EKSISTENSI DAN FUNGSI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL - Test Repository

  

EKSISTENSI DAN FUNGSI

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

DALAM SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan Islam

  

Oleh

HANIF MASYKUR

NIM: 11412004

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SALATIGA

2015

  KEMENTERIAN AGAMA

  INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

  Jl. Tentara Pelajar 02 Telp. (0298)323706, 323433 Fax.323433 Salatiga 50721 Website

  PERSETUJUAN PEMBIMBING Setelah dikoreksi dan diperbaiki, maka skripsi Saudara : Nama : Hanif Masykur NIM : 11412004 Fakultas : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Jurusan : Pendidikan Agama Islam Judul :

   Eksistensi dan Fungsi Pendidikan Agama Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional ( pendekatan Historis antara tahun 2003 sampai 2014 )”

  Telah kami setujui untuk dimunaqosyahkan.

  Salatiga, 13 April 2015 Pembimbing

  H. Achmad Maimun, M.Ag NIP. 19700510 199803 1003 SKRIPSI EKSISTENSI DAN FUNGSI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DISUSUN OLEH HANIF MASYKUR NIM : 11412004

  Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Pendidikan Agama Islam , Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada tanggal 18 April 2015 dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana S1 Kependidikan Islam.

  Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Imam Mas Arum, M.Pd __________________ Sekretaris : H. Achmad Maimun, M.Ag __________________ Penguji I : Drs. Abdul Syukur, M.Si __________________ Penguji II : Maslikhah, M.Si __________________

  Salatiga, 18 April 2015 Dekan FTIK IAIN Salatiga Suwardi, M.Pd.

  NIP. 19670121 199903 1 002 PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Hanif Masykur NIM : 11412004 Fakultas : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Program Studi : Pendidikan Agama Islam Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

  Salatiga, 16 Maret 2015 Yang Menyatakan Hanif Masykur

  \ MOTTO DAN PERSEMBAHAN MOTTO “Hadapi hidup ini apa adanya!”( Al-Qarni. 2005: 31 ) “ Berkatalah yang baik atau diam” ( Hadist ) “ Allah menakdirkan orang-orang tertentu untuk memiliki hati yang terang agar dapat memberi pencerahan pada sekelilingnya” ( Hirata. 2010:105 ).

  PERSEMBAHAN Skripsi ini spesial kupersembahkan untuk Istiku Kuni Masrohati Ulya, Beliaulah istri yang sangat luar biasa begitu kuat dalam menghadapi cobaan dan badai kehidupan, semoga Allah memberikan yang terbaik bagi Beliau dan keluarganya, Amin.

KATA PENGANTAR

  Bismillahirrahmanirrahim allhamdulillahi rabbil ‘alamin, Allahumma shalli ‘ala sayyidina M uhammadin, wa’alaalihi waashahbihi ajma’in waba’du.

  Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Ilahi rabbi, yang mempunyai sifat

rahman dan rahim, maha pengasih lagi maha penyayang atas hidayah, kekuatan dan

rahmatNya sehingga penulisan skripsi ini dapat selesai, shalawat serta salam semoga

tercurah kepada junjungan kita nabi Muhammad saw, beserta para shabat dan

keluarganya, semoga kita semua mendapatkan syafaatnya, amin.

  Penulisan s kripsi yang berjudul “Eksistensi dan Fungsi Pendidikan Agama Islam

dalam Sistem Pendidikan Nasional ini adalah merupakan salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam pada Institut Agama Islam Negeri Salatiga.

  

Terkandung satu harapan mudah-mudahan skripsi ini merupakan sumbangan karya

ilmiah bagi peningkatan mutu pendidikan, khususnya pendidikan Agama Islam.

  Penulis menyadari sepenuhnya, karya ini dapat terselesaikan semata-mata

karena pertolongan Allah swt melalui perantara bantuan dari berbagai fihak ,untuk itu

penulis menyampaikan rasa terimakasih kepada :

  1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd, Rektor Institut Agama Islam Negeri Salatiga, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk belajar dan menimba ilmu pada almamater yang beliau pimpin 2. Bapak Suwardi, M.Pd. Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama

Islam Negeri Salatiga, yang senantiasa kami ikuti apa yang menjadi kebijakannya.

  3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag, Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Salatiga, yang senantiasa membimbing kami dalam urusan akademik.

4. Bapak Drs. Joko Sutopo Ketua Program PAI Ekstensi yang pada saat Institut Agama Islam Negeri Salatiga masih bernama Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri ( STAIN ).

  5. Bapak H. Achmad Maemun, M.Ag selaku Pembimbing penulis, yang disela- selakesibukannya senantiasa meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan pengarahan demi baiknya sebuah karya ilmiah, semoga Allah selalu memberikan umur yang barokah, dan semoga Allah memberikan rahmat kepada beliau.

  6. Seluruh Pejabat di Institut Agama Islam Negeri Salatiga mulai dari pimpinan, staf administrasi dan semua karyawan, yang senantiasa memfasilitasi penulis dalam belajar.

  7. Bapak Serta Emak, orang tua penulis yang senantisa memberikan dukungan moril maupun materiil sehingga sekolah penulis dapat selesai dengan lancar dan sesuai harapan.

  8. Kuni Masrohati Ulya isteri yang sangat luar biasa, yang senantiasa berdo’a dan berusaha untuk kesuksesan suaminya serta setia mendampingi meskipun dalam kondisi terpuruk. Kedua bidadari penulis yaitu Fiyya Azha Sorayya dan Adiiba

  Khalwaa Aqila anakku yang cantik dan hebat, terimakasih atas kerjasamanya tidak berebut komputer dan printer selama proses pembuatan skripsi.

  9. Semua Sahabat, saudara mahasiswa PAI Ekstensi 2012, dan mahasiswa Institut Agama Islam Negeri Salatiga pada umunya yang senantiasa memberikan dorongan, masukan dan saran.

  Ahirnya, dengan hati yang terbuka kami tunggu saran dan kritik dari pembaca,

penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan para pembaca pada

umumnya, semoga yang menulis dan membaca mendapatkan ridho dan hidayah serta

diberi kekuatan oleh Allah untuk selalu beribadah. Amin.

  Salatiga, 16 Maret 2015 Penulis HanifMasykur NIM. 11412004

  

ABSTRAK

Masykur, Hanif. 2015. Eksistensi dan Fungsi Pendidikan Agama Islam dalam Sistem

Pendidikan Nasional ( Pendekatan Historis Antara Tahun 2003 sampai 2014 ).

  Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan . Jurusan Pendididikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: H. Achmad Maimun, M.Ag.

  Kata Kunci : Eksistensi dan Fungsi Pendidikan Agama Islam Penelitian ini merupakan kajian Pendidikan Agama Islam dalam sistem

Pendidikan Nasional. Pernyataan utama yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah

(1) bagaimanakah eksistensi pendidikan agama Islam dalam sistem pendidikan Nasional

?, dan (2) Bagaimanakah Fungsi Pendidikan Agama Islam dalam sistem pendidikan

Nasional?. Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian ini berjenis penelitian

pustaka atau literatur menggunakan pendekatan historis lebih spesifiknya adalah

pendekatan sejarah konstitusional.

  Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa Pendidikan Agama Islam masih

sangat diakui keberadaannya, Pendidikan dibutuhkan untuk menyiapkan anak manusia

demi menunjang perannya di masa datang dan untuk meningkatkan harkat dan

martabat manusia. Aktivitas ini telah dan akan terus berjalan semenjak manusia

pertama ada di dunia sampai berahirnya kehidupan dimuka bumi ini. Bahkan, jika ditarik

mundur lebih jauh, proses pendidikan ini ternyata telah berlangsung sejak Allah swt,

baru selesai menciptakan Adam as hingga saat ini.

  Pendidikan Agama Islam di sekolah mengalami proses perkembangan yang

cukup panjang. Sebagian ahli dalam kajian sejarah pendidikan agama Islam di Indonesia

membuat periodisasi perkembangan PAI yaitu masa penjajahan dan periode

kemerdekaan. Perkembangan PAI tidak terlepas dari perubahan politik, khususnya

berkaitan dengan kenijakan tentang pendidikan agama yang dikeluarkan pemerintah

pada zamannya.Kebijakan dalam bidang pendidikan hakekatnya merupakan produk

politik dari suatu pemerintahan, sehingga kebijakan

  • –kebijakan yang dikeluarkan

    pemerintah tersebut dengan sendirinya sangat tergantung pada kebijakan politik

    pemerintah pada umumnya.

  Pendidikan agama Islam sebagai mata pelajaran dan nilai belum mampu memberikan pemahaman dasar yang menghasilkan sikap laten sehingga dapat berfikir, bersikap dan berperilaku sesuai nilai-nilai tauhid, kemanusiaan, keseimbangan dan nilai rahmatan lil alamin belum dapat ditanamkan dalam kepribadian siswa. Kegagalan inilah yang kemudian para pakar mengatakan terjadinya kebobrokan dan rusaknya mental bangsa, kondisi ini cermin dari gagalnya dunia pendidikan dalam menanamkan nilai-nilai lebih khusus lagi kegagalan dunia pendidikan agama.

  DAFTAR ISI SAMPUL ........................................................................................................... i LEMBAR BERLOGO ....................................................................................................... ii JUDUL ............................................................................................................ iii PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................................................................... iv PENGESAHAN KELULUSAN ......................................................................................... v PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN........................................................................... vi MOTO DAN PERSEMBAHAN......................................................................................... vii KATA PENGANTAR ........................................................................................................ viii ABSTRAK ............................................................................................................ xi DAFTAR ISI ............................................................................................................ xii

  BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ............................................................................ 1 B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 3 C. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 3 D. Kegunaan Penelitian ................................................................................. 3 E. Metode Penelitian ..................................................................................... 3 F. Penegasan Istilah ...................................................................................... 5 G. Sistematika Penulisan ............................................................................... 6 BAB II UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL A. Kelahiran Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional ......................... 7

  B.

  Pro dan Kontra Terhadap Pendidikan Agama dalam UU No. 20 Tahun 2003 ............................................................................................... 11

  BAB III KEBIJAKAN PENDIDIKAN DALAM SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL A. Sistem Pendidikan .................................................................................... 20 B. Komponen Pendidikan ............................................................................. 25 C. Fungsi Pendidikan .................................................................................... 33 D. Agama dalam Sistem Pendidikan ............................................................. 35 BAB IV EKSISTENSI DAN FUNGSI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL A. Eksistensi Pendidikan Agama Islam dalam Sistem Pendidikan nasional ............................................................................................................... 39 B.

  Fungsi Pendidikan Agama Islam ............................................................. 51

  BAB V PENUTUP A. Kesimpulan .............................................................................................. 67 B. Saran ......................................................................................................... 70 C. Penutup ..................................................................................................... 71 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN TENTANG PENULIS

  BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia masih terus dihadapkan pada krisis multidimensional. Dari hasil berbagai kajian disiplin dan pendekatan, tampaknya ada kesamaan pandangan bahwa segala macam krisis itu berpangkal pada krisis akhlak atau moral. Krisis ini, secara langsung atau tidak, berhubungan dengan pendidikan. Kontribusi pendidikan dalam konteks ini adalah pada pembangunan mentalitas manusia yang merupakan produknya, dan sementara pihak menyebutkan bahwa krisis tersebut karena kegagalan pendidikan agama, termasuk didalamnya pendidikan agama Islam.

  “Untuk mengantisipasi berbagai krisis tersebut, maka pembelajaran agama Islam di sekolah maupun perguruan tinggi harus menunjukkan kontribusinya"( Majid. 2012:10 ).

  Menurut Pasal 1 ayat 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2007 Pendidikan agama adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan dan membentuk sikap, kepribadian, dan keterampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaran agamanya, yang dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui mata pelajaran/kuliah pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani, bertaqwa, dan berakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber utamanya yaitu al qur‟an dan hadits, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman.

  “Semua aktifitas itu disertai dengan tuntunan untuk menghormati penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa ” ( Majid. 2012: 12 ).

  Dalam bahasa Inggris pendidikan diistilahkan to educate yang berarti memperbaiki moral dan melatih intelektual. Pendidikan adalah hidup, pendidikan adalah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup.

  “Pendidikan adalah segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan hidup ”(Kadir.

  2012:59).

  Berkaitan dengan hal tersebut, Majid ( 2012:16 ) menyatakan sebagai berikut.

  Pendidikan agama Islam di sekolah bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan, ketakwaannya, berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

  “Pendidikan Agama Islam pada dasarnya hendak mengantarkan peserta didik agar memiliki kemantapan aqidah dan kedalaman spriritual, keunggulan akhlak, wawasan pengembangan dan keluasan iptek ”(Muhaimin. 2012:104). Pendidikan Agama Islam sebagai proses pembelajaran secara jelas disebutkan dalam undang-undang bahwa setiap lembaga pendidikan harus mengajarkan pendidikan agama, ini artinya kekurangan dalam pendidikan agama tidak terlepas dari peraturan pemerintah maupun undang-undang .

  B.

  Rumusan masalah Dari latar belakang masalah tersebut dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: a.

  Bagaimana Eksistensi Pendidikan Agama Islam? b.

  Bagaimana Fungsi Pendidikan Agama Islam? C. Tujuan Penelitian

  Dari pokok masalah tersebut ada beberapa tujuan yang hendak dicapai yaitu : a.

  Untuk mengetahui keberadaan Pendidikan Agama Islam dalam sistem pendidikan Nasional antara tahun 2003 sampai dengan tahun 2014, b.

  Untuk mengatahui fungsi Pendidikan Agama Islam dalam sistem pendidikan nasional antara tahun 2003 sampai dengan tahun 2014.

  D.

  Kegunaan Penelitian Dengan melakukan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik untuk penulis maupun orang lain, setelah melakukan penilitian diharapkan dapat : a.

  Memberikan sumbangan teoritis dalam wacana sistem pendidikan nasional mulai dari sekarang dan yang akan datang.

  b.

  Memberikan sumbangan praktis kepada segenap guru Pendidikan Agama Islam ( PAI ) agar memahami lebih dalam terutama dibidang eksistensi dan fungsi Pendidikan Agama Islam.

  E.

  Metode Penelitian

  Sesuai dengan pedoman penulisan skripsi Sekolag Tinggi Agama Islam Negeri ( STAIN ) Salatiga yang diterbitkan pada tahun 2009 ada tiga pendekatan dalam penelitian naskah yaitu (a) Pendekatan Tafsir, (d) analis isi, dan (c) hermeneutika. Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan

  

hermeneutika dengan langkah dimulai dengan menggali sumber sejarah yang

  berhubungan dengan undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional. Caranya penulis menganalisis isi dari Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003, kebijakan pemerintah yang dalam hal ini berbentuk Peraturan Pemerintah dan peraturan lainnya sehingga dapat diketahui eksistensi dan fungsi Pendidikan Agama Islam.

  1. Sumber Data dan Metode Pengumpulan Data Penulis membagi dua bagian penting yaitu data primer dan data skunder untuk mengetahui eksistensi pendidikan agama Islam dalam perspektif undang-undang, sumbernya berupa bahan-bahan kepustakaan, baik bahan-bahan kepustakaan yang termasuk sumber primer ( undang- undang sistem pendidikan nasional dan peraturan Pemerintah ), sumber- sumber skunder ( karya-karya yang mebahas Pendidikan Agama Islam kaitannya dengan perundang-undangan dan peraturan pemerintah ).

  2. Analisis Data Sumber yang berkaitan dengan Pendidikan Agama Islam dalam perspektif undang-undang digunkan untuk mengkaji eksistensi Pendidikan

  Agama Islam dalam sistem pendidikan Nasional. Kemudian sumber yang berhubungan dengan fungsi Pendidikan Agama Islam dianalisis dan digunakan untuk mengetahui sejauh mana Pendidikan Agama Islam berfungsi dalam sistem pendidikan Nasional.

  F.

  Penegasan Istilah 1.

  Eksistensi adalah “keberadaan”(Dahlan. 2003:163). Maksudnya adalah keberadaan pendididikan agama Islam setelah terbit undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.

  2. Fungsi berasal dari bahasa Inggris Function, menurut kamus bahasa Inggris-Indonesia artinya adalah kegunaan, “pekerjaan” (Ecchhilis. 2000:260). Sebuah fungsi adalah kumpulan ke arah pemenuhan kebutuhan tertentu atau kebutuhan sistem. Sesuatu dikatakan berfungsi bila dapat memenuhi kebutuhan yang dibutuhkan atau kebutuhan yang diharapkan oleh unsur-unsur yang ada dalam sebuah sistem.

  3. Menurut Muhaimin (2012:11), “pendidikan Agama Islam adalah usaha sadar untuk menyiapkan dalam meyakini, memahami, menghayati, dan mengamalkan agama

  Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional

  ‟. “Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani, bertaqwa, dan berakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber utamanya kitab suci al qur an dan hadits, melalui kegiatan bimbingan , pengajran, latihan, serta penggunaan pengalaman, disertai dengan tuntutan untuk menghormati penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan anatar umat beragama dalam masyarakathingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa ” ( Majid. 2012:11 ).

  4.

  “Sistem Pendidikan Nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan Nasional seperti tertuang dalam undang-undang ” ( UU.no23. 2003 ).

  G.

  Sistematika Penulisan Sistematika pembahasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Bab pertama yang berisi pendahuluan sebgai gambaran utuh skripsi yang meliputi, latar belakang masalah, dari latar belakang masalah dapat dirumuskan masalah, Tujuan penelitian, kegunaan penelitian, metode penelitian, penegasan istilah dan sistematika pembahasan.

  Bab dua berisi biografi naskah yang berisi sejarah lahirnya undang- undang Nomor 20 tahun 2003, pro dan kontra terhadap undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 .

  Bab tiga tentang pendidikan agama dalam undang-undang sistem pendidikan nasional yang meliputi sistem pendidikan, komponen pendidikan dan fungsi pendidikan.

  Bab empat fungsi pendidikan agama Islam dalam sistem pendidikan nasional meliputi eksistensi dan fungsi pendidikan agama Islam.

  Bab lima Penutup yang meliputi kesimpulan dan saran.

BAB II UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL A. Kelahiran Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional

  “Undang-undang no. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional telah disahkan DPR RI 11 Juni 2003 dan diundangkan 8 Juli 2003

  ”(Soebahar. 2013:137). Undang-undang tersebut bisa disebut konstitusi yang dimaksud adalah undang-undang sistem pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 merupakan implementasi dari amanat undang-undang dasar 1945 pada bab XIII tentang pendidikan dan kebudayaan pasal 13, pasal tersebut mengamanatkan bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan Nasional. Yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.

  Undang-undang Nomor 54 tahun 1950 sebagai undang-undang pertama yang mengatur pendidikan nasional tidak memberikan tempat bagi pendidikan keagamaan yang saat itu diistilahkan dengan pengajaran agama. Undang-undang ini cenderung bersikap liberal dengan menyerahkan keikutsertaan siswa dalam pengajaran kepada keinginan dan persetujuan orang tua. Undang-undang ini mengamanatkan tersusunnya undang-undang tersendiri yang mengatur tentang pendidikan agama. Secara sederhana sikap pemerintah saat itu dapat disimpulkan sebagai tidak memihak terhadap pendidikan agama.

  Berangkat dari kenyataan itu maka, isu pendidikan agama ramai dibicarakan dan diperdebatkan, akumulasi perdebatan ini memberikan pengaruh terhadap undang-undang nomor 2 tahun 1989 sebagai undang- undang sistem pendidikan Nasional jilid dua yang disahkan pada tanggal 27 Maret 1989. Dalam undang-undang yang muncul 39 tahun kemudian dari undang-undang pertama ini, pendidikan keagamaan dan pendidikan agama mulai mendapat tempat yang cukup signifikan dibandingkan dengan yang sebelumnya. Pendidikan keagamaan diakui sebagai salah satu jalur pendidikan sekolah. Pendidikan agama menjadi mata pelajaran wajib dalam setiap jenis jalur dan jenjang pendidikan.Lebih dari itu Undang-undang ini menjadikan keimanan dan ketakwaan sebagai tujuan pendidikan Nasional keimanan dan ketakwaan adalah terminologi yang sangat identik dan akrab dengan pendidikan agama dan keagamaan.

  Sembilan tahun setelah undang-undang nomor 2 tahun 1989 diundangkan, pendidikan Nasional mendapat banyak kritik, bahkan hujatan dikarenakan sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan bangsa saat itu, bahkan UUD 1945 pun yang memayungi lahirnya setiap undang-undang pendidikan tak mampu menahan dari desakan amandemen sehingga pada tanggal 18 Agustus 2000 MPR memutuskan berlakunya UUD hasil empat kali amandemen tersebut. UUD hasil amandemen ini mengamanatkan agar pemerintah menyusun sebuah sistem pendidikan Nasional. Demi memenuhi amanat tersebut, desakan masyarakat serta tuntutan reformasi pendidikan bergulir, maka pada tanggal 8 juli 2003 diundangkan Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional. Pada masa inilah pendidikan agama yang setidaknya ditegaskan dan diisyaratkan dalam 12 point dari undang-undang tersebut, yaitu pad a : 1) konsideran “menimbang”, 2) bab I tentang ketentuan umum , 3) pasal 3 tentang fungsi pendidikan Nasional, 4) pasal 12 ayat 1 a tentang hak peserta didik , 5) pasal 17 ayat2 tentang bentuk pendidikan dasar, 6) pasal 18 ayat 3 tentang bentuk pendidikan menengah , 7) pasal 26 ayat 4 tentang bentuk satuan pendidikan non formal, pasal 30 tentang pendidikan keagamaan, 9) pasal 36 ayat 3 tentang aspek kurikulum , 10) pasal 37 ayat 1 tentang kurikulum pendidikan dasar , 11) pasal 37 ayat 2 tentang kurikulum pendidikan tinggi, dan 12 )

  pasal 38 ayat 2 tentang koordinasi dan supervisi Departemen Agama. Lahirnya undang-undang sistem pendidikan Nasional nomor 20 Tahun 2003 tidak semudah pada perkiraan semula, ternyata harus melalui perdebatan sengit. Bahkan unjuk rasa sampai ancaman disintegrasi ikut mewarnai proses lahirnya undang-undang ini. Singkat cerita, undang-undang ini menjelang kelahirannya ada dalam situasi yang dilematis. Kritik tajam terhadap undang-undang ini ( saat masih RUU ) dapat dicatat antara lain berkaitan dengan tujuan pendidikan nasional yang dirumuskan terlalu ditekankan pada kesalehan beragama dan mengabaikan tujuan pendidikan nasional yang universal dan komprehensif, bersifat diskriminatif dan mengabaikan keberadaan serta kepentingan agama/kepercayaan lain diluar lima agama yang selama ini diakui resmi oleh Negara, visi pendidikan agama yang ditawarkan tidak mendorong semangat pluralism, serta member peluang intervensi berlebihan Negara pada pelaksanaan pendidikan dan menghalangi partisipasi serta otonomi masyarakat, khususnya lembaga

  • – lembaga pendidikan, campur tangan pemerintah terlalu besar pada masalah agama, dan kentalnya nuansa politik yang membidani lahirnya undang-undang tersebut. Demikianlah kritik yang mengemuka dari kelompok yang menolak undang- undang tersebut.

  Sementara pada sisi lain, undang-undang ini dimaksudkan sebagai jawaban legal formal terhadap krisis pendidikan yang telah menggurita dalam tubuh bangsa Indonesia. Dalam peringatan hari pendidikan Nasional tahun 2003, Megawati Soekarno Putri, presiden Republik Indonesia saat itu misalnya menegaskan, kegagalan dan kekurangan keberhasilan yang terjadi selama ini merupakan cerminan dari kegagalan dalam membentuk mental dan karakter sebagai bangsa yang sedang membangun. Semua itu bagaikan bermuara pada kesimpulan tentang tipisnya etika kita dalam membina kehidupan berbangsa dan bernegara. Kalau disimak ujung dari semua itu seakan-akan berhenti pada ungkapan tentang gagalnya sistem pendidikan Nasional kita. Kesadaran akan adanya kegagalan dalam dunia pendidikan ini ditandai dengan tuntutan reformasi yang beriringan dengan tuntutan reformasi pada bidang kehidupan lainnya. Bahkan di kawasan Asia, Indonesia dinilai sebagai Negara yang paling ketinggalan dalam pendidikan baik dari biaya, output maupun manajerial.

  Terdapat banyak isu reformasi pendidikan yang diusung saat itu, sedikitnya isu-isu sentral reformasi pendidikan ini bermuara pada empat hal, yaitu : 1.

  Pendidikan agama sebagai basis pendidikan Nasional 2. Pemerataan kesempatan pendidikan 3. Peningkatan mutu dan relevansi pendidikan 4. Efisiensi manajemen pendidikan

  Keempat hal pokok ini tidak lagi bisa dijawab oleh undang-undang nomor 2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan Nasional. Namun menjelang disahkannya undang-undang nomor 20 tahun 2003 sebagai pengganti UU sebelumnya seperti ramai diberitakan oleh media massa. Seluruh persoalan pendidikan yang rumit didiskusikan oleh para pakar pendidikan selama kurang lebih dua tahun itu, semuanya tenggelam ditelan polemik pasal-pasal yang berpihak terhadap pendidikan agama. “Bahkan polemik ini sudah jauh melampaui diskusi-diskusi kependidikan, tetapi merambah masuk ke dalam ranah politik dan sentimen agama

  ” ( Fathoni. 2005:2 ).

  B.

  Pro Kontra Terhadap Pendidikan Agama dalam UU No 20 Tahun 2003 Sebuah perhelatan yang menyedot perhatian masyarakat Yogyakarta hingga beberapa sekolah meliburkan kegiatan belajar mengajar untuk melibatkan siswa-siswi mereka dalam sebuah demonstrasi, adalah ketika Rancangan Undang-undang sistem pendidikan Nasional disosialisasikan.

  Sekolah-sekolah yang umumnya dari yayasan Kristen menolak rancangan undang-undang ini dan sekolah dari yayasan Islam mendukung pengsahannya. Pada suatu saat kedua kelompok yang berbeda pendapat ini bertemu di seputar jalan Malioboro. Dua pihak ini terpancing oleh pasal-pasal yang berbicara tentang pendidikan agama di sekolah umum.

  “ Hanya ada sedikit kelompok yang menolak rancangan undang-undang sistem pendidikan Nasional karena menangkap kesan bahwa Negara akan mengurangi tanggung jawab di bidang pendidikan

  ” ( Arham. 2007:123 ). Di hampir seantero kota Yogyakarta berkibar spanduk-spanduk berisi himbauan kalangan muslim tertentu yang menyerukan para orang tua untuk tidak menyekolahkan anak-anak mereka disekolah-sekolah Kristen dan Katolik. Seruan ini praktis mengejutkan publik yang meiliki kepekaan atas isu-isu agama, yang pada saat itu hampir bersamaan dengan tampilnya dua kelompok gerakan Islam politis: Laskar Jihad Ahlusunnah Waljamaah dan Gerakan Pemuda Ka‟bah ( GPK ). Kedua organisasi ini memang tidak mengambil isu pendidikan agama di Yogyakarta. Namun, sepak terjang mereka telah memberi ilham bagi pergerakan lain yang mengatasnamakan gerakan amar ma‟ruf nahi mungkar, gerakan anti komunis dan berikutnya gerakan yang mereka sebut sebagai kampanye penyelamatan aqidah. “Berikutnya Majelis Ulama Indonesia DIY mengadakan sidang yang menyerukan fatwa supaya para orang tua muslim tidak menyekolahkan anak mereka ke sekolah-sekolah Kristen protestan dan katolik ” (Arham. 2007:124).

  Seruan dan mobilisasi ini terutama dipelopori oleh kalangan Muhammadiyah, simpatisan Partai Keadilan Sejahtera ( PKS ) dan kelompok remaja muslim yang mempunyai organisasi bernama Forum Remaja Masjid Yogyakarta, yang berpusat di masjid Jogokaryan Yogyakarta. Tidak cukup hanya dengan spanduk, tapi dalam khutbah jum‟at para khatiib selalu menyampaikan pesan keagamaan yang langsung terkait dengan aqidah dan pendidikan, tanggaung jawab orang tua untuk membentengi dari ancaman aqidah Kristen Protestan dan katolik.

  Upaya-upaya yang dilakukan oleh lembaga-lembaga maupun pribadi- pribadi yang perhatian pada masalah pendidikan mengajak masyarakat lebih memperhatikan masalah pendidikan di Indonesia.Arus seruan dan mobilisasi baru meredup pasca musim penerimaan siswa baru.Aksi serupa berlanjut hingga menjelang disahkannya Rancangan Undang-undang sistem pendidikan Nasional menjadi Undang-undang tahun 2003. Pertentangan di seputar pasal 13 tentang pendidikan agama telah membelah lembaga-lembaga pendidikan yang berlatar belakang Yayasan keagamaan yang menghadapkan mereka satu sama lain dalam kancah perebutan politik pendidikan. Sebagian kalangan muslim merasa lega dengan disahkannya Undang-undang tersebut, sementara kelompok Kristen yang diantaranya tergabung dalam Forum Komunikasi Yayasan Kristen dan forum Komunikasi Sekolah-sekolah Kristen di Yogyakarta merasa terdiskriminasi. Namun demikian, sesungguhnya ada kelompok muslim yang prihatin dengan pengesahan Undangan-Undangan ini.

  Mereka adalah kelompok yang aktif dalam pendampingan terhadap kelompok miskin, keluarga besar mahasiswa IAIN Sunan kalijogo Yogyakarta dan Hisbut Tahrir Indonesia ( HTI ) yang lebih memperhatikan masalah kapitalisasi pendidikan yang terfasilitasi dalam undang-undang ini, tetapi ide penolakan mereka ini tidak mendapat perhatian dari kelompok yang lebih mempermasalahkan pasal-pasal pendidikan agama.

  Sebagai perbandingan di beberapa daerah, dimana kelompok agama tertentu merasa banyak generasi mudanya sekolah di lembaga-lembaga pendidikan milik kelompok minoritas mereka merasa perlu dengan UU tersebut, di Bali, dimana kalangan Hindu banyak bersekolah di sekolah- sekolah Kristen maupun Katolik, ikut mendukung pasal-pasal UU sistem pendidikan Nasional ini. Sebenarnya bagi umat Hindu pada umumnya di Bali, tidak ada urusan dan kepentingan politik yang menonjol dalam bidang pendidikan.

  “Pada sekolah formal, tidak dipandang sebagai sumber pendidikan agama yang penting, karena ada dukungan kultural yang besar

  1

  untuk mengajarkan agama dalam tradisi mereka Ini “( Arham. 2007:124 ). sangat berbeda dengan sebagian umat Islam dan Kristen-Katolik yang bersitegang selama berbulan- bulan, memperebutkan “ makna politik “ dari pendidikan keagamaan ini.

  Bila dilihat kembali persoalan-persoalan yang diperdebatkan, penolakan pihak yayasan Kisten atau katolik atas pasal-pasal ini ada pada kesiapan dan tanggung jawab pemerintah untuk menyediakan guru-guru agama yang sesuai dengan visi pendidikan para pengelola di lembaga- lembaga pendidikan tersebut. Selain itu ada perbedaan yang bersifat “ontologism” diantara para pendukung maupun penolak pasal 13 itu dalam 1 Darmaningtiyas, merupakan salah seorang kritikus pendidikan yang paling handal di

  

Indonesia saat ini. Secara mendalam, luas dan panjang lebar, kritik tersebut telah dituangkan dalam bukunya Pendidikan yang memiskinkan ( 2004 ). memandang konsep publik dan privat dalam Negara Indonesia.Dalam sebuah diskusi yang dihadiri oleh para tokoh –tokoh Islam, Katolik dan Kristen di Yogyakarta, mereka memperdebatkan persoalan privat dan publik ini.Hal ini mengajak mereka untuk mendebatkan peran Negara, hubungan agama dan Negara, dimana masing-masing pihak, tidak menemukan titik temu.

  Tahun 2003, parlemen akhirnya menetapkan lahirnya undang-undang sistem pendidikan Nasional yang baru, yang disebut undang-undang sistem pedidikan Nasional nomor 20 tahun 2003.Dalam undang-undang ini pasal yang diperdebatkan dengan tegang adalah pasal 12 yang menyebutkan bahwa pendidikan agama adalah hak setiap peserta didik. “ Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama,

  Pasal 12 Ayat a )”.Dalam bagian penjelasan diterangkan pula bahwa pendidik atau guru agama yang seagama dengan peserta didik difasilitasi atau disediakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah sesuai kebutuhan satuan pendidikan sebagaimana diatur dalam pasal 41 ayat 3.

  Dari beberapa hal antara pro dan kontra Undang undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional dapat dibagi dua kelompok antara yang menerima dan yang menolak.

1. Kalangan yang Menerima

  Dukungan terhadap Rancangan Undang-undang sistem pendidikan Nasional (RUU Sisidiknas) terus mengalir. Kemarin, ratusan ribu masyakarat Jawa Timur diberbagai daerah berbondong-bondong melakukan aksi mendukung RUU dalam Tablig Akbar mendukung RUU Sisdiknas yang menurut rencana akan disahkannya pada 10 Juni mendatang. Di wilayah Jawa Timur, mendukung RUU Sisdiknas digelar hampir bersamaan di dua wilayah berbeda, Sabtu (7/6). Di Sidoarjo, aksi mendukung RUU Sisdiknas diiikuti puluhan ribu pelajar dan anggota organisasi massa Islam se-Jatim di Stadion Delta Sidoarjo. Sejumlah ormas Islam yang mengikuti apel akbar tersebut di antaranya Muhammadiyah, Pondok pesantren Gontor, Pengurus Badan Silaturahmi Ulama Pesantren Madura (Basra), Hidayatullah, KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim), Al Isyad, dan ormas-ormas serupa lainnya.

  Dalam aksinya, mereka mendesak DPR RI segera mengesahkan RUU tersebut menjadi UU. Alasannya, pendidikan agama adalah hak asasi setiap manusia. Itulah sebabnya, mereka menganggap tak ada lagi alasan penyelenggara pendidikan untuk menolak menyediakan guru atau pendidik agama bagi anak muridnya sesuai agama yang dianutnya. Selain itu, Mereka juga mengusulkan agar pendidikan pondok pesantren dijadikan pendidikan alternatif dalam Sisdiknas. Tak heran, ribuan umat Islam se-Jatim yang memenuhi GOR Delta Sidoarjo pada waktu melakukan aksi unjuk rasa. Selain dihadiri para pelajar Islam dan ormas kepemudaan Islam, dukungan yang dikemas dalam bentuk tablig akbar itu dihadiri para tokoh Islam berbagai daerah. Tampak hadir dalam kesempatan tersebut Sekjen MUI Pusat Dr. H. Dien Syamsudin, Ketua PW NU Jatim KH.Drs. Nuruddin Abdurrahman, SH, Ketua PW Muhammadiyah Jatim Prof. Dr. H. Fasichul Lisan, pengasuh Ponpes Gontor KH. Zarkasi Nur, dan pengasuh Ponpes Al Amien, Prenduan, Sumenep, KH. Tijani Juhari. Dalam kesempatan orasinya di hadapan ribuan massa tersebut, Dien Syamsudin menegaskan bahwa pihaknya mendukung sepenuhnya diundang kannya RUU Sisdiknas. “Karena itu, teman-teman di Jakarta berencana menggelar aksi sejuta umat. Kami akan mendesak agar DPR segera mengesahkan RUU Sisdiknas menjadi undang-undang. Dan, kami tidak akan meninggalkan gedung DPR sebelum hal itu terlaksana,” jelasnya disambut tepuk tangan dan aplaus para peserta tablig. Sebelum berorasi, Dien menjelaskan, pihaknya menengarai ada pihak-pihak tertentu yang sengaja ingin menghalang- halangi diundangkannya RUU Sisdiknas. Padahal, kata dia, RUU Sisdiknas itu sudah sangat sesuai dengan moral bangsa Indonesia, Pancasila, dan hak asasi manusia (HAM) yang sering digembar- gemborkan seluruh bangsa akhir- akhir ini. “Sehingga, siapa pun yang menghambat diundang-undangkannya RUU Sisdiknas berarti bertentangan dengan keyakinan t ersebut,” tegasnya. Jawa Timur Selain di Sidoarjo, aksi serupa terjadi di beberapa kota di Jawa Timur.

  Ribuan massa ormas Islam di Pasuruan dan Probolinggo dari NU, Muhammadiyah, dan Al Irsyad melakukan unjuk kekuatan (show of force) kemarin. Aksi itu mereka lakukan dalam rangka mendukung diundangkannya RUU Sisdiknas. Di Probolinggo, unjuk kekuatan tiga ormas itu dipusatkan di halaman depan Stadion Bayuangga, Probolinggo. Dalam aksinya, mereka membentangkan kain putih sepanjang 10 meter. Di atas kain itulah ribuan massa membubuhkan tanda tangan sebagai tanda mendukung RUU Sisdiknas. “Aksi tanda tangan ini tidak lain sebagai rasa kepedulian warga muslim untuk mendukung RUU Sisdiknas ” (Arham. 2007:127).

2. Kalangan yang menolak

  Kalangan yang menolak UU Sisdiknas, menegaskan bahwa keharusan menyelenggarakan pendidikan agama bagi satuan pendidikan yang menerima peserta didik yang berbeda agama merupakan pemaksaan kehendak dan intervensi terlalu jauh pihak pemerintah. Inilah yang mereka maksud pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), tidak mencerminkan sikap demokratis dan diskriminatif. Pendidikan agama sebaiknya diserahkan kepada masyarakat dan sudah selayaknya tidak diatur dalam Undang-Undang Sisdiknas. Bahkan pendidikan agama yang dilaksanakan selama ini tidak nampak faedahnya, banyak masyarakat Indonesia dalam mengaplikasikan hidupnya jauh dari nilai-nilai agama, sehingga kegiatan-kegiatan maksiat, kolusi, korupsi semakin merajalela.Hal senada disampaikan oleh kurang lebih 40 (empat puluh) kelompok yang mengatasnamakan lembaga, asosiasi, dan organisasi masyarakat (Media Indonesia, 09/06/03) bahwa RUU/UU Sisdiknas bukan semata-mata pro dan kontra, tetapi sudah merupakan pelanggaran HAM, Tujuan Nasional, UUD 1945, dan miskin filosofi dan substansi.

  Kita sebagai umat dan bangsa beragama merasa prihatin dan

  

nelangsa melihat kondisi seperti itu.Negara Indonesia adalah negara

  agamis “katanya”, tetapi ketika permasalahan agama (termasuk pendidikan agama) diatur dalam sebuah undang-undang terjadi berbagai kontroversi. Barangkali kontroversi dinilai baik dan sah-sah saja sepanjang substansinya mengarah pada perbaikan hasil yang optimal.

  Yang menjadi permasalahan adalah terjadinya kontroversi yang tendensius dan dipolitisasi. Kita semua merasa prihatin, sekian tahun kita bernafas di era reformasi dan jauh dari masa orde baru masih ada kelompok-kelompok yang mau dimanfaatkan dan memanfaatkan.

  Sebaiknya semua pihak harus bisa berlapang dada, legowo, berhati dingin dan berpikiran jernih sehingga semua permasalahan termasuk masalah Pendidikan Agama dalam UU Sisdiknas dapat diselesaikan. Dengan demikian tujuan sistem pendidikan Nasional dapat terwujud sesuai dengan harapan kita tanpa adanya diskriminasi atau pihak-pihak yang dirugikan.

  BAB III KEBIJAKAN PENDIDIKAN DALAM SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL A. Sistem Pendidikan 1. Pengertian Sistem Sistem adalah suatu kegiatan yang telah ditentukan caranya dan biasanya dilakukan berulang-ulang. Dalam konteks sistem pengendalian manajemen, maka sistem adalah sekelompok komponen yang masing- masing saling menunjang-saling berhubungan maupun tidak, yang keseluruhannya merupakan sebuah kesatuan ( Suadi. 1995:3 ).

  “Dapat dikatakan bahwa sistem berupa hal yang ritmis, berulangkali terjadi atau langkah-langkah terkoordinasi yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan tertentu

  ” ( Halim. 2000:3 ). Dalam kamus besar Bahasa Indonesia dinyatakan bahwa sistem berarti perangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas, susunan yang teratur dari Pandangan, teori, asas dan sebagainya.

  “Sistem juga diartikan dengan metode ” ( Khoriyah. 2012:14 ). “Sistem berasal dari bahasa Yunani, System yang berarti hubungan fungsional yang teratur antar unit-unit atau komponen- komponen ” ( Mustamar. 2000:38 ).

  “Sistem terdiri atas bagian-bagian (dapat disebut sub sistem atau komponen) yang masing-masing mempunyai fungsi tertentu dalam bagian itu, terdapat interrelasi, interaksi dan interdependensi dalam menuju suatu tujuan, sehingga jika salah satu bagian tidak berfungsi, keseluruhan sistem akan terganggu kerjanya (Sunarwan. 2001:4 ).

  Pada umumnya ciri-ciri suatu sistem adalah bertujuan mempunyai batas, terbuka, tersusun dari subsistem ada saling keterkaitan atau saling ketergantungan, merupakan satu kebulatan yang utuh, melakukan kegiatan transformasi,

  “ ada mekanisme kontrol ada kemampuan untuk mengatur dan menyesuaikan dirinya sendiri “ ( Nasir.

  2005:28 ).

  Sistem terbuka adalah sistem yang berhubungan dengan lingkungannya. Komponen-komponen sistem dibiarkan mengadakan hubungan dengan lingkungannya. Komponen-komponennya dibiarkan mengadakan hubungan keluar dari batas sistem, sedangkan sistem tertutup adalah sistem yang terisolasikan dari segala pengaruh diluar sistem itu sendiri, dari pengaruh sistem yang lebih besar atau lebih luas atau dari lingkungannya. Baik sistem terbuka maupun sistem tertutup dimungkinkan mempunyai komponen statis dan komponen dinamis.

  Pada kenyataannya tidak ada sistem yang benar-benar tertutup, mengingat komponen-komponennya selalu dipengaruhi berbagai kekuatan yang berada dilingkungannya, karena itulah maka sistem pada dasarnya bersifat terbuka maka keterbukaan merupakan ciri khas sistem.

  Sistem pendidikan merupakan jenis sistem mekanik yang telah terstruktur dan memfungsikan bagian-bagian dengan baik. Jadi lingkungan merupakan sumber bahan yang akan dipergunakan oleh sistem, disamping itu juga menjadi pemakai hasil keluaran sistem.

  “ Sesuai dengan dinamika perkembangan sistem pendidikan itu selalu dikonsepsikan ulang dan diinterpretasikan kembali pada setiap periode historis ruhaniah dan pada setiap orde politik tertentu “ ( Nasir. 2005:41.