MIRANTY FIRST DINI AGUSTIN BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Teori Stroke 1. Pengertian Stroke didefinisikan sebagai defisit (gangguan) fungsi sistem saraf

  yang terjadi mendadak dan disebabkan dan di sebabkan oleh gangguan peredaran darah otak. Stroke terjadi akibat gangguan pembuluh darah di otak. Gangguan peredaran darah otak dapat berupa tersumbatnya pembuluh darah otak atau pecahnya pembuluh darah di otak. Otak seharusnya mendapat pasokan oksigen dan zat makanan menjadi terganggu. Kekurangan pasokan oksigen ke otak akan memunculkan kematian sel saraf (neuron). Gangguan fungsi otak ini akan memunculkan gejala stroke (Rizaldy & Laksmi, 2010).

  Stroke merupakan masalah kesehatan yang utama bagi masyarakat modern saat ini. Dewasa ini, stroke semakin menjadi masalah serius yang dihadapi hampir diseluruh dunia. Hal tersebut dikarenakan serangan stroke yang mendadak dapat mengakibatkan kematian, kecatatan fisik dan mental baik pada usia produktif maupun usia lanjut (Junaidi, 2011).

  Stroke atau gangguan peredaran darh ke otak merupakan penyakit neurologis yang sering di jumpai dan harus di tangani secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja. Stroke merupakan penyakit paling serig menyebabkan cacat berupa kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses berfikir, daya ingat, dan bentuk-bentuk kecacatan yang lain sebagai akibat gangguan fungsi otak (arif muttaqin, 2008)

  Stroke adalah sindrom yang terdiri dari tanda/atau gejala hilangnya fungsi sistem saraf pusat fokal (atau global) yang berkembang cepat (dalam detik atau menit). Gejala-gejala ini berlangsung lebih dari 24 jam atau menyebabkan kematian. Penyebab terserang stroke adalah penyakit degeneratif arterial baik arterosklerosis pembuluh darah besar (dengan tromboemboli) maupun penyakit pemuluh darah kecil (lipohialinosis).

  Kemungkinan berkembangnya penyakit signifikan meningkat ada beberapa faktor risiko vaskular (Lionel ginsberg, 2007).

  Cedera serebrovaskular atau stroke meliputi awitan tiba-tiba defisit neurologis karena insufisiensi suplai darah ke suatu bagian dari otak.

  Insufisiensi suplai darah disebabkan oleh trombus, biasanya sekunder terhadap arterisklerosis, terhadap embolisme berasal dari tempat lain dalam tubuh, atau terhadap perdarahan akibat ruptur arteri (aneurisma) (Lynda Juall Carpenito, 1995).

  lobus temporalis yangmerupakan area sensorik untuk impuls pendengaran dan lobus oksipitalis yang mengandung korteks penglihatan primer, menerimainformasi penglihatan dan menyadari sensasi warna;

  2) Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater yang menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yangmemisahkannya dari bagian posterior serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan memperhalusgerakan otot, serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan sikap tubuh;

  3) Bagian-bagian batang otak dari bawah ke atas adalah medula oblongata, pons dan mesensefalon (otak tengah). Medula oblongatamerupakan pusat refleks yang penting untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air liur danmuntah. Pons merupakan mata rantai penghubung yang penting pada jaras kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri danserebelum. Mesensefalon merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi aquedikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf asenden dan desenden dan pusat stimulus saraf pendengaran dan penglihatan;

  4) Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus dan hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerimadan pengintegrasi subkortikal yang penting. Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada thalamus akan menimbulkan hemibalismus yang ditandai dengan gerakan kaki atau tangan yang terhempas kuat pada satu sisi tubuh. Epitalamus berperanan pada beberapa dorongan emosi dasar seseorang. Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan dari sistem susunan saraf otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah dan emosi. (Sylvia A. Price, 1995) b. Sirkulasi Darah Otak

  Otak menerima 17 % curah jantung dan menggunakan 20 % konsumsi oksigen total tubuh manusia untuk metabolismeaerobiknya. Otak diperdarahi oleh dua pasang arteri yaitu arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Dalam rongga kranium, keempat arteri ini saling berhubungan dan membentuk sistem anastomosis, yaitu sirkulus Willisi. (Satyanegara, 1998)

  1) Arteri karotis interpna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis kira-kira setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis internamasuk ke dalam tengkorak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteri serebri anterior dan media. Arteri serebrianterior memberi suplai darah pada struktur-struktur seperti nukleus kaudatus dan putamen basal ganglia, kapsula interna, korpuskolosum dan bagian-bagian (terutama medial) lobus frontalis dan parietalis serebri, termasuk korteks somestetik dan korteks motorik.Arteri serebri media mensuplai darah untuk lobus temporalis, parietalis dan frontalis korteks serebri.Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama;

  2) Arteri vertebralis memasuki tengkorak melaluiforamen magnum, setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris, arteri basilaristerus berjalan sampai setinggi otak tengah, dan di sini bercabang menjadi dua membentuk sepasang arteri serebri posterior. Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris ini memperdarahi medula oblongata, pons, serebelum, otak tengah dan sebagian diensefalon. Arteriserebri posterior dan cabang -cabangnya memperdarahi sebagian diensefalon, sebagian lobus oksipitalis dan temporalis, aparatuskoklearis dan organ-organ vestibular. (Sylvia A. Price, 1995);

  3) Darah di dalam jaringan kapiler otak akan dialirkan melalui venula-venula (yang tidak mempunyai nama) ke vena serta di drainaseke sinus duramatris. Dari sinus, melalui vena emisaria akan dialirkan ke vena-vena ekstrakranial. (Satyanegara, 1998).

3. Etiologi a. Trombosit serebral.

  Trombosit ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami okulasi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan tekanan aktivitas simpatis pan penurunan keadaan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis sering kali menubruk pada 48 jam setelah trombosit. Beberapa keadaan di bawah ini yang dapat menyeabkan trombosit otak:

  1) Aterosleosis; 2) Hiperkoagulasi pada polisietmia; 3) Arterisis (radang pada arteri); 4) Emboli.

  b. Hemorargi.

  Pendarahan intrakranial atau serebral yang termasuk pendarahan dalam ruang subaraknoid atau kedalam jaringan ke otak sendiri.

  Pendarahan ini dapat terjadi karena aterokleosis dan hipertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan pembesaran darah kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran, dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan membekak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan memungkin herniasi otak c. Hipoksia umum.

  Beberapa penyebab umum yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah:

  1) Hipertensi yang parah; 2) Henti jantung dan paru; 3) Curah jantung akibat aritmia.

  d. Hipoksia setempat.

  Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah: 1) Spasme aerteri serebral, yang di sertai dengan pendarahan subaraknoid; 2) Vasokontriksi arteri disertai sakit kepala migren.

3. Klasifikasi stroke

  Arif muttaqin (2008) gangguan peredaran darah otak atau stroke dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: a. Stroke hemoragik.

  Merupakan peredaran darah serebral dan mungkin perdarahan subaraknoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak tertentu. Biasanya kejadian saat melakukan aktivitas atau saat aktif, damun bisa juga terjadi saat istirahat, kesadaran klien umumnya menurun. Perdarahan otak dibagi dua yaitu:

  1) Perdarahan intraserebral. Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi mengakibatkan darah masuk kejaringan ota, membentuk masa yang menekan jaringan otak dan menimbulkan oedema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak. Pendarahan intra serabral yang disebabkan karena hipertensiyang di jumpai di daerah putamen, talamus, dan serebelum;

  2) Perdarahan subaraniod. Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi wilisi dan cabang-cabangnya yang terdapat di luar parenkimotak. Pecahnya arteri dan keluarnya ke rung sub arakniod menyebabkan TIK meningkat mendadak, mereggangnya struktur peka nyeri dan vasospasme pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi otak global (sakit kepala dan penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemi sensori, afasia dan lain-lain).

  Pecahnya arteri dan keluarnya darah ke ruang subaraknoid mengakibatkan terjadinya peningkatan TIK mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, sehingga timbul nyeri pada kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda- tanda rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatan TIK yang mendadak juga pengakibatkan pendarahan subhialoid pada retina vasospasme pembuluh darah serebral. Vasospasme dapat mengakibatkan disfungsi otak global dan fokal b. Stroke non hemoragik

  Dapat berupa iskemi atau emboli dan trombosis serebral, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atu pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul oedema sekunder. Kesadaran umumnya baik 4.

   Patofisiologi stroke

  Menurut fransisca B. Baticaca (2008) Setiap kondisi yang menyebabkan perubahan perfusi pada otak akan menyebabkan keadaan hipoksia. Hipoksia yang berlangsung lama dapat menyebabkan iskemik otak. Iskemik yang terjadi dalam waktu singkat kurang daro 10-15 menit daat menyebabkan defisit sementara dan bukan defisit permanen. Sedangkan iskemik yang terjadi dalam waktu lama dapat menyebabkan sel mati permanen dan mengakibatkan infar pada otak.

  Setiap defisit fokal permanen akan bergantung pada daerah otak mana yang terkena. Daerah otak yang terkena akan menggamarkan pembuluh darah yang terkena. Pembuluh darah yang paling sering mengalami iskemik adalah arteri karotis interna. Defisit fokal permanen dapat diketahui jika klie pertama kali mengalamiiskemik otak total yang teratasi.

  Jika aliran darah ke tiiap bagian otak terhambat karena trombus atau emboli, maka mulai terjadi kekurangan suplai oksigen ke jaringan otak. Kekurangan oksigen dalam satu menit damat penunjukan gejala yang dapat pulih seperti kehilangan kesadaran. Sedangkan kekurangan oksigen dalam waktu yang lebuh lama akanmenyebabkan nekrosis mikroskopik neuron-neuron. Area yang mengalami nekrosis disebut infark.

  Gangguan peredaran darah otak akan menimbulkan gangguan pada metabolisme sel-sel neuron, dimna sel-sel neuron tidak mampu menyimpan glikogen sehingga kebutuhan metabolisme tergantung dari glukosa dan oksegen yang terdapat pada arteri-arteri menuju ke otak.

  Perdarahan intra kranial termasuk pendarahan kedalam ruang subaraknoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Hipertensi mengakibatkan timbulnya penebalan dan degeneratif pembuluh darah menyebabkan rupturnya arteri serebral sehingga menyebar dengan cepat dan menimbulkan pendarahan setempat serta iritasi pada pembuluh darah otak.

  Ruptur ulang mengakibatkan berhentinya aliran darah ke bagiaan tertentu, menimbulkan iskemi fokal, dan infark jaringan otak.

  Hal tersebut dapat menimbulkan gegar otak dan kehilangan kesadaran, peingatan tekanan cairan serebrospinal (CSS), dan menyebabkan gesekan gesekan otak. Pendarahan mengisi ventrikel atau hematoma yang rusak jaringan otak.

  Perubahan sirkularisasi GCS, obstruksi vena, adanya edema dapat meningkatkan tekanan intrakranial yang membahayakan jiwa dengan cepat. Peningkatan tekanan intrakranial yang tidak diobati mengakibatkan herniasi ulkus atau serebelum. Disamping itu, terjadi bradikardia, hipertensi iskemik, dan gangguan pernafasan.

  Darah merupakan bagian yang merusak dan bila terjadi hemodialisa, darah dapat mengiritasi pembuluh darah, meningen, dan otak. Darah dan vasoaktif yang dilepas mendorong spasme arteri yang berakibat menurunnya perfusi serebral. Spasme serebri atau vasospasme bisa terjadi pada hari keempat sampai hari ke 10 setelah terjadinya perdarahan dan menyebabkan konstriksi arteri otak.

  Vasospasme merupakan komplikasi yang mengakibatkan terjadinya penurunan vokal neurologis, iskemik otak, dan infark.

  5. patways Faktor pencetus Penimbunan lemak/kolesterol yang meningkat dalam darah

  Lemak yang sudah nekrotik dan berdegenerasi Menjadi kapur/ mengandung kolesterol dengan infiltrasi limfosit (trombus) ateriosklerosis

  Pembuluh darah menjadi kaku dan pecah Penyempitan pembulih darah (oklusi vaskuler)

  Thrombus/emboli diserebral Stroke non hemoragik

  Stroke hemoragik Kompresi jaringan otak Proses metabolisme dalam otak terganggu ↓ suplai darah dan O2 ke otak

  Heriasi Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak Peningkatan TIK

  Aliran darah terhambat Eritrosit bergumpal, endtel rusak Cairan plasma hilang

  Edema cerebral Gangguan rasa nyaman nyeri

  Arteri vertebrata basilaris Kerusakan neurocerebrospinal N.VII (faclalis), N.XI

  (glassoferigeus) Control otot facial/ otak menjadi lemah Ketidak mampuan bicara

6. Manifestasi klinis

  Smelzer (2001) dalam yuniernawa (2014) tanda dan geala stroke adalah sebangai berikut : a. Defisit lapang penglihatan

  1) Homonimus hemianopsia(kehilangan setengah lapang penglihatan) 2) Tidak menyadari orang atau objek di tempat kehilangan, penglihatan, mengabaikan salah satu sisi tubuh, kesulitan menilai jarak. 3) Kehilangan penglihatan perifer

  Kehilangan melihat pada malam hari, tidak menyadari objek atau batas objek.

  4) Diplopia Penglihatan ganda.

  b. Defisit motorik 1) Hemiparesis Kelemahan wajah, lengan, dan kaki pada sisi yang sama.

  Paralisis wajah (karena lesi pada hemisfer yang berlawanan). 2) Ataksia

  Berjalan tidak mantap, dan tegak. Tidak mampu menyatukan kaki, perlu dasar berdiro yang luas.

  3) Disartia Kesulitan dalam kata.

  4) Disfagia Kesulitan menelan.

  c. Defisit verbal 1) Afaksia ekspresi

  Tidak mampu membetuk kata yang dapat dipahami, mungkin mampu bicara dalm respon kata tunggal.

  2) Afasia repretif Tidak mempu memahami kata yang dibicarakan, mampu bicara tetapi tidak masuk akal.

  3) Afasia global Kombinasi baik afasia reseptif dan ekspresif.

  d. Defisit kognitif Penderita stroke akan kehilanagan memori jangka pendek dan panjang. Penurunan lapang perhatian, kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi, alasan abstrak dan perubahan penilaian.

  e. Definisi emosional Penderita akan mengalami kontrol diri lbilitas emosional, penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stres, depresi, menarik diri, rasa takut, bermusuhan dan marah, serta perasaan isolasi.

7. Pemeriksaan Diagnostik

  a. CT scan Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak oedema, posisi henatoma, adanya jaringan otakyang infark atau iskemia, dan posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya di dapat hiperdens foal, kadanng pemadatan terlihat di ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.

  b. UGS doppler Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis).

  c. EEG Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dn dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls dalam jaringan otak.

  d. Pemeriksaan laboraturium 1) Lumbal fungsi : pemeriksaan likuor merah biasanya biasanya dijumpai pada pendarahan yang masif, sedangkan pendarahan yang biasanya warna likuor masih normal (xantrokhrom) sewaktu hari-hari pertama;

  2) Pemeriksaan darah rutin; 3) Pemeriksaan kimia darah : pada sroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg didalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali;

  4) Pemeriksaan darah lengkap : untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.

8. Komplikasi

  Menyebutkan komplikasiStroke dapat menyebabkan:

  a. Infark Serebri;

  b. Hidrosephalus yang sebagian kecil menjadi hidrosephalusnormotensif; c. Fistula caroticocavernosum;

  d. Epistaksis; e. Peningkatan TIK, tonus otot abnormal.

  (Irwananshari,2009) 9.

   Penatalaksanaan

  a. Terapi konservatif dan operatif

  b. Pengendalian TIK

  c. Pengobatan hipertensi untuk memelihara terkanan perfusi serebral antara 60 sampai 70 mmHg d. Pengendalian peningkatan TIK dilakukan hiperventilasi, deuretika dan kortikosteroid tetapi dapat memberikan kerugian misalnya mudah terkena infeksi hiperglikemi, pendarahan Pendarahan sub arachnoids: 1) Pemberian oksigenasi, ventilasi, keseimbangan elektrolit 2) Nyeri dengan oba kortikosterois, anti konvilsan profilaksi perlu di pertimbangkan

  3) Tindakan oprasi intrakranial merupakan terapi pilihan, tetapi oprasi segera sesudah pedarahan berbahaya karena “retrasksi otak” dapat menimbulkan iskemi otak .(brunner&sudarth, 2002) B.

   Asuhan keperawatan stroke 1. Pengkajian

  a. Identitas klien Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, aalamat, pekerjaan, agama, suku, bangsa, tanggal dan jam masuk RS nomor register, dan diagnosis

  b. Keluhan utama Sering menjadi alasan klien umtuk meminta pertolongan kesehatan adalah kelemahan anggota gerak sebelah kanan, bicara pelo, sakit kepala, dan penurunan tingkat kesadaran

  c. Riwayat penyakit sekrang Serangan stroke hemoragik biasanya berlangsung secara mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah, bahkan sering terjadi kejang sampai tak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain. Adanya penurunan atau peruahan pada tingkat kesadaran disebabkan perubahan di dalam intrakranial. Keluhan perubahan prilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit dapat terjadi letargi, tidak responatif, dan koma.

  d. Riwayat penyakit dahulu Adanya penyakit hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat adiktif, dan kegemukan. Pengkajian pemakaian obat- obat yang seri g digunakan klien, seperti pemakaian obat antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan lainnya. Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol, dan penggunaan obat kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian riwayat sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan memberikan tindakan selanjutnya.

  e. Riwayat penyakit keluarga Biasanya ada riwayat yang menderita hipertensi, diabetes melitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.

  f. Pemeriksaan fisik 1) Keadaan umum

  Umumnya mengalami penurunan kesadaran, kadang mengalami gangguan bicara yaitu sulit mengerti, kadang tidak bisa berbicara pada TTV meningkat, dan denyut nadi bervariasi

  2) B1 (brithing) Pada inspeksi didapat klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas, dan peningkatan frekuensi pernafasan. Auskultasi bunyi nafas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan penigkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingat kesadaran.

  Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mentis, pengkajian inspeksipernafasan tidak ada kelaian. Palpasi stroke didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi nafas tabahan.

  3) B2 (blood) Pengkajian pada sistem kardiovaskuer didapatkan renjatan (syok hipovolemik) yang sering terjadi pada stroke. Terkanan darah biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif (tekana darah >200 mmHg)

  4) B3 (brain) Stroke menyebebkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral (sekinder atau asektori). Lesi otak yang rusak dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 (brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.

  5) Pengkajia tingkat kesadaran Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat keterjagaan klien dan respon terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem persyarafan. Beberapa sistem digunakan untuk membat peringkat perubahn dalam kewaspadaan dan keterhjagaan. Pada keadaan lanjut tingkat klien stroke biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Jika klien stroke sedah mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan

  6) Pengkajian fungsi serebral Pengkajian ini meliputi mental, fungsi intelektual, kemampuan bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.

  Status mental

  Observasi penampilan, tingkah laku, penilaia gaya bicara, ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klen stroke tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami peruahan.

  Fungsi intelektual

  Didapat penurunan dalam ingatan dan memori, baik jagka pendek ataupun jangka panjang. Penuruan kemampuan berhitung dan kalkulasi. Beberapa kasus pada klien mengalami brain damage yaitu kesulitan untuk mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata.

  Kemampuan bahasa

  Penuruan kemampuan bahasa tergantung daerah mana lesi yang mempengaruhi fungsi serebral. Lesi pada daerah hamisfer yang dominan pada bagian posterior dari girus temporalis superior (area wernicke) didapat disfasia reseptif, yaitu klien tidak dapat memahami bahasa atau lisan atau bahasa tertulis. Sedangkan lesei pada posterior dari girus frontalis inferior (area broca) didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien dapat mengerti, tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak lancar. Disartria (kesulitan berbicara), di tunjukan dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggug jawab untuk menghasilkan bicara. Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya), seperti terlihat ketika klien mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir rambutnya.

  Lobus frontal

  Kerusakan fungsi kognitif dan efekpsikologis didapatkan jika kerusakan telah terjadi pada lobus frontal kapasitas, memori, atau fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak. Disfungsi ini dapat di tunjukan dalam lapangan perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan kurang motivasi, yang menyebabkan klien ini mengalami masalah frustasi dalm program rehabilitasi mereka. Depresi umumterjadi dan mungkin di perberat oleh respon alamiah terhadap klien penyakit katastrofik ini. Masalah psikolog lain juga umum terjadi dan dimanifestasikan oleh emosi yang labil, bermusuhan, frustasi, dendam, dan kurang kerjasama.

  Hemisfer

  Stroke hemisfer kanan didapatkan hemiparese sebelah kiri tubuh, penilaian penilian buruk dam mempunyai kerentanan terhadap sisi kolateral sehingga kemungkinan terjatuh ke sisi yang berlawanan yang berlawanan tersebut. Pada hemisfer kiri mengalami hemiparase kanan, prilaku lambat dan sangat hati- hati, kelaian kelainan bidang kanan disfagia gobal, dan mudah frustasi. 7) Pengkajian saraf kranial

  a) Saraf I. Biasaya pada klien stroke tidak ada kelaian pada fusngsi penciuman b) Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer diantara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual spasial (mendapatkan hubungan dua atau lrbih objek dalam area spesial) yang sering terlihat pada klien hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokan

  c) Saraf III, IV, dan IV. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada pada satu sisi otot-otot okularis di dapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat uni lateral disisi yang sakit.

  d) Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigeminus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot ptiregoideus internus dan eksternus.

  e) Saraf VII. Persesi pengecapan dalam batas normal, wajah aseimetris, dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat f) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi g) Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka mulut. h) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot strenokleidomastoideus dan trapezsieus i) Saraf XII. Lidah simetris terdapat deviasi atau sisi dan fasikulasi serta indra pengecapan normal

  8) Pengkajian sistem motorik Stroke adalah penyakit saraf motori atas (UMN) dan mengakiatkan kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena UMN bersilangan, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu tubuh dapat menunjukan kerusakan pada UMN di sisi yang berlawanan dari otak

  a) Inspeksi umum. Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karen lesi pada sisi otak yang berlawanan.

  Hemiparesis atau kelemahan salah satu tubuh adalah tanda yang lain b) Fasikulaso. Didapat pada otot-otot ekstremitas

  c) Tonus otot. Didapat meningkat

  d) Kekuatan otot. Pada penilaian dengan menggunakan tingkat kekuatan otot pada sisi sakit didapat dengan tingkat 0 e) Keseimbangan dan koordinasi. Didapatkan mengalami gangguan karena hemiparese

  9) Pengkajian refleks Pemeriksaan refleks terdiri atas pemeriksaan refles profunda dan pemeriksaan refleks patologis a) Pemeriksaan refleks profunda. Pengetukan pada tendon, ligamentum atau periosteum derajat refleks pada respns normal

  b) Pemeriksaan refleks patologis. Pad fase akut refleks fisiologis sisi yanglumpuh akan menghilan. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahului refleks patologis

  10) Pengkajian sistem sensorik Daat terjadi hemihipestesi. Pada persepsi ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer diantara mata dan korteks visual.

  Gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan dua hubungan atau lebih objek dalam are spesial) sering terlihat pada klien dengan hemipleigia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokan pakaian ke bagian tubuh. Kehilangan sensori karena stroke berupa kerusakan sentuhan ringan atau mungkin lebih berat, dengan kehilangan proriosepsi (kemampuan untuk merakasakan posisi dan gerakan bagian tubuh) serta kesulitan dalam menginterpretasikan stimulasi visual, taktil, dan auditorius.

  11) B4 (bladder) Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung keih karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang sfingter urine eksternal hilang atau berkurang. Selam priode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik steril. Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukan kerusakan neurologis rusak.

  12) B5 (bowel) Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut. Mual sampai muntah di sebabkan oleh peninkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukan kerusakan neurologis luas.

  13) B6 (bone) Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor atas menyilang gangguan kontrol motor volunter pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau keleahan salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika klien kekurangan O

  2 kulit akan tampak pucat dan kekurangan

  cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.

  g. Pemeriksaan diagnostik

  1. CT scan Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak oedema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya di dapat hiperdens foal, kadanng pemadatan terlihat di ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.

  2. UGS doppler Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis).

  3. EEG Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dn dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls dalam jaringan otak.

  4. Pemeriksaan laboraturium

  a) Lumbal fungsi : pemeriksaan likuor merah biasanya biasanya dijumpai pada pendarahan yang masif, sedangkan pendarahan yang biasanya warna likuor masih normal (xantrokhrom) sewaktu hari-hari pertama b) Pemeriksaan darah rutin

  c) Pemeriksaan kimia darah : pada sroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali

  d) Pemeriksaan darah lengkap : untuk mencari kelainan pada dara itu sendiri h. Pengkajian penatalaksanaan medis

  Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan melakukan kegiatan sebagai berikut :

  1. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendir dengan sering dan oksigenasi, jika perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan

  2. Mengendalikan tenakan darah berdasarkan konsisi klien, termasuk usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi

  3. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung

  4. Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter

  5. Menempatkan klien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin klien

  6. Pengobatan konsevatif

  a) Vasodilator meningkat aliran darah serebral secara percobaan, tapi maknanya: pada tubuh manusia belum dapat memktikan b) Dapat diberikan histamin, aminophilin, astezolamid, papaverin intra arterial.

  c) Medikasi antitrombosit dapat diresepkan karena trombosit memainkan peran sangat penting dalam pembentukan trombus dam embolisasi. Anti gergasi trombosit seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi agregasi trombosit yang terjadi sesudah ulserasi alteroma

  d) Antikoagulan dapat di resepkan untuk mencegah terjadinya trombosit atau embilisasi dari tempat lain dalam sistem kardiovaskuler

  7. Pengobatan pembedahan Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral

  a) Endostektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka arteri karotis di leher b) Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya paling dirasakan oleh klien TIK c) Evaluasi bekuan darah dilakukan stroke akut

  d) Ugasi rteri karotis komunis di leher pada aneurisma

2. Diagnosis keperawatan

  a. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan ke otak berhubungan penurunan suplai darah dan O2 ke otak.

  b. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan peningkatan TIK.

  c. Hambatan komunikasi verbal berhubungan kerusakan artikulasi tidak dapat berbicara.

3. Intervensi

  a. Kerusakan perfusi jaringan ke otak berhubungan dengan penurunan suplai O2 dan darah ke otak.

  Tujuan: dalam waktu 2 X 24 jam perfusi jaringan ke otak dapat tercapai optimal Kriteria hasil:

  1) Klien tidak menunjukan perburukan lebih lanjut atau pengulanga kejadian defisit 2) GCS 4, 5, 6, pupil isokor, refleks cahaya (+), tanda vital normal 3) Nadi : 60-100x/m

  o

  Suhu : 36-37 c RR : 16-20x/m

  Intervensi

  a) Berikan penjelasan kepada keluarga tentang sebab peningkatan TIK dan akibatnya b) Posisikan pasien dengan kepala sedikit ditinggikan dalam posisi netral.

  c) Monitor tanda-tanda status neurologis dengan GCS

  d) Monitor TTV

  e) Monitor input dan output f) Bantu klien untuk mematasi muntah, batuk.

  g) Anjurkan pasien untuk mengeluarkan nnafas apabila bergerak atau berbalik di temapat tidur h) Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan i) Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung j) Kolaborasi : berikan cairan infus dengan perhatian yang ketat k) Monitor AGD bila di perlukan

  b. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan peningkatan TIK.

  Tujuan: dalam waktu 2X24 jam klien dapat mengontrol nyeri Kriteria hasil: dapat menunjukan dan melaporkan nyeri Intervensi

  a) Kaji KU pasien an monitor tanda-tanda vital

  b) Kaji nyeri pasien

  c) Berikan posisi yang nyaman dari pasien

  d) Ajarkan latihan teknik relaksasi dan distraksi

  e) Latih pasien untuk teknik relaksasi dan belajar mandiri c. Hambatan komunikasi verbal berhubungan kerusakan artikulasi tidak dapat berbicara Tujuan: dalam waktu 2X24 jam dapat berkomunikasi sesuai dengan keadaannya Kriteria hasil: mengindikasikan pemahaman tentang masalah komunikasi, menetapkan metode komunikasi yang dapat mengekspresikan kebutuhan, menggunakan sumber dengan tepat Intervensi

  a) Beri catatan di ruang jaga perawat dan kamar klien tentang gangguan bicara. Beri bel panggilan khusus jika perlu b) Antisipasi dan berikan kebutuhan klien.

  c) Bicara secara langsung dengan klien, bicara secara perlahan dan jelas d) Bicara dengan volume normal dan hindari bicara terlalu cepat 4.

   Implementasi

  a. Resiko perfusi jaringan ke otak berhubungan dengan penurunan suplai darah dan O2 ke otak Implementasi:

  1) memberikan penjelasan kepada keluarga tentang sebab peningkatan TIK dan akibatnya 2) membaringkan klien dengan posisi tidur terlentang tanpa bantalan 3) Memonitor tanda-tanda status neurologis dengan GCS

  4) Memonitor TTV 5) Memonitor input dan output 6) Memposisikan pasien dengan kepala sedikit ditinggikan dalam posisi netral.

  7) Membantu klien untuk mematasi muntah, batuk. Anjurkan pasien untuk mengeluarkann nafas apabila bergerak atau berbalik di temapat tidur

  8) menganjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan 9) menciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung 10) mengkolaborasi : berikan cairan infus dengan perhatian yang ketat 11) Memonitor AGD bila di perlukan

  b. Gangguan rasa nyaman nyeri Implementasi:

  1) Mengkaji KU pasien dan monitor tanda-tanda vital 2) Mengkaji nyeri pasien 3) Memberikan posisi yang nyaman dari pasien 4) Mengajarkan latihan teknik relaksasi dan distraksi 5) Melatih pasien untuk teknik relaksasi dan belajar mandiri

  d. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan artikulasi tidak dapat berbicara.

  Implementasi: a) Memberikan catatan di ruang jaga perawat dan kamar klien tentang gangguan bicara. Beri bel panggilan khusus jika perlu b) Mengantisipasi dn berikan kebutuhan klien.

  c) Berbicara secara langsung dengan klien, bicara secara perlahan dan jelas d) Berbicara dengan volume normal dan hindari bicara terlalu cepat

5. Evaluasi

  Evaluasi keperawatan adalah respon pasien terhadap terapi dan kemajuan yang megarah pada pencapaian hasil yang diharapkan (carpenito, 2009). Evaluasi yang penulis lakukan adalah membandingkan anatara tujuan yang ingin di capai dengan hasil nyata. Gambaran umum keadaan pasien diakhir penerapan proses keperawatan adalah sebagai berikut: Untuk diagnosa pertama dengan kriteria hasil klien tidak gelisah, tidak ada keluhan nyeri kepala GCS E: 4, V: 5, M: 6, TTV normal TD:

  o

  120/80mmHg, N: 60-100x/m, suhu: 36-37

  c, RR: 16-21x/m. Data subjekyif: pasien mengatakan pusing berkurang. Data objektif: TD

  o

  140/80mmHg, N: 80x/m, 20x/m, suhu: 36

  c, sehingga masalah keperawatan teratasi sebagian dan penulis akan memodifikasi planning yaitu dengan memberikan ruangan dan suasana yang tenang dan nyaman dengan membatasi pengunjung, tidak membiarkan semua keluarga menemani pasien.

  o

  

C. pada pasien stroke untuk mengurangi

Penerapan metode posisi tidur 30

tingkat nyeri akibat perubahan perfusi jaringan serebral tidak efektif

  1. Patofisiologi nyeri Patofisiologi nyeri ini dapat digambarkan sebagai berikut :Reseptor nyeri disebut nosiseptor. Nosiseptor mencakup ujung-ujung saraf bebas yang berespon terhadap berbagai rangsangan termasuk tekanan mekanis, deformasi, suhu yang ekstrim, dan berbagai bahan kimia. Pada rangsangan yang intensif, reseptor-reseptor lain misalnya badan Pacini dan Meissner juga mengirim informasi yang dipersepsikan sebagai nyeri. Zat-zat kimia yang memperparah nyeriantara lain adalah histamin, bradikini, serotonin, beberapa prostaglandin, ion kalium, dan ion hydrogen. Masing-masing zat tersebut tertimbun di tempat cedera, hipoksia, atau kematian sel.

  Nyeri cepat (fast pain) disalurkan ke korda spinalis oleh serat A delta, nyeri lambat (slow pain) disalurkan ke korda spinalis oleh serat C lambat.Serat-serat C tampak mengeluarkan neurotransmitter substansi P sewaktu bersinaps di korda spinalis. Setelah di korda spinalis, sebagian besar serat nyeri bersinaps di neuron-neuron tanduk dorsal dari segmen. Namun, sebagian serat berjalan ke atas atau ke bawah beberapa segmen di korda spinalis sebelum bersinaps. Setelah mengaktifkan sel-sel di korda spinalis, informasi mengenai rangsangan nyeri dikirim oleh satu dari dua jaras ke otak -traktus neospinotalamikus atau traktus paleospinotalamikus.

  Informasi yang di bawa ke korda spinalis dalam serat-serat A delta di salurkan ke otak melalui serat-serat traktus neospinotalamikus. Sebagian dari serat tersebut berakhir di reticular activating system danmenyiagakan 19individu terhadap adanya nyeri, tetapi sebagian besar berjalan ke thalamus. Dari thalamus, sinyal-sinyal dikirim ke korteks sensorik somatiktempat lokasi nyeri ditentukan dengan pasti. Informasi yang dibawa ke korda spinalis oleh serat-serat C, dan sebagian oleh serat A delta, disalurkan ke otak melalui serat-serat traktus paleospinotalamikus.

  Serat-serat ini berjalan ke daerah reticular dibatang otak, dan ke daerah di mesensefalon yang disebut daerah grisea periakuaduktus. Serat-serat paleospinotalamikus yang berjalan melalui daerah reticular berlanjut untuk mengaktifkan hipotalamus dan system limbik. Nyeri yang di bawa dalam traktus paleospinotalamik memiliki lokalisasi difus dan menyebabkan distress emosi berkaitan dengan nyeri.

  o

  2. Posisi 30

  o

  Posisi kepala 30 merupaka posisi untuk mrnaikkan kepala dari tempat

  o

  tidur sekitar 30 dan posisi tubuh dalam keadaan sejajar (bahrudin 2008)

  

o

  3. Alasan menggunakan terapi posisi 30

  o

  Mengatur posisi klien pada posisi elevasi atau 30 untuk meningkatkn venous drainage dari kepala dan elevasi kepala dapat menurunkan tekanan sarah sistemik, mungkin dapat dikompreomi oleh tekanan perfusi serebral. Pemberian posisi miring 30 derajat bertujuan untuk membebaskan adanya tekanan sebelum terjadi iskemia jaringan dan luka tekan pun tidak akan pernah berkembang.