dan corrective maintenance (cm) untuk memaksimalkan umur (life time ) dan
fungsi aset/sistem /equipment dengan biaya minimal ( minimum cost). Tujuan
utama dari RCM adalah untuk mempertahankan fungsi sistem. RCM
mempertahankan fungsi tersebut dengan cara mengidentifikasi mode kegagalan
(failure mode ) dan memprioritaskan tingkat kepentingan dari mode kegagalan.
Lalu selanjutnya dilakukan pemilihan tindakan perawatan pencegahan yang
efektif dan dapat diterapkan.
Tujuan yang ingin dicapai dengan pendekatan RCM adalah :
1. Mengembangkan disain yang dapat membuat preventive maintenance
lebih efektif.
2. Untuk merencanakan preventive maintenance yang dapat meningkatkan
keselamatan dan keandalan pada sistem.
3. Mengumpulkan data yang dibutuhkan untuk mengembangkan disain dari
komponen yang keandalannya masih rendah.
4. Untuk mencapai tiga tujuan di atas dalam biaya yang minimum.
Proses RCM diterapkan untuk mengetahui tugas perawatan agar
dilaksanakan dengan baik. RCM digunakan untuk menentukan aktivitas apa saja
yang harus dilakukan untuk menjaga keandalan dan kemampu-rawatan
(maintainability) suatu sistem dari sejak perancangannya. RCM proses diterapkan
saat desain dan tahap pengembangan dan diterapkan kembali, setepat tahap
operasional untuk melanjutkan program perawatan yang efektif berdasarkan pada
pengalaman komponen tersebut
Pendekatan RCM dilakukan dengan menjawab 7 (Tujuh) pertanyaan dasar
berikut ini :
1. Apakah fungsi dan performance yang diharapkan dari komponen/sistem
tersebut?
2. Apa
saja
jenis-jenis
kegagalan
yang
mungkin
terjadi
pada
komponen/sistem tersebut?
3. Hal apakah yang menyebabkan kegagalan fungsi tersebut terjadi?
19
Universitas Sumatera Utara
4. Akibat apakah yang ditimbulkan dari kegagalan fungsi tersebut?
5. Bagaimana spesifikasi kegagalan fungsi tersebut?
6. Tindakan apa yang dapat dilakukan untuk mencegah atau memprediksi
kegagalan tersebut?
Proses dasar dari pendekatan RCM adalah:
1. Mengidentifikasi komponen yang memerlukan perawatan.
2. Mengumpulkan data yang berhubungan dengan keandalan suatu
komponen atau sistem.
3. Mengembangkan data Fault Tree Analysis (FTA) untuk menentukan jenis
kegagalan yang akan menjadi fokus dalam pembuatan maintenance
program.
4. Mendesain beberapa solusi alternatif yang akan dilakukan untuk mencegah
kegagalan.
5. Mengklasifikasikan kebutuhan perawatan yang akan dilakukan (Sari,
2012).
A. Langkah-langkah Proses RCM
1. Identifikasi equipment yang penting untuk di-maintain, biasanya
digunakan metode failure; mode; effect; critacality analysis(FMECA) dan
fault tree analysis (FTA).
2. Menentukan penyebab terjadinya kegagalan, tujuannya untuk memperoleh
probabilitas kegagalan dan menentukan komponen kritis yang rawan
terhadap kegagalan. Untuk melakukan hal ini maka diperlukan data yang
histori yang lengkap.
3. Mengembangkan kegiatan analisis FTA, seperti : menentukan prioritas
equipment yang perlu di maintain.
4. Mengklasifikasikan kebutuhan tingkatan maintenance.
5. Mengimplementasikan keputusan berdasar RCM.
6. Melakukan evaluasi, ketika sebuah equipment dioperasikan maka data
secara real-life mulai direcord, tindakan dari RCM perlu direevaluasi
setiap saat agar terjadi proses penyempurnaan.
20
Universitas Sumatera Utara
2.7.
PRINSIP – PRINSIP RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE
Dalam reliability centered maintenance memiliki prinsip – prinsip
yang diantaranya adalah:
1. RCM difokuskan pada sistem atau peralatan. RCM berhubungan dengan
fungsi sistem perawatan sebagai perlawanan pada perawatan dari fungsi
komponen secara individual .
2. Safety and economics drive RCM. Keamanan adalah faktor yang sangat
penting, hal itu harus dipastikan pada berbagai harga / pengeluaran dan
efektifitas pengeluaran menjadi kriteria.
3. RCM is function-oriented. RCM memainkan sebuah peranan penting
dalam pemeliharaan fungsi sistem atau peralatan.
4. Design limitation are acknowledged by RCM. Tujuan dari RCM adalah
untuk merawat berdasarkan reliability dari desain peralatan atau sistem
dan pada saat yang
bersamaan
mengetahui
bahwa
perubahan
berdasarkan reliability hanya dapat dibuat melalui desain dari pada
perawatan.
Perawatan
pada
saat
yang terbaik
hanya
dapat
mendapatkan dan merawat tingkat reliability yang telah didesain.
5. RCM is reability-centered. RCM tidak hanya meliputi tingkat kerusakan
yang sederhana, tetapi menempati peranan penting dalam hubungan
antara umur pengoperasian dan kerusakan yang dialami. RCM
mendapatkan statistik kerusakan pada kenyataan yang terjadi.
6. An unsatisfactory condition is defined as a failure by RCM. Sebuah
kerusakan dapat mengurangi kwalitas atau fungsi.
7. RCM is a living system. RCM mengumpulkan informasi dari hasil yang
diterima dan mengembalikannya kembali untuk meningkatkan desain
dan perawatan yang akan datang.
Pemeliharaan komponen atau peralatan tidak bisa lepas dari pembahasan
mengenai keandalan (reliability). Selain keandalan merupakan salah satu ukuran
keberhasilan sistem pemeliharaan juga keandalan digunakan untuk menentukan
penjadwalan pemeliharaan sendiri. Akhir-akhir ini konsep keandalan digunakan
juga pada berbagai industri, misalnya dalam penetuan interval penggantian
komponen mesin/spare part.
21
Universitas Sumatera Utara
Ukuran keberhasilan suatu tindakan pemeliharaan ( maintenance ) dapat
dinyatakan dengan tingkat reliability. Secara umum reliability dapat didefenisikan
sebagai probabilitas suatu sistem atau produk dapat beroperasi dengan baik tanpa
mengalami kerusakan pada suatu kondisi tertentu dan waktu yang telah
ditentukan.
Berdasarkan defenisi reliability dibagi atas empat komponen pokok, yaitu:
1.
Probabilitas
Merupakan komponen pokok pertama, merupakan input numerik bagi
pengkajian reliability sutau sistem yang juga merupakan indeks kuantitatif untuk
menilai kelayakan suatu sistem. Menandakan bahwa reliability menyatakan
kemungkinan yang bernilai 0-1
2.
Kemampuan yang diharapkan (Satisfactory Performance )
Komponen ini memberikan indikasi yang spesifik bahwa kriteria dalam
menentukan tingkat kepuasan harus digambarkan dengan jelas. Untuk setiap unit
terdapat suatu standar untuk menentukan apa yang dimaksud dengan kemampuan
yang diharapkan.
3.
Tujuan yang Diinginkan
Tujuan yang diinginkan, dimana kegunaan peralatan harus spesifik. Hal ini
dikarenakan terdapat beberapa tingkatan dalam memproduksi suatu barang
konsumen.
4.
Waktu (Time)
Waktu merupakan bagian yang dihubungkan dengan tingkat penampilan
sistem, sehingga dapat menentukan suatu jadwal dalam dalam fungsi reliability.
Waktu yang dipakai adalah MTTF (Mean Time to Failure ) untuk menentukan
waktu kritik dalam pengukuran reliability.
5.
Kondisi Pengoperasian (Specified Operating Condition )
Faktor-faktor
lingkungan
seperti: getaran
(vibration),
kelembaban
(humidity), lokasi geografis yang merupakan kondisi tempat berlangsungnya
pengoperasiaan, merupakan hal yang termasuk kedalam komponen ini. Faktorfaktornya tidak hanya dialamatkan untuk kondisi selama periode waktu tertentu
ketika sistem atau produk sedang beroperasi, tetapi juga ketika sistem atau produk
22
Universitas Sumatera Utara
berada di dalam gudang (storage) atau sedang bergerak (trasformed) dari satu
lokasi ke lokasi yang lain.
2.8.
FAILURE MODES, AND EFFECTS ANALYSIS (FMEA)
Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) merupakan salah satu teknik
yang sistematis untuk menganalisa kegagalan. FMEA menjelaskan tentang jenisjenis kegagalan yang mungkin terjadi pada suatu komponen/sistem beserta akibat
yang ditimbulkan (Sari, 2012).
Kelemahan dari FMEA adalah tidak dapat menunjukkan informasi
tingkatan dari kegagalan yang kritis. Teknik analisa ini lebih menekankan pada
hardware-oriented approach atau bottom-up approach. Dikatakan demikian
karena analisa yang dilakukan dimulai dari peralatan dan meneruskannya ke
sistem yang merupakan tingkat yang lebih tinggi. Proses ini mencoba menjawab
pertanyaan “apa dampak yang akan terjadi jika terjadi kegagalan pada komponen
tersebut?”. FMEA sering menjadi langkah awal dalam mempelajari keandalan
sistem. Kegiatan FMEA melibatkan banyak hal seperti mengidentifikasi berbagai
komponen, rakitan dan subsistem untuk mengidentifikasi mode-mode kegagalan,
penyebab kegagalannya, serta dampak kegagalan yang ditimbulkan. Untuk
masing-masing komponen, berbagai mode kegagalan berikut dampaknya pada
sistem ditulis pada sebuah FMEA worksheet (Sari, 2012).
Sebuah FMEA akan berubah menjadi FMECA (failure mode, Effect and
criticallity analysis ) jika prioritas akan dikaitkan dengan dampak dari mode
kegagalan yang ditimbulkan oleh sebuah komponen. Secara umum tujuan dari
penyusunan FMEA adalah sebagai berikut:
1.
Membantu dalam pemilihan desain alternatif yang memiliki keandalan dan
keselamatan potensial yang tinggi selama fase desain.
2.
Untuk menjamin bahwa semua bentuk mode kegagalan yang dapat
diperkirakan berikut dampak yang ditimbulkannya terhadap kesuksesan
operasional sistem telah dipertimbangkan.
3.
Membuat list kegagalan potensial, serta mengidentifikasi seberapa besar
dampak yang ditimbulkannya.
23
Universitas Sumatera Utara
4.
Mengembangkan kriteria awal untuk rencana dan desain pengujian serta
untuk membuat daftar pemeriksaan sistem.
5.
Sebagai basis analisa kualitatif keandalan dan ketersediaan.
6.
Sebagai dokumentasi untuk referensi pada masa yang akan datang untuk
membantu menganalisa kegagalan yang terjadi di lapangan serta membantu
bila sewaktu-waktu terjadi perubahan desain.
7.
Sebagai data input untuk studi banding.
8.
Sebagai basis untuk menentukan prioritas perawatan korektif.
FMEA merupakan salah satu bentuk analisa kualitatif yang bertujuan
untuk menemukan akar permasalahan dari kegagalan yang timbul. FMEA
menjelaskan dampak yang ditimbulkan apabila failure mode tersebut terjadi.
Proses identifikasi terhadap failure modes dan failure effect sangat penting untuk
perbaikan performansi dan mengeliminasi waste (Sari, 2012).
Dalam FMEA, dapat dilakukan perhitungan Risk Priority Number (RPN)
untuk menentukan tingkat kegagalan tertinggi. RPN merupakan hubungan antara
tiga buah variabel yaitu Severity (Keparahan), Occurrence (Frekuensi Kejadian),
Detection (Deteksi Kegagalan) yang menunjukkan tingkat resiko yang mengarah
pada tindakan perbaikan. RPN dapat dirunjukkan dengan persamaan sebagai
berikut:
RPN = Severity * Occurrence * Detection
Hasil dari RPN menunjukkan tingkatan prioritas peralatan yang dianggap
beresiko tinggi, sebagai penunjuk ke arah tindakan perbaikan. Ada tiga komponen
yang membentuk nilai RPN tersebut. Ketiga komponen tersebut adalah:
a.
Severity Membuat tingkatan severity yakni mengidentifikasi dampak
potensial yang terburuk yang diakibatkan oleh suatu kegagalan. Severity
adalah tingkat keparahan atau efek yang ditimbulkan oleh mode kegagalan
terhadap keseluruhan mesin. Nilai rating Severity antara 1 sampai 10. Nilai
10 diberikan jika kegagalan yang terjadi memiliki dampak yang sangat
besar terhadap sistem. Tingkatan efek ini dikelompokkan menjadi
beberapa tingkatan seperti pada tabel 2.1.berikut ini.
Tabel 2.1. Tingkatan Severity (Sari, 2012).
Rating
10
Criteria of Severity Effect
Tidak berfungsi sama sekali
24
Universitas Sumatera Utara
Kehilangan fungsi utama dan menimbulkan peringatan
Kehilangan fungsi utama
Pengurangan fungsi utama
Kehilangan kenyamanan fungsi penggunaan
Mengurangi kenyamanan fungsi penggunaan
Perubahan fungsi dan banyak pekerja menyadari adanya masalah
Tidak terdapat efek dan pekerja menyadari adanya masalah
Tidak terdapat efek dan pekerja tidak menyadari adanya masalah
Tidak ada efek
9
8
7
6
5
4
3
2
1
b.
Occurrence
Occurence adalah tingkat keseringan terjadinya kerusakan atau kegagalan.
Occurence berhubungan dengan estimasi jumlah kegagalan kumulatif yang
muncul akibat suatu penyebab tertentu pada mesin. Nilai rating Occurrence antara
1 sampai 10. Nilai 10 diberikan jika kegagalan yang terjadi memiliki nilai
kumulatif yang tinggi atau sangat sering terjadi. Tingkatan frekuensi terjadinya
kegagalan (occurrence ) dapat dilihat pada tabel 2.2. berikut.
Tabel 2.2. Tingkatan Occurrence (Sari, 2012).
Rating
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
c.
Probability of Occurrence
Lebih besar dari 50 per 7200 jam penggunaan
35-50 per 7200 jam penggunaan
31-35 per 7200 jam penggunaan
26-30 per 7200 jam penggunaan
21-25 per 7200 jam penggunaan
15-20 per 7200 jam penggunaan
11-14 per 7200 jam penggunaan
5-10 per 7200 jam penggunaan
Lebih kecil dari 5 per 7200 jam penggunaan
Tidak pernah sama sekali
Detection
Detection adalah pengukuran terhadap kemampuan mengendalikan atau
mengontrol kegagalan yang dapat terjadi. Nilai detection dapat dilihat pada Tabel
2.3. berikut ini.
Tabel 2.3. Tingkatan Detection (Sari, 2012).
Rating
10
9
Detection Design Control
Tidak mampu terdeteksi
Kesempatan yang sangat rendah dan sangat sulit untuk
25
Universitas Sumatera Utara
8
7
6
5
4
3
2
1
2.9.
terdeteksi
Kesempatan yang sangat rendah dan sulit untuk terdeteksi
Kesempatan yang sangat rendah untuk terdeteksi
Kesempatan yang rendah untuk terdeteksi
Kesempatan yang sedang untuk terdeteksi
Kesempatan yang cukup tinggi untuk terdeteksi
Kesempatan yang tinggi untuk terdeteksi
Kesempatan yang sangat tinggi untuk terdeteksi
Pasti terdeteksi
DIAGRAM PARETO
Diagram Pareto diperkenalkan oleh Alfredo Pareto (1848 – 1923).
Diagram Pareto ini merupakan diagram yang mengurutkan klasifikasi data dari
kiri ke kanan menurut tingkatan tertinggi hingga ke tingkatan terendah.
Diagramini digunakan untuk membantu menemukan permasalahan yang paling
pentinguntuk masalah yang segera diselesaikan. Diagram ini akan digunakan pada
bab IV (Silalahi, 2013).
Dikutip dari (Silalahi, 2013) menurut Dr. Vincent Gaspersz (2001:46),
bahwa diagram pareto adalah grafik batang yang menunjukkan masalah
berdasarkan urutan banyaknya kejadian.
Pada dasarnya diagram Pareto dapat dipergunakan sebagai alat interpretasi
untuk:
1. Menetukan ferekuensi relatif dan urutan pentingnya masalah-masalah atau
penyebab-penyebab dari maslah yang ada.
2. Memfokuskan perhatian pada isu-isu kritis dan penting melalui membuat
ranking terhadap masalah-masalah atau penyebab-penyebab dari masalah
itu dalam bentuk yang signifikan.
Dikutip dari (Silalahi, 2013) menurut Munro-Faure at al (1992 : 254),
bahwa analisis Pareto dirancang untuk membantu menandai penyebab masalah
utama dengan demikian memungkinkan untuk memusatkan perhatian pada
menghilangkan penyebab-penyebab utama ini dan mempunyai dampak yang
berarti atas pemecahan masalah. Sumbangan yang diberikan oleh setiap penyebab
kepada masalah secarah keseluruhan dapat dianalisi dengan menggunankan suatu
keragaman penilaian-penilaian yang umum termasuk :
1. Frekuensi terjadinya.
26
Universitas Sumatera Utara
2. Lamanya waktu berhenti (downtime)
3. Biaya ketidakpuasan ukuran ketidakpuasan pelanggan.
4. Jumlah cacat.
Adapun bentuk Diagram Pareto dapat dilihat pada gambar 2.14. dibawah
ini:
Gambar 2.13 Diagram Pareto
(Silalahi, 2013)
2.10. PEMILIHAN TINDAKAN
Pemilihan tindakan merupakan tahap terakhir dalam proses RCM. Proses
ini akan menentukan tindakan yang tepat untuk mode kerusakan tertentu. Tugas
yang dipilih dalam kegiatan preventive maintenance harus memenuhi syarat
berikut:
a.
Aplikatif, tugas tersebut akan dapat mencegah kegagalan, mendeteksi
kegagalan atau menemukan kegagalan tersembunyi.
b.
Efektif, tugas tersebut harus merupakan pilihan dengan biaya yang paling
efektif diantara kandidat lainnya (Panjaitan, 2016).
2.11.
DISTRIBUSI WEIBULL
27
Universitas Sumatera Utara
Analisa
Weibull
adalah
suatu
metode
yang
digunakan
untuk
memperkirakan probabilitas mesin peralatan yang berdasarkan atas data yang ada.
Seperti yang diperkirakan oleh Weibull, distribusi ini sangat berguna sekali karena
kapabilitas dan sedikit sampelnya, dan kemampuannya dapat menunjukkan bentuk
distribusi data yang terbaik. Win Smith Weibull meletakkan dan menggambarkan
data pada beberapajenis skala distribusi (Adnan, 2013).
Alasan pemakaian metode weibull dalam pemeliharaan mesin/ peralatan
adalah dikarenakan untuk memprediksikan kerusakan sehingga dapat dihitung
keandalan mesin/ peralatan, dan dapat meramalkan kerusakan yang akan terjadi
walaupun belum terjadi kerusakan sebelumnya. Data yang diperlukan adalah data
selama 6 tahun terakhir.
Distribusi Weibull secara luas digunakan untuk berbagai masalah
keteknikan karena kegunaannya yang bermacam-macam. Pada dasarnya distribusi
weibull ini dimaksudkan untuk menggambarkan keadaan optimal dari suatu mesin
atau peralatan baik perbagiannya ataupun komponen komponennya.
Distribusi Weibull diperkenalkan oleh seorang matematikawan yang
bernama Wallodi Weibull. Distribusi Weibull sering digunakan dalam pemodelan
analisis kelangsungan hidup yang memiliki daerah fungsi peluang densitas positif
dengan Peubah Acak kontinu (Adnan, 2013).
Setiap peristiwa akan mempunyai peluang masing-masing, dan peluang
terjadinya peristiwa tersebut akan mempunyai penyebaran yang mengikuti suatu
pola tertentu yang di sebut dengan distribusi. Ada dua jenis distribusi sesuai
dengan variabel acaknya yaitu distribusi peluang diskrit dan distribusi peluang
kontinu. Salah satu yang tergolong dalam distribusi kontinu adalah distribusi
Weibull 3 parameter (Palit, 2012).
Distribusi Weibull adalah distribusi yang memiliki peranan yang penting
terutama
pada
persoalan
keandalan
(reliability)
dan
analisis
rawatan
(mantainability). Hal yang penting dalam mengkaji suatu distribusi adalah
masalah mengestimasi parameternya. Dalam hal pengestimasian parameter
terdapat beberapa metode untuk mengestimasi parameter suatu distribusi. Salah
satu dari beberapa metode tersebut yang digunakan untuk mengestimasi parameter
28
Universitas Sumatera Utara
distribusi Weibull adalah dengan menggunakan metode Maksimum Likelihood
Estimation (MLE) (Lukodono, 2013).
Pendekatan distribusi yang digunakan adalah distribusi weibull. Uji
kecocokan distribusi dilakukan untuk menentukan apakah sebaran data yang
diamati telah sesuai dengan distribusi yang diharapkan. Pada penelitian ini uji
distribusi yang digunakan adalah uji Mann. Uji Mann berfungsi untuk menguji
distribusi weibull. Dasar dari test adalah distribusi kumulatif dari contoh hasil
pengamatan, diharapkan dapat mendekati distribusi yang sebenarnya. Pada
penelitian ini dilakukan pengujian distribusi weibull dua parameter.
a.
Pengujian Distribusi Weibull Komponen Bearing pada Induced Draft Fan.
Pengujian kecocokan distribusi data pada tabel 4.5 untuk bearing pada
induced draft fan dapat dilakukan dengan cara:
1. Tentukan hipotesis awal dan alternatif
Ho: Data berdistribusi weibull dua parameter
Hi: Data tidak berdistribusi weibull dua parameter
2. Melakukan perhitungan untuk mendapatkan nilai Stes
(Palit, 2012)
2.11.1. Penentuan Parameter Distribusi Weibull
Dalam distribusi weibull dua parameter terdapat parameter skala α dan β,
untuk menaksir nilai parameter α dan β dilakukan perhitungan dengan cara regresi
linier Y = a + bt. Fungsi ini diperoleh dari pendekatan dengan menggunakan
metode harga tengah atau median (50%) (Palit, 2012).
F(t)
=
R(t)
= 1 – F(t)
Dimana:
R(t)
= nilai keandalan pada waktu t,
F(t)
= fungsi ketidakandalan pada waktu ke t,
n
= banyaknya terjadinya kerusakan
29
Universitas Sumatera Utara
i
= nomor event ke i, i = 1,2,3...
t
= waktu mulai dari awal sampai terjadinya kerusakan pertama kali (TTF).
Metode ini digunakan untuk menaksir keandalan yang berdistribusi
weibull. Selain itu metode ini dapat digunakan untuk penelitian yang memiliki
salah satu karakteristik sebagai berikut:
a. Ukuran sampel penelitian yang kecil
b. Data mengenai populasi penelitian yang kurang lengkap
c. Distribusi waktu antar kerusakan sampel penelitian tidak simetris
F(t)
=
Nilai konstanta Ƚ dan Ⱦ dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :
(Palit, 2012)
Berdasarkan hasil uji distribusi pola data waktu antar kerusakan setiap
komponen distribusi weibull dua parameter, maka dapat dihitung nilai total
minimum downtime D(tp) sebagai berikut :
D(tp) =
(Palit, 2012)
Sehingga :
D(tp) =
(Palit, 2012)
Adapun perbedaaan metode distribusi Weibull dengan metode distribusi lain
seperti metode distribusi poisson adalah sebagai berikut:
A. Metode Distribusi Weibull
1. Metode ini sering dipakai sebagai pendekatan untuk mengetahui
karakteristik fungsi kerusakan karena perubahan nilai.
2. Digunakan untuk memperkirakan probabilitas mesin peralatan
berdasarkan data yang ada.
3. Dapat digunakan untuk menghitung keandalan mesin atau
peralatan.
30
Universitas Sumatera Utara
4. Dapat memprediksikan kerusakan yang akan terjadi walaupun
belum terjadi kerusakan sebelumnya.
5. Dapat menggambarkan keadaan optimal dari suatu mesin atau
peralatan baik setiap bagian maupun komponen-komponennya.
B. Distribusi Poisson
1. Hanya digunakan pada data yang sudah diketahui selang atau
batasan pada daerah tertentu, tidak mencakup keseluruhan data.
2. Merupakan distribusi peluang acak yang menyatakan banyaknya
data yang optimal pada suatu selang waktu atau daerah tertentu.
3. Hanya digunakan untuk nilai yang menyatakan peluang yang sudah
diketahui variabel, parameter dan daerahnya.
4. Digunakan untuk mengukur probabilitas dari variabel acak yang
mencakup rentang yang cukup panjang.
31
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
KETEL UAP
Salah satu peralatan yang sangat penting di dalam suatu pembangkit
tenaga listrik adalah boiler atau yang biasanya disebut ketel uap. Alat ini
merupakan alat penukar kalor, dimana energi panas yang dihasilkan dari
pembakaran diubah menjadi energi potensial yang berupa uap. Energi panas
diperoleh dengan jalan pembakaran bahan bakar di ruang bakar (Effendy, 2013).
Boiler/ketel uap merupakan bejana terbuat dari baja tertutup dimana panas
pembakaran dialirkan ke air sampai terbentuk uap atau steam berupa energi kerja.
Air adalah media yang berguna dan murah untuk mengalirkan panas ke suatu
proses.
Energi kalor yang dibangkitkan dalam sistem boiler memiliki nilai
tekanan, temperatur, dan laju alir yang menentukan pemanfaatan steam yang akan
digunakan. Berdasarkan ketiga hal tersebut sistem boiler mengenal keadaan
tekanan-temperatur rendah (low pressure/LP), dan tekanan-temperatur tinggi
(high pressure/HP), dengan perbedaan itu pemanfaatan steam yang keluar dari
sistem boiler dimanfaatkan dalam suatu proses untuk memanasakan air dan
menjalankan
suatu
mesin
(commercial
and
industrial
boilers),
atau
membangkitkan energi listrik dengan merubah energi kalor menjadi energi
mekanik kemudian memutar turbin yang tehubung ke generator sehingga
menghasilkan energi listrik (power boilers) (Batubara, 2014).
2.2.
PRINSIP KERJA KETEL UAP
Ketel uap adalah bejana tertutup dimana panas pembakaran dipindahkan
ke air sampai terbentuk uap. Uap pada tekanan tertentu kemudian digunakan untuk
mengalirkan panas ke suatu proses. Air adalah media yang berguna dan murah
untuk mengalirkan panas ke suatu proses. Jika air dididihkan sampai menjadi
steam, volumenya akan meningkat sekitar 1.600 kali (Hendaryati, 2012).
Sistem ketel uap terdiri dari sistem air umpan, sistem uap dan system
bahan bakar. Sistem air umpan menyediakan air untuk ketel uap secara otomatis
5
Universitas Sumatera Utara
sesuai dengan kebutuhan steam. Berbagai valve disediakan untuk keperluan
perawatan dan perbaikan. Sistem steam mengumpulkan dan mengontrol produksi
steam dalam ketel uap. Steam dialirkan melalui sistem pemipaan ke titik
pengguna. Pada keseluruhan sistem, tekanan uap diatur menggunakan valve dan
dipantau dengan alat pemantau tekanan. Sistem bahan bakar adalah semua
peralatan yang digunakan untuk menyediakan bahan bakar untuk menghasilkan
panas yang dibutuhkan. Peralatan yang diperlukan pada sistem bahan bakar
tergantung pada jenis bahan bakar yang digunakan pada system (Effendy, 2013).
Air yang disuplai ke ketel untuk dirubah menjadi uap disebut air umpan.
Dua sumber air umpan adalah: kondensat atau steam yang mengembun yang
kembali dari proses dan make up water (air baku yang sudah diolah) yang harus
diumpankan dari luar ruang ketel dan plant proses. Untuk mendapatkan efisiensi
ketel uap yang lebih tinggi, digunakan economizer untuk memanaskan awal air
umpan menggunakan limbah panas pada gas buang. Bahan baku yang digunakan
untuk membuat steam adalah air bersih. Air yang telah diproses dialirkan
menggunakan pompa ke deaerator tank hingga pada level yang sudah ditentukan.
Pemanasan dalam deaerator adalah dengan menggunakan uap sisa yang berasal
dari hasil pemutaran turbin. Dalam hal ini terdapat beberapa tahap sirkulasi steam
untuk pemanasan awal deaerator (Effendy, 2013).
2.3.
KLASIFIKASI KETEL UAP
Berbagai bentuk ketel uap telah berkembang mengikuti kemajuan
teknologi dan evaluasi dari produk-produk ketel uap sebelumnya yang
dipengaruhi oleh gas buang ketel uap yang mempengaruhi lingkungan dan
produk uap seperti apa yang akan dihasilkan. Berdasarkan fluida yang mengalir
didalamnya :
a.
Ketel uap pipa api
Tipe ketel uap api memiliki karakteristik menghasilkan kapasitas dan
tekanan uap yang rendah. Cara kerja: proses pengapian terjadi didalam pipa,
kemudian panas yang dihasilkan dihantarkan langsung kedalam boiler yang berisi
air. Besar dan konstruksi ketel uap mempengaruhi kapasitas dan tekanan yang
6
Universitas Sumatera Utara
dihasilkan ketel uap tersebut (Effendy, 2013). Ketel uap pipa api dapat dilihat
pada gambar 2.1.
.
Gambar 2.1 Ketel Uap Pipa Api
(Effendy, 2013).
b.
Ketel uap pipa air
Tipe ketel uap air memiliki karakteristik: menghasilkan kapasitas dan
tekanan steam yang tinggi. Cara kerja: proses pengapian terjadi diluar pipa,
kemudian panas yang dihasilkan memanaskan pipa yang berisi air dan
sebelumnya air tersebut dikondisikan terlebih dahulu melalui economizer,
kemudian uap yang dihasilkan terlebih dahulu dikumpulkan di dalam sebuah drum
uap. Sampai tekanan dan temperatur sesuai, melalui tahap secondary (Effendy,
2013). Bagian-bagian ketel uap pipa air dapat dilihat pada gambar 2.2.
Gambar 2.3 Ketel Uap Pipa Air
(Muin Syamsir A, 1988).
2.4.
BAGIAN – BAGIAN KETEL UAP
Pada garis besarnya water tube boiler terdiri dari:
7
Universitas Sumatera Utara
1.
Ruang Bakar (Furnace)
Terdiri dari 2 ruangan, yaitu:
a.
Ruang pertama, berfungsi sebagai ruang pembakaran, dimana panas
yang dihasilkan diterima langsung oleh pipa-pipa air yang berada di
dalam ruang dapur tersebut, yang terdiri dari pipa-pipa air dari drum
ke header samping kanan kiri.
b.
Ruang kedua, merupakan ruang gas panas yang diterima dari hasil
pembakaran dalam ruang pertama. Dalam ruang ini sebagian besar
panas dari gas diterima oleh pipa-pipa air drum atas ke drum bawah
(Effendy, 2013). Ruang bakar pada boiler dapat dilihat pada gambar
2.3.
Gambar 2.3 Ruang bakar
Sumber : Muin Syamsir A, 1988.
2.
Secondary Air Fan
Merupakan alat bantu ketel yang berfungsi sebagai penyuplai udara untuk
menyempurnakan proses pembakaran (Gaol, 2015). Secondary air fan pada
boiler dapat dilihat pada gambar 2.4.
8
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.4 Secondary Air Fan
Sumber : Muin Syamsir A, 1988.
3.
Drum Atas (Steam Drum)
Drum atas berfungsi sebagai tempat pembentukan uap (Afriyanto, 2016).
Bagian-bagian dari drum atas pada boiler dapat dilihat pada gambar 2.5
Gambar 2.5 Drum Atas (Upper Drum)
Sumber : Muin Syamsir A, 1988.
4.
Pipa Uap Pemanas Lanjut (Superheater Pipe)
Uap hasil penguapan di dalam drum atas untuk sebagian turbin belum
dapat dipergunakan, untuk itu harus dilakukan pemanasan uap lebih lanjut
melalui pipa superheater sehingga uap benar-benar kering dengan suhu 260280 oC. Superheater pipe ini dipasang di dalam ruang bakar ketiga (fase tiga)
(Afriyanto, 2016). Pipa uap pemanas lanjut dapat dilihat pada gambar 2.6.
9
Universitas Sumatera Utara
Gambar. 2.6 Pipa Uap Pemanas Lanjut ( Superheater Pipe )
Sumber : Gaol, 2015
5.
Drum Bawah (Mud Drum)
Drum bawah berfungsi sebagai tempat penampungan endapan air yang
didalamnya dipasang pipa drum pengumpul endapan untuk memudahkan
pembuangan keluar (Gaol, 2015). Drum bawah pada boiler dapat dilihat pada
gambar 2.7.
Gambar 2.7 Drum Bawah (Mud Drum)
Sumber : Muin Syamsir A, 1988.
6.
Pipa-Pipa Air (Header)
Pipa-pipa air ini berfungsi sebagai pipa penghubung antara pipa furnace
dengan drum atas dan drum bawah.
Pipa-pipa air ini terbagi dalam :
uap).
pipa furnace (pipa yang terdapat didalam ruang bakar untuk menghasilkan
pipa air yang menghubungkan drum dengan header samping kanan.
pipa air yang menghubungkan drum atas dengan drum bawah (pipe
generating )
10
Universitas Sumatera Utara
pipa air yang menghubungkan drum bawah dengan header belakang
7.
Pembuangan Abu (Ash Hopper)
Abu yang terbawa gas panas dari ruang pembakaran pertama, terbuang di
dalam pembuangan abu yang berbentuk kerucut (Afriyanto, 2016).
Pembuangan abu pada boiler dapat dilihat pada gambar 2.8.
Gambar 2.8 Pembuangan Abu (Ash Hopper)
Sumber : Muin Syamsir A, 1988.
8.
Pembuangan Gas Bekas (Chimney)
Gas bekas setelah ruang pembakaran kedua dihisap oleh blower isap
(induced draft fan) melalui saringan abu (dust collector) kemudian dibuang ke
udara bebas melalui corong asap (chimney). Pengaturan tekanan di dalam dapur
dilakukan pada corong keluar blower (exhaust) dengan klep yang diatur secara
auto/manual. Pembuangan gas bekas pada boiler dapat dilihat pada gambar 2.9.
11
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.9 Chimney
Sumber : Muin Syamsir A, 1988.
9.
Induced Draft Fan
Induced Draft Fan berfungsi sebagai penghisap abu dari gas bekas (Gaol,
2015). Seperti yang terlihat pada gambar 2.10.
Gambar 2.10 Induced Draft Fan
Sumber : Muin Syamsir A, 1988.
10. Dust Collector
Dust Collector berfungsi sebagai penyaring abu gas bekas (Gaol, 2015).
Dust Collector yang terdapat pada boiler dapat dilihat pada gambar 2.11.
12
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.11 Dust Collector
Sumber : Muin Syamsir A, 1988.
2.5.
PEMELIHARAAN (MAINTENANCE)
Pemeliharaan (Maintenance) adalah hal yang sangat penting agar mesin
selalu dalam kondisi yang baik dan siap pakai. Pemeliharaan adalah fungsi yang
memonitor dan memelihara fasilitas pabrik, peralatan, dan fasilitas kerja dengan
merancang, mengatur, menangani, dan memeriksa pekerjaan untuk menjamin
fungsi dari unit selama waktu operasi (uptime) dan meminimisasi selang waktu
berhenti (downtime ) yang diakibatkan oleh adanya kerusakan maupun perbaikan
(Setiawan, 2016).
Pemeliharaan (maintenance), menurut The American Management
Association, Inc. (1971), adalah kegiatan rutin, pekerja yang berulang yang
dilakukan untuk menjaga kondisi fasilitas produksi agar dapat dipergunakan
sesuai dengan fungsi dan kapasitas sebenarnya secara efesien.
Menurut corder (1992) maintenance didefenisikan sebagai sesuatu
kombinasi dari berbagai tindakan yang dilakukan untuk menjaga suatu barang
dalam, atau memperbaikinya sampai suatu kondisi yang bisa diterima.
Pemeliharaan/maintenance adalah suatu kegiatan untuk menjamin bahwa
aset fisik dapat secara kontinu memenuhi fungsi yang diharapkan. Maintenance
hanya dapat memberikan kemampuan bawaan dari setiap komponen yang
dirawat, bukan untuk meningkatkan kemampuannya (Barus, 2007).
Pemeliharaan mesin merupakan hal yang sering dipermasalahkan antara
bagian pemeliharaan dan bagian produksi. karena bagian pemeliharaan
dianggap yang memboroskan biaya, sedang bagian produksi merasa yang
merusakkan tetapi juga yang membuat uang (Soemarno, 2008). Pada umumnya
sebuah produk yang dihasilkan oleh manusia, tidak ada yang tidak mungkin rusak,
tetapi usia penggunaannya dapat diperpanjang dengan melakukan
perbaikan
13
Universitas Sumatera Utara
yang dikenal dengan pemeliharaan (Corder, Antony, K. Hadi, 1992). Oleh karena
itu,
sangat
dibutuhkan
kegiatan
pemeliharaan
yang
meliputi
kegiatan
pemeliharaan dan perawatan mesin yang digunakan dalam proses produksi.
Keuntungan-keuntungan yang akan diperoleh dengan adanya pemeliharaan
yang baik terhadap mesin, adalah sebagai berikut:
1.
Mesin dan peralatan produksi yang ada dalam perusahaan yang
bersangkutan akan dapat dipergunakan dalam jangka waktu panjang
2.
Pelaksanaan proses produksi dalam perusahaan yang bersangkutan berjalan
dengan lancar
3.
Dapat menghindarkan diri atau dapat menekan sekecil mungkin
terdapatnya kemungkinan kerusakan-kerusakan berat dari mesin dan
peralatan produksi selama proses produksi berjalan
4.
Peralatan produksi yang digunakan dapat berjalan stabil dan baik,
maka proses dan pengendalian kualitas proses harus dilaksanakan dengan
baik pula
5.
Dapat dihindarkannya kerusakan-kerusakan total dari mesin dan peralatan
produksi yang digunakan
6.
Apabila mesin dan peralatan produksi berjalan dengan baik, maka
pembebanan mesin dan peralatan produksi yang ada semakin baik
(Setiawan, 2016).
2.5.1. Tujuan Pemeliharaaan (Maintenance)
Maintenance merupakan kegiatan pendukung bagi kegiatan komersil,
maka seperti kegiatan lainnya, maintenance harus efektif, efisien dan, berbiaya
rendah. Dengan adanya kegiatan maintenance ini, maka mesin/peralatan produksi
dapat digunakan sesuai dengan rencana dan tidak mengalami kerusakan selama
jangka waktu tertentu yang telah direncanakan tercapai.
Beberapa tujuan maintenance yang utama antara lain:
1.
Untuk memperpanjang usia kegunaan aset (yaitu setiap bagian dari suatu
tempat kerja, bangunan, dan isinya). Hal ini paling penting di negara
berkembang karena kurangnya sumber daya modal untuk pergantian.
14
Universitas Sumatera Utara
2.
Untuk menjamin ketersediaan optimum peralatan yang dipasang untuk
produksi atau jasa dan mendapatkan laba investasi (return on investment)
maksimum yang mungkin (Setiawan, 2016).
3.
Untuk menjamin kesiapan operasional dari seluruh peralatan yang
diperlukan dalam keadaan darurat setiap waktu, misalnya unit cadangan,
unit pemadam kebakaran dan penyelamat, dan sebagainya.
4.
Untuk menjamin keselamatan orang yang menggunakan sarana tersebut
(Barus, 2007).
2.5.2. Jenis- jenis Maintenance
Pendekatan perawatan pada dasarnya dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu
planned dan unplanned. Klasifikasi dari pendekatan sistem perawatan tersebut
dapat dilihat pada gambar 2.12.
.
Gambar. 2.12 Jenis-jenis maintenance
Adapun klasifikasi dari perawatan mesin adalah:
1.
Planned Maintenance, suatu tindakan atau kegiatan perawatan yang
pelaksanaannya telah direncanakan terlebih dahulu. Planned maintenance
terbagi atas 2, yaitu:
a. Pemeliharaan pencegahan (Preventive maintenance)
Preventive maintenace adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang
di lakukan untuk mencegah timbulnya kerusakan-kerusakan yang tidak terduga
15
Universitas Sumatera Utara
dan menemukan kondisi atau keadaan yang dapat menyebabkan fasilitas produksi
mengalami kerusakan pada waktu di gunakan dalam proses produksi.
Tindakan perawatan ini mencakup semua tindakan pemeliharaan terjadwal
dilakukan untuk mempertahankan sistem atau produk dalam kondisi operasi
tertentu. Pemeliharaan terjadwal meliputi pemeriksaan berkala, pemantauan
kondisi, penggantian barang penting, kalibrasi berkala, dan sejenisnya. Selain itu,
persyaratan servis dapat termasuk dalam pemeliharaan terjadwal.
Beberapa tindakan perawatan akan mengakibatkan downtime sistem,
sedangkan lainnya dapat dicapai ketika sistem operasi atau dalam status siaga.
Pemeliharaan terjadwal dapat diukur dari segi frekuensi, downtime ketika
beroperasi, dan jam kerja (Lubis, 2010).
Ada empat faktor dasar dalam memutuskan penerapan preventive
maintenance:
a. Mencegah terjadinya kegagalan.
b. Mendeteksi kegagalan.
c. Mengungkap kegagalan tersembunyi (hidden failure).
d. Tidak melakukan apapun karena lebih efektif daripada dilakukan
pergantian.
Dengan demikian semua fasilitas produksi yang diberikan preventive
maintenance akan terjamin kelancaranya dan selalu di usahakan dalam kondisi
atau kedaan yang siap dipergunakan untuk setiap operasi atau proses produksi
pada setiap saat. Sehingga dapatlah dimungkinkan pembuatan suatu rencana dan
jadwal pemeliharaan dan perawatan yang sangat cermat dan rencana produksi
yang lebih tepat (Lubis, 2010).
b. Pemeliharaan yang telah diprediksi (predictive maintenance )
Predictive maintenance adalah tindakan-tindakan maintenance yang
dilakukan pada tanggal yang ditetapkan berdasarkan prediksi hasil analisa dan
evaluasi data operasi yang di ambil untuk melakukan predictive maintenance itu
dapat berupa data getaran, temperature, vibrasi, flow rate, dan lain-lainnya.
Perencanaan predictive maintenance dapat dilakukan berdasarkan data dari
operator di lapangan yang diajukan melalui work order ke department
16
Universitas Sumatera Utara
maintenance untuk dilakukan tindakan tepat sehingga tidak akan merugikan
perusahaan (Lubis, 2010).
2.
Unplanned Maintenance, suatu tindakan atau kegiatan perawatan yang
pelaksanaannya tidak direncanakan.
Unplanned maintenance terbagi atas 2, yaitu:
a. Pemeliharaan perbaikan (corrective maintenance )
Corrective maintenance adalah suatu kegiatan pemeliharaan yang
dilakukan setelah terjadinya kerusakan atau kelainan pada mesin/peralatan
sehingga dapat berfungsi dengan baik. Pada umumnya, corrective maintenance
bukanlah aktivitas perawatan yang terjadwal, karena dilakukan setelah sebuah
komponen mengalami kerusakan dan bertujuan untuk mengembalikan kehandalan
sebuah komponen atau sistem ke kondisi semula (Lubis, 2010).
b. Breakdown Maintenace
Suatu kegiatan perawatan yang dilakukan menunggu sampai dengan
peralatan tersebut rusak lalu dilakukan perbaikan. Cara ini dilakukan apabila efek
failure tidak bersifat signifikan terhadap operasi ataupun produksi.
2.5.3. Kegiatan-kegiatan Pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan dalam suatu perusahaan menurut Tampubolon,
(2004) meliputi berbagai kegiatan sebagai berikut:
a.
Inspeksi (inspection)
Kegiatan ispeksi meliputi kegiatan pengecekan atau pemeriksaan secara
berkala dimana maksud kegiatan ini adalah untuk mengetahui apakah perusahaan
selalu mempunyai peralatan atau fasilitas produksi yang baik untuk menjamin
kelancaran proses produksi. Sehingga jika terjadinya kerusakan, maka segera
diadakan perbaikan-perbaikan yang diperlukan sesuai dengan laporan hasil
inspeksi dan berusaha untuk mencegah sebab-sebab timbulnya kerusakan dengan
melihat sebab-sebab kerusakan yang diperoleh dari hasil inspeksi.
b.
Kegiatan teknik (engineering)
Kegiatan ini meliputi kegiatan percobaan atas peralatan yang baru dibeli,
dan kegiatan-kegiatan pengembangan peralatan yang perlu diganti, serta
melakukan penelitian-penelitian terhadap kemungkinan pengembangan tersebut.
17
Universitas Sumatera Utara
Dalam kegiatan inilah dilihat kemampuan untuk mengadakan perubahanperubahan dan perbaikan- perbaikan bagi perluasan dan kemajuan dari fasilitas
atau peralatan perusahaan. Oleh karena itu kegiatan teknik ini sangat diperlukan
terutama apabila dalam perbaikan mesin-mesin yang rusak tidak didapatkan
atau diperoleh komponen yang sama dengan yang dibutuhkan (Setiawan, 2016).
c.
Kegiatan produksi (Production)
Kegiatan ini merupakan kegiatan pemeliharaan yang sebenarnya, yaitu
merawat, memperbaiki mesin-mesin dan peralatan. Secara fisik, melaksanakan
pekerjaan yang disarakan atau yang diusulkan dalam kegiatan inspeksi dan teknik,
melaksankan kegiatan service dan pelumasan (lubrication). Kegiatan produksi ini
dimaksudkan untuk itu diperlukan usaha-usaha perbaikan segera jika terdapat
kerusakan pada peralatan (Setiawan, 2016).
d.
Kegiatan administrasi (Clerical Work)
Pekerjaan administrasi ini merupakan kegiatan yang berhubungan
dengan pencatatan-pencatatan
mengenai
biaya-biaya
yang
terjadi
dalam
melakukan pekerjaan-pekerjaan pemeliharaan dan biaya-biaya yang berhubungan
dengan kegiatan pemeliharaan, komponen (spareparts) yang dibutuhkan, laporan
kemajuan (progress report) tentang apa yang telah dikerjakan, waktu
dilakukannya
inspeksi dan perbaikan, serta lamanya perbaikan tersebut,
komponen (spareparts) yag tersedia di bagian pemeliharaan (Setiawan, 2016).
e.
Pemeliharaan bangunan (housekeeping)
Kegiatan ini merupakan kegiatan untuk menjaga agar bangunan gedung
tetap terpelihara dan terjamin kebersihannya (Setiawan, 2016).
2.6.
RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE (RCM)
Reliability Centered Maintenance (RCM) adalah suatu proses sistematik
yang digunakan untuk menentukan kegiatan yang harus dilakukan agar fasilitas
yang ada tetap beroperasi sesuai dengan fungsinya. RCM mengarahkan kepada
pembentukan program perawatan yang berfokus pada preventive maintenance
untuk mode kegagalan khusus yang sering terjadi.
18
Universitas Sumatera Utara
Reliability Centered Maintenance adalah suatu pendekatan pemeliharaan
yang mengkombinasikan praktek dan strategi dari preventive maintenance (pm)
dan corrective maintenance (cm) untuk memaksimalkan umur (life time ) dan
fungsi aset/sistem /equipment dengan biaya minimal ( minimum cost). Tujuan
utama dari RCM adalah untuk mempertahankan fungsi sistem. RCM
mempertahankan fungsi tersebut dengan cara mengidentifikasi mode kegagalan
(failure mode ) dan memprioritaskan tingkat kepentingan dari mode kegagalan.
Lalu selanjutnya dilakukan pemilihan tindakan perawatan pencegahan yang
efektif dan dapat diterapkan.
Tujuan yang ingin dicapai dengan pendekatan RCM adalah :
1. Mengembangkan disain yang dapat membuat preventive maintenance
lebih efektif.
2. Untuk merencanakan preventive maintenance yang dapat meningkatkan
keselamatan dan keandalan pada sistem.
3. Mengumpulkan data yang dibutuhkan untuk mengembangkan disain dari
komponen yang keandalannya masih rendah.
4. Untuk mencapai tiga tujuan di atas dalam biaya yang minimum.
Proses RCM diterapkan untuk mengetahui tugas perawatan agar
dilaksanakan dengan baik. RCM digunakan untuk menentukan aktivitas apa saja
yang harus dilakukan untuk menjaga keandalan dan kemampu-rawatan
(maintainability) suatu sistem dari sejak perancangannya. RCM proses diterapkan
saat desain dan tahap pengembangan dan diterapkan kembali, setepat tahap
operasional untuk melanjutkan program perawatan yang efektif berdasarkan pada
pengalaman komponen tersebut
Pendekatan RCM dilakukan dengan menjawab 7 (Tujuh) pertanyaan dasar
berikut ini :
1. Apakah fungsi dan performance yang diharapkan dari komponen/sistem
tersebut?
2. Apa
saja
jenis-jenis
kegagalan
yang
mungkin
terjadi
pada
komponen/sistem tersebut?
3. Hal apakah yang menyebabkan kegagalan fungsi tersebut terjadi?
19
Universitas Sumatera Utara
4. Akibat apakah yang ditimbulkan dari kegagalan fungsi tersebut?
5. Bagaimana spesifikasi kegagalan fungsi tersebut?
6. Tindakan apa yang dapat dilakukan untuk mencegah atau memprediksi
kegagalan tersebut?
Proses dasar dari pendekatan RCM adalah:
1. Mengidentifikasi komponen yang memerlukan perawatan.
2. Mengumpulkan data yang berhubungan dengan keandalan suatu
komponen atau sistem.
3. Mengembangkan data Fault Tree Analysis (FTA) untuk menentukan jenis
kegagalan yang akan menjadi fokus dalam pembuatan maintenance
program.
4. Mendesain beberapa solusi alternatif yang akan dilakukan untuk mencegah
kegagalan.
5. Mengklasifikasikan kebutuhan perawatan yang akan dilakukan (Sari,
2012).
A. Langkah-langkah Proses RCM
1. Identifikasi equipment yang penting untuk di-maintain, biasanya
digunakan metode failure; mode; effect; critacality analysis(FMECA) dan
fault tree analysis (FTA).
2. Menentukan penyebab terjadinya kegagalan, tujuannya untuk memperoleh
probabilitas kegagalan dan menentukan komponen kritis yang rawan
terhadap kegagalan. Untuk melakukan hal ini maka diperlukan data yang
histori yang lengkap.
3. Mengembangkan kegiatan analisis FTA, seperti : menentukan prioritas
equipment yang perlu di maintain.
4. Mengklasifikasikan kebutuhan tingkatan maintenance.
5. Mengimplementasikan keputusan berdasar RCM.
6. Melakukan evaluasi, ketika sebuah equipment dioperasikan maka data
secara real-life mulai direcord, tindakan dari RCM perlu direevaluasi
setiap saat agar terjadi proses penyempurnaan.
20
Universitas Sumatera Utara
2.7.
PRINSIP – PRINSIP RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE
Dalam reliability centered maintenance memiliki prinsip – prinsip
yang diantaranya adalah:
1. RCM difokuskan pada sistem atau peralatan. RCM berhubungan dengan
fungsi sistem perawatan sebagai perlawanan pada perawatan dari fungsi
komponen secara individual .
2. Safety and economics drive RCM. Keamanan adalah faktor yang sangat
penting, hal itu harus dipastikan pada berbagai harga / pengeluaran dan
efektifitas pengeluaran menjadi kriteria.
3. RCM is function-oriented. RCM memainkan sebuah peranan penting
dalam pemeliharaan fungsi sistem atau peralatan.
4. Design limitation are acknowledged by RCM. Tujuan dari RCM adalah
untuk merawat berdasarkan reliability dari desain peralatan atau sistem
dan pada saat yang
bersamaan
mengetahui
bahwa
perubahan
berdasarkan reliability hanya dapat dibuat melalui desain dari pada
perawatan.
Perawatan
pada
saat
yang terbaik
hanya
dapat
mendapatkan dan merawat tingkat reliability yang telah didesain.
5. RCM is reability-centered. RCM tidak hanya meliputi tingkat kerusakan
yang sederhana, tetapi menempati peranan penting dalam hubungan
antara umur pengoperasian dan kerusakan yang dialami. RCM
mendapatkan statistik kerusakan pada kenyataan yang terjadi.
6. An unsatisfactory condition is defined as a failure by RCM. Sebuah
kerusakan dapat mengurangi kwalitas atau fungsi.
7. RCM is a living system. RCM mengumpulkan informasi dari hasil yang
diterima dan mengembalikannya kembali untuk meningkatkan desain
dan perawatan yang akan datang.
Pemeliharaan komponen atau peralatan tidak bisa lepas dari pembahasan
mengenai keandalan (reliability). Selain keandalan merupakan salah satu ukuran
keberhasilan sistem pemeliharaan juga keandalan digunakan untuk menentukan
penjadwalan pemeliharaan sendiri. Akhir-akhir ini konsep keandalan digunakan
juga pada berbagai industri, misalnya dalam penetuan interval penggantian
komponen mesin/spare part.
21
Universitas Sumatera Utara
Ukuran keberhasilan suatu tindakan pemeliharaan ( maintenance ) dapat
dinyatakan dengan tingkat reliability. Secara umum reliability dapat didefenisikan
sebagai probabilitas suatu sistem atau produk dapat beroperasi dengan baik tanpa
mengalami kerusakan pada suatu kondisi tertentu dan waktu yang telah
ditentukan.
Berdasarkan defenisi reliability dibagi atas empat komponen pokok, yaitu:
1.
Probabilitas
Merupakan komponen pokok pertama, merupakan input numerik bagi
pengkajian reliability sutau sistem yang juga merupakan indeks kuantitatif untuk
menilai kelayakan suatu sistem. Menandakan bahwa reliability menyatakan
kemungkinan yang bernilai 0-1
2.
Kemampuan yang diharapkan (Satisfactory Performance )
Komponen ini memberikan indikasi yang spesifik bahwa kriteria dalam
menentukan tingkat kepuasan harus digambarkan dengan jelas. Untuk setiap unit
terdapat suatu standar untuk menentukan apa yang dimaksud dengan kemampuan
yang diharapkan.
3.
Tujuan yang Diinginkan
Tujuan yang diinginkan, dimana kegunaan peralatan harus spesifik. Hal ini
dikarenakan terdapat beberapa tingkatan dalam memproduksi suatu barang
konsumen.
4.
Waktu (Time)
Waktu merupakan bagian yang dihubungkan dengan tingkat penampilan
sistem, sehingga dapat menentukan suatu jadwal dalam dalam fungsi reliability.
Waktu yang dipakai adalah MTTF (Mean Time to Failure ) untuk menentukan
waktu kritik dalam pengukuran reliability.
5.
Kondisi Pengoperasian (Specified Operating Condition )
Faktor-faktor
lingkungan
seperti: getaran
(vibration),
kelembaban
(humidity), lokasi geografis yang merupakan kondisi tempat berlangsungnya
pengoperasiaan, merupakan hal yang termasuk kedalam komponen ini. Faktorfaktornya tidak hanya dialamatkan untuk kondisi selama periode waktu tertentu
ketika sistem atau produk sedang beroperasi, tetapi juga ketika sistem atau produk
22
Universitas Sumatera Utara
berada di dalam gudang (storage) atau sedang bergerak (trasformed) dari satu
lokasi ke lokasi yang lain.
2.8.
FAILURE MODES, AND EFFECTS ANALYSIS (FMEA)
Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) merupakan salah satu teknik
yang sistematis untuk menganalisa kegagalan. FMEA menjelaskan tentang jenisjenis kegagalan yang mungkin terjadi pada suatu komponen/sistem beserta akibat
yang ditimbulkan (Sari, 2012).
Kelemahan dari FMEA adalah tidak dapat menunjukkan informasi
tingkatan dari kegagalan yang kritis. Teknik analisa ini lebih menekankan pada
hardware-oriented approach atau bottom-up approach. Dikatakan demikian
karena analisa yang dilakukan dimulai dari peralatan dan meneruskannya ke
sistem yang merupakan tingkat yang lebih tinggi. Proses ini mencoba menjawab
pertanyaan “apa dampak yang akan terjadi jika terjadi kegagalan pada komponen
tersebut?”. FMEA sering menjadi langkah awal dalam mempelajari keandalan
sistem. Kegiatan FMEA melibatkan banyak hal seperti mengidentifikasi berbagai
komponen, rakitan dan subsistem untuk mengidentifikasi mode-mode kegagalan,
penyebab kegagalannya, serta dampak kegagalan yang ditimbulkan. Untuk
masing-masing komponen, berbagai mode kegagalan berikut dampaknya pada
sistem ditulis pada sebuah FMEA worksheet (Sari, 2012).
Sebuah FMEA akan berubah menjadi FMECA (failure mode, Effect and
criticallity analysis ) jika prioritas akan dikaitkan dengan dampak dari mode
kegagalan yang ditimbulkan oleh sebuah komponen. Secara umum tujuan dari
penyusunan FMEA adalah sebagai berikut:
1.
Membantu dalam pemilihan desain alternatif yang memiliki keandalan dan
keselamatan potensial yang tinggi selama fase desain.
2.
Untuk menjamin bahwa semua bentuk mode kegagalan yang dapat
diperkirakan berikut dampak yang ditimbulkannya terhadap kesuksesan
operasional sistem telah dipertimbangkan.
3.
Membuat list kegagalan potensial, serta mengidentifikasi seberapa besar
dampak yang ditimbulkannya.
23
Universitas Sumatera Utara
4.
Mengembangkan kriteria awal untuk rencana dan desain pengujian serta
untuk membuat daftar pemeriksaan sistem.
5.
Sebagai basis analisa kualitatif keandalan dan ketersediaan.
6.
Sebagai dokumentasi untuk referensi pada masa yang akan datang untuk
membantu menganalisa kegagalan yang terjadi di lapangan serta membantu
bila sewaktu-waktu terjadi perubahan desain.
7.
Sebagai data input untuk studi banding.
8.
Sebagai basis untuk menentukan prioritas perawatan korektif.
FMEA merupakan salah satu bentuk analisa kualitatif yang bertujuan
untuk menemukan akar permasalahan dari kegagalan yang timbul. FMEA
menjelaskan dampak yang ditimbulkan apabila failure mode tersebut terjadi.
Proses identifikasi terhadap failure modes dan failure effect sangat penting untuk
perbaikan performansi dan mengeliminasi waste (Sari, 2012).
Dalam FMEA, dapat dilakukan perhitungan Risk Priority Number (RPN)
untuk menentukan tingkat kegagalan tertinggi. RPN merupakan hubungan antara
tiga buah variabel yaitu Severity (Keparahan), Occurrence (Frekuensi Kejadian),
Detection (Deteksi Kegagalan) yang menunjukkan tingkat resiko yang mengarah
pada tindakan perbaikan. RPN dapat dirunjukkan dengan persamaan sebagai
berikut:
RPN = Severity * Occurrence * Detection
Hasil dari RPN menunjukkan tingkatan prioritas peralatan yang dianggap
beresiko tinggi, sebagai penunjuk ke arah tindakan perbaikan. Ada tiga komponen
yang membentuk nilai RPN tersebut. Ketiga komponen tersebut adalah:
a.
Severity Membuat tingkatan severity yakni mengidentifikasi dampak
potensial yang terburuk yang diakibatkan oleh suatu kegagalan. Severity
adalah tingkat keparahan atau efek yang ditimbulkan oleh mode kegagalan
terhadap keseluruhan mesin. Nilai rating Severity antara 1 sampai 10. Nilai
10 diberikan jika kegagalan yang terjadi memiliki dampak yang sangat
besar terhadap sistem. Tingkatan efek ini dikelompokkan menjadi
beberapa tingkatan seperti pada tabel 2.1.berikut ini.
Tabel 2.1. Tingkatan Severity (Sari, 2012).
Rating
10
Criteria of Severity Effect
Tidak berfungsi sama sekali
24
Universitas Sumatera Utara
Kehilangan fungsi utama dan menimbulkan peringatan
Kehilangan fungsi utama
Pengurangan fungsi utama
Kehilangan kenyamanan fungsi penggunaan
Mengurangi kenyamanan fungsi penggunaan
Perubahan fungsi dan banyak pekerja menyadari adanya masalah
Tidak terdapat efek dan pekerja menyadari adanya masalah
Tidak terdapat efek dan pekerja tidak menyadari adanya masalah
Tidak ada efek
9
8
7
6
5
4
3
2
1
b.
Occurrence
Occurence adalah tingkat keseringan terjadinya kerusakan atau kegagalan.
Occurence berhubungan dengan estimasi jumlah kegagalan kumulatif yang
muncul akibat suatu penyebab tertentu pada mesin. Nilai rating Occurrence antara
1 sampai 10. Nilai 10 diberikan jika kegagalan yang terjadi memiliki nilai
kumulatif yang tinggi atau sangat sering terjadi. Tingkatan frekuensi terjadinya
kegagalan (occurrence ) dapat dilihat pada tabel 2.2. berikut.
Tabel 2.2. Tingkatan Occurrence (Sari, 2012).
Rating
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
c.
Probability of Occurrence
Lebih besar dari 50 per 7200 jam penggunaan
35-50 per 7200 jam penggunaan
31-35 per 7200 jam penggunaan
26-30 per 7200 jam penggunaan
21-25 per 7200 jam penggunaan
15-20 per 7200 jam penggunaan
11-14 per 7200 jam penggunaan
5-10 per 7200 jam penggunaan
Lebih kecil dari 5 per 7200 jam penggunaan
Tidak pernah sama sekali
Detection
Detection adalah pengukuran terhadap kemampuan mengendalikan atau
mengontrol kegagalan yang dapat terjadi. Nilai detection dapat dilihat pada Tabel
2.3. berikut ini.
Tabel 2.3. Tingkatan Detection (Sari, 2012).
Rating
10
9
Detection Design Control
Tidak mampu terdeteksi
Kesempatan yang sangat rendah dan sangat sulit untuk
25
Universitas Sumatera Utara
8
7
6
5
4
3
2
1
2.9.
terdeteksi
Kesempatan yang sangat rendah dan sulit untuk terdeteksi
Kesempatan yang sangat rendah untuk terdeteksi
Kesempatan yang rendah untuk terdeteksi
Kesempatan yang sedang untuk terdeteksi
Kesempatan yang cukup tinggi untuk terdeteksi
Kesempatan yang tinggi untuk terdeteksi
Kesempatan yang sangat tinggi untuk terdeteksi
Pasti terdeteksi
DIAGRAM PARETO
Diagram Pareto diperkenalkan oleh Alfredo Pareto (1848 – 1923).
Diagram Pareto ini merupakan diagram yang mengurutkan klasifikasi data dari
kiri ke kanan menurut tingkatan tertinggi hingga ke tingkatan terendah.
Diagramini digunakan untuk membantu menemukan permasalahan yang paling
pentinguntuk masalah yang segera diselesaikan. Diagram ini akan digunakan pada
bab IV (Silalahi, 2013).
Dikutip dari (Silalahi, 2013) menurut Dr. Vincent Gaspersz (2001:46),
bahwa diagram pareto adalah grafik batang yang menunjukkan masalah
berdasarkan urutan banyaknya kejadian.
Pada dasarnya diagram Pareto dapat dipergunakan sebagai alat interpretasi
untuk:
1. Menetukan ferekuensi relatif dan urutan pentingnya masalah-masalah atau
penyebab-penyebab dari maslah yang ada.
2. Memfokuskan perhatian pada isu-isu kritis dan penting melalui membuat
ranking terhadap masalah-masalah atau penyebab-penyebab dari masalah
itu dalam bentuk yang signifikan.
Dikutip dari (Silalahi, 2013) menurut Munro-Faure at al (1992 : 254),
bahwa analisis Pareto dirancang untuk membantu menandai penyebab masalah
utama dengan demikian memungkinkan untuk memusatkan perhatian pada
menghilangkan penyebab-penyebab utama ini dan mempunyai dampak yang
berarti atas pemecahan masalah. Sumbangan yang diberikan oleh setiap penyebab
kepada masalah secarah keseluruhan dapat dianalisi dengan menggunankan suatu
keragaman penilaian-penilaian yang umum termasuk :
1. Frekuensi terjadinya.
26
Universitas Sumatera Utara
2. Lamanya waktu berhenti (downtime)
3. Biaya ketidakpuasan ukuran ketidakpuasan pelanggan.
4. Jumlah cacat.
Adapun bentuk Diagram Pareto dapat dilihat pada gambar 2.14. dibawah
ini:
Gambar 2.13 Diagram Pareto
(Silalahi, 2013)
2.10. PEMILIHAN TINDAKAN
Pemilihan tindakan merupakan tahap terakhir dalam proses RCM. Proses
ini akan menentukan tindakan yang tepat untuk mode kerusakan tertentu. Tugas
yang dipilih dalam kegiatan preventive maintenance harus memenuhi syarat
berikut:
a.
Aplikatif, tugas tersebut akan dapat mencegah kegagalan, mendeteksi
kegagalan atau menemukan kegagalan tersembunyi.
b.
Efektif, tugas tersebut harus merupakan pilihan dengan biaya yang paling
efektif diantara kandidat lainnya (Panjaitan, 2016).
2.11.
DISTRIBUSI WEIBULL
27
Universitas Sumatera Utara
Analisa
Weibull
adalah
suatu
metode
yang
digunakan
untuk
memperkirakan probabilitas mesin peralatan yang berdasarkan atas data yang ada.
Seperti yang diperkirakan oleh Weibull, distribusi ini sangat berguna sekali karena
kapabilitas dan sedikit sampelnya, dan kemampuannya dapat menunjukkan bentuk
distribusi data yang terbaik. Win Smith Weibull meletakkan dan menggambarkan
data pada beberapajenis skala distribusi (Adnan, 2013).
Alasan pemakaian metode weibull dalam pemeliharaan mesin/ peralatan
adalah dikarenakan untuk memprediksikan kerusakan sehingga dapat dihitung
keandalan mesin/ peralatan, dan dapat meramalkan kerusakan yang akan terjadi
walaupun belum terjadi kerusakan sebelumnya. Data yang diperlukan adalah data
selama 6 tahun terakhir.
Distribusi Weibull secara luas digunakan untuk berbagai masalah
keteknikan karena kegunaannya yang bermacam-macam. Pada dasarnya distribusi
weibull ini dimaksudkan untuk menggambarkan keadaan optimal dari suatu mesin
atau peralatan baik perbagiannya ataupun komponen komponennya.
Distribusi Weibull diperkenalkan oleh seorang matematikawan yang
bernama Wallodi Weibull. Distribusi Weibull sering digunakan dalam pemodelan
analisis kelangsungan hidup yang memiliki daerah fungsi peluang densitas positif
dengan Peubah Acak kontinu (Adnan, 2013).
Setiap peristiwa akan mempunyai peluang masing-masing, dan peluang
terjadinya peristiwa tersebut akan mempunyai penyebaran yang mengikuti suatu
pola tertentu yang di sebut dengan distribusi. Ada dua jenis distribusi sesuai
dengan variabel acaknya yaitu distribusi peluang diskrit dan distribusi peluang
kontinu. Salah satu yang tergolong dalam distribusi kontinu adalah distribusi
Weibull 3 parameter (Palit, 2012).
Distribusi Weibull adalah distribusi yang memiliki peranan yang penting
terutama
pada
persoalan
keandalan
(reliability)
dan
analisis
rawatan
(mantainability). Hal yang penting dalam mengkaji suatu distribusi adalah
masalah mengestimasi parameternya. Dalam hal pengestimasian parameter
terdapat beberapa metode untuk mengestimasi parameter suatu distribusi. Salah
satu dari beberapa metode tersebut yang digunakan untuk mengestimasi parameter
28
Universitas Sumatera Utara
distribusi Weibull adalah dengan menggunakan metode Maksimum Likelihood
Estimation (MLE) (Lukodono, 2013).
Pendekatan distribusi yang digunakan adalah distribusi weibull. Uji
kecocokan distribusi dilakukan untuk menentukan apakah sebaran data yang
diamati telah sesuai dengan distribusi yang diharapkan. Pada penelitian ini uji
distribusi yang digunakan adalah uji Mann. Uji Mann berfungsi untuk menguji
distribusi weibull. Dasar dari test adalah distribusi kumulatif dari contoh hasil
pengamatan, diharapkan dapat mendekati distribusi yang sebenarnya. Pada
penelitian ini dilakukan pengujian distribusi weibull dua parameter.
a.
Pengujian Distribusi Weibull Komponen Bearing pada Induced Draft Fan.
Pengujian kecocokan distribusi data pada tabel 4.5 untuk bearing pada
induced draft fan dapat dilakukan dengan cara:
1. Tentukan hipotesis awal dan alternatif
Ho: Data berdistribusi weibull dua parameter
Hi: Data tidak berdistribusi weibull dua parameter
2. Melakukan perhitungan untuk mendapatkan nilai Stes
(Palit, 2012)
2.11.1. Penentuan Parameter Distribusi Weibull
Dalam distribusi weibull dua parameter terdapat parameter skala α dan β,
untuk menaksir nilai parameter α dan β dilakukan perhitungan dengan cara regresi
linier Y = a + bt. Fungsi ini diperoleh dari pendekatan dengan menggunakan
metode harga tengah atau median (50%) (Palit, 2012).
F(t)
=
R(t)
= 1 – F(t)
Dimana:
R(t)
= nilai keandalan pada waktu t,
F(t)
= fungsi ketidakandalan pada waktu ke t,
n
= banyaknya terjadinya kerusakan
29
Universitas Sumatera Utara
i
= nomor event ke i, i = 1,2,3...
t
= waktu mulai dari awal sampai terjadinya kerusakan pertama kali (TTF).
Metode ini digunakan untuk menaksir keandalan yang berdistribusi
weibull. Selain itu metode ini dapat digunakan untuk penelitian yang memiliki
salah satu karakteristik sebagai berikut:
a. Ukuran sampel penelitian yang kecil
b. Data mengenai populasi penelitian yang kurang lengkap
c. Distribusi waktu antar kerusakan sampel penelitian tidak simetris
F(t)
=
Nilai konstanta Ƚ dan Ⱦ dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :
(Palit, 2012)
Berdasarkan hasil uji distribusi pola data waktu antar kerusakan setiap
komponen distribusi weibull dua parameter, maka dapat dihitung nilai total
minimum downtime D(tp) sebagai berikut :
D(tp) =
(Palit, 2012)
Sehingga :
D(tp) =
(Palit, 2012)
Adapun perbedaaan metode distribusi Weibull dengan metode distribusi lain
seperti metode distribusi poisson adalah sebagai berikut:
A. Metode Distribusi Weibull
1. Metode ini sering dipakai sebagai pendekatan untuk mengetahui
karakteristik fungsi kerusakan karena perubahan nilai.
2. Digunakan untuk memperkirakan probabilitas mesin peralatan
berdasarkan data yang ada.
3. Dapat digunakan untuk menghitung keandalan mesin atau
peralatan.
30
Universitas Sumatera Utara
4. Dapat memprediksikan kerusakan yang akan terjadi walaupun
belum terjadi kerusakan sebelumnya.
5. Dapat menggambarkan keadaan optimal dari suatu mesin atau
peralatan baik setiap bagian maupun komponen-komponennya.
B. Distribusi Poisson
1. Hanya digunakan pada data yang sudah diketahui selang atau
batasan pada daerah tertentu, tidak mencakup keseluruhan data.
2. Merupakan distribusi peluang acak yang menyatakan banyaknya
data yang optimal pada suatu selang waktu atau daerah tertentu.
3. Hanya digunakan untuk nilai yang menyatakan peluang yang sudah
diketahui variabel, parameter dan daerahnya.
4. Digunakan untuk mengukur probabilitas dari variabel acak yang
mencakup rentang yang cukup panjang.
31
Universitas Sumatera Utara