BAB II TINJAUAN PUSTAKA - UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk) TERHADAP PENURUNAN KADAR GULA DARAH TIKUS PUTIH YANG DIINDUKSI ALOKSAN - repository perpustakaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Uraian Tanaman

  1. Sistematika Tanaman

  Taksonomi tanaman Purwoceng sebagai berikut : Divisio : Spermatophyta Class : Angiospermae Ordo : Apiales Familia : Apiaceae Genus : Pimpinella Spesies : Pimpinella pruatjan Molk Sinonim : Pimpinella alpina Molk

  ( Darwati, 2006 )

  2. Morfologi tanaman Purwoceng

  Purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk) termasuk family Apiaceae merupakan tanaman herbal tahunan aromatis yang tumbuh pada habitat dataran tinggi. Purwoceng merupakan tanaman terna, membentuk rosset, tangkai daun berada di atas permukaan tanah sehingga tajuk tanaman menutupi permukaan tanah hampir membentuk bulatan dengan diameter tajuk ± 3,645 cm. Purwoceng merupakan tanaman berumah satu dan dapat menyerbuk silang. Menurut SOP Budidaya Purwoceng yang dibuat oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Purwoceng berbunga pada umur 5-6 bulan setelah tanam, tangkai bunga keluar pada bagian ujung tanaman. Setiap tandan bunga yang berbentuk payung terdapat bunga antara 8–15, yang selanjutnya akan membentuk biji. Dalam satu tanaman dapat menghasilkan 1.500- 2.500 biji. Batang dari Purwoceng berwarna hijau pucat, bulat dan lunak tetapi merupakan batang semu. Daunnya berbentuk jantung dengan panjang ± 3 cm dan lebar ± 2,5 cm, tangkai ± 5 cm dimana tepi bergerigi tetapi ujung daun tumpul yang berwarna coklat kehijauan, hijau dengan pertulangan daun yang menyirip. Bunga dari purwoceng majemuk dengan panjang ± 2 cm dimana kelopaknya berbentuk tabung yang berwarna hijau, benang sari berwarna putih, putik bulat hijau dan mahkota yang berambut coklat. Buahnya berbentuk lonjong kecil dan berwarna hijau sedangkan biji berwarna coklat. Akar purwoceng merupakan akar tunggang.

3. Kandungan Kimia

  Menurut beberapa sumber yang terdapat di dalam Rohimatun (2011), Purwoceng mengandung metabolit sekunder yaitu turunan kumarin, sterol, saponin, alkaloid, kelompok furanokumarin seperti bergapten, isobergapten dan sphondin, stigmasterol, senyawa turunan kumarin, seperti bergapten, xanthotoksin, mermesin, 6,8 dimetoksi umbeliferon dan vitamin E. Saponin adalah suatu glikosida alamiah yang terikat dengan steroid atau triterpenoid. Saponin memiliki beberapa peran pada tanaman yang digunakan untuk kesehatan, perannya antara lain sebagai anti jamur dan anti virus. Sekarang ini, saponin digunakan untuk menghambat pertumbuhan sel tumor dan menurunkan kolesterol darah (Fathonah, 2009). Dan berdasarkan penelitian Meliani (2011), Smith (2012), Murntaz (2009) dan Elekofehinti (2013) menunjukkan saponin juga memiliki aktivitas hipoglikemik. Saponin juga memiliki efek anti mikroba yang cukup tinggi. Menurut Suzery (2005) tanaman purwoceng juga mengandung triterpenoid, alkaloid dan flavonoid. Berdasarkan penelitian Gutierrez (2013), Burdi (2014), Kumar (2013) dan Ramachandran (2012) menunjukkan bahwa triterpenoid memiliki aktivitas hipoglikemik.

4. Kegunaan Tanaman

  Purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk) berkhasiat sebagai afrodisiaka. Purwoceng merupakan tanaman herba komersial yang akarnya dilaporkan berkhasiat sebagai afrodisiak (meningkatkan gairah seksual dan menimbulkan ereksi), diuretik (melancarkan saluran air seni) dan tonik (mampu meningkatkan stamina tubuh) (Darwati, 2006).

B. Diabetes Melitus

  Diabetes melitus adalah suatu sindroma klinik yang ditandai oleh poliuri, polidipsi dan polofagi disertai peningkatan kadar glukosa darah atau hiperglikemia (gula darah puasa ≥ 126 mg/dl atau postpradial ≥ 200 mg/dl atau glukosa sewaktu ≥ 200 mg/dl) (Gunawan, 2007).

  Hiperglikemia timbul akibat berkurangnya insulin sehingga glukosa darah tidak dapat masuk ke sel–sel otot, jaringan hati dan metabolismenya terganggu.Melihat etiologinya diabetes melitus dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu pertama ada Diabetes Melitus Tipe 1, dimana terjadi gangguan produksi insulin akibat penyakit autoimun.Tipe ini sering disebut Insulin

  

Dependent Diabetes Melitus (IDDM) dimana pasien mutlak membutuhkan

  insulin. Kedua, Diabetes Melitus tipe 2, dimana terjadi akibat resistensi insulin atau gangguan sekresesi insulin. DM tipe 2 ini sering disebut

  

Noninsulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM), dimana pasien tidak

  sepenuhnya membutuhkan insulin. Ketiga merupakan jenis lain seperti atau diabetes melitus pada kehamilan (WHO,

  gestasional diabetes melitus 1999).

  Diabetes melitus tipe 1 merupakan 5% sampai 10% penyebab diabetes.Umumnya terjadi pada anak–anak ataupun remaja karena adanya kerusakan sel B pada pankreas yang disebabkan oleh imun. Hiperglikemia terjadi ketika 80%-90% sel beta terganggu atau rusak. Faktor inisiasi proses autoimun belum diketahui, tetapi prosesnya di mediasi oleh makrofag dan limfosit T dengan sirkulasi autoantibodi ke berbagai antigen sel beta (Wells et al, 2009).

  Sedangkan diabetes melitus tipe 2 merupakan 90% penyebab diabetes, dimana biasanya karena resisten insulin dan kekurangan insulin. Resisten insulin dapa menyebabkan peningkatan lipolisis dan produksi asam lemak bebas, meningkatkan produksi glukosa pada hepar dan penurunan pemasukan glukosa ke otot skeletal (Wells et al, 2009). Diabetes melitus juga dapat menyebabkan komplikasi, antara lain komplikasi mikrovaskular yang termasuk didalamnya retinopathy ,

  

neuropathy dan nefropathy. Kemudian ada komplikasi makrovaskular

  yaitu termasuk jantung koroner, stroke dan penyakit vaskular peripheral (Wells et al, 2009).

C. Pengaturan Kadar Glukosa Dalam Darah

  Kadar glukosa dalam darah sangat dipengaruhi fungsi hepar, pankreas, adenohipofisis dan adrenal. Selain itu yang dapat mempengaruhi kadar glukosa dalam darah adalah fungsi tiroid, kerja fisik, faktor imunologik dan genetik.

  1. Hepar Glukosa yang berasal dari absorpsi makanan di intestine dialirkan ke hepar melalui vena porta, sebagian glukosa akan disimpan sebagai glikogen. Pada saat ini kadar glukosa di vena porta lebih tinggi daripada di vena hepatika. Setelah absorpsi selesai glikogen hepar dipecah lagi menjadi glukosa, sehingga kadar glukosa di vena hepatika lebih tinggi daripada di vena porta. Jadi hepar berperan sebagai glukostat. Pada keadaan normal glikogen di hepar cukup untuk mempertahankan kadar glukosa dalam beberapa hari, tetapi bila fungsi hepar terganggu akan mudah terjadi hipoglikemia ataupun hiperglikemia (Gunawan, 2007).

  2. Pankreas Peran insulin dan glukagon penting pada metabolisme karbohidrat.

  Glukagon menyebabkan glikogenesis dengan merangsang adenilsiklase, enzim yang dibutuhkan untuk mengaktifkan fosforilase. Enzim fosforilase penting untuk glikogenolisis. Bila cadangan glikogen di hepar menurun maka glukogenolisis akan lebih aktif (Gunawan, 2007).

  3. Kerja Fisik Tanpa insulin, kontraksi otot dapat menyebabkan glukosa lebih banyak masuk ke dalam sel. Karenanya pasien DM sangat dianjurkan untuk melakukan olahraga teratur agar tidak terlalu banyak membutuhkan insulin. Pasien DM yang bekerja keras harus mendapat ekstra kalori atau dosis insulin harus dikurangi (Gunawan, 2007).

D. Insulin

  Insulin merupakan hormon polipeptida yang terdiri dari 51 asam amino (Gunawan, 2007). Sekresi insulin diatur dengan ketat untuk mendapatkan kadar glukosa darah yang stabil baik sesudah makan atau waktu puasa. Glukosa, asam amino, asam lemak dan benda keton akan merangsang sekresi insulin. Sel-sel langerhans dipersarafi saraf adrenergik dan kolinergik. Stimulasi reseptor α2 adrenergik menghambat sekresi insulin, sedangkan β2 adrenergik agonis dan stimulasi syaraf vagus akan merangsang sekresi insulin (Gunawan, 2007).

  Pada DM defisiensi insulin menyebabkan hambatan transport asam amino ke dalam sel serta inkorporasinya menjadi molekul protein. Selain itu glukoneogenesis bertambah, terjadi imbangan nitrogen negatif. Hal ini dapat menambah lagi turunnya berat badan pasien DM yang tidak diobati, daya tahan tubuh sangat menurun karena pembentukan zat anti juga terhambat. Hal ini yang menyebabkan timbulnya infeksi pada pasien DM, selain itu hiperglikemia dan glukosuria menyebabkan darah dan urin menjadi medium yang sangat baik untuk pertumbuhan kuman (Gunawan, 2007).

E. Pengobatan Diabetes Melitus

  Tujuan terapi DM adalah mengurangi atau menghilangkan gejala hiperglikemia, menurunkan onset dan progesivitas komplikasi mikrovaskular dan makrovaskular, menurunkan angka kematian dan memperbaiki pola hidup (Wells et al, 2009).

  Secara umum kedaan glukosa normal menurunkan resiko komplikasi mikrovaskular, tetapi adanya pengaturan yang sangat ketat pada hal-hal yang beresiko atau berhubungan dengan kardiovaskular seperti merokok, terapi antiplatelet, tekanan darah tinggi, terapi dislipidemia sangat dibutuhkan karena berpengaruh pada penurunan resiko penyakit makrovaskular (Wells et al, 2009). Para ahli medis juga menyarankan kepada para pasien DM selain pengobatan farmakologi juga melakukan pengobatan non farmakologi seperti diet untuk menjaga berat badan tetap normal dan berolahraga.

  Terapi farmakologi pada diabetes ada beberapa, antara lain yaitu dengan terapi insulin dan antidiabetika oral. Dimana insulin merupakan obat utama pada diabetes melitus tipe 1 dan pada beberapa diabetes tipe 2. Tujuan pemberian insulin pada DM tidak hanya untuk menormalkan glukosa darah tetapi juga memperbaiki semua aspek metabolisme dan inilah yang sulit untuk dicapai. Selain dengan insulin bisa juga dengan antidiabetika oral, seperti golongan sulfonilurea, meglitinid, biguanides, thiazolidion, penghambat enzim α-glukosidase dan penghambat dipeptil peptidase IV (Gunawan, 2007). Pada pengobatan diabetes mellitus tipe 2, dapat digunakan kombinasi antara insulin dan antidiabetika oral (Goldstein, 2008).

  F. Glibenklamid

  Merupakan golongan sulfoniulurea dan merupakan generasi kedua sulfonilurea. Mekanismenya merangsang sekresi insulin dari sel–sel beta langerhans pankreas. Pada penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan hipoglikemia (Goldstein, 2008).

  G. Uji antidiabetes

  Keadaan diabetes dapat diinduksi pada hewan percobaan dengan zat- zat kimia. Zat kimia yang dapat digunakan sebagai induktor (diabetogen) antara lain glukosa, aloksan, streptozotosin, EDTA, diasosida adrenalin dan sebagainya. Dimana umumnya diberikan secara parenteral. Sebagai diabetogen, glukosa memiliki efek diabetes yang tidak permanen (lama) karena tanpa diberi obat antidiabetes, efek hiperglikemiknya dapat turun dengan sendirinya. Sedangkan aloksan merupakan diabetogen yang lazim digunakan dan memiliki efek hiperglikemik yang permanen dalam waktu 2-3 hari. Karena selektif merusak produksi insulin beta pankreas, aloksan menginduksi multiphase respon gula darah ketika diinjeksikan pada hewan penelitian yang menyebabkan perubahan konsentrasi plasma insulin diikuti dengan perubahan ultrastruktural sel beta yang dapat menyebabkan nekrosis sel (Rohilla, 2012). Uji efek antidiabetes dapat dilakukan dengan dua metode yaitu metode uji toleransi glukosa dan metode uji diabetes dengan induksi aloksan.

1. Uji diabetes dengan metode toleransi glukosa

  Hewan uji yang telah dikelompokkan secara acak diambil cuplikan darahnya untuk penentuan kadar glukosa darah awal, kelompok uji diberi sediaan uji secara per oral, kelompok kontrol diberi air suling dan kelompok pembanding diberi glibenklamid. Setelah 30 menit kemudian, semua hewan percobaan diberi larutan glukosa secara per

  oral . Setiap 30 menit cuplikan darah diambil dari masing-masing tikus dan diukur kadar gula darahnya (Adnyana, 2004).

2. Uji diabetes dengan metode induksi aloksan

  Menurut Adnyana (2004) hewan percobaan setelah diinjeksi dengan aloksan secara intravena dipelihara selama 1 minggu untuk melihat kembali keadaan glukosa serum normal. Hewan percobaan yang telah dikelompokkan secara acak cuplikan darahnya diambil. Hewan kelompok uji diberi sediaan uji, kelompok pembanding diberi glibenklamid, sedangkan kelompok kontrol diberi air suling selama tujuh hari berturut-turut. Darah diambil dan diukur kadar gula darahnya setiap hari selama tujuh hari setelah kadar gula darah naik cukup tinggi karena induksi aloksan. Pengambilan darah dan pengukuran kadar gula darah juga dilakukan setelah pemberian aloksan yang belum diberi sediaan uji.

Dokumen yang terkait

UJI EFEK EKSTRAK ETANOL HERBA TAPAK LIMAN (Elephantopus scaber L) TERHADAP PENURUNAN KADAR ASAM URAT DARAH PADA TIKUS PUTIH JANTAN YANG DIINDUKSI KAFEINA

6 42 76

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL BIJI JENGKOL (Pithecellobium lobatum Benth.) TERHADAP KADAR LDL DARAH TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR SPRAGUE DAWLEY YANG DIINDUKSI ALOKSAN

4 32 62

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL BIJI JENGKOL (Pithecellobium lobatum Benth.) TERHADAP PENURUNAN KADAR GLUKOSA DARAH DAN PENINGKATAN KADAR UREUM DAN KREATININ TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR Sprague Dawley YANG DIINDUKSI ALOKSAN

5 49 55

UJI AKTIVITAS HIPOGLIKEMIK EKSTRAK ETANOL SEMUT JEPANG (Tenebrio Sp.) PADA TIKUS PUTIH GALUR SPRAGUE DAWLEY YANG DIINDUKSI ALOKSAN

0 0 6

UJI AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL DAUN BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbbi L.) TERHADAP PENURUNAN KADAR GLUKOSA DARAH MENCIT PUTIH JANTAN YANG DIINDUKSI ALOKSAN

1 6 7

UJI EFEK EKSTRAK ETANOL BIJI MAHONI TERHADAP PENURUNAN KADAR GULA DARAH TIKUS PUTIH

1 0 69

UJI AKTIVITAS ANTIDIABETES EKSTRAK ETANOL BIJI KOLA (Cola acuminata) TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH TIKUS YANG DIINDUKSI ALOKSAN

0 0 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - UJI AKTIVITAS ANTIDIABETES EKSTRAK ETANOL BIJI KOLA (Cola acuminata) TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH TIKUS YANG DIINDUKSI ALOKSAN - repository perpustakaan

0 0 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk) 1. Deskripsi Tanaman - Tri Ayu Septiani BAB II

0 1 9

UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk) TERHADAP PENURUNAN KADAR GULA DARAH TIKUS PUTIH YANG DIINDUKSI ALOKSAN SKRIPSI

0 0 17