Policy Paper
Tim Penyusun
Indonesia Climate Change Sectoral Roadmap – ICCSR
Sektor Kelautan dan Perikanan
Penasehat
Prof. Armida S. Alisjahbana, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas
Kepala Editor
U. Hayati Triastuti, Deputi Menteri Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup, Bappenas
Koordinator ICCSR
Edi Effendi Tedjakusuma, Direktur Lingkungan Hidup, Bappenas
Editor
Irving Mintzer, Syamsidar Thamrin, Heiner von Luepke, Tilman Hertz
Laporan Sintesis
Koordinator Penyusun untuk Adaptasi: Djoko Santoso Abi Suroso
Basis Saintiik dan Laporan Sektor
Penyusun: Hamzah Latief, M. Suhardjono Fitrianto
Tim Pendukung Teknis
Chandra Panjiwibowo, Edi Riawan, Hendra Julianto, Leyla Stender, Tom Harrison, Ursula FlossmannKrauss
Tim Administrasi
Altamy Chrysan Arasty, Risnawati, Rinanda Ratna Putri, Siwi Handinah, Wahyu Hidayat, Eko Supriyatno,
Rama Ruchyama, Arlette Naomi, Maika Nurhayati, Rachman
i
ICCSR - SektoR kelautan dan PeRIkanan
uCAPAn TeRimA KAsiH
Dokumen Indonesia Climate Change Sectoral Roadmap (ICCSR) bertujuan untuk memberikan masukan pada
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) periode 2009-2014 berkaitan dengan
perubahan iklim, serta sebagai masukan pada RPJMN berikutnya hingga tahun 2030. Dokumen ini
memberikan arahan detail dalam menghadapi tantangan perubahan iklim di sektor kehutanan, energi,
industri, pertanian, perhubungan, daerah pesisir, sumber daya air, limbah, dan kesehatan. Sudah merupakan
kebijakan dari Bappenas untuk mengakomodasi peluang dan tantangan di sektor-sektor tersebut melalui
perencanaan pembangunan dan koordinasi antara kementerian dan badan terkait secara efektif. Dokumen
ini bersifat dinamis dan akan selalu diperbaharui berdasarkan kebutuhan dan tantangan yang timbul
dalam menghadapi perubahan ikllim di masa mendatang. Perubahan dan penyempurnaan dari dokumen
ini akan dilakukan melalui konsultasi partisipatif antara para pemangku kepentingan.
Penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Ibu Armida S. Alisyahbana selaku Menteri Perencanaan
Pembangunan Nasional/ Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) atas dukungan
yang diberikan. Juga kepada Bapak Paskah Suzetta selaku mantan Menteri Perencanaan Pembangunan
Nasional/ Kepala Bappeanas yang menginisiasi dan member dukungan dalam pembuatan dokumen
ICCSR, serta kepada Deputi Menteri Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup, Bappenas, yang
telah menginisiasikan dan mengkoordinasikan pembuatan dokumen ICCSR ini.
Kepada seluruh anggota komite pengarah, kelompok kerja, dan para pemangku kepentingan di bawah
ini, yang telah memberikan masukan dan saran yang sangat berharga dalam pembuatan dokumen ICCSR
Sektor Kelautan dan Perikanan, dedikasi serta kontribusinya sangat dihargai dan diucapkan terima kasih
setinggi-tingginya:
Komite Pengarah
Deputi Kerjasama Internasional, Kementerian Koordinasi Perekonomian; Sekretaris Menteri, Kementerian
Koordinasi Kesejahteraan Rakyat; Deputi Menteri Bidang Kependudukan, Kesehatan, dan Lingkungan
Hidup, Kementerian Koordinasi Kesejahteraan Rakyat; Sekretaris Jenderal, Kementerian Kelautan dan
Perikanan; Sekretaris Utama, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geoisika; Deputi Bidang Ekonomi,
Deputi Bidang Sarana dan Prasarana, Deputi Bidang Pendanaan Pembangunan, Deputi Bidang Sumber
Daya Manusia dan Kebudayaan, Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah, Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional, dan Kepala Sekretariat Dewan Nasional Perubahan Iklim.
Kelompok Kerja
Kementerian Kelautan dan Perikanan
Gellwyn Yusuf, Subandono Diposaptono, Ida Kusuma Wardhaningsih, Budi Sugianti, M. Eko Rudianto,
Sunaryanto, Toni Ruchima, Umi Windriani, Agus Supangat, Budiasih Erich, Wany Sasmito, Firman. I, T.
iii
ICCSR - SektoR kelautan dan PeRIkanan
Bambang Adi, M Yusron, Setiawan
Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Bappenas
Sriyanti, Yahya R. Hidayat, Bambang Prihartono, Mesdin Kornelis Simarmata, Arum Atmawikarta,
Montty Girianna, Wahyuningsih Darajati, Basah Hernowo, M. Donny Azdan, Budi Hidayat, Anwar Sunari,
Hanan Nugroho, Jadhie Ardajat, Hadiat, Arif Haryana, Tommy Hermawan, Suwarno, Erik Amundito,
Rizal Primana, Nur H. Rahayu, Pungki Widiaryanto, Maraita, Wijaya Wardhana, Rachmat Mulyanda,
Andiyanto Haryoko, Petrus Sumarsono, Maliki
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geoisika
Edvin Aldrian, Dodo Gunawan, Nurhayati, Soetamto, Yunus S, Sunaryo
Universitas dan Profesional
ITB: Safwan Hadi; Dishidros, TNI-AL: Letkol Ir. Trismadi, MSi.
Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh staf Deputi Menteri Bidang Sumber Daya Alam dan
Lingkungan Hidup, Bappenas, yang selalu siap membantu dan menfasilitasi baik dalam hal teknis maupun
administrasi dalam proses penyelesaian dokumen ini.
Pembuatan dokumen ICCSR ini didukung oleh Deutsche Gesellschaft für Technische Zusammenarbeit (GTZ)
melalui Study and Expert Fund for Advisory Services in Climate Protection. Atas dukungan tersebut, penghargaan
serta terima kasih yang setinggi-tingginya diberikan.
iv
ICCSR - SektoR kelautan dan PeRIkanan
Kata Pengantar menteri Perencanaan
Pembangunan nasional/ Kepala Bappenas
Kita telah melihat bahwa dengan kemampuannya yang dapat
mempengaruhi ekosistem dunia, kehidupan populasi manusia dan
pembangunan, perubahan iklim telah menjadi isu kritis paling utama
yang mendapat perhatian serius dari para pembuat kebijakan di seluruh
dunia. Target utamanya adalah untuk mencegah peningkatan suhu
rata-rata global melebihi 2˚C, atau dengan kata lain menurunkan emisi
tahunan seluruh dunia hingga separuh dari kondisi sekarang pada tahun
2050. Kita percaya bahwa upaya ini tentunya membutuhkan respon
international yang solid – aksi kolektif untuk menghindari konlik
antara inisiatif kebijakan nasional dan internasional. Pada saat ekonomi
dunia sedang dalam tahap pemulihan dan negara-negara berkembang
sedang berupaya keras memenuhi kebutuhan dasar rakyatnya, dampak
perubahan iklim telah ikut serta dalam memperburuk kondisi kehidupan manusia. Untuk itu diperlukan
pengintegrasian perubahan iklim sebagai pilar penting dan fokus utama dalam agenda kebijakan
pembangunan yang berkelanjutan.
Kita menyadari bahwa perubahan iklim telah banyak diteliti dan dibahas di seluruh dunia. Berbagai solusi
telah ditawarkan, program-program telah didanai dan kemitraan telah terjalin. Namun di luar itu semua,
emisi karbon masih terus meningkat baik di negara maju maupun di negara berkembang. Karena lokasi
geograisnya, kerentanan Indonesia terhadap dampak negatif perubahan iklim harus menjadi perhatian
yang serius. Kita akan berhadapan, dan sudah terlihat oleh kita beberapa dampak negatif seperti musim
kemarau yang berkepanjangan, banjir, serta meningkatnya intensitas kejadian cuaca ekstrim. Kekayaan
keanekaragaman hayati kita juga berada dalam resiko.
Beberapa pihak yang memilih untuk bersikap diam dalam perdebatan isu perubahan iklim atau
memperlambat upaya penanggulangannya kini telah termarginalisasi oleh kenyataan saintiik yang tidak
terbantahkan. Puluhan tahun penelitian, analisis dan bukti-bukti nyata yang terjadi telah menunjukkan
pada kita bahwa perubahan iklim bukan hanya menjadi isu lingkungan saja, namun juga isu pembangunan
secara menyeluruh karena dampaknya akan terasa di semua sektor kehidupan manusia baik sebagai bangsa
maupun individu.
Sayangnya, kita tidak dapat mencegah atau menghindar dari beberapa dampak negatif perubahan iklim.
Kita dan khususnya Negara-negara maju telah terlalu lama berkontribusi dalam memanaskan bumi ini.
Kita harus bersiap oleh karena itu, untuk beradaptasi terhadap perubahan yang akan terjadi, dan dengan
v
ICCSR - SektoR kelautan dan PeRIkanan
segenap tenaga berusaha untuk memitigasi agar tidak terjadi perubahan lebih lanjut dari iklim global
bumi. Kita telah meratiikasi Protokol Kyoto di masa awal serta berkontribusi aktif dalam negosiasi
perubahan iklim dunia, dengan menjadi tuan rumah pada pelaksanaan Konvensi Para Pihak ke 13 United
Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), yang telah melahirkan Bali Action Plan pada
tahun 2007. Kini, kita mencurahkan perhatian kita pada tantangan untuk mencapai target yang telah
dicanangkan oleh Presiden yaitu penurunan emisi sebesar 26% hingga tahun 2020. Aksi nyata sangat
penting. Namun sebelum melakukan aksi, kita harus siap dengan analisis yang komprehensif, perencanaan
strategis dan penetapan prioritas.
Untuk itu saya mengantarkan dokumen Indonesia Climate Change Sectoral Roadmap, atau disebut ICCSR,
dengan tujuan agar perubahan iklim dapat diintegrasikan ke dalam sistem perencanaan pembangunan
nasional.
Dokumen ICCSR menampilkan visi strategis pada beberapa sektor utama yang terkait perubahan iklim,,
yaitu sektor kehutanan, energi, industri, perhubungan, pertanian, daerah pesisir, sumber daya air, limbah,
dan kesehatan. Dokumen Roadmap ini telah diformulasikan melalui analisis yang komprehensif. Kita
telah melakukan penaksiran kerentanan secara mendalam, penetapan opsi prioritas termasuk peningkatan
kapasitas dan respon strategis, dilengkapi dengan analisis keuangan dan dirangkum dalam perencanaan
aksi yang didukung oleh kementerian-kementerian terkait, mitra strategis dan para donor.
Saya meluncurkan dokumen ICCSR ini dan mengundang Saudara untuk ikut mendukung komitmen dan
kemitraan, serta bekerjasama dalam merealisasikan prioritas pembangunan berkelanjutan yang ramah
iklim serta melindungi populasi kita dari dampak negatif yang ditimbulkan oleh perubahan iklim.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
Prof. Armida S. Alisjahbana
vi
ICCSR - SektoR kelautan dan PeRIkanan
Kata Pengantar dari Deputi menteri Bidang sumber
Daya Alam dan Lingkungan Hidup, Bappenas
Sebagai bagian dari solusi dalam menghadapi perubahan iklim global,
Pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk menurunkan emisi
Gas Rumah Kaca secara nasional hingga 26% dari kondisi dasar dalam
kurun waktu 10 tahun dengan menggunakan sumber pendanaan
dalam negeri, serta penurunan emisi hingga 41% jika ada dukungan
international dalam aksi mitigasi. Dua sektor utama yang berkontribusi
terhadap emisi adalah sektor kehutanan dan energi, terutama dari
kegiatan deforestasi dan pembangkit tenaga listrik, hal ini dikarenakan
oleh sebagian pembangkit yang masih menggunakan bahan bakar tidak
terbarukan seperti minyak bumi dan batubara, yang menjadi bagian dari
intensitas energi kita yang tinggi.
Dengan lokasi geograisnya yang unik, di antara negara-negara di dunia kita termasuk salah satu negara
yang paling rentan terhadap dampak negatif perubahan iklim. Pengukuran terhadap hal ini diperlukan
untuk melindungi masyarakat dari potensi bahaya yang ditimbulkan oleh naiknya permukaan air laut,
banjir, perubahan curah hujan, dan dampak negatif lainnya. Jika upaya adaptasi tidak segera dilakukan,
maka berdasarkan prediksi analisis, Indonesia dapat mengalami kekurangan sumber air, penurunan hasil
pertanian, serta hilangnya atau rusaknya habitat di berbagai ekosistem termasuk di daerah pesisir pantai.
Aksi nasional dibutuhkan baik untuk memitigasi perubahan iklim global maupun untuk mengidentiikasi
upaya-upaya adaptasi yang diperlukan. Hal ini menjadi tujuan utama dari dokumen Indonesia Climate Change
Sectoral Roadmap, ICCSR. Prioritas tertinggi dari aksi-aksi tersebut akan diintegrasikan ke dalam sistem
perencanaan pembangunan nasional. Untuk itu kita telah berupaya membangun konsensus nasional
dan pemahaman mengenai opsi-opsi dalam merespon perubahan iklim. Indonesia Climate Change Sectoral
Roadmap (ICCSR) merepresentasikan komitmen jangka panjang untuk menurunkan emisi dan melakukan
upaya adaptasi serta menunjukkan kesiapan perencanaan program-program yang inovatif dalam upaya
mitigasi dan adaptasi hingga puluhan tahun mendatang.
Deputi Menteri Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
U. Hayati Triastuti
vii
ICCSR - SektoR kelautan dan PeRIkanan
DAFTAR isi
Tim Penyusun
i
Ucapan Terima Kasih
ii
Kata Pengantar dari Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas
iv
Kata Pengantar dari Deputi Menteri Bidang Sumber Daya Alam dan
Lingkungan Hidup, Bappenas
vi
DAFTAR ISI
vii
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR TABEL
xiv
DAFTAR SINGKATAN
xvi
1 PENDAHULUAN
1
1.1 Latar Belakang
1
1.2 Tujuan dan Sasaran
5
1.3 Pendekatan
7
1.3.1 Kerangka Kerja
7
1.3.2 Analisis Saintiik
10
1.3.3 Proses Partisipasi Pemangku Kepentingan
11
2 KONDISI, PERMASALAHAN, DAN TANTANGAN
SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN
12
2.1 Wilayah Kelautan, Interaksi dan Fungsinya
12
2.2 Potensi Sektor Kelautan dan Perikanan
14
2.2.1 Potensi Perikanan
15
2.2.2 Potensi Jasa Kelautan dan Kemaritiman
20
2.3 Kondisi dan Permasalahan Sektor Kelautan dan Perikanan Saat Ini
2.3.1 Kondisi Sektor Kelautan dan Perikanan
24
24
viii
ICCSR - SektoR kelautan dan PeRIkanan
2.3.2 Permasalahan Kelautan dan Perikanan
2.4 Respon Kapasitas terhadap Perubahan Iklim Saat Ini
25
27
2.4.1 Respon Kelembagaan Saat Ini
27
2.4.2 Kerangka Hukum dan Kebijakan Tingkat Nasional Saat Ini
30
2.5 Bahaya Perubahan Iklim terhadap Sektor Kelautan dan Perikanan
32
2.5.1 Kenaikan Temperatur Udara dan Temperatur Permukaan Laut
35
2.5.2 Peningkatan Frekuensi dan Intensitas Kejadian Cuaca Ekstrim
38
2.5.3 Perubahan Pola Curah Hujan dan Limpasan Air Tawar yang Dipicu oleh
Perubahan Pola Variabilitas Iklim
42
2.5.4 Perubahan Pola Sirkulasi Angin dan Arus Laut yang Dipicu
oleh Perubahan Pola Variabilitas Iklim
46
2.5.5 Kenaikan Muka Air Laut
52
2.5.6 Catatan dan Ringkasan Analisis Bahaya
57
2.5.7 Resume Bahaya yang Dipicu oleh Perubahan Iklim di Setiap Wilayah
61
2.5.7.1 Wilayah I Pulau Sumatera dan Sekitarnya
61
2.5.7.2 Wilayah II Pulau Jawa-Madura-Bali dan Sekitarnya
64
2.5.7.3 Wilayah III Kepulauan Nusa Tenggara
67
2.5.7.4 Wilayah IV Pulau Kalimantan dan Sekitarnya
70
2.5.7.5 Wilayah V Pulau Sulawesi dan Sekitarnya
71
2.5.7.6 Wilayah VI Kepulauan Maluku
73
2.5.7.7 Wilayah VII Pulau Papua Bagian Barat dan Sekitarnya
74
2.6 Isu-Isu Strategis Sektor Kelautan dan Perikanan Terkait Perubahan Iklim
76
3 KERENTANAN SEKTOR KELAUTAN DAN
PERIKANAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM
3.1 Elemen dan Parameter Kerentanan Sektor Kelautan dan Perikanan
81
82
ix
ICCSR - SektoR kelautan dan PeRIkanan
3.2
Deskripsi Kuantitatif dan Kualitatif Kerentanan Sektor
Kelautan dan Perikanan di Setiap Wilayah
89
3.2.1 Wilayah I Pulau Sumatera
91
3.2.2 Wilayah II Pulau Jawa-Madura-Bali dan Sekitarnya
92
3.2.3 Wilayah III Kepulauan Nusa Tenggara
93
3.2.4 Wilayah IV Pulau Kalimantan dan Sekitarnya
93
3.2.5 Wilayah V Pulau Sulawesi dan Sekitarnya
94
3.2.6 Wilayah VI Kepulauan Maluku
95
3.2.7 Wilayah VII Pulau Papua Bagian Barat dan sekitarnya
96
4 POTENSI DAMPAK DAN RISIKO PERUBAHAN
IKLIM TERHADAP SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN
4.1 Potensi Dampak
98
98
4.2 Analisis Risiko (Potensi Dampak Secara Kuantitatif) di Setiap Wilayah
102
4.2.1 Wilayah I Pulau Sumatera dan Sekitarnya
104
4.2.2 Wilayah II Pulau Jawa-Bali-Madura dan Sekitarnya
104
4.2.3 Wilayah III Kepulauan Nusa Tenggara
104
4.2.4 Wilayah IV Pulau Kalimantan dan Sekitarnya
105
4.2.5 Wilayah V Pulau Sulawesi dan Sekitarnya
105
4.2.6 Wilayah VI Kepulauan Maluku
105
4.2.7 Wilayah VII Pulau Papua bagian Barat dan Sekitarnya
105
5 ARAHAN DAN TAHAPAN MENDATANG UNTUK
INTEGRASI ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM KE DALAM SEKTOR
KELAUTAN DAN PERIKANAN
106
5.1 Arahan Mendatang Sektor Kelautan dan Perikanan 2010 – 2030
108
5.2 Tahapan Mendatang Sektor Kelautan dan Perikanan tahun 2010–2030
110
5.2.1 Kegiatan Prioritas untuk Adaptasi
110
x
ICCSR - SektoR kelautan dan PeRIkanan
5.2.2 Kegiatan Unggulan untuk Adaptasi
117
5.2.3 Pentahapan Kegiatan Prioritas
118
6 KESIMPULAN
127
DAFTAR PUSTAKA
128
Lampiran I
Pelaksanaan Forum Group Discussion (FGD) dengan Para
Pemangku Kepentingan yang Terkait
Lampiran II
131
Misi-Misi KKP yang Berkaitan Langsung dengan Strategi Adaptasi Perubahan Iklim 132
Lampiran III Deskripsi Kerentanan
133
Lampiran IV Keterkaitan Potensi Dampak dan Strategi Adaptasi
Lampiran V
dengan Bahaya dan Kerentanan Perubahan Iklim
136
Kegiatan Prioritas Beserta Tahapan-Tahapannya
141
xi
ICCSR - SektoR kelautan dan PeRIkanan
DAFTAR GAmBAR
Gambar 1.1
Tren kenaikan permukaan laut global dalam 125 Tahun
7
Gambar 1.2
Posisi Roadmap Perubahan Iklim (RPI) di dalam sistem perencanaan
pembangunan sektor kelautan dan perikanan di tingkat nasional dan di tingkat
daerah
8
Gambar 1.3
Kerangka kerja adaptasi yang disertai dengan mitigasi perubahan iklim
(Diposaptono dkk, 2009)
9
Gambar 2.1
Peta perairan Indonesia berdasarkan UU No. 6 Tahun 1996.
13
Gambar 2.2
Daerah perairan pantai NKRI dan sekitarnya
14
Gambar 2.3
Interaksi-interaksi di daerah perairan pantai (Latief dan Hadi, 2001)
14
Gambar 2.4
Potensi ekonomi yang terkait dengan sektor Kelautan dan Perikanan (Diolah
dari data KKP, 2005)
15
Gambar 2.5
Distribusi daerah upwelling di perairan Indonesia (Nontji, 1993)
13
Gambar 2.6
Keterkaitan antara satu bahaya dengan bahaya lain yang dipicu oleh perubahan
iklim terhadap sektor Kelautan dan Perikanan (diadopsi dari Australian Greenhouse
Ofice, 2005)
17
Gambar 2.7
Tren kenaikan temperatur udara di Jakarta dan Semarang
18
Gambar 2.8
(a) Posisi titik mooring pengukuran TPL, (b) hasil pengukuran (c) Laju kenaikan
TPLuntuk setiap stasion (sumber data: Aldrin, 2008)
21
Gambar 2.9
Tren kenaikan TPL berdasarkan data NOAA OI (Soian, 2009)
22
Gambar 2.10
Tren kenaikan TPL berdasarkan IPCC SRESa1b (IPCC, 2007) menggunakan
model MRI_CGCM3.2 (Soian, 2009)
23
Gambar 2.11
Variasi musiman TPL (garis hitam) dan tren kenaikan TPL (garis biru) serta
temperatur ambang terjadinya pemutihan karang (garis merah)
24
Gambar 2.12
Daerah terjadinya siklon tropis (diarsir merah); siklon ini tidak terjadi di wilayah
Indonesia, tapi imbasnya berupa badai guruh dan angin kencang bisa terasa
(catatan BBU=Belahan Bumi Utara, BBS=Belahan Bumi Selatan)
25
Gambar 2.13
Lintasan siklon tropis di Samudera Hindia (BOM Australia, 2006)
26
Gambar 2.14
Distribusi tinggi gelombang badai sebagai hasil simulasi model di pantai selatan
27
xii
ICCSR - SektoR kelautan dan PeRIkanan
Pulau Jawa (N.S. Ningsih, 2009)
Gambar 2.15
Tinggi gelombang rata-rata pada bulan Januari (a) dan Agustus (b), serta
gelombang maksimum (Soian, 2009)
7
Gambar 2.16
Pola curah hujan di atas wilayah Indonesia: (A) Tipe monsunal, (B) tipe
ekuatorial, (C) tipe lokal (Tjasyono, 1999)
8
Gambar 2.17
Fenomena perubahan pola curah hujan (a) dan temperatur udara (b), di Pulau
Lombok (Hadi, TW., 2008)
9
Gambar 2.18
Siklus tahunan rata-rata curah hujan di Indonesia pada bulan Januari dan
Agustus
13
Gambar 2.19
Pola angin dan suhu permukaan laut rata-rata di Indonesia pada bulan Januari
dan Agustus (Soian, 2009)
14
Gambar 2.20
Distribusi tinggi muka air laut dan pola arus pada bulan Januari dan Agustus.
Tinggi muka air laut dan pola arus adalah rata-rata bulanan selama 7 tahun, dari
tahun 1993 sampai 1999 (Soian, 2009).
14
Gambar 2.21
Distribusi spasial TML dan arus permukaan pada bulan Januari dan Agustus.
TML berdasarkan data altimeter, sedangkan arah dan kecepatan arus merupakan
hasil estimasi model HYCOM (Hybrid Coordinate Ocean Model) (Soian, 2009)
15
Gambar 2.22
Time series altimeter sea level anomaly (TML anomali) (1993 – 2008). TML anomali
turun sampai 20 cm pada periode El Niño kuat, dan naik 20cm pada periode
La Niña kuat (Soian, 2009).
13
Gambar 2.23
Distribusi kloroil-a rata-rata pada bulan Januari dan Agustus, serta pada bulan
Agustus 1997 pada saat terjadi El Nino (Soian, 2009).
Gambar 2.24
Proyeksi kenaikan muka air laut global berdasarkan IPCC SRESa1b (IPCC,
2007) dengan asumsi konsentrasi CO2 sebesar 720ppm (Soian, 2009)
18
Gambar 2.25
Kenaikan TML sampai tahun 2100, relatif terhadap TML pada tahun 2000
(Soian, 2009).
21
Gambar 2.26
Contoh time-series TML data dari beberapa stasiun pasut yang ada di Indonesia
dan sekitarnya (Soian, 2009).
22
Gambar 2.27
Proyeksi kenaikan muka air laut di beberapa lokasi mengggunakan data pasut
yang diperoleh dari University of Hawaii Sea Level Center (UHSLC) (Soian,
2009).
23
Gambar 2.28
Tren kenaikan TML berdasarkan data altimeter dari Januari 1993 sampai
24
17
xiii
ICCSR - SektoR kelautan dan PeRIkanan
Desember 2008 dengan mengggunakan spatial trend analysis (Soian, 2009)
Gambar 2.29
Proyeksi tingkat kenaikan muka air laut di perairan Indonesia berdasarkan
skenario IPCC SRESa1b dengan asumsi konsentrasi CO2 sebesar 750ppm
(Soian, 2009)
7
Gambar 2.30
Estimasi tingkat kenaikan TML di Perairan Indonesia berdasarkan model
dengan penambahan dynamic ice melting pasca IPCC AR4 (Soian,2009)
8
Gambar 2.31
Contoh subsidence akibat Gempa Nias 2005 (Sumber: Danny N.H)
9
Gambar 2.32
Contoh uplift akibat Gempa Nias 2005 (Sumber: Kerry Sieh)
13
Gambar 2.33
Skematisasi bahaya-bahaya yang terkait dengan kenaikan muka laut (dalam hal
ini tsunami tidak diperhitungkan)
14
Gambar 2.34
Peta kisaran pasut di Indonesia
14
Gambar 2.35
Tiga skenario dari penggenangan air laut di pesisir akibat bahaya kenaikan muka
air laut, variabilitas iklim La-Nina, dan gelombang badai yang masing-masing
disertai dengan kejadian air pasang tertinggi perigee
15
Gambar 2.36
Simulasi genangan pesisir di wilayah Sumatra
13
Gambar 2.37
Simulasi genangan pesisir di wilayah Jawa-Madura-Bali
17
Gambar 2.38.
a Simulasi genangan air laut di pesisir utara Jawa Barat (Badan Pengendalian
Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jawa Barat, 2008)
18
Gambar 2.39
Simulasi genangan air laut di pesisir Jakarta Utara (Hadi, dkk., 2009)
21
Gambar 2.40
Simulasi genangan pesisir di wilayah Kepulauan Nusa Tenggara
22
Gambar 2.41
Simulasi genangan pesisir di Pulau Lombok (KLH dan GTZ, 2009)
23
Gambar 2.42
Simulasi genangan pesisir di wilayah Kalimantan dan sekitarnya
24
Gambar 2.43
Simulasi genangan pesisir di wilayah Pulau Sulawesi dan sekitarnya
25
Gambar 2.44
Simulasi genangan pesisir di wilayah Kepulauan Maluku
26
Gambar 2.45
Simulasi genangan pesisir di wilayah Pulau Papua bagian Barat
27
Gambar 3.1
Peta elevasi (ketinggian, topograi) permukaan tanah
28
Gambar 3.2
Peta kelerengan (kemiringan) permukaan tanah
29
Gambar 3.3
Peta sebaran jumlah penduduk
30
xiv
ICCSR - SektoR kelautan dan PeRIkanan
Gambar 3.4
Proporsi data jumlah penduduk Indonesia tahun 2005 (a) dan proyeksinya pada
tahun 2025 (b) (diolah dari data BPS)
7
Gambar 3.5
Peta sebaran kepadatan penduduk
8
Gambar 3.6
Peta kerentanan infrastruktur penting terhadap bahaya kenaikan muka air laut
9
Gambar 3.7
Peta sebaran penggunaan (tutupan) lahan
13
Gambar 3.8
Peta wilayah pengelolaan perikanan (WPP) sebagai proksi potensi perikanan
tangkap di Indonesia (Permen Kelautan dan Perikanan No. 01-MEN-2009)
14
Gambar 3.9
Peta persebaran terumbu karang di dunia (KKP, 2005)
14
Gambar 3.10
Peta persebaran hutan mangrove (warna merah) di Indonesia (KKP, 2005)
15
Gambar 3.11
Peta persebaran padang lamun (warna pink) di Indonesia (KKP, 2005)
13
Gambar 3.12
Peta kerentanan terhadap bahaya kenaikan muka air laut
17
Gambar 4.1
Kerangka kerja kerentanan (USAID, 2009; Daw, et.al., 2009)
18
Gambar 4.2
Skematisasi dampak perubahan iklim pada berbagai sektor/bidang
21
Gambar 4.3
Tiga skenario dari risiko perubahan iklim berupa penggenangan air laut di
pesisir akibat bahaya kenaikan muka air laut, variabilitas iklim La-Nina, dan
gelombang badai yang masing-masing disertai dengan kejadian air pasang
tertinggi perigee
22
Gambar 5.1
Urutan tujuh langkah dalam proses adaptasi perubahan iklim (Diposaptono
dkk, 2009)
23
xv
ICCSR - SektoR kelautan dan PeRIkanan
DAFTAR TABeL
Tabel 2.1
Ekspor Hasil Perikanan Menurut Komoditas Utama
Tabel 2.2
Proyeksi kejadian El-Nino dan La-Nina menggunakan
15
skenario SRES a1b (Sumber: Soian, 2009)
45
Tabel 2.3
Ringkasan bahaya dan proyeksi perubahan iklim
57
Tabel 2.4
Bahaya yang dipicu oleh perubahan iklim di wilayah I
62
Tabel 2.5
Bahaya yang dipicu oleh perubahan iklim di wilayah II
64
Tabel 2.6
Bahaya yang dipicu oleh perubahan iklim di wilayah III
68
Tabel 2.7
Bahaya yang dipicu oleh perubahan iklim di wilayah IV
70
Tabel 2.8
Bahaya yang dipicu oleh perubahan iklim di wilayah V
70
Tabel 2.9
Bahaya yang dipicu oleh perubahan iklim di wilayah VI
73
Tabel 2.10
Bahaya yang dipicu oleh perubahan iklim di wilayah VII
75
Tabel 3.1
Deskripsi elemen dan parameter kerentanan sektor kelautan
dan perikanan terhadap perubahan iklim
Tabel 3.2
83
Elemen dan parameter yang diperhatikan dalam analisis kerentanan
terhadap bahaya penggenangan air laut di pesisir (dicuplik dari Tabel III.1)
89
Tabel 3.3
Kerentanan terhadap perubahan iklim di wilayah I (Sumatra dan sekitarnya)
91
Tabel 3.4
Kerentanan terhadap perubahan iklim di wilayah II (Jawa-Madura-Bali)
92
Tabel 3.5
Kerentanan terhadap perubahan iklim di wilayah III (Nusa Tenggara)
93
Tabel 3.6
Kerentanan terhadap perubahan iklim di wilayah IV (Kalimantan)
94
Tabel 3.7
Kerentanan terhadap perubahan iklim di wilayah V (Sulawesi)
95
Tabel 3.8
Kerentanan terhadap perubahan iklim di wilayah VI (Kepulauan Maluku)
96
Tabel 3.9
Kerentanan terhadap perubahan iklim di wilayah VII (Pulau Papua bag. barat)
97
Tabel 4.1
Potensi Dampak Perubahan Iklim pada Sektor Kelautan dan Perikanan
99
xvi
ICCSR - SektoR kelautan dan PeRIkanan
Tabel 5.1
Sembilan Kegiatan Prioritas untuk adaptasi perubahan iklim
sektor kelautan dan perikanan
Tabel 5.2
110
Penjabaran kegiatan-kegiatan prioritas adaptasi terhadap
perubahan iklim pada sektor kelautan dan perikanan
112
Tabel 5.3.
Lima Kegiatan Unggulan untuk adaptasi perubahan iklim
117
Tabel L.1
Daftar Forum Group Discussion (FGD) yang telah dilaksanakan
131
Tabel L.2
Misi-Misi dari Rencana Strategis KKP Tahun 2005-2009
132
Tabel L.3
Deskripsi kerentanan sektor terhadap perubahan iklim (sumber: KKP, 2005)
133
Tabel L.4
Potensi dampak dan alternatif adaptasi yang terkait secara spesiik
Tabel L.5
dengan bahaya dan kerentanan perubahan iklim
136
Aternatif adaptasi yang hanya terkait dengan kapasitas adaptasi perubahan iklim
140
xvii
ICCSR - SektoR kelautan dan PeRIkanan
DAFTAR sinGKATAn
AMDAL
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
ASEAN.
Association of Southeast Asia Nations
Bappenas
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
Bakosurtanal
Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional
BMKG
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geoisika
BMKT
Barang Muatan Kapal Tenggelam
BOM Australia
Bureau of Meteorology Australia
COREMAP
Coral Reef Rehabilitation and Management Program
CRV
Climate Resilience Village
KKP
Kementerian Kelautan dan Perikanan
DPP
Daerah Perairan Pantai
ENSO
El-Nino Southern Oscillation
FGD
Forum Group Discussion
GRK
Gas Rumah Kaca
GTZ Germany
Deutsche Gesellschaft für Technische Zusammenarbeit
HHWL
Highest High Water Level
IPCC
Intergovernmental Panel on Climate Change
IPCC AR4
Intergovernmental Panel on Climate Change The Fourth
Assessment Report
IPO
Interdecadal Paciic Oscillation
IPTEK
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
ITF
Indonesian Throughlow atau Arus Lintas Indonesia (Arlindo)
KML
Kenaikan Muka Laut atau Sea Level Rise (SLR)
KP3K
Kelautan, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil
KTPL
Kenaikan temperatur air laut
xviii
ICCSR - SektoR kelautan dan PeRIkanan
LAPAN
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional
MCRMP
Marine and Coastal Resource Management Project
MOD
Manado Ocean Declaration
MSL
Mean Sea Level : muka laut rata-rata
MRI_CGCM
Meteorological Research Institute - Coupled General Circulation
Model
NOAA
National Oceanic and Atmospheric Administration
PMEL
Paciic Marine Environmental Laboratory
OTEC
Ocean Thermal Energy Conversion
PEMP
Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir
PKCE
Peningkatan frekuensi dan intensitas Kejadian Cuaca
Ekstrim
PVI-AAM
Perubahan pola Variabilitas Iklim alamiah untuk Pola
Perubahan Angin dan Arus LAut
PVI-CH
Perubahan pola Variabilitas Iklim alamiah untuk pola
perubahan Curah Hujan
RADPI
Rencana Aksi Daerah Perubahan Iklim
RANPI
Rencana Aksi Nasional Perubahan Iklim
PDB
Pendapatan Domestik Bruto
RPI
Roadmap Perubahan Iklim
RPJP
Rencana Pembangunan Jangka Panjang
RPJPN
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
RPJPD
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah
RPJMN
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
RPJMD
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
RPWKP
Rencana Pengelolaan Wilayah Kelautan dan Perikanan
RSWKP
Rencana Strategi Wilayah Kelautan dan Perikanan
xix
ICCSR - SektoR kelautan dan PeRIkanan
RTRN
Rencana Tata Ruang Nasional
RTRD
Rencana Tata Ruang Daerah
RZWKP
Rencana Zonasi Wilayah Kelautan dan Perikanan
SLR
Sea Level Rise atau Kenaikan Muka Laut (KML)
SRES
Special Report on Emissions Scenarios
SS
Storm Surge
SRTM
Shuttle Radar Topography Mission
TML
Tinggi Muka Laut
TPL
Temperatur Permukaan Laut
UNCLOS
United Nations Convention on Law of the Sea
UNHCC
United Nations Framework Convention on Climate Change
UN-ISDR
United Nations - International Strategy for Disaster Reduction
USAID
United States Agency for International Development
USGS
United States Geological Survey
WOC
World Ocean Conference
WPP
Wilayah Potensi Perikanan
WP3K
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
ZEE
Zona Ekonomi Eksklusif
xx
ICCSR - SektoR kelautan dan PeRIkanan
1
PenDAHuLuAn
1
ICCSR - SektoR kelautan dan PeRIkanan
1.1. Latar Belakang
Pemanasan global pada dasarnya merupakan fenomena peningkatan temperatur global dari tahun ke
tahun karena terjadinya efek rumah kaca yang disebabkan oleh meningkatnya emisi gas-gas rumah kaca
seperti karbondioksida (CO2), metana (CH4), dinitrooksida (N2O) dan chlorolurocarbon (CFC) ke
atmosfer bumi.
Telah diketahui radiasi matahari yang sampai ke atmosfer sebagian diteruskan dan diserap oleh bumi dan
sebagian dipantulkan kembali ke atmosfer oleh bumi dalam bentuk radiasi gelombang panjang. Dalam
proses pemantulan tersebut sebagian panas diserap oleh gas-gas rumah kaca sehingga menahan panas
yang keluar dari atmosfer. Efek penyerapan panas oleh gas-gas rumah kaca ini disebut efek rumah
kaca. Akibat efek rumah kaca ini temperatur di permukaan bumi dan atmosfer terus bertambah sampai
mencapai keseimbangan baru. Jumlah panas yang masuk dan keluar atmosfer tidak berubah, tetapi
jumlah panas yang tersimpan di bumi dan atmosfer semakin meningkat dan berperan dalam menaikkan
temperatur bumi (Hadi, dkk, 2009).
Pemanasan global akibat efek rumah kaca mengakibatkan terjadinya ekspansi thermal di laut terutama di
lapisan permukaan (efek sterik) dan mencairnya glasier dan tudung es (ice cap) serta lapisan es (ice sheet) di
kutub, yang mengakibatkan meningkatnya volume lautan serta menaikkan permukaannya. Laporan IPCC
(2007) menyebutkan dalam periode 1961-2003 permukaan laut global naik 1,8 mm (1,3-3,0 mm) pertahun
sementara dari tahun 1993 sampai dengan tahun 2003 laju kenaikannya lebih tinggi yaitu 3,1 mm (2,4-3,8
mm) pertahun. Disini terlihat adanya variabilitas laju kenaikan muka laut jangka panjang. Hasil riset dalam
IPCC AR4 menyatakan ekspansi thermal berkontribusi sekitar 70 % terhadap kenaikan permukaan laut
global dan mencairnya es 30 %. Berkurangnya daerah yang tertutup es akan meningkatkan penyerapan
gelombang pendek sinar matahari oleh daratan dan lautan dan pengurangan releksi oleh permukaan es.
Kondisi ini akan meningkatkan akselerasi pemanasan global yang kembali mencairkan es dan memicu
ekspansi thermal yang akhirnya berdampak pada kenaikan permukaan laut global. Kenaikan temperatur
di Antartika tercatat lebih intensif sejak tahun 1990-an. Hilangnya es sebesar 80 Gt/tahun pada tahun
1990-an bertambah menjadi 130 Gt/tahun sejak tahun 2003. Mencairnya 360 Gt es akan menaikkan
permukaan laut sebesar 1 mm (USGS, 2009 dalam Hadi dkk, 2009). Data ini mengindikasikan adanya
akselerasi dari pemanasan global akibat berkurangnya tutupan es dikutub. Tren kenaikan permukaan laut
global dari tahun 1885 sampai dengan tahun 2000 diperlihatkan pada Gambar I.1. Kenaikan permukaan
laut yang terjadi akibat pemanasan global dapat menggenangi daerah pantai yang landai, daerah rawarawa, mengakibatkan mundurnya garis pantai akibat genangan dan meningkatnya erosi pantai, kerusakan
ekosistem pantai bahkan dapat tenggelamnya pulau-pulau kecil. Di samping itu kenaikan muka air laut
tersebut dapat mengubah pola arus dan gelombang laut.
2
ICCSR - SektoR kelautan dan PeRIkanan
Gambar 1.1 Tren kenaikan permukaan laut global dalam 125 Tahun
(http://rst.gsfc.nasa.gov/Sect16/Sect16_2.html)
Permukaan laut dapat mengalami perubahan dalam jangka waktu yang panjang dan jangka waktu
pendek:
a.
Perubahan permukaan laut jangka panjang
Perubahan permukaan laut jangka panjang disebut juga perubahan sekular. yang dikategorikan menjadi
dua berdasarkan faktor penyebabnya. Perubahan pertama adalah perubahan eustatik atau perubahan
volume air laut, dan yang kedua adalah perubahan lokal. Perubahan lokal ini diantaranya adalah kenaikan
atau penurunan muka tanah atau disebut juga efek isostasi. Efek isostasi ini ada beberapa jenis diantaranya
adalah isostasi thermal akibat perubahan temperatur atau densitas dari interior bumi, isostasi glacio yang
berhubungan dengan keberadaan es, hidro-isostasi yang berhubungan dengan keberadaan air, isostasi
vulkanik akibat ekstrusi magma, isostasi sedimen yang berhubungan dengan deposisi dan erosi.
Adanya patahan yang menyebabkan lempang tektonik naik atau turun dapat mempengaruhi muka laut
dengan pengaruh 1 sampai 3 mm/ tahun. Kompaksi sedimen dapat menyebabkan daratan menjadi
terkompresi, atau subsidence ekstraksi minyak dan air tanah.
Efek eustatik diantaranya adalah perubahan basin laut (ocean basin) akibat pemekaran lantai dasar samudra,
perubahan elevasi lantai dasar samudra, dan sedimentasi di dasar laut. Selain itu perubahan massa air laut
yang merupakan akibat dari melelehnya es di kutub, pelepasan air dari interior bumi, dan pelepasan serta
akumulasi dari reservoir termasuk perubahan eustatik.
b.
Perubahan permukaan laut jangka pendek,
Perubahan permukaan laut jangka pendek dapat terjadi akibat beberapa hal diantaranya adalah pasang
surut laut (pasut), badai (cyclone), dan storm surge. Kenaikan permukaan laut akan bertambah tinggi bila
3
ICCSR - SektoR kelautan dan PeRIkanan
storm surge terjadi bersamaan dengan saat pasang tinggi yang dikenal sebagai storm tide. Perubahan ini
memiliki jangka waktu antara harian sampai mingguan.
Fenomena El Nino dan La Nina juga mempengaruhi muka laut dalam jangka waktu yang pendek. Pada
saat terjadinya El Nino permukaan air laut di perairan Indonesia mengalami penurunan sebaliknya pada
saat La Nina permukaan air laut mengalami kenaikan. Disamping itu banjir pada musim-musim tertentu
juga merupakan variasi musiman yang dapat mempengaruhi muka laut dalam jangka pendek, dimana
terjadi pertambahan runoff dari sungai menuju ke laut dan menambah ketinggian muka laut. Perubahan
ini terjadi dalam kurun waktu musiman sampai tahunan. Selain itu osilasi permukaan laut yang terjadi di
pelabuhan atau di teluk yang dikenal sebagai seiche merupakan faktor yang mempengaruhi permukaan air
laut jangka pendek. Perubahan ini dapat terjadi dalam kurun waktu antara menit sampai jam.
Gempa bumi yang menyebabkan deformasi muka tanah dapat menyebabkan perubahan relatif permukaan
laut. Gempa dapat mengakibatkan penurunan muka tanah (subsidence) dan atau penaikan muka tanah
(uplift), dimana secara relatif mengubah tinggi muka laut terhadap tanah.
Disamping fenomena di atas, pemanasan global juga mempengaruhi secara otomatis pada kenaikan
temperatur udara dan menyebabkan perubahan tekanan atmosfer serta variabel iklim lainnya seperti angin
dan curah hujan. Fenomena–fenomena ini akan memicu sederetan bahaya alam yang berpotensi memberi
tekanan dan menimbulkan dampak terhadap wilayah pesisir. Dampak tersebut semakin diperkuat dengan
meningkatnya elemen-elemen kerentanan di wilayah, pesisir dan laut seperti: ledakan pertumbuhan
penduduk dan problem kemiskinan, eksploitasi sumberdaya secara berlebihan, serta polusi udara dan
perairan.
Perhatian yang serius terhadap dampak perubahan iklim ini perlu dilakukan sejak dini. Meskipun
perubahannya bersifat perlahan-lahan (gradual) namun potensi dampaknya bersifat pasti (very likely) dan
meluas ke seluruh permukaan bumi. Di lain pihak, masyarakat baik yang tinggal maupun yang beraktivitas
di wilayah pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil telah menderita kerugian akibat berbagai bencana alam yang
dipicu oleh perubahan iklim tersebut. Pemukiman, perkantoran tempat bekerja, dan dermaga pelabuhan
semakin sering merasakan dampak genangan banjir rob dan terjangan gelombang badai; para petambak
dan petanai di pesisir telah merasakan semakin tidak teraturnya siklus musim hujan dan kemarau akibat
pengaruh fenomena El-Nino dan La-Nina; para nelayan harus semakin menjauhi pantai dalam upayanya
mencari ikan; dan masih banyak dampak-dampak lain yang ditimbulkannya.
Antisipasi terhadap perubahan iklim pada sektor Kelautan dan Perikanan ini lebih difokuskan untuk
menyiapkan kegiatan-kegiatan adaptasi sebagai upaya untuk mengurangi dampak negatif perubahan iklim
dan mencari peluang untuk memanfaatkan dampak positif melalui berbagai upaya responsif dan terencana
terhadap aspek-aspek sosial budaya, ekonomi, potensi sumberdaya, dan lingkungan isik. Upaya tersebut
dapat disertai dengan kegiatan-kegiatan mitigasi berupa tindakan intervensi manusia melalui IPTEK
untuk mencegah atau memperlambat proses perubahan iklim melalui upaya penurunan emisi dan/atau
peningkatan penyerapan gas-gas rumah kaca (GRK) yang terkait dengan sektor ini, seperti pemeliharaan
4
ICCSR - SektoR kelautan dan PeRIkanan
dan rehabilitasi hutan mangrove serta budidaya rumput laut.
Untuk itulah diperlukan penyusunan roadmap pengarus-utamaan isu perubahan iklim ke dalam perencanaan
pembangunan nasional (selanjutnya disingkat “Roadmap Perubahan Iklim, RPI”) khususnya terhadap
sektor Kelautan dan Perikanan. Kandungan dari RPI ini adalah penentuan arah kebijakan dan kegiatan
yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2010-2014
serta Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) tahun 2010-2030 dengan memperhatikan proyeksi
perubahan iklim global.
1.2. Tujuan dan Sasaran
Tujuan utama dari penyusunan Roadmap Perubahan Iklim (RPI) adalah untuk menentukan kegiatankegiatan prioritas dan unggulan sebagai wujud upaya adaptasi (disertai dengan mitigasi) terhadap perubahan
iklim pada sektor Kelautan dan Perikanan. Kegiatan-kegiatan tersebut akan dijabarkan secara bertahap
agar dapat diarus-utamakan ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 20102014 dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) tahun 2010-2030 yang memperhatikan proyeksi
perubahan iklim global. Posisi RPI di dalam sistem perencanaan pembangunan di tingkat nasional dan di
tingkat daerah dapat dilihat pada Gambar I.2 (dimodiikasi Diposaptono, 2009) berikut.
Gambar 1.2 Posisi Roadmap Perubahan Iklim (RPI) di dalam sistem perencanaan pembangunan sektor
kelautan dan perikanan di tingkat nasional dan di tingkat daerah
5
ICCSR - SektoR kelautan dan PeRIkanan
Gambar I.2 di atas menunjukkan bahwa peran penting dan posisi RPI di tingkat nasional dan daerah,
baik jangka panjang (RPJPN dan RPJPD) maupun jangka menengah (RPJPN dan RPJMD) dan rencana
strategis dan rencana aksi sektor Kelautan dan Perikanan tingkat nasional dan daerah (RANPI dan
RADPI). Selanjutnya RPI ini diimplementasikan dalam bentuk Rencana Tata Ruang Nasional dan Daerah
(RTRN dan RTRD), serta Rencana Strategis Wilayah Kelautan dan Perikanan (RSWKP), Rencana Zonasi
Wilayah Kelautan dan Perikanan (RZWKP), dan Rencana Pengelolaan Wilayah Kelautan dan Perikanan
(RPWKP).
Sasaran dari kegiatan ini adalah:
1. Mengidentiikasi kondisi dan problema pada saat ini serta tantangan di masa datang dari sektor
Kelautan dan Perikanan berupa bahaya yang dipicu oleh perubahan iklim, elemen-elemen kerentanan
berdasarkan bahaya yang telah diidentiikasi dan mengenalisis potensi dampak dan gambaran risiko
akibat bahaya dan kerentanan yang telah dikenali.
2. Merumuskan arah strategi dan pentahapan integrasi adaptasi perubahan iklim terhadap sektor
Kelautan dan Perikanan yang meliputi beberapa hal yaitu:
a. Arah strategi pembangunan jangka panjang (periode tahun 2010-2030),
b. Integrasi kebijakan dan kegiatan ke dalam tahapan pembangunan jangka menengah (periode lima
tahunan), dan
c. Isu-isu lintas sektoral.
1.3. Pendekatan
Kegiatan-kegiatan adaptasi serta mitigasi perubahan iklim tersebut secara umum disusun melalui kombinasi
dua proses yang berlawanan arah yaitu:
1.
Proses top-down yaitu dengan analisis dan kajian saintiik, serta
2.
Proses bottom-up yaitu dengan partisipasi dari para pemangku kepentingan yang berkaitan dengan
sektor ini.
Pembahasan mengenai kedua proses tersebut akan didahului dengan penjelasan tentang kerangka kerja
(framework) penyusunan roadmap perubahan iklim ini.
6
ICCSR - SektoR kelautan dan PeRIkanan
1.3.1. Kerangka Kerja
Adaptasi perubahan iklim merujuk pada upaya intervensi sebagai respon terhadap perubahan iklim yang
sedang dan akan terjadi, yang didesain untuk mengurangi risiko dan potensi dampak terhadap komunitas
dan ekosistem, dan berusaha untuk mengeksploitasi peluang yang dapat menguntungkan yang diakibatkan
oleh perubahan iklim. Upaya yang dilakukan adalah tindakan penyesuaian pada individu atau kelompok
baik yang bersifat reaktif maupun antisipatif untuk menghadapinya. Pada dasarnya upaya ini dimaksudkan
untuk mengurangi tingkat kerentanan dengan cara:
•
mengurangi keterpaparan dan sensitivitas sosial-ekonomi dan lingkungan
•
menguatkan daya tahan dan kapasitas pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam
menghadapi bahaya-bahaya tersebut.
Sedangkan mitigasi perubahan iklim adalah upaya intervensi antropogenik di dalam sistem iklim yang
didesain untuk mereduksi gaya-gaya antropogenik dari sistem iklim yang menyebabkan pemanasan
global dengan cara mengurangi emisi gas-gas rumah kaca dari sumbernya dan meningkatkan kemampuan
alam dalam menyerap emisi tersebut. Strategi adaptasi yang disertai dengan mitigasi inilah yang perlu
diarusutamakan ke dalam perencanaan pembangunan nasional baik jangka menengah maupun jangka
panjang.
Diposaptono dkk (2009) mengajukan suatu kerangka kerja untuk mengkaji dan menyusun konsep adaptasi
dan mitigasi perubahan iklim seperti pada Gambar I.3.
Gambar 1.3 Kerangka kerja adaptasi yang disertai dengan mitigasi perubahan iklim
(Diposaptono dkk, 2009)
7
ICCSR - SektoR kelautan dan PeRIkanan
Secara konseptual kerangka kerja adaptasi yang disertai dengan mitigasi perubahan iklim setidaknya terdiri
dari (7) tujuh langkah yang bersifat siklus (Gambar I.3), yaitu:
(1) Kajian variabilitas iklim dan dan bahaya-bahaya yang dipicu oleh perubahan iklim serta dampak
yang ditumbulkannya,
(2) Kajian tekanan lainnya seperti aktivitas manusia,
(3) Penyajian informasi (fakta) dan penyadaran atas adanya perubahan iklim dan lingkungan, baik yang
dipicu oleh perubahan iklim maupun oleh aktivitas manusia,
(4) Desain perencanaan meliputi kriteria kebijakan dan arah pembangunan serta identiikasi pilihanpilihan aksi adaptasi dan mitigasi,
(5) Mengimplementasikan aksi adaptasi dan mitigasi,
(6) Memonitor dan mengevaluasi hasil implementasi aksi adaptasi dan memitigasi,
(7) Dari hasil monitoring dan evaluasi, selanjutnya didesain suatu manajemen penanganan dan
pengelolaan dengan: (i) pendekatan adaptasi untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh
tekanan perubahan iklim dan tekanan lainnya; (ii) pendekatan mitigasi dengan mengurangi emisi
gas rumah kaca dan meningkatkan penyerapan gas-gas rumah kaca.
Konsep tersebut diwujudkan di dalam struktur laporan sebagaimana terlihat pada Tabel I.1.
Tabel 1.1 Struktur laporan berdasarkan kerangka kerja Gambar I.3
No
Butir
Deskripsi
Bab
1
Pengenalan dan
pendekatan masalah
Pendekatan kajian; kondisi dan permasalahan; respon kapasitas
pada saat ini; serta tantangan ke depan; isu-isu strategis yang
diharapkan akan dikaji sebagai dasar utama perumusan kebijakan
dan kegiatan
I, II
2
Identiikasi bahaya
perubahan iklim
Perubahan lingkungan isik yang dipicu oleh pemanasan global;
kondisi saat ini dan proyeksi hingga tahun 2030; dan bahaya lain
yang bisa timbul sebagai konsekuensi perubahan isik tersebut
II
3
Identiikasi elemen dan
parameter kerentanan
Keterpaparan; sensitivitas; dan kapasitas adaptasi terhadap bahaya
perubahan iklim (UN-ISDR, 2004)
III
4
Identiikasi potensi
dampak dan risiko
Potensi dampak dan risiko diperoleh dari analisis bahaya dan
kerentanan
IV
5
Identiikasi alternatifalternatif strategi adaptasi
dan penentuan kegiatankegiatan adaptasi
Alternatif-alternatif strategi adaptasi diperoleh dari potensipotensi dampak dan isu-isu strategis; pemilihan strategi
adaptasi yang selaras dengan strategi pembangunan nasional;
pengelompokan strategi menjadi kegiatan prioritas adaptasi;
pengerucutan kegiatan prioritas menjadi kegiatan unggulan;
pentahapan kegiatan adaptasi selama lima tahunan (2010-2030)
V
8
ICCSR - SektoR kelautan dan PeRIkanan
Dalam konteks kewilayahan dimana Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas, pengkajian
dan penyusunan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim ini diimplementasikan pada tujuh wilayah
pembangunan nasional yang telah ditetapkan oleh Bappenas, yaitu:
(1) Sumatra dan sekitarnya,
(2) Jawa-Madura-Bali dan sekitarnya,
(3) Nusa Tenggara,
(4) Kalimantan dan sekitarnya,
(5) Sulawesi dan sekitarnya,
(6) Maluku,
(7) Papua bagian Barat dan sekitarnya.
Penerapan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim juga memperhatikan adanya klaster-klaster di dalam
sektor sektor kelautan dan perikanan, antara lain:
•
Tujuh Jasa Kelautan dan Perikanan, yaitu: (1) Perhubungan Laut, (2) Industri Maritim, (3)
Perikanan, (4) Wisata Bahari, (5) Energi Kelautan dan Sumber-daya Mineral, (6) Bangunan Laut,
(7) Jasa Kelautan
•
Sebelas Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP), yaitu: (1) WPP-571: Selat Malaka dan Laut
Andaman; (2) WPP-572: Samudra Hindia sebelah barat Sumatra dan Selat Sunda; (3)
WPP-573: Samudra Hindia sebelah selatan Jawa hingga sebelah selatan Nusa Tenggara, Laut
Sawu, Laut Timor bagian barat; (4) WPP-711: Selat Karimata, L. Natuna, L. Cina Selatan; (5)
WPP-712: Laut Jawa; (6) WPP-713: Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores, Laut Bali; (7) WPP714: Teluk Tolo dan Laut Banda; (8) WPP-715: Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera,
Laut Seram, Teluk Berau; (9) WPP-716: Laut Sulawesi, sebelah utara Pulau Halmahera; (10)
WPP-717: Teluk Cendra-wasih, Samudra Pasiik; (11) WPP-718: Laut Aru, Laut Arafuru, Laut
Timor bagian timur.
•
Sembilan Klaster Perikanan Budidaya, yaitu: (1) Serang, Banten; (2) Sumenep, Jawa Timur; (3)
Dompu, NTT; (4) Sumba Timur, NTB; (5) Pangkep, Sulawesi Selatan; (6) Gorontalo, (7) Teluk
Tomini, Sulawesi Tengah; (8) Mamuju, Sula-wesi Barat; dan (9) Karimun di Riau Kepulauan.
•
Klaster-klaster secara isik yang terkait dengan bahaya perubahan iklim.
9
ICCSR - SektoR kelautan dan PeRIkanan
1.3.2. Analisis Saintifik
Analisis saintiik dilakukan dengan pengumpulan, analisis dan sintesis terhadap berbagai data dan
informasi (dokumen, konsultasi, diskusi) yang lebih diperinci sebagai berikut:
• Data dan informasi yang bersifat internal diperoleh melalui diskusi intern dengan sub-tim basis
saintiik dan sektor-sektor lainnya;
• Data dan informasi yang bersifat nasional diperoleh melalui penelusuran dokumen dan peta-peta di
berbagai instansi yang berkaitan seperti KKP, Bakosurtanal, BMKG, dan LAPAN;
• Data dan informasi yang bersifat internasional yaitu berupa dokumen-dokumen kajian dan laporan
dari lembaga seperti IPCC, UNHCC, USGS, dan sebagainya yang diperoleh melalui internet dan
diskusi dengan seorang pakar perubahan iklim, yaitu Dr. Irving Mintzer pada bulan Maret 2009.
Data dan informasi tersebut kemudian dianalisis dengan tiga jenis analisis yaitu:
• Analisis dasar saintiik (scientiic basis) terhadap data-data meteorologi dan oseanograi yang bertujuan
untuk menyajikan informasi potensi bahaya yang dipicu oleh perubahan iklim. Hasil analisis ini akan
disajikan pada Bab II.
• Analisis kerentanan dan potensi dampak dimaksudkan untuk menyajikan informasi faktor-faktor apa
saja yang menimbulkan kerentanan dan potensi dampak di wilayah pesisir dan perairan Indonesia
terhadap perubahan iklim. Hasil-hasil analisis ini akan disajikan berturut-turut pada Bab III dan Bab
IV.
• Analisis strategi dan penentuan kegiatan-kegiatan adaptasi perubahan iklim. Hasil analisis ini akan
dideskripsikan pada Bab V.
1.3.3 Proses Partisipasi Pemangku Kepentingan
Partisipasi pemangku kepentingan diikutsertakan dalam proses penyusunan RPI ini melalui beberapa cara
diantaranya:
• Konsultasi dan diskusi dengan pejabat, peneliti dan pakar dari instansi terkait
• Partisipasi tidak langsung melalui situs internet KKP (www.KKP.go.id), yaitu diperolehnya dokumen
Rencana Strategis KKP tahun 2005 – 2009
• Penyelenggaraan Forum Group Discussion (FGD), Pra-FGD serta rapat-rapat koordinasi dengan
KKP dan instansi terkait yang telah dilaksanakan sebanyak 14 (empat belas) kali, baik di Bappenas
maupun di KKP (lihat Lampiran I).
10
ICCSR - SektoR kelautan dan PeRIkanan
2
KOnDisi,
PeRmAsALAHAn, DAn
TAnTAnGAn seKTOR
KeLAuTAn DAn
PeRiKAnAn
11
ICCSR - SektoR kelautan dan PeRIkanan
Sektor Kelautan dan Perikanan melingkupi aspek kewilayahan, lingkungan dan potensinya. Permasalahan
yang dihadapi sektor mencakup masalah internal sektor dan masalah eksternal dengan lintas sektor yang
terkait, serta respon kapasitas dalam bentuk kebijakan-kebijakan dalam mengantisipasi perubahan iklim.
Adapun pembahasan mengenai tantangan sektor ini diwujudkan berupa kajian bahaya, kerentanan serta
dampak perubahan iklim dan upaya adaptasi
Indonesia Climate Change Sectoral Roadmap – ICCSR
Sektor Kelautan dan Perikanan
Penasehat
Prof. Armida S. Alisjahbana, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas
Kepala Editor
U. Hayati Triastuti, Deputi Menteri Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup, Bappenas
Koordinator ICCSR
Edi Effendi Tedjakusuma, Direktur Lingkungan Hidup, Bappenas
Editor
Irving Mintzer, Syamsidar Thamrin, Heiner von Luepke, Tilman Hertz
Laporan Sintesis
Koordinator Penyusun untuk Adaptasi: Djoko Santoso Abi Suroso
Basis Saintiik dan Laporan Sektor
Penyusun: Hamzah Latief, M. Suhardjono Fitrianto
Tim Pendukung Teknis
Chandra Panjiwibowo, Edi Riawan, Hendra Julianto, Leyla Stender, Tom Harrison, Ursula FlossmannKrauss
Tim Administrasi
Altamy Chrysan Arasty, Risnawati, Rinanda Ratna Putri, Siwi Handinah, Wahyu Hidayat, Eko Supriyatno,
Rama Ruchyama, Arlette Naomi, Maika Nurhayati, Rachman
i
ICCSR - SektoR kelautan dan PeRIkanan
uCAPAn TeRimA KAsiH
Dokumen Indonesia Climate Change Sectoral Roadmap (ICCSR) bertujuan untuk memberikan masukan pada
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) periode 2009-2014 berkaitan dengan
perubahan iklim, serta sebagai masukan pada RPJMN berikutnya hingga tahun 2030. Dokumen ini
memberikan arahan detail dalam menghadapi tantangan perubahan iklim di sektor kehutanan, energi,
industri, pertanian, perhubungan, daerah pesisir, sumber daya air, limbah, dan kesehatan. Sudah merupakan
kebijakan dari Bappenas untuk mengakomodasi peluang dan tantangan di sektor-sektor tersebut melalui
perencanaan pembangunan dan koordinasi antara kementerian dan badan terkait secara efektif. Dokumen
ini bersifat dinamis dan akan selalu diperbaharui berdasarkan kebutuhan dan tantangan yang timbul
dalam menghadapi perubahan ikllim di masa mendatang. Perubahan dan penyempurnaan dari dokumen
ini akan dilakukan melalui konsultasi partisipatif antara para pemangku kepentingan.
Penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Ibu Armida S. Alisyahbana selaku Menteri Perencanaan
Pembangunan Nasional/ Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) atas dukungan
yang diberikan. Juga kepada Bapak Paskah Suzetta selaku mantan Menteri Perencanaan Pembangunan
Nasional/ Kepala Bappeanas yang menginisiasi dan member dukungan dalam pembuatan dokumen
ICCSR, serta kepada Deputi Menteri Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup, Bappenas, yang
telah menginisiasikan dan mengkoordinasikan pembuatan dokumen ICCSR ini.
Kepada seluruh anggota komite pengarah, kelompok kerja, dan para pemangku kepentingan di bawah
ini, yang telah memberikan masukan dan saran yang sangat berharga dalam pembuatan dokumen ICCSR
Sektor Kelautan dan Perikanan, dedikasi serta kontribusinya sangat dihargai dan diucapkan terima kasih
setinggi-tingginya:
Komite Pengarah
Deputi Kerjasama Internasional, Kementerian Koordinasi Perekonomian; Sekretaris Menteri, Kementerian
Koordinasi Kesejahteraan Rakyat; Deputi Menteri Bidang Kependudukan, Kesehatan, dan Lingkungan
Hidup, Kementerian Koordinasi Kesejahteraan Rakyat; Sekretaris Jenderal, Kementerian Kelautan dan
Perikanan; Sekretaris Utama, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geoisika; Deputi Bidang Ekonomi,
Deputi Bidang Sarana dan Prasarana, Deputi Bidang Pendanaan Pembangunan, Deputi Bidang Sumber
Daya Manusia dan Kebudayaan, Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah, Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional, dan Kepala Sekretariat Dewan Nasional Perubahan Iklim.
Kelompok Kerja
Kementerian Kelautan dan Perikanan
Gellwyn Yusuf, Subandono Diposaptono, Ida Kusuma Wardhaningsih, Budi Sugianti, M. Eko Rudianto,
Sunaryanto, Toni Ruchima, Umi Windriani, Agus Supangat, Budiasih Erich, Wany Sasmito, Firman. I, T.
iii
ICCSR - SektoR kelautan dan PeRIkanan
Bambang Adi, M Yusron, Setiawan
Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Bappenas
Sriyanti, Yahya R. Hidayat, Bambang Prihartono, Mesdin Kornelis Simarmata, Arum Atmawikarta,
Montty Girianna, Wahyuningsih Darajati, Basah Hernowo, M. Donny Azdan, Budi Hidayat, Anwar Sunari,
Hanan Nugroho, Jadhie Ardajat, Hadiat, Arif Haryana, Tommy Hermawan, Suwarno, Erik Amundito,
Rizal Primana, Nur H. Rahayu, Pungki Widiaryanto, Maraita, Wijaya Wardhana, Rachmat Mulyanda,
Andiyanto Haryoko, Petrus Sumarsono, Maliki
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geoisika
Edvin Aldrian, Dodo Gunawan, Nurhayati, Soetamto, Yunus S, Sunaryo
Universitas dan Profesional
ITB: Safwan Hadi; Dishidros, TNI-AL: Letkol Ir. Trismadi, MSi.
Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh staf Deputi Menteri Bidang Sumber Daya Alam dan
Lingkungan Hidup, Bappenas, yang selalu siap membantu dan menfasilitasi baik dalam hal teknis maupun
administrasi dalam proses penyelesaian dokumen ini.
Pembuatan dokumen ICCSR ini didukung oleh Deutsche Gesellschaft für Technische Zusammenarbeit (GTZ)
melalui Study and Expert Fund for Advisory Services in Climate Protection. Atas dukungan tersebut, penghargaan
serta terima kasih yang setinggi-tingginya diberikan.
iv
ICCSR - SektoR kelautan dan PeRIkanan
Kata Pengantar menteri Perencanaan
Pembangunan nasional/ Kepala Bappenas
Kita telah melihat bahwa dengan kemampuannya yang dapat
mempengaruhi ekosistem dunia, kehidupan populasi manusia dan
pembangunan, perubahan iklim telah menjadi isu kritis paling utama
yang mendapat perhatian serius dari para pembuat kebijakan di seluruh
dunia. Target utamanya adalah untuk mencegah peningkatan suhu
rata-rata global melebihi 2˚C, atau dengan kata lain menurunkan emisi
tahunan seluruh dunia hingga separuh dari kondisi sekarang pada tahun
2050. Kita percaya bahwa upaya ini tentunya membutuhkan respon
international yang solid – aksi kolektif untuk menghindari konlik
antara inisiatif kebijakan nasional dan internasional. Pada saat ekonomi
dunia sedang dalam tahap pemulihan dan negara-negara berkembang
sedang berupaya keras memenuhi kebutuhan dasar rakyatnya, dampak
perubahan iklim telah ikut serta dalam memperburuk kondisi kehidupan manusia. Untuk itu diperlukan
pengintegrasian perubahan iklim sebagai pilar penting dan fokus utama dalam agenda kebijakan
pembangunan yang berkelanjutan.
Kita menyadari bahwa perubahan iklim telah banyak diteliti dan dibahas di seluruh dunia. Berbagai solusi
telah ditawarkan, program-program telah didanai dan kemitraan telah terjalin. Namun di luar itu semua,
emisi karbon masih terus meningkat baik di negara maju maupun di negara berkembang. Karena lokasi
geograisnya, kerentanan Indonesia terhadap dampak negatif perubahan iklim harus menjadi perhatian
yang serius. Kita akan berhadapan, dan sudah terlihat oleh kita beberapa dampak negatif seperti musim
kemarau yang berkepanjangan, banjir, serta meningkatnya intensitas kejadian cuaca ekstrim. Kekayaan
keanekaragaman hayati kita juga berada dalam resiko.
Beberapa pihak yang memilih untuk bersikap diam dalam perdebatan isu perubahan iklim atau
memperlambat upaya penanggulangannya kini telah termarginalisasi oleh kenyataan saintiik yang tidak
terbantahkan. Puluhan tahun penelitian, analisis dan bukti-bukti nyata yang terjadi telah menunjukkan
pada kita bahwa perubahan iklim bukan hanya menjadi isu lingkungan saja, namun juga isu pembangunan
secara menyeluruh karena dampaknya akan terasa di semua sektor kehidupan manusia baik sebagai bangsa
maupun individu.
Sayangnya, kita tidak dapat mencegah atau menghindar dari beberapa dampak negatif perubahan iklim.
Kita dan khususnya Negara-negara maju telah terlalu lama berkontribusi dalam memanaskan bumi ini.
Kita harus bersiap oleh karena itu, untuk beradaptasi terhadap perubahan yang akan terjadi, dan dengan
v
ICCSR - SektoR kelautan dan PeRIkanan
segenap tenaga berusaha untuk memitigasi agar tidak terjadi perubahan lebih lanjut dari iklim global
bumi. Kita telah meratiikasi Protokol Kyoto di masa awal serta berkontribusi aktif dalam negosiasi
perubahan iklim dunia, dengan menjadi tuan rumah pada pelaksanaan Konvensi Para Pihak ke 13 United
Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), yang telah melahirkan Bali Action Plan pada
tahun 2007. Kini, kita mencurahkan perhatian kita pada tantangan untuk mencapai target yang telah
dicanangkan oleh Presiden yaitu penurunan emisi sebesar 26% hingga tahun 2020. Aksi nyata sangat
penting. Namun sebelum melakukan aksi, kita harus siap dengan analisis yang komprehensif, perencanaan
strategis dan penetapan prioritas.
Untuk itu saya mengantarkan dokumen Indonesia Climate Change Sectoral Roadmap, atau disebut ICCSR,
dengan tujuan agar perubahan iklim dapat diintegrasikan ke dalam sistem perencanaan pembangunan
nasional.
Dokumen ICCSR menampilkan visi strategis pada beberapa sektor utama yang terkait perubahan iklim,,
yaitu sektor kehutanan, energi, industri, perhubungan, pertanian, daerah pesisir, sumber daya air, limbah,
dan kesehatan. Dokumen Roadmap ini telah diformulasikan melalui analisis yang komprehensif. Kita
telah melakukan penaksiran kerentanan secara mendalam, penetapan opsi prioritas termasuk peningkatan
kapasitas dan respon strategis, dilengkapi dengan analisis keuangan dan dirangkum dalam perencanaan
aksi yang didukung oleh kementerian-kementerian terkait, mitra strategis dan para donor.
Saya meluncurkan dokumen ICCSR ini dan mengundang Saudara untuk ikut mendukung komitmen dan
kemitraan, serta bekerjasama dalam merealisasikan prioritas pembangunan berkelanjutan yang ramah
iklim serta melindungi populasi kita dari dampak negatif yang ditimbulkan oleh perubahan iklim.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
Prof. Armida S. Alisjahbana
vi
ICCSR - SektoR kelautan dan PeRIkanan
Kata Pengantar dari Deputi menteri Bidang sumber
Daya Alam dan Lingkungan Hidup, Bappenas
Sebagai bagian dari solusi dalam menghadapi perubahan iklim global,
Pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk menurunkan emisi
Gas Rumah Kaca secara nasional hingga 26% dari kondisi dasar dalam
kurun waktu 10 tahun dengan menggunakan sumber pendanaan
dalam negeri, serta penurunan emisi hingga 41% jika ada dukungan
international dalam aksi mitigasi. Dua sektor utama yang berkontribusi
terhadap emisi adalah sektor kehutanan dan energi, terutama dari
kegiatan deforestasi dan pembangkit tenaga listrik, hal ini dikarenakan
oleh sebagian pembangkit yang masih menggunakan bahan bakar tidak
terbarukan seperti minyak bumi dan batubara, yang menjadi bagian dari
intensitas energi kita yang tinggi.
Dengan lokasi geograisnya yang unik, di antara negara-negara di dunia kita termasuk salah satu negara
yang paling rentan terhadap dampak negatif perubahan iklim. Pengukuran terhadap hal ini diperlukan
untuk melindungi masyarakat dari potensi bahaya yang ditimbulkan oleh naiknya permukaan air laut,
banjir, perubahan curah hujan, dan dampak negatif lainnya. Jika upaya adaptasi tidak segera dilakukan,
maka berdasarkan prediksi analisis, Indonesia dapat mengalami kekurangan sumber air, penurunan hasil
pertanian, serta hilangnya atau rusaknya habitat di berbagai ekosistem termasuk di daerah pesisir pantai.
Aksi nasional dibutuhkan baik untuk memitigasi perubahan iklim global maupun untuk mengidentiikasi
upaya-upaya adaptasi yang diperlukan. Hal ini menjadi tujuan utama dari dokumen Indonesia Climate Change
Sectoral Roadmap, ICCSR. Prioritas tertinggi dari aksi-aksi tersebut akan diintegrasikan ke dalam sistem
perencanaan pembangunan nasional. Untuk itu kita telah berupaya membangun konsensus nasional
dan pemahaman mengenai opsi-opsi dalam merespon perubahan iklim. Indonesia Climate Change Sectoral
Roadmap (ICCSR) merepresentasikan komitmen jangka panjang untuk menurunkan emisi dan melakukan
upaya adaptasi serta menunjukkan kesiapan perencanaan program-program yang inovatif dalam upaya
mitigasi dan adaptasi hingga puluhan tahun mendatang.
Deputi Menteri Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
U. Hayati Triastuti
vii
ICCSR - SektoR kelautan dan PeRIkanan
DAFTAR isi
Tim Penyusun
i
Ucapan Terima Kasih
ii
Kata Pengantar dari Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas
iv
Kata Pengantar dari Deputi Menteri Bidang Sumber Daya Alam dan
Lingkungan Hidup, Bappenas
vi
DAFTAR ISI
vii
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR TABEL
xiv
DAFTAR SINGKATAN
xvi
1 PENDAHULUAN
1
1.1 Latar Belakang
1
1.2 Tujuan dan Sasaran
5
1.3 Pendekatan
7
1.3.1 Kerangka Kerja
7
1.3.2 Analisis Saintiik
10
1.3.3 Proses Partisipasi Pemangku Kepentingan
11
2 KONDISI, PERMASALAHAN, DAN TANTANGAN
SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN
12
2.1 Wilayah Kelautan, Interaksi dan Fungsinya
12
2.2 Potensi Sektor Kelautan dan Perikanan
14
2.2.1 Potensi Perikanan
15
2.2.2 Potensi Jasa Kelautan dan Kemaritiman
20
2.3 Kondisi dan Permasalahan Sektor Kelautan dan Perikanan Saat Ini
2.3.1 Kondisi Sektor Kelautan dan Perikanan
24
24
viii
ICCSR - SektoR kelautan dan PeRIkanan
2.3.2 Permasalahan Kelautan dan Perikanan
2.4 Respon Kapasitas terhadap Perubahan Iklim Saat Ini
25
27
2.4.1 Respon Kelembagaan Saat Ini
27
2.4.2 Kerangka Hukum dan Kebijakan Tingkat Nasional Saat Ini
30
2.5 Bahaya Perubahan Iklim terhadap Sektor Kelautan dan Perikanan
32
2.5.1 Kenaikan Temperatur Udara dan Temperatur Permukaan Laut
35
2.5.2 Peningkatan Frekuensi dan Intensitas Kejadian Cuaca Ekstrim
38
2.5.3 Perubahan Pola Curah Hujan dan Limpasan Air Tawar yang Dipicu oleh
Perubahan Pola Variabilitas Iklim
42
2.5.4 Perubahan Pola Sirkulasi Angin dan Arus Laut yang Dipicu
oleh Perubahan Pola Variabilitas Iklim
46
2.5.5 Kenaikan Muka Air Laut
52
2.5.6 Catatan dan Ringkasan Analisis Bahaya
57
2.5.7 Resume Bahaya yang Dipicu oleh Perubahan Iklim di Setiap Wilayah
61
2.5.7.1 Wilayah I Pulau Sumatera dan Sekitarnya
61
2.5.7.2 Wilayah II Pulau Jawa-Madura-Bali dan Sekitarnya
64
2.5.7.3 Wilayah III Kepulauan Nusa Tenggara
67
2.5.7.4 Wilayah IV Pulau Kalimantan dan Sekitarnya
70
2.5.7.5 Wilayah V Pulau Sulawesi dan Sekitarnya
71
2.5.7.6 Wilayah VI Kepulauan Maluku
73
2.5.7.7 Wilayah VII Pulau Papua Bagian Barat dan Sekitarnya
74
2.6 Isu-Isu Strategis Sektor Kelautan dan Perikanan Terkait Perubahan Iklim
76
3 KERENTANAN SEKTOR KELAUTAN DAN
PERIKANAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM
3.1 Elemen dan Parameter Kerentanan Sektor Kelautan dan Perikanan
81
82
ix
ICCSR - SektoR kelautan dan PeRIkanan
3.2
Deskripsi Kuantitatif dan Kualitatif Kerentanan Sektor
Kelautan dan Perikanan di Setiap Wilayah
89
3.2.1 Wilayah I Pulau Sumatera
91
3.2.2 Wilayah II Pulau Jawa-Madura-Bali dan Sekitarnya
92
3.2.3 Wilayah III Kepulauan Nusa Tenggara
93
3.2.4 Wilayah IV Pulau Kalimantan dan Sekitarnya
93
3.2.5 Wilayah V Pulau Sulawesi dan Sekitarnya
94
3.2.6 Wilayah VI Kepulauan Maluku
95
3.2.7 Wilayah VII Pulau Papua Bagian Barat dan sekitarnya
96
4 POTENSI DAMPAK DAN RISIKO PERUBAHAN
IKLIM TERHADAP SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN
4.1 Potensi Dampak
98
98
4.2 Analisis Risiko (Potensi Dampak Secara Kuantitatif) di Setiap Wilayah
102
4.2.1 Wilayah I Pulau Sumatera dan Sekitarnya
104
4.2.2 Wilayah II Pulau Jawa-Bali-Madura dan Sekitarnya
104
4.2.3 Wilayah III Kepulauan Nusa Tenggara
104
4.2.4 Wilayah IV Pulau Kalimantan dan Sekitarnya
105
4.2.5 Wilayah V Pulau Sulawesi dan Sekitarnya
105
4.2.6 Wilayah VI Kepulauan Maluku
105
4.2.7 Wilayah VII Pulau Papua bagian Barat dan Sekitarnya
105
5 ARAHAN DAN TAHAPAN MENDATANG UNTUK
INTEGRASI ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM KE DALAM SEKTOR
KELAUTAN DAN PERIKANAN
106
5.1 Arahan Mendatang Sektor Kelautan dan Perikanan 2010 – 2030
108
5.2 Tahapan Mendatang Sektor Kelautan dan Perikanan tahun 2010–2030
110
5.2.1 Kegiatan Prioritas untuk Adaptasi
110
x
ICCSR - SektoR kelautan dan PeRIkanan
5.2.2 Kegiatan Unggulan untuk Adaptasi
117
5.2.3 Pentahapan Kegiatan Prioritas
118
6 KESIMPULAN
127
DAFTAR PUSTAKA
128
Lampiran I
Pelaksanaan Forum Group Discussion (FGD) dengan Para
Pemangku Kepentingan yang Terkait
Lampiran II
131
Misi-Misi KKP yang Berkaitan Langsung dengan Strategi Adaptasi Perubahan Iklim 132
Lampiran III Deskripsi Kerentanan
133
Lampiran IV Keterkaitan Potensi Dampak dan Strategi Adaptasi
Lampiran V
dengan Bahaya dan Kerentanan Perubahan Iklim
136
Kegiatan Prioritas Beserta Tahapan-Tahapannya
141
xi
ICCSR - SektoR kelautan dan PeRIkanan
DAFTAR GAmBAR
Gambar 1.1
Tren kenaikan permukaan laut global dalam 125 Tahun
7
Gambar 1.2
Posisi Roadmap Perubahan Iklim (RPI) di dalam sistem perencanaan
pembangunan sektor kelautan dan perikanan di tingkat nasional dan di tingkat
daerah
8
Gambar 1.3
Kerangka kerja adaptasi yang disertai dengan mitigasi perubahan iklim
(Diposaptono dkk, 2009)
9
Gambar 2.1
Peta perairan Indonesia berdasarkan UU No. 6 Tahun 1996.
13
Gambar 2.2
Daerah perairan pantai NKRI dan sekitarnya
14
Gambar 2.3
Interaksi-interaksi di daerah perairan pantai (Latief dan Hadi, 2001)
14
Gambar 2.4
Potensi ekonomi yang terkait dengan sektor Kelautan dan Perikanan (Diolah
dari data KKP, 2005)
15
Gambar 2.5
Distribusi daerah upwelling di perairan Indonesia (Nontji, 1993)
13
Gambar 2.6
Keterkaitan antara satu bahaya dengan bahaya lain yang dipicu oleh perubahan
iklim terhadap sektor Kelautan dan Perikanan (diadopsi dari Australian Greenhouse
Ofice, 2005)
17
Gambar 2.7
Tren kenaikan temperatur udara di Jakarta dan Semarang
18
Gambar 2.8
(a) Posisi titik mooring pengukuran TPL, (b) hasil pengukuran (c) Laju kenaikan
TPLuntuk setiap stasion (sumber data: Aldrin, 2008)
21
Gambar 2.9
Tren kenaikan TPL berdasarkan data NOAA OI (Soian, 2009)
22
Gambar 2.10
Tren kenaikan TPL berdasarkan IPCC SRESa1b (IPCC, 2007) menggunakan
model MRI_CGCM3.2 (Soian, 2009)
23
Gambar 2.11
Variasi musiman TPL (garis hitam) dan tren kenaikan TPL (garis biru) serta
temperatur ambang terjadinya pemutihan karang (garis merah)
24
Gambar 2.12
Daerah terjadinya siklon tropis (diarsir merah); siklon ini tidak terjadi di wilayah
Indonesia, tapi imbasnya berupa badai guruh dan angin kencang bisa terasa
(catatan BBU=Belahan Bumi Utara, BBS=Belahan Bumi Selatan)
25
Gambar 2.13
Lintasan siklon tropis di Samudera Hindia (BOM Australia, 2006)
26
Gambar 2.14
Distribusi tinggi gelombang badai sebagai hasil simulasi model di pantai selatan
27
xii
ICCSR - SektoR kelautan dan PeRIkanan
Pulau Jawa (N.S. Ningsih, 2009)
Gambar 2.15
Tinggi gelombang rata-rata pada bulan Januari (a) dan Agustus (b), serta
gelombang maksimum (Soian, 2009)
7
Gambar 2.16
Pola curah hujan di atas wilayah Indonesia: (A) Tipe monsunal, (B) tipe
ekuatorial, (C) tipe lokal (Tjasyono, 1999)
8
Gambar 2.17
Fenomena perubahan pola curah hujan (a) dan temperatur udara (b), di Pulau
Lombok (Hadi, TW., 2008)
9
Gambar 2.18
Siklus tahunan rata-rata curah hujan di Indonesia pada bulan Januari dan
Agustus
13
Gambar 2.19
Pola angin dan suhu permukaan laut rata-rata di Indonesia pada bulan Januari
dan Agustus (Soian, 2009)
14
Gambar 2.20
Distribusi tinggi muka air laut dan pola arus pada bulan Januari dan Agustus.
Tinggi muka air laut dan pola arus adalah rata-rata bulanan selama 7 tahun, dari
tahun 1993 sampai 1999 (Soian, 2009).
14
Gambar 2.21
Distribusi spasial TML dan arus permukaan pada bulan Januari dan Agustus.
TML berdasarkan data altimeter, sedangkan arah dan kecepatan arus merupakan
hasil estimasi model HYCOM (Hybrid Coordinate Ocean Model) (Soian, 2009)
15
Gambar 2.22
Time series altimeter sea level anomaly (TML anomali) (1993 – 2008). TML anomali
turun sampai 20 cm pada periode El Niño kuat, dan naik 20cm pada periode
La Niña kuat (Soian, 2009).
13
Gambar 2.23
Distribusi kloroil-a rata-rata pada bulan Januari dan Agustus, serta pada bulan
Agustus 1997 pada saat terjadi El Nino (Soian, 2009).
Gambar 2.24
Proyeksi kenaikan muka air laut global berdasarkan IPCC SRESa1b (IPCC,
2007) dengan asumsi konsentrasi CO2 sebesar 720ppm (Soian, 2009)
18
Gambar 2.25
Kenaikan TML sampai tahun 2100, relatif terhadap TML pada tahun 2000
(Soian, 2009).
21
Gambar 2.26
Contoh time-series TML data dari beberapa stasiun pasut yang ada di Indonesia
dan sekitarnya (Soian, 2009).
22
Gambar 2.27
Proyeksi kenaikan muka air laut di beberapa lokasi mengggunakan data pasut
yang diperoleh dari University of Hawaii Sea Level Center (UHSLC) (Soian,
2009).
23
Gambar 2.28
Tren kenaikan TML berdasarkan data altimeter dari Januari 1993 sampai
24
17
xiii
ICCSR - SektoR kelautan dan PeRIkanan
Desember 2008 dengan mengggunakan spatial trend analysis (Soian, 2009)
Gambar 2.29
Proyeksi tingkat kenaikan muka air laut di perairan Indonesia berdasarkan
skenario IPCC SRESa1b dengan asumsi konsentrasi CO2 sebesar 750ppm
(Soian, 2009)
7
Gambar 2.30
Estimasi tingkat kenaikan TML di Perairan Indonesia berdasarkan model
dengan penambahan dynamic ice melting pasca IPCC AR4 (Soian,2009)
8
Gambar 2.31
Contoh subsidence akibat Gempa Nias 2005 (Sumber: Danny N.H)
9
Gambar 2.32
Contoh uplift akibat Gempa Nias 2005 (Sumber: Kerry Sieh)
13
Gambar 2.33
Skematisasi bahaya-bahaya yang terkait dengan kenaikan muka laut (dalam hal
ini tsunami tidak diperhitungkan)
14
Gambar 2.34
Peta kisaran pasut di Indonesia
14
Gambar 2.35
Tiga skenario dari penggenangan air laut di pesisir akibat bahaya kenaikan muka
air laut, variabilitas iklim La-Nina, dan gelombang badai yang masing-masing
disertai dengan kejadian air pasang tertinggi perigee
15
Gambar 2.36
Simulasi genangan pesisir di wilayah Sumatra
13
Gambar 2.37
Simulasi genangan pesisir di wilayah Jawa-Madura-Bali
17
Gambar 2.38.
a Simulasi genangan air laut di pesisir utara Jawa Barat (Badan Pengendalian
Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jawa Barat, 2008)
18
Gambar 2.39
Simulasi genangan air laut di pesisir Jakarta Utara (Hadi, dkk., 2009)
21
Gambar 2.40
Simulasi genangan pesisir di wilayah Kepulauan Nusa Tenggara
22
Gambar 2.41
Simulasi genangan pesisir di Pulau Lombok (KLH dan GTZ, 2009)
23
Gambar 2.42
Simulasi genangan pesisir di wilayah Kalimantan dan sekitarnya
24
Gambar 2.43
Simulasi genangan pesisir di wilayah Pulau Sulawesi dan sekitarnya
25
Gambar 2.44
Simulasi genangan pesisir di wilayah Kepulauan Maluku
26
Gambar 2.45
Simulasi genangan pesisir di wilayah Pulau Papua bagian Barat
27
Gambar 3.1
Peta elevasi (ketinggian, topograi) permukaan tanah
28
Gambar 3.2
Peta kelerengan (kemiringan) permukaan tanah
29
Gambar 3.3
Peta sebaran jumlah penduduk
30
xiv
ICCSR - SektoR kelautan dan PeRIkanan
Gambar 3.4
Proporsi data jumlah penduduk Indonesia tahun 2005 (a) dan proyeksinya pada
tahun 2025 (b) (diolah dari data BPS)
7
Gambar 3.5
Peta sebaran kepadatan penduduk
8
Gambar 3.6
Peta kerentanan infrastruktur penting terhadap bahaya kenaikan muka air laut
9
Gambar 3.7
Peta sebaran penggunaan (tutupan) lahan
13
Gambar 3.8
Peta wilayah pengelolaan perikanan (WPP) sebagai proksi potensi perikanan
tangkap di Indonesia (Permen Kelautan dan Perikanan No. 01-MEN-2009)
14
Gambar 3.9
Peta persebaran terumbu karang di dunia (KKP, 2005)
14
Gambar 3.10
Peta persebaran hutan mangrove (warna merah) di Indonesia (KKP, 2005)
15
Gambar 3.11
Peta persebaran padang lamun (warna pink) di Indonesia (KKP, 2005)
13
Gambar 3.12
Peta kerentanan terhadap bahaya kenaikan muka air laut
17
Gambar 4.1
Kerangka kerja kerentanan (USAID, 2009; Daw, et.al., 2009)
18
Gambar 4.2
Skematisasi dampak perubahan iklim pada berbagai sektor/bidang
21
Gambar 4.3
Tiga skenario dari risiko perubahan iklim berupa penggenangan air laut di
pesisir akibat bahaya kenaikan muka air laut, variabilitas iklim La-Nina, dan
gelombang badai yang masing-masing disertai dengan kejadian air pasang
tertinggi perigee
22
Gambar 5.1
Urutan tujuh langkah dalam proses adaptasi perubahan iklim (Diposaptono
dkk, 2009)
23
xv
ICCSR - SektoR kelautan dan PeRIkanan
DAFTAR TABeL
Tabel 2.1
Ekspor Hasil Perikanan Menurut Komoditas Utama
Tabel 2.2
Proyeksi kejadian El-Nino dan La-Nina menggunakan
15
skenario SRES a1b (Sumber: Soian, 2009)
45
Tabel 2.3
Ringkasan bahaya dan proyeksi perubahan iklim
57
Tabel 2.4
Bahaya yang dipicu oleh perubahan iklim di wilayah I
62
Tabel 2.5
Bahaya yang dipicu oleh perubahan iklim di wilayah II
64
Tabel 2.6
Bahaya yang dipicu oleh perubahan iklim di wilayah III
68
Tabel 2.7
Bahaya yang dipicu oleh perubahan iklim di wilayah IV
70
Tabel 2.8
Bahaya yang dipicu oleh perubahan iklim di wilayah V
70
Tabel 2.9
Bahaya yang dipicu oleh perubahan iklim di wilayah VI
73
Tabel 2.10
Bahaya yang dipicu oleh perubahan iklim di wilayah VII
75
Tabel 3.1
Deskripsi elemen dan parameter kerentanan sektor kelautan
dan perikanan terhadap perubahan iklim
Tabel 3.2
83
Elemen dan parameter yang diperhatikan dalam analisis kerentanan
terhadap bahaya penggenangan air laut di pesisir (dicuplik dari Tabel III.1)
89
Tabel 3.3
Kerentanan terhadap perubahan iklim di wilayah I (Sumatra dan sekitarnya)
91
Tabel 3.4
Kerentanan terhadap perubahan iklim di wilayah II (Jawa-Madura-Bali)
92
Tabel 3.5
Kerentanan terhadap perubahan iklim di wilayah III (Nusa Tenggara)
93
Tabel 3.6
Kerentanan terhadap perubahan iklim di wilayah IV (Kalimantan)
94
Tabel 3.7
Kerentanan terhadap perubahan iklim di wilayah V (Sulawesi)
95
Tabel 3.8
Kerentanan terhadap perubahan iklim di wilayah VI (Kepulauan Maluku)
96
Tabel 3.9
Kerentanan terhadap perubahan iklim di wilayah VII (Pulau Papua bag. barat)
97
Tabel 4.1
Potensi Dampak Perubahan Iklim pada Sektor Kelautan dan Perikanan
99
xvi
ICCSR - SektoR kelautan dan PeRIkanan
Tabel 5.1
Sembilan Kegiatan Prioritas untuk adaptasi perubahan iklim
sektor kelautan dan perikanan
Tabel 5.2
110
Penjabaran kegiatan-kegiatan prioritas adaptasi terhadap
perubahan iklim pada sektor kelautan dan perikanan
112
Tabel 5.3.
Lima Kegiatan Unggulan untuk adaptasi perubahan iklim
117
Tabel L.1
Daftar Forum Group Discussion (FGD) yang telah dilaksanakan
131
Tabel L.2
Misi-Misi dari Rencana Strategis KKP Tahun 2005-2009
132
Tabel L.3
Deskripsi kerentanan sektor terhadap perubahan iklim (sumber: KKP, 2005)
133
Tabel L.4
Potensi dampak dan alternatif adaptasi yang terkait secara spesiik
Tabel L.5
dengan bahaya dan kerentanan perubahan iklim
136
Aternatif adaptasi yang hanya terkait dengan kapasitas adaptasi perubahan iklim
140
xvii
ICCSR - SektoR kelautan dan PeRIkanan
DAFTAR sinGKATAn
AMDAL
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
ASEAN.
Association of Southeast Asia Nations
Bappenas
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
Bakosurtanal
Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional
BMKG
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geoisika
BMKT
Barang Muatan Kapal Tenggelam
BOM Australia
Bureau of Meteorology Australia
COREMAP
Coral Reef Rehabilitation and Management Program
CRV
Climate Resilience Village
KKP
Kementerian Kelautan dan Perikanan
DPP
Daerah Perairan Pantai
ENSO
El-Nino Southern Oscillation
FGD
Forum Group Discussion
GRK
Gas Rumah Kaca
GTZ Germany
Deutsche Gesellschaft für Technische Zusammenarbeit
HHWL
Highest High Water Level
IPCC
Intergovernmental Panel on Climate Change
IPCC AR4
Intergovernmental Panel on Climate Change The Fourth
Assessment Report
IPO
Interdecadal Paciic Oscillation
IPTEK
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
ITF
Indonesian Throughlow atau Arus Lintas Indonesia (Arlindo)
KML
Kenaikan Muka Laut atau Sea Level Rise (SLR)
KP3K
Kelautan, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil
KTPL
Kenaikan temperatur air laut
xviii
ICCSR - SektoR kelautan dan PeRIkanan
LAPAN
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional
MCRMP
Marine and Coastal Resource Management Project
MOD
Manado Ocean Declaration
MSL
Mean Sea Level : muka laut rata-rata
MRI_CGCM
Meteorological Research Institute - Coupled General Circulation
Model
NOAA
National Oceanic and Atmospheric Administration
PMEL
Paciic Marine Environmental Laboratory
OTEC
Ocean Thermal Energy Conversion
PEMP
Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir
PKCE
Peningkatan frekuensi dan intensitas Kejadian Cuaca
Ekstrim
PVI-AAM
Perubahan pola Variabilitas Iklim alamiah untuk Pola
Perubahan Angin dan Arus LAut
PVI-CH
Perubahan pola Variabilitas Iklim alamiah untuk pola
perubahan Curah Hujan
RADPI
Rencana Aksi Daerah Perubahan Iklim
RANPI
Rencana Aksi Nasional Perubahan Iklim
PDB
Pendapatan Domestik Bruto
RPI
Roadmap Perubahan Iklim
RPJP
Rencana Pembangunan Jangka Panjang
RPJPN
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
RPJPD
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah
RPJMN
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
RPJMD
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
RPWKP
Rencana Pengelolaan Wilayah Kelautan dan Perikanan
RSWKP
Rencana Strategi Wilayah Kelautan dan Perikanan
xix
ICCSR - SektoR kelautan dan PeRIkanan
RTRN
Rencana Tata Ruang Nasional
RTRD
Rencana Tata Ruang Daerah
RZWKP
Rencana Zonasi Wilayah Kelautan dan Perikanan
SLR
Sea Level Rise atau Kenaikan Muka Laut (KML)
SRES
Special Report on Emissions Scenarios
SS
Storm Surge
SRTM
Shuttle Radar Topography Mission
TML
Tinggi Muka Laut
TPL
Temperatur Permukaan Laut
UNCLOS
United Nations Convention on Law of the Sea
UNHCC
United Nations Framework Convention on Climate Change
UN-ISDR
United Nations - International Strategy for Disaster Reduction
USAID
United States Agency for International Development
USGS
United States Geological Survey
WOC
World Ocean Conference
WPP
Wilayah Potensi Perikanan
WP3K
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
ZEE
Zona Ekonomi Eksklusif
xx
ICCSR - SektoR kelautan dan PeRIkanan
1
PenDAHuLuAn
1
ICCSR - SektoR kelautan dan PeRIkanan
1.1. Latar Belakang
Pemanasan global pada dasarnya merupakan fenomena peningkatan temperatur global dari tahun ke
tahun karena terjadinya efek rumah kaca yang disebabkan oleh meningkatnya emisi gas-gas rumah kaca
seperti karbondioksida (CO2), metana (CH4), dinitrooksida (N2O) dan chlorolurocarbon (CFC) ke
atmosfer bumi.
Telah diketahui radiasi matahari yang sampai ke atmosfer sebagian diteruskan dan diserap oleh bumi dan
sebagian dipantulkan kembali ke atmosfer oleh bumi dalam bentuk radiasi gelombang panjang. Dalam
proses pemantulan tersebut sebagian panas diserap oleh gas-gas rumah kaca sehingga menahan panas
yang keluar dari atmosfer. Efek penyerapan panas oleh gas-gas rumah kaca ini disebut efek rumah
kaca. Akibat efek rumah kaca ini temperatur di permukaan bumi dan atmosfer terus bertambah sampai
mencapai keseimbangan baru. Jumlah panas yang masuk dan keluar atmosfer tidak berubah, tetapi
jumlah panas yang tersimpan di bumi dan atmosfer semakin meningkat dan berperan dalam menaikkan
temperatur bumi (Hadi, dkk, 2009).
Pemanasan global akibat efek rumah kaca mengakibatkan terjadinya ekspansi thermal di laut terutama di
lapisan permukaan (efek sterik) dan mencairnya glasier dan tudung es (ice cap) serta lapisan es (ice sheet) di
kutub, yang mengakibatkan meningkatnya volume lautan serta menaikkan permukaannya. Laporan IPCC
(2007) menyebutkan dalam periode 1961-2003 permukaan laut global naik 1,8 mm (1,3-3,0 mm) pertahun
sementara dari tahun 1993 sampai dengan tahun 2003 laju kenaikannya lebih tinggi yaitu 3,1 mm (2,4-3,8
mm) pertahun. Disini terlihat adanya variabilitas laju kenaikan muka laut jangka panjang. Hasil riset dalam
IPCC AR4 menyatakan ekspansi thermal berkontribusi sekitar 70 % terhadap kenaikan permukaan laut
global dan mencairnya es 30 %. Berkurangnya daerah yang tertutup es akan meningkatkan penyerapan
gelombang pendek sinar matahari oleh daratan dan lautan dan pengurangan releksi oleh permukaan es.
Kondisi ini akan meningkatkan akselerasi pemanasan global yang kembali mencairkan es dan memicu
ekspansi thermal yang akhirnya berdampak pada kenaikan permukaan laut global. Kenaikan temperatur
di Antartika tercatat lebih intensif sejak tahun 1990-an. Hilangnya es sebesar 80 Gt/tahun pada tahun
1990-an bertambah menjadi 130 Gt/tahun sejak tahun 2003. Mencairnya 360 Gt es akan menaikkan
permukaan laut sebesar 1 mm (USGS, 2009 dalam Hadi dkk, 2009). Data ini mengindikasikan adanya
akselerasi dari pemanasan global akibat berkurangnya tutupan es dikutub. Tren kenaikan permukaan laut
global dari tahun 1885 sampai dengan tahun 2000 diperlihatkan pada Gambar I.1. Kenaikan permukaan
laut yang terjadi akibat pemanasan global dapat menggenangi daerah pantai yang landai, daerah rawarawa, mengakibatkan mundurnya garis pantai akibat genangan dan meningkatnya erosi pantai, kerusakan
ekosistem pantai bahkan dapat tenggelamnya pulau-pulau kecil. Di samping itu kenaikan muka air laut
tersebut dapat mengubah pola arus dan gelombang laut.
2
ICCSR - SektoR kelautan dan PeRIkanan
Gambar 1.1 Tren kenaikan permukaan laut global dalam 125 Tahun
(http://rst.gsfc.nasa.gov/Sect16/Sect16_2.html)
Permukaan laut dapat mengalami perubahan dalam jangka waktu yang panjang dan jangka waktu
pendek:
a.
Perubahan permukaan laut jangka panjang
Perubahan permukaan laut jangka panjang disebut juga perubahan sekular. yang dikategorikan menjadi
dua berdasarkan faktor penyebabnya. Perubahan pertama adalah perubahan eustatik atau perubahan
volume air laut, dan yang kedua adalah perubahan lokal. Perubahan lokal ini diantaranya adalah kenaikan
atau penurunan muka tanah atau disebut juga efek isostasi. Efek isostasi ini ada beberapa jenis diantaranya
adalah isostasi thermal akibat perubahan temperatur atau densitas dari interior bumi, isostasi glacio yang
berhubungan dengan keberadaan es, hidro-isostasi yang berhubungan dengan keberadaan air, isostasi
vulkanik akibat ekstrusi magma, isostasi sedimen yang berhubungan dengan deposisi dan erosi.
Adanya patahan yang menyebabkan lempang tektonik naik atau turun dapat mempengaruhi muka laut
dengan pengaruh 1 sampai 3 mm/ tahun. Kompaksi sedimen dapat menyebabkan daratan menjadi
terkompresi, atau subsidence ekstraksi minyak dan air tanah.
Efek eustatik diantaranya adalah perubahan basin laut (ocean basin) akibat pemekaran lantai dasar samudra,
perubahan elevasi lantai dasar samudra, dan sedimentasi di dasar laut. Selain itu perubahan massa air laut
yang merupakan akibat dari melelehnya es di kutub, pelepasan air dari interior bumi, dan pelepasan serta
akumulasi dari reservoir termasuk perubahan eustatik.
b.
Perubahan permukaan laut jangka pendek,
Perubahan permukaan laut jangka pendek dapat terjadi akibat beberapa hal diantaranya adalah pasang
surut laut (pasut), badai (cyclone), dan storm surge. Kenaikan permukaan laut akan bertambah tinggi bila
3
ICCSR - SektoR kelautan dan PeRIkanan
storm surge terjadi bersamaan dengan saat pasang tinggi yang dikenal sebagai storm tide. Perubahan ini
memiliki jangka waktu antara harian sampai mingguan.
Fenomena El Nino dan La Nina juga mempengaruhi muka laut dalam jangka waktu yang pendek. Pada
saat terjadinya El Nino permukaan air laut di perairan Indonesia mengalami penurunan sebaliknya pada
saat La Nina permukaan air laut mengalami kenaikan. Disamping itu banjir pada musim-musim tertentu
juga merupakan variasi musiman yang dapat mempengaruhi muka laut dalam jangka pendek, dimana
terjadi pertambahan runoff dari sungai menuju ke laut dan menambah ketinggian muka laut. Perubahan
ini terjadi dalam kurun waktu musiman sampai tahunan. Selain itu osilasi permukaan laut yang terjadi di
pelabuhan atau di teluk yang dikenal sebagai seiche merupakan faktor yang mempengaruhi permukaan air
laut jangka pendek. Perubahan ini dapat terjadi dalam kurun waktu antara menit sampai jam.
Gempa bumi yang menyebabkan deformasi muka tanah dapat menyebabkan perubahan relatif permukaan
laut. Gempa dapat mengakibatkan penurunan muka tanah (subsidence) dan atau penaikan muka tanah
(uplift), dimana secara relatif mengubah tinggi muka laut terhadap tanah.
Disamping fenomena di atas, pemanasan global juga mempengaruhi secara otomatis pada kenaikan
temperatur udara dan menyebabkan perubahan tekanan atmosfer serta variabel iklim lainnya seperti angin
dan curah hujan. Fenomena–fenomena ini akan memicu sederetan bahaya alam yang berpotensi memberi
tekanan dan menimbulkan dampak terhadap wilayah pesisir. Dampak tersebut semakin diperkuat dengan
meningkatnya elemen-elemen kerentanan di wilayah, pesisir dan laut seperti: ledakan pertumbuhan
penduduk dan problem kemiskinan, eksploitasi sumberdaya secara berlebihan, serta polusi udara dan
perairan.
Perhatian yang serius terhadap dampak perubahan iklim ini perlu dilakukan sejak dini. Meskipun
perubahannya bersifat perlahan-lahan (gradual) namun potensi dampaknya bersifat pasti (very likely) dan
meluas ke seluruh permukaan bumi. Di lain pihak, masyarakat baik yang tinggal maupun yang beraktivitas
di wilayah pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil telah menderita kerugian akibat berbagai bencana alam yang
dipicu oleh perubahan iklim tersebut. Pemukiman, perkantoran tempat bekerja, dan dermaga pelabuhan
semakin sering merasakan dampak genangan banjir rob dan terjangan gelombang badai; para petambak
dan petanai di pesisir telah merasakan semakin tidak teraturnya siklus musim hujan dan kemarau akibat
pengaruh fenomena El-Nino dan La-Nina; para nelayan harus semakin menjauhi pantai dalam upayanya
mencari ikan; dan masih banyak dampak-dampak lain yang ditimbulkannya.
Antisipasi terhadap perubahan iklim pada sektor Kelautan dan Perikanan ini lebih difokuskan untuk
menyiapkan kegiatan-kegiatan adaptasi sebagai upaya untuk mengurangi dampak negatif perubahan iklim
dan mencari peluang untuk memanfaatkan dampak positif melalui berbagai upaya responsif dan terencana
terhadap aspek-aspek sosial budaya, ekonomi, potensi sumberdaya, dan lingkungan isik. Upaya tersebut
dapat disertai dengan kegiatan-kegiatan mitigasi berupa tindakan intervensi manusia melalui IPTEK
untuk mencegah atau memperlambat proses perubahan iklim melalui upaya penurunan emisi dan/atau
peningkatan penyerapan gas-gas rumah kaca (GRK) yang terkait dengan sektor ini, seperti pemeliharaan
4
ICCSR - SektoR kelautan dan PeRIkanan
dan rehabilitasi hutan mangrove serta budidaya rumput laut.
Untuk itulah diperlukan penyusunan roadmap pengarus-utamaan isu perubahan iklim ke dalam perencanaan
pembangunan nasional (selanjutnya disingkat “Roadmap Perubahan Iklim, RPI”) khususnya terhadap
sektor Kelautan dan Perikanan. Kandungan dari RPI ini adalah penentuan arah kebijakan dan kegiatan
yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2010-2014
serta Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) tahun 2010-2030 dengan memperhatikan proyeksi
perubahan iklim global.
1.2. Tujuan dan Sasaran
Tujuan utama dari penyusunan Roadmap Perubahan Iklim (RPI) adalah untuk menentukan kegiatankegiatan prioritas dan unggulan sebagai wujud upaya adaptasi (disertai dengan mitigasi) terhadap perubahan
iklim pada sektor Kelautan dan Perikanan. Kegiatan-kegiatan tersebut akan dijabarkan secara bertahap
agar dapat diarus-utamakan ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 20102014 dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) tahun 2010-2030 yang memperhatikan proyeksi
perubahan iklim global. Posisi RPI di dalam sistem perencanaan pembangunan di tingkat nasional dan di
tingkat daerah dapat dilihat pada Gambar I.2 (dimodiikasi Diposaptono, 2009) berikut.
Gambar 1.2 Posisi Roadmap Perubahan Iklim (RPI) di dalam sistem perencanaan pembangunan sektor
kelautan dan perikanan di tingkat nasional dan di tingkat daerah
5
ICCSR - SektoR kelautan dan PeRIkanan
Gambar I.2 di atas menunjukkan bahwa peran penting dan posisi RPI di tingkat nasional dan daerah,
baik jangka panjang (RPJPN dan RPJPD) maupun jangka menengah (RPJPN dan RPJMD) dan rencana
strategis dan rencana aksi sektor Kelautan dan Perikanan tingkat nasional dan daerah (RANPI dan
RADPI). Selanjutnya RPI ini diimplementasikan dalam bentuk Rencana Tata Ruang Nasional dan Daerah
(RTRN dan RTRD), serta Rencana Strategis Wilayah Kelautan dan Perikanan (RSWKP), Rencana Zonasi
Wilayah Kelautan dan Perikanan (RZWKP), dan Rencana Pengelolaan Wilayah Kelautan dan Perikanan
(RPWKP).
Sasaran dari kegiatan ini adalah:
1. Mengidentiikasi kondisi dan problema pada saat ini serta tantangan di masa datang dari sektor
Kelautan dan Perikanan berupa bahaya yang dipicu oleh perubahan iklim, elemen-elemen kerentanan
berdasarkan bahaya yang telah diidentiikasi dan mengenalisis potensi dampak dan gambaran risiko
akibat bahaya dan kerentanan yang telah dikenali.
2. Merumuskan arah strategi dan pentahapan integrasi adaptasi perubahan iklim terhadap sektor
Kelautan dan Perikanan yang meliputi beberapa hal yaitu:
a. Arah strategi pembangunan jangka panjang (periode tahun 2010-2030),
b. Integrasi kebijakan dan kegiatan ke dalam tahapan pembangunan jangka menengah (periode lima
tahunan), dan
c. Isu-isu lintas sektoral.
1.3. Pendekatan
Kegiatan-kegiatan adaptasi serta mitigasi perubahan iklim tersebut secara umum disusun melalui kombinasi
dua proses yang berlawanan arah yaitu:
1.
Proses top-down yaitu dengan analisis dan kajian saintiik, serta
2.
Proses bottom-up yaitu dengan partisipasi dari para pemangku kepentingan yang berkaitan dengan
sektor ini.
Pembahasan mengenai kedua proses tersebut akan didahului dengan penjelasan tentang kerangka kerja
(framework) penyusunan roadmap perubahan iklim ini.
6
ICCSR - SektoR kelautan dan PeRIkanan
1.3.1. Kerangka Kerja
Adaptasi perubahan iklim merujuk pada upaya intervensi sebagai respon terhadap perubahan iklim yang
sedang dan akan terjadi, yang didesain untuk mengurangi risiko dan potensi dampak terhadap komunitas
dan ekosistem, dan berusaha untuk mengeksploitasi peluang yang dapat menguntungkan yang diakibatkan
oleh perubahan iklim. Upaya yang dilakukan adalah tindakan penyesuaian pada individu atau kelompok
baik yang bersifat reaktif maupun antisipatif untuk menghadapinya. Pada dasarnya upaya ini dimaksudkan
untuk mengurangi tingkat kerentanan dengan cara:
•
mengurangi keterpaparan dan sensitivitas sosial-ekonomi dan lingkungan
•
menguatkan daya tahan dan kapasitas pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam
menghadapi bahaya-bahaya tersebut.
Sedangkan mitigasi perubahan iklim adalah upaya intervensi antropogenik di dalam sistem iklim yang
didesain untuk mereduksi gaya-gaya antropogenik dari sistem iklim yang menyebabkan pemanasan
global dengan cara mengurangi emisi gas-gas rumah kaca dari sumbernya dan meningkatkan kemampuan
alam dalam menyerap emisi tersebut. Strategi adaptasi yang disertai dengan mitigasi inilah yang perlu
diarusutamakan ke dalam perencanaan pembangunan nasional baik jangka menengah maupun jangka
panjang.
Diposaptono dkk (2009) mengajukan suatu kerangka kerja untuk mengkaji dan menyusun konsep adaptasi
dan mitigasi perubahan iklim seperti pada Gambar I.3.
Gambar 1.3 Kerangka kerja adaptasi yang disertai dengan mitigasi perubahan iklim
(Diposaptono dkk, 2009)
7
ICCSR - SektoR kelautan dan PeRIkanan
Secara konseptual kerangka kerja adaptasi yang disertai dengan mitigasi perubahan iklim setidaknya terdiri
dari (7) tujuh langkah yang bersifat siklus (Gambar I.3), yaitu:
(1) Kajian variabilitas iklim dan dan bahaya-bahaya yang dipicu oleh perubahan iklim serta dampak
yang ditumbulkannya,
(2) Kajian tekanan lainnya seperti aktivitas manusia,
(3) Penyajian informasi (fakta) dan penyadaran atas adanya perubahan iklim dan lingkungan, baik yang
dipicu oleh perubahan iklim maupun oleh aktivitas manusia,
(4) Desain perencanaan meliputi kriteria kebijakan dan arah pembangunan serta identiikasi pilihanpilihan aksi adaptasi dan mitigasi,
(5) Mengimplementasikan aksi adaptasi dan mitigasi,
(6) Memonitor dan mengevaluasi hasil implementasi aksi adaptasi dan memitigasi,
(7) Dari hasil monitoring dan evaluasi, selanjutnya didesain suatu manajemen penanganan dan
pengelolaan dengan: (i) pendekatan adaptasi untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh
tekanan perubahan iklim dan tekanan lainnya; (ii) pendekatan mitigasi dengan mengurangi emisi
gas rumah kaca dan meningkatkan penyerapan gas-gas rumah kaca.
Konsep tersebut diwujudkan di dalam struktur laporan sebagaimana terlihat pada Tabel I.1.
Tabel 1.1 Struktur laporan berdasarkan kerangka kerja Gambar I.3
No
Butir
Deskripsi
Bab
1
Pengenalan dan
pendekatan masalah
Pendekatan kajian; kondisi dan permasalahan; respon kapasitas
pada saat ini; serta tantangan ke depan; isu-isu strategis yang
diharapkan akan dikaji sebagai dasar utama perumusan kebijakan
dan kegiatan
I, II
2
Identiikasi bahaya
perubahan iklim
Perubahan lingkungan isik yang dipicu oleh pemanasan global;
kondisi saat ini dan proyeksi hingga tahun 2030; dan bahaya lain
yang bisa timbul sebagai konsekuensi perubahan isik tersebut
II
3
Identiikasi elemen dan
parameter kerentanan
Keterpaparan; sensitivitas; dan kapasitas adaptasi terhadap bahaya
perubahan iklim (UN-ISDR, 2004)
III
4
Identiikasi potensi
dampak dan risiko
Potensi dampak dan risiko diperoleh dari analisis bahaya dan
kerentanan
IV
5
Identiikasi alternatifalternatif strategi adaptasi
dan penentuan kegiatankegiatan adaptasi
Alternatif-alternatif strategi adaptasi diperoleh dari potensipotensi dampak dan isu-isu strategis; pemilihan strategi
adaptasi yang selaras dengan strategi pembangunan nasional;
pengelompokan strategi menjadi kegiatan prioritas adaptasi;
pengerucutan kegiatan prioritas menjadi kegiatan unggulan;
pentahapan kegiatan adaptasi selama lima tahunan (2010-2030)
V
8
ICCSR - SektoR kelautan dan PeRIkanan
Dalam konteks kewilayahan dimana Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas, pengkajian
dan penyusunan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim ini diimplementasikan pada tujuh wilayah
pembangunan nasional yang telah ditetapkan oleh Bappenas, yaitu:
(1) Sumatra dan sekitarnya,
(2) Jawa-Madura-Bali dan sekitarnya,
(3) Nusa Tenggara,
(4) Kalimantan dan sekitarnya,
(5) Sulawesi dan sekitarnya,
(6) Maluku,
(7) Papua bagian Barat dan sekitarnya.
Penerapan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim juga memperhatikan adanya klaster-klaster di dalam
sektor sektor kelautan dan perikanan, antara lain:
•
Tujuh Jasa Kelautan dan Perikanan, yaitu: (1) Perhubungan Laut, (2) Industri Maritim, (3)
Perikanan, (4) Wisata Bahari, (5) Energi Kelautan dan Sumber-daya Mineral, (6) Bangunan Laut,
(7) Jasa Kelautan
•
Sebelas Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP), yaitu: (1) WPP-571: Selat Malaka dan Laut
Andaman; (2) WPP-572: Samudra Hindia sebelah barat Sumatra dan Selat Sunda; (3)
WPP-573: Samudra Hindia sebelah selatan Jawa hingga sebelah selatan Nusa Tenggara, Laut
Sawu, Laut Timor bagian barat; (4) WPP-711: Selat Karimata, L. Natuna, L. Cina Selatan; (5)
WPP-712: Laut Jawa; (6) WPP-713: Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores, Laut Bali; (7) WPP714: Teluk Tolo dan Laut Banda; (8) WPP-715: Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera,
Laut Seram, Teluk Berau; (9) WPP-716: Laut Sulawesi, sebelah utara Pulau Halmahera; (10)
WPP-717: Teluk Cendra-wasih, Samudra Pasiik; (11) WPP-718: Laut Aru, Laut Arafuru, Laut
Timor bagian timur.
•
Sembilan Klaster Perikanan Budidaya, yaitu: (1) Serang, Banten; (2) Sumenep, Jawa Timur; (3)
Dompu, NTT; (4) Sumba Timur, NTB; (5) Pangkep, Sulawesi Selatan; (6) Gorontalo, (7) Teluk
Tomini, Sulawesi Tengah; (8) Mamuju, Sula-wesi Barat; dan (9) Karimun di Riau Kepulauan.
•
Klaster-klaster secara isik yang terkait dengan bahaya perubahan iklim.
9
ICCSR - SektoR kelautan dan PeRIkanan
1.3.2. Analisis Saintifik
Analisis saintiik dilakukan dengan pengumpulan, analisis dan sintesis terhadap berbagai data dan
informasi (dokumen, konsultasi, diskusi) yang lebih diperinci sebagai berikut:
• Data dan informasi yang bersifat internal diperoleh melalui diskusi intern dengan sub-tim basis
saintiik dan sektor-sektor lainnya;
• Data dan informasi yang bersifat nasional diperoleh melalui penelusuran dokumen dan peta-peta di
berbagai instansi yang berkaitan seperti KKP, Bakosurtanal, BMKG, dan LAPAN;
• Data dan informasi yang bersifat internasional yaitu berupa dokumen-dokumen kajian dan laporan
dari lembaga seperti IPCC, UNHCC, USGS, dan sebagainya yang diperoleh melalui internet dan
diskusi dengan seorang pakar perubahan iklim, yaitu Dr. Irving Mintzer pada bulan Maret 2009.
Data dan informasi tersebut kemudian dianalisis dengan tiga jenis analisis yaitu:
• Analisis dasar saintiik (scientiic basis) terhadap data-data meteorologi dan oseanograi yang bertujuan
untuk menyajikan informasi potensi bahaya yang dipicu oleh perubahan iklim. Hasil analisis ini akan
disajikan pada Bab II.
• Analisis kerentanan dan potensi dampak dimaksudkan untuk menyajikan informasi faktor-faktor apa
saja yang menimbulkan kerentanan dan potensi dampak di wilayah pesisir dan perairan Indonesia
terhadap perubahan iklim. Hasil-hasil analisis ini akan disajikan berturut-turut pada Bab III dan Bab
IV.
• Analisis strategi dan penentuan kegiatan-kegiatan adaptasi perubahan iklim. Hasil analisis ini akan
dideskripsikan pada Bab V.
1.3.3 Proses Partisipasi Pemangku Kepentingan
Partisipasi pemangku kepentingan diikutsertakan dalam proses penyusunan RPI ini melalui beberapa cara
diantaranya:
• Konsultasi dan diskusi dengan pejabat, peneliti dan pakar dari instansi terkait
• Partisipasi tidak langsung melalui situs internet KKP (www.KKP.go.id), yaitu diperolehnya dokumen
Rencana Strategis KKP tahun 2005 – 2009
• Penyelenggaraan Forum Group Discussion (FGD), Pra-FGD serta rapat-rapat koordinasi dengan
KKP dan instansi terkait yang telah dilaksanakan sebanyak 14 (empat belas) kali, baik di Bappenas
maupun di KKP (lihat Lampiran I).
10
ICCSR - SektoR kelautan dan PeRIkanan
2
KOnDisi,
PeRmAsALAHAn, DAn
TAnTAnGAn seKTOR
KeLAuTAn DAn
PeRiKAnAn
11
ICCSR - SektoR kelautan dan PeRIkanan
Sektor Kelautan dan Perikanan melingkupi aspek kewilayahan, lingkungan dan potensinya. Permasalahan
yang dihadapi sektor mencakup masalah internal sektor dan masalah eksternal dengan lintas sektor yang
terkait, serta respon kapasitas dalam bentuk kebijakan-kebijakan dalam mengantisipasi perubahan iklim.
Adapun pembahasan mengenai tantangan sektor ini diwujudkan berupa kajian bahaya, kerentanan serta
dampak perubahan iklim dan upaya adaptasi