Studi Pemeliharaan Ketel Uap dengan Metode Reability Centered Maintenance (RCM) Menggunakan Pendekatan Failure Modes And Effects Analysis Fmea pada PTPN V Unit PKS Kebun Lubuk Dalam

(1)

L

A

M

P

I

R

A

N


(2)

(3)

(4)

(5)

DAFTAR PUSTAKA

Anggono, Wilyanto., Julianingsih Dan Linawati. “Preventive Maintenance System Dengan Modularity Design Sebagai Solusi Penurunan Biaya Maintenance (Studi Kasus Di Perusahaan Tepung Ikan)”. Jurnal Teknik Industri Vol 7.

No 1. 61 – 75. 2005.

Barus, Devin. “Pengujian Dan Analisa Ketel Uap Bertenaga Listrik (Electric Boiler) Dengan Daya Elemen Pemanas 750 Watt”. Program Studi Teknologi Mekanik Industri, Program Diploma-IV, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. 2007

Batubara, Pesulima. “Analisa Efisiensi Water Tube Boiler Berbahan Bakar Fiber

Dan Cangkang Di Palm Oil Mill Dengan Kapasitas 45 Ton Tbs/Jam”.

Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. 2014.

Christina. “Studi Implementasi Preventive Maintenance Pada PT. Intan Suar Kartika Dengan Metode Reliability Centered Maintenance”. Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. 2011.

Effendy, Dwi Ardiyanto., Sunyoto Dan Masugino. “Rancang Bangun Boiler Pada Industri Tahu Untuk Proses Pemanasan System Uap Dengan Menggunakan Catia V5” Journal Of Mechanical Engineering Learning, Vol.2, No.2, 2013. Gaol, Dosma Putra Lumban. “Ketel Uap Analisa Efisiensi Water Tube Boiler

Berbahan Bakar Fiber, Cangkang Sawit Dan Kulit Kayu Menggunakan Metode Langsung”. Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. 2015.

Ginting, Raja Kutana. “Study Pemeliharaan Sistem Turbin Uap Dengan Kapasitas 1200 KW Putaran Turbin 5294 RPM”. Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. 2015.

Hutabarat, David. “ Perencanaan Perawatan Mesin Pada Unit Pembangkit Listrik Tenaga Diesel Dengan Metode RCM (Reliability Centered Maintenance) Di PT.PLN (Persero) Pembangkitan Sumatera Bagian Utara Titi Kuning

Medan”. Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. 2012.


(6)

Jono. “Total Productive Maintenance (TPM) Pada Perawatan Mesin Boiler Menggunakan Metode Overall Equipment Effectiveness (OEE) (Studi Kasus Pada PT. XY Yogyakarta)”. Jurnal Ilmiah Teknik Industri Dan Informasi. Vol 3. No 2. 2015.

Lubis, Abdul Jalil. “Penentuan Umur Ekonomis Boiler Dengan Metode Biaya

Tahunan Rata-rata di PTPN III PKS Kebun Rambutan Tebing Tinggi”. Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. 2015.

Nababan, Risan P. “Pemeliharaan Boiler Dengan Tekanan Uap 30 Kg/Cm2 Dan Kapasitas Uap 30 Ton/Jam Meliputi Schedule Pekerjaan Dan Biaya Maintenance Khususnya Packing Hand Hole Boiler”. Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. 2012.

Novira, Erly. “Perencanaan Pemeliharaan Paper Machine Dengan Basis RCM (Reliability Centered Maintenance) Di PT. PDM Indonesia”. Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. 2010

Panjaitan, Rumata Agustina. “Perencanaan Perawatan Mesin Electric Motor

Dengan Metode Rcm (Reliability Centered Maintenance) Dan Fta( Fault Tree Analysis) DI PT. RAPP”. Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. 2016

Pranoto, Jeffrynardo. “ Implementasi Studi Preventive Maintenance Fasilitas Produksi Dengan Metode Reliability Centered Maintenance Pada PT. Sinar

Sanata Electronic Industry”. Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. 2012.

Rapani, Risky. “Studi Pemeliharaan Pabrik Pada Pembangkit Listrik Tenaga Diesel Titi Kuning”. Program Diploma –IV Fakultas Teknik. Universitas Sumatera Utara. Medan. 2008.

Sari, Dian Maya. “Pendekatan Reliability Centered Maintenance (RCM) Untuk Merencanakan Kegiatan Perawatan Mesin Di PT. Smart, Tbk”. Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. 2012

Sihombing, Raja B.A.M. “Perancangan Ketel Uap Dengan Kapasitas 122 Ton Uap/Jam Untuk Pengolahan 4000 Ton Tebu/Hari (Survei PTPN II Kwala


(7)

Madu)”. Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. 2012.

Wilbert. “Perancangan Preventive Maintenance Dengan Menggunakan Metode

Reliability Centered Maintenance (RCM) Dengan Mengaplikasikan Grey FMEA Pada Pt. Kharisma Abadi Sejati”. Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. 2012.

Yohanes, Henry. “Perancangan Preventive Maintenancedengan Menggunakan Metode Reliability Centered Maintenance (RCM) Dan Fault Tree Analysis

(FTA) Pada PT. Pusaka Prima Mandiri”. Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. 2016


(8)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.1. 1. Tempat Penelitian

Adapun penulis melakukan penelitian terdapat di PTPN V Unit PKS (Pabrik Kelapa Sawit) Kebun Lubuk Dalam.

3.1. 2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan mulai tanggal 3 Maret Sampai 6 April 2015 di PTPN V Unit PKS (Pabrik Kelapa Sawit) Kebun Lubuk Dalam

3.2. Bentuk Penelitian

Objek penelitian diamati dan dipelajari sehingga dapat digambarkan kondisi aktual yang sedang berlangsung. Kemudian dilakukan studi untuk melakukan perbaikan-perbaikan dengan menggunakan ilmu-ilmu yang terkait. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi perusahaan di masa mendatang.

3.3. Objek Penelitian

Adapun yang menjadi objek penelitian adalah Ketel Uap yang ada di PTPN V Unit PKS (Pabrik Kelapa Sawit) Kebun Lubuk Dalam.


(9)

Gambar 3.1 Mesin Ketel Uap sebagai Objek Penelitian spesifikasi sebagai berikut :

Adapun spesifikasi Ketel Uap sebagai berikut:

- Jenis : Boiler pipa air (Water tube)

- Type : By – drum

- Design Pressure : 29 Kg/Cm2G

- Tekanan kerja di super Heater Header : Max 25 Kg/Cm2G

- Suhu uap : 270oC (Superheated System)

- Kapasitas Boiler : 30 Ton uap / jam - Temperatur air pengisi Boiler : 100oC

- Temperatur udara : 30oC (at inlet Boiler) - Draft system : Balanced Draft System

- Combustion system : Pneumatic spreading – fixed grate - Bahan bakar utama : Serabut kelapa sawit (Fibre) - Bahan bakar tambahan : Cangkang kelapa sawit (Shell)

- Listrik : 50 Hz, 3 phase, 220/380 Volt

- Efisiensi Boiler : ± 73 %

-3.4. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilakukan di PTPN V Unit PKS (Pabrik Kelapa Sawit) Kebun Lubuk Dalam dengan menentukan objek yang akan diteliti. Untuk memecahkan masalah dalam tugas, digunakan pendekatan-pendekatan dengan hal-hal yang dimulai dengan :

1. Menentukan masalah

Dalam menentukan permasalahan dilakukan analisa dengan cara stratifikasi data yang ada dari beberapa segi.

2. Studi literatur

Peneliti melakukan studi literatur dari berbagai buku yang sesuai dengan permasalahan yang diamati di perusahaan.

3. Peninjauan lapangan (Survey)

Peneliti melakukan tinjauan ke perusahaan tempat melakukan penelitian serta mengamati sesuai dengan tujuan yang telah dibuat.


(10)

4. Pengumpulan data

Kegiatan yang dilakukan dalam pengumpulan data, antara lain :

a. Pengamatan langsung, melakukan pengamatan langsung ke pabrik, terutama pada ketel uap di PTN V Unit PKS Lubuk Dalam

b. Wawancara, mewawancarai berbagai pihak yang berhubungan dan berwenang dalam hal perawatan ketel uap.

c. Merangkum data tentang hal-hal yang berkaitan dengan penelitian. 5. Pengolahan data

Data yang terkumpul diolah dengan menggunakan metode Reliability Centered Maintenance (RCM).

a. Penentuan persentase frekuensi kerusakan b. Penentuan data pengujian distribusi Weibull c. Penentuan parameter distribusi Weibull d. Penentuan H(tp) interval waktu kerusakan e. Penentuan total minimum downtime. 6. Analisa dan pemecahan masalah

Hasil dari pengolahan data yang berupa perhitungan akan dianalisa, dilakukan pemecahan masalah, lalu diberikan rekomendasi perbaikan.


(11)

Untuk bagan diagram alir pelaksanaan penelitian tersebut dapat kita lihat pada gambar 3.2 dibawah ini,

Gambar 3.2 Diagram alir penelitian Pengolahan Data dengan :

1. Mengidentifikasi komponen yang memerlukan perawatan,

2. Failure Mode and Effect Analysis (FMEA), 3. Menghitung total downtime minimum

4. Mengklasifikasikan kebutuhan perawatan yang akan Studi Pendahuluan

Selesai Study Literatur

Pengumpulan Data

1. Data Primer (Observasi Langsung) - Proses produksi

- Jam kerja - Mesin dan peralatan

2. Data Sekunder (Dokumen Perusahaan) - Data waktu operasional mesin - Data waktu pemeliharaan mesin

Analisa pemecahan masalah 1. Analisis Failure Mode and Effect Analysis

(FMEA)

2. Analisis Penyebab Kerusakan Komponen Survey

HASIL

Tidak

Ya

Kesimpulan dan Saran Mulai


(12)

BAB IV

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

4.1. PENGUMPULAN DATA

Pengamatan dilakukan pada ketel uap PTPN V Unit PKS (Pabrik Kelapa Sawit) Kebun Lubuk Dalam. Data yang menunjukkan banyaknya jam produksi atau waktu operasional ketel uap untuk menghasilkan steam pada bulan Januari 2015-Desember 2015 dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Data Jam Produksi Ketel Uap Selama Periode 2015 (PTPN V Unit PKS Kebun Lubuk Dalam, 2015)

Bulan Jam Produksi Ketel Uap

(Jam)

Januari 366,4

Februari 455,2

Maret 633,1

April 464,05

Mei 580,2

Juni 570,3

Juli 458

Agustus 698

September 378,15

Oktober 387,3

November 440,35

Desember 363,5

4.2 BAGIAN-BAGIAN DAN CARA KERJA MESIN KETEL UAP

Ketel uap adalah alat untuk mengubah energi bahan bakar menjadi energi panas dalam bentuk steam atau uap, yang digunakan untuk memanaskan CPO di dalam tangki dari steam yang dihasilkan. Steam

dihasilkan dengan memanaskan air dengan volume yang besar di dalam tangki bertekanan, sehingga menjadi uap air bertekanan tinggi (steam) dalam jumlah yang besar.


(13)

1. Sistem air umpan

Sistem air umpan a dalah sistem penyediaan air untuk ketel uap secara otomatis sesuai dengan kebutuhan.

2. Sistem steam

Sistem steam adalah sistem yang bekerja untuk mengumpulkan dan mengontrol produksi steam dalam ketel uap.

3. Sistem bahan bakar

Sistem bahan bakar adalah semua system yang bekerja memproses pembakaran dan menangani hasil sampingan dari pembakaran.

Gambar pembagian sub sistem pada sistem ketel uap dapat dilihat pada gambar 4.1

Gambar 4.1 Pembagian Sub Sistem pada Sistem Ketel Uap

Mekanisme kerja mesin ketel uap adalah sebagai berikut:

1. Air murni yang di olah di water tratmen dipompakan ke ketel uap dari

condenser dengan pompa melalui economizer, air menerima panas tetapi belum menguap masih dalam fase air.

2. Air tersebut masuk ke ketel uap drum dan diteruskan ke seluruh

water tube evaporator untuk dirubah fasenya menjadi uap jenuh (saturated steam)

3. Uap di ketel uap drum dialirkan ke superheater tube yang berada paling dekat dengan sumber panas untuk merubah uap jenuh menjadi uap panas lanjut (superheated steam).

4. Superheated steam kemudian dialirkan ke tangki untuk memanaskan CPO

4.3. PENGOLAHAN DATA

Sistem Ketel Uap

Sistem Air Umpan


(14)

Setelah mendapatkan data yang dibutuhkan maka selanjutnya dilakukan pengolahan agar data tersebut dapat dijadikan menjadi informasi yang berguna dalam penelitian ini pengolahan data yang dilakukan adalah sebagai berikut.

4.3. 1. Identifikasi Sistem yang Memerlukan Perawatan a. Pemilihan Mesin

Mesin yang terpilih menjadi objek penelitian adalah mesin ketel uap, hal ini dikarenakan mesin ketel uap paling banyak beroperasi dan dianggap sebagai mesin yang kritis.

b. Pendefinisian Batasan Sistem

Pendefinisian batasan sistem bertujuan untuk menghindari perbedaan antara satu sistem dengan sistem lainnya. Selain itu juga untuk memperjelas ruang lingkup kajian dari sebuah penelitian. Batasan sistem pada penelitian ini adalah membahas tentang sistem pada mesin ketel uap.

Batasan fisik sistem adalah sebagai berikut: 1. Air umpan masuk ke dalam shell.

2. Pembakaran bahan bakar menghasilkan gas panas. 3. Air dipanaskan dengan gas panas.

4. Terbentuk steam dan dikeluarkan melalui pipa.

c. Pemilihan Sub Sistem Mesin Ketel uap

Sub sistem yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sub sistem yang sering mengalami permasalahan selama ini. Berdasarkan hasil pengamatan secara langsung dan wawancara dengan operator ketel uap. Sub sistem yang sering mengalami permasalahan dan akan menjadi fokus penelitian adalah sub sistem bahan bakar dan air umpan. Hal ini dikarenakan pada sub sistem bahan bakar dan air umpan sering terjadi permasalahan seperti tidak berfungsinya beberapa bagian sub sistem.


(15)

Berdasarkan hasil identifikasi komponen yang memerlukan perawatan, maka terbagi 3 sub sistem mesin ketel uap yang memerlukan perawatan. S u b sistem beserta bagian-bagian dari sub system tersebut dapat dilihat pada tabel 4.2.

Tabel 4.2 Sub Sistem dan Bagian-bagian Sub Sistem yang Memerlukan Perawatan

No. Sub Sistem Bagian Sub Sistem

Feed Water Pump dan Motor Penggerak

1 Feed Water Pump Casing

Bearing Shaft

Seal Volute Impeller Oil Ring Suction Nozzles Discharge Nozzles

Motor Penggerak Bearing

As Stator Chasing


(16)

Pipa Generating

2 .

Pipa Generating Pipa Generating

Pipa Generating

Bearing pada Induced Draft Fan dan Motor Penggerak 3

.

Induced Draft Fan Chasing

Impeller As

Bearing

Motor Penggerak Stator

As Bearing Chasing

Keterangan komponen bearing sebagai berikut :

1. Solid Bearing : Pada solid bearing, shaft berputar pada permukaan bearing. Antara shaft dan bearing dipisahkan oleh lapisan tipis oli pelumas. ipe lain dari Solid Bearing adalah Split-half Bearing. Split-half Bearing lebih banyak dipakai pada outomotive engine yaitu pada Crankshaft dan


(17)

connecting rod. Manfaat dari solid bearing adalah biaya penggantian lebih murah dan dapat menahan berat Radial Load.

2. Anti Friction Bearings : digunakan pada benda-benda yang berputar, untuk mengurangi gesekan dan memperkecil gesekan awal pada permukaan bearing yang rata/datar. Anti friction bearing tersusun dari beberapa komponen yaitu: Inner race, Outer race, Balls atau roller dan Cage.

Inner race atau Cone: cincin baja yang dikeraskan dengan diberi alur untuk pergerakan roller atau ball di bagian luarnya, sering dipasang pada shaft yang berputar sebagai penyangga bearing.

Outer race: Outer race hampir sama dengan Inner race, outer race adalah cincin baja yang dikeraskan dengan alur untuk pergerakan ball atau roller di bagian dalam.

Balls atau Rollers: Di antara Inner race dan outer race ada komponen yang berfungsi mengurangi gesekan yang dilakukan oleh balls, rollers atau tapered rollers. Balls dan Rollers ini terbuat baja yang dikeraskan. Balls atau rollers bergerak bebas di antara inner dan outer race.

Cage: Letak cage antara inner race dan outer race yang digunakan untuk menjaga jarak ball atau roller yang satu dengan yang lainnya.

4.3. 2. Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)

Melalui FMEA didapatkan hasil penialaian Risk Priority Number

(RPN) komponen mesin ketel uap yaitu bearing pada induced draft fan, Pipa Generating dan seal feed water pump. RPN merupakan hasil perhitungan matematis dari keseriusan effect (severity), kemungkinan terjadinya kegagalan yang berhubungan dengan effect (occurrence), dan kemampuan untuk mendeteksi kegagalan sebelum terjadi (detection). Hasil dari RPN menunjukkan tingkatan prioritas komponen yang dianggap beresiko tinggi, sebagai penunjuk ke arah tindakan perbaikan (Sari, 2012).

Hasil perhitungan pengisian tabel FMEA untuk komponen Bearing pada

Induced Draft Fan yaitu:

A. Mesin menjadi cepat panas, mesin berhenti dan mengurangi umur mesin. 1. Komponen yang mungkin menimbulkan kerusakan adalah bearing IDF.


(18)

2. Mode kerusakan (failure mode) adalah bearing IDF rusak.

3. Penyebab kerusakan (failure causes) antara lain: Over heating karena terjadinya gesekan dalam waktu yang lama dan Overload karena kotoran/debu yang terakumulasi pada permukaan bearing.

4. Efek kegagalan mesin cepat panas, mesin berhenti beroperasi, produksi menjadi tertunda dan waktu downtime bertambah.

5. Tingkat Severity (S): 8

6. Tingkat Occurance (O): 3 (Frekuensi kerusakan 5-10 kali).

7. Tingkat Detection (D): 6 (Kesempatan yang rendah untuk terdeteksi). 8. Nilai RPN= Severity x Occurrence x Detection = 8 x 3 x 6 = 144


(19)

Tabel 4.3 Penyusun Failure Mode and Effect Analysis Mesin Ketel Uap.

Keterangan :

S : Severity

O : Occurance

D : Detection

NilaiRPN : Severity X Occurance X Detection

No. Component Failure Mode

Failure Causes

Failure Effect S O D RPN Rank

Local System Plant

1. Bearing Induced Draft Fan Outer Race (permukaan luar) pada bearing rusak Overheat karena terjadinya gesekan dalam waktu yang lama Mesin menjadi cepat panas, mesin berhenti beroperasi dan mengurangi umur mesin Mesin electric motor berhenti beroperasi Kegiatan produksi tertunda Downtime perusahaan meningkat

8 3 6 144 1

2. Pipa Generating Pipa Generating Karena mutu dari air umpan keketel uap kurang baik. Naiknya tekanan pada ketel uap menjadi lambat Ketel uap akan berhenti beroprasi Kegiatan produksi menjadi tertunda

7 3 5 105 3

3. Seal Feed Water Pump

Seal pada

feed water pump mengalami kebocoran Terjadinya overheat pada saat beroperasi dan terjadinya kebocoran Mesin menjadi cepat aus Mesin motor electric terbakar dan berhenti beroperasi Kegiatan produksi tertunda


(20)

(21)

4.3. 3. Data Waktu Penggantian Komponen

Data ini diperoleh dari beberapa komponen mesin yang sering mengalami penggantian akibat terjadinya kerusakan, dimana komponen-komponen ini tidak dapat diperbaiki sehingga harus mengalami penggantian.

Data waktu penggantian komponen sama dengan waktu antar kerusakan dari komponen mesin. Data waktu penggantian komponen dapat dilihat pada tabel 4.4.

Tabel 4.4 Data Waktu Penggantian Komponen pada Periode 2015 (PTPN V Unit PKS Lubuk Dalam, 2015).

No. Komponen

Waktu yang Diperlukan untuk Penggantian

Komponen karena Kerusakan (Tf)

Waktu Penggantian Komponen karena Kegiatan Preventif (Tp)

1. Bearing pada IDF 0,145 hari 0,08 hari

2. Seal pada Feed Water Pump 0,09 hari 0,063 hari

3. Pipa Generating

0,30 hari 0,06 hari

4.3.4. Data Downtime Mesin Ketel Uap

Data downtime merupakan data yang menunjukanmesin tidak beroprasi mesin ketel uap pada periode Januari-Desember 2015 dapat dilihat pada tabel 4.5.

Tabel 4.5 Data Downtime Mesin Ketel Uap pada Periode 2015 (PTPN V Unit PKS Lubuk Dalam, 2015).

Bulan Downtime (Jam) Jam Operasi

(Jam)

Downtime (%)

Januari 18 366,4 4,913

Febuari 22 455,2 4,833

Maret 30 633,1 4,739

April 28 464,05 6,034

Mei 28 580,2 4,826

Juni 25 570,3 4,384

Juli 22 458 4,803

Agustus 32 698 4,585

September 20 378,15 5,289

Oktober 23 387,3 5,939

November 27 440,35 6,131


(22)

Total 290 5794,55 60,603

Rata-rata 24,17 482,88 5,05

4.3.5. Data Historis Kerusakan Mesin

Data historis kerusakan mesin merupakan data yang menunjukan waktu terjadi kerusakan dan jenis kerusakan mesin. Tingkat frekuensi kerusakan mesin ketel uap periode Januari sampai Desember 2015 dapat dilihat pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6 Frekuensi Kerusakan Mesin Ketel Uap pada Periode 2015 (PTPN V Unit PKS Lubuk Dalam, 2015).

Bulan Bearing IDF Pipa Generating Seal Feed Water

Pump

Januari

3 - 1

Febuari

5 1 2

Maret

3 - 4

April

- - -

Mei

2 - 2

Juni

4 2 2

Juli

1 - 3

Agustus

4 1 1

September

5 1 2

Oktober

- - 1

November

- 2 3

Desember

2 - 2

Total

29 7 23

Berdasarkan tabel 4.5 diatas dapat diketahui faktor penyebab dominan yang merupakan kunci permasalahan dengan menggunakan diagram pareto. Dalam membuat diagram pareto, hal pertama yang dilakukan adalah dengan mengurutkan mesin berdasarkan dari jumlah kerusakan terbesar hingga yang terkecil kemudian dihitung persentase frekuensi kerusakan dan persentase kumulatif masing-masing mesin ketel uap yang dapat dilihat pada tabel 4.7.


(23)

Tabel 4.7 Persentase Kumulatif Mesin Ketel Uap pada Periode 2015

Mesin Ketel Uap Frekuensi Kerusakan (Kali)

Persentase Frek. Kerusakan (%)

Persentase Kumulatif Frek.Kerusakan

(%)

Bearing IDF 29 49,15 49,15

Seal Feed Water Pump 23 38,98 88,14

Pipa Generating 7 11,86 100,00

Total 59 100 100,00

Gambar 4.2 Diagram Pareto Breakdown Ketel Uap

Diagram pareto yang digunakan adalah aturan diagram pareto 80:20. Prinsip dari diagram pareto 80:20 ditujukan untuk menganalisis 20% komponen mesin yang menyebabkan kegagalan sistem hingga 80%, yang artinya artinya dengan memperbaiki 20% dari masalah berarti telah memperbaiki 80% dari permasalahan. Dari diagram di atas dapat dilihat bahwa komponen yang paling tinggi frekuensi kerusakannya adalah komponen bearing. Sehingga pilihan sistem dijatuhkan kepada mesin ketel uap di bagian

bearing pada induced draft fan.


(24)

Pendekatan distribusi yang digunakan adalah distribusi weibull. Uji kecocokan distribusi dilakukan untuk menentukan apakah sebaran data yang diamati telah sesuai dengan distribusi yang diharapkan. Pada penelitian ini uji distribusi yang digunakan adalah uji Mann. Uji Mann berfungsi untuk menguji distribusi weibull. Dasar dari test adalah distribusi kumulatif dari contoh hasil pengamatan, diharapkan dapat mendekati distribusi yang sebenarnya. Pada penelitian ini dilakukan pengujian distribusi weibull dua parameter.

b. Pengujian Distribusi Weibull Komponen Bearing pada Induced Draft Fan.

Pengujian kecocokan distribusi data pada tabel 4.5 untuk bearing pada

induced draft fan dapat dilakukan dengan cara: 3. Tentukan hipotesis awal dan alternatif

Ho: Data berdistribusi weibull dua parameter Hi: Data tidak berdistribusi weibull dua parameter

4. Melakukan perhitungan untuk mendapatkan nilai Stes (Palit, 2012).

Tabel 4.8 Uji Distribusi Weibull Dua Parameter Bearing IDF Mesin Ketel Uap No. (Observasi) N (Hari) TTF Xi X(i+1)-Xi Mi (tabel) X(i+1)-Xi/Mi

(ti)

1 5 0,53 -0,6349 0,2344 1,0441 0,2245

2 2 0,67 -0,4005 0,2141 0,5477 0,3910

3 4 0,83 -0,1863 0,1138 0,3853 0,2952

4 7 0,93 -0,0726 0,0726 0,3072 0,2362

5 9 1,00 0,0000 0,0677 0,2637 0,2566

6 6 1,07 0,0677 0,3378 0,2387 1,4152

7 5 1,50 0,4055 0,1427 0,2262 0,6307

8 3 1,73 0,5481 0,4451

9 2 2,70 0,9933 0,2393

10 1 3,43 1,2326 0,0676

11 3 3,67 1,3002 0,0162

12 2 3,73 1,3164

Total 4,5694 1,9513 3,0129 3,4494

Dari tabel 4.6 diperoleh sebagai berikut :


(25)

dimana ;

i = = = 7

Xi = ln ti Xi = ln 0,53

= -0,6349 Stes =

= 0,1828

5. Menentukan Nilai Stabel Jumlah data (n) = 12

i = = = 7

Maka Stabel = 0,81

6. Penarikan kesimpulan : Jika Stes < Stabel maka H0 diterima, yaitu data adalah distribusi weibull dua parameter

4.3.7. Penentuan Parameter Distribusi Weibull

Dalam distribusi weibull dua parameter terdapat parameter skala α dan β, untuk menaksir nilai parameter α dan β dilakukan perhitungan dengan cara regresi linier Y = a + bt. Fungsi ini diperoleh dari pendekatan dengan menggunakan metode harga tengah atau median (50%) (Palit, 2012).

F(t) =

R(t) = 1 – F(t) (Palit, 2012)

Dimana:

R(t) = nilai keandalan pada waktu t,

F(t) = fungsi ketidakandalan pada waktu ke t, n = banyaknya terjadinya kerusakan

i = nomor event ke i, i = 1,2,3...

t = waktu mulai dari awal sampai terjadinya kerusakan pertama kali (TTF). Metode ini digunakan untuk menaksir keandalan yang berdistribusi weibull. Selain itu metode ini dapat digunakan untuk penelitian yang memiliki salah satu karakteristik sebagai berikut:


(26)

d. Ukuran sampel penelitian yang kecil

e. Data mengenai populasi penelitian yang kurang lengkap

f. Distribusi waktu antar kerusakan sampel penelitian tidak simetris 1. Perhitungan Parameter Komponen Bearing pada Induced Draft Fan

Perhitungan untuk menentukan parameter-parameter untuk distribusi weibull komponen bearing pada Induced Draft Fan.

Untuk i = 1 dengan ti = 0,53 maka dapat dihitung sebagai berikut : F(t) =

F(0,53) =

= 0,0565

R(t) = 1 – F(t) R(0,53) = 1 – 0,0565 R(0,53) = 0,9435

X = ln ln

= ln ln = -2,8455

Y = ln t

= ln 0,53 = -0,6349

Hasil dari perhitungan parameter weibull komponen bearing pada induced draft fan dapat dilihat pada tabel 4.9.

Tabel 4.9 Parameter Weibull Komponen Bearing pada Induced Draft Fan

No. TTF Rank F(t) R(t) Xi Xi^2 Yi XiYi

1 3,67 0,5

3

0,0565 0,9435 -2,8455 8,0966 -0,6349 1,8065

2 3,73 0,6

7

0,1371 0,8629 -1,9142 3,6643 -0,4005 0,7666

3 1,50 0,8

3

0,2177 0,7823 -1,4042 1,9717 -0,1863 0,2616

4 0,83 0,9

3

0,2984 0,7016 -1,0374 1,0762 -0,0726 0,0753

5 1,00 1,0

0


(27)

6 0,53 1,0 7

0,4597 0,5403 -0,4852 0,2354 0,0677 -0,0328

7 0,67 1,5

0

0,5403 0,4597 -0,2520 0,0635 0,4055 -0,1022

8 1,07 1,7

3

0,6210 0,3790 -0,0303 0,0009 0,5481 -0,0166

9 0,93 2,7

0

0,7016 0,2984 0,1901 0,0361 0,9933 0,1888

10 1,73 3,4

3

0,7823 0,2177 0,4216 0,1778 1,2326 0,5197

11 2,70 3,6

7

0,8629 0,1371 0,6867 0,4715 1,3002 0,8928

12 3,43 3,7

3

0,9435 0,0565 1,0558 1,1148 1,3164 1,3899 Total 6,0000 6,0000 -6,3559 17,4585 4,5694 5,7496

Nilai konstanta Ƚ dan Ⱦ dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :

(Palit, 2012)

b =

= 0,5797

a =

= 0,6878 α = exp (a)

= exp (0,6878) = 1,9893

Ⱦ = = 1,7250

Berdasarkan hasil uji distribusi pola data waktu antar kerusakan setiap komponen distribusi weibull dua parameter, maka dapat dihitung nilai total minimum downtime D(tp) sebagai berikut :

D(tp) = (Palit, 2012)

Sehingga :


(28)

Waktu yang diperlukan untuk melakukan perawatan pada bearing IDF adalah 0,08 hari, sedangkan waktu yang diperlukan untuk perawatan karena terjadi kerusakan adalah 0,145 hari. Maka nilai H(tp) yang terjadi pada panjang siklus tertentu sebagai berikut :

H(tp) pada tp = 1

H(tp) = (1+H(0) = 0,15815

Perhitungan dilakukan H(tp) dari tp = 2 bulan sampai tp = 5 bulan sebagai berikut,

Tabel 4.10 Nilai H(tp) pada Masing-masing Interval Waktu Kerusakan untuk Komponen Bearing pada Induced Draft Fan pada Mesin Ketel Uap

No. tp (bulan) H(tp)

1 1 0,158

2 2 0,581

3 3 0,894

4 4 0,988

5 5 0,999

Interval waktu perawatan yang optimal untuk meminimumkan downtime

dapat ditentukan dengan menghitung D(tp) yang minimum sebagai berikut,

D(tp) =

Total downtime dari interval waktu tp untuk komponen bearing pada IDF mesin ketel uap dapat dilihat pada tabel 4.11 berikut.

Tabel 4.11 Total Downtime dari Interval Waktu tp untuk Komponen Bearing pada IDF Mesin Ketel Uap

No. tp (bulan) D(tp)

1 1 0,0031

2 2 0,0024

3 3 0,0019

4 4 0,0015


(29)

Berdasarkan hasil perhitungan nilai downtime dari beberapa interval waktu pada tabel di atas maka dapat ditentukan interval waktu yang optimal yaitu pada tp= 5 bulan dengan total downtime sebesar 0,0013 jam.

4.4 ANALISIS FAILURE MODE and EFFECT ANALYSIS (FMEA)

Berdasarkan pada FMEA yang dibuat untuk setiap peralatan yang dianggap kritis maka didapat bahwa komponen-komponen tersebut memiliki tipe

failure yang berbeda-beda antar satu dengan yang lainnya. Untuk peralatan

Induced Draft Fan dan Pipa generating memiliki konsekuensi kerusakan terhadap sistem operasional mesin. Hal ini disebabkan apabila salah satu dari peralatan tersebut tidak dapat menjalankan fungsinya, maka mesin ketel uap juga tidak dapat menjalankan fungsinya.

Sedangkan untuk peralatan feed water pump memiliki konsekuensi kerusakan terhadap sistem operasional mesin dan keselamatan lingkungan sekitar. Hal ini disebabkan jika feed water pump mengalami kerusakan maka mesin ketel uap tidak dapat menjalankan fungsinya. Kerusakan feed water pump juga dapat menyebabkan ketel uap meledak dikarenakan tidak masuknya air umpan kedalam ketel uap, apabila tidak cepat diketahui.

Berdasarkan FMEA maka didapat nilai RPN dari masing-masing peralatan yaitu induced draft fan sebesar 144, pipa generating sebesar 105, dan untuk feed water pump sebesar 112.

4.5 ANALISIS PENYEBAB KERUSAKAN KOMPONEN

Berdasarkan pengamatan secara langsung maka komponen-komponen yang sama jenisnya pada beberapa peralatan mempunyai penyebab kerusakan yang sama. Berikut ini akan diuraikan analisis penyebab kerusakan pada masing-masing komponen.

1. Komponen Motor Listrik

Faktor penyebab utama kerusakan komponen motor listrik adalah panas yang berlebihan (over heating). Hal-hal yang dapat menyebabkan over heating antara lain:


(30)

Pemilihan motor yang terlalu kecil akan menyebabkan terjadinya over current atau kondisi operasinya lebih panas. Namun pemilihan motor yang terlalu besar akan berakibat pemakaian listrik tidak efisien berarti pemborosan.

b. Sistem starting

Sebagian besar motor dipasang dengan cara direct starting. Sistem ini menimbulkan arus starting current terlalu besar (5 kali lebih), sehingga menimbulkan panas yang besar.

c. Kondisi beban

Kondisi beban yang diterima motor terlalu besar atau beban tidak normal. Sedangkan faktor-faktor penyebab kerusakan motor listrik yang lain adalah:

 Debu atau kotoran yang terakumulasi akan merusak komponen listrik maupun mekanikal. Umunya terakumulasi pada permukaan badan motor mengakibatkan kotoran debu masuk dan terkumpul ke dalam winding dan menimbulkan kerusakan winding.

 Vibrasi merupakan indikasi bahwa kondisi motor sedang mengalami masalah. Besar vibrasi yang melebihi harga yang diijinkan dapat menyebabkan kerusakan yang lebih parah. Sumber vibrasi berasal dari motor atau dari mesin yang digerakkan (load) bahkan dari kedua-duanya. Penyebab terjadinya vibrasi adalah :

o Misalignment antara motor terhadap load (mesin yang digerakkan) o Fondasi motor atau load kendor

o Rotor unbalance.

o Bearing aus atau rusak sehingga menyebabkan poros berputar tidak simetris.

o Akumulasi karat atau kotoran pada komponen putar (rotor). o Pemasangan rotor/ bearing motor tidak lurus.

 Kualitas Listrik

Kualitas suplai tenaga sangat menentukan umur motor listrik, hal-hal yang harus dihindari adalah:

o Voltage tidak stabil, kenaikan dan penurunan voltage yang terlalu drastis dapat menimbulkan overheating di dalam winding, sehingga berakibat umur motor menjadi pendek.


(31)

o Terjadinya voltage tinggi akibat serangan petir juga menyebabkan kerusakan isolasi winding.

2. Komponen Bearing

Komponen bearing adalah suatu komponen yang terdiri atas dua badan alur rol dengan satu badan bersifat dinamis dan satu badan lagi bersifat statis. Fungsi bearing adalah sebagai bantalan agar sebuah benda dapat berputar pada suatu poros.

Penyebab utama kerusakan komponen bearing adalah bearing

terkontaminasi material lain yang dapat menyebabkan bearing rusak. Sedangkan faktor-faktor lain yang menjadi penyebab kerusakan komponen bearing adalah metode pelumasan, jenis pelumasan yang digunakan dan kesalahan pemasangan pada saat melakukan replacement komponen bearing.

Berikut ini akan dijelaskan hubungan sebab akibat antara penyebab kerusakan komponen bearing dan akibat yang ditimbulkan terhadap kinerja komponen bearing.

a. Terkontaminasi Material

Kerusakan bearing yang umum terjadi disebabkan oleh terkontaminasinya

bearing dengan material lain seperti debu. b. Metode Pelumasan

Bila komponen bearing kurang mengalami pelumasan maka akan menyebabkan gesekan yang berlebihan, aus, panas berlebihan, korosif atau karat dan menyebabkan debu masuk ke dalam bearing. Frekuensi pelumasan komponen bearing harus disesuaikan dengan temperatur tempat bearing berada, beban radial dan kecepatan putar bearing. Hal lain yang juga perlu diperhatikan dalam melakukan perawatan pada komponen

bearing adalah cara pelumasan yang digunakan. Cara pelumasan dipengaruhi oleh faktor kecepatan putar bering dan temperatur di sekitar

bearing.

c. Jenis pelumas yang digunakan

Pemakaian pelumas yang kurang tepat akan memperpendek umur pakai komponen bearing. Tipe pelumas yang digunakan dipengaruhi oleh


(32)

aplikasi bearing, ukuran kecepatan beban dan temperatur di sekitar

bearing.

d. Kesalahan pemasangan komponen pada saat melakukan replacement

Kesalahan pemasangan komponen bearing dapat terjadi pada saat memasukkan bearing ke rumah bearing ataupun ke poros. Oleh sebab itu pemasangan bearing harus mengikuti sebuah prosedur yang benar.

3. Komponen Seal

Faktor-faktor yang menyebabkan komponen seal mengalami kerusakan adalah:

a. Seal terkontaminasi material dari luar seperti debu, pasir kasar, lumpur dan oli. Material-material ini dapat menyebabkan seal cepat menjadi aus b. b. Seal mendapatkan panas yang berlebihan. Hal ini dikarenakan gesekan

seal yang berlebihan atau beban pada bibir seal yang berlebihan.

4.6 ANALISIS ALTERNATIF KEGIATAN PERAWATAN

Berdasarkan hasil pemilihan tindakan untuk komponen mesin ketel uap yang mengalami berbagai kerusakan maka diperoleh beberapa tindakan pemilihan berdasarkan tindakan RCM, yaitu :

1. Tindakan Perawatan Condition Directed (CD)

Tindakan perawatan ini bertujuan untuk mendeteksi kerusakan berdasarkan kondisi mesin electric motor dengan cara visual inspection, memeriksa alat, serta memonitoring sejumlah data yang ada. Apabila ada pendeteksian ditemukan gejala-gejala kerusakan peralatan maka dilanjutkan dengan perbaikan atau penggantian komponen.

2. Tindakan Perawatan Time Directed (TD)

Tindakan perawatan time directed merupakan tindakan yang lebih berfokus pada aktivitas pergantian yang dilakukan secara berkala. Adapun langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk perbaikan serta perawatan terhadap penggunaan mesin adalah sebagai berikut :

A. Langkah-langkah perbaikan terhadap faktor mesin produksi

Langkah-langkah untuk mengatasi masalah yang berhubungan dengan mesin adalah:


(33)

a. Meningkatkan perawatan

1. Perawatan harian dan perawatan bulanan  Pemeriksaan minyak pelumas

 Membersihkan mesin bagian luar

 Membersihkan terhadap putaran elektro motor

 Melakukan pemeriksaan apabila terjadi kebocoran, baik pelumas ataupun air.

 Melakukan pemeriksaan terhadap baut-baut atau pengelasan yang longgar.

 Melakukan penggantian part-part yang rusak.

b. Melakukan studi untuk memperbaiki kinerja mesin ketel uap sehingga dapat beroperasi dengan lebih baik dan konsumsi energi yang lebih efisien.

B. Langkah-langkah perbaikan terhadap faktor tenaga kerja.

Faktor tenaga kerja seharusnya mendapatkan perhatian yang lebih karena manusia merupakan bagian dari system kerja yang berperan sebagai variabel hidup, dengan berbagai sifat dan kemampuan yang dapat memberikan pengaruh besar terhadap keberhasilan usaha peningkatan efektivitas mesin.

C. Langkah-langkah yang dapat diambil untuk melakukan perbaikan faktor tenaga kerja adalah:

 Memberikan program pelatihan yang lebih efektif terhadap pekerja baru ataupun pekerja yang telah lama. Tujuannya dari program pelatihan yaitu untuk menigkatkan keterampilan oprator sebelum ditempatkan di stasiun kerja.

 Penerapan sanksi yang lebih tegas terhadap tenaga kerja yang kurang disiplin.

 Memberikan insentif yang sesuai untuk mendorong kinerja oprator.  Pihak manajemen seharusnya melakukan evaluasi terhadap

penerapan dari studi waktu yang dilakukan di stasiun kerja sehingga mengetahui sejauh mana manfaat yang telah diperoleh dari hasil setudi tersebut.


(34)

Langkah-langkah yang diambil untuk melakukan perbaikan faktor material yaitu pada stasiun pemisahan minyak dan kotoran harus lebih teliti lagi saat pengerjaannya.

E. Langkah-langkah perbaikan terhadap perbaikan faktor lingkungan.

Langkah-langkah yang diambil untuk melakukan perbaikan faktor material yaitu membersihkan mesin dan area kerja selama proses produksi berlangsung.

F. Metode kerja

Langkah-langkah yang diambil untuk melakukan perbaikan faktor material yaitu melakukan perbaikan dan perawatan untuk mengembalikan kondisi mesin.


(35)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisa dan uraian hasil dari penelitian yang telah dilakukan pada mesin ketel uap PTPN V Unit PKS Kebun Lubuk Dalam, dapat diambil kesimpulan yaitu:

1. Komponen yang sering mengalami kerusakan pada mesin ketel uap adalah komponen bearing pada induced draft fan, electric motor pada

conveyor dan seal pada feed water pump.

2. Kerusakan pada electric motor pada conveyor disebabkan oleh over heating, vibrasi dan kualitas listrik yang dipakai oleh perusahaan. 3. Kerusakan pada bearing disebabkan oleh adanya kontaminasi dari

material lain seperti debu dan kotoran, metode pelumasan yang tidak tepat dan jenis pelumasan yang digunakan tidak tepat untuk komponen

bearing.

4. Kerusakan pada seal disebabkan oleh tercampurnya material lain dan

over heating.

5. Kegiatan perawatan mesin ketel uap dilakukan dengan pemeriksaan rutin harian, bulanan dan tahunan.

6. Alternatif kegiatan perawatan berdasarkan tindakan RCM yaitu tindakan perawatan Condition Directed dan tindakan perawatan Time Directed.

7. Penggantian untuk komponen bearing adalah pada saat usia bearing memasuki bulan kelima dengan nilai total minimum downtime sebesar 0,0013 jam.


(36)

5.2. SARAN

Dari penelitian ini dapat diberikan beberapa saran sebagai berikut:

1. Hendaknya petunjuk pemeliharaan dan inspeksi rutin harus dilakukan dengan baik untuk menghindari kerusakan, sehingga waktu kerusakan mesin dapat dihindarkan.

2. Perusahaan agar lebih memperhatikan kodisi mesin dengan memperkirakan waktu kerusakan mesin melalui perhitungan umur operasi untuk mengantisipasi kerusakan mesin dan dapat menetapkan langkah-langkah perawatan mesin lebih lanjut.

3. Perusahaan harus lebih cepat lagi dalam menanggapi laporan-laporan kerusakan yang dilampirkan dalam buku harian operator mesin.

4. Perlu dilakukan pelatihan untuk menerapkan kegiatan pemeliharaan mesin.


(37)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. KETEL UAP

Salah satu peralatan yang sangat penting di dalam suatu pembangkit tenaga listrik adalah boiler atau yang biasanya disebut ketel uap. Alat ini merupakan alat penukar kalor, dimana energi panas yang dihasilkan dari pembakaran diubah menjadi energi potensial yang berupa uap. Energi panas diperoleh dengan jalan pembakaran bahan bakar di ruang bakar (Effendy, 2013).

Boiler/ketel uap merupakan bejana terbuat dari baja tertutup dimana panas pembakaran dialirkan ke air sampai terbentuk uap atau steam berupa energi kerja. Air adalah media yang berguna dan murah untuk mengalirkan panas ke suatu proses.

Energi kalor yang dibangkitkan dalam sistem boiler memiliki nilai tekanan, temperatur, dan laju alir yang menentukan pemanfaatan steam yang akan digunakan. Berdasarkan ketiga hal tersebut sistem boiler mengenal keadaan tekanan-temperatur rendah (low pressure/LP), dan tekanan-temperatur tinggi

(high pressure/HP), dengan perbedaan itu pemanfaatan steam yang keluar dari sistem boiler dimanfaatkan dalam suatu proses untuk memanasakan air dan menjalankan suatu mesin (commercial and industrial boilers), atau membangkitkan energi listrik dengan merubah energi kalor menjadi energi mekanik kemudian memutar turbin yang tehubung ke generator sehingga menghasilkan energi listrik (power boilers) (Batubara, 2014).

2.2. PRINSIP KERJA KETEL UAP

Ketel uap adalah bejana tertutup dimana panas pembakaran dipindahkan ke air sampai terbentuk uap. Uap pada tekanan tertentu kemudian digunakan untuk mengalirkan panas ke suatu proses. Air adalah media yang berguna dan murah untuk mengalirkan panas ke suatu proses. Jika air dididihkan sampai menjadi steam, volumenya akan meningkat sekitar 1.600 kali (Hendaryati, 2012).

Sistem ketel uap terdiri dari sistem air umpan, sistem uap dan system bahan bakar. Sistem air umpan menyediakan air untuk ketel uap secara otomatis


(38)

sesuai dengan kebutuhan steam. Berbagai valve disediakan untuk keperluan perawatan dan perbaikan. Sistem steam mengumpulkan dan mengontrol produksi steam dalam ketel uap. Steam dialirkan melalui sistem pemipaan ke titik pengguna. Pada keseluruhan sistem, tekanan uap diatur menggunakan valve dan dipantau dengan alat pemantau tekanan. Sistem bahan bakar adalah semua peralatan yang digunakan untuk menyediakan bahan bakar untuk menghasilkan panas yang dibutuhkan. Peralatan yang diperlukan pada sistem bahan bakar tergantung pada jenis bahan bakar yang digunakan pada system (Effendy, 2013).

Air yang disuplai ke ketel untuk dirubah menjadi uap disebut air umpan. Dua sumber air umpan adalah: kondensat atau steam yang mengembun yang kembali dari proses dan make up water (air baku yang sudah diolah) yang harus diumpankan dari luar ruang ketel dan plant proses. Untuk mendapatkan efisiensi ketel uap yang lebih tinggi, digunakan economizer untuk memanaskan awal air umpan menggunakan limbah panas pada gas buang. Bahan baku yang digunakan untuk membuat steam adalah air bersih. Air yang telah diproses dialirkan menggunakan pompa ke deaerator tank hingga pada level yang sudah ditentukan. Pemanasan dalam deaerator adalah dengan menggunakan uap sisa yang berasal dari hasil pemutaran turbin. Dalam hal ini terdapat beberapa tahap sirkulasi steam untuk pemanasan awal deaerator (Effendy, 2013).

2.3. KLASIFIKASI KETEL UAP

Berbagai bentuk ketel uap telah berkembang mengikuti kemajuan teknologi dan evaluasi dari produk-produk ketel uap sebelumnya yang dipengaruhi oleh gas buang ketel uap yang mempengaruhi lingkungan dan produk uap seperti apa yang akan dihasilkan. Berdasarkan fluida yang mengalir didalamnya :

a. Ketel uap pipa api

Tipe ketel uap api memiliki karakteristik menghasilkan kapasitas dan tekanan uap yang rendah. Cara kerja: proses pengapian terjadi didalam pipa, kemudian panas yang dihasilkan dihantarkan langsung kedalam boiler yang berisi air. Besar dan konstruksi ketel uap mempengaruhi kapasitas dan tekanan yang


(39)

dihasilkan ketel uap tersebut (Effendy, 2013). Ketel uap pipa api dapat dilihat pada gambar 2.1.

.

Gambar 2.1 Ketel Uap Pipa Api (Effendy, 2013).

b. Ketel uap pipa air

Tipe ketel uap air memiliki karakteristik: menghasilkan kapasitas dan tekanan steam yang tinggi. Cara kerja: proses pengapian terjadi diluar pipa, kemudian panas yang dihasilkan memanaskan pipa yang berisi air dan sebelumnya air tersebut dikondisikan terlebih dahulu melalui economizer, kemudian uap yang dihasilkan terlebih dahulu dikumpulkan di dalam sebuah drum uap. Sampai tekanan dan temperatur sesuai, melalui tahap secondary (Effendy, 2013). Bagian-bagian ketel uap pipa air dapat dilihat pada gambar 2.2.

Gambar 2.3 Ketel Uap Pipa Air (Muin Syamsir A, 1988).

2.4. BAGIAN – BAGIAN KETEL UAP


(40)

1. Ruang Bakar (Furnace)

Terdiri dari 2 ruangan, yaitu:

a. Ruang pertama, berfungsi sebagai ruang pembakaran, dimana panas yang dihasilkan diterima langsung oleh pipa-pipa air yang berada di dalam ruang dapur tersebut, yang terdiri dari pipa-pipa air dari drum ke header samping kanan kiri.

b. Ruang kedua, merupakan ruang gas panas yang diterima dari hasil pembakaran dalam ruang pertama. Dalam ruang ini sebagian besar panas dari gas diterima oleh pipa-pipa air drum atas ke drum bawah (Effendy, 2013). Ruang bakar pada boiler dapat dilihat pada gambar 2.3.

Gambar 2.3 Ruang bakar Sumber : Muin Syamsir A, 1988.

2. Secondary Air Fan

Merupakan alat bantu ketel yang berfungsi sebagai penyuplai udara untuk menyempurnakan proses pembakaran (Gaol, 2015). Secondary air fan pada boiler dapat dilihat pada gambar 2.4.


(41)

Gambar 2.4 Secondary Air Fan

Sumber : Muin Syamsir A, 1988. 3. Drum Atas (Steam Drum)

Drum atas berfungsi sebagai tempat pembentukan uap (Afriyanto, 2016).

Bagian-bagian dari drum atas pada boiler dapat dilihat pada gambar 2.5

Gambar 2.5 Drum Atas (Upper Drum) Sumber : Muin Syamsir A, 1988. 4. Pipa Uap Pemanas Lanjut (Superheater Pipe)

Uap hasil penguapan di dalam drum atas untuk sebagian turbin belum dapat dipergunakan, untuk itu harus dilakukan pemanasan uap lebih lanjut melalui pipa superheater sehingga uap benar-benar kering dengan suhu 260-280 oC. Superheater pipe ini dipasang di dalam ruang bakar ketiga (fase tiga) (Afriyanto, 2016). Pipa uap pemanas lanjut dapat dilihat pada gambar 2.6.


(42)

Gambar. 2.6 Pipa Uap Pemanas Lanjut ( Superheater Pipe ) Sumber : Gaol, 2015

5. Drum Bawah (Mud Drum)

Drum bawah berfungsi sebagai tempat penampungan endapan air yang didalamnya dipasang pipa drum pengumpul endapan untuk memudahkan pembuangan keluar (Gaol, 2015). Drum bawah pada boiler dapat dilihat pada gambar 2.7.

Gambar 2.7 Drum Bawah (Mud Drum) Sumber : Muin Syamsir A, 1988. 6. Pipa-Pipa Air (Header)

Pipa-pipa air ini berfungsi sebagai pipa penghubung antara pipa furnace dengan drum atas dan drum bawah.

Pipa-pipa air ini terbagi dalam :

 pipa furnace (pipa yang terdapat didalam ruang bakar untuk menghasilkan uap).

 pipa air yang menghubungkan drum dengan header samping kanan.

 pipa air yang menghubungkan drum atas dengan drum bawah (pipe generating)


(43)

 pipa air yang menghubungkan drum bawah dengan header belakang

7. Pembuangan Abu (Ash Hopper)

Abu yang terbawa gas panas dari ruang pembakaran pertama, terbuang di dalam pembuangan abu yang berbentuk kerucut (Afriyanto, 2016). Pembuangan abu pada boiler dapat dilihat pada gambar 2.8.

Gambar 2.8 Pembuangan Abu (Ash Hopper)

Sumber : Muin Syamsir A, 1988. 8. Pembuangan Gas Bekas (Chimney)

Gas bekas setelah ruang pembakaran kedua dihisap oleh blower isap

(induced draft fan) melalui saringan abu (dust collector) kemudian dibuang ke udara bebas melalui corong asap (chimney). Pengaturan tekanan di dalam dapur dilakukan pada corong keluar blower (exhaust) dengan klep yang diatur secara auto/manual. Pembuangan gas bekas pada boiler dapat dilihat pada gambar 2.9.


(44)

Gambar 2.9 Chimney

Sumber : Muin Syamsir A, 1988. 9. Induced Draft Fan

Induced Draft Fan berfungsi sebagai penghisap abu dari gas bekas (Gaol, 2015). Seperti yang terlihat pada gambar 2.10.

Gambar 2.10 Induced Draft Fan

Sumber : Muin Syamsir A, 1988.

10. Dust Collector

Dust Collector berfungsi sebagai penyaring abu gas bekas (Gaol, 2015).


(45)

Gambar 2.11 Dust Collector

Sumber : Muin Syamsir A, 1988.

2.5. PEMELIHARAAN (MAINTENANCE)

Pemeliharaan (Maintenance) adalah hal yang sangat penting agar mesin selalu dalam kondisi yang baik dan siap pakai. Pemeliharaan adalah fungsi yang memonitor dan memelihara fasilitas pabrik, peralatan, dan fasilitas kerja dengan merancang, mengatur, menangani, dan memeriksa pekerjaan untuk menjamin fungsi dari unit selama waktu operasi (uptime) dan meminimisasi selang waktu berhenti (downtime) yang diakibatkan oleh adanya kerusakan maupun perbaikan (Setiawan, 2016).

Pemeliharaan (maintenance), menurut The American Management Association, Inc. (1971), adalah kegiatan rutin, pekerja yang berulang yang dilakukan untuk menjaga kondisi fasilitas produksi agar dapat dipergunakan sesuai dengan fungsi dan kapasitas sebenarnya secara efesien.

Menurut corder (1992) maintenance didefenisikan sebagai sesuatu kombinasi dari berbagai tindakan yang dilakukan untuk menjaga suatu barang dalam, atau memperbaikinya sampai suatu kondisi yang bisa diterima.

Pemeliharaan/maintenance adalah suatu kegiatan untuk menjamin bahwa aset fisik dapat secara kontinu memenuhi fungsi yang diharapkan. Maintenance

hanya dapat memberikan kemampuan bawaan dari setiap komponen yang dirawat, bukan untuk meningkatkan kemampuannya (Barus, 2007).

Pemeliharaan mesin merupakan hal yang sering dipermasalahkan antara bagian pemeliharaan dan bagian produksi. karena bagian pemeliharaan dianggap yang memboroskan biaya, sedang bagian produksi merasa yang merusakkan tetapi juga yang membuat uang (Soemarno, 2008). Pada umumnya sebuah produk yang dihasilkan oleh manusia, tidak ada yang tidak mungkin rusak, tetapi usia penggunaannya dapat diperpanjang dengan melakukan perbaikan


(46)

yang dikenal dengan pemeliharaan (Corder, Antony, K. Hadi, 1992). Oleh karena itu, sangat dibutuhkan kegiatan pemeliharaan yang meliputi kegiatan pemeliharaan dan perawatan mesin yang digunakan dalam proses produksi.

Keuntungan-keuntungan yang akan diperoleh dengan adanya pemeliharaan yang baik terhadap mesin, adalah sebagai berikut:

1. Mesin dan peralatan produksi yang ada dalam perusahaan yang bersangkutan akan dapat dipergunakan dalam jangka waktu panjang

2. Pelaksanaan proses produksi dalam perusahaan yang bersangkutan berjalan dengan lancar

3. Dapat menghindarkan diri atau dapat menekan sekecil mungkin terdapatnya kemungkinan kerusakan-kerusakan berat dari mesin dan peralatan produksi selama proses produksi berjalan

4. Peralatan produksi yang digunakan dapat berjalan stabil dan baik, maka proses dan pengendalian kualitas proses harus dilaksanakan dengan baik pula

5. Dapat dihindarkannya kerusakan-kerusakan total dari mesin dan peralatan produksi yang digunakan

6. Apabila mesin dan peralatan produksi berjalan dengan baik, maka pembebanan mesin dan peralatan produksi yang ada semakin baik (Setiawan, 2016).

2.5.1. Tujuan Pemeliharaaan (Maintenance)

Maintenance merupakan kegiatan pendukung bagi kegiatan komersil, maka seperti kegiatan lainnya, maintenance harus efektif, efisien dan, berbiaya rendah. Dengan adanya kegiatan maintenance ini, maka mesin/peralatan produksi dapat digunakan sesuai dengan rencana dan tidak mengalami kerusakan selama jangka waktu tertentu yang telah direncanakan tercapai.

Beberapa tujuan maintenance yang utama antara lain:

1. Untuk memperpanjang usia kegunaan aset (yaitu setiap bagian dari suatu tempat kerja, bangunan, dan isinya). Hal ini paling penting di negara berkembang karena kurangnya sumber daya modal untuk pergantian.


(47)

2. Untuk menjamin ketersediaan optimum peralatan yang dipasang untuk produksi atau jasa dan mendapatkan laba investasi (return on investment) maksimum yang mungkin (Setiawan, 2016).

3. Untuk menjamin kesiapan operasional dari seluruh peralatan yang diperlukan dalam keadaan darurat setiap waktu, misalnya unit cadangan, unit pemadam kebakaran dan penyelamat, dan sebagainya.

4. Untuk menjamin keselamatan orang yang menggunakan sarana tersebut (Barus, 2007).

2.5.2. Jenis- jenis Maintenance

Pendekatan perawatan pada dasarnya dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu

planned dan unplanned. Klasifikasi dari pendekatan sistem perawatan tersebut dapat dilihat pada gambar 2.12.

.

Gambar. 2.12 Jenis-jenis maintenance

Adapun klasifikasi dari perawatan mesin adalah:

1. Planned Maintenance, suatu tindakan atau kegiatan perawatan yang pelaksanaannya telah direncanakan terlebih dahulu. Planned maintenance terbagi atas 2, yaitu:

a. Pemeliharaan pencegahan (Preventive maintenance)

Preventive maintenace adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang di lakukan untuk mencegah timbulnya kerusakan-kerusakan yang tidak terduga


(48)

dan menemukan kondisi atau keadaan yang dapat menyebabkan fasilitas produksi mengalami kerusakan pada waktu di gunakan dalam proses produksi.

Tindakan perawatan ini mencakup semua tindakan pemeliharaan terjadwal dilakukan untuk mempertahankan sistem atau produk dalam kondisi operasi tertentu. Pemeliharaan terjadwal meliputi pemeriksaan berkala, pemantauan kondisi, penggantian barang penting, kalibrasi berkala, dan sejenisnya. Selain itu, persyaratan servis dapat termasuk dalam pemeliharaan terjadwal.

Beberapa tindakan perawatan akan mengakibatkan downtime sistem, sedangkan lainnya dapat dicapai ketika sistem operasi atau dalam status siaga. Pemeliharaan terjadwal dapat diukur dari segi frekuensi, downtime ketika beroperasi, dan jam kerja (Lubis, 2010).

Ada empat faktor dasar dalam memutuskan penerapan preventive maintenance:

a. Mencegah terjadinya kegagalan. b. Mendeteksi kegagalan.

c. Mengungkap kegagalan tersembunyi (hidden failure).

d. Tidak melakukan apapun karena lebih efektif daripada dilakukan pergantian.

Dengan demikian semua fasilitas produksi yang diberikan preventive maintenance akan terjamin kelancaranya dan selalu di usahakan dalam kondisi atau kedaan yang siap dipergunakan untuk setiap operasi atau proses produksi pada setiap saat. Sehingga dapatlah dimungkinkan pembuatan suatu rencana dan jadwal pemeliharaan dan perawatan yang sangat cermat dan rencana produksi yang lebih tepat (Lubis, 2010).

b. Pemeliharaan yang telah diprediksi (predictive maintenance)

Predictive maintenance adalah tindakan-tindakan maintenance yang dilakukan pada tanggal yang ditetapkan berdasarkan prediksi hasil analisa dan evaluasi data operasi yang di ambil untuk melakukan predictive maintenance itu dapat berupa data getaran, temperature, vibrasi, flow rate, dan lain-lainnya.

Perencanaan predictive maintenance dapat dilakukan berdasarkan data dari operator di lapangan yang diajukan melalui work order ke department


(49)

maintenance untuk dilakukan tindakan tepat sehingga tidak akan merugikan perusahaan (Lubis, 2010).

2. Unplanned Maintenance, suatu tindakan atau kegiatan perawatan yang pelaksanaannya tidak direncanakan.

Unplanned maintenance terbagi atas 2, yaitu:

a. Pemeliharaan perbaikan (corrective maintenance)

Corrective maintenance adalah suatu kegiatan pemeliharaan yang dilakukan setelah terjadinya kerusakan atau kelainan pada mesin/peralatan sehingga dapat berfungsi dengan baik. Pada umumnya, corrective maintenance

bukanlah aktivitas perawatan yang terjadwal, karena dilakukan setelah sebuah komponen mengalami kerusakan dan bertujuan untuk mengembalikan kehandalan sebuah komponen atau sistem ke kondisi semula (Lubis, 2010).

b. Breakdown Maintenace

Suatu kegiatan perawatan yang dilakukan menunggu sampai dengan peralatan tersebut rusak lalu dilakukan perbaikan. Cara ini dilakukan apabila efek

failure tidak bersifat signifikan terhadap operasi ataupun produksi.

2.5.3. Kegiatan-kegiatan Pemeliharaan

Kegiatan pemeliharaan dalam suatu perusahaan menurut Tampubolon, (2004) meliputi berbagai kegiatan sebagai berikut:

a. Inspeksi (inspection)

Kegiatan ispeksi meliputi kegiatan pengecekan atau pemeriksaan secara berkala dimana maksud kegiatan ini adalah untuk mengetahui apakah perusahaan selalu mempunyai peralatan atau fasilitas produksi yang baik untuk menjamin kelancaran proses produksi. Sehingga jika terjadinya kerusakan, maka segera diadakan perbaikan-perbaikan yang diperlukan sesuai dengan laporan hasil inspeksi dan berusaha untuk mencegah sebab-sebab timbulnya kerusakan dengan melihat sebab-sebab kerusakan yang diperoleh dari hasil inspeksi.

b. Kegiatan teknik (engineering)

Kegiatan ini meliputi kegiatan percobaan atas peralatan yang baru dibeli, dan kegiatan-kegiatan pengembangan peralatan yang perlu diganti, serta melakukan penelitian-penelitian terhadap kemungkinan pengembangan tersebut.


(50)

Dalam kegiatan inilah dilihat kemampuan untuk mengadakan perubahan-perubahan dan perbaikan- perbaikan bagi perluasan dan kemajuan dari fasilitas atau peralatan perusahaan. Oleh karena itu kegiatan teknik ini sangat diperlukan terutama apabila dalam perbaikan mesin-mesin yang rusak tidak didapatkan atau diperoleh komponen yang sama dengan yang dibutuhkan (Setiawan, 2016).

c. Kegiatan produksi (Production)

Kegiatan ini merupakan kegiatan pemeliharaan yang sebenarnya, yaitu merawat, memperbaiki mesin-mesin dan peralatan. Secara fisik, melaksanakan pekerjaan yang disarakan atau yang diusulkan dalam kegiatan inspeksi dan teknik, melaksankan kegiatan service dan pelumasan (lubrication). Kegiatan produksi ini dimaksudkan untuk itu diperlukan usaha-usaha perbaikan segera jika terdapat kerusakan pada peralatan (Setiawan, 2016).

d. Kegiatan administrasi (Clerical Work)

Pekerjaan administrasi ini merupakan kegiatan yang berhubungan dengan pencatatan-pencatatan mengenai biaya-biaya yang terjadi dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan pemeliharaan dan biaya-biaya yang berhubungan dengan kegiatan pemeliharaan, komponen (spareparts) yang dibutuhkan, laporan kemajuan (progress report) tentang apa yang telah dikerjakan, waktu dilakukannya inspeksi dan perbaikan, serta lamanya perbaikan tersebut, komponen (spareparts) yag tersedia di bagian pemeliharaan (Setiawan, 2016).

e. Pemeliharaan bangunan (housekeeping)

Kegiatan ini merupakan kegiatan untuk menjaga agar bangunan gedung tetap terpelihara dan terjamin kebersihannya (Setiawan, 2016).

2.6. RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE (RCM)

Reliability Centered Maintenance (RCM) adalah suatu proses sistematik yang digunakan untuk menentukan kegiatan yang harus dilakukan agar fasilitas yang ada tetap beroperasi sesuai dengan fungsinya. RCM mengarahkan kepada pembentukan program perawatan yang berfokus pada preventive maintenance


(51)

Reliability Centered Maintenance adalah suatu pendekatan pemeliharaan yang mengkombinasikan praktek dan strategi dari preventive maintenance (pm) dan corrective maintenance (cm) untuk memaksimalkan umur (life time) dan fungsi aset/sistem /equipment dengan biaya minimal (minimum cost). Tujuan utama dari RCM adalah untuk mempertahankan fungsi sistem. RCM mempertahankan fungsi tersebut dengan cara mengidentifikasi mode kegagalan (failure mode) dan memprioritaskan tingkat kepentingan dari mode kegagalan. Lalu selanjutnya dilakukan pemilihan tindakan perawatan pencegahan yang efektif dan dapat diterapkan.

Tujuan yang ingin dicapai dengan pendekatan RCM adalah :

1. Mengembangkan disain yang dapat membuat preventive maintenance

lebih efektif.

2. Untuk merencanakan preventive maintenance yang dapat meningkatkan keselamatan dan keandalan pada sistem.

3. Mengumpulkan data yang dibutuhkan untuk mengembangkan disain dari komponen yang keandalannya masih rendah.

4. Untuk mencapai tiga tujuan di atas dalam biaya yang minimum.

Proses RCM diterapkan untuk mengetahui tugas perawatan agar dilaksanakan dengan baik. RCM digunakan untuk menentukan aktivitas apa saja yang harus dilakukan untuk menjaga keandalan dan kemampu-rawatan (maintainability) suatu sistem dari sejak perancangannya. RCM proses diterapkan saat desain dan tahap pengembangan dan diterapkan kembali, setepat tahap operasional untuk melanjutkan program perawatan yang efektif berdasarkan pada pengalaman komponen tersebut

Pendekatan RCM dilakukan dengan menjawab 7 (Tujuh) pertanyaan dasar berikut ini :

1. Apakah fungsi dan performance yang diharapkan dari komponen/sistem tersebut?

2. Apa saja jenis-jenis kegagalan yang mungkin terjadi pada komponen/sistem tersebut?


(52)

4. Akibat apakah yang ditimbulkan dari kegagalan fungsi tersebut? 5. Bagaimana spesifikasi kegagalan fungsi tersebut?

6. Tindakan apa yang dapat dilakukan untuk mencegah atau memprediksi kegagalan tersebut?

Proses dasar dari pendekatan RCM adalah:

1. Mengidentifikasi komponen yang memerlukan perawatan.

2. Mengumpulkan data yang berhubungan dengan keandalan suatu komponen atau sistem.

3. Mengembangkan data Fault Tree Analysis (FTA) untuk menentukan jenis kegagalan yang akan menjadi fokus dalam pembuatan maintenance program.

4. Mendesain beberapa solusi alternatif yang akan dilakukan untuk mencegah kegagalan.

5. Mengklasifikasikan kebutuhan perawatan yang akan dilakukan (Sari, 2012).

A.Langkah-langkah Proses RCM

1. Identifikasi equipment yang penting untuk di-maintain, biasanya digunakan metode failure; mode; effect; critacality analysis(FMECA) dan fault tree analysis (FTA).

2. Menentukan penyebab terjadinya kegagalan, tujuannya untuk memperoleh probabilitas kegagalan dan menentukan komponen kritis yang rawan terhadap kegagalan. Untuk melakukan hal ini maka diperlukan data yang histori yang lengkap.

3. Mengembangkan kegiatan analisis FTA, seperti : menentukan prioritas equipment yang perlu di maintain.

4. Mengklasifikasikan kebutuhan tingkatan maintenance. 5. Mengimplementasikan keputusan berdasar RCM.

6. Melakukan evaluasi, ketika sebuah equipment dioperasikan maka data secara real-life mulai direcord, tindakan dari RCM perlu direevaluasi setiap saat agar terjadi proses penyempurnaan.


(53)

2.7. PRINSIP – PRINSIP RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE

Dalam reliability centered maintenance memiliki prinsip – prinsip yang diantaranya adalah:

1. RCM difokuskan pada sistem atau peralatan. RCM berhubungan dengan fungsi sistem perawatan sebagai perlawanan pada perawatan dari fungsi komponen secara individual.

2. Safety and economics drive RCM. Keamanan adalah faktor yang sangat penting, hal itu harus dipastikan pada berbagai harga / pengeluaran dan efektifitas pengeluaran menjadi kriteria.

3. RCM is function-oriented. RCM memainkan sebuah peranan penting dalam pemeliharaan fungsi sistem atau peralatan.

4. Design limitation are acknowledged by RCM. Tujuan dari RCM adalah untuk merawat berdasarkan reliability dari desain peralatan atau sistem dan pada saat yang bersamaan mengetahui bahwa perubahan berdasarkan reliability hanya dapat dibuat melalui desain dari pada perawatan. Perawatan pada saat yang terbaik hanya dapat mendapatkan dan merawat tingkat reliability yang telah didesain. 5. RCM is reability-centered. RCM tidak hanya meliputi tingkat kerusakan

yang sederhana, tetapi menempati peranan penting dalam hubungan antara umur pengoperasian dan kerusakan yang dialami. RCM mendapatkan statistik kerusakan pada kenyataan yang terjadi.

6. An unsatisfactory condition is defined as a failure by RCM. Sebuah kerusakan dapat mengurangi kwalitas atau fungsi.

7. RCM is a living system. RCM mengumpulkan informasi dari hasil yang diterima dan mengembalikannya kembali untuk meningkatkan desain dan perawatan yang akan datang.

Pemeliharaan komponen atau peralatan tidak bisa lepas dari pembahasan mengenai keandalan (reliability). Selain keandalan merupakan salah satu ukuran keberhasilan sistem pemeliharaan juga keandalan digunakan untuk menentukan penjadwalan pemeliharaan sendiri. Akhir-akhir ini konsep keandalan digunakan juga pada berbagai industri, misalnya dalam penetuan interval penggantian komponen mesin/spare part.


(54)

Ukuran keberhasilan suatu tindakan pemeliharaan (maintenance) dapat dinyatakan dengan tingkat reliability. Secara umum reliability dapat didefenisikan sebagai probabilitas suatu sistem atau produk dapat beroperasi dengan baik tanpa mengalami kerusakan pada suatu kondisi tertentu dan waktu yang telah ditentukan.

Berdasarkan defenisi reliability dibagi atas empat komponen pokok, yaitu: 1. Probabilitas

Merupakan komponen pokok pertama, merupakan input numerik bagi pengkajian reliability sutau sistem yang juga merupakan indeks kuantitatif untuk menilai kelayakan suatu sistem. Menandakan bahwa reliability menyatakan kemungkinan yang bernilai 0-1

2. Kemampuan yang diharapkan (Satisfactory Performance)

Komponen ini memberikan indikasi yang spesifik bahwa kriteria dalam menentukan tingkat kepuasan harus digambarkan dengan jelas. Untuk setiap unit terdapat suatu standar untuk menentukan apa yang dimaksud dengan kemampuan yang diharapkan.

3. Tujuan yang Diinginkan

Tujuan yang diinginkan, dimana kegunaan peralatan harus spesifik. Hal ini dikarenakan terdapat beberapa tingkatan dalam memproduksi suatu barang konsumen.

4. Waktu (Time)

Waktu merupakan bagian yang dihubungkan dengan tingkat penampilan sistem, sehingga dapat menentukan suatu jadwal dalam dalam fungsi reliability. Waktu yang dipakai adalah MTTF (Mean Time to Failure) untuk menentukan waktu kritik dalam pengukuran reliability.

5. Kondisi Pengoperasian (Specified Operating Condition)

Faktor-faktor lingkungan seperti: getaran (vibration), kelembaban (humidity), lokasi geografis yang merupakan kondisi tempat berlangsungnya pengoperasiaan, merupakan hal yang termasuk kedalam komponen ini. Faktor-faktornya tidak hanya dialamatkan untuk kondisi selama periode waktu tertentu ketika sistem atau produk sedang beroperasi, tetapi juga ketika sistem atau produk


(55)

berada di dalam gudang (storage) atau sedang bergerak (trasformed) dari satu lokasi ke lokasi yang lain.

2.8. FAILURE MODES, AND EFFECTS ANALYSIS (FMEA)

Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) merupakan salah satu teknik yang sistematis untuk menganalisa kegagalan. FMEA menjelaskan tentang jenis-jenis kegagalan yang mungkin terjadi pada suatu komponen/sistem beserta akibat yang ditimbulkan (Sari, 2012).

Kelemahan dari FMEA adalah tidak dapat menunjukkan informasi tingkatan dari kegagalan yang kritis. Teknik analisa ini lebih menekankan pada

hardware-oriented approach atau bottom-up approach. Dikatakan demikian karena analisa yang dilakukan dimulai dari peralatan dan meneruskannya ke sistem yang merupakan tingkat yang lebih tinggi. Proses ini mencoba menjawab pertanyaan “apa dampak yang akan terjadi jika terjadi kegagalan pada komponen tersebut?”. FMEA sering menjadi langkah awal dalam mempelajari keandalan sistem. Kegiatan FMEA melibatkan banyak hal seperti mengidentifikasi berbagai komponen, rakitan dan subsistem untuk mengidentifikasi mode-mode kegagalan, penyebab kegagalannya, serta dampak kegagalan yang ditimbulkan. Untuk masing-masing komponen, berbagai mode kegagalan berikut dampaknya pada sistem ditulis pada sebuah FMEA worksheet (Sari, 2012).

Sebuah FMEA akan berubah menjadi FMECA (failure mode, Effect and criticallity analysis) jika prioritas akan dikaitkan dengan dampak dari mode kegagalan yang ditimbulkan oleh sebuah komponen. Secara umum tujuan dari penyusunan FMEA adalah sebagai berikut:

1. Membantu dalam pemilihan desain alternatif yang memiliki keandalan dan keselamatan potensial yang tinggi selama fase desain.

2. Untuk menjamin bahwa semua bentuk mode kegagalan yang dapat diperkirakan berikut dampak yang ditimbulkannya terhadap kesuksesan operasional sistem telah dipertimbangkan.

3. Membuat list kegagalan potensial, serta mengidentifikasi seberapa besar dampak yang ditimbulkannya.


(56)

4. Mengembangkan kriteria awal untuk rencana dan desain pengujian serta untuk membuat daftar pemeriksaan sistem.

5. Sebagai basis analisa kualitatif keandalan dan ketersediaan.

6. Sebagai dokumentasi untuk referensi pada masa yang akan datang untuk membantu menganalisa kegagalan yang terjadi di lapangan serta membantu bila sewaktu-waktu terjadi perubahan desain.

7. Sebagai data input untuk studi banding.

8. Sebagai basis untuk menentukan prioritas perawatan korektif.

FMEA merupakan salah satu bentuk analisa kualitatif yang bertujuan untuk menemukan akar permasalahan dari kegagalan yang timbul. FMEA menjelaskan dampak yang ditimbulkan apabila failure mode tersebut terjadi. Proses identifikasi terhadap failure modes dan failure effect sangat penting untuk perbaikan performansi dan mengeliminasi waste (Sari, 2012).

Dalam FMEA, dapat dilakukan perhitungan Risk Priority Number (RPN) untuk menentukan tingkat kegagalan tertinggi. RPN merupakan hubungan antara tiga buah variabel yaitu Severity (Keparahan), Occurrence (Frekuensi Kejadian),

Detection (Deteksi Kegagalan) yang menunjukkan tingkat resiko yang mengarah pada tindakan perbaikan. RPN dapat dirunjukkan dengan persamaan sebagai berikut:

RPN = Severity * Occurrence * Detection

Hasil dari RPN menunjukkan tingkatan prioritas peralatan yang dianggap beresiko tinggi, sebagai penunjuk ke arah tindakan perbaikan. Ada tiga komponen yang membentuk nilai RPN tersebut. Ketiga komponen tersebut adalah:

a. Severity Membuat tingkatan severity yakni mengidentifikasi dampak potensial yang terburuk yang diakibatkan oleh suatu kegagalan. Severity

adalah tingkat keparahan atau efek yang ditimbulkan oleh mode kegagalan terhadap keseluruhan mesin. Nilai rating Severity antara 1 sampai 10. Nilai 10 diberikan jika kegagalan yang terjadi memiliki dampak yang sangat besar terhadap sistem. Tingkatan efek ini dikelompokkan menjadi beberapa tingkatan seperti pada tabel 2.1.berikut ini.

Tabel 2.1. Tingkatan Severity (Sari, 2012).

Rating Criteria of Severity Effect


(57)

9 Kehilangan fungsi utama dan menimbulkan peringatan

8 Kehilangan fungsi utama

7 Pengurangan fungsi utama

6 Kehilangan kenyamanan fungsi penggunaan

5 Mengurangi kenyamanan fungsi penggunaan

4 Perubahan fungsi dan banyak pekerja menyadari adanya masalah

3 Tidak terdapat efek dan pekerja menyadari adanya masalah

2 Tidak terdapat efek dan pekerja tidak menyadari adanya masalah

1 Tidak ada efek b. Occurrence

Occurence adalah tingkat keseringan terjadinya kerusakan atau kegagalan.

Occurence berhubungan dengan estimasi jumlah kegagalan kumulatif yang muncul akibat suatu penyebab tertentu pada mesin. Nilai rating Occurrence antara 1 sampai 10. Nilai 10 diberikan jika kegagalan yang terjadi memiliki nilai kumulatif yang tinggi atau sangat sering terjadi. Tingkatan frekuensi terjadinya kegagalan (occurrence) dapat dilihat pada tabel 2.2. berikut.

Tabel 2.2. Tingkatan Occurrence (Sari, 2012).

Rating Probability of Occurrence

10 Lebih besar dari 50 per 7200 jam penggunaan

9 35-50 per 7200 jam penggunaan

8 31-35 per 7200 jam penggunaan

7 26-30 per 7200 jam penggunaan

6 21-25 per 7200 jam penggunaan

5 15-20 per 7200 jam penggunaan

4 11-14 per 7200 jam penggunaan

3 5-10 per 7200 jam penggunaan

2 Lebih kecil dari 5 per 7200 jam penggunaan

1 Tidak pernah sama sekali c. Detection

Detection adalah pengukuran terhadap kemampuan mengendalikan atau mengontrol kegagalan yang dapat terjadi. Nilai detection dapat dilihat pada Tabel 2.3. berikut ini.

Tabel 2.3. Tingkatan Detection (Sari, 2012).

Rating Detection Design Control

10 Tidak mampu terdeteksi


(58)

terdeteksi

8 Kesempatan yang sangat rendah dan sulit untuk terdeteksi

7 Kesempatan yang sangat rendah untuk terdeteksi

6 Kesempatan yang rendah untuk terdeteksi

5 Kesempatan yang sedang untuk terdeteksi

4 Kesempatan yang cukup tinggi untuk terdeteksi

3 Kesempatan yang tinggi untuk terdeteksi

2 Kesempatan yang sangat tinggi untuk terdeteksi

1 Pasti terdeteksi

2.9. DIAGRAM PARETO

Diagram Pareto diperkenalkan oleh Alfredo Pareto (1848 – 1923). Diagram Pareto ini merupakan diagram yang mengurutkan klasifikasi data dari kiri ke kanan menurut tingkatan tertinggi hingga ke tingkatan terendah. Diagramini digunakan untuk membantu menemukan permasalahan yang paling pentinguntuk masalah yang segera diselesaikan. Diagram ini akan digunakan pada bab IV (Silalahi, 2013).

Dikutip dari (Silalahi, 2013) menurut Dr. Vincent Gaspersz (2001:46), bahwa diagram pareto adalah grafik batang yang menunjukkan masalah berdasarkan urutan banyaknya kejadian.

Pada dasarnya diagram Pareto dapat dipergunakan sebagai alat interpretasi untuk:

1. Menetukan ferekuensi relatif dan urutan pentingnya masalah-masalah atau penyebab-penyebab dari maslah yang ada.

2. Memfokuskan perhatian pada isu-isu kritis dan penting melalui membuat ranking terhadap masalah-masalah atau penyebab-penyebab dari masalah itu dalam bentuk yang signifikan.

Dikutip dari (Silalahi, 2013) menurut Munro-Faure at al (1992 : 254), bahwa analisis Pareto dirancang untuk membantu menandai penyebab masalah utama dengan demikian memungkinkan untuk memusatkan perhatian pada menghilangkan penyebab-penyebab utama ini dan mempunyai dampak yang berarti atas pemecahan masalah. Sumbangan yang diberikan oleh setiap penyebab kepada masalah secarah keseluruhan dapat dianalisi dengan menggunankan suatu keragaman penilaian-penilaian yang umum termasuk :


(59)

2. Lamanya waktu berhenti (downtime)

3. Biaya ketidakpuasan ukuran ketidakpuasan pelanggan. 4. Jumlah cacat.

Adapun bentuk Diagram Pareto dapat dilihat pada gambar 2.14. dibawah ini:

Gambar 2.13 Diagram Pareto (Silalahi, 2013)

2.10. PEMILIHAN TINDAKAN

Pemilihan tindakan merupakan tahap terakhir dalam proses RCM. Proses ini akan menentukan tindakan yang tepat untuk mode kerusakan tertentu. Tugas yang dipilih dalam kegiatan preventive maintenance harus memenuhi syarat berikut:

a. Aplikatif, tugas tersebut akan dapat mencegah kegagalan, mendeteksi kegagalan atau menemukan kegagalan tersembunyi.

b. Efektif, tugas tersebut harus merupakan pilihan dengan biaya yang paling efektif diantara kandidat lainnya (Panjaitan, 2016).


(60)

Analisa Weibull adalah suatu metode yang digunakan untuk memperkirakan probabilitas mesin peralatan yang berdasarkan atas data yang ada. Seperti yang diperkirakan oleh Weibull, distribusi ini sangat berguna sekali karena kapabilitas dan sedikit sampelnya, dan kemampuannya dapat menunjukkan bentuk distribusi data yang terbaik. Win Smith Weibull meletakkan dan menggambarkan data pada beberapajenis skala distribusi (Adnan, 2013).

Alasan pemakaian metode weibull dalam pemeliharaan mesin/ peralatan adalah dikarenakan untuk memprediksikan kerusakan sehingga dapat dihitung keandalan mesin/ peralatan, dan dapat meramalkan kerusakan yang akan terjadi walaupun belum terjadi kerusakan sebelumnya. Data yang diperlukan adalah data selama 6 tahun terakhir.

Distribusi Weibull secara luas digunakan untuk berbagai masalah keteknikan karena kegunaannya yang bermacam-macam. Pada dasarnya distribusi weibull ini dimaksudkan untuk menggambarkan keadaan optimal dari suatu mesin atau peralatan baik perbagiannya ataupun komponen komponennya.

Distribusi Weibull diperkenalkan oleh seorang matematikawan yang bernama Wallodi Weibull. Distribusi Weibull sering digunakan dalam pemodelan analisis kelangsungan hidup yang memiliki daerah fungsi peluang densitas positif denganPeubahAcak kontinu (Adnan, 2013).

Setiap peristiwa akan mempunyai peluang masing-masing, dan peluang terjadinya peristiwa tersebut akan mempunyai penyebaran yang mengikuti suatu pola tertentu yang di sebut dengan distribusi. Ada dua jenis distribusi sesuai dengan variabel acaknya yaitu distribusi peluang diskrit dan distribusi peluang kontinu. Salah satu yang tergolong dalam distribusi kontinu adalah distribusi Weibull 3 parameter (Palit, 2012).

Distribusi Weibull adalah distribusi yang memiliki peranan yang penting terutama pada persoalan keandalan (reliability) dan analisis rawatan (mantainability). Hal yang penting dalam mengkaji suatu distribusi adalah masalah mengestimasi parameternya. Dalam hal pengestimasian parameter terdapat beberapa metode untuk mengestimasi parameter suatu distribusi. Salah satu dari beberapa metode tersebut yang digunakan untuk mengestimasi parameter


(1)

4.2 Bagian-Bagian dan Cara Kerja Mesin Ketel Uap

... 3 7

4.3 Pengolahan Data

... 3 9

4.3.1 Identifikasi Sistem yang Memerlukan Perawatan

... 3 9

4.3.2 Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)

... 4 2

4.3.3 Data Waktu Penggantian Komponen

... 4 5

4.3.4 Data Downtime Mesin Ketel Uap

... 4 5

4.3.5 Data Historis Kerusakan Mesin

... 4 6

4.3.6 Pengujian Data Distribusi Weibull

... 4 7

4.3.7 Penentuan Parameter Distribusi Weibull

... 4 9

4.4 Analisis Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)

... 5 2


(2)

xvi 4.5 Analisa Penyebab Kerusakan Komponen

... 5 3

4.6 Analisis Alternatif Kegiatan Perawatan

... 5 6

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

... 5 8

5.1 Kesimpulan

... 5 8

5.2 Saran

... 5 9

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(3)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Ketel Uap Pipa Api ...7

Gambar 2.2 Ketel Uap Pipa Air ...7

Gambar 2.3 Ruang Bakar ...8

Gambar 2.4 Secondary Air Fan ...9

Gambar 2.5 Drum Atas (Upper Drum) ...9

Gambar 2.6 Pipa Uap Pemanas Lanjut (Superheater Pipe) ...10

Gambar 2.7 Drum Bawah ( Mud Drum) ...10

Gambar 2.8 Pembuangan Abu (Ash Hopper) ...11

Gambar 2.9 Pembuangan Gas Bekas (Chimney) ...12

Gambar 2.10 Induced Draft Fan (IDF) ...12

Gambar 2.11 Dust Collector ...13

Gambar 2.12 Jenis-jenis maintenance ...15

Gambar 2.13 Diagram Pareto ...27

Gambar 3.1 Mesin Ketel Uap sebagai Objek Penelitian ...33

Gambar 3.2 Diagram Alir Penelitian ...36

Gambar 4.1 Pembagian Sub Sistem pada Sistem Ketel Uap ...38


(4)

xviii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Tingkat Severity ... 25

Tabel 2.2 Tingkat Occurence ... 25

Tabel 2.3 Tingkat Detection ... 26

Tabel 4.1 Data Jam Produksi Ketel Uap Selama Periode 2015 ... 37

Tabel 4.2 Data Sub Sistem dan Bagian-bagian Sub Sistem yang Memerlukan perawatan ... 40

Tabel 4.3 Penyusunan Failure Mode and Effect Analysis Mesin Ketel Uap... 44

Tabel 4.4 Data Waktu Penggantian Komponen pada Periode 2015 ... 45

Tabel 4.5 Data Downtime Mesin Ketel Uap pada Periode 2015 ... 45

Tabel 4.6 Frekuensi Kerusakan Mesin Ketel Uap pada Periode 2015 ... 46

Tabel 4.7 Persentase Kumulatif Mesin Ketel Uap Periode 2015 ... 47

Tabel 4.8 Uji Distribusu Weibull Dua Parameter Bearing IDF Mesin Ketel Uap ... 48

Tabel 4.9 Parameter Weibull Komponen Bearing pada Induced Draft Fan 50 Tabel 4.10 Hasil Nilai H(tp) pada Masing-masing Interval Waktu Kerusakan untuk Komponen Bearing pada Induced Draft Fan pada Mesin Ketel Uap ... 52

Tabel 4.11 Total Downtime dari Interval Waktu tp untuk Komponen Bearing pada IDF Mesin Ketel Uap ... 52


(5)

DAFTAR SINGKATAN

Singkatan Keterangan

RCM Reliability Centered Maintenance

FMEA Failure Mode and Effect Analysis

FD Fan Forced Draf Fan

IDF Induced draft fan

CPO Crude Palm Oil

PM Preventive Maintenance FTA Fault Tree Analysis RPN Risk Priority Number


(6)

xx

DAFTAR NOTASI

Simbol Keterangan Satuan

t Waktu Jam/s

T Temperatur absolut K

V Volum m3

P Tekanan bar


Dokumen yang terkait

Pengembangan Sistem Pemeliharaan Mesin Dengan Pendekatan Reliability Centered Maintenance (RCM) dan Failure And Mode Effect Analysis (FMEA) Pada Pabrik Kertas Rokok PT. Pusaka Prima Mandiri

11 150 124

Perancangan Preventive Maintenance dengan Menggunakan Metode Reliability Centered Maintenance (RCM) dengan Mengaplikasikan Grey FMEA pada PT. Kharisma Abadi Sejati

26 189 143

Perencanaan Perawatan Mesin-Mesin Produksi Menggunakan Metode RCM (Reliability Centered Maintenance) DI PT Tjita Rimba Djaja

55 194 281

Perancangan Preventive Maintenance Berdasarkan Metode Reliability Centered Maintenance (RCM) pada PT. Sinar Sosro

47 151 150

Studi Pemeliharaan Ketel Uap dengan Metode Reability Centered Maintenance (RCM) Menggunakan Pendekatan Failure Modes And Effects Analysis Fmea pada PTPN V Unit PKS Kebun Lubuk Dalam

0 0 20

Studi Pemeliharaan Ketel Uap dengan Metode Reability Centered Maintenance (RCM) Menggunakan Pendekatan Failure Modes And Effects Analysis Fmea pada PTPN V Unit PKS Kebun Lubuk Dalam

0 0 2

Studi Pemeliharaan Ketel Uap dengan Metode Reability Centered Maintenance (RCM) Menggunakan Pendekatan Failure Modes And Effects Analysis Fmea pada PTPN V Unit PKS Kebun Lubuk Dalam

0 0 4

Studi Pemeliharaan Ketel Uap dengan Metode Reability Centered Maintenance (RCM) Menggunakan Pendekatan Failure Modes And Effects Analysis Fmea pada PTPN V Unit PKS Kebun Lubuk Dalam

0 1 27

Studi Pemeliharaan Ketel Uap dengan Metode Reability Centered Maintenance (RCM) Menggunakan Pendekatan Failure Modes And Effects Analysis Fmea pada PTPN V Unit PKS Kebun Lubuk Dalam

0 0 3

Studi Pemeliharaan Ketel Uap dengan Metode Reability Centered Maintenance (RCM) Menggunakan Pendekatan Failure Modes And Effects Analysis Fmea pada PTPN V Unit PKS Kebun Lubuk Dalam

0 0 4