MASA IDDAH SUAMI DALAM TALAK RAJ’I (STUDI PENERAPAN SURAT EDARAN DIREKTUR PEMBINAAN BADAN PERADILAN AGAMA ISLAM (DITBINBAPERA) NO. DIV/E.D/17/1979) DI KUA DAN PA BANGKALAN - Test Repository

  

“MASA IDDAH SUAMI DALAM TALAK RAJ’I

(STUDI PENERAPAN SURAT EDARAN DIREKTUR

PEMBINAAN BADAN PERADILAN AGAMA ISLAM

(DITBINBAPERA) NO. DIV/E.D/17/1979)

  

DI KUA DAN PA BANGKALAN”

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum

  

Oleh :

MUHLASIN

211 11 001

  

JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSIYYAH

FAKULTAS SYARI’AH

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

2016

  

i

“MASA IDDAH SUAMI DALAM TALAK RAJ’I

(STUDI PENERAPAN SURAT EDARAN DIREKTUR

  

PEMBINAAN BADAN PERADILAN AGAMA ISLAM

(DITBINBAPERA) NO. DIV/E.D/17/1979)

DI KUA DAN PA BANGKALAN”

SKRIPSI

  

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum

Oleh :

MUHLASIN

  

211 11 001

JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSIYYAH

FAKULTAS SYARI’AH

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

2016 ii

iii

iv

  

v

MOTTO

  

“Yang Kita Lakukan Baik Belum Tentu Benar Untuk Orang

Lain, dan Sebaliknya Yang Kita Lakukan Benar Belum Tentu

Baik Untuk Orang Lain. vi PERSEMBAHAN 1.

  Kedua orang tua yang saya sayangi dan banggakan Bapak Alm. H. Umar Muhtadi dan Ibu Hj. Shofiyah yang senantiasa mencurahkan kasih sayangnya, dukungan serta doanya sehingga skripsi ini akhirnya selesai.

  2. Kakakku Muh Thoib, Siti Rohmatun, Siti Mahmudah, M. Fathoni, Alm.

  Siti Muawanah, Siti Halimah Sakdiyah, dan Siti Muzaroah sekeluarga yang selalu mendukung dan membimbing setiap langkahku.

  3. Irinna Ika Wulandari, S. Sy. yang selalu mendukung dan memberikan motivasi.

  4. Sahabat-sahabati Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kota Salatiga.

  5. Sahabat-sahabati GANAS PMII Kota Salatiga.

  6. Sahabat-sahabati Teater Lintang Songo, SALAMS, eLKaJe, dan Sapu Angin FC PMII Kota Salatiga.

  7. Keluarga besar LPM DinamikA, DEMA (2013 dan 2015), LDK, dan SSC

  IAIN Salatiga 8. Sahabat-sahabati Remaja Masjid Nuruz Zahroh dan Karang Taruna Kembangarum Salatiga.

KATA PENGANTAR

  Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang senantiasa memberikan rahmat dan hidayah Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, dan Solawat serta salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum di jurusan Ahwal Al-

  Syakhsiyyah Fakultas Syari‟ah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

  Dalam penyusunan skripsi ini, penulis memperoleh bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terimakasih kepada : 1.

  Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M. Pd. Selaku Rektor IAIN Salatiga.

  2. Ibu Dra. Siti Zumrotun, M.Ag. Selaku Dekan Syari‟ah IAIN Salatiga.

  3. Bapak Sukron Makmun, S.HI. M.Si. Selaku Kepala Jurusan Ahwal Al- Syakhsiyyah IAIN Salatiga.

  4. Bapak H. M. Yusuf Khummaini, S.HI., M.H, Selaku dosen pembimbing skripsi yang selalu memotivasi serta sabar dalam membimbing penulis.

  5. Bapak Dr. Ilyya Muhsin, S.Hi., M.Si. selaku dosen pembimbing akademik selama kuliah di IAIN Salatiga.

  6. Bapak dan Ibu dosen IAIN Salatiga yang telah menjadi perantara ilmu.

  7. Segenap sivitas akademik IAIN Salatiga yang telah memberikan pelayanan yang baik serta ramah.

  

vii viii

  

ABSTRAK

Muhlasin. 211 11 001.

  “Masa Iddah Suami Dalam Talak Raj‟i (Studi Penerapan Surat Edaran Direktur Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam (DITBINBAPERA) No. DIV/E.D/17/1979) di KUA dan PA Bangkalan .

  Skripsi. Fakultas Syari‟ah. Jurusan Ahwal Al-Syakhsiyyah. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing H. M. Yusuf Khummaini, S.H.I., M.H.

  Kata kunci : Masa Iddah Suami, No. DIV/E.D/17/1979 Penelitian ini terkait masa „iddahsuami yang bercerai dalam talak

  

raj‟ibertujuan untuk; (1) Bagaimana landasan dan ketentuan Surat Edaran

Direktur Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam (DITBINBAPERA) No.

  DIV/Ed/17/1979 terhadap KUA dan PA Bangkalan. (2) Bagaimana sikap dan penerapan Surat Edaran Direktur Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam (DITBINBAPERA) No. DIV/Ed/17/1979 di KUA dan PA Bangkalan.(3) Bagaimana status perkawinan yang melanggar Surat Edaran Direktur Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam (DITBINBAPERA)No. DIV/Ed/17/1979.

  Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif. Metode pengumpulan datanya penyusun menggunakan metode observasi, wawancara dan dokumentasi. Data yang diperoleh peneliti dari beberapa informan baik dari orang yang bersangkutan, Kantor Urusan Agama (KUA) dan juga Pengadilan Agama (PA) Bangkalan Madura Jawa Timur.

  Berdasarkan ketentuan kelembagaan, dimana KUA & PA setelah tahun 1999. Maka Surat Edaran Direkturat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam (DITBINBAPERA) No. DIV/E.D/17/1979 bersifat mengikat, artinya lembaga dibawah Departemen Agama (DEPAG) Pusat yang setelahnya menjadi Kementerian Agama mempunyai kewajiban untuk memperhatikan dan menerapkan hal tersebut. Namun karena hanya sebatas surat edaran maka tidak mempuyai kekuatan hukum yang kuat, bisa dikatakan sebagai himbauan.KUA dan PA Bangkalan menolak Surat Edaran Direkturat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam (DITBINBAPERA) No. DIV/E.D/17/1979, karena menganggap surat edaran tersebut tidak memiliki kedudukan hukum yang jelas. Dalam hal ini KUA dan PA Bangkalan mengambil kebijakan tidak menerapkan karena surat edaran tersebut hanya bersifat himbauan (boleh/tidak diterapkan).Status perkawinan duda

  talak raj‟i yang melanggar Surat Edaran Direkturat Pembinaan

  Badan Peradilan Agama Islam (DITBINBAPERA) No. DIV/E.D/17/1979 dihukumi sebagai perkawinan poligami atau beristri lebih dari satu tanpa harus ada izin dari istri pertama. Pada hakekatnya duda

  talak raj‟i yang akan menikah

  dengan wanita lain segi kewajiban dan inti hukum sama seperti beristri lebih dari seorang (poligami). Oleh karena itu dapat diterapkan Undang-undang perkawinan No. 1 Tahun 1974 pasal 4 dan 5 tentang dasar perkawinan yang mengatur tatacara perkawinan poligami.

  

ix

  

DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL …………………………………………………....…… i

  HALAMAN BERLOGO ……………………………………………...…….. ii NOTA

  PEMBIMBING……………………………………………....………. iii HALAMAN PENGESAHAN ………...…………………………...……….. iv HALAMAN PERNYATAAN

  ……………………….…………....………… v MOT

  TO………………………………………………………………………. vi PER

  SEMBAHAN…………………………………………………………..... vii KATA

  PENGANTAR……………………………………………………….. viii ABST

  RAK…………………………………………………………………… x DAFTAR

  ISI…………………………………………………………………. xi DAFTAR

  LAMPIRAN………………………………………………………. xiv

  BAB I PENDAHULUAN A.

  1 Latar Belakang Masalah…………………………………………… B.

  6 Rumusan Masalah………………………………………………….

  C.

  6 Tujuan Penelitian…………………………………………………… D. Penegasan Istilah.....………………………………………………… 7 E.

  Metode Penelitian……………………………………………………. 8 F.

  12 Sistematika Penulisan………………….……………………………

  

x

  BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Pernikahan..............………………………………………. 14 B.

  15 Rukun Nikah.....……………………………………………………… C.

  15 Syarat Nikah..........................................................................................

  D.

  15 Hukum Perkawinan...............................................................................

  E.

  16 Asas-Asas Hukum Perkawinan.............................................................

  F.

  17 Tujuan Perkawinan...............................................................................

  G.

  17 Pengertian Iddah...................................................................................

  H.

  21 Landasan Filosofis Iddah Suami...........................................................

  I. Asas Perundang-Undangan .................................................................. 26

  BAB III HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum KUA Bangkalan Madura Jawa Timur .................... 36 1. Visi dan Misi .................………………………………………… 36 2. Standar Waktu ......................................................................…...... 37 3. Kode Etik........................................................................................ 38 4. Panca Prasetya KORPRI................................................................. 38 5. Budaya Kerja................................................................................... 39 6. Maklumat Pelayanan....................................................................... 39 B.

  43 Hasil Wawancara KUA Bangkalan ......................................................

  C.

  45 Gambaran umum Pengadilan Agama Bangkalan ............................

  a) Visi dan Misi .................................................................................. 49

  b) Rencana Strategik........................................................................... 49 D.

  Hasil Wawancara PA Bangkalan ......................................................... 51

  

xi

  

xii

  73 B. Saran…………………………………………………….….….…..

  …………………... 31

  DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Struktur Organisasi KUA Bangkalan ..............

  75 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 76

  74

  Penutup ..................................................................................................

  C.

  Kesimpulan……………………………………………….….....….

  BAB IV ANALISA A. Analisa Landasan Surat Edaran Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam (DITBINBAPERA) No.DIV/E.D/17/1979 ...

  68 BAB V PENUTUP A.

  62

  Analisa Status Perkawinan yang Melanggar Surat Edaran Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam (DITBINBAPERA) No.DIV/E.D/17/1979 ...........................................................................

  C.

  Peradilan Agama Islam (DITBINBAPERA) No.DIV/E.D/17/1979 di KUA dan PA Bangkalan ....................................................................

  57 B. Analisa Penerapan Surat Edaran Direktorat Pembinaan Badan

  LAMPIRAN-LAMPIRAN

DAFTAR LAMPIRAN

  xiii

  Lampiran I : Daftar Riwayat Hidup Lampiran

  II : Daftar SKK Lampiran

  III : Surat Izin Penelitian Lampiran

  IV : Pedoman Wawancara Lampiran V : Data Wawancara Surat Lampiran

  VI : Lampiran Akta Cerai Lampiran

  VII : Dokumentasi Penelitian Lampiran

  VIII : Keterangan Telah Meneliti Lampiran

  IX : Lembar Konsultasi Skripsi

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang

  wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.Perkawinan merupakan hal penting dalam kehidupan manusia, baik perseorangan maupun kelompok. Melalui perkawinan yang sah, pergaulan laki-laki dan perempuan terjadi secara terhormat sesuai kedudukan manusia sebagai makhluk yang berkehormatan (Undang-Undang Perkawinan di Indonesia, Surabaya: Arkola, Hal. 5).

  Dalam pengertian lain pernikahan merupakan pintu gerbang untuk memasuki kehidupan baru yang sah menurut kaca mata agama Islam bagi pria dan wanita. Pernikahan bagi masyarakat Jawa sendiri diyakini sebagai sesuatu yang sakral, sehingga diharapkan dalam menjalaninya cukup sekali dalam seumur hidup. Oleh karena itu pengertian perkawinan dalam ajaran agama Islam mempunyai nilai ibadah, dalam Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam menegaskan bahwa perkawinan adalah akad yang sangat kuat (mitsaqan ghalidhan) untuk menaati perintah Allah SWT, dan melaksanakannya merupakan ibadah (Zainudin, 2006:7).

  Dalam syariat Islam yang berlandaskan kepada Al- Qur‟an dan Hadist, dalam penerapanya sangat fokus kepada lima perkara yaitu penjagaan terhadap jiwa, agama, harta, akal, dan keturunan (nasab). Perkawinan yang berkah merupakan tujuan yang sangat diinginkan oleh Islam. Akad nikah diadakan untuk selamanya dan seterusnya hinga meninggal dunia agar suami istri dapat mewujudkan rumah tangga sebagai tempat berlindung dapat memelihara anak- anaknya hidup dalam pertumbuhan yang baik. Apabila suami istri tidak dapat hidup bersama dengan bahagia dan perkawinan mereka tidak lagi membawa kasih sayang maka Allah SWT tidak memaksakan suami dan istri tersebut untuk tetap bertahan dalam suatu rumah tangga yang kacau.

  Perlu diketahui bahwa Islam tidak menyukai suatu perceraian. Islam memandang sebagai sesuatu yang musykil, suatu yang tidak diinginkan terjadinya.

  Perceraian merupakan alternatif terakhir kehidupan rumah tangga bila tidak dapat lagi dipertahankan keutuhannya. Ikatan pernikahan antara suami-istri

  

dinyatakan habis baik di waktu hidupnya (yakni bercerai) maupun

meninggal salah satu diantara keduanya. Setiap keadaan ini terdapat

kewajiban masa

  ‘Iddah yaitu waktu terbatas (menunggu untuk menikah lagi)

secara syar’i. „Iddah bermakna perhitungan atau sesuatu yang dihitung. Secara

bahasa mengandung pengertian hari-hari haidh atau hari-hari suci pada wanita.

  sedangkan secara istilah, „Iddah mengandung arti masa menunggu arti masa menunggu bagi wanita untuk melakukan perkawinan setelah terjadinya perceraian dengan suaminya, baik cerai hidup maupun cerai mati, dengan tujuan untuk mengetahui keadaan rahimnya atau untuk berfikir bagi suami.

  Firman Allah SWT Al- Qur‟an Surat Al-Ahzab Ayat 49 :

    

  Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan- perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya, maka sekali-kali tidak wajib atas mereka „Iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya. Maka berilah mereka mut‟ah dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik-baiknya.

  Sedangkan Firman Allah SWT dalam surah Al-Baqarah ayat 229 :

     

  Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami istri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, Maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang zalim.

  Waktu tunggu atau

  „Iddah ialah tenggang waktu dimana janda

  bersangkutan tidak boleh kawin, bahkan dilarang pula menerima pinangan/lamaran. Ketentuan waktu tunggu ini dimaksudkan antara lain untuk menentukan nasab dari kandungan janda itu bila ia hamil, dan juga sebagai masa berkabung bila suami yang bersangkutan meningal dunia, begitu pula untuk menentukan masa ruju‟ bagi suami, bila talak itu berupa talak raj‟i.

  Seorang janda karena kematian suaminya, sedang ia tidak hamil maka

  

Iddahnya ialah 4 (empat) bulan 10 hari atau 130 hari. Iddah ini lebih panjang dari

  pada Iddah karena talak atau cerai; dalam Iddah kematian selain untuk menentukan apakah janda itu hamil atau tidak guna penentuan nasab sianak juga ia perlu berkabung kepada almarhum suaminya.

  Jika perkawinan putus karena talak, sedang talak itu adalah talak

  raj‟i

  yaitu talak kesatu atau kedua, maka Iddahnya ialah 3 kali suci atau 90 hari (pasal 39 ayat (1) huruf b PP.). Dalam hukum Islam, talak

  raj‟i itu mempunyai akibat-

  akibat hukum sebagai berikut : 1.

  Suami masih berkewajiban memberi nafkah, sandang dan pangan kepada istrinya yang ditalak.

  2. Suami berhak meruju‟ (kembali kepada) istri selama masih dalam Iddah .

  3. Bila salah seorang dari suami istri meninggal dunia dalam masa Iddah, maka pihak yang masih hidup berhak mewarisi dari yang meninggal.

  Hal ini disebabkan karena pada hakikatnya perkawinan itu belum bubar, melainkan hanya berhenti sementara. Nasib perkawinan tersebut ditentukan dalam masa Iddah, apakah terjadi

  ruju‟ atau tidak. Bila sampai akhir masa Iddah tiada

  terjadi

  ruju‟, maka perkawinan itu menjadi bubar. Adapun Iddah dari talak ketiga

  (bain kubra), atau bain yang lain (bain sugra), maka suami tidak dapat

  meruju‟, begitu pula tidak ada hak saling mewaris antara keduanya. Sebab pada hakikatnya perkawinan itu sudah bubar. Dan Iddah di sini gunaya ialah untuk menentukan nasab sianak bila janda itu hamil (Depag, 1975: 70-71).

  Dalam Surat Edaran DITBINBAPERA No. DIV/Ed/17/1979 ayat 1 dan 2 Juga disebutkan : 1.

  Bagi seorang suami yang telah menceraikan istrinya dengan talak raj‟i danmau menikah lagi dengan wanita lain sebelum habis masa

  „Iddah bekasistrinya, maka dia harus mengajukan izin poligami ke PA.

  2. Sebagai pertimbangan hukumnya adalah penafsiran bahwa padahakikatnya suami istri yang bercerai dengan

  talak raj‟i adalah masih dalamikatan

  perkawinan selama belum habis masa „Iddahnya. Karenanya jika suami tersebut akan menikah lagi dengan wanita lain, pada hakikatnya, dari segi kewajiban hukum dan inti hukum adalah beristri lebih dari seorang.

  Dalam hal ini berarti pemohon harus menjamin keperluan hidup bekas istrinya selama dalam masa

  „Iddah, sebagaimana disebutkan dalam pasal 152 KHI

  yaitu : “Bekas istri berhak mendapat nafkah „Iddah dari bekas suaminya kecuali

  nusyuz

  ”. Oleh karena itu, perkawinan itu belum putus sepenuhnya, maka apabila bekas suami hendak menikah lagi dalam masa

  „Iddah bekas istrinya, pada hakikatnya bekas suami tersebut menikah dengan lebih dari seorang/poligami.

  Dari hal-hal diatas kemudian timbulah banyak sekali permasalahan. Selain permasalahan diatas, permasalahan lain yang muncul adalah sebatas manakah pemahaman pegawai di lingkungan Kementerian Agama terhadap Surat Edaran tersebut. Hal yang perlu diketahu juga adalah bagaimana penerapan suratedaran tersebut di lingkungan Peradilan Agama. Berangkat dari pemikiran tersebut di atas maka saya menyusun skripsi ini.

  B. Rumusan Masalah 1.

  Bagaimana landasan dan ketentuanSurat Edaran Direktur Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam (DITBINBAPERA) No. DIV/Ed/17/1979 terhadap KUA dan PA Bangkalan? 2. Bagaimana sikap danpenerapanSurat Edaran Direktur Pembinaan

  BadanPeradilan Agama Islam (DITBINBAPERA)No. DIV/Ed/17/1979 di KUA dan PA Bangkalan? 3. Bagaimana status perkawinan yang melanggar Surat Edaran Direktur Pembinaan BadanPeradilan Agama Islam (DITBINBAPERA)No.

  DIV/Ed/17/1979?

  C. Tujuan Penelitian 1.

  Untuk mengetahui landasan dan ketentuanSurat Edaran Direktur Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam (DITBINBAPERA) No. DIV/Ed/17/1979 terhadapPegawai KUA dan PA Bangkalan.

  2. Untuk mengetahuisikap danpenerapanSurat Edaran Direktur Pembinaan BadanPeradilan Agama Islam (DITBINBAPERA)No. DIV/Ed/17/1979 di KUA dan PA Bangkalan.

  3. Untuk mengetahui status perkawinan yang melanggar Surat Edaran Direktur Pembinaan BadanPeradilan Agama Islam (DITBINBAPERA)No.

  DIV/Ed/17/1979.

D. PENEGASAN ISTILAH

  1. Iddah : mengandung arti masa menunggu arti masa menunggu bagi wanita untuk melakukan perkawinan setelah terjadinya perceraian dengan suaminya, baik cerai hidup maupun cerai mati, dengan tujuan untuk mengetahui keadaan rahimnya atau untuk berfikir bagi suami (Syarifuddin, 2006: 303).

  2. Suami : Suami pria yang menjadi pasangan hidup resmi seorang wanita (Http://kbbi.web.id/suami, Akses 23 April 2016).

  3. Talak

  Raj‟i : Talak raj‟i adalah talak yang boleh dirujuk kembali oleh mantan

  suaminya selama masa Iddah atau sebelum masa Iddahnya berakhir (http://alifudin.mywapblog.com, Akses 23 April 2016).

  4. Surat : Surat kertas dan sebagainya yang bertulis berbagai isi sebagai tanda/ keterangan (Http://kbbi.web.id.surat, Akses 23 April 2016).

  5. Edaran : Edaran sesuatu yang diedarkan (Http://kbbi.web.id/edaran, Akses 23 April 2016).

E. METODE PENELITIAN 1.

  Jenis Penelitian dan Pendekatan Untuk membantu memudahkan peneliti dalam melakukan penelitian, peneliti akan menggunakan jenis pendekatan kualitatif dan menggunakannya sebagai acuan dalam penulisan proposal skripsi. Pendekatan Kualitatif adalah jenis penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik atau dengan cara- cara lain dari kualifikasi pengukuran (Ghani,1997:11). Sedang menurut Taylor, penelitian kualitatif adalah sebuah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskripsi berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang- orang dan perilaku yang dapat diamati (Moleong, 2002:3). Dari pengertian tersebut, sudah tentu sesuai dengan judul yang telah ada ini, peneliti akan berada pada latar yang alamiah sehingga metode yang akan digunakan adalah dengan melakukan wawancara, observasi, catatan lapangan dan pemanfaatan dokumen.

  Penelitian kualitatif merupakan sebuah penelitian yang menghasilkan data tertulis. Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis adalah diskripsi.

  Penelitian diskripsi menurut Suryabrata adalah penelitian yang bermaksud untuk membuat pencandraan uraian, paparan mengenai situasi kejadian- kejadian (Suryabrata,1998:19).

  2. Kehadiran Peneliti Seperti yang telah diterangkan di atas bahwasannya peneliti akan melaksankan observasi dan wawancara langsung pada obyek kajian sehingga sudah tentu peneliti barada pada lapangan bersama nara sumber yang ada. Penelitian akan dilaksanakan di Pengadilan Agama dan Kantor Urusan Agama Bangkalan Madura Jawa Timur.

  3. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pengadilan Agama dan Kantor Urusan Agama Bangkalan Madura Jawa Timur.

  4. Sumber Data Data dalam penelitian ini adalah semua data yang diperoleh dari informan yang dianggap penting dan juga dihasilkan dari dokumentasi yang menunjang. Data yang peneliti gali berasal dari unsur-unsur yang terkait dengan judul yang diteliti.

  5. Prosedur Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling penting dalam sebuah penelitian, karena tujuan dari peneliti adalah untuk mendapatkan data. Dalam pelaksanaan penelitian ini, data akan diperoleh dengan menggunakan teknik pengumpulan data: a. Observasi Langsung

  Observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. Menurut Nawawi, observasi dapat diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian (Nawawi,1990:100).

  b. Wawancara Wawancara dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara

  (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan wawancara (interviewe) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2011:186 ).

  c. Dokumen Dokumen terdiri dari kata-kata dan gambar yang telah direkam tanpa campur tangan pihak peneliti. Dokumen tersebut tersedia dalam bentuk tulisan, catatan, suara dan gambar (Daymon, 2008:3). Metode ini digunakan untuk memperluas pengamatan dan pengumpulan data.

  Data yang diambil berasal dari catatan hasil wawancara, foto-foto dokumentasi.

6. Analisis Data

  Menurut Muhadjir, analisis data merupakan upaya untuk mencapai dan menata secara sistematis catatan hasil observasi, wawancara, dan lainnya untuk meningkatkan pemahaman penelitian tentang kasus yang diteliti dan menyajikannya sebagai temuan bagi orang lain (Muhadjir,1994:104). Penulis akan menunjukkan laporan penelitian yang berisi kutipan-kutipan data dan memberikan gambaran penyajian laporan. Data yang penulis sajikan seperti naskah wawancara, catatan lapangan, foto, dokumen pribadi, dan sebagainya.

  7. Keabsahan Data Untuk keabsahan data dalam penelitian ini ditentukan dalam kriteria kreadibilitas. Hal ini dimaksud untuk membuktikan bahwa apa yang berhasil dikumpulkan sesuai dengan kenyataan yang ada dalam penelitian. Metode yang digunakan dalam pengecekan keabsahan data: a.

  Triangulasi Sumber Trianggulasi Sumber yaitu membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda. Dalam metode ini penulis mengecek informan satu dengan yang lain yang diwawancara dan dari sini dapat diukur benar tidaknya kenyataan yang ada.

  b.

  Triangulasi Metode Triangulasi Metode Yaitu pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data dan sumber data dengan metode yang sama (Moleong,2002:178). Dalam metode ini penulis melakukan kroscek antara wawancara dengan hasil observasi yang dilakukan.

  8. Tahap-tahap Penelitian Menurut Moloeng, bahwa tahap-tahap penelitian yang digunakan oleh peneliti sebagai berikut: a.

  Tahap Pra Lapangan 1) Mengajukan judul penelitian. 2) Menyusun proposal skripsi.

  3) Konsultasi penelitian kepada pembimbing.

  b.

  Tahap Pekerjaan Lapangan 1) Persiapan diri untuk memasuki lapangan. 2)

  Pengumpulan data atau informasi yang terkait dengan fokus penelitian.

  3) Pencatatan data yang telah dikumpulkan.

  c.

  Tahap Analisis Data 1) Penemuan hal-hal yang penting dari data penelitian. 2) pengecekan keabsahan data (Moloeng, 2002:84-105).

F. SISTEMATIKA PENULISAN

  Untuk mempermudah pemahaman pembaca pada penelitian ini, peneliti menyusun sebuah sistematika penulisan. Sistematika penulisan ini ada lima macam bab, yang masing-masing membahas masalah yang berbeda. hal itu merupakan satu kesatuan yang menyambung. Adapun rincian dari kelima bab tersebut adalah sebagai berikut:

  Bab Satu, bab ini berisi pendahuluan yang bertujuan untuk memberikan gambaran objek kajian secara umum. Pada bab ini akan memuat pembahasan yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, metode dan sistematika penulisan serta berisi hal-hal yang aneh dan menarik untuk diteliti.

  Bab dua, bab ini membahas perkawinan syarat dan rukunnya yang menyangkut masa

  „Iddah suami dalam talak raj‟i berdasarkan landasan, tujuan,

  dan kekuatan hukum Surat Edaran DITBINBAPERA No. DIV/E.D/17/1979 dalam birokrasi KUA dan PA Bangkalan.

  Bab tiga, bab ini mendeskripsikan, pertama: tentang data penelitian yang mencakup seting penelitian yang telah dinarasikan oleh penulis agar mudah dipahami oleh pembaca. Seting penelitian tersebut berisi tentang letak geografis, demografis Kantor Urusan Agama (KUA) dan Pengadilan Agama (PA) Bangkalan sumber data yang diperoleh serta landasan hukum, birokrasi, TUPOKSI, tata cara cerai, tata cara nikah, tata cara rujuk yang telah terjadi di masyarakat berdasarkan catatan KUA Bangkalan, dan sikap PA atas Surat Edaran DITBINBAPERA No. DIV/E.D/17/1979.

  Bab empat, analisis berisi tentang landasan hukum, filosofi mengenai Surat Edaran DITBINBAPERA No. DIV/E.D/17/1979 yang terjadi dan sikap Kantor Urusan Agama (KUA) dan Pengadilan Agama (PA) Bangkalan atas Surat Edaran tersebut.

  Bab lima, adalah penutup yang berisi kesimpulan dari hasil pembahasan secara keseluruhan dan disertai dengan saran-saran, kemudian diakhiri dengan kata penutup.

BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Pernikahan Dalam bahasa Indonesia perkawinan berasal dari kata kawin yang menurut

  bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis, melakukan hubungan intim atau bersetubuh (Depdikbud,1994:456). Pengertian perkawinan dalam ajaran agama Islam mempunyai nilai ibadah. Dalam Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam menegaskan bahwa perkawinan adalah akad yang sangat kuat (mitsaqan

  ghalidhan ) untuk menaati perintah Allah, dan melaksanakannya merupakan ibadah (Zainudin, 2006:7).

  Pengertian perkawinan menurut ketentuan pasal 1 undang-undang Perkawinan No 1 tahun 1974 adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri (Anshary, 1993:74). Sebagai salah satu syarat sahnya nikah adalah adanya seorang wali, sebab wali menempati kedudukan yang sangat penting dalam pernikahan. Seperti dalam prakteknya yang mengucapkan

  “ijab” adalah pihak perempuan dan yang mengucapkan ikrar “qobul” adalah pihak laki-laki.

  Kedudukan wali nikah dalam hukum Islam adalah sebagai salah satu rukun nikah. Menurut Imam Syafi‟i bahwa nikah dianggap tidak sah atau batal, apabila wali dari pihak calon pengantin perempuan tidak ada.

B. Rukun Nikah

  Jumhur ulama sepakat bahwa rukun pernikahan itu terdiri atas 5 hal yang harus dipenuhi. Adapun kelima hal tersebut adalah

C. Syarat Nikah

  5. Tidak bercerai untuk kedua kali dengan suami atau istri yang sama yang akan dinikahi.

  1. Wajib, yaitu bagi orang yang telah mempunyai kemauan dan kemampuan untuk kawin dan dikhawatirkan akan tergelincir pada perbuatan zina seandainya tidak kawin maka hukum melakukan perkawinan bagi orang

  Hukum perkawinan seperti yang disebutkan oleh paraulama ada 5. Adapun pembagian ke 5 hukum perkawinan tersebut adaah sebagai berikut:

  9. Tidak ada larangan perkawinan (Anshary, 1993:76-80).

  8. Tidak ada yang mengajukan pencegahan.

  7. Sudah memberitahu kepada pegawai pencatat perkawinan 10 hari sebelum dilangsungkan perkawinan.

  6. Bagi janda sudah lewat masa tunggu.

  4. Tidak masih terikat dalam suatu perkawinan.

  1. Adanya calon suami dan istri yang akan melakukan perkawinan.

  3. Izin orang tua/ pengadilan jika belum berumur 21 tahun.

  2. Pria sudah berumur 19 tahun, wanita 16 tahun.

  Adanya persetujuan kedua calon mempelai.

  Syarat-syarat perkawinan seperti yang diisyaratkan oleh para Ulama‟ ada 9. Syarat-syarat tersebut adalah: 1.

  5. Sighat akad nikah, yaitu ijab kabul yang diucapkan oleh wali atau wakilnya dari pihak wanita, dan dijawab oleh calon pengantin laki-laki (Departemen Agama, 1992:18).

  4. Adanya dua orang saksi.

  3. Akad nikah akan dianggap sah apabila ada seorang wali atau wakilnya yang akan menikahkannya.

  2. Adanya wali dari pihak calon pengantin wanita.

D. Hukum Perkawinan

  tersebut adalah wajib. Dengan maksud untuk menjaga diri dari perbuatan maksiat.

  2. Sunah, yaitu bagi orang yang telah mempunyai kemauan dan kemampuan untuk melangsungkan perkawinan, tetapi kalau tidak kawin tidak dikhawatirkan akan berbuat zina, maka hukum melakukan perkawinan bagi orang tersebut menjadi sunah.

  3. Haram, yaitu bagi orang yang tidak mempunyai kemauan dan kemampuan serta tanggung jawab untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam rumah tangga sehingga apabila melangsungkan perkawinan akan terlantarkan dirinya dan istrinya.

  4. Makruh, yaitu bagi orang yang mempunyai kemampuan dan kemauan untuk meaksanakan perkawinan dan cukup untuk bisa menahan diri sehingga tidak memungkinkan dirinya terjerumus berbuat zina sekiranya tidak kawin.

  5. Mubah, yaitu bagi Orang-orang yang mempunyai kemampuan untuk melakukannya, tetapi apabila tidak melakukannya tidak dikhawatirkan berbuat zina dan apabila melakukannya juga tidak akan menelantarkan istri (Tihami, 2009: 12).

E. Asas-Asas Hukum Perkawinan

  Dalam Asas hukum perkawinan ikatan perkawinan sebagai salah satu bentuk perjanjian (suci) antara seorang pria dengan seorang wanita yang mempunyai segi-segi perdata, berlaku beberapa asas, diantaranya adalah (1)

  kesukarelaan, (2) persetujuan kedua belah fihak, (3) kebebasan memilih, (4)

  kemitraan suami-istri, (5) untuk selama-lamanya, dan (6) monogami terbuka (karena darurat) (Zainuddin, 2006: 124).

F. Tujuan Perkawinan

  Tujuan perkawinan menurut agama Islam ialah untuk memenuhi petunjuk agma dalam rangka mendirikan keluarga yang harmonis, sejahtera dan bahagia.

  Harmonis dalam menggunakan hak dan kewajiban anggotan keluarga, sejahtera artinya terciptanya ketenangan lahir dan batin disebabkan terpenuhinya keperluan hidup lahir dan bathinyanya sehingga timbullah kebahagiannya, yakni kasih sayang antar anggota keluarga (Darajat, 1995:48).

  Sedangkan menurut Imam Ghazali, yang menjadi tujuan pernikahan adaah sebagai berikut:

  1. Mendapatkan dan melangsungkan keturunan.

  2. Memenuhi hajat manusia untuk menyalurkan syahwatnya dan menumpahkan kasih sayangnya.

  3. Memenuhi panggilan agama, memelihara diri dari kejahatan dan kerusakan 4.

  Menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggung jawab menerima hak dan kewajiban juga bersungguh-sungguh untuk memperoleh harta kekayaan yang halal.

  5. Membangun rumah tangga untuk membentuk masyarakat yang tentram atas dasar cinta dan kasih sayang(Gazali,2003:50).

G. Pengertian Iddah

  „Iddah bermakna perhitungan atau sesuatu yang di hitung. Secara bahasa mengandung pengertian hari-hari haidh atau hari-hari suci pada wanita.

  Sedangkan secara istilah, „Iddah mengandung arti masa menunggu arti masa menunggu bagi wanita untuk melakukan perkawinan setelah terjadinya perceraian dengan suaminya, baik cerai hidup maupun cerai mati, dengan tujuan untuk mengetahui keadaan rahimnya atau untuk berfikir bagi suami.

  Para ulama mendefinisikan

  „Iddah sebagai nama waktu untuk menanti

  kesuciaan seorang istri yang ditinggal mati atau diceraikan oleh suami, yang sebelum habis masa itu dilarang untuk di nikahkan.Dengan redaksi yang agak panjang Ahmad Al-Ghundur memberikan definisi

  „Iddah dengan, jenjang waktu

  yang di tentukan untuk menanti kesucian (kebersihan rahim) dari pengaruh hubungan suami istri setelah sang istri di ceraikan atau ditinggal mati suami, yaitu waktu yang biasa dipikul oleh istri setelah putus ikatan pernikahan karena dikhawatirkan terjadi kesyubhatan dalam pengaruh hubungan kelamin atau yang sesamanya seperti bermesra-mesraan (dengan pria lain jika ia segera menikah) (Syarifuddin, 2006: 303).

  Perceraian perkawinan dalam Islam belumlah putus sama sekali dikala suami mengikrarkan lafal talak kepada istrinya itu. Yang terjadi ialah bahwa sejak talak itu diikrarkan suami, terjadinya masa

  „Iddah yang harus dilalui istrinya itu. Masa

„Iddah adalah masa berpikir panjang, dimana salah satu fungsi „Iddah adalah

  memberi kesempatan kepada kedua belah pihak untuk memikirkan kemungkinan- kemungkinan agar bisa rujuk kembali dan rujuk itu sendiri merupakan hak suami.

  Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 228:

     

  Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru' . tidak boleh mereka

  Menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. dan suami- suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah. dan Para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. akan tetapi Para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

  Allah berfirman dalam surat Ath-Talaq ayat 6 :

     