Gambaran Perilaku Pemilik Anjing Terhadap Pencegahan Penyakit Rabies di Kota Binjai Tahun 2016

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

PENGETAHUAN

2.1.1. Defenisi Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakam hasil dari tahu dan ini terjadi setelah
orang melakukan penngindraan suatu objek tertentu baik melalui penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Tetapi sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau ranah kognitif
merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang
(overt behavior). (Notoatmodjo,2012).
2.1.2. Tingkat Pengetahuan
Tingkat pengetahuan yang tercakup dalam Domain Kognitif mempunyai 6
Tingkatan:
1.

Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembalai sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah di terima.

2.

Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskna secara
benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi
tersebut secara benar.

8
Universitas Sumatera Utara

9

3.

Aplikasi (aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

di pelajari pada situasi atau kondisi real ( sebenarnya ). Aplikasi di sini dapat
diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum,rumus,metode,
prinsip, dan sebaginya dalam konteks atau situasi lain.

4.

Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek
ke dalam kompenen-kompenen, tetapi masih didalam satu struktur organisasi,
dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5.

Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyususn
formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

6.


Evaluasi (evalution)
Evluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan
pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria
yang telah ada.

Universitas Sumatera Utara

10

2.2.

Sikap

2.2.1. Defenisi Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup
terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi
adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu dalam kehidupan sehari-hari
merupakan


reaksi

yang

bersifat

emosional

terhadap

stimulus

social

(Notoatmodjo, 2012).
Sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan
merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan
atau aktivitas, akan tetapi merupakan presdisposisi tindakan suatu pengetahuan.
Sikap itu merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah

laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di
lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.
2.2.2. Faktor yang mempengaruhi Terbentuknya Sikap
Pembentukan sikap seseorang sangat ditentukan oleh, keperibadian,
intelegensia,

minat.

Sikap dapat

dipelajari,

dibentuk

dan

sikap akan

mencerminkan keperibadian seseorang. Sikap dapat dipelajari, dimana belajar itu
adalah berlatih, dan belajar berlangsung seumur hidup.

Sikap mempunyai tiga kompenen yaitu: pertama kepercayaan (keyakinan),
ide dan konsep terhadap suatu objek. Kedua kehidupan emosional atau evaluasi
terhaadap suatu objek. Ketiga kompenen ini secara bersama–sama membentuk
sikap yang utuh. Dalam penetapan sikap yang utuh ini, pengetahuan berfikir,
keyakinan dan emosi memegang peranan penting (Notoatmodjo, 2012).

Universitas Sumatera Utara

11

2.2.3. Tingkatan Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup
terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2012). Sikap mempunyai
beberapa karakteristik yaitu selalu ada objeknya, biasanya bersifat evaluatif,
relatif mantap, dapat dirubah. Sikap adalah reaksi atau respon seseorang yang
masih tertutup terhadap stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan
konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu. Sikap mempunyai
tiga

komponen


pokok

yaitu

kepercayaan,

kehidupan

emosional

serta

kecenderungan untuk bertindak. Ketiga komponen ini secara bersama membentuk
sikap yang utuh.Dalam penetuan sikap yang utuh ini, pengetahuan berfikir,
keyakinan dan emosi memegang peranan penting. Sikap terdiri dari berbagai
tingkatan, yakni :
1. Menerima

(receiving)


diartikan

bahwa

orang

(subjek)

mau

dan

memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).
2. Merespon (responding) memberikan jawaban apabila di tanya, mengerjakan,
dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikassi dari sikap.
Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan
tugas yang berikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah
beraarti bahwa orang menerima ide tersebut.
3. Menghargai (valuing) mengajak orang lain untuk mengerjakan atau

mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
4. Bertanggung jawab (responsible ) diartikan bahwa subjek bertanggung jawab
atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko.

Universitas Sumatera Utara

12

Sikap dibedakan menjadi dua, yaitu :
1.

Sikap negatif, sikap yang menunjukkan penolakan atau tidak menyetujui
terhadap norma yang berlaku dimana individu itu berada

2.

Sikap positif, sikap yang menunjukkan menerima terhadap norma yang
berlaku dimana individu itu berada
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung,


melalui pendapat atau pertanyaan responden terhadap suatu objek secara tidak
langsung dilakukan dengan pertanyaan hipotesis, kemudia dinyatakan sebagai
responden (Notoatmodjo, 2012 ).
2.2.4. Struktur Dan pembentukan Sikap
Struktur sikap terdiri dari kompenen yang saling menunjang yaitu
kompenen kognitif, efektif dan konatif (Azwar, 2010). Kompenen kognitif
merupakan representasi apa yang berlaku atau apa yang bennar bagi obyek sikap.
Sekali kepercayaan itu sudah terbentuk, maka ia akan menjadi dasar pengetahuan
seseorang mengenai apa yang dapat diharapkan dari obyek tertentu. Tentu saja
kepercayaan itu terbentuk justru dikarenakan kurang atau tidak adanya informasi
yang benar mengenai obyek yang dihadapi. Kompenen afektif merupakan
perasaan yang menyangkut aspek emosional subyektif terhadp suatu obyek sikap.
Secara umum, kompenen ini disamakan denagn perasaan yang dimiliki terhadap
sesuatu. Pada umumnya reaksi emosional yang merupakan kompenen afektis ini
banyak dipengaruhi oleh kjepercayaan atau apa yang kiat percayai sebagai benar
dan berlaku bagi obyek termaksud. Kompenen konatif merupakan aspek
kecendrungan berprilaku yang ada dalam diri seseorang baerkaitan dengan obyek

Universitas Sumatera Utara


13

sikap dihadapinya. Kaitan ini didasari oleh asumsi bahwa kepercayaan dan
perasaan banyak mempengaruhi perilaku. Maksudnya, bagaimana orang
berperilaku dalam situasi tertentu dan terhadap stimulus tertentu akan banyak
ditentukan oleh bagaimana kepercayaan dan perasaan ini membentuk sikap
individual. Karena itu, adalah logis untuk mengahrapkan bahwa sikap seseorang
akan dicerminkannya dalam bentuk tendensi perilaku terhadap obyek.
Pengertian kecendrungan berprilaku menunjukkan bahwa kompenen
afektif meliputi pula bentuk-bentuk prilaku yang berupa pernyataan atau
perkataan yang diucapakn oleh seseorang. Memang kemudian masalahnnya
adalah tidak ada jaminan bahwa kecendrungana berperilaku itu akan benar-benar
ditampakkan dalam bentuk perilaku yang sesuai apabila individu berada di situasi
yang termaksud.
Pembentukan sikap menurut Azwar (2010) dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu yang pertama pengalaman peribadi, haruslah meninggalkan kesan
yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman
pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan factor emosional. Yang
kedua pengaruh orang lain yang dianggap penting atau orang lain disekitar kita
merupakan salah satu diantara kompenen sosial yang ikut mempengaruhi sikap
kita. Pada umumnya, individu cendrung untuk memiliki sikap yang konformis
atau searah dengan sikap orang yang dianggap penting. Kecendrungan ini antara
lain di motivasi oleh keingiana untuk menghindari konflik dengan orang yang
dianggap penting tersebut. Yang ketiga pengaruh kebudayaan, dimana kita hidup
dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. Kita

Universitas Sumatera Utara

14

memiliki sikap dan perilaku tertentu dikarenakan kita mendapat reinforcement
(penguatan pengajaran) dari masyarakt untuk sikap dan perilaku tersebut. Yang
keempat media massa, pengaruh media massa tidaklah sebesar pengaruh interaksi
individual secara langsung, namun dalam proses pembentukan dan perubahan
sikap. Yang kelima lembaga pendidikan dan lembaga agama sebagai suatu system
mempunyai

pengaruh dalam pembentukan sikap diakrenakan keduanya

meletakkan dasar pengertian dan kosep dalam diri individu. Kosnep moral dan
ajaran agama sangat menentukan sikap individu terhadap sesuatu hal.Yang
keenam pengaruh faktor emosional merupakan pernyataan yang didasari oleh
emosi yang berpungsi sebagai semacam penyaluran frustaasi atau pengalihan
bentuk mekanisme pertahanan ego.
2.2.5. Interaksi Komponen-komponen Sikap
Bagi ahli psikologi beranggapan bahwa interaksi dari ketiga komponen
sikap yaitu kognitif, afektif dan konatif akan selaras dan konsisten. Hal ini
disebabkan apabila dihadapkan dengan satu objek sikap yang sama maka ketiga
komponen itu harus mempolakan arah sikap yang seragam.
Apabila salah satu saja diantara ketiga komponen sikap tidak konsisten
dengan yang lain maka akan terjadi ketidakselarasan yang menyebabkan
timbulnya mekanisme perubahan sikap sedemikian rupa sehingga konsistensi itu
tercapai kembali. Prinsip inilah yang banyak dimanfaatkan dalam manipulasi
sikap guna mengalihkan bentuk sikap tertentu menjadi bentuk sikap yang lain. Hal
ini dapat terlihat pada saat memberikan informasi berbeda mengenai objek sikap

Universitas Sumatera Utara

15

yang dapat menimbulkan inkonsistensi pada komponen - komponen sikap
(Azwar, 2007).
Konsistensi internal diantara komponen sikap perlu dipertahankan pada
sikap yang intensitasnya ekstrem, seperti sikap yang sangat setuju (sangat positif)
dan sikap yang sangat tidak setuju (sikap negatif). Semakin ekstrem intensitas
sikap seseorang maka akan terasa apabila ada semacam serangan terhadap salah
satu komponen sikapnya. Hal inilah yang akan membentuk reaksi yang berlebihan
dan secara tidak sadar akan diperlihatkan individu untuk mempertahankan ego.
2.2.6 Pembentukan Sikap
Terbentuknya sikap seseorang pada dasarnya ditandai norma-norma
sebelumnya, sehingga norma tersebut beserta pengalaman dimasa lalu akan
membentuk suatu sikap, bahkan bertindak. Dengan demikian sikap terbentuk
setelah individu mengadakan internalisasi dari hasil (Azwar, 2007) yakni;
a.

Observasi serta pengalaman partisipasi dengan kelompok yang dihadapi.

b. Perbandingan pengalaman yang mirip dengan respon atau reaksi yang diberikan,
serta hasil dari reaksi terhadap dirinya.
c.

Pengalaman yang sama melibatkan emosi, karena suatu kejadian yang telah
menyerap perasannya sulit dilupakan sehingga reaksi akan merupakan reaksi
berdasarkan usaha menjauhi situasi yang diharapkan.

d. Mengadakan perbandingan antara sesuatu yang dihadapinya dan pengalaman
orang lain yang dianggap lebih berpengalaman, lebih ahli dan sebagainya.

Universitas Sumatera Utara

16

2.2.7 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Sikap
Sikap sosial terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami oleh
individu. Dalam berinteraksi sosial, individu beraksi membentuk pola sikap
tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya. Faktor-faktor yang
mempengaruhi sikap (Azwar. 2007) terdiri dari:
a.

Pengalaman pribadi
Pengalaman yang terjadi secara tiba-tiba atau mengejutkan yang
meninggalkan kesan paling mendalam pada jiwa seseorang. Kejadian-kejadian
dan peristiwa-peristiwa yang terjadi berulang-ulang dan terus menerus, lamakelamaan secara bertahap diserap kedalam individu dan mempengaruhi
terbentuknya sikap.

b. Pengaruh orang lain
Dalam pembentukan sikap pengaruh orang lain sangat berperan. Misal
dalam kehidupan masyarakat yang hidup dipedesaan, mereka akan mengikuti apa
yang diberikan oleh tokoh masyarakatnya.
c.

Kebudayaan
Kebudayaan dimana kita hidup mempunyai pengaruh yang besar terhadap
pembentukan sikap. Dalam kehidupan dimasyarakat, sikap masyarakat diwarnai
dengan kebudayaan yang ada di daerahnya.

d. Media masa
Media masa elektronik maupun media cetak sangat besar pengaruhnya
terhadap pembentukan opini dan kepercayaan seseorang. Dengan pemberian

Universitas Sumatera Utara

17

informasi melalui media masa mengenai sesuatu hal akan memberikan landasan
kognitif baru bagi terbentuknya sikap.
e.

Lembaga pendidikan dan lembaga agama
Dalam lembaga pendidikan dan lembaga agama berpengaruh dalam
pembentukan sikap, hal ini dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian
dan konsep moral dalam diri individual.

f.

Faktor emosional
Sikap yang didasari oleh emosi yang fungsinya hanya sebagai penyaluran
frustasi, atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego, sikap yang demikian
merupakan sikap sementara, dan segera berlalu setelah frustasinya hilang, namun
dapat juga menjadi sikap yang lebih persisten dan bertahan lama
2.2.8. Penilaian Sikap
Salah satu cara untuk mengukur atau menilai sikap seseorang dapat
menggunakan skala kusioner. Skala penilaian sikap mengandung serangkaian
pernyataan tentang permaslahan tertentu. Skala pengukuran sikap oleh Linkert
dibuat adalah dengan penilaian jawaban sangat setuju terhadap sesuatu pernyataan
dan sangat tidak setuju (Niven, 2002 ).

2.3.

Tindakan (Practice)

2.3.1. Defenisi Tindakan
Suatu sikap belum optimis terwujud dalam suatu tindakan untuk
terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung/
suatu kondisi yang memungkinkan ( Notoatmodjo, 2012).

Universitas Sumatera Utara

18

2.3.2. Klasifikasi Tindakan
Tindakan terdiri dari empat Tingkatan, yaitu:
1.

Respons Terpimpin (guided response)
Dapat melakukan Sesutu dengan urutan yang benar dan sesuai dengan
contoh merupakan indikator praktik tingkat pertama.

2.

Mekanisme (mecanism)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara
otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah
mencapai praktik tingkat ke dua.

3.

Adopsi (adoption)
Adopsi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan
baik. Artinya, tindakan itu sudah dimodifikasikannya tanpa mengurangi
kebenaran tindakan tersebut.

2.4.

Rabies

2.4.1. Pengertian
Penyakit rabies atau dikenal juga dengan penyakit anjing gbila merupakan
salah satu penyakit zoonosa (penyakit hewan yang dapat menular ke manusia) dan
penyakit hewan yang menular yang akut dari susunan pusat sayraf yang dapat
menyerang hewan berdarah panas serta manusia yang disebabkan oleh virus
rabies.
Penyakit rabies menular pada manusia melalui gigitan hewan penderita
atau dapat pula melalui luka karena air liur hewan penderita rabies. Hewan utama

Universitas Sumatera Utara

19

sebagai penyebar/ penular rabies adalah anjing, oleh karena perhatian utama
dalam upaya pembernatasan penyakit rabies adalah terhadap hewan tersebut.
2.4.1. Cara Penularan
Penyakit

rabies

disebabkan

oleh

virus

Lysarvirus

dari

Family

Rhapdoviridae. Virus rabies ini masuk ke dalam tubuh manusia atau hewan
melalui luka gigitan hewan penderita rabies dan luka terkena air liur hewan atau
manusia penderita rabies, maka selama 2 minggu virus tetap tinggal pada tempat
masuk dan didekatnya. Kemudian bergerak mencapai ujung-ujung saraf posterior
tanpa menunjukkan perubahan-perubahan fungsinya.
Masa inkubasi bervariasi yaitu antara 2 minggu sampai 2 tahun, tetapi
pada umumnya 2-8 minggu, berhubungan dengan jarak yang harus ditempuh oleh
virus sebelum mencapai otak, virus memperbanyak diri dan menyebar luas dalam
semua bagian neuron sentral, kemudian kea rah perifer dalam serabut saraf eferen
dan pada syaraf volunteer maupun syaraf otonom. Virus ini menyerang hamper
tiap organ dan jaringan dalam tubuh dan berkembang biak dalam jaringanjaringan seperti kelenjar ludah, ginjal dan sebagainya (Depkes RI,2010).
2.4.2. Pola Penyebaran
Penularan rabies di lapangan (rural rabies) berawal dari suatu kondisi
anjing yang dipelihara tidak baik atau anjing liar yang merupakan ciri khas yang
ada di pedesaan yang berkembang sangat fluktuatif dan sulit dikendalikan , hal ini
merupakan suatu kondisi yang sangat kodusif untuk menjadikan suatu daerah
dapat bertahan menjadi daerah endemis rabies.

Universitas Sumatera Utara

20

Pada umunya, manusia merupakan terminal akhir dari korban gigitan
karena sampai saat ini belum ada kasus manusia mneggigit anjing. Sementara itu
anjing liar , anjing peliharaan yang menjadi liar dan anjing pelihara dapat salaing
menggit satu sama lainnya. Apabila salah satu diantara anjing yang mengigit
tersebut positif rabies, maka akan terjai kasus-kasus positif rabies yanga semakin
tinggi (Depkes RI, 2010).
2.4.3. Tipe dan tanda-tanda Penyakit Rabies Pada Hewan dan Manusia
1.

Tipe Rabies
Tipe rabies pada hewan penular rabies ada dua tipe dengan gejala–gejala
sebagai berikut:
a.

Rabies Ganas
Gejala-gejalanya adalah: tidak menuruti apa lagi pperintah pemilik, air
liur berlebihan, hewan menjadi ganas, menyerang atau mengigit apa saja
yang ditemukan dan ekor dilenggkungkan ke bawah perut diantara 3 paha
kejang-kejang kemudian lumpuh, biasanya mati setelah 4-7 hari sejak
timbul gejala ataupaling lama 12 hari setelah pengiitan.

b.

Rabies Tenang
Rabies tenang gejala-gejalanya adalah : bersembunyi di tempat gelap dan
sejuk. Kejang-kejang berlangsung singkat bahkan sering tidak terlihat,
kelumpuhan, tidak mampu menelan, mulut terbuka dan air liur keluar
berlebihan, kematian terjadi dalam waktu singkat.

Universitas Sumatera Utara

21

2.

Tanda Rabies Pada Anjing Dan Manusia
a.

Tanda Rabies Pada Anjing
Tanda rabies pada anjing: menggonggong, menyerang secara tiba-tiba
anjing tidak lagi kenal dengan tuannya, banyak mengeluaarkan air liur,
mengigit segala sesuatu , kesulitan melihat, berjalan tanpa arah, susah
berjalan, makan tanah dan batang kayu, sukar b ernapas, muntah susah
berjalan, kelumpuhan ekor menggantung terletak di antara kaki belakang
(Hiswani, 2010)

b.

Stdium Prodromal
Gejala awal berupa demam, sakit kepala, malaise, sakit , kehilangan nafsu
makan, mual, rasa nyeri ditenggorokan, batuk, dan kelelahan luar biasa
selama beberapa hari (1-4). Gejala ini merupakan gejala yang spesifik
dari orang yang teriinfeksi virus rabies yang muncul 1-2 bulan setelah
gigitan hewan penular habis.

c.

Stadium Sensoris
Penderita merasa nyeri, rasa panas diseratai kesemutan pada bekas luka
gigitan dan secara bertahap terus berkembnag menyebar ke anggota
badan yang lain, kemudian disusul dengan gejala cemas dan reaksi yang
berlebihan terhadap rangsangan sensorik.

d.

Stadium Eksitasi
Tonus

otot-otot

dan

aktivasi

simpatik

menjadi

dengan

gejala

hyperhidrosis, hipersalivasi, hiperlakrimasi, dan pupildilatasi. Bersama
dengan stadium eksitasi ini penyakit mencapai puncaknya. Keadaan yang

Universitas Sumatera Utara

22

khas pada stadium ini adanya macam-macam fobia, yang sangat sering
diantaranya adalah hidrofobia (ketakutan terhadap air). Kontraksi otot
faring dan otot-otot pernafasan dapat pula ditimbulkan oleh rangsangan
sensorik seperti meniupkan udaracke wajah penderita atau menjatuhkan
sinar ke mata dengan menepuk tangan didekat telinga penderita.
e.

Stadium Paralisis
Predisposisi terjadinya ragam gejala klinis rabies pada manusia
dipengaruhi antara lain oleh perbedaan alur virus yang menginfeksi, jenis
hewan penular, dan letak gigitan di anggota badan (Budi Tri Akoso,
2007).
Ditinjau dari segi jumlahnya, stadium paralisis rabies pada maniusia
dijumpai kurang lebih hanya sekitar seperlima dari kasus yang terjadi,
tetapi untuk hewan merupakan gejala paling sering dijumpai sebelum
terjadi kematian. Sebagian besar penderita rabies meninggal dalam
stadium eksitasi. Kadang-kadang ditemukan juga khasus tanpa gejala
eksitasi, melainkan gejala-gejala paresis yaitu otot-otot yang bersifat
progresif. Hal ini karena gangguan sumsum tulang belakang yang
memperlihatkan gejala paresis otot-otot yang bersifat asenden, yang
selanjutnya meninggal karena kelumpuhan otot-otot prnafasan (Depkes
RI, 2000).

Universitas Sumatera Utara

23

2.4.4. Tindakan pencegahan dan Pemberantasan Kasus Rabies
Menurut Levi (2004), tindakan pencegahan dan pemberantasan kasus
rabies yang dapat dilakukan adalah:
a.

Anjing peliharaan, tidak boleh lepas berkeliaran

b.

Anjing harus diikat dengan rantai tali yang panjangnya tidak boleh lebih
dari 2 meter

c.

Anjing yang hendak di bawa keluar halaman harus diikat rantai

d.

Pemilik anjing harus memvaksin anjingnya

e.

Anjing liar atau lari harus segera di laporkan

f.

Kurangi sumber makan di tempat terbuka

g.

Daerah yang terbebas dari penyakit rabies harus mencegah masuknya
anjing , kucing, kera dan hewan sejenis dari daerah tertular rabies

h.

Masyarakat harus waspada terhadap anjingyang diliarkan dan segera
laporkan kepada petugas Dinas peternakan atau posko rabies

i.

Kebijakan Program dan Strategi Pemberantasan Rabies.

2.4.5. Pemberantasan Rabies Secara Nasional
Program pemberantasan rabies di Indonesia dilaksnakan melalui kegiatan
terpadu secara lintas sektoral anatara Departemen Kesehtaan, Departemen
Pertanian, dan Departemen Dalam Negeri berdasarkan SKB antara Menteri
Kesehatan

RI,

Menteri

Pertanian

RI,

Menteri

Dalam

Negeri

No.279/SK/VIII/1978, No.552/KPTS/UM/8/78, No.143 Tahun 1978 tentang
peningkatan pemberantsaan penanggulangan rabies.

Universitas Sumatera Utara

24

Langkah operasional pembebasan rabies garis besarnya telah dituangkan
dalam surat keputusan bersama tiga Direktur (Peternakan, POUD, dan PPM dan
PLP) yang mencakup antara lain:
a.

Vaksinisasi dan eliminasi hewan penular rabies

b.

Penyuluhan dan peningkatan peran serta masyarakat

c.

Pengamatan, penyelidikan, observasi dan diagnose hewan tersangka

d.

Penertiban dan pengawasan pemeliharaan hewan penular rabies serta
pengawasan lalu lintas hewan

e.

Pertolongan yang digigit hewan penderita rabies

f.

Peningkatan kerjasama pemberantasan antara Negara tetangga ( Depkes
RI, 2010).

2.4.6. Upaya Pemberantasan Rabies di Sumatera Utara
Kebijakan pemeberantasan rabies dilakukan dengan alasan utama untuk
perlindungan kehidupan manusia dan mencegah penyebaran ke hewan local dan
satwa liar. Hal ini dapat dicapai dengan menjalankan gabungan atau kombinasi
strategi di bawah ini:
1.

Karantins adan pengawasan lalu lintas terhadap hewan penular penyakit

2.

Pemusnahan hewan tertular

3.

Vaksinasi semua hewan yang dipelihara di daerah tertilar untuk
melindungi hewan terhadap inveksi.

4.

Penelusuran dan survelens untuk menentukan sumber penularan.

Universitas Sumatera Utara

25

5.

Kampaye peningkatan kesaddaran masyarakat (public awareness) untuk
memfasilitasi kerja masyarakat terutama dari pemilik hewan dan
komunitas yang terkait

6.

Membuat Rabies Center (Dinkes Medan, 2016 ).

2.4.7. Program Pencegahan dan pemberantasan Rabies oleh direktorat
kesehatan Hewan Departemen Pertanian.
Adapun kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh dinas peternakan adalah
sebagai berikut:
1. Hindari kejadian penggitan
a) Anjing peliharaan diikat dengan rantai yang panjangnya tidak boleh
lewat dari 2 meter
b) Anjing peliiharaan diikat dengan rantai tidak boleh lebih 2 meter dan
moncongnya di berangus ketika hendak di bawa keluar rumah
c) Anjing peliharaan tidak boleh dibiarkan lepas berkeliaran
2.

Vaksinasi Rabies pada anjing, kucing, kera/monyet peliharaan secara teratur
setiap Tahun

3.

Memberantas, memusnahkan atau mengelimniasi anjing liar atau yang
berkeliaran dengan menggunkan umpan, misalnya bakso atau ikan yang
diberi racun.

4.

Dilakukan penangkapan anjing liar/berkeliaran di tempat umum selanjutnya
dilakukan pembunuhan (Deptan, 2006).

Universitas Sumatera Utara

26

2.4.8. Program Pencegahan Rabies Oleh direktorat Jendral PPM & PL
Departemen Kesehatan
Adapun kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh dinas kesehatan adalah
sebagai berikut:
1.

Vaksinasi anti Rabies pada manusia korban kasus gigitan hewan tersangka
rabies melalui pemberian vaksin anti rabies (VAR) atau kombinasi VAR dan
serum anti rabies (SAR) di puskesmas dan rumah sakit.

2.

Melaksanakan penyuluhan dan follow up pengobatan melalui kunjungan
petugas puskesmas ke tempat penderita.

3.

Melakukan pelacakan kasus gigitan tambahan melalui penyelidikan
epidemiologi (PE), dan melakukan rujukan penderita rabies ke rumah sakit
guna perawatan intensif.

4.

Apabila terjadi kasus gigitan,diharapkan masyarakat dapat melakukan
pertolongan pertama dengan :
a.

Mencuci luka gigitan dengan sabin atau detrjen, dengan air mengalir
selama 10-15 menit.

b.

Luka gigitan jangan diikat, kemudian segera ke puskesmas/RS terdekat
dan laporkan kasus gigitan ke desa/kelurahan (Depkes RI,2003).

Universitas Sumatera Utara

27

2.8. Kerangka Konseptual
Adapun teori kerangka konsep dari penelitian ini adalah menggunakan teori
Teori Lawrence Green. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2
faktor pokok, yaitu faktor prilaku (behavior causes) dan faktor dari luar prilaku
(non-behavior causes) dan perilaku di pengaruhi oleh 3 faktor yaitu;
a. Faktor Predisposisi (Pedisposing factor)
Faktor-faktor yang mempermudah terjadinya perilaku seseorang, antara lain
pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai tradisi.
b. Faktor Pendukung ( enabling factors )
Faktor-faktor yang memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau
tindakan. Yang dimaksud dengan faktor pemungkin adalah saran dan
prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan.
c. Faktor Pendorong ( reinforcing factors )
Faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku. Kadangkadang meskipun orang tahu dan mampu untuk berperilaku sehat, tetapi
tidak melakukannya.

Universitas Sumatera Utara

28

Kerangka Konsep Gambaran Perilaku Pemilik Anjing Terhadap Pencegahan
Penyakit Rabies Di Kota Binjai 2015

Faktor predisposisi
Umur
Pendidikan
Pendapatan
Pengetahuan
Sikap

Pencegahan Penyakit
Rabies

Faktor Pendukung dan
Pendorong
Keluarga
Petugas pelayanan
kesehatan

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Menurut Teori Teori Lawrence Green

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Hubungan Pengetahuan Pemilik Anjing dan Faktor Persepsi Pencetus dengan Pencegahan Penyakit Rabies di Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah

0 51 177

Analisis Faktor Predisposing, Enabling Dan Reinforcing Terhadap Tindakan Pemilik Anjing Dalam Pencegahan Penyakit Rabies Melalui Gigitan Hewan Penular Rabies (HPR) Di Kecamatan Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara

3 60 154

Pengaruh Karakteristik Pemilik Anjing Terhadap Partisipasinya Dalam Program Pencegahan Penyakit Rabies Di Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor Kota Medan Tahun 2009

2 54 90

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINDAKAN PEMILIK DALAM PEMELIHARAAN ANJING SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN RABIES DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAUH KOTA PADANG TAHUN 2012.

0 1 15

Gambaran Perilaku Pemilik Anjing Terhadap Pencegahan Penyakit Rabies di Kota Binjai Tahun 2016

0 0 10

Gambaran Perilaku Pemilik Anjing Terhadap Pencegahan Penyakit Rabies di Kota Binjai Tahun 2016

0 4 3

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Gambaran Perilaku Pemilik Anjing Terhadap Pencegahan Penyakit Rabies di Kota Binjai Tahun 2016

0 0 7

Hubungan Pengetahuan Pemilik Anjing dan Faktor Persepsi Pencetus dengan Pencegahan Penyakit Rabies di Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah

0 0 14

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyakit Rabies - Analisis Faktor Predisposing, Enabling Dan Reinforcing Terhadap Tindakan Pemilik Anjing Dalam Pencegahan Penyakit Rabies Melalui Gigitan Hewan Penular Rabies (HPR) Di Kecamatan Tarutung Kabupaten Tapanuli Utar

0 0 32

Analisis Faktor Predisposing, Enabling Dan Reinforcing Terhadap Tindakan Pemilik Anjing Dalam Pencegahan Penyakit Rabies Melalui Gigitan Hewan Penular Rabies (HPR) Di Kecamatan Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara

0 0 18