INSIDENSI PIOMETRA MELALUI PEMERIKSAAN RADIOLOGI PADA ANJING DI RUMAH SAKIT HEWAN PENDIDIKAN FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS AIRLANGGA Repository - UNAIR REPOSITORY

  SKRIPSI

INSIDENSI PIOMETRA MELALUI PEMERIKSAAN RADIOLOGI PADA ANJING DI RUMAH SAKIT HEWAN PENDIDIKAN FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  Oleh DYAH INGGAR PRESTIANA NIM 061111239 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2016

  Telah dinilai pada Seminar Hasil Penelitian Tanggal: 11 Agustus 2016

  KOMISI PENILAI SEMINAR HASIL PENELITIAN Ketua : Lianny Nangoi, drh., MS.

  Sekretaris : Prof. Dr. Wurlina, drh., MS. Anggota : Djoko Galijono, drh., MS. Pembimbing utama : Julien Soepraptini, drh, SU. Pembimbing serta : Prof. Dr. Herry A. H., drh., M.Si. iv

THE RADIOLOGICAL PYOMETRA INCIDENCE OF THE DOGS ON VETERINARY FACULTY AIRLANGGA UNIVERSITY

  Dyah Inggar Prestiana

  ABSTRACT

  The aim of this study was to determine and understand the number of pyometra incidences from X-Ray examination and the influence towards age and race on dogs at the Veterinary Teaching Hospital of Faculty of Veterinary Medicine Airlangga University within April to July 2015. 333 dogs are used as reference of secondary data using age, breed and pyometra cases as variable. The data were evaluated using the descriptive analysis and Chi-square. Analysis results showed that the incidence of pyometra in dogs in Veterinary Teaching Hospital of Faculty of Veterinary Medicine Airlangga University is 9.3%, or 31 cases out of 333 female dog at the hospital during the period. Based on several researches show that the age and breed affects the incidence of pyometra in dogs. The highest incidence in dogs within the age of 8-12 years amounted to 23.9%, while the lowest incidence in aged less than 4 years of 3.7%. Based on the breed of the data, the highest incidence in dogs of large breed category 17.1%, while the lowest incidence of pyometra 0% is in giant dog breeds.

  Key words : canine pyometra, age, breed, Radiology, Veterinary Teaching Hospital. SKRIPSI INSIDENSI PIOMETRA MELALUI ... DYAH INGGAR P. vii

INSIDENSI PIOMETRA MELALUI PEMERIKSAAN RADIOLOGI PADA ANJING DI RUMAH SAKIT HEWAN PENDIDIKAN FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  Dyah Inggar Prestiana

  ABSTRAK

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berapakah insidensi piometra yang diperiksa secara X-ray dan untuk mengetahui adakah pengaruh kejadian piometra terhadap umur dan ras pada anjing di Rumah Sakit Hewan Pendidikan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga pada periode April - Juli 2015. Sebanyak 333 anjing digunakan sebagai acuan data primer dan sekunder dengan variabel umur, ras anjing dan kasus piometra setiap bulan. Data yang diperoleh dievaluasi menggunakan analisis deskriptif dan Chi-Square. Hasil analisis menunjukkan bahwa insidensi piometra pada anjing di Rumah Sakit Hewan Pendidikan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga sebesar 9,3 persen atau sebanyak 31 kasus dari 333 anjing betina di Rumah Sakit Hewan Pendidikan selama periode penelitian. Berdasarkan penelitian diketahui bahwa umur dan ras mempengaruhi kejadian piometra pada anjing. Kejadian tertinggi pada anjing dengan umur lebih dari 8 – 12 tahun sebesar 23,9 persen, sedangkan kejadian terendah pada umur kurang dari 4 tahun sebesar 3,7 persen. Berdasarkan ras, kejadian piometra anjing tertinggi terdapat pada anjing dari kategori ras besar yaitu 17,1 persen, sementara kejadian piometra anjing terendah pada kategori ras sangat besar yaitu 0 persen.

  Kata kunci :

  piometra anjing, umur, ras, radiologi, Rumah Sakit Hewan Pendidikan.

  vi

UCAPAN TERIMA KASIH

  Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga dapat terselesaikannya Skripsi dengan judul Insidensi

  Piometra Melalui Pemeriksaan Radiologi Pada Anjing Di Rumah Sakit Hewan Pendidikan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga.

  Skripsi ini disusun sebagai salah satu persyaratan akademik di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga.

  Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya atas terselesaikannya skripsi ini kepada : Prof. Dr. Pudji Srianto, drh., M.Kes. selaku Dekan Fakultas Kedokteran

  Hewan Universitas Airlangga atas kesempatan mengikuti pendidikan di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga dan mantan Dekan Prof. Hj. Romziah Sidik, drh., Ph.D atas kesempatan yang diberikan sehingga dapat mengikuti pendidikan di Fakultas Kedokteran Hewan.

  Julien Soepraptini, drh, SU. Selaku pembimbing utama dan Prof. Dr. Herry

  A. H., drh., M.Si. selaku dosen pembimbing serta yang bersedia memberi bimbingan, saran dan nasehat yang bermanfaat selama penelitian serta dalam penyusunan skripsi ini.

  Lianny Nangoi, drh., MS. selaku ketua penguji, Prof. Dr. Wurlina, drh., MS. selaku sekretaris penguji dan Djoko Galijono, drh., MS. selaku anggota penguji yang bersedia meluangkan waktu untuk menguji, memberikan saran serta kritik pada penulisan skripsi ini. viii

  Tri Nurhajati, drh., M.S. selaku dosen wali yang telah memberi bimbingan, dukungan dan nasihat yang membangun selama ini.

  Seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga atas wawasan keilmuan, bimbingan dan motivasi selama mengikuti pendidikan di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga.

  Seluruh paramedis dan koas di Rumah Sakit Hewan Pendidikan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga atas bantuan dalam proses penelitian ini.

  Kedua orang tua Ayahanda Soedirman dan Ibunda Endang Supriyani, saudara-saudari tercinta Sugyo Hardono, Tutik Endriyani, Tardan Sudiarto, Indah Lestiana dan Arie Sudrajad serta segenap keluarga besar yang telah memberikan doa, nasihat, motifasi dan dukungan baik material maupun spiritual dalam menyusun skripsi ini.

  Sahabat-sahabat tersayang Firda, Dintha, Aim, Agwin, Nadia, Bogins, Bilkis, Ahmed, Andik dan Dwi atas semangat, dukungan dan bantuan yang telah diberikan. Teman-teman XII IPS 1, FKH angkatan 2011, keluarga besar KMPV TB dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

  Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih memerlukan banyak penyempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik. Semoga hasil penelitian ini dapat bermafaat bagi semua pihak.

  Surabaya, 9 September 2016 ix Dyah Inggar Prestiana

  DAFTAR ISI Halaman HALAMAN PENGESAHAN

  ............................................................... ii

  ABSTRAK

  ............................................................................................. vi

  UCAPAN TERIMA KASIH

  ................................................................ viii

  DAFTAR ISI

  .......................................................................................... x

  DAFTAR TABEL

  ................................................................................. xii

  DAFTAR GAMBAR

  ............................................................................. xiii

  DAFTAR SINGKATAN DAN ARTI LAMBANG

  ............................ xiv

  BAB 1 PENDAHULUAN

  ...................................................................... 1

  1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1

  1.2 Rumusan Masalah ....................................................................... 5

  1.3 Landasan Teori ............................................................................ 5

  1.4 Tujuan Penelitian ........................................................................ 7

  1.5 Manfaat Penelitian ...................................................................... 8

  BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

  ............................................................ 9

  2.1 Anjing ......................................................................................... 9

  2.1.1 Klasifikasi Anjing ................................................................... 11

  2.1.2 Klasifikasi Anjing ................................................................... 12

  2.1.3 Karakteristik Biologis Anjing................................................. 12

  2.1.4 Organ Reproduksi Anjing Betina ........................................... 13

  2.1.5 Siklus Reproduksi Anjing Betina ........................................... 14

  2.1.5.1 Proestrus ........................................................................ 15

  2.1.5.2 Estrus ............................................................................. 16

  2.1.5.3 Metestrus ....................................................................... 18

  2.1.5.4 Diestrus ......................................................................... 18

  2.1.5.5 Anestrus ......................................................................... 19

  2.2 Piometra ...................................................................................... 19

  2.2.1 Patogenesis Piometra .............................................................. 20

  2.2.2 Gejala Klinis Piometra ........................................................... 21

  2.2.3 Diagnosa Piometra.................................................................. 23

  2.2.4 Faktor Predisposisi ................................................................. 24

  2.2.5 Terapi Piometra ...................................................................... 25

  2.3 Tinjauan Piometra Dari Sudut Pandang Radiologi ...................... 26

  x

  BAB 3 MATERI DAN METODE

  ....................................................... 29

  3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................... 29

  3.2. Materi Penelitian ......................................................................... 29

  3.3. Metode Penelitian ........................................................................ 29

  3.3.1 Variabel Penelitian .......................................................... 30

  3.3.2 Definisi Operasional ........................................................ 30

  3.3.3 Analisis Data ................................................................... 32

  3.4. Diagam Penelitian ....................................................................... 33

  BAB 4 HASIL PENELITIAN

  .............................................................. 34

  BAB 5 PEMBAHASAN

  ........................................................................ 38

  BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

  ................................................. 42

  6.1 Kesimpulan ................................................................................. 42

  6.2 Saran ......................................................................................... 43

  RINGKASAN

  ....................................................................................... 44

  DAFTAR PUSTAKA

  ............................................................................ 46

  LAMPIRAN

  ......................................................................................... 50

  xi

  DAFTAR TABEL Tabel Halaman

  2.1. Klasifikasi anjing menurut ukuran/berat badan .............................. 12

  2.2. Data biologis anjing secara umum .................................................. 13

  2.3. Panjang rata-rata dan kisaran interval estrus pada berbagai ras anjing .............................................................................................. 14

  2.4. Isolat bakteri pada vagina anjing normal ........................................ 21

  2.5. Tanda-tanda klinis yang sering terlihat di anjing betina yang terkena piometra ............................................................................ 23

  4.1. Data insidensi piometra pada anjing periode April – Juli 2015 ...... 34

  4.2. Data kejadian piometra pada anjing per bulan................................ 34

  4.3. Data kejadian piometra pada anjing berdasarkan umur anjing ....... 35

  4.4. Data kejadian piometra pada anjing berdasarkan breed anjing. ..... 36

  xii

  DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman

  2.1. Organ reproduksi anjing betina....................................................... 13

  4.1. Diagram batang persentase piometra pada anjing per bulan .......... 35

  4.2. Hasil Chi-Square tests berdasarkan umur ....................................... 36

  4.3. Hasil Chi-Square tests berdasarkan breed ...................................... 36

  4.4. Diagram batang persentase piometra pada anjing berdasarkan ras anjing .................................................................... 37

  xiii

DAFTAR SINGKATAN DAN ARTI LAMBANG

  xiv

  % = Persen ± = Kurang lebih BB = Berat Badan CEH = Cystic Endometrial Hyperplasia CEH/P = Cystic Endometrial Hyperplasia-Pyometra EPC = Endometritis-Pyometra Complex et al = et alia kg = kilogram mg = miligram OH = Ovariohysterectomy PG F2α = Prostaglandin F2α RSHP = Rumah Sakit Hewan Pendidikan RSPCA = Royal Society for Prevention of Cruelty to Animals TECT = Transcervical Endoscopic Catheterisation UK = United Kingdom

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang The man’s best friend adalah julukan yang pantas diberikan pada anjing.

  Binatang ini sudah menjadi sahabat manusia sejak ribuan tahun silam. Kedekatan anjing dan manusia sudah dituangkan dalam patung sejak ratusan tahun silam (Rakhmatdi dan Budiana, 2008). Seperti patung hachiko di Shibuya-Tokyo, Old Shep di Fort Benton-Montana dan Greyfriars Bobby di Edinburgh-Skotlandia (Ketut, 2011).

  Manusia pada masa itu memanfaatkan anjing-anjing liar untuk membantu aktivitas berburu. Selain itu, anjing juga di pelihara untuk menjaga harta majikan sehingga tercipta hubungan yang akrab (Rakhmatdi dan Budiana, 2008).

  Anjing merupakan hewan yang banyak dipelihara oleh manusia. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam aspek pemeliharaan anjing, terutama aspek kesehatan, hal ini menjadi sangat penting karena kesehatan yang baik akan membuat anjing menunjukkan penampilan dan kondisi prima. Aspek kesehatan anjing terkadang kurang diperhatikan oleh pemiliknya, misalnya salah satu gangguan reproduksi karena patologis uterus seperti piometra (Ruiz-Maldonado et

  al., 1977).

  Piometra merupakan peradangan kronis mukosa uterus yang ditandai dengan akumulasi nanah dalam uterus, menyebabkan gangguan reproduksi yang bersifat sementara (infertil) atau permanen (majir). Pada infeksi persisten, piometra

  1 kronis atau subakut berkembang dan mempunyai pengaruh yang merugikan bagi fertilitas (Sayuti A., dkk, 2012) Piometra merupakan penyakit uterus anjing betina dewasa yang ditandai dengan tertimbunnya nanah di dalam rongga uterus bersamaan dengan perubahan hiperplastik dari mukosa uterus. Proses berlangsung akut atau kronis yang berlangsung saat periode diestrus terkait dengan lesi di dalam dan di luar organ genital (Subronto, 2014).

  Piometra terbagi menjadi dua langkah. Pertama, perubahan patologis karena

  Cystic Endometrial Hyperplasia (CEH). CEH merupakan penebalan endometrium

  karena peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar endometrium yang menunjukkan aktivitas sekretori (C. Edward et al., 1987) dan (Root, 2000). Kedua, perubahan patologis karena infeksi. Infeksi disebabkan organisme yang merupakan bagian dari flora normal vagina. Escherichia coli adalah isolat yang paling umum (Root, 2000).

  Uterus yang mengalami piometra memiliki pertambahan diameter lumen oleh akumulasi cairan nanah dan umumnya dinding uterus bertambah tebal hingga 2 mm akibat peningkatan vaskularisasi dan aktivitas sekresi kelenjar (Goddard, 1995).

  Melalui anamnesa, gejala klinis dan pemeriksaan radiologi, seekor anjing betina dapat dinyatakan mengalami piometra yang disebabkan oleh ketidakseimbangan hormonal. Hal ini terjadi saat fase luteal (diestrus) yakni peningkatan konsentrasi plasma progesteron (Bigliardi et al., 2004). Kejadian tersebut akibat pengaruh hormon, jaringan glandular menjadi cystic, edema dan menebal. Sekresi yang berlebihan dan terakumulasi pada lumen uterus, menjadikan lingkungan yang ideal untuk pertumbuhan bakteri (Aqudelo, 2005; Birchard and Sherding, 2000).

  Serviks merupakan pintu gerbang menuju ke uterus. Serviks akan tetap dalam kondisi tertutup rapat kecuali dalam keadaan estrus. Pada saat serviks membuka, bakteri yang sacara alami akan ditemukan di vagina secara mudah dapat masuk kedalam uterus. Jika uterus dalam kondisi normal, bakteri-bakteri tersebut tidak akan bertahan hidup. Namun, disaat dinding uterus mengalami penebalan dan

  cystic, maka akan menjadi kondisi yang baik untuk perkembangan bakteri

  dikarenakan otot-otot dari uterus tidak bekerja secara sempurna maka bakteri tidak dapat dikeluarkan. Piometra dapat terjadi pada anjing betina yang tidak atau belum disterilisasi. Anjing diatas umur 3 tahun beresiko tinggi terserang piometra dan menunjukkan gejala klinis antara 4 minggu – 4 bulan setelah anjing mengalami estrus (Smith, 2006).

  Wilhelm Conrad Roentgen seorang ahli fisika di Jerman pertama kali menemukan sinar rontgen pada tahun 1895 sewaktu melakukan eksperimen dengan sinar katoda. Melihat timbulnya sinar fluoresensi yang berasal dari kristal barium platinosianida dalam tabung Crookes-Hittorfyang dialiri listrik. Menyadari bahwa fenomena ini merupakan suatu penemuan baru sehingga dengan gigih terus menerus melanjutkan penyelidikannya. Tidak lama kemudian ditemukanlah sinar yang disebut sinar-X oleh Wilhelm. Baru dikemudian hari orang menamakan sinar tersebut sinar Roentgen sebagai penghormatan kepada Wilhelm Conrad Roentgen (Rasad, 2009).

  Penemuan Roentgen ini merupakan suatu revolusi dalam dunia kedokteran karena ternyata dengan hasil penemuan ini dapat diperiksa bagian-bagian yang sebelumnya tidak pernah dapat dicapai dengan cara-cara pemeriksaan konvensional (Rasad, 2009).

  Penggunaan sinar roentgen di Indonesia sudah cukup lama. Alat roentgen sudah digunakan sejak tahun 1898 oleh tentara kolonial Belanda dalam perang di Aceh dan Lombok. Selanjutnya pada awal adab ke 20 ini, sinar roentgen terutama digunakan di rumah sakit militer dan rumah sakit pendidikan dokter di Jakarta dan Surabaya (Rasad, 2009).

  Penggunaan radiologi saat ini semakin berkembang dalam mendeteksi penyakit-penyakit hewan terutama dalam pencitraan organ-organ jaringan lunak, termasuk kedalamnya organ-organ pada sistem reproduksi anjing betina. Satu catatan penting yang merupakan cikal bakal aplikasi radiologi untuk mendeteksi kelainan pada system reproduksi adalah penggunaan radiologi untuk mendeteksi piometra (Noviana Deni, dkk, 2008).

  Rumah Sakit Hewan Pendidikan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga merupakan tempat menimba ilmu bagi mahasiswa dan koasistensi untuk mendapatkan informasi penyakit hewan maupun cara penanganannya di bidang klinik, dan sebagai tempat pelayanan terhadap masyarakat yang dapat menerima jasa layanan medik langsung maupun rujukan dari klinik atau rumah sakit lain untuk mendapatkan penegakan diagnosa yang akurat dan strategi terapi yang baik pada anjing (Lukiswanto B. dan Yuniarti W., 2013). Berdasarkan latar belakang diatas maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengetahui kasus anjing yang menderita piometra di Rumah Sakit Hewan Pendidikan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga selama bulan April- Juli 2015 dengan bantuan radiologi (X-Ray), untuk membantu keakuratan suatu diagnosis yang akan menjadi kunci sukses keberhasilan terapi yang diberikan (Sayuti A., dkk, 2012).

  1.2 Rumusan Masalah

  1. Berapakah insidensi piometra yang diperiksa secara X-Ray di Rumah Sakit Hewan Pendidikan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga pada periode April-Juli 2015?

  2. Apakah ada pengaruh kejadian piometra dengan umur dan ras pada anjing?

  1.3 Landasan Teori

  Kasus piometra bukanlah penyakit baru, karena banyak kasus piometra sudah ditemui sejak tahun 1968. Pengobatan piometra pada anjing memerlukan keahlian tersendiri, karena harus memahami gejala klinis yang timbul, menegakkan diagnosa yang tepat, memahami diagnosa banding dan memberikan terapi yang baik dan tepat pula (Koesharyono, 2009).

  Sebuah penelitian di Swedia, dengan 7-10% dari semua anjing telah di

  spaying atau ovariohysterectomy (OH), hampir 25% dari semua anjing betina

  didiagnosis menderita piometra sebelum mencapai usia 10 tahun dan terdapat beberapa breed anjing tertentu yang berisiko tinggi dengan proporsi melebihi 50% (Egenvall et al., 2001).

  Piometra merupakan suatu penyakit yang umum terjadi. Anjing betina

  Nulliparous (belum pernah melahirkan anak anjing) dan yang berumur lebih dari 4 tahun tampaknya lebih cenderung mengalami piometra (Chastain et al., 1999).

  Sebuah studi di Swedia, berdasarkan data asuransi hewan, menunjukkan bahwa 23,24% dari semua anjing betina menderita piometra sebelum usia 10 tahun.

  Bernese Mountain, Rottweiler, rough-haired Collie, Cavalier King Charles Spaniel

  dan Golden Retriever yang terdaftar sebagai breed anjing yang rentan terhadap piometra (Hagman, 2004).

  Dari total anjing betina pada 78.469 kasus hewan rawat jalan di rumah sakit hewan RSPCA, Manchester, UK, tercatat 1.728 kasus piometra. Prevalensi keseluruhan piometra selama masa studi adalah 2,2%. Ada peningkatan insidensi tahunan piometra, dari 1,8% pada tahun 2006 menjadi 2,9% pada tahun 2011, sementara tingkat elektif ovariohysterectomy secara bersamaan menurun dari 11,7% menjadi 9,1%. Usia rata-rata dipresentasikan adalah 7,7 tahun (Gibson et al., 2013).

  Beberapa jenis breed anjing menderita piometra pada umur yang secara signifikan lebih muda, termasuk Dogue de Bordeaux (Usia rata-rata 3,3 tahun) dan

  Bullmastiffs (Usia rata-rata tahun 5,4), sementara Terrier Yorkshire (Usia rata-rata

  9,4 tahun) dan Border Collie (Usia rata-rata 10,3 tahun) cenderung mengalami piometra pada umur yang lebih tua (Jitpean et al., 2012).

  Proporsi terbesar anjing yang menderita pyometra adalah 10 jenis breed berikut: Bernese Mountain (66%), Great Dane (62%), Leonberger (61%),

  Rottweiler (58%), Irish Wolfhound (58%), Staffordshire Bullterrier (54%), Bullterrier (52%), Newfoundland (50%), Collie (smooth haired) (44%), dan Old English Sheepdog (42%).

  Insiden piometra yang telah dilaporkan yaitu 9% (Ewald, 1961) dan 15,2% (Fakuda, 2001), sedangkan pada studi lain menemukan kejadian 2% pada anjing betina yang berusia lebih dari 10 tahun (Egenval et al., 2001).

  Pemeriksaan radiologi merupakan salah satu langkah konfirmasi yang dapat dilakukan untuk penegakan diagnosis kelainan-kelainan pada uterus. Bahkan pada beberapa keadaan radiologi secara tunggal dapat digunakan sebagai alat penegak diagnosis sebelum munculnya gejala-gejala klinis. Studi kasus ini bertujuan mempelajari penggunaan radiologi sebagai penegak diagnosis tunggal untuk mendeteksi gangguan yang terjadi pada uterus anjing (Noviana Deni, dkk, 2008).

  Radiologi abdomen seharusnya dapat dilakukan pada anjing betina yang diduga menderita piometra untuk memastikan diagnosa dan untuk mengidentifikasi penyakit yang belum diketahui (C. Edward and W. Richard, 1987).

1.4 Tujuan Penelitian

  Berdasarkan permasalahan di atas, peneliti melakukan penelitian ini dengan tujuan:

  1. Untuk mengetahui berapakah insidensi piometra yang diperiksa secara X-Ray di Rumah Sakit Hewan Pendidikan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga pada periode April-Juli 2015.

  2. Untuk mengetahui adakah pengaruh kejadian piometra terhadap umur dan ras pada anjing.

1.5 Manfaat Penelitian

  Mendapatkan informasi kejadian piometra pada periode April-Juli 2015 di Rumah Sakit Hewan Pendidikan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga, sehingga nantinya dapat dijadikan sebagai acuan dalam pencegahan dan penanganan penyakit piometra.

  Mendapatkan informasi ketepatan radiologi dalam mendiagnosa penyakit piometra sehingga dapat dijadikan sebagai pertimbangan dalam pencegahan maupun penanganan kejadian piometra pada anjing.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anjing

  Anjing merupakan hewan peliharaan yang memiliki hubungan paling dekat dengan manusia. Kedekatan hubungan ini salah satunya disebabkan oleh tingkat kecerdasannya yang rata-rata lebih tinggi dibandingkan hewan lain, sehingga dapat dilatih untuk membantu manusia. Anjing juga dikenal sebagai sahabat yang setia bagi manusia dan memiliki kepatuhan yang luar biasa (Prajanto dan Agus 2004).

  Teori mengenai asal usul anjing sangat variatif. Salah satu teori mengatakan bahwa berdasarkan bukti genetika dan arkeologis berupa fosil dan tes DNA anjing merupakan hewan yang telah mengalami domestikasi dari serigala antara 17.000 sampai 14.000 tahun yang lalu. Hewan ini ketika pertama kali dipelihara oleh manusia tidak memiliki silsilah yang jelas, namun karena ada sifat- sifat tertentu dari anjing yang dibutuhkan oleh manusia menyebabkan ada usaha mengawin silangkan anjing sehingga sekarang diperkirakan telah diperoleh anjing yang telah terdomestikasi kurang lebih 400 jenis (Untung, 2007).

  Anjing merupakan makhluk sosial seperti halnya manusia. Anjing memiliki posisi unik dalam hubungannya dengan manusia. Kedekatan anjing dan manusia menjadikan anjing bisa dilatih, diajak bermain, tinggal bersama manusia serta bersosialisasi secara intens dengan manusia, anjing maupun hewan lain (Sianipar, 2004).

  9 Kedekatan anjing dan manusia tidak terjadi begitu saja. Hal ini terbentuk melalui sebuah proses panjang yang berlangsung selama ribuan tahun. Semula manusia dan serigala abu-abu (nenek moyang anjing) adalah kompetitor di dalam perburuan makanan. Keberhasilan manusia di dalam perburuan, membangun komunitas dan pemukiman membuat kelompok serigala mendekati pemukiman manusia untuk mendapatkan sisa-sisa buruan manusia. Seiring waktu, kondisi ini berkembang menjadi kondisi ketergantungan dari kelompok serigala terhadap kelompok manusia. Manusia pun memanfaatkan kemampuan serigala di dalam membaca tanda-tanda alam dan melacak keberadaan hewan buruan. Sebaliknya, manusia memberikan perlindungan dan makanan bagi kelompok serigala abu-abu yang kemudian kita kenal dengan anjing (Sianipar, 2004).

  Seiring perkembangan waktu, peradaban manusia terus berubah dan berkembang. Masyarakat nomaden mulai menetap dan berkembang menjadi masyarakat agraris (agrikultur). Pada peradaban agraris berkembang fungsi-fungsi khas anjing, antara lain berkembang fungsi-fungsi anjing gembala (sheepdog/herding dog), anjing penjaga ternak (guard dog/livestock dog), anjing penangkap hama (terrier) dan berbagai peran khusus anjing bagi manusia dalam peradaban agrikultur (Pennisi, 2002).

  Masyarakat agraris secara perlahan berkembang menjadi masyarakat industri yang dikenal dengan ‘peradaban modern’ perkembangan teknologi dan industri membawa manusia pada pola hidup yang semakin dinamis dan kompleks. Pertumbuhan desa menjadi kota, tumbuhnya kawasan pemukiman dan industri membawa manusia pada keberagaman mata pencaharian. Hal ini membawa perubahan pada peran anjing didalam kehidupan manusia. Fungsi-fungsi sosial anjing semakin berkurang. Peran anjing di dalam masyarakat agraris semakin berkurang dan tergantikan dengan cara hidup baru yang berorientasi pada pemanfaatan teknologi dan mesin-mesin modern (agroindustri) (Pennisi, 2002).

  Namun demikian, kemanapun anjing masih terus dimanfaatkan di dalam bidang-bidang tertentu seperti kedokteran, militer, sains dan kemanusiaan. Selain dari itu, sebagian besar populasi anjing saat ini hanyalah berperan sebagai hewan peliharaan (pet) (Pennisi, 2002).

2.1.1 Klasifikasi Anjing

  Klasifikasi anjing sebagai berikut: Kingdom : Animalia Phylum : Chordota Subphylum : Vertebrata Class : Mamalia Order : Carnivora Family : Canidae Genus : Canis Species : Canis familiaris (Linnaeus, 2009).

  2.1.2 Klasifikasi Anjing

  Seiring waktu berjalan dimana faktor alam tidak mendukung sehingga jumlah buruan semakin berkurang mengakibatkan anjing mulai tergantung kepada manusia hingga akhirnya dimanfaatkan oleh manusia (Pennisi, 2002). Hubungan manusia dengan anjing semakin akrab memunculkan ide untuk mengkawinsilangkan anjing, sehingga sekarang terdapat beragam bangsa anjing sesuai keperluan (Hatmosrojo dan Budiana, 2003). Sampai saat ini telah dikenal lebih dari empat ratus jenis anjing peliharaan (Untung, 2007). Spesies anjing di dunia yang dikategorikan menjadi 4 jenis bangsa, yaitu ras kecil, ras sedang, ras besar dan ras sangat besar (Dominique et al., 2004). Data dan daftar klasifikasi ras anjing menurut ukuran dan berat badan dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1. Klasifikasi Anjing menurut Ukuran/Berat Badan.

  Klasifikasi Ras Berat Badan (kg)

  Ras Kecil < 10

  Ras Sedang 10 – 25

  Ras Besar >25 – 50

  Ras Sangat Besar > 50 (Sumber : Lynda, 1999).

  2.1.3 Karakteristik Biologis Anjing

  Jenis anjing yang banyak hingga mencapai ratusan dan bervariasi baik secara genetik maupun ukuran tubuh tetap memiliki data biologis normal yang sama. Data biologis anjing secara umum dapat dilihat pada tabel 2.2.

Tabel 2.2 Data Biologis Anjing Secara Umum.

  Lama Hidup 13 – 17 tahun, bisa sampai 34 tahun Kawin Sesudah Beranak 30 – 90 hari Siklus Kelamin Monoestrus Periode Estrus ± 9 hari (kisaran 4 – 12 hari) Perkawinan Saat masa estrus Ovulasi Spontan Fertilisasi Beberapa hari setelah kawin

  (Sumber: Smith dan Mangkoewidjojo, 1988) dan (Subronto, 2014)

2.1.4 Organ Reproduksi Anjing Betina

  Uterus anjing terdiri dari serviks, corpus uteri, dan 2 cornua uteri. Cornua uteri terletak di dalam abdomen dan panjang dari uterine tubes sampai corpus uteri.

  Corpus uteri terletak sebagian di rongga pelvic dan terletak diantara kantung kemih dan colon (M. Gillian and C. W. Gery, 2004).

Gambar 2.1 Organ reproduksi anjing betina

  (Sumber: biologimu.com, 2011)

2.1.5 Siklus Reproduksi Anjing Betina

  Anjing mempunyai siklus reproduksi yang berbeda dengan hewan domestik dalam beberapa hal : pertama, anjing betina adalah monoestrus, ovulasinya hanya terjadi satu atau dua kali dalam satu tahun dengan interval 5-12 bulan (Concanon

  et al., 1986), yang kedua kebuntingan terjadi dalam fase normal diestrus dan ketiga

  periode tidak aktifnya ovarium yang panjang yang dikenal dengan sebagai anestrus muncul diantara siklus baik apakah hewan tersebut bunting atau tidak (Junaidi A., 2006).

  Kebuntingan memperpanjang periode sampai estrus berikutnya; jadi periode antar estrus pada anjing beagle yang bunting adalah 230 ± 3 hari dan pada anjing yang tidak bunting 202 ± 5 hari (Concannon et al., 1987). Variasi ini tergantung apakah anjing bunting atau tidak atau dikawinkan tetapi tidak bunting (Junaidi A., 2006).

Tabel 2.3 Panjang dan kisaran interval estrus pada berbagai macam ras anjing.

  Interval (minggu) Anjing ras Rata-rata Kisaran

  31 - Chihuahua

  Golden retriever

  33 27-39,5

  Pomeranian

  27 -

  Yorkshire terrier

  32 31-34 Anjing bunting 32 28-39 Anjing tidak bunting 29 25-34 Dikawinkan tetapi tidak bunting 29 25-32

  (Sumber: Junaidi A., 2006)

  Pada umumnya panjang periode antar estrus terus mengalami peningkatan sampai umur 4 tahun (Andersen and Wooten, 1959). Panjang periode antar estrus pada anjing ras murni adalah 8 ± 0,2 bulan, sedangkan pada anjing ras campuran adalah 7,3 ± 0,3 bulan. Anjing tua biasanya mempunyai siklus estrus yang tidak teratur dan sering periode anestrusnya panjang (Andersen, 1957).

  Setiap komponen dari siklus diperpanjang, tetapi anestrus berperan pada kebanyakan dari siklus estrus. Estrus berlanjut beberapa hari sesudah ovulasi disertai dengan tingginya plasma P. Anjing berbeda dengan hewan lain, yang mana tidak terjadi luteolisis jika perkawinan tidak menghasilkan fertilisasi (Junaidi A., 2006).

  Anjing betina secara seksual tetap mau menerima pejantan selama beberapa hari sesudah ovulasi, dan sesudah pembentukan dan selama inisiasi fungsi dari korpus luteum, hal ini mempunyai peranan dalam problem terminologi dalam urutan dari siklus estrus. Menurut terminologi yang asli siklus estrus terdiri dari proestrus, estrus, metestrus, diestrus dan anestrus (Junaidi A., 2006).

2.1.5.1 Proestrus

  Durasi dari proestrus rata-rata 9 hari (dengan kisaran 3-16 hari), dimulai dari tanda-tanda pertama dari pembengkakan vulva dan leleran dari vagina dan berakhir sewaktu mau menerima pejantan. Tanda-tanda klinis yang bervariasi dapat dipakai sebagai bukti proestrus, yaitu pembengkakan vulva, kemerahan vulva dan munculnya leleran vulva. Leleran ini biasanya dipakai sebagai tanda hari pertama dari proestrus. Perubahan-perubahan tingkah laku dapat dilihat termasuk menjadi malas, tidak mentaati perintah; beberapa anjing betina manaiki betina yang lain dan membuat gerakan koitus seperti anjing jantan. Anjing minum air dalam jumlah yang sangat banyak sehingga sering urinasi (urine marking). Perubahan-perubahan ini mendorong meningkatnya konsentrasi plasma estradiol yang disebabkan oleh aktivitas perkembangan folikel ovarium. Estradiol menyebabkan berbagai proses dalam saluran reproduksi, menstimulasi pertumbuhan dan aktivitas epithelium glandular dan menyebabkan edema dan vaskularisasi yang dapat menyebabkan kapiler mukosa menjadi mudah pecah dan pecahnya sel-sel kedalam lumen uterus, jadi muncul bercak darah (bloodstain) dalam leleran vulva. Perkembangan mukosa dapat menyebabkan kemerahan dan ballooning dari lipatan mukosa vagina, yang dapat dilihat secara langsung dengan endoskopi. Proliferasi sel-sel epithelial yang mencolok juga menyebabkan mukosa vagina dibawah stimulasi estradiol.

  Perubahan-perubahan didalam morfologi vagina dapat digunakan dalam menentukan waktu ovulasi dan waktu optimal fertilitas (Junaidi A., 2006).

2.1.5.2 Estrus

  Durasi estrus adalah sama dengan proestrus, kurang lebih 9 hari (dengan kisaran 4-12 hari). Periode dibatasi oleh hari pertama dan hari terakhir dari penerimaan pejantan. Pada saat pubertas durasinya lebih panjang dari rata-rata (Smith and McDonald, 1974).

  Estrus didefinisikan dari bahasa latin yang berarti gadfly dan secara literatur berarti frenzied behaviour, misalnya transisi dari tingkah laku menarik (attractive) tetapi tidak mau menerima yang merupakan karakteristik dari proestrus, ke tingkah laku siap untuk dinaiki dan mau menerima (lordosis). Feromon merupakan komponen kimia terpenting dalam menegaskan masa transisi ini. Feromon disekresikan oleh anjing betina dibawah pengaruh estradiol dan terdeteksi oleh olfaktori anjing atau organ vemeronasal. Feromon diproduksi di ginjal dan saluran reproduksi dan bercampur dengan urin atau ada di leleran vagina, khususnya untuk tujuan status seksual. Bersamaan dengan tanda-tanda tingkahlaku, feromon meningkatkan daya tarik seksual dan menstimulasi aktifitas reproduksi pejantan. Salah satu feromon betina adalah methyl-p-hydroxybenzoate, dan jika komponen ini diterapkan ke vulva dari betina anestrus ataupun yang sudah dikebiri, tetap akan menstimulasi kegairahan (Junaidi A., 2006).

  Edema vulva tetap ada tetapi leleran vagina berubah dari merah ke bening atau tidak berwarna. Pengenalan estrus tergantung pada beberapa kriteria: leleran vulva menjadi kurang hemoragi, ataupun tidak berwarna , bisa juga terjadi variasi dan beberapa anjing betina menunjukkan warna sampai mereka selesai kedalam metestrus. Pembengkakan vulvovagina maksimal dan lembek, bagian yang terbaik untuk mengukur hal tersebut adalah di bagian perineal vagina. Perubahan tingkah laku terjadi, dengan tanda khusus pada reflek membelokkan ekor kesamping (tail-

  turning). Anjing yang punya libido jelek biasanya respon dengan pijatan yang

  lembut pada perineum dengan beberapa gerakan ekornya, dan anjing dengan libido tinggi akan mengalami postur siap dinaiki dengan tanda khusus dari ekornya (Junaidi A., 2006).

  2.1.5.3 Metestrus

  Rata-rata panjangnya periode metestrus ini adalah 75 hari (dengan kisaran 60-90 hari), dibatasi oleh akhir penerimaan pejantan dan regresi dari korpus luteum.

  Edema vulva menghilang agak cepat dan hilang, dan hanya sedikit leleran vagina yang mungkin ada. Anjing menjadi kalem dan rileks dan daya tarik ke pejantan segera menurun (Junaidi A., 2006).

  Fase ini terjadi setelah estrus, dan didefinisikan sebagai dimulainya sewaktu betina menolak untuk dikawini, biasanya 6-8 hari sesudah permulaan estrus, atau 8-10 hari sesudah puncak LH menjelang ovulasi (Junaidi A., 2006).

  2.1.5.4 Diestrus Fase diestrus ditandai dengan korpus luteum menjadi matang dan pengaruh progesteron menjadi dominan. Endometrium menebal, kelenjar uterina membesar, dan otot uterus menunjukkan peningkatan perkembangan. Perubahan ini ditunjukkan untuk mensuplai zat-zat makanan bagi embrio bila terjadi kebuntingan.

  Kondisi ini akan terus berlangsung selama masa kebuntingan dan korpus luteum akan dipertahankan sampai akhir masa kebuntingan.

  Serviks menutup rapat untuk mencegah benda-benda asing memasuki lumen uterus, mukosa vagina menjadi pucat, serta lendirnya mulai kabur dan lengket. Apabila tidak terjadi kebuntingan, maka endometrium dan kelenjar-

kelenjarnya beratrofi atau berregresi keukuran semula (Yuliyanti N., 2013).

2.1.5.5 Anestrus

  Periode inaktif dari ovarium atau anestrus berlangsung antara 2-10 bulan (Concanon et al., 1986), selama itu tidak ada tanda-tanda luar dari aktifnya ovarium seperti tidak adanya leleran vagina. Anjing pada fase ini tingkah lakunya dan secara fisik normal. Pada beberapa ras durasi anestrus dapat lebih lama dari rata-rata (Mellin et al., 1976).

2.2 Piometra

  Cystic Endometrial Hyperplasia (CEH)-piometra adalah kondisi yang paling serius dari reproduksi anjing betina dewasa (M. Gillian and C. W. Gery, 2004). Piometra dapat terjadi pada anjing yang belum pernah kawin maupun yang sudah beberapa kali melahirkan (partus) (M. Gillian and C. W. Gery, 2004).

  Menurut Stone (1998) piometra dapat menyerang anjing mulai dari estrus pertama yaitu sekitar 6-14 bulan.

  Piometra merupakan penyakit uterus anjing betina dewasa yang ditandai dengan tertimbunnya nanah di dalam rongga uterus bersamaan dengan perubahan hiperplastik dari mukosa uterus. Proses berlangsung akut atau kronis yang berlangsung saat periode diestrus terkait dengan lesi di dalam dan di luar organ genital (Subronto, 2014).

  Menurut Smith (2006) Anjing betina yang terkena piometra dapat menunjukkan gejala klinis keluarnya leleran vagina yang berbau dan disertai dengan nanah yang berwarna kekuningan, kecoklatan bahkan kemerahan. Selain itu, anjing mengalami lethargi, anoreksia, banyak minum, dan pucat (piometra terbuka) atau leleran di vagina tidak terlihat, hewan terlihat lemas, nafsu makan menurun, demam, vomit, terkadang distensi abdomen seperti hewan bunting namun hewan dalam keadaan kesakitan (piometra tertutup), yang pada akhirnya harus segera ditangani untuk mencegah terjadinya sepsis dan kematian pasien.

  Piometra adalah penyakit dari interaksi bakteri dengan endometrium abnormal yang telah mengalami perubahan patologis yang diansumsikan disebabkan oleh respon berlebihan terhadap rangsangan progesteron (C. Edward and W. Richard, 1987).

  Progesteron mendukung pertumbuhan endometrium dan sekresi kelenjar sambil menekan aktivitas miometrium, sehingga memungkinkan akumulasi sekresi kelenjar uterus. Sekresi ini menyediakan lingkungan yang sangat baik untuk pertumbuhan bakteri. Pertumbuhan bakteri lebih ditingkatkan dengan menghambat respon leukosit terhadap infeksi di uterus (Baba et al, 1983).

2.2.1 Patogenesis Piometra

  Piometra merupakan komplikasi dari hiperplasia endometrium yang disertai pembentukan sista (pembengkakan yang terjadi pada jaringan tubuh berongga dan berisi cairan kental yang menyerupai bubur). Periode diestrus pada betina tidak bunting berlangsung selama 70 hari, pada saat uterus di bawah pengaruh progestron, hasil dari korpus luteum. Progesteron memacu proliferasi kelenjar endometrium dan memacu timbulnya uterine milk yang menjamin perkembangan embrio sebelum menjalani inplantasi. Hiperplasi endometrium juga terjadi dalam penyiapan untuk pembentukan plasenta (Subronto, 2014).

  Hiperplasia endometrium dengan sista merupakan respons abnormal dari uterus terhadap progesteron, dengan proliferasi berlebihan dari kelenjar penghasil lendir serta infiltrasi limfosit dan plasma sel. Uterus jadi tidak mampu mengembangkan embrio dan jadi steril atau infertil. Setelah periode diestrus selesai, hiperplasia endometrium dengan sista larut. Piometra terjadi bila lendir yang cokelat berlebihan dan eksudat radang tertimbun di dalam uterus karena serviks dalam keadaan tertutup. Komplikasi infektif kuman menjadikan kondisi semakin buruk (Subronto, 2014).

Tabel 2.4 isolat bakteri pada vagina anjing normal

  E. coli Streptococcus spp.

  Staphylococcus spp. Pasteurella spp. Proteus spp. Corynebacterium spp. Bacillus spp.

  (Sumber: C. Edward and W. Richard, 1987)

2.2.2 Gejala Klinis Piometra

  Kebanyakan kasus ini terjadi pada anjing betina umur lebih dari 6 tahun, 1- 12 minggu setelah estrus. Dengan perubahan yang ada di uterus, gejala jadi bervariasi. Potensi (kemampuan menutup) serviks, lamanya sakit, ada tidaknya infeksi sekunder kuman, dan gejala yang timbul menjadi lebih bervariasi (Subronto, 2014).

  Gejala yang paling banyak berupa depresi, anoreksia, leleran eksudat dari vulva, muntah, diare, polidipsi, poliuria, dan kencing di malam hari. Kadang juga diamati pembesaran perut, edema, atau vulva yang bengkak. Eksudat yang keluar banyaknya tergantung pada potensi serviks, bisa sedikit atau banyak. Dikenal piometra terbuka dan tertutup, piometra tertutup serviksnya tertutup, tidak dapat dilalui cairan. Nanah berwarna kecokelatan, atau kemerahan, tertimbun di dalam lumen uterus, anjing tampak lebih kesakitan. Piometra terbuka biasanya memperlihatkan gejala yang lebih ringan daripada penderita piometra tertutup.

  Biasanya eksudat yang dikeluarkan berbau busuk. Dalam palpasi, teraba dinding uterus yang menebal, suhu tubuh normal, kecuali dalam keadaan toxemia, suhu jadi subnormal (Subronto, 2014).

Tabel 2.5 Tanda-tanda klinis yang sering terlihat di anjing betina yang terkena piometra.

  Gejala Klinis % Pada Anjing Leleran vagina

  85 Lethargy / depresi

  62 Anorexia

  42 Polyuria dan/ polydipsia

  28 Vomit

  15 Nocturia

  5 Diare

  5 Pembesaran abdomen

  5 (Sumber: C. Edward and W. Richard, 1987)

2.2.3 Diagnosis Piometra

  Diagnosis ini harus dicurigai pada setiap anjing betina yang sakit di fase diestrus. Diagnosis dikonfirmasi ketika tanda-tanda klinis yang sesuai yang dilaporkan oleh pemilik anjing dalam hubungannya dengan kelainan pada pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan evaluasi radiografi (Sandholm et

  al, 1975).

  Diagnosis piometra pada umumnya berdasarkan sejarah yang dilaporkan oleh pemilik anjing atau anamnesa, pemeriksaan fisik, analisa biokimia darah (untuk menghitung darah dan kimia serum lengkap), radiologi (untuk mengidentifikasi pembesaran uterus yang berisi cairan) dan pap vagina (untuk mengetahui jumlah neutrofil) (Asheim, 1965).

  Menurut (Root Margaret, 2010) dan (C. Edward and W. Richard, 1987) Diagnosis piometra terbaik dibuat dengan bantuan radiografi karena dapat digunakan untuk mengidentifikasi pembesaran uterus.

2.2.4 Faktor Predisposisi

Dokumen yang terkait

SKRINING DAN UJI AKTIVITAS ENZIM PROTEASE BAKTERI DARI LIMBAH RUMAH PEMOTONGAN HEWAN Repository - UNAIR REPOSITORY

0 2 18

PENGGAMBARAN SOSOK ANAK-ANAK MELALUI TOKOH HEWAN YANG DIVISUALKAN PADA MAJALAH BOBO Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 15

PERSONALITY PSYCHOPATHOLOGY FIVE DAN POLA ASUH SEBAGAI PREDIKTOR KECENDERUNGAN MENGALAMI PROBLEM PENYESUAIAN STUDI PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA TAHUN MASUK 2014 Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 14

PERENCANAAN PENGELOLAAN LIMBAH PADAT NON MEDIS DI RUMAH SAKIT UNIVERSITAS AIRLANGGA Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 15

HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN PRE MENSTRUAL SYNDROME PADA MAHASISWI S1 PENDIDIKAN BIDAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 117

HITUNG LEUKOSIT PADA KETUBAN PECAH DINI SEBAGAI INDIKATOR INFLAMASI DI RUMAH SAKIT UNIVERSITAS AIRLANGGA TAHUN 2015 Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 104

SISTEM INFORMASI RUANG BACA FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 23

SISTEM INFORMASI RUANG BACA FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 22

FAKTOR - FAKTOR PENYEBAB UROLITHIASIS PADA PASIEN KUCING JANTAN DI RUMAH SAKIT HEWAN PENDIDIKAN FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS AIRLANGGA PERIODE TAHUN 2012-2013 Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 15

ANALISIS FAKTOR YANG MEMENGARUHI IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PROMOSI KESEHATAN RUMAH SAKIT (PKRS)DI RUMAH SAKIT UNIVERSITAS AIRLANGGA Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 14