BAB II TINJAUAN PUSTAKA - SKRINING AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAN FRAKSI HERBA PURWOCENG (Pimpinella alpina Molk) - repository perpustakaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Purwoceng (Pimpinella alpinaMolk.) Nama latin purwoceng yaitu Pimpinella alpina Molk. atauPimpinella

  

pruatjan Molk. (Taufiqqracman, 1999). Menurut Backer & van der Brick

  (1965), tumbuhan purwoceng dapat diklasifikasikan sebagai : Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledone Ordo : Apiales Familia : Apiaceae Genus : Pimpinella Spesies : Pimpinella alpina Molk.

  Sinonim : Pimpinella pruatjan Molkenb.

  Gambar 1. Tumbuhan dan akar purwoceng (Darwati dan Roostika,

  1. Deskripsi Tanaman

  a. Daun Daun berupa daun majemuk berpasangan berhadapan, berbentuk jantung dengan panjang ± 3 cm dan lebar 2,5 cm. Bentuk anak daun membulat dengan tepi bergerigi, ujung daun tumpul, pangkal daun bertoleh, tangkai daun dengan panjang ± 5 cm berwarna coklat kehijauan, warna permukaan atas daun hijau dan permukaan bawah hijau keputihan (Rahardjo dan Darwati, 2006). b. Batang Batang merupakan batang semu, berbentuk lunak dan warnanya hijau pucat.

  c. Bunga Bunganya merupakan bunga majemuk berbentuk payung,

tangkai berupa silindir, panjangnya ± 2 cm kelopak bunga berbentuk

tabung berwarna hijau. Mulai berbunga antara bulan ke-5 sampai bulan

ke-6 dan dapat dipanen pada umur 7-8 bulan.

  d. Biji Bijinya berbentuk lonjong kecil, berwarna cokalt. Biji yang

sudah masak berwarna hitam, berukuran sangat kecil dengan berat

sekitar 0,52 gram per 1000 butir biji (Rahardjo dan Darwati, 2006).

  e. Akar atau rimpang Akarnya merupakan akar tunggang yang membesar

membentuk struktur seperti umbi pada tanaman gingseng tapi dengan

ukuran yang lebih kecil dan berwarna putih (Rahardjo dan Darwati,

2006).

  Purwoceng adalah tanaman obat komersial yang dapat digunakan sebagai afrodisiak, diuretik, dan tonik. Tanaman tersebut adalah tumbuhan asli Indonesia yang tumbuh secara endemik di dataran tinggi Dieng Jawa Tengah, Gunung Pangrango Jawa Barat, dan area pegunungan di Jawa Timur pada ketinggian 2.000-3.000 m di atas permukaan laut . Dewasa ini, populasinya sangat jarang yang disebabkan oleh erosi genetik secara besar-besaran sehingga dikelompokan ke dalam kategori tanaman genting (endangered) atau hampir punah. Tapi hingga saat ini tidak banyak laporan penelitian tentang purwoceng.

  Penelitian yang dilakukan oleh Balittro dan Pemda Kabupaten Banjarnegara melaporkan bahwa purwoceng dapat tumbuh di luar habitatnya walaupun tidak seoptimal di habitatnya sendiri (Darwati dan Roostika, 2006). Penelitian kultur in vitro terhadap purwoceng juga telah dilakukan dan hasilnya dilaporkan bahwa purwoceng cukup sulit untuk dimanipulasi secara in vitro. Suzery et al (2005) melaporkan bahwa stigmasterol, germakron, serta beberapa komponen minyak atsiri seperti germacren, β-elemen, champen, borneol terdapat dalam purwoceng yang diambil dari daerah dataran tinggi Dieng.Senyawa stigmasterol dan germacron diduga merupakan konstituen yang bertanggungjawab terhadap aktivitas purwoceng sebagai aprodisiaka.

  

Gambar 2.Struktur Stigmasterol Gambar 3. Struktur germakron

  Secara empiris purwoceng telah dilaporkan berkhasiat sebagai tanaman obat yang digunakan sebagai aprodisiaka, diuretik, maupun tonikum. Beberapa penelitian efek farmakologis telah pula dilakukan terhadap purwoceng, terutama yang mendukung fungsinya sebagai aprodisiaka. Ekstrak akar purwoceng dilaporkan secara preklinik mempunyai efek androgenik yang ditandai dengan peningkatan kelenjar prostat dan kelenjar seminalis pada tikus jantan yang dikebiri (Caropeboka, 1980) serta peningkatan ukuran jengger dan testis pada anak ayam jantan (Kosin, 1992). Pada penelitian sebelumnya dilakukan evaluasi keanekaragaman genetik tumbuhan purwoceng liar dan budidaya berdasarkan ciri-ciri morfologi.

  Berdasarkan hasil penelitian tersebut diketahui bahwa terdapat perbedaan beberapa ciri morfologi, antara lain diameter tajuk, panjang tangkai, panjang batang, berat basah dan berat kering tumbuhan. Parameter jumlah tangkai daun, jumlah daun, jumlah tangkai bunga primer, jumlah sumbu tangkai bunga, berat akar basah dan berat akar kering tidak menunjukkan adanya perbedaan pada purwoceng liar maupun budidaya.Tumbuhan purwoceng budidaya memiliki keragaman morfologi yang lebih banyak dibandingkan dengan purwoceng liar (Harjani, 2012).Perbedaan habitat dan perlakuan budidaya diduga dapat mengakibatkan munculnya perbedaan morfologi dan biokimia yang terkandung di dalam purwoceng.

B. Mikroorganisme

  Mikroorganisme atau mikroba adalah organisme hidup yang memiliki ukuran sangat kecil dan hanya dapat diamati dengan menggunakan mikroskop (Pratiwi, 2008).

  1. Bakteri Bakteri berkembang biak dengan cara membelah diri, dan karena bentuknya terlalu kecil sehingga hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop. Bakteri mempunyai beberapa organel yang dapat digunakan sebagai fungsi hidup. Spesies bakteri dibedakan berdasarkan bentuk (morfologi), komposisi kimia, kebutuhan akan nutrisi, aktivitas biokimia, dan sumber energi (Pratiwi, 2008). Bakteri merupakan mikroorganisme prokariot yang khas, bersel tunggal, dan tidak mengandung struktur yang terbatasi oleh membran di dalam sitoplasmanya. Sel bakteri berbentuk khas pada beberapa bakteri, yaitu bulat, batang atau silinder dan spiral yang umumnya berdiameter 0,5-1,0 µm dan panjang antara 1,5-2,5 µm, dengan struktur luar berupa flagella, pili, dan kapsul (Pelczar & Chan, 1986).

  Berdasarkan komposisi dinding sel, bakteri dapat dibedakan menjadi dua yaitu bakteri gram positif dan bakteri gram negatif.Bakteri gram negatif memiliki struktur dinding sel yang lebih tipis dari gram positif tetapi memiliki dinding sel yang berlapis tiga. Komposisi dinding sel gram negatif terdiri atas lipid (11-22%) dan peptidoglikan (10% dari berat kering) yang terdapat pada lapisan kaku sebelah dalam dinding sel. Bila dibandingkan dengan bakteri gram negatif, bakteri gram positif memiliki struktur dinding sel lebih tebal tetapi berlapis tunggal dan kaku. Dengan komposisi dinding sel yang terdiri atas peptidoglikan (50% berat kering), lipid (1-4%) dan asam teikoat (Pelczar dan Chan, 1986).

  1.1 Staphylococcus aureus

  Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif, famili

  Micrococcaceae, dan berbentuk bulat dengan diameter 0.5- 1.5 μm atau berbentuk kokus yang biasanya membentuk agregat seperti anggur, non-motil, dapat tumbuh dalam kondisi aerob maupun anaerob. S.

  

aureus merupakan bakteri yang bersifat patogen utama pada manusia

  yang terdapat pada kulit, rambut, mulut dan usus. Bakteri ini dapat menginfeksi luka terbuka dan dapat menghasilkan pigmen kuning keemasan yang menimbulkan bisul dan nanah, selain itu dapat mempengaruhi jaringan tulang pada kasus Staphylococcal osteomyelitis. Klasifikasi Bakteri : Division : Protophyta Subdivision : Schizomycetea Classis : Schizomycetes Ordo : Eubacteriales Familia : Enterobakteriaceae Genus : Staphylococcus Spesies : Staphylococcus aureus

  1.2 Escherichia coli

  Escherichia coli merupakan salah satu bakteri yang termasuk

  dalam kelompok enterobakter, yaitu bakteri yang hidup di saluran pencernaan hewan dan manusia sebagai flora normal, sifatnya dapat menyebabkan infeksi primer pada usus. Bakteri ini menyebabkan enteritis pada bayi yang berakibat diare dan dehidrasi fatal (Hugo dan Russel, 1987). E coli merupakan penyebab utama infeksi saluran kencing. E. coli merupakan bakteri mesofil yang tumbuh pada suhu

  o

  20-50 C dan termasuk bakteri anaerob, yaitu bakteri yang tidak membutuhkan oksigen untuk pertumbuhannya, pada agar kocok pertumbuhan hanya pada bagian dasar (Lay, 1994). E coli termasuk bakteri Gram negatif, berbentuk batang, membentuk koloni sirkular. Klasifikasi Bakteri : Division : Protophyta Subdivision : Schizomycetea Classis : Schizomycetes Ordo : Eubakteriales Familia : Enterobakteriaceae Genus : Escherichia Spesies : Escherichia coli

  1.3 Bakteri resisten MG42 Bakteri ini diisolasi dari sampel tanah di salah satu rumah sakit di Purwokerto yaitu di RSUD Margono Soekarjo Purwokerto (Dinar,

  2012), sehingga isolat bernama MG dan 42 merupakan nomor urut isolat yang didapat. Isolat bakteri ini diketahui resisten atau kebal terhadap antibiotik jenis amoksisilin, kloramfenikol dan oksitetrasiklin. Isolat MG42 diketahui tergolong dalam famili enterobakteria.

C. Uji aktivitas antibakteri

  Zat anti mikrobial adalah zat yang dapat mengganggu pertumbuhan dan metabolisme melalui mekanisme penghambatan pertumbuhan mikroorganisme. Zat antibakteri adalah zat yang dapat mengganggu proses pertumbuhan dan metabolisme melalui mekanisme penghambatan pertumbuhan bakteri (Pelczar & Chan, 1986). Uji aktivitas antibakteri bertujuan untuk mengetahui batas kepekaan suatu senyawa antibakteri terhadap suatu bakteri tertentu. Metode yang sering digunakan untuk uji aktivitas antibakteri ada dua yaitu metode pengenceran dan metode difusi.

1. Metode Pengenceran

  Prinsip dari metode pengenceran adalah pengenceran larutan uji hingga diperoleh beberapa konsentrasi. Metode pengenceran terdiri dari pengenceran tabung (dilusi cair) dan pengenceran agar (dilusi padat).

  Pada dilusi cair masing-masing konsentrasi larutan uji ditambahkan suspensi mikroba dalam media agar, dengan menggunakan tabung steril, pada tabung tersebut ditambahkan 0,1 ml suspensi mikroba

  o

  yang kemudian diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 37

  C, setelah itu diamati daya hambatnya. Keuntungan dari dilusi cair adalah penggunaan media lebih efisien dan kekurangannya adalah kekeruhannya yang terjadi pada tabung kurang jelas pada sangat pengamatan, sedangkan metode ini yang diamati adalah kekeruhannya pada tabung.

  Sedangkan pada dilusi padat zat yang memiliki daya antimikroba dicampurkan pada agar yang masih mencair pada suhu 45-50 C ke dalam tabung reaksi. Pencampuran dilakukan dengan cara memutarkan agar homogen, kemudian dituangkan dalam cawan petri steril dan kemudian dibiarkan membeku. Mikroba uji kemudian ditanam dengan cara dioleskan di atas permukaan agar secara merata, pengolesan dilakukan menggunakan ose. Prinsip dari pengenceran agar ini adalah dengan pengenceran tabung untuk uji konsentrasi hambat minimum (KHM) dan ditandai dengan tumbuhnya koloni bakteri pada permukaan agar dari konsentrasi tertentu dari hasil pengenceran. Metode dilusi padat ini mempunyai kelebihan yaitu penggunaan media akan lebih efisien, sedangkan kekurangannya

  o

  yaitu sulit memastikan bahwa agar sudah mencapai suhu 45-50

  C, dan bakteri kemungkinan tidak dapat memberikan hambatan secara maksimum

  o

  karena harus dimasukan agar yang bersuhu 45-50

  C, sedangkan bakteri

  o

  suhu optimumnya hanya 35 C (Jawetz, 1995) 2.

   Metode Difusi Agar

  Dalam metode difusi ini terdiri dari tiga metode yaitu:

  a. Metode Silinder yaitu dengan menggunakan silinder gelas yang steril diletakkan di atas agar yang berisi suspensi mikroba yang telah membeku. Kemudian silinder tersebut diisi dengan zat yang akan

  o

  diperiksa lalu diinkubasikan pada suhu 35 C selama 18-24 jam, lalu diameter hambatnya diukur. Kelebihan dari metode ini yaitu jumlah zat yang dimasukan dalam media agar jelas, sedangkan kekurangannya mempunyai resiko tinggi kerena silinder dapat jatuh o

  b. Metode Perforasi yaitu media agar yang masih cair pada suhu 45-50 C dicampurkan dengan suspensi mikroba pada cawan petri steril, kemudian dibiarkan membeku. Setelah agar membeku, dibuat lubang dengan perforator. Lubang tersebut dimasukkan zat yang akan diperiksa daya antimikrobanya. Kemudian diinkubasikan selama 18-24 jam pada suhu 37

  C, lalu diameter yang terjadi diukur. Kelebihan metode ini adalah media yang digunakan tidak terlalu tebal sedangkan kekurangannya adalah terkadang lubang yang dibuat kurang sempurna.

  c. Metode Cakram Kertas yaitu metode dengan menggunakan cakram kertas saring yang mendukung zat antimikroba dengan kekuatan tertentu. Cakram kertas tersebut diletakkan pada permukaan agar yang telah ditanami mikroba uji, lalu diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 37 °C, kemudian diameter hambatnya diukur. Kelebihan dari metode ini adalah jumlah zat yang digunakan dapat diatur, namun kekurangannya tidak kuantitatif karena tidak semua zat aktif terserap dalam agar (Jawetz & Adelberg, 2005).

D. Antibiotik Ciprofloksasin

  Ciprofloxacin adalah fluorine 4-quinolone atau fluoroquinolone antibakteri dengan spektrum yang lebih luas, aktifitasnya adalah bakterisid, berdasarkan dayanya untuk mempenetrasi dinding bakteri dan mengikat diri pada ribosom dalam sel. Proses translasi RNA dan DNA dihambat sehingga proses biosintesis protein bakteri dikacaukan (Tjay dan Rahardja, 2002).

   Tabel 1. Performance standards for antimicrobial susceptibility testing Antimicrobal Agent Potency Test Cultures (zone diameters in mm) Resistant Intermediate Susceptible

  Ciprofloxacin 16-20

  5 μg ≤15 ≥21

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAN FRAKSI BATANG SEREH (Cymbopogon citratus (DC.) Stapf) TERHADAP BAKTERI Streptococcus mutans - repository perpustakaan

0 0 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL BIJI BUAH PINANG (Areca catechu L) TERHADAP Streptococcus mutans - repository perpustakaan

0 0 10

PERBANDINGAN KADAR STIGMASTEROL DAN FLAVONOID TOTAL DARI EKSTRAK HERBA PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk) BUDIDAYA DAN LIAR SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1

0 0 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk) 1. Deskripsi Tanaman - Tri Ayu Septiani BAB II

0 1 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk) TERHADAP PENURUNAN KADAR GULA DARAH TIKUS PUTIH YANG DIINDUKSI ALOKSAN - repository perpustakaan

0 0 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - AKTIVITAS ANTIBAKTERI DAN UJI IRITASI AKUT DERMAL SEDIAAN SABUN CAIR WAJAH ANTIJERAWAT EKSTRAK ETANOL BIJI PEPAYA (Carica papaya L.) - repository perpustakaan

0 0 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - PENAPISAN FITOKIMIA, SIDIK JARI FTIR, DAN AKTIVITAS ANTIFUNGI EKSTRAK ETANOL, FRAKSI ETANOL - AIR , DAN FRAKSI ETIL ASETAT DAUN NAGASARI ( Mesua ferrea L.) - repository perpustakaan

0 0 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - AKTIVITAS ANTIBAKTERI KANGEN WATER TERHADAP BAKTERI Propionibacterium acnes DAN Staphylococcus epidermidis - repository perpustakaan

0 0 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - PENAPISAN FITOKIMIA, SIDI K JARI FTIR, DAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI FRAKSI ETANOL - AIR DAN ETIL ASETAT DAUN NAGASARI (Mesua ferrea L .) - repository perpustakaan

0 5 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - FORMULASI DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI TERHADAP Streptococcus pyogenes DARI SIRUP EKSTRAK ETANOL DAUN KARAMUNTING (Rhodomyrtus tomentosa, (Aiton) Hassk) - repository perpustakaan

1 1 12