Pengaruh Perbedaan Laba Akuntansi Dan Laba Fiskal Terhadap Persistensi Laba Dengan Komponen Akrual Sebagai Variabel Moderasi Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Tinjauan Teoritis
2.1.1 Persistensi Laba
Definisi persistensi laba menurut Penman (2001:340) adalah revisi
dalam laba akuntansi yang diharapkan dimasa mendatang (expected future
earnings) yang diimplikasi oleh inovasi laba tahun berjalan (current
earnings). sedangkan menurut Meythi (2006:70), persistensi laba adalah
properti

laba

yang

menjelaskan

kemampuan

perusahaan


untuk

mempertahankan laba yang diperoleh saat ini sampai saat mendatang.
Persistensi laba seing digunakan sebagai pertimbangan kualitas laba
merupakan komponen dari karakteristik kualitatif relevansi yaitu predictive
value.
Selain itu, persistensi laba ditentukan oleh komponen akrual dan aliran
kas yang terkandung dalam laba saat ini (Penman, 2001:341). Bernstein
(1993:87) dalam Sloan (1996:301) menyatakan bahwa komponen akrual
dari current earnings cenderung kurang terulang lagi atau kurang persisten
untuk menentukan laba masa depan karena mendasarkan pada akrual,
defferred (tangguhan), alokasi dan penilaian yang mempunyai distorsi
subyektif. Beberapa analis keuangan lebih suka mengkaitkan aliran kas
operasi sebagai penentu atas kualitas laba karena aliran kas dianggap lebih
persisten dibanding komponen akrual. Mereka percaya bahwa semakin

10
Universitas Sumatera Utara


tinggi rasio aliran kas operasi terhadap laba bersih, maka akan semakin
tinggi pula kualitas laba tersebut.
SFAC No. 8 Bab 3 mengenai karakteristik kualitatif informasi
akuntansi menyatakan bahwa kualitas primer informasi akuntansi adalah
relevansi dan representasi. Untuk informasi akuntansi berupa laba,
meskipun persistensi laba bukan merupakan komponen dari definisi kualitas
primer laba, namun persistensi laba sering digunakan sebagai pertimbangan
kualitas laba. Karena dalam karakter relevansi terdapat komponen nilai
prediktif laba, dimana salah satu unsur nilai prediktif laba adalah persistensi
laba. Ohlson (1995:667) dalam Barth dan Hutton (2004:89) juga
menggunakan persistensi laba sebagai karakteristik nilai relevan dalam
model penilaiannya. Oleh karena persistensi laba merupakan unsur
relevansi, maka beberapa informasi dalam perbedaan laba akuntansi dan
laba fiskal yang dapat mempengaruhi persistensi laba, dapat membantu
investor dalam menentukan kualitas laba dan nilai perusahaan.
Djamaluddin (2008:59) menyatakan bahwa masih terdapat beberapa
pendapat yang mendukung dan menentang pernyataan mengenai apakah
perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal dapat mencerminkan informasi
tentang persistensi laba. Pendapat yang mendukung berasal dari beberapa
literatur analisis keuangan yang menyatakan bahwa naiknya laba yang

dilaporkan oleh manajemen yang disebabkan oleh pilihan metoda akuntansi
dalam proses akrual akan menyebabkan adanya perbedaan besar antara laba
akuntansi dan laba fiskal. Djamaluddin (2008:58) menyatakan bahwa

11
Universitas Sumatera Utara

kenaikan utang pajak tangguhan, yang mencerminkan laba akuntansi lebih
besar daripada laba fiskal mengindikasikan kualitas laba semakin buruk.
Karena berkurangnya saldo aktiva pajak tangguhan harus diinvestigasi lebih
lanjut, karena perubahan dalam hubungannya dengan akun neraca mungkin
digunakan sebagai suatu cara untuk menaikkan laba secara semu.
Sedangkan pendapat yang menentang bahwa perbedaan laba akuntansi
dan laba fiskal dapat mencerminkan informasi tentang persistensi laba
sekarang adalah adanya suatu penjelasan bahwa perbedaan laba akuntansi
dan laba fiskal dapat dihasilkan melalui strategi tax-planning. Namun ada
asumsi implisit yang mendasari penelitian perbedaan laba akuntansi dan
laba fiskal untuk menilai kualitas laba, bahwa terdapat variasi cross
sectional dalam kemampuan manajer untuk memanipulasi pelaporan laba
akuntansi, tetapi tidak ada variasi cross sectional dalam kemampuan

manajer untuk memanipulasi pelaporan laba kena pajak (Djamaluddin,
2008: 90).
Penelitian ini mendasarkan pendapat dalam literatur analisis keuangan
yang fokus utamanya adalah pada perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal
(book-tax differences) dimana laba akuntansi lebih besar dibanding laba
kena pajak (perbedaan positif), dan perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal
tersebut dapat digunakan untuk menilai kualitas laba akuntansi. Beberapa
penelitian sebelumnya mengasumsikan bahwa perbedaan laba akuntansi dan
laba fiskal mengindikasikan kualitas laba rendah karena subyektivitas dalam
proses akrual untuk tujuan pelaporan keuangan dibanding untuk tujuan

12
Universitas Sumatera Utara

pajak. Jika perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal menunjukkan
subjektivitas dalam proses akrual pelaporan keuangan, maka perusahaan
dengan perbedaan besar positif atau negatif laba akuntansi dan laba fiskal
akan menunjukkan komponen laba akrual yang kurang persisten dibanding
perusahaan yang memiliki perbedaan kecil laba akuntansi dan laba fiskal.
2.1.2 Kualitas Laba Akuntansi

Laba dalam laporan keuangan sering digunakan oleh manajemen
untuk menarik calon investor dan kreditor sehingga laba tersebut sering
direkayasa sedemikian rupa oleh manajemen untuk mempengaruhi
keputusan akhir pihak-pihak tersebut. Hal ini sesuai dengan signalling
theory yang menunjukkan kecenderungan adanya informasi asimetri antara
manajemen dan pihak di luar perusahaan. Pihak internal perusahaan secara
umum mempunyai lebih banyak informasi mengenai kondisi nyata
perusahaan saat ini dan prospeknya dimasa depan dibanding pihak
eksternal.
Oleh karena itu, kualitas laba akuntansi yang dilaporkan oleh
manajemen menjadi pusat perhatian pihak eksternal perusahaan. Laba
akuntansi yang berkualitas adalah laba akuntansi yang memiliki sedikit atau
tidak mengandung gangguan persepsian (perceived noise), dan dapat
mencerminkan

kinerja

keuangan

perusahaan


yang

sesungguhnya

(Chandrarin, 2001:117). Hayn (1995:98) menjelaskan bahwa gangguan
persepsian dalam laba akuntansi disebabkan oleh peristiwa transitori
(transitory events) atau penerapan konsep akrual dalam akuntansi. Peristiwa

13
Universitas Sumatera Utara

transitori adalah peristiwa yang terjadi pada waktu tertentu dan hanya
berpengaruh pada perioda terjadinya peristiwa tersebut. Chandrarin
(2001:103) juga menjelaskan bahwa komponen transitori merupakan
komponen yang hanya berpengaruh pada perioda tertentu, terjadinya tidak
persisten atau tidak terus-menerus, dan mengakibatkan angka laba (rugi)
yang dilaporkan dalam laporan laba-rugi berfluktuasi. Semakin besar
gangguan persepsian yang terkandung dalam laba akuntansi, maka semakin
rendah kualitas laba akuntansi.

Biaya (manfaat) pajak tangguhan yang berasal dari perbedaan
temporer antara laba akuntansi dan laba fiskal dapat dianggap sebagai
gangguan persepsian dalam laba akuntansi, karena dua hal: (1) biaya
(manfaat) pajak tangguhan yang dilaporkan dalam laporan laba rugi
merupakan hasil dari penerapan konsep akuntansi akrual dalam pengakuan
pendapatan dan biaya serta memiliki konsekuensi pajak; (2) biaya (manfaat)
pajak tangguhan yang dilaporkan dalam laporan laba-rugi merupakan
komponen transitori, yang berarti bahwa biaya (manfaat) pajak tangguhan
tersebut tidak terjadi secara terus-menerus dan hanya terjadi dalam perioda
tertentu, yaitu selama perusahaan menerapkan metoda dan kebijakan
akuntansi yang berbeda dengan peraturan pajak.
2.1.3 Perbedaan Laba Akuntansi dan Laba Fiskal (Book-tax Difference)
Perbedaan antara standar akuntansi dengan ketentuan pajak
mengharuskan manajemen untuk menyusun dua macam laporan laba rugi
pada setiap akhir periode, yaitu laporan laba rugi komersial dan laporan laba

14
Universitas Sumatera Utara

rugi fiskal. Laporan laba rugi komersial merupakan pelaporan laba yang

dibuat berdasarkan standar akuntansi keuangan dan menghasilkan laba
bersih sebelum pajak (laba akuntansi), sedangkan laporan laba rugi fiskal
dibuat berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
untuk menentukan besarnya penghasilan kena pajak (taxable income) atau
laba fiskal.
Menurut Lestari (2011: 43) perbedaan utama antara laporan keuangan
komersial dengan laporan keuangan fiskal disebabkan oleh perbedaan
tujuan serta dasar hukumnya, tahun pajak atau tahun buku, metode
akuntansi yang digunakan dan konsep yang menjadi acuannya, walaupun
dalam beberapa hal terdapat kesamaan antara akuntansi pajak yang mengacu
pada ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dan akuntansi
keuangan yang mengacu kepada standar akuntansi keuangan. Perbedaan
kedua dasar penyusunan laporan keuangan tersebut mengakibatkan
perbedaan penghitungan laba (rugi) suatu entitas yang pada akhirnya akan
menimbulkan jumlah laba yang berbeda antara laba akuntansi dengan laba
fiskal atau yang dikenal dengan istilah perbedaan laba akuntansi dan laba
fiskal (book-tax differences).
Peraturan pajak yang berlaku di Indonesia mengharuskan laporan laba
rugi fiskal dihitung berdasarkan metode akuntansi yang digunakan
perusahaan dalam menghitung laba akuntansi, sehingga perusahaan tidak

perlu melakukan pembukuan ganda untuk dua tujuan pelaporan laba
tersebut. Untuk menentukan besarnya laba rugi fiskal, perusahaan

15
Universitas Sumatera Utara

melakukan rekonsiliasi fiskal. Rekonsiliasi fiskal merupakan penyesuaian
antara laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal melalui
perbedaan permanen dan perbedaan temporer atau koreksi fiskal positif dan
koreksi fiskal negatif (Lestari, 2011:47).
Penyesuaian yang dilakukan terhadap penghasilan atau biaya yang
termasuk koreksi fiskal positif adalah penghasilan yang menurut fiskal akan
bertambah dan atau biaya yang berkurang menurut fiskal atau dengan kata
lain koreksi fiskal positif adalah koreksi yang akan menyebabkan laba fiskal
bertambah. Di sisi lain, penyesuaian yang dilakukan terhadap penghasilan
atau biaya yang termasuk koreksi fiskal negatif adalah penghasilan yang
menurut fiskal akan berkurang dan atau biaya yang bertambah menurut
fiskal atau dengan kata lain koreksi fiskal negatif adalah koreksi yang akan
menyebabkan laba fiskal berkurang.
2.1.4 Perbedaan Permanen (Permanent Differences)

Perbedaan permanen disebabkan oleh pengaturan yang berbeda terkait
dengan pengakuan penghasilan dan biaya antara Standar Akuntansi
Keuangan dengan Ketentuan Peraturan Perundang-undangan Perpajakan.
Jadi dapat dikatakan bahwa berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan, ada beberapa penghasilan yang bukan merupakan
objek pajak, sedangkan secara komersial penghasilan tersebut diakui
sebagai penghasilan. Begitu juga sebaliknya, ada beberapa biaya sesuai
ketentuan perundang-undangan perpajakan termasuk biaya fiskal yang tidak
boleh

dikurangkan,

sedangkan

menurut

komersial

biaya

tersebut


16
Universitas Sumatera Utara

diperhitungkan sebagai biaya. Pada umumnya perbedaan permanen yang
terjadi akibat perbedaan pengakuan penghasilan dan biaya terdapat pada:
1)

Jenis Penghasilan Bukan Objek Pajak
Perbedaan yang tercantum dalam pasal 4 ayat (3) Undang-Undang No.

36 Tahun 2008 berkenaan dengan penghasilan yang bukan merupakan objek
pajak. Jadi, setiap penghasilan yang termasuk dalam pasal ini harus
dikeluarkan dari laporan laba rugi komersial untuk memperoleh laba fiskal.
Berikut ini adalah beberapa penghasilan yang bukan merupakan objek pajak
menurut Pasal 4 ayat (3) UU No. 36 Tahun 2008 yang relevan dengan objek
penelitian:
a.

Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau
sebagai pengganti penyertaan modal;

b.

Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan
terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negei, koperasi, badan usaha milik
negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada
badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia
dengan syarat: dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha
milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan
yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen)
dari jumlah modal yang disetor;

17
Universitas Sumatera Utara

c.

Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya
telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja
maupun pegawai;

d.

Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam
bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan keputusan Menteri
Keuangan;

e.

Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura
berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan
menjalankan usaha/ kegiatan di Indonesia;

f.

Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba
yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau penelitian dan
pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya,
yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan
pendidikan atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu
paling lama empat tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut;

g.

Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara
Jaminan sosial kepada wajib pajak tertentu.

2)

Biaya-biaya yang tidak diperkenankan dikurang dari Penghasilan
Kena Pajak (Non Deductible Expenses)
Perbedaan yang tercantum dalam pasal 9 ayat (1) dan ayat (2)

Undang-undang Pajak Penghasilan berkenaan dengan pengeluaran yang
tidak boleh dibebankan sebagai biaya. Seperti halnya dengan perlakuan
terhadap penghasilan yang bukan merupakan objek pajak, jika terdapat

18
Universitas Sumatera Utara

pengeluaran yang tidak boleh dikurangkan dalam sebagai biaya dalam
laporan laba rugi komersial maka harus dikeluarkan untuk memperoleh laba
fiskal. Berikut beberapa contoh pengeluaran yang tidak boleh dibebankan
sebagai biaya:
a.

Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen,
termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada
pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;

b.

Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi
pemegang saham, sekutu, atau anggota;

c.

Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali cadangan
piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang
menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan
pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang;

d.

Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang
saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai
imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan;

e.

Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan;

f.

Pajak penghasilan;

g.

Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau
perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham;

h.

Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi
pidana

berupa

denda

yang

berkenaan

dengan

pelaksanaan

perundangundangan di bidang perpajakan.

19
Universitas Sumatera Utara

Menurut waluyo (2008:103) perbedaan permanen terdiri dari:
a.

Penghasilan yang telah dipotong PPh final
Sesuai dengan Pasal 4 ayat 2 UU PPh atas penghasilan berupa
bunga deposito dan tabungan-tabungan lainnya, penghasilan dari
transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan dari
pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan serta penghasilan
tertentu lainnya, pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan
Pemerintah. Penghasilan tersebut harus dikeluarkan dari total
penghasilan kena pajak atau dikurangkan dari laba menurut akuntansi
komersial.

b.

Penghasilan yang bukan merupakan objek pajak
Penghasilan yang bukan merupakan objek pajak tercantum dalam
Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang Pajak penghasilan. Penghasilan
tersebut harus dikeluarkan dari total penghasilan kena pajak atau
dikurangkan dari laba menurut akuntansi komersial.

c.

Pengeluaran yang termasuk dalam non deductible expense dan tidak
termasuk dalam deductible expense.
Perbedaan permanen dapat memengaruhi salah satu dari laporan
keuangan tersebut, baik laporan keuangan yang disusun berdasarkan
akuntansi keuangan, maupun laporan keuangan untuk kepentingan
perpajakan, tetapi tidak kedua-duanya (Lestari, 2011: 102).

20
Universitas Sumatera Utara

Perbedaan Temporer (Temporary Differences)

2.1.5

Perbedaan temporer atau beda waktu merupakan perbedaan waktu
pengakuan penghasilan atau biaya antara pajak dan akuntansi sehingga
mengakibatkan besarnya laba akuntansi lebih tinggi daripada laba pajak atau
sebaliknya dalam suatu periode (Lestari, 2011: 98). Perbedaan temporer
muncul karena adanya perbedaan tujuan antara akuntansi dengan aturan
pajak.
Untuk tujuan pelaporan keuangan, pendapatan diakui ketika diperoleh
dan biaya diakui pada saat terjadinya, atau accrual basic. Dan Prinsip
Akuntansi Berterima Umum (PABU) memberikan kebebasan bagi
manajemen untuk memilih prosedur akutansinya. Manajer dapat memilih
salah satu diantara beberapa metode akuntansi yang berbeda, misalnya
dalam penentuan metode depresiasi dan pengestimasian periode depresiasi
dan amortisasi, serta manajer bebas menggunakan pertimbangannya untuk
menentukan besarnya cadangan dana yang dapat mengurangi laba, misalnya
penentuan cadangan piutang tidak tertagih, cadangan kompensasi, cadangan
garansi, dan lain-lain (Mills dan Newberry 2001:11 dalam Wijayanti,
2006:71).
Sedangkan untuk tujuan pajak, perusahaan hanya mengakui
pendapatan yang diterima dan biaya yang dikeluarkan pada periode yang
bersangkutan. Dengan kata lain, pendapatan dicatat ketika kas diterima,
penangguhan pendapatan (unearned) tidak dimasukkan dalam laba fiskal,
dan biaya diakui pada saat kas dikeluarkan, atau cash basic. Hal ini

21
Universitas Sumatera Utara

dikarenakan peraturan pajak tidak memperkenankan adanya pengestimasian
dan pencadangan biaya yang dapat mengurangi penghasilan kena pajak serta
peraturan

perpajakan

tidak

memberikan

banyak

keleluasaan

bagi

manajemen dalam menggunakan estimasi atau metode akuntansi dalam
pelaporan pajak perusahaan (Wijayanti, 2006:73).
Berdasarkan dua kelompok penyebab perbedaan antara laba akuntansi
dan laba fiskal, penelitian ini hanya memfokuskan pada perbedaan temporer
sesuai dengan model penelitian Hanlon (2005:141). Penelitian ini tidak
menggunakan perbedaan permanen dalam analisis utama karena perbedaan
permanen hanya mempengaruhi perioda terjadinya saja dan tidak
mengindikasikan kualitas laba yang dihubungkan dengan proses akrual,
selain itu perbedaan permanen tidak menimbulkan konsekuensi adanya
penambahan atau pengurangan jumlah pajak masa depan. Sebaliknya,
perbedaan temporer dapat menimbulkan jumlah pajak yang dapat
ditambahkan atau dikurangkan dimasa depan (future taxable and future
deductible amounts), yang berhubungan dengan proses akrual sehingga
dapat digunakan untuk penilaian kualitas laba masa depan.
Pengakuan pajak penghasilan dalam PSAK No. 46, telah menerapkan
metoda

akuntansi

pajak

penghasilan

secara

komprehensif

dengan

pendekatan aktiva-kewajiban atau balance-sheet approach (Harnanto,
110:176). Metoda akuntansi pajak penghasilan yang berorientasi pada
neraca mengakui kewajiban dan aktiva pajak tangguhan terhadap
konsekuensi fiskal masa depan yang disebabkan oleh adanya perbedaan

22
Universitas Sumatera Utara

temporer dan sisa kerugian yang belum dikompensasikan. Untuk itu,
perbedaan temporer yang dapat menambah jumlah pajak di masa depan
akan diakui sebagai utang pajak tangguhan dan perusahaan harus mengakui
adanya biaya pajak tangguhan (deferred tax expense), yang berarti bahwa
kenaikan utang pajak tangguhan konsisten dengan perusahaan yang
mengakui pendapatan lebih awal atau menunda biaya untuk pelaporan
keuangan dibanding pelaporan pajak. Sebaliknya, perbedaan temporer yang
dapat mengurangi jumlah pajak dimasa depan akan diakui sebagai aktiva
pajak tangguhan dan perusahaan harus mengakui adanya keuntungan atau
manfaat pajak tangguhan (deferred tax benefit), yang berarti bahwa
kenaikan aktiva pajak tangguhan konsisten dengan perusahaan yang
mengakui biaya lebih awal atau menangguhkan pendapatannya untuk tujuan
pelaporan keuangan dibanding pelaporan pajak (Phillips, dkk, 2003: 507).
2.1.6 Perbedaan Besar Positif Laba Akuntansi Dan Laba Fiskal (Large
Positive Book-Tax Differences)
Perbedaan besar positif laba akuntansi dan laba fiskal (Large positive
book-tax differences) merupakan selisih antara laba akuntansi dengan laba
fiskal, dimana laba akuntansi lebih besar dari laba fiskal. Perbedaan besar
positif laba akuntansi dan laba fiskal terjadi akibat adanya perbedaan
temporer dalam pengakuan pendapatan dan beban antara standar akuntansi
dengan peraturan perpajakan (Harnanto, 2003:89).
Menurut Waluyo (2008:106) perbedaan besar positif laba akuntansi
dan laba fiskal timbul apabila perbedaan temporer atau perbedaan waktu

23
Universitas Sumatera Utara

menyebabkan terjadinya koreksi fiskal negatif. Koreksi fiskal negatif adalah
penyesuaian terhadap penghasilan netto komersial (laba akuntansi sebelum
pajak penghasilan) dalam rangka menghitung penghasilan kena pajak
berdasarkan

undang-undang

pajak

penghasilan

beserta

peraturan

pelaksanaanya, yang bersifat mengurangi penghasilan dan atau menambah
biaya-biaya komersial tersebut. Dengan adanya koreksi tersebut beban pajak
menurut akuntansi lebih besar dari pada beban pajak menurut peraturan
perpajakan, sehingga perbedaan besar positif laba akuntansi dan laba fiskal
(large positive book-tax differences) akan menimbulkan beban pajak
tangguhan (deffered tax exspenses) di laporan laba rugi dan kewajiban pajak
tangguhan (deffered tax liabilities) di neraca. Kewajiban pajak tangguhan
adalah jumlah pajak penghasilan terutang (payable) untuk periode
mendatang sebagai akibat adanya perbedaan temporer kena pajak.
Menurut Harnanto (2003:94) secara garis besar penyebab timbulnya
perbedaan besar positif laba akuntansi dan laba fiskal ada dua, yaitu:
a.

Terdapatnya pendapatan atau keuntungan tertentu yang telah diakui
dalam laporan keuangan tahun berjalan. sebagai contoh, keuntungan
yang

belum

direalisasikan

atas

investasi

dalam

efek

yang

diperdagangkan pada periode terjadinya. Kenaikan nilai tersebut diakui
dalam laporan laba rugi. Sedangkan dalam penghitungan pajak
keuntungan tersebut belum diakui. Pajak baru mengakui keuntungan
tersebut apabila keuntungan tersebut telah terealisasi yaitu pada saat
efek tersebut dijual.

24
Universitas Sumatera Utara

b.

Terdapatnya beban atau kerugian tertentu yang dikurangkan untuk
perhitungan pajak tahun berjalan, tetapi baru akan dikurangkan dalam
tahun mendatang untuk tujuan pelaporan keuangan. Sebagai contoh,
beban penyusutan yang timbul akibat perbedaan masa manfaat aktiva
menurut undang-undang pajak penghasilan, dimana masa manfaat
aktiva lebih pendek dibandingkan estimasi masa manfaat aktiva yang
dilakukan oleh manajemen, sehingga beban penyusutan menurut pajak
lebih besar dari perhitungan dalam laporan keuangan komersil.
Akibatnya laba komersil sebelum pajak lebih besar dari laba fiskal.

2.1.7 Perbedaan Besar Negatif Laba Akuntansi Dan Laba Fiskal (Large
Negative Book-Tax Differences)
Menurut Harnanto (2003:97) perbedaan besar negatif laba akuntansi
dan laba fiskal (Large negative book-tax differences) adalah selisih antara
laba akuntansi dengan laba fiskal, dimana laba akuntansi lebih kecil dari
laba fiskal. Karena adanya perbedaan temporer dalam pengakuan
pendapatan dan beban antara standar akuntansi dengan peraturan perpajakan
jadi terbentuk perbedaan besar negatif laba akuntansi dan laba fiskal (Large
negative book-tax differences).
Perbedaan besar negatif laba akuntansi dan laba fiskal (Large negative
book-tax differences) timbul apabila perbedaan temporer atau perbedaan
waktu menyebabkan terjadinya koreksi fiskal positif dalam laporan
rekonsiliasi fiskal. Koreksi fiskal positif terjadi ketika penyesuaian terhadap
penghasilan netto komersial (laba akuntansi sebelum pajak) dalam rangka

25
Universitas Sumatera Utara

menghitung penghasilan kena pajak berdasarkan undang-undang pajak
penghasilan beserta peraturan pelaksanaanya, yang bersifat menambah
penghasilan dan atau mengurangi biaya -biaya komersial tersebut, sehingga
beban pajak menurut akuntansi lebih kecil daripada beban pajak menurut
peraturan perpajakan, sehingga perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal
akan menimbulkan manfaat pajak tangguhan (deffered tax benefit) di laba
rugi dan aktiva pajak tangguhan (deffered tax asset) di neraca. Aktiva pajak
tangguhan adalah jumlah pajak penghasilan terpulihkan (recovable) pada
periode mendatang sebagai akibat adanya perbedaan temporer yang boleh
dikurangkan dan sisa kompensasi kerugian (Fatkhur, 2013:54).
Menurut Fatkhur (2013:57) secara garis besar perbedaan besar negatif
laba akuntansi dan laba fiskal timbul akibat dua hal, yaitu:
a.

Terdapatnya penghasilan atau keuntungan kena pajak belum diakui di
laporan keuangan tetapi telah diakui di laporan perpajakan. Sebagai
contoh, pendapatan sewa yang diterima dimuka diakui sebagai
pendapatan untuk tujuan perpajakan namun diakui pada periode –
periode di masa depan untuk tujuan laporan keuangan.

b.

Terdapatnya beban atau kerugian tertentu yang dikurangkan untuk
perpajakan pada tahun mendatang, tetapi dikurangkan pada tahun
berjalan untuk tujuan pelaporan keuangan. Sebagai contoh, beban
garansi dan beban piutang tak tertagih boleh dikurangkan untuk tujuan
perpajakan hanya ketika benar-benar terjadi atau kerugian benar-benar

26
Universitas Sumatera Utara

terealisasi, tetapi biaya tersebut diperhitungkan dimuka untuk tujuan
pelaporan keuangan.
2.1.8 Perbedaan Kecil Laba Akuntansi Dan Laba Fiskal (Small BookTax Differences)
Menurut Fatkhur (2013:58) perbedaan kecil laba akuntansi dan laba
fiskal (Small book-tax differences) adalah merupakan perbedaan antara laba
akuntansi dan laba fiskal, dimana mempunyai nilai perbedaan antara laba
akuntansi dan laba fiskal yang relatif kecil, sehingga mengindikasikan
kualitas laba yang dihasilkan baik. Perusahaan yang termasuk dalam
kelompok perbedaan kecil laba akuntansi dan laba fiskal (small book-tax
differences) dan perbedaan besar laba akuntansi dan laba fiskal (large booktax differences) dapat ditentukan dengan melakukan sistem quantile. Sistem
quantile dilakukan dengan

cara

mengurutkan perbedaan temporer

perusahaan yang diwakili dengan akun beban pajak tangguhan dan manfaat
pajak tangguhan kemudian seperlima urutan tertinggi masuk dalam
kelompok perbedaan besar positif laba akuntansi dan laba fiskal dan
seperlima terendah masuk dalam kelompok perbedaan besar negatif laba
akuntansi dan laba fiskal, sedangkan sisanya termasuk dalam kelompok
perbedaan kecil laba akuntansi dan laba fiskal (Hanlon, 2005: 143).
2.1.9 Komponen Akrual
Laporan keuangan yang dihasilkan perusahaan selama ini didasari
pada akuntansi akrual (accrual-based ccounting), karena masih relevan
dalam pengukuran kinerja keuangan perusahaan. Menurut Financial

27
Universitas Sumatera Utara

Accounting Standars Board (SFAC no.6, 1985:139) menyatakan bahwa
akuntansi

akrual

umumnya

menghasilkan

laporan

keuangan

yang

menggambarkan posisi keuangan dan hasil operasi yang lebih akurat dan
lebih baik lagi dibandingkan informasi yang hanya menampilkan
penerimaan dan pengeluaran kas.
Dalam PSAK no. 1 paragraf 25 (2007) juga menyebutkan bahwa
untuk mencapai tujuannya, laporan keuangan disusun atas dasar akrual.
Dengan adanya dasar tersebut pengaruh transaksi dan peristiwa lain diakui
pada saat kejadian (dan bukan pada saat kas atau setara kas diterima atau
dibayar) dan dicatat dalam catatan akuntansi serta dilaporkan dalam laporan
keuangan pada periode yang bersangkutan. Laporan keuangan yang disusun
berdasarkan akrual memberikan informasi pada pemakai tidak hanya
transaksi masa lalu yang melibatkan penerimaan dan pembayaran kas saja,
melainkan juga kewajiban pembayaran kas dimasa depan serta sumber daya
yang mempresentasikan kas yang diterima di masa datang.
Sloan (1996:300) menguji sifat kandungan informasi komponen
akrual dan komponen arus kas, informasi tersebut terefleksi dalam harga
saham. Hasilnya menunjukkan bahwa kinerja laba yang teratribut pada
komponen akrual menggambarkan persistensi yang lebih rendah daripada
kinerja laba yang teratribut pada komponen kas. Sloan (1996:305) juga
menunjukkan bahwa harga saham bereaksi jika investor (percaya) pada
laba, gagal membedakan antara properties komponen akrual dan komponen
arus kas. Sloan (1996:306) berpendapat bahwa hasil penelitian ini konsisten

28
Universitas Sumatera Utara

dengan fiksasi laba oleh sebagian kecil partisipan pasar terhadap jumlah
total laba yang dilaporkan tanpa memperhatikan besarnya komponen akrual
dan komponen arus kas.
2.2

Tinjauan Penelitian Terdahulu.
Hanlon (2005) meneliti tentang “The Persistence and Pricing of Earning,

Accrual, and Cash Flow When Firms Have Large Book-Tax Differences”.
Penelitian dilakukan di NYSE. Dengan menggunakan 4.048 sempel pada rentang
periode 1994-2000, dan dengan menggunakan standar perpajakan yang berlaku di
Amerika Serikat hasilnya menunjukkan bahwa perusahaan yang memiliki
perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal yang besar baik postif maupun negatif
akan cenderung mengalami persistensi laba yang lebih rendah dibandingkan
perusahaan yang memiliki perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal yang kecil.
Wijayanti (2006) meneliti “Pengaruh Perbedaan Antara Laba Akuntansi
Dan Laba Fiskal Terhadap Persistensi Laba, Akrual, dan Arus Kas”. Dengan
menggunakan 40 sampel perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Jakarta (BEJ) pada rentang periode 2000-2004, menghasilkan kesimpulan bahwa
perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal mempunyai pengaruh negatif signifikan
terhadap persistensi laba akuntansi satu periode kedepan, dan perusahaan dengan
perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal yang tinggi signifikan secara statistik
mempunyai persistensi laba lebih rendah yang disebabkan oleh komponen
akrualnya daripada perusahaan dengan perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal
yang kecil.

29
Universitas Sumatera Utara

Penelitian terhadap persistensi laba dilakukan oleh Meythi (2006) dengan
judul “ Pengaruh Arus Kas Operasi Terhadap Harga Saham Dengan Persistensi
Laba Sebagai Variabel Intervening”. Dengan menggunakan 54 sampel perusahaan
jasa non keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ) pada rentang
periode 2000-2004. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa tidak adanya
pengaruh arus kas operasi terhadap harga saham dengan persistensi laba sebagai
variabel intervening. Penelitian mengenai persistensi selanjutnya dilakukan oleh
Margaretta dengan judul “ Analisis faktor-faktor Yang Mempengaruhi Koefisien
Respon Laba “. Dalam penelitian ini menggunakan variabel independen ukuran
perusahaan, persistensi laba, prediktabilitas laba dan hasil dari penelitian ini
menunjukkan bahwa persistensi laba berpengaruh signifikan terhadap koefisien
respon laba.
Djamaluddin (2008: 55) meneliti “Pengaruh Perbedaan Antara Laba
Akuntansi dan Laba Fiskal Terhadap Persistensi Laba, Akrual, dan Arus Kas”,
dan hasilnya menunjukkan bahwa perbedaan antara laba akuntansi dan laba fiskal
berpengaruh secara negatif terhadap persistensi laba. Penelitian ini menggunakan
20 perusahaan perbankan sebagai sampelnya. Dan hasilnya menunjukkan bahwa
perbedaan laba akuntansi dan fiskal berpengaruh negatif terhadap persistensi laba.
Beberapa peneliti kualitas laba telah memusatkan perhatiannya pada selisih antara
laba akuntansi dan laba fiskal (Manzon dan Plesko, 2002:206 dalam Djamaluddin,
2008:57). Mereka berpendapat bahwa perbedaan antara laba akuntansi dan laba
fiskal (book-tax differences) dapat memberikan informasi mengenai kualitas laba.

30
Universitas Sumatera Utara

Beberapa penelitian telah memberikan bukti peranan perbedaan laba
akuntansi dan laba fiskal untuk menilai kualitas laba melalui praktik manajemen
laba, namun belum ada bukti secara langsung bahwa perbedaan laba akuntansi
dan laba fiskal dapat mempengaruhi persistensi laba, karena menurut Jonas dan
Blanchet dalam Djamluddin (2008:58), persistensi laba merupakan salah satu
komponen nilai prediksi laba dalam menentukan kualitas laba, dan persistensi
laba tersebut ditentukan oleh komponen akrual dan aliran kas dari laba sekarang,
yang mewakili sifat transitori dan permanen laba.
Tinjauan penelitian terdahulu dari penelitian ini dapat diringkaskan sebagai
berikut:
Tabel 2.1
Tinjauan Peneliti Terdahulu

NO.

Peneliti

Judul

Variabel

Hasil Penelitian
perusahaan
dengan
positive
book
tax
differences yang besar
cenderung
memiliki
persistensi laba yang lebih
rendah
dibandingkan
perusahaan dengan small
book tax differences yang
kecil, dan perusahaan
dengan negative book tax
differences yang besar
cenderung
memiliki
persistensi laba, akrual,
dan arus kas yang lebih
rendah
dibandingkan
perusahaan dengan book
tax differences yang kecil.
hasilnya
menunjukkan
bahwa persistensi laba
berpengaruh
secara
signifikan
terhadap
koefisien respon laba.

1.

Hanlon (2005)

The Persistence and
Pricing of Earnings,
Accrual and Cash
Flow when Firm
Have Large BookTax Differences.

Variabel
Dependen:
Earning
Persistence
Variabel
Independen:
accrual, cash flow,
deffered tax

2.

Margaretta
(2006)

Analisis
FaktorFaktor
Yang
Mempengaruhi
Koefisien
Respon
Laba.

Variabel
Dependen:
persistensi laba
Variabel
Independen:
ukuran perusahaan,
prediktabilitas,

31
Universitas Sumatera Utara

3.

Wijayanti
(2006)

Analisis
Pengaruh
Perbedaan
antara Laba
Akuntansi
dan Laba
Fiskal
terhadap
Persistensi
Laba,
Akrual, dan Arus Kas

4.

Djamaluddin
(2008)

Analisis
Pengaruh
Perbedaan
Antara
Laba Akuntansi Dan
Laba Fiskal Terhadap
Persistensi
laba,
Akrual Dan Aliran
Kas (Studi pada
Perusahaan
Perbankan
yang
Terdaftar di Bursa
Efek Jakarta)

5.

Meythi (2006)

Pengaruh Arus Kas
Terhadap
Harga
saham
dengan
persistensi
laba
sebagai
variabel
intervening.

karakteristik
perusahaan
Variabel
Dependen:
Laba sebelum
pajak masa
depan
Variabel
Independen:
kumulatif
return tidak
normal masa
depan, aliran kas
operasi, laba akrual.

Variabel
Dependen:
Laba
akuntansi
sebelum pajak yang
akan datang
Variabel
Independen:
laba sebelum pajak
saat
ini,
CAR
perbedaan
antara
laba akuntansi dan
laba fiskal, aliran
kas operasi, dan
laba akrual
Variabel
Dependen:
persistensi laba
Variabel
Independen:
Arus kas, harga
saham,

Book-tax
differences
mempunyai
pengaruh
negatif signifikan terhadap
persistensi laba akuntansi
satu periode kedepan, dan
perusahaan dengan booktax differences yang tinggi
signifikan secara statistik
mempunyai
persistensi
laba lebih rendah yang
disebabkan oleh komponen
akrualnya
daripada
perusahaan dengan booktax differences yang kecil.
Perbedaan antara laba
akuntansi dan laba fiskal
berpengaruh
negatif
terhadap persistensi laba
dan harga saham tidak
dapat
menjelaskan
informasi yang digunakan
dalam model ekspektasi.

Hasilnya
menunjukkan
bahwa arus kas tidak
berpengaruh
terhadap
harga
saham
dengan
persistensi laba sebagai
variabel intervening.

2.3. Kerangka Konseptual
Penelitian ini meneliti adanya hubungan perbedaan laba akuntansi dan laba
fiskal terhadap persistensi laba, dengan menggunakan persistensi laba sebagai
variabel dependen yang didapat dari nilai estimasi pada regresi antara laba
akuntansi dan laba sebelum pajak selama satu periode masa depan (PTBI t-1)

32
Universitas Sumatera Utara

dengan laba akuntansi sebelum pajak periode sekarang (PTBIt)(Hanlon,
2005:145).
Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini ialah perbedaan
laba akuntansi dan laba fiskal (book-tax differences) yang dibedakan menjadi tiga
subsampel yaitu perbedaan besar positif (large positive book-tax differences),
perbedaan besar negatif (large negative book-tax differences), dan perbedaan kecil
(small book-tax differences). Serta didalam penelitian menggunakan komponen
akrual yang di proksikan Pretax Accrual sebagai variabel moderasi. Berdasarkan
uraian di atas, maka dapat digambarkan kerangka konseptual pada penelitian ini
sebagai berikut :

Variabel Moderasi
(Z)
Komponen Akrual
(PTACC)
Pretax
Accrual

Variabel Independen (X)

(PTACC)

Perbedaan Laba Akuntansi
dan Laba Fiskal
Perbedaan besar positif laba
akuntansi dan laba fiskal
((Large Positive Book Tax
Deference)(LPBTD))

Perbedaan besar Negatif laba
akuntansi dan laba fiskal
((Large Negative Book Tax
Deference)(LNBTD))

Perbedaan kecil laba
akuntansi dan laba fiskal
((Small Book-Tax
Difference)(SBTD))

H1
H2
H1

H1

Variabel Dependen
(Y)
Persistensi Laba
Akuntansi Sebelum
Pajak Satu Periode ke
Depan ((Pre-Tax
Income)(PTBIt+1))

H1

Gambar 2.1
Kerangka Konseptual Penelitian
33
Universitas Sumatera Utara

Adanya perbedaan cara perhitungan antara laba akuntansi dan fiskal, lebih
disebabkan karena accrual basis yang digunakan dalam laporan keuangan
komersil yang memberikan keleluasaan bagi manajer untuk melakukan
manajemen laba, namun hal ini tidak diperhitungkan dalam menyusun laporan
keuangan fiskal (laporan laba-rugi fiskal). Oleh sebab itu, selisih yang besar baik
itu selisih postif ataupun negatif dan selisih kecil antara laba akuntansi dan laba
fiskal, mengindikasikan kualitas laba yang rendah.
Berdasarkan kerangka pemikiran sebagaimana tampak diatas, maka penulis
menetapkan hipotesis sebagai berikut :
2.4

Hipotesis Penelitian
2.4.1 Pengaruh Perbedaan Laba Akuntansi dan Laba Fiskal
Terhadap Persistensi Laba
Pendapat yang mendukung mengenai perbedaan laba akuntansi dan
laba fiskal mencerminkan informasi tentang persistensi laba adalah
penelitian dari Hanlon (2005:143). Penelitian tersebut membagi perbedaan
laba akuntansi dan laba fiskal (book-tax differences) menjadi tiga kelompok
yaitu perbedaan besar positif (large positive book-tax differences),
perbedaan kecil (small box-tax differences), dan perbedaan besar negatif
(large negative book-tax differences). Penelitian tersebut menyatakan bahwa
naiknya laba yang dilaporkan oleh manajemen yang disebabkan oleh pilihan
metode akuntansi dalam proses akrual akan menyebabkan adanya perbedaan
besar antara laba akuntansi dan laba fiskal (Wijayanti, 2006:106).

34
Universitas Sumatera Utara

Asumsi-asumsi yang mendasari penelitian perbedaan laba akuntansi
dan laba fiskal untuk menilai kualitas laba adalah kemampuan manajer
untuk memanipulasi pelaporan laba akuntansi dalam satu periode waktu,
tetapi tidak untuk memanipulasi pelaporan laba kena pajak. Karena laba
fiskal dapat mengevaluasi laba akuntansi untuk menilai kebijakan
manajemen dalam proses akrual. Jika diduga sebagai manipulasi laba
mengindikasikan mempunyai kualitas buruk dan kurang persisten (Phillips,
dkk, 2003:513), perbedaan besar positif laba akuntansi dan laba fiskal akan
menimbulkan beban pajak tangguhan (deffered tax exspenses) di laporan
laba rugi dan kewajiban pajak tangguhan (deffered tax liabilities) di neraca.
Perbedaan besar negatif laba akuntansi dan laba fiskal akan menimbulkan
manfaat pajak tangguhan (deffered tax benefit) di laporan laba rugi dan
aktiva pajak tangguhan (deffered tax asset) di neraca.
Oleh karena itu, perbedaan besar positif dan negatif laba akuntansi
dan laba fiskal diduga mempunyai kualitas laba yang rendah dan kurang
persisten karena munculnya saldo aktiva (kewajiban) pajak tangguhan harus
ditelusuri lebih lanjut, karena perubahan dalam hubungannya dengan akun
neraca memungkinkan digunakan sebagai suatu cara untuk merekayasa
(menaikkan atau menurunkan) laba secara semu dalam kebijakan
manajemen (management discretion), sehingga perbedaan besar positif dan
negatif laba akuntansi dan laba fiskal secara bersama-sama mengindikasikan
tidak dapat mempertahankan jumlah laba yang diperoleh saat ini sampai
masa yang akan datang berbeda dengan perbedaan kecil laba akuntansi dan

35
Universitas Sumatera Utara

laba fiskal yang dapat mempertahankan jumlah laba yang diperoleh saat ini
sampai masa yang akan datang (Revsine, dkk 1999:638 dalam Hanlon
2005:161). Mengacu pada perbedaan besar antara laba fiskal dengan laba
akuntansi yang bernilai positif dan negatif, maka hipotesi yang diuji adalah:
H1 : perbedaan besar dan kecil antara laba akuntansi dan laba fiskal
berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap persistensi laba
akuntansi sebelum pajak satu periode ke depan.
2.4.2 Pengaruh Perbedaan Laba Akuntansi dan Laba Fiskal dengan
Moderasi Komponen Akrual Terhadap Persistensi Laba
Menurut Hanlon (2005:152) perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal
juga dapat memberikan informasi tentang kewenangan manajemen
(management discretion) dalam proses akrual. Hanlon (2005:152) juga
menyatakan bahwa perbedaan besar positif dan negatif laba akuntansi dan
laba fiskal mempunyai laba yang kurang persisten dibandingkan perusahaan
yang mempunyai perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal dalam jumlah
kecil (small book-tax differences). Maka dengan demikian adanya laba
fiskal dapat digunakan untuk mengevaluasi laba akuntansi. Laba fiskal atau
book-tax differences dapat dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu
perbedaan besar positif laba akuntansi dan laba fiskal, perbedaan besar
negatif laba akuntansi dan laba fiskal, dan perbedaan kecil laba akuntansi
dan laba fiskal.
Wijayanti (2006:107) menyatakan bahwa (1) perbedaan laba
akuntansi dan laba fiskal secara negatif berpengaruh signifikan secara
statistik terhadap persistensi laba akuntansi satu perioda kedepan, (2)

36
Universitas Sumatera Utara

perusahaan dengan perbedaan besar positif (negatif) laba akuntansi dan laba
fiskal signifikan secara statistik mempunyai persistensi laba lebih rendah
yang disebabkan oleh komponen akrualnya daripada perusahaan dengan
perbedaan kecil laba akuntansi dan laba fiskal, dan (3) harga saham tidak
mencerminkan informasi yang digunakan dalam model ekspektasi yang
berarti bahwa investor belum mampu membedakan komponen laba dalam
menentukan persistensi laba. Maka dapat dikembangkan hipotesis penelitian
sebagai berikut :
H2 : komponen laba akrual mempengaruhi perbedaan kecil dan besar laba
akuntansi dan laba fiskal terhadap persistensi laba akuntansi sebelum
pajak satu periode ke depan.

37
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pengaruh Perbedaan Antara Laba Akuntansi Dan Laba Fiskal Terhadap Persistensi Laba Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

6 53 101

Pengaruh laba tahun berjalan, akrual, dan arus kas terhadap persistensi laba dengan perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal sebagai veriabel moderating

3 16 99

Pengaruh Perbedaan Laba Akuntansi Dan Laba Fiskal Terhadap Persistensi Laba Dengan Komponen Akrual Sebagai Variabel Moderasi Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 15 93

Analisis Pengaruh Perbedaan Laba Akuntansi dengan Laba Fiskal dan Komponen Laba Terhadap Persistensi Laba BAB 0

0 4 18

PENGARUH PERBEDAAN ANTARA LABA AKUNTANSI DAN LABA FISKAL TERHADAP PERSISTENSI LABA PADA PERUSAHAAN YANG LISTING DI BURSA EFEK INDONESIA

3 9 14

Pengaruh Perbedaan Laba Akuntansi Dan Laba Fiskal Terhadap Persistensi Laba Dengan Komponen Akrual Sebagai Variabel Moderasi Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 0 12

Pengaruh Perbedaan Laba Akuntansi Dan Laba Fiskal Terhadap Persistensi Laba Dengan Komponen Akrual Sebagai Variabel Moderasi Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 0 2

Pengaruh Perbedaan Laba Akuntansi Dan Laba Fiskal Terhadap Persistensi Laba Dengan Komponen Akrual Sebagai Variabel Moderasi Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 0 9

Pengaruh Perbedaan Laba Akuntansi Dan Laba Fiskal Terhadap Persistensi Laba Dengan Komponen Akrual Sebagai Variabel Moderasi Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 0 3

Pengaruh Perbedaan Laba Akuntansi Dan Laba Fiskal Terhadap Persistensi Laba Dengan Komponen Akrual Sebagai Variabel Moderasi Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 0 5