PREPARASI DAN KARAKTERISASI CaO/Al3+-BENTONIT SEBAGAI KATALIS PADA SINTETIS BIODIESEL DARI MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha Curcas L) Repository - UNAIR REPOSITORY

  3+ PPREPARASI DAN KARAKTERISASI CaO/Al -BENTONIT SEBAGAI KATALIS PADA SINTETIS BIODIESEL DARI MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha Curcas L) SKRIPSI ARIESTA FAULINA F PROGRAM STUDI S-1 KIMIA DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA 2012 ii

  3+ PREPARASI DAN KARAKTERISASI CaO/Al -BENTONIT SEBAGAI KATALIS PADA SINTETIS BIODIESEL DARI MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha Curcas L) SKRIPSI

  Sebagai Salah Satu Syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Sains Bidang Kimia Pada Fakultas Sains dan Tekhnologi

  Universitas Airlangga Oleh:

  ARIESTA FAULINA F NIM. 080810503 Tanggal Lulus:

  Disetujui oleh:

  Pembimbing I, Pembimbing II, Abdulloh, S.Si, M.Si Alfa Akustia Widati, S.Si, M.Si NIP.19710423 199702 1 001 NIK. 139080770 iii

  LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI 3+ -Bentonit Sebagai Judul : Preparasi dan Karakterisasi CaO/Al

  Katalis Pada Sintesis Biodiesel Dari Minyak Jarak

Pagar (Jatropha Curcas L)

  Penyusun : Ariesta Faulina F NIM : 080810503 Pembimbing I : Abdulloh, S.Si, M.Si Pembimbing II : Alfa Akustia Widati, S.Si, M.Si Tanggal Seminar : Disetujui Oleh:

  Pembimbing I, Pembimbing II, Abdulloh, S.Si, M.Si Alfa Akustia Widati, S.Si, M.Si NIP.19710423 199702 1 001 NIK. 139080770

  Mengetahui, Ketua Progam Studi S-1 Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga

  Dr. Alfinda Novi Kristanti, DEA NIP. 19671115 199102 2 001 iv

PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI

  Skripsi ini tidak dipublikasikan, namun tersedia di perpustakaan dalam lingkungan Universitas Airlangga, diperkenalkan dipakai referensi kepustakaan, tetapi pengutipan harus seijin penyusun, dan harus menyebutkan sumbernya sesuai dengan kebiasaan ilmiah.

  Dokumen skripsi ini merupakan hak milik Universitas Airlangga v

KATA PENGANTAR

  Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ Preparasi dan 3+ Karakterisasi CaO/Al -Bentonit Sebagai Katalis Pada Sintesis Biodiesel Dari Minyak Jarak Pagar (Jatropha Curcas L).

  Penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dari berbagai pihak. Oleh

karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

  1. Bapak Abdulloh, S.Si, M.Si selaku dosen pembimbing I yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan saran, nasehat dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.

  2. Ibu Alfa Akustia Widati, S.Si, M.Si. selaku dosen pembimbing II atas bimbingan dan nasehatnya selama penyusunan skripsi ini

  3. Ibu Aning Purwaningsih, S.Si, M.Si selaku dosen wali atas motivasi dan dukungan yang telah diberikan.

  4. Seluruh staf pengajar atas ilmu yang telah diberikan.

  5. Mama, Papa, Satria atas dukungan dan semangat baik moral maupun spiritual demi terselesaikannya skripsi ini

  6. Teman-teman kimia angkatan 2008, yang selalu memberi motivasi penuh pada

penulis untuk menyelesaikan skripsi ini khususnya ”KF LOVERS”.

  Proposal ini disusun untuk memenuhi persyaratan akademis pendidikan sarjana dalam bidang kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan, sehingga kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini.

  Surabaya, Juli 2012 Penyusun, Ariesta Faulina F vi

  3+ Fardhani, Ariesta Faulina, 2012, Preparasi dan Karakterisasi CaO/Al - Bentonit sebagai Katalis dalam Sintesis Biodiesel dari Minyak Jarak Pagar ( Jatropha Curcas L). Skripsi ini di bawah bimbingan Abdulloh, S.Si, M.Si., dan Alfa Akustia Widati S.Si., M.Si., Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya ABSTRAK

  Telah dilakukan sintesis biodiesel dari minyak jarak pagar yang memiliki kadar asam lemak bebas sebesar 22,40 mgKOH/g atau 11,20% dan kadar air

  3+

  sebesar 0,7% menggunakan katalis CaO/Al -bentonit yang memiliki situs asam

  

3+

  dan situs basa. Penggunaan CaO/Al -bentonit dimaksudkan untuk menghindari

  3+

  • reaksi penyabunan bila reaksi dilakukan menggunakan CaO. Preparasi CaO/Al

  3+

  bentonit dilakukan melalui metode cation exchanged Al pada bentonit diikuti

  3+

  impregnasi dengan CaO.Terbentuknya CaO/Al -bentonit ditunjukan oleh adanya

  3+

  pergeseran 2θ dan perubahan d spacing dari bentonit sintetis, Al -bentonit, dan

  3+

  CaO/Al -bentonit dan perubahan luas permukaan dari bentonit sintetis 23,744

  2

  2 3+

  m /g menjadi 22,158 m /g setelah dilakukan cation exchanged dengan Al dan

  2

  menjadi 7,494 m /g setelah di impregnasi dengan CaO. Jumlah keasaman total setelah dilakukan cation exchanged dan impregnasi meningkat dari 0,3192 mmol/g menjadi 1,0663 mmol/g. Rentang kekuatan kebasaan antara 15,00 < H_<18,4., jumlah total situs basa sebesar 98,64 mmol/g. Hasil uji katalis

  3+

  CaO/Al -bentonit pada sintesis biodiesel menunjukkan konversi sebesar 14,81% dan perubahan bilangan dari 22,40 mgKOH/g menjadi 17,99 mgKOH/g pada reaksi selama 5 jam.

  Kata kunci : Minyak Jarak Pagar, Biodiesel, Bentonit, CaO vii

  Fardhani, Ariesta Faulina, 2012, Preparation and Characterization 3+ CaO/Al -Bentonit As A Catalysts in the Synthesis Biodiesel of Jatropha Oil ( Jatropha Curcas L). This thesis under the guidance of Abdulloh, S.Si, M.Si., and Alfa Akustia Widati S.Si., M.Si., Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya ABSTRACT

  Biodiesel synthesis has been carried out of Jatropha oil with free fatty acid levels at 22.40 mgKOH / g or 11.20% and moisture content of 0.7% using CaO/

  3 + 3 +

  • Al -bentonite catalysts have acid sites and base sites. Use of CaO/ Al bentonite is intended to avoid the saponification reaction when the reaction was

  3 +-

  carried out using CaO. Preparation CaO/ Al bentonite through cation method

  3 +

  • Exchanged Al3 + on bentonite followed by impregnation with CaO. CaO/ Al bentonite formation indicated by the shift of the 2θ and changes dspacing of

  3 + 3 +

  synthetic bentonite, Al -bentonite, and CaO/ Al -bentonite and bentonite changes in the surface area of synthetic 23.744 m2 / g to 22,158 m2 / g after the

  3 + Al cation Exchanged and a 7.494 m2 / g after the impregnation with CaO.

  Amount of total acidity after cation Exchanged and imprecnation increased from 0.3192 mmol / g to 1.0663 mmol / g and 1,0296. Basicity strength ranges between 15,00 <H_ <18.4., The total number of base sites of 100.4 mmol / g. The test

  3 +

  results CaO/ Al -bentonite catalysts in the synthesis of biodiesel showed the conversion of 14.81% and the number changes from 22.40 mgKOH / g to 17.99 mgKOH / g in the reaction for 5 hours.

  Key Word : Jatropha Oil, Biodiesel, Bentonite, CaO viii

DAFTAR ISI JUDUL

  HALAMAN

  Halaman Judul i

  Lembar Persetujuan ii

  Lembar Pengesahan iii

  Pedoman Penggunaan Skripsi iv

  Kata Pengantar v

  Abstrak vi

  Abstract vii

  Daftar Isi viii

  Daftar Tabel xi

  Daftar Gambar xii

  Daftar Lampiran xiii

BAB 1 PENDAHULUAN

  1

  12

  1

  19

  2.7 Transesterifikasi

  17

  2.6 CaO (Kalsium Oksida)

  16

  2.5 Pertukaran Ion

  14

  2.4 Bentonit

  2.3 Katalis

  1.2 Rumusan Masalah

  8

  2.2 Biodiesel

  6

  2.1 Tanaman Jarak Pagar

  6

  5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

  1.1 Latar Belakang

  5 ix

  1.3 Tujuan Penelitian

  4

  1.4 Manfaat Penelitian

  2.8 Esterifikasi

  21

  2.9 Keasaman Katalis

  23

  2.10 Kebasaan Katalis

  24

  2.11 Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS)

  25

  2.12 X-Ray Difraction (XRD)

  26

  2.13 Spektrofotometri FT-IR (Fourier Transform Infra Red)

  28

  2.14 Pengukuran Luas Permukaan dengan Metode Burneur Emmet Teller (BET)

  30 BAB 3 METODE PENELITIAN

  33

  3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

  33

  3.2 Bahan dan Alat Penelitian

  33

  3.2.1 Bahan penelitian

  33

  3.2.2 Alat penelitian

  33

  3.3 Diagram Alir Penelitian

  34

  3.4 Metode Penelitian

  35

  3.4.1 Pembuatan KOH 0,1 N

  35

  3.4.2 Pembuatan larutan baku oksalat 0,1 N

  35

  3

  3.4.3 Pembuatan AlCl 0,5 M

  35

  3+

  3.4.4 Preparasi katalis Al -bentonit

  35

  

3+

  3.4.5 Preparasi katalis CaO/ Al -bentonit

  36

  3.5 Karakterisasi Katalis

  36

  3.5.1 Penentuan luas permukaan katalis

  36

  3.5.2 Penentuan struktur katalis

  36

  3.5.3 Penentuan situs asam dan situs basa katalis

  37

  3.5.3.1 Penentuan situs asam katalis

  37

  3.5.3.2 Penentuan situs basa katalis

  37

  3.6 Sintesis dan Karakterisasi Biodiesel

  38 x

  3.6.1 Sintesis biodiesel dari crude jatropha oil

  38

  3.6.2 Sintesis biodiesel dari jatropha oil

  38

  3.6.3 Karakterisasi biodiesel

  39

  3.6.3.1 Penentuan kadar air minyak jarak pagar

  39

  3.6.3.2 Penentuan bilangan asam

  39

  3.6.3.2 Analisa produk biodiesel

  39 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

  41

  4.1 Preparasi Katalis

  41

  3+

  4.1.1 Preparasi katalis Al -bentonit

  41

  

3+

  4.1.2 Preparasi katalis CaO/ Al -bentonit

  41

  4.2 Karakterisasi Katalis

  41

  4.2.1 Luas permukaan katalis

  41

  4.2.2 Struktur katalis

  43

  4.2.3 Keasaman katalis

  46

  4.2.4 Kebasaan katalis

  47

  4.3 Sintesis dan karakterisasi biodiesel

  48

  4.3.1 Sintesis biodiesel dari crude jatropha oil menggunakan

  3+

  katalis Cao/ Al -bentonit

  48

  4.3.2 Sintesis biodiesel dari minyak jarak pagar yang sudah mengalami reaksi esterifikasi oleh H

  2 SO 4 (Jatropha- 3+ Oil) meggunakan katalis CaO/ Al -bentonit

  49

  4.3.3 Hasil penentuan bilangan asam

  49

  4.3.4 Analisa produk GC-MS biodiesel

  52

  4.3.4.1 Data GC-MS biodiesel dari crude jatropha oil

  52

  4.3.4.2 Data GC-MS biodiesel dari jatropha oil

  54 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

  57

  5.1 Kesimpulan

  57 xi

  5.2 Saran

  58 DAFTAR PUSTAKA

  59 xii

  DAFTAR TABEL

  2.1 Kandungan asam lemak dan sifat fisikokimia minyak jarak pagar

  8

  2.2 Perbandingan Emisi antara biodiesel dan petrodiesel

  9

  2.3 Standar mutu biodiesel menurut SNI

  11

4.1 Hasil penentuan luas area dan volume total pori, menggu-

  nakan BET

  42

  3+

  • 4.2 Perbandingan data XRD dari bentonit sintetis, CaO, Al

  3+

  Bentonit dan CaO/ Al - Bentonit

  44

  4.3 Hasil perhitungan situs basa

  47

  4.4 Hasil Perhitungan Bilangan Asam Biodiesel dari Crude

   Jatropha Oil

  50

  4.5 Hasil Perhitungan Bilangan Asam Biodiesel dari Minyak Jarak

  2

  4

  yang telah mengalami reaksi esterifikasi dengan H SO

  51

  4.6 Data waktu retensi dan luas puncak kromatogram kromatografi gas serta senyawa yang diduga dari sampel biodiesel dari Cru-

  de Jatropha Oil

  53

  4.7 Hasil Konversi biodiesel dari Crude Jatropha Oil

  53

  4.8 Data waktu retensi dan luas puncak kromatogram kromatografi gas serta senyawa yang diduga dari sampel biodiesel dari Jatro-

  pha Oil

  55

  4.9 Hasil Konversi biodiesel dari Crude Jatropha Oil

  55

  54

  4.3 Spektrum FT-IR Al

  23

  4.1 Grafik adsorbsi-desorbsi katalis CaO/Al

  3+

  44

  4.2 Difraktogram bentonit sintetis, CaO, Al

  3+

  3+

  45

  3+

  22

  47

  4.4 Mekanisme reaksi hidrolisis Trigliserida

  50

  4.5 Grafik Penentuan Bilangan Asam Biodiesel dari Minyak Jarak Pagar Menggunakan Katalis CaO/Al

  3+

  51

  4.6 Kromatogram GC-MS Biodesel Crude jatropha oil

  52

  4.7 Kromatogram GC-MS Biodesel Jatropha oil

  2.10 Adsorbsi piridin dalam katalis

  2.9 Mekanisme reaksi esterifikasi dengan katalis asam

  xiii

  14

  DAFTAR GAMBAR

  2.1 Tumbuhan jarak pagar

  6

  2.2 Buah dan biji jarak pagar dan struktur senyawa ester phorbol

  7

  2.3 Diagram energi aktivasi

  12

  2.4 Struktur 3 dimensi montmorillonit

  2.5

  20

  

a. Model stuktur montmorillonit menurut Hofman dan Endel

  15

  b. Model stuktur montmorillonit menurut Edelman dan Favajee

  15

  2.6 Mekanisme reaksi transesterifikasi trigliserida dengan metanol menggunakan katalis CaO

  18

  2.7 Reaksi transesterifikasi menggunakan metanol

  20

  2.8 Mekanisme reaksi transesterifikasi dengan katalis basa

  • bentonit
  • Bentonit, dan CaO/Al
  • Bentonit
  • Bentonit
  • Bentonit
xiv

DAFTAR LAMPIRAN

  1. Difaktogram XRD

  2. Hasil Analisa BET

  3. Spektrum FT-IR

  4. Hasil Analisa GC-MS

  5. Pembuatan Larutan Baku Asam Oksalat dan Pembakuan KOH

  6. Penentuan nilai bilangan asam pada biodiesel dari minyak jarak pagar tanpa melalui reaksi esterifikasi terlebih dahulu (Crude Jatropha Oil)

7. Penentuan nilai bilangan asam pada biodiesel dari minyak jarak pagar

  melalui reaksi esterifikasi terlebih dahulu (Jatropha Oil)

  8. Jumlah kadar air pada minyak jarak pagar

  9. Penentuan Keasaman Total katalis

  10. Perhitungan jumlah situs basa katalis CaO/Al

  3+

  • Bentonit

  11. Perhitungan Konversi Biodiesel

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Konsumsi bahan bakar di Indonesia untuk transportasi dan industri masih menempati urutan tertinggi yaitu berturut-turut untuk transportasi dan industri sebesar 37,7% dan 36,2% (Samiarso, 2001). Energi untuk transportasi dan industri umumnya menggunakan bahan bakar minyak bumi. Cadangan energi fosil kita semakin hari semakin berkurang sedangkan kebutuhannya terus meningkat. Perkiraan ekstrem menyebutkan, ketersediaan minyak bumi di Indonesia dengan tingkat konsumsi terus meningkat 3,5% per tahun dapat menyebabkan persediaan minyak bumi habis dalam waktu 10-15 tahun lagi.

  Setiap hari jutaan barel minyak mentah bernilai jutaan dolar dieksploitasi tanpa memikirkan bahwa minyak tersebut berasal dari hasil evolusi alam yang berlangsung selama ribuan tahun, bahkan jutaan tahun yang tidak dapat terulang lagi pada masa mendatang (Syah, 2006).

  Indonesia memiliki kebijakan untuk mengurangi konsumsi energi berbasis bahan bakar minyak bumi (BBM) di Indonesia yaitu dengan mengoptimalisasi penggunaan energi yang terbarukan (renewable) dan mengurangi subsidi BBM. Hal ini dibuktikan dengan adanya Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional untuk mengembangkan sumber energi alternatif pengganti Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2006 tentang penyediaan dan pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (biofuel) sebagai bahan bakar lain. Sehubungan

  1 dengan hal tersebut maka perlu dilakukan upaya untuk pencarian sumber energi alternatif yang terbarukan untuk mengganti minyak bumi. Salah satu alternatif bahan bakar lain yang dapat terbarukan adalah biodiesel.

  Biodiesel merupakan bahan bakar dari minyak nabati yang memiliki sifat menyerupai minyak diesel/solar (Blair, 2005). Komoditas perkebunan penghasil minyak nabati yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku biodiesel cukup banyak diantaranya minyak kelapa sawit, kelapa, dan jarak pagar. Dibanding minyak kelapa sawit dan minyak kelapa, peluang minyak jarak pagar sebagai biodiesel lebih besar. Hal ini karena minyak jarak pagar tidak termasuk dalam kategori minyak makan (non edible oil). Minyak jarak pagar tidak dapat dikonsumsi manusia karena mengandung ester phorbol yang beracun (Prakoso, 2005). Dengan demikian, pemanfaatan minyak jarak pagar sebagai bahan baku biodiesel tidak akan mengganggu stok minyak makan nasional (edible oil).

  Tanaman jarak pagar sudah dikenal oleh masyarakat tetapi hanya sebatas sebagai tanaman pagar atau pembatas bagi petani sedangkan daunnya hanya digunakan sebagai pakan ternak. Tanaman jarak pagar menghasilkan biji yang memiliki kandungan minyak cukup tinggi yaitu sekitar 30-50% (Hambali et al., 2006). Minyak yang dihasilkan dari jarak pagar sangat berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif. Akan tetapi minyak jarak pagar tidak dapat digunakan secara langsung sebagai bahan bakar karena nilai viskositas dan titik nyala minyak jarak pagar cukup tinggi. Nilai viskositas minyak jarak pagar sebesar 0,9100 g/mL pada suhu 15°C dan titik nyalanya 240°C, nilai ini lebih tinggi dibanding minyak diesel yang mempunyai viskositas sebesar 0,8410 g/mL dan titik nyalanya 50°C (Kandpal dan Madan, 1994). Viskositas yang terlalu tinggi membuat bahan bakar teratomisasi menjadi tetesan yang lebih besar sehingga akan mengakibatkan deposit pada mesin dan titik nyala yang terlalu tinggi menyebabkan penyalaan terlalu sulit sehingga membutuhkan energi yang lebih besar untuk menyalakan (Dewajani, 2011). Oleh sebab itu, agar minyak jarak dapat digunakan sebagai bahan bakar maka perlu dilakukan proses transesterifikasi, sehingga dihasilkan alkil ester.

  Proses transesterifikasi minyak jarak dapat dilakukan dengan menggunakan katalis basa maupun asam. Laju reaksi transesterifikasi menggunakan katalis asam membutuhkan suhu yang lebih tinggi dan berlangsung lebih lambat dibandingkan dengan proses reaksi transesterifikasi menggunakan katalis basa, karena transesterifkasi menggunakan katalis basa reaksi berlangsung irreversible (Lee et al., 2009). Namun, reaksi transesterifikasi menggunakan katalis basa tidak dapat digunakan pada minyak yang memiliki bilangan asam tinggi (>4 mg-KOH/g) karena dapat menimbulkan reaksi penyabunan sehingga menimbulkan kesulitan dalam pemisahannya diakhir reaksi (Tiwari et al., 2007). Oleh karena itu, diperlukan suatu katalis yang dapat digunakan untuk memproduksi biodiesel dari minyak jarak pagar yang memiliki bilangan asam tinggi, berlangsung cepat, dan mudah proses pemisahannya. Bilangan asam dapat diturunkan melalui reaksi esterifikasi menggunakan katalis asam, reaksi sintesis biodiesel akan berlangsung cepat bila menggunakan katalis basa dan pemisahannya dari produk hasil reaksi lebih mudah bila menggunakan katalis heterogen (Liu et al., 2008).

  3+

  Telah dilaporkan bahwa Al - Bentonit merupakan katalis asam heterogen yang dapat digunakan untuk reaksi esterifikasi antara lain Reddy et al (2004) melakukan reaksi esterifikasi asam suksinat dengan 1-butanol pada pelarut toluena dan menghasilkan dibutil suksinat sebesar 94%, esterifikasi anhidrida suksinat dan p-kresol yang menghasikan di-(p-kresil) suksinat sebesar 75% (Reddy et al., 2005) dan esterifikasi asam stearat dengan p-kresol yang 3+ menghasilkan p-kresil stearat sebesar 96% (Vijayakumar et al., 2011). Al - Bentonit sangat efektif digunakan sebagai katalis disebabkan kation yang berada 2+ + pada lapisan bentonit dengan rasio jari-jari =6 dibandingkan dengan Ca maupun Na (Reddy et al., 2005). Adapun katalis basa heterogen yang telah banyak diteliti dan dilaporkan untuk memproduksi biodiesel adalah CaO. Kouzhu et al (2008) melaporkan penggunaan CaO pada reaksi transesterifikasi minyak kedelai menghasilkan lebih dari 99% metil ester pada reaksi selama 2 jam. Berdasarkan uraian tersebut diatas akan disintesis biodiesel dari minyak jarak pagar menggunakan katalis yang memiliki situs asam dan basa atau katalis bifungsional, 3+ yaitu CaO/Al -Bentonit.

1.2 Perumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : 3+ 1. bagaimanakah karakteristik CaO/Al -Bentonit, yang meliputi luas permukaan, situs aktif (asam dan basa) dan strukturnya? 3+

  2. apakah Bentonit yang dimodifikasi menjadi CaO/Al -Bentonit dapat digunakan sebagai katalis dalam proses sintesis biodiesel dari minyak jarak pagar (Jatropha curcas L) dan crude Jatropha oil yang memiliki bilangan asam lebih dari 4 mg-KOH/g? 3. berapakah jumlah konversi biodiesel yang dihasilkan dari reaksi menggunakan 3+ katalis CaO/Al -Bentonit?

  1.3 Tujuan Penelitian

  Tujuan Penelitian ini adalah sebagai berikut : 3+ 1. menentukan karakteristik CaO/Al -Bentonit yang meliputi situs aktif (Asam dan basa), luas permukaan, dan strukturnya. 3+ 2. memodifikasi Bentonit menjadi CaO/Al -Bentonit sebagai katalis dalam pembuatan biodiesel dari minyak jarak pagar (Jatropha curcas L) dan crude

  Jatropha oil .

  3. mengetahui jumlah konversi biodiesel yang dihasilkan dari reaksi menggunakan 3+ katalis CaO/Al -Bentonit?

  1.4 Manfaat Penelitian

  Dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama dalam pemanfaatan minyak jarak pagar sebagai alternatif pengganti Bahan Bakar Minyak (BBM) 3+ yang ramah lingkungan dan penggunaan CaO/Al -Bentonit sebagai katalis heterogen serta dapat menambah informasi dan referensi tentang pemanfaatan bentonit dan CaO.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Jarak Pagar

  

(Jatropha curcas L)

  Tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L) merupakan tanaman semak dari keluarga Euphorbiaceae. Tanaman ini dapat tumbuh cepat dengan ketinggian mencapai 3-5 meter. Tanaman ini tahan kekeringan dan dapat tumbuh di tempat dengan curah hujan 200-1500 milimeter pertahun (Syah, 2006). Pohonnya berupa perdu dengan tinggi tanaman antara 3-6 m, bercabang tidak teratur. Batang berkayu, silindris, bila terluka mengeluarkan getah. Daun berupa daun tunggal, berlekuk, bersudut 3 atau 5, tulang daun menjari dengan 5

  • – 7. Daunnya dihubungkan dengan tangkai daun. Panjang tangkai daun antara 4
  • – 15 cm (Hambali, et al., 2006).

Gambar 2.1 Tanaman Jarak Pagar http//www.google.com

  6 Klasifikasi tanaman Jarak Pagar adalah sebagai berikut (Hambali et al., 2006): Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiosspermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Euphorbiaceae Genus : Jatropha Spesies : Jatropha Curcas linn.

  Minyak jarak pagar diperoleh dari biji dengan metode pengempaan panas atau dengan ekstraksi pelarut. Minyak jarak pagar tidak dapat dikonsumsi manusia karena mengandung racun yang disebabkan adanya senyawa ester forbol (Syah, 2006). Komponen asam lemak terbanyak dalam minyak adalah oleat.

  Kandungan asam lemak pada minyak jarak pagar dan sifat fisikokimia minyak jarak pagar dapat dilihat pada Tabel 2.2

Gambar 2.2 Buah dan biji jarak (http//www.google.com) dan senyawa ester phorbol ( Goel, et al., 2007)Tabel 2.1 Kandungan asam lemak dan sifat fisikokimia minyak jarak pagar

  Kandungan asam lemak pada minyak jarak pagar (Syah, 2006) Jenis Asam Lemak Komposisi%

  Jenis Asam Lemak Komposisi (%) Asam Miristat

  • – 0.1 % Asam Palmitat

  14.1

  • – 15.3 % Asam Stearat

  3.7

  • – 9.8 % Asam Arachidic – 0.3 %

  Asam Behedic

  • – 0.2 % Asam Palmitoleat – 1.3 %

  Asam Oleat

  34.3

  • – 45.8 % Asam Linoleat

  29.0

  • – 44.2 % Sifat fisikokimia minyak jarak pagar (Prakoso, 2005)

  Sifat Fisik Kandungan

  Titik nyala 236 C 3 Densitas pada 15 C 0,9177 g/cm 2 Viskositas pada 30 C 49,15 Mm /s Residu karbon (pada residu 0,34 % (m/m) destilasi 10%)

  Kandungan abu sulfat 0,007 %(m/m) Pour Point -2,5 C

  Kandungan air 935 Ppm Kandungan sulfur <1 Ppm

  Bilangan asam 4,75 mg KOH/g Angka iodine 96,5

2.2. Biodiesel

  Biodiesel secara kimia didefinisikan sebagai metil ester yang diturunkan dari minyak/lemak alami, seperti minyak nabati, lemak hewan, atau minyak goreng bekas (Julianti, 2006). Biodiesel dapat diperoleh melalui proses reaksi transesterifikasi antara trigliserida yang berasal dari minyak dengan alkohol dan bantuan katalis. Selanjutnya, alkil ester dan gliserol dihasilkan dalam reaksi transesterifikasi (Zappi et al., 2003).

  Sifat fisikokimia biodiesel hampir sama dengan bahan bakar diesel. Bahan bakar fosil memiliki kandungan sulfur, nitrogen, dan metal yang cukup tinggi dan dapat menyebabkan hujan asam dan efek rumah kaca. Biodiesel tidak mengandung sulfur dan benzen sehingga lebih ramah lingkungan dan mudah terurai di alam. Kandungan energi, viskositas, dan perubahan fase relatif sama dengan bahan bakar diesel yang berasal dari petroleum. Mesin dengan bahan bakar biodiesel menghasilkan partikulat, hidrokarbon, dan karbon monoksida yang lebih rendah daripada bahan bakar diesel biasa. Emisi NO biodiesel juga x lebih rendah daripada mesin diesel dengan bahan bakar diesel (Tat et al., 2000).

  Perbandingan emisi antara minyak diesel dan petrodiesel dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Perbandingan emisi antara biodiesel dan petrodiesel

  Nama Senyawa Satuan Biodiesel Petrodiesel SO 2 Ppm

  78 CO Ppm

  10

  40 NO Ppm

  37

  64 NO Ppm 2 3

  1

  1 Benzene µg/Nm 0,3 5,01 3 Toluena µg/Nm 0,57 2,31 3 Xylene µg/Nm 0,73 1,57 3 Etil Benzena µg/Nm 0,3 1,73 (Sumber: Sitorus, 2004) Adapun karakteristik bahan bakar diesel yang penting adalah meliputi:

  1. Viskositas Viskositas minyak yaitu mengalirnya volume minyak dalam jumlah tertentu melalui lubang dengan diameter kecil tertentu. Semakin kecil waktu yang diperlukan untuk mengalir maka semakin rendah viskositasnya.

  2. Titik Nyala Titik adalah titik temperatur terendah yang menyebabkan bahan bakar dapat menyala. Penentuan titik nyala ini berkaitan dengan keamanan penyimpanan dan penanganan bahan bakar (Dewajani, 2008).

  3. Berat Jenis Berat jenis adalah perbandingan berat dari volume sampel minyak dengan air yang volumenya sama pada suhu tertentu (25

  C) (Apriyantono et al., 1989).

  4. Angka Setana Angka setana menunjukkan kemampuan bahan bakar untuk menyala sendiri (Auto ignition). Angka setana yang tinggi menunjukkan bahan bakar dapat menyala pada suhu rendah, dan sebaliknya angka setana yang rendah menunjukkan bahwa bahan bakar baru dapat menyala pada suhu tinggi.

  Penggunaan bahan bakar mesin diesel yang mempunyai angka setana tinggi dapat mencegah terjadinya knocking karena begitu bahan bakar diinjeksikan ke dalam silinder pembakaran maka bahan bakar akan langsung terbakar dan tidak terakumulasi. Mesin diesel memerlukan angka setana sekitar 50 (Darmanto dan Sigit, 2006).

  • dalam contoh asli
  • dalam 10% ampas destilasi

  8 Temperatur destilasi 90% ºC Maks 360

  Maks 115

  16 Kadar Iodium %-massa (g-12/100 g)

  15 Kadar ester alkyl %-massa Min 96,5

  14 Gliserol total %-massa Maks 0,24

  13 Gliserol Bebas %-massa Maks 0,02

  12 Angka asam Mg-KOH/g Maks 0,8

  11 Fosfor Ppm-m (mg/kg) Maks 10

  10 Belerang Ppm-m (mg/kg) Maks 100

  9 Abu tersurfaktan %-massa Maks 0,02

  7 Air dan sediment %-Vol Maks 0,05

Tabel 2.3 Standar Mutu Biodisel Menurut SNI

  Mak 0,30

  %-massa Maks 0,05

  6 Residu karbon:

  5 Titik kabut ºC Maks 18

  4 Titik nyala ºC Min 100

  3 Angka setana Min 51

  2 Viskositas kinematik pada 40 ºC mm 2 /s (cst) 2,3-9,0

  1 Massa jenis pada 40ºC Kg/m 3 850-890

  No Parameter Satuan Nilai

  17 Uji Halphen Negatif Sumber: Badan Standarisasi Nasional, 2006

  5. Angka Asam Angka asam yang tinggi merupakan indikator biodiesel masih mengandung asam lemak bebas yang menyebabkan biodiesel bersifat korosif dan dapat menimbulkan jelaga atau kerak di injektor mesin diesel. Asam lemak dinilai sebagai penyebab salah satu masalah pada biodiesel (Dewajani, 2008).

2.3 Katalis

  Katalis adalah suatu zat yang mempengaruhi laju reaksi. Katalis tidak berpengaruh pada energi bebas (∆G ), dan juga tidak berpengaruh pada tetapan keseimbangan (K). Umumnya kenaikan konsentrasi katalis juga menaikkan laju reaksi, jadi katalis ikut bereaksi namun pada akhir reaksi diperoleh kembali (Sukardjo, 2002). Pada reaksi transesterifikasi yang dijalankan tanpa menggunakan katalis membutuhkan suhu 250 C untuk menjalankan reaksi, dengan katalis basa, reaksi dapat berlangsung pada suhu kamar, sedangkan dengan katalis asam suhu yang dibutuhkan 100 C (Krick dan Othmer, 1993)..

  Katalis yang sering digunakan adalah asam, basa, penukar ion.

Gambar 2.3 Diagram energi aktivasi http//www.google.com

  Katalis yang digunakan dapat berupa katalis homogen atau heterogen. Katalis homogen adalah katalis yang mempunyai fasa sama dengan fasa campuran reaksinya, sedangkan katalis heterogen adalah katalis yang berbeda fasa dengan campuran reaksinya. Katalis homogen lebih efektif dibandingkan dengan katalis heterogen, tetapi pada katalis homogen katalis sukar dipisahkan dari produk dan sisa reaktannya sedangkan katalis heterogen pemisahan antara katalis dan produknya serta sisa reaktan mudah dipisahkan. Oleh karena mudah dipisahkan dari campuran reaksinya dan kestabilannya terhadap perlakuan panas katalis heterogen lebih banyak digunakan dalam industri kimia (Setyawan dan Handoko, 2003). Keuntungan lain dari katalis heterogen adalah tidak korosif, ramah terhadap lingkungan, memiliki waktu paruh yang panjang, dan dapat memberikan aktivitas dan selektivitas yang tinggi (Liu et al., 2008).

  Suatu katalis jika sudah terpakai beberapa kali maka aktivitasnya akan berkurang. Ini berarti bahwa kemampuannya untuk mempercepat reaksi tertentu telah berkurang. Gejala ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya oleh suhu yang terlalu tinggi katalis dapat lumer atau disenter, penyebab lain katalis dapat bereaksi dengan kotoran yang berasal dari bahan dasar. Bila setelah beberapa waktu, katalis turun sampai di bawah minimum yang dapat diterima, katalis tersebut harus berhenti atau apkir. Beberapa katalis yang tidak aktif dapat diperbaiki lagi dengan jalan reegenerasi, dalam hal ini dipergunakan uap, zat cair, zat asam atau gas lain. Katalis sering juga diregenerasi dengan pengolahan menggunakan asam mineral, dimana logamnya dapat larut (Bergeyk, 1982)

2.4 Bentonit

  Bentonit adalah istilah perdagangan untuk sejenis lempung yang mengandung sekitar 85% mineral montmorilonit, yaitu suatu mineral dari hasil pelapukan, pengaruh hidrotermal, transformasi/devitrivikasi dari tufa gelas yang diendapkan dalam air dalam suasana alkali. Fragmen sisanya umumnya terdiri dari mineral kuarsa/kristobalit, feldspar, kalsit, gipsum, kaolinit, plagiokas, illit, dan lain sebagainya ( Zulkarnaen et al., 1990). Gambar 2.3 menunjukkan struktur 3 dimensi dari montmorillonit.

Gambar 2.4 struktur 3 dimensi montmorillonit (sumber: wijaya, 2002)

  Ada dua macam teori tentang struktur montmorillonit, struktur menurut Hofmann dan Endell serta struktur menurut Edelman dan Favajee. Kedua teori itu menunjukkan kemiripan yakni dalam hal struktur unit sel yang dianggap simetris.

  Satu lembar aluminiun oktahedral terselip atau terjepit diantara dua lembar silica tetrahedral. Ikatan antara lapisan relatif lemah dan mempunyai ruang antara lapisan yang dapat mengembang jika kandungan air meningkat. Perbedaan struktur Hofman dan Endell dengan struktur menurut Edelman dan Favajee adalah dalam penyusunan jaringan silika tetrahedral seperti pada Gambar 2.4.

  Edelman dan Favajee berpendapat bahwa susunan alternatif dari silika tetrahedral terwujud dengan ikatan Si-O-Si dengan sudut ikatan 180 , dengan bidang dasar terdiri dari gugusan OH yang diikat oleh silika di dalam tetrahedral.

  • n H O
  • 2 kation (H O) 2 Fe, Mg) - OH oAl (Beberapa ● Si (Bisa juga Al)

       (a) (b)

    Gambar 2.5 (a) Model struktur montmorillonit menurut Hofmann dan Endell, dan

      (b) Model struktur menurut Edelman dan Favajee (Bukka et al., 1992)

      Bentonit berdasarkan jenisnya dapat digolongkan menjadi dua jenis yaitu tipe swelling bentonit dan nonswelling bentonit. Tipe swelling bentonit adalah tipe bentonit yang dapat mengembang apabila dicelupkan dalam air dan tipe

      nonswelling bentonit adalah tipe bentonit yang kurang dapat mengembang apabila dicelupkan dalam air.

    2.5 Pertukaran Kation

      Bentonit berbeda dari clay lainnya karena hampir sebagian besar penyusun bentonit adalah montmorilonit. Montmorilonit merupakan mineral lempung yang berkonfigurasi 2:1, yang tersusun dari dua lembar silika tetrahedral dan satu lembar alumina oktahedral. Pertukaran kation pada bentonit didasarkan pada sifat permukaan bentonit yang bermuatan negatif, sehingga kation-kation dapat terikat secara elektrostatik pada permukaan bentonit. Kation-kation yang terserap dapat dipertukarkan dengan kation lain. Van Olphen (1977) mengatakan kapasitas tukar kation (KTK) pada montmorillonit kira-kira 70 me/100 g dan luas permukaan 2 700-800 m /g.

      Selain itu, adanya substitusi isomorfik juga mempengaruhi pertukaran Kation. Substitusi isomorfik merupakan pergantian kation valensi tinggi oleh kation valensi rendah dari luar. Subtitusi ini terjadi jika jari-jari kation tidak 4+ 3+ 3+ banyak berbeda. Adanya substitusi Si oleh Al atau ion Fe pada kerangka

    • + 3+ 2+ 2+ 2+ 2+ tetrahedral maupun ion Al oleh Mg , Fe , Li , Ni , atau Cu , pada kerangka oktahedral menyebabkan penurunan muatan. Muatan negatif pada lapisan 2+ + + + diimbangi oleh adsorbsi kation Na , K . Cs , maupun Ca pada interlayer (Alemdar, et al., 2005). Substitusi isomorfik montmorillonit terjadi pada kerangka oktahedral. Pada kerangka oktahedral montmorillonit, terjadi penggantian satu 3+ 2+ dari setiap enam kation Al oleh kation Mg . Sementara pada kerangka 4+ 3+ oktahedral,15% kation Si digantikan oleh kation Al .
    • 2.6 Kalsium Oksida (CaO)

        Kalsium Oksida (CaO) adalah katalis basa yang memiliki waktu hidup panjang (Liu et al., 2008). Nama lain dari CaO adalah lime, caustic, quicklime, atau gamping. CaO merupakan oksida basa yang didapat dari batuan gamping dimana terkandung kalsium oksida sedikitnya 90% dan magnesia 0-5%, kalsium karbonat, silika, feri oksida terdapat sedikit sebagai pengotor kemurnian.

        Ditinjau dari komposisinya, terdapat beberapa jenis gamping. Gamping hidraulik didapat dari pembakaran batu gamping yang mengandung lempung, gamping yang berkadar kalsium tinggi lebih dimanfaatkan dalam reaksi kimia.Kalsium karbonat dan magnesium didapat dari endapan batu gamping, marmer, kapur (Chalk), dan dolomite atau kulit kerang. Untuk tujuan penggunaan kimia batu gamping yang lebih murni lebih disukai sebagai bahan awal. Karena dapat menghasilkan gamping berkadar kalsium tinggi

        CaO memiliki sifat higroskopis, titik lelehnya 2600 C dan titik didihnya 2850

        C, tidak larut dalam HCl struktur kristalnya oktahedral, memiliki luas 2 permukaan 0,56 m /gr (Ryu et al., 2007).

        CaO biasanya digunakan sebagai mortar, industri kertas, industri pupuk, industri semen, pemutih (Bleaching), dan sebagai katalis (Liu et al., 2008). CaO memiliki sisi yang bersifat basa dan telah diteliti sebagai katalis basa yang kuat untuk menghasilkan biodiesel. CaO sebagai katalis basa memiliki banyak manfaat, misalnya aktivitas yang tinggi, kondisi reaksi yang rendah, masa katalis yang lama, dan biaya yang murah. CaO sebagai katalis telah dilaporkan dalam produksi biodiesel dari minyak kedelai melalui reaksi transesterifikasi dan menghasilkan ester sebesar 99% (Kouzu et al., 2008). Mekanisme reaksi yang terjadi saat menggunakan katalis CaO seperti ditunjukkan pada Gambar 2.5 berikut.

        Tahap 1 R OH R O - H + Ca Tahap 2 CH 2 O C O R 1 CH O C R 1 O CH 2 O C R 1 O O R O - H + Ca O CH 2 O C O R 1 CH O C R 1 O O R CH 2 O C R 1 O CH CH O C R 2 O 1 O CH 2 O C O R 1

      • R
      • 1 C O O R Tahap 3 CH 2 O CH O C R 1 O H CH CH O C R 2 O H 1 O Ca O CH 2 O C R O 1 CH 2 O C R O 1 Gambar 2.6. Mekanisme reaksi transesterifikasi trigliserida dengan metanol menggunakan katalis CaO (Kouzu et al., 2008).

        2.7 Transesterifikasi

          Transesterifikasi adalah reaksi ester untuk menghasilkan ester baru yang mengalami penukaran posisi asam lemak (Swern, 1982). Secara umum reaksi transesterifikasi adalah reaksi antara trigliserida dengan alkohol.

          Reaksi transesterifikasi untuk memproduksi biodiesel tidak lain adalah reaksi alkoholisis, reaksi ini hampir sama dengan reaksi hidrolisis tetapi menggunakan alkohol. Reaksi ini bersifat reversibel dan menghasilkan alkil ester dan gliserol. Alkohol berlebih digunakan untuk memicu reaksi pembentukan produk (Khan, 2002).

          Alkohol yang sering digunakan dalam proses reaksi transesterifikasi adalah metanol karena murah dan memiliki rantai karbon yang lebih pendek (Ma

          et al., 1999). Berikut adalah contoh reaksi transesterifikasi menggunakan metanol.

          O C CH R O H C 2 O 2 O CH 2 OH

        • O C
        • 3CH OH 3 3RCH<
        • 2 C OCH CH OH HC CH R O
        • 2 Metanol Metil Ester 3 CH 2 OH O CH CH R Gliserol

            H C 2 Asam Lemak 2 Gambar 2.7 Reaksi transesterifikasi menggunakan metanol (Liu et al., 2007)

            Transesterifikasi memerlukan suatu katalis untuk mempercepat laju reaksi(Dewajani, 2008). Katalis yang banyak digunakan adalah katalis basa, namun katalis asam juga dapat digunakan terutama pada minyak nabati yang kadar asam lemak bebasnya tinggi. Katalis basa dinilai lebih baik dari katalis asam karena dengan katalis basa reaksi dapat berjalan pada suhu lebih rendah, bahkan pada suhu kamar. Adapun reaksi dengan katalis asam membutuhkan suhu yang lebih tinggi (Lee et al., 2009). Berikut mekanisme reaksi transesterifikasi menggunakan katalis basa

          • - -

            (1) ' ROH + B RO + BH ' CH R COO R COO CH - 2 2 OR R''COO CH OR

          • R''COO CH H C OCR'''
          • 2 O H C O C OR''' 2 O (2) ' '

              R COO CH CH 2 R COO 2 (3) RCOOR'''

            • R''COO CH OR CH H C O C OR''' H C O
            • 2 O - R''COO 2

                ' CH CH ' R COO 2 R COO 2 +

              • BH
              • CH CH B - R''COO R''COO (4) H C O H C OH
              • 2 2 Gambar 2.8 Mekanisme reaksi transesterifikasi dengan katalis basa (Lee et al.,

                  2009)

                2.8 Esterifikasi

                  Esterifikasi adalah reaksi asam lemak bebas dengan alkohol membentuk ester dan air (Sari, 2009). Dengan esterifikasi, kandungan asam lemak bebas dapat dihilangkan dan diperoleh tambahan ester. Reaksi ini berlangsung dengan menggunakan katalis padat atau cair.

                  Reaksi esterifikasi bersifat reversible. Untuk memperoleh rendemen tinggi dari ester reaksi harus digeser kearah ester. Hal ini dapat dicapai dengan menggunakan salah satu pereaksi yang murah secara berlebihan. Sistim katalis asam umumnya mempunyai laju reaksi yang lambat, karena itu, perbandingan alkohol terhadap asam lemak harus tinggi (Kusmiati, 2008). Berikut adalah mekanisme reaksi esterifikasi dengan katalis asam R C O OH R C OH OH H O R R C OH OH O R H -H + R C OH OH O R H + C OH O R 2 O R H -H + -H C 2 O O OR R

                Gambar 2.9 Mekanisme reaksi esterifikasi dengan katalis asam (Morrison and

                  Boyd, 1975) Faktor- faktor yang berpengaruh pada proses reaksi transesterifikasi antara lain: a. Waktu Reaksi