AKIBAT HUKUM TERHADAP P E K E R J A YANG TIDAK MEMENUHI K E T E N T U A N W A K T U K E R J A MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN
PERPUSTAKAAN^
z
A K I B A T H U K U M T E R H A D A P P E K E R J A YANG T I D A K
MEMENUHI K E T E N T U A N W A K T U K E R J A MENURUT
UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG
KETENAGAKERJAAN
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah latii syarat untMk
Mencmpuh Ujian
Sarjana Hukum
Oleh
Varadisea Ragiyana
NIM : 502008457
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
F A K U L T A S HUKUM
2012
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
FAKULTAS HUKUM
P E R S E T U J U A N PAN PENGESAHAN
Judul Skripsi: A K I B A T HUKUM T E R H A D A P P E K E R J A YANG
TIDAK
MEMENUHI
KETENTUAN
WAKTU
,
K E R J A MENURUT UNDANG - UNDANG NOMOR
13 TAHUN 2003 T E N T A N G K E T E N A G A K E R J A A N
Nama
VARADISEA RAGIYANA
NIM
50 2008 457
Program Studi
Ilmu Hukum
Program Kekhususan
Hukum Perdata
Pembimbing,
Zulfikri Nawawi, SH., M.H
Agustus 2012
Palembang,
PERSETUJUAN O L E H T I M PENGUJI
Ketna
: H . £rU Saha, SH.> M H ,
Anggota : 1. Mulyadi TanzHi, SH., MH,
2. HendrLS, SB., MTIum
UNIVE
^(
(
(
DISAHKAN O L E H
F A K U L T A S HUKUM
[AMMADIYAH P A L E M B A N G
l A T l . SJI.. M.Hnm
791348X0006046009
'Wahai Orang-orang yang Beriman, jadUignioR Rgmu orang-orang yang
menega^n fifodUan, mmjadi safiyi Rgrena ^tSah mesRjpun merugiRgn
ierHadap din sendiri ataupun iBu, , Hukum I'crhiirulnin,
Sinar (irahka. .Jakarta, lilin. 3
3
berfungsi sebagai alat bukti sah yang dapat dipergunakan apabila salah satu
pihak melakukan wanprestasi. Dalam Kitab Undang - Undang Hukum
Perdata { KUHPerdata ), Burgerlijke Wetbook, pengertian perjanjian kerja
(arbeidsovereenkomst) terdapat dalam Pasal 1601a, yaitu suatu perjanjian
dimana pihak yang satu ( buruh ), inengikatkan diri untuk bekerja pada
pihak yang lain ( majikan ), selama waktu tertentu dengan menerima upah.
Pengertian tersebut berkesan hanya sepihak saja, yaitu hanya buruh yang
mengikatkan diri untuk bekerja pada majikan atau pengusaha.
Prof. Subekti memberikan pengertian, perjanjian kerja adalah suatu
perjanjian antara seorang majikan yang ditandai dengan ciri - ciri adanya
upah atau gaji tertentu, adanya Iiubungan atas bawah ( dietsverhouding ) ,
yakni suatu hubungan atas dasar pihak yang satu, majikan berhak
memberikan perintah yang harus ditaati oleh pihak lainnya.
Sementara Prof. Soepomo berpendapat bahwa perjanjian kerja
sehanjsnya adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu ( buruh )
meiigiiigatkaii diri untuk bekerja pada pihak lain ( majikan ) selama waktu
tertentu dengan menerima upah dan pihak lain ( majikan ) niengingatkan
diri untuk mempekerjakan pihak yang satu ( buruh ) dengan membayar
upah."^'
Isi dalam perjanjian dituntut sejelas niungkin tentang hak dan
kewajiban, sanksi, waktu berlakunya perjanjian kerja sama, dan hal - ha!
yang perlu dilakukan dan disepakati bersama. Tanpa adanya kejelasan dari
isi dalam perjanjian kerja dapat merugikan salah satu pihak merupakan
kelemahan suatu perjanjian dan isi dalam perjanjian kerja sama tersebut
harus dipenuhi atau dilaksanakan oleh kedua belah pihak, apabila tidak
maka pihak yang tidak memenuhi perjanjian tersebut harus bertanggung
- 'Ibid. him. 46
4
jawab. Isi perjanjian bersifat mengikat, maksudnya dengan adanya isi
perjanjian yang telah disepakati bersama mengikat kedua belah
pihak
sehingga melahirkan suatu hak dan kewajiban dari masing - masing pihak.
Hak yang diterima satu pihak merupakan suatu kewajiban bagi pihak
lainnya. Isi perjanjian yang mengikat hak dan kewajiban harus dilaksanakan
sebagaimana ketentuan dalam isi perjanjian. Apabila salah satu pihak tidak
menerima haknya berarti pihak yang satu telah melalaikan kewajibannya.
Pihak yang tidak menerima haknya dapat menuntut pada pihak yang
berkewajiban.
Perusahaan-perusahaan swasta yang besar dan berbadan hukum,
dalam merekrut para pekerja harus menurut Undang-Undang, yaitu dengan
cara adanya perjanjian kerja. Dengan adanya perjanjian kerja antara pihak
perusahaan dan pekerja diharapkan tidak menimbulkan permasalalian
-
permasalahan yang dapat merugikan kedua belah pihak.
Akan tetapi perjanjian kerja pada umumnya hanya memuat syarat
kerja secara sederhaiia, misalnya mengenai upahnya, pekerjaannya, dan
penibagiaii Iain-lain [Enwlumenten). Oleh karena itu, diperlukan peraturan
yang memuat syarat-syarat
kerja secara leiigkap yaitu
Peraturan
Perusaliaan. Istilah peraturan perusahaan ini ada yang menycbutkan dengan
peraturan kcrja perusahaan, peraturan majikan, reglcmcn penisahaan,
peraturan karyawan, maupun peraturan kepegawaian."
Peraturan perusaliaan
herhubungan erat dengan perjanjian kerja.
Oleh karena itu peraturan perusaliaan merupakan pasangannya perjanjian
kerja, bahkan pelengkap dari perjanjian kerja. Peraturan pemsahaan dibuat
I-'.X.Djuniialdji, 20(16. Pt'i-ianjusn Kcrja.
Sinar Gratlka, .Jakarta, lilm. 59
5
oleh
pengusaha
dimana
pekerja/buruh
tidak
ikut
campur
dalam
pembuatannya, sehingga ada yang berpendapat bahwa peraturan perusahaan
adalah peraturan yang berdiri sendiri. Peraturan perusahaan berisi hak-hak
dan kewajiban dari pekerja/ buruh.
Berdasarkan
untuk
mengadakan
permasalahan-permasalahan
penelitian yang
diatas,
dituangkan
penulis tertarik
dalam
karya
ilmiah
berbentuk skripsi yang berjudul :
"AKIBAT
HUKUM
TERHADAP
PEKERJA
YANG
TIDAK
M E M E N U H I K E T E N T U A N W A K T U KERJA M E N U R U T U N D A N G UNDANG
NOMOR
13
TAHUN
2003
TENTANG
KETENAGAKERJAAN".
B. Permasalahan
Perumusan masalah dalam suatu penelitian penting dilakukan oleh
seorang pcneliti, sebab dengan adanya rumusan masalah akan memudahkan
peneliti
untuk
melakukan
pembahasan
searah
dengan
tujuan
yang
ditetapkan. Penimusan masalah dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut :
1. Bagaimana pelaksanaan ketentuan waktu kerja terhadap pekerja menurut
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan?
2. Apa akibat hukum terhadap pekerja yang tidak memenuhi ketentuan
waktu kerja menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan?
6
C. Ruang Lingkup dan Tujuan
Luasnya masalah ketenagakerjaan,
maka pembahasan skripsi ini
hanya dititikberatkan pada penelusuran mengenai ketentuan waktu kerja
terhadap pekerja yang bekerja pada perusahaan-perusahaan swasta yang
besar dan berbadan hukum (pekerja formal).
Tujuan penelitian mencari kejelasan tentang pelaksanaan ketentuaan
waktu kerja serta akibat hukum terhadap pekerja yang tidak memenuhi
ketentuan waktu kerja menurut Undang-Undang Nonior 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan.
Hasil penelitian diharapkan bermanfaat sebagai tambahan informasi
ilmu
pengetahuan
khususnya
dalam
bidang
hukum
ketenagakerjaan,
sekaligus merupakan sumbangan pemikiran yang dipersembahkan pada
almamater.
D. Metode Penelitian
Sesuai dengan tujuan yang bermaksud menelusuri prinsip-prinsip
hukum dan sistematika hukum kliususnya yang berkaitan dengan masalah
ketentuan
waktu
Ketenagakerjaan,
kerja
terhadap
pekerja
menurut
Undang-Undang
maka jenis penelitian ini tergolong penelitian hukum
normatif yang bertujuan memberikan gambaran yangjelas mengenai akibat
hukum terhadap pekerja yang tidak memenuhi ketentuan waktu kerja
7
menurut Undang-Undang Nomor 13 iahun 2003 tentang ketcnagakerjaan.
Penelitian ini tidak berkeinginan untuk menguji hipotesa.
Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah Data Sekunder
yang terdiri dari :
a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang bersifat mengikat
dengan penelitian ini misalnya Undang-Undang Nomor 13 Taliun 2003
tentang Ketenagakejaan.
b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang berupa bahan hukum
teori-teori, hipotesa, pendapat para alili, basil penelitian terdahulu yang
selaras dengan permasalahan yang ada dalam skripsi iiii.
c. Bahan
Hukum Tersier, yaitu beaipa
bahan
penunjang
yang dapat
membantu permasalahan berupa kamus, ensiklopedia. dan Iain-lain.
Teknik pengolaban data dilakukan dengan cara menganalisis semua
data yang ada untuk seianjutnya dikontruksikan dalam benluk kesimpulan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Tenaga K e r j a dan Perjanjian K e r j a
Tenaga kerja merupakan penduduk yang berada dalam usia kerja.
Menurut Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 Bab 1 pasal 1 ayat 2
disebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan
pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi
kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Secara garis besar penduduk
suatu negara dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu tenaga kerja dan
bukan tenaga kerja. Penduduk
tergolong tenaga kerja jika
penduduk
tersebut telah memasuki usia kerja.
Batas usia kerja yang berlaku di Indonesia adalah berumur 15 tahun
sampai 64 tahun. Menumt pengertian ini, setiap orang yang mampu bekerja
disebut sebagai tenaga kerja. Ada banyak pendapat mengenai usia dari para
tenaga kerja ini, ada yang menyebutkan di atas 17 tahun ada pula yang
menyebutkan di atas 20 tahun, bahkan ada yang menyebutkan di atas 7
tahun karena anak-anak jalanan sudah termasuk tenaga kerja."*^
Berdasarkan kualitasnya tenaga kerja terbagi menjadi 3 ( t i g a ) yaitu :
1. Tenaga kerja terdidik adalah tenaga kerja yang memiliki suatu keahlian
atau
kemahiran dalam
bidang tertentu
dengan
cara
sekolah
atau
pendidikan fonnal dan nonformal. Contohnya; pengacara, dokter, guru,
dan Iain-lain.
^ ' Situs luip:/'/id.wikipedia.oi-u/\viki/Tena'ja-K.eria. "l an'qijal 31 Mei 2012
8
9
2. Tenaga kerja terampil adalah tenaga kerjayang memiliki keahlian dalam
bidang tertentudengan melalni pengalaman kerja. Tenaga kerja terampil
ini dibutuhkan latihan secara berulang-ulang sehingga mampu menguasai
pekerjaan tersebut. Contohnya: apoteker, ahli bcdah, mekanik. dan Iainlain.
3. Tenaga
kerja tidak terdidik adalah tenaga kerja kasar yang hanya
mengandalkan tenaga saja. Contoh: kuli, bumh angkut, pembantu mmah
tangga, dan sebagainya
Perjanjian Kerja adalah perjanjian yang dibuat antara pekerja atau
bumh dengan pengusaha atau peniberi kerja yang memenuhi syarat - syarat
kerja, hak dan kewajiban para pihak {Pasal satu angka (14) Undang undang Ketenagakerjaan). Dalam Pasal 50 Undang - undang Nomor 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa hubungan kerja
terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja / bumh.
Bentuk perjanjian kerja dibuat secara tertulis ataupun secara lisan { Pasal
51
ayat
(I)
Undang
- undang
Ketenagakerjaan),
Undang-Undang
menetapkan bahwa jika perjanjian diadakan secara tertulis, biaya surat dan
biaya tambahan lainnya hams dipikul oleh pengusaha/pemsahaan. Apalagi
perjanjian yang diadakan secara lisan. perjanjian yang dibuat tertulispun
biasanya diadakan dengan singkat sekali, tidak memuat semua link dan
kewajiban kedua belah pihak. Dengan adanya perjanjian kerja akan ada
10
ikatan antara pengusaha dan pekerja.
Syarat sahnya perjanjian
kerja,
mengacu pada syarat salinya perjanjian perdata pada umumnya, adalah
sebagai berikut.
a. Adanya kesepakatan antara para pihak (tidak ada dwang - paksaan,
dwaling - penyesatan/kekhilafan atau bedrog - penipuan);
b. Pihak
-
pihak
yang
bersangkutan
mempunyai
kemampuan
atau
kecakapan untuk (bertindak) melakuan perbuatan hukum ( cakap usia
dan tidak dibawah perwalian/pengampuan);
c. Ada (objek) pekerjaan yang dijanjikan; dan
d. {Causa) pekerjaan yang diperjanjikan tersebut tidak bertentangan dengan
ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang- undangan yang
berlaku (Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang
Ketenagakerjaan).
Apabila perjanjian kerja yang dibuat oleh pihak - pihak tidak
memenuhi dua syarat awal sahnya (perjanjian kerja ) sebagaimana tersebut,
yakni tidak ada kesepakatan dan ada pihak yang tidak cakap untuk maka
perjanjian kerja dapat dibatalkan. Sebaliknya apabila perjanjian kerja dibuat
tidak memenuhi dua syarat terakhir sahnya (perjanjian kerja), yakni objek
(pekerjaannya) tidak jelas causa - nya tidak memenuhi ketentuan maka
perjanjiannya batai demi hukum (null and void). Sebagai perbandingan,
Dalam
Kitab
Burgerlijke
Undang
-
Undang
Hukum
Perdata
Wetbook, pengertian perjanjian kerja
( KUHPerdata
),
{arbeidsovereenkomst)
11
terdapat dalam Pasal 1601a, yaitu suatu perjanjian dimana pihak yang satu (
buruh ), mengikatkan diri untuk bekerja pada pihak yang lain ( majikan ),
selama waktu tertentu dengan menerima upah. Pengertian tersebut berkesan
hanya sepihak saja, yaitu hanya buruh yang mengikatkan diri untuk bekerja
pada majikan atau pengusaha. Prof. Subekti memberikan
perjanjian
pengertian,
kerja adalah suatu perjanjian antara seorang majikan yang
ditandai dengan ciri - ciri adanya upah atau gaji tertentu, adanya hubungan
atas bawah ( dietsverhouding ), yakni suatu hubungan atas dasar pihak yang
satu, majikan berhak memberikan perintah yang harus ditaati oleh pihak
lainnya.
Prof. Soepomo berpendapat bahwa perjanjian kerja seharusnya
adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu { buruh ) niengingatkan diri
untuk bekerja pada pihak lain ( majikan ) selama waktu tertentu dengan
menerima upah dan pihak lain ( majikan ) niengingatkan diri untuk
mempekerjakan pihak yang satu ( burtih ) dengan menbayar upah.^*
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dalam perjanjian kerja,
setidak - tidaknya mengandung empat unsur, yaitu ada unsur pekerjaan, ada
upah,dan ada (dibawah) perintah serta ada waktu tertentu. Perjanjian kerja
berakhir karena hal - hal sebagai berikut.
1. Pekerja/buruh meninggal.
2. Berakhirnya jangka waktu yang ditentukan dalam perjanjian (apabila
PKWT).
^' Imam Soepomo, 2003. Pt'n\^in\lar Hukum Perhuruhan,
Djambalan, Jakarta, lilm.72
12
3. Adanya putusan pengadilan dan/ atau putusan/ penetapan Icnibaga PPHI
yang inkracht.
4. Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang (telah) tercantum dalam PK,
PP, atau PKB yang menyebutkan berakhirnya hubungan kerja.
Perjanjian kerja tidak berakhir (hubungan kerja tetap berlanjut) karena:
a. Meninggalnya pengusaha.
b. Beralihnya hak atas perusahaan menurut Pasal 163 ayat (1) : perubahan
kemilikan dari pengusaha (pemilik) lama ke pengusaha (pemilik) baru
karena : penjualan (take river/akuisisi/divestasi), pewarisan,atau hibah.
Apabila terjadi pcngalihan perusahaan sebagaimana tersebut (huruf
b), hak - hak pekerja/buruh menjadi langgung jawab pengusaha baru,
kecuali ditentukan (diperjanjikan) lain dalam perjanjian pengalihan (bila
penjualan dan hibah) tanpa mengurangi hak - liak pekerja/buRih. Dalam hal
pengusaha (yang meninggal)
adalah
orang
perseorangan, ahli
waris
pengusaha tersebut dapat mengakhiri hubungan (perjanjian) kerja dengan
pekerja/buruh
(setelah
mlalui perundingan).
Dengan
kata Iain, dalam
konteks ini mutlak tidak berlaku bagi korporasi yang berbadan hukum.
Persoalannya, apakah perlu izin (penetapan). Menurut Pasal 154 huruf d,
bila pekerja/buruh meninggal, tidak perlu izin.
Sebaliknya dalam hal pekerja/buruh
meninggal dunia,ahii waris
pekerja/buruh berhak niendapatkan hak • hak sesuai dengan
peraturan
perundang - undangan (Pasal 166 Undang - Undang Ketenagakerjaan) atau
13
sesuai yang telah diatur daiaiu PK, PP, atau PKB. Menurut, Pasal 166
bahwa apabila pekerja/ buruh meninggal dunia maka ahli warisnya di
berikan
sejumlah
uang
yang
besar
perhitungannya
sama
dengan
perhitungan dua kali uang pesangon, satu kali uang penghargaan masa kerja
dan uang penggantian. Menurut Pasal I angka 15 Undang - Undang Nomor
13 Tahun 2003 tentang Ketengakerjaan, unsur - unsur perjanjian kerja
terdiri atas adanya pekerjaan, adanya perintah, dan adanya upah.
Dari pengertian perjanjian kerja diatas, perjanjian kerja mempunyai
tiga unsur, yaitu sebagai berikut.
1. Ada Pekerjaan, dalam suatu perjanjian kerja harus ada pekerjaan yang
(objek perjanjian) dan pekerjaan atu haruslah dilakukan sendiri oleh
pekerja/buruh.Secara
umum, pekerjaan adalah segala perbuatan yang
harus dilakukan oleh pekerja/buruh untuk kcpentingan pengusaha sesuai
isi perjanjian kcrja.
2. Ada Upah, upah harus ada dalam setiap perjanjian kerja. Upah adalah
hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang atau
bentuk lain sebagai imbalan dari penusaha atau pembcri kerja kepada
pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayar mcnunat suatu perjanjian,
kesepakatan, atau peraturan perundang - undangan, tennasuk tunjangan
bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa
yang telah dilakukan. Dengan
demikian, intinya
upah
merupakan
14
imbalan prestasi yang dibayarkan oleh pengusaha kepada pekerja/buruh
atas pekerjaan yang telah dilakukan oleh pekerja/buruh.
3. Ada Perintah, perintah merupakan unsur yang paling khas dari perjanjian
kcrja, maksudnya pekerjaan yang dilakukan oleh pckerja/bunih berada
dibawah perintah pengusaha. Dalam praktek, unsur perintah ini misalnya
dalam perusahaan ynga mempunyai banyak pekerja/buruh, yaitu dengan
adanya peraturan tata tertib yang harus dipatuhi oleh
pekerja/buruh.
Dengan dipenuhi ketiga unsur diatas, jelaslah hubungan kerja baik yang
dibuat dalam perjanjian kerja tertulis maupun ringan. Dalam hubungan
kerja tetap, perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha
berdasarkan perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu
(PKWTT),
sedangkan dalam hubungan kerja tidak tetap antara pekerja/buruh dengan
pengusaha didasarkan
pada perjanjian
kerja
untuk waktu tertentu
(PKWT).
1. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu.
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) adalah perjanjian kerja
antara pekerja/buimh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja
dalam waktu tertentu atau pekerjaan tertentu yang bersifat sementara (Pasal
1 angka 1 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP
100/MEN/VI/20()4 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu
Tertentu (seianjutnya disebut Kepmcn 100/2004). Jadi, perjanjian kerja
untuk waktu tertenm maksudnya dalam perjanjian telah ditetapkan suatu
15
jangka waktu yang dikaitkan dengan
lanianya hubungan
kerja antara
pekerja/buruh dengan pengusaha.
Pengertian
di
atas
sesuai
dengan
pendapat
Prof.
Payaman
Simanjuntak bahwa P K W T adalaii perjanjian kerja antara pekerja/buruh
dengan pengusaha untuk melaksanakan pekerjaan yang diperkirakan selesai
dalam waktu tertentu relatif pendek yang jangka waktunya paling lama dua
tahun dan hanya dapat diperpanjang satu kali untuk paling lama sama
dengan waktu perjanjian kerja bersama, dengan ketentuan seluruh (masa)
perjanjian tidak boleh melcbihi tiga tahun lamanya. Lebih lanjut dikatakan,
PKWT
yang
dibuat
untuk jangka
waktu satu
tahun,
hanya
dapat
diperpanjang satu kali dengan jangka waktu (perpanjangan) niaksimum satu
tahun. Jika P K W T dibuat untuk satu setengah satu setengah tahun maka
dapat dipertianjang setengah tahun.
Demikian juga apabila
PKW'f
untuk dua
tahun, hanya
dapat
diperpanjang satu tahun, sehingga seluruhnya maksimum tiga tahun. Dalam
Pasal 56 sampai dengan Pasal 63 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjakan telah diatur dengan tegas perihal perjanjian kerja
untuk waktu tertentu. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu didasarkan atas
jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu. Dengan demikian
jelaslah bahwa peijanjian kerja untuk waktu tertentu (PKWT) tidak dapat
dilakukan secara bebas oleh pihak-piliak, tetapi harus memenuhi ketentuan
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan.
16
P K W T adalah perjanjian bersyarat, yaitu (antara Iain) dipersyaratkan
bahwa harus dibuat tertulis dan dibuat dalam bahasa Indonesia, dengan
ancaman apabila tidak dibuat secara tertulis dan tidak dibuat dengan bahasa
indonesia maka dinyatakan (dianggap) sebagai P K W T T (Pasal 57 ayat (2)
Undang-Undang Ketenagakerjaan).
PKWT
tidak dapat (tidak boleh) dipersyaratkan
percobaan (probation) dan apabila dalam perjanjiannya
adanya
masa
terdapat/diadakan
(klausul) masa percobaan dalam P K W T tersebut maka klausul tersebut
dianggap sebagai tidak pemah ada ( batal demi hukum ). Dengan demikian
apabila
dilakukan pengakliiran hubungan kerja ( pada PKWT ) karena
alasan masa percobaan maka pengusaha dianggap memutuskan hubungan
kerja sebelum berakhirnya perjanjian kerja. Oleh karena itu, pengusaha
dapat
dikenakan
sanksi
untuk
membayar
ganti
kcrugian
kepada
pekerja/buruh sebesar upah pekerja/buRih sampai batas waktu perjanjian
kerja.
P K W T tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap,
tetapi P K W T hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut
jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu
( pasal 59 ayat (2) dan (3) yaitu sebagai berikut.
a. Pekerjaan
sementara.
(paket) yang sekali selesai atau pekerjaaan
yang bersifat
17
b. Pekerjaan yang ( waktu ) penyelesaian diperkirakan dalam waktu yang
tidak terlalu lama dan paling lama tiga tahun khususnya untuk PKWT
berdasarkan selesainya ( paket) pekerjaan tertentu.
c. Pekerjaan yang bersifat musiman.
d. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau
produk tambahan ( yang masih dalam masa percobaan atau penjajakan).
PKWT yang didasarkan pada paket pekerjaan yang sekali selesai
atau pekerjaan yang bersifat sementara serta pekerjaan yang ( waktu )
penyelesainnya diperkirakan dalam waktu yang tidak terlalu lama adalah
PKWT yang didasarkan atas selesainya pekerjaan tertentu. PKWT untuk
pekerjaan
yang
peleksanaannya
bersifat
musiman
adalah
pekerjaan
yang
dalam
tergantung musim atau cuaca tertentu yang hanya dapat
dilakukan untuk satu jenis pekerjaan pada musim tertentu. Demikian juga
untuk pekerjaan yang harus dilakukan untuk memenuhi pesanan atau target
tertentu diketegorikan sebagai pekerjaan musiman. Namun hanya dapat
dilakukan bagi pekerjaan/buruh yang melakukan pekerjaan tambahan (Pasal
5). Pengusaha yang memperkerjakan pekerjaan/buruh berdasarkan PKWT
yang bersifat musiman. pciaksanaannya dilakukan dengan membuat daftar
nama-nania pekrja/buruh yang melakukan pekerjaan (Pasal 6).
P K W T adalah pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru
dalam kegiatan baru atau produk tambahan masih dalam (masa) percobaan
atau penjajakan dijelaskan lebih lanjut dalam Kcpmen 100/2004 bahwa
18
P K W T tersebut hanya dapat dilakukan untuk jangka waktu paling lama dua
tahun dan dapat diperpanjang untuk satu kali perpanjang dalam masa satu
tahun. P K W T untuk pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru,
kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam (masa) percobaan
atau penjajakan tersebut hanya boleh dilakukan oleh pekerja/buruh yang
melakukan pekerjaan diluar kegiatan atau diluar pekerjaan
yang biasa
dilakukan perusahaan.
D i samping beberapa jenis P K W T di alas, dalam praktik sehari - hari
dikenal juga perjanjian kerja harian lepas. Pekerjaan tertentu yang berubah
- iibah dalam hal waktu dan volume pekerjaan serta (pembayaran) upah
yang didasarkan pada kehadiran, dapat dilakukan melalui perjanjian kerja
harian lepas tersebut. Pelaksanaan perjanjian kerja harian lepas dilakukan
apabila pekerja/buruh bekerja kurang dari 21 hari (kerja) dalam satu bulan.
Namun apabila pekerja/buruh bekerja terus - menerus melcbiiii 21 hari
kerja selam tiga bulan berturut- turut atau lebih maka status perjanjian kerja
harian lepas berubah menjadi PKWTT, perjanjian kerja harian lepas adalah
pengecualian (lex specialis) dari ketentuan (khususnya mengenai) jangka
waktu sebagaimana tersebut.
Pengusaha
yang mempekerjakan
pekerja/buruh
pada
pakerjaan
tertentu secara harian lepas, wajib membuat perjanjian kerja harian lepas
secara tertulis. Perjanjian kerja dimaksud, dapat dibuat secara kolektif
19
dengan membuat daftar pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan, dengan
materi perjanjian, berisi sekurang - kurangnya:
a. Nama/alamat perusahaan atau memberi kerja;
b. Nama/alamat pekerja/buruh;
c. Jenis pekerjaan yang dilakukan;
d. Besamya upah dan/atau imbalan lainnya.
Daftar pekerja/buruh tersebut disampaikan kepada
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan
instansi yang
kabupaten/kota setempat,
selambat- lambalnya tujuh hari kerja sejak mempekerjakan pekerja/buruh.
P K W T berakhirnya pada saat berakhirnya jangka
dalam
klausal
perjanjian
kcrja
tersebut.
waktu yang ditentukan
Apabila salah
satu
pihak
mengakhiri hubungan kerja sebelum waktunya berakhir atau sebelum paket
pekerjaan tertentu yang ditentukan dalam perjanjian kerja selesai atau
berakJiimya hubungan kerja bukan kcrcna pekerja atau buruh meninggal
dan bukan karena
berakhirnya perjanjian
kerja
(PKWT)
berdasarkan
putusan pengadilan/lembaga PPHI atau bukan karena adanya keadaan ~
keadaan (tertentu) maka pihak yang mcngakliiri hubungan kerja diwajibkan
membayar upah pekerja/buruh sampai batas waktu barakhirnya jangka
waktu perjanjian kerja (Pasal 162 U U K ) .
2. Perjanjian Kerja Waktu Tidak ferteiUu.
Perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKW'l f ) adalah perjanjian
kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan
20
kerja yang bersifat teta. Pada PKW'f'l' ini dapat disyaratkan adanya masa
percobaan (maksimai tiga bulan). Pekerja/buruh yang dipekerjakan dalam
masa percobaan upahnya harus tetap sesuai dengan standar upah minimum
yang berlaku. Apabila P K W T T dibuat (maksudnya diperjanjikan) secara
lisan maka pengusaha wajib membuat syarat pengangkalan (Pasal 63 ayat
(1) Undang-Undang Ketenagakerjaan).
3. Perjanjian Kerja Bersama (PKB)
Perjanjian kerja bersama dibuat oleh serikat pekerja/serikat buruh
atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang telah tercatat pada instansi
yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan dengan pengusaha atau
beberapa pengusaha.
Dari ketentuan diatas, perjanjian kerja bersama (PKB) dapat dbuat
antara pihak-pihak sebagai berikut.
a. Antara serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha.
b. Antara beberapa serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha.
c. Antara beberapa serikat pekerja/serikat buruh dengan beberapa
pengusaha.^'
Dalam pembuatan perjanjian kerja bersama ada beberapa hal yang
harus diperhatikan antara lain sebagai berikut.
a. Dalam satu perusahaan hanya dapat dibuat satu perjanjian kerja bersama
yang berlaku bagi semua pekerja/buruh dipcrusaiiaan tersebut.
b. Serikat pekerja/serikat buruh yang berhak niewakili pekerja/buruh dalam
melakukan perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama dengan
pengusaha adalah yang memiliki anggota lebih dari 50% dari jumlah
seluruh pekerja/buruh diperusahaan yang bersangkutan.
c. [*erjanjian kerja bersama tidak boleh bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan apabila isi perjanjian kerja
bersama tersebut bertentangan dengan pcratura perundang-undangan
Peraturan
^ 'Haryono. 1992. Kctcnluun Dan Cara Mcnvuaiin Kcscpakalan
Perusahaan. Balai i'usiaka. .lakarla. hlni.65
Kcrja
licr.-
z
A K I B A T H U K U M T E R H A D A P P E K E R J A YANG T I D A K
MEMENUHI K E T E N T U A N W A K T U K E R J A MENURUT
UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG
KETENAGAKERJAAN
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah latii syarat untMk
Mencmpuh Ujian
Sarjana Hukum
Oleh
Varadisea Ragiyana
NIM : 502008457
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
F A K U L T A S HUKUM
2012
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
FAKULTAS HUKUM
P E R S E T U J U A N PAN PENGESAHAN
Judul Skripsi: A K I B A T HUKUM T E R H A D A P P E K E R J A YANG
TIDAK
MEMENUHI
KETENTUAN
WAKTU
,
K E R J A MENURUT UNDANG - UNDANG NOMOR
13 TAHUN 2003 T E N T A N G K E T E N A G A K E R J A A N
Nama
VARADISEA RAGIYANA
NIM
50 2008 457
Program Studi
Ilmu Hukum
Program Kekhususan
Hukum Perdata
Pembimbing,
Zulfikri Nawawi, SH., M.H
Agustus 2012
Palembang,
PERSETUJUAN O L E H T I M PENGUJI
Ketna
: H . £rU Saha, SH.> M H ,
Anggota : 1. Mulyadi TanzHi, SH., MH,
2. HendrLS, SB., MTIum
UNIVE
^(
(
(
DISAHKAN O L E H
F A K U L T A S HUKUM
[AMMADIYAH P A L E M B A N G
l A T l . SJI.. M.Hnm
791348X0006046009
'Wahai Orang-orang yang Beriman, jadUignioR Rgmu orang-orang yang
menega^n fifodUan, mmjadi safiyi Rgrena ^tSah mesRjpun merugiRgn
ierHadap din sendiri ataupun iBu, , Hukum I'crhiirulnin,
Sinar (irahka. .Jakarta, lilin. 3
3
berfungsi sebagai alat bukti sah yang dapat dipergunakan apabila salah satu
pihak melakukan wanprestasi. Dalam Kitab Undang - Undang Hukum
Perdata { KUHPerdata ), Burgerlijke Wetbook, pengertian perjanjian kerja
(arbeidsovereenkomst) terdapat dalam Pasal 1601a, yaitu suatu perjanjian
dimana pihak yang satu ( buruh ), inengikatkan diri untuk bekerja pada
pihak yang lain ( majikan ), selama waktu tertentu dengan menerima upah.
Pengertian tersebut berkesan hanya sepihak saja, yaitu hanya buruh yang
mengikatkan diri untuk bekerja pada majikan atau pengusaha.
Prof. Subekti memberikan pengertian, perjanjian kerja adalah suatu
perjanjian antara seorang majikan yang ditandai dengan ciri - ciri adanya
upah atau gaji tertentu, adanya Iiubungan atas bawah ( dietsverhouding ) ,
yakni suatu hubungan atas dasar pihak yang satu, majikan berhak
memberikan perintah yang harus ditaati oleh pihak lainnya.
Sementara Prof. Soepomo berpendapat bahwa perjanjian kerja
sehanjsnya adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu ( buruh )
meiigiiigatkaii diri untuk bekerja pada pihak lain ( majikan ) selama waktu
tertentu dengan menerima upah dan pihak lain ( majikan ) niengingatkan
diri untuk mempekerjakan pihak yang satu ( buruh ) dengan membayar
upah."^'
Isi dalam perjanjian dituntut sejelas niungkin tentang hak dan
kewajiban, sanksi, waktu berlakunya perjanjian kerja sama, dan hal - ha!
yang perlu dilakukan dan disepakati bersama. Tanpa adanya kejelasan dari
isi dalam perjanjian kerja dapat merugikan salah satu pihak merupakan
kelemahan suatu perjanjian dan isi dalam perjanjian kerja sama tersebut
harus dipenuhi atau dilaksanakan oleh kedua belah pihak, apabila tidak
maka pihak yang tidak memenuhi perjanjian tersebut harus bertanggung
- 'Ibid. him. 46
4
jawab. Isi perjanjian bersifat mengikat, maksudnya dengan adanya isi
perjanjian yang telah disepakati bersama mengikat kedua belah
pihak
sehingga melahirkan suatu hak dan kewajiban dari masing - masing pihak.
Hak yang diterima satu pihak merupakan suatu kewajiban bagi pihak
lainnya. Isi perjanjian yang mengikat hak dan kewajiban harus dilaksanakan
sebagaimana ketentuan dalam isi perjanjian. Apabila salah satu pihak tidak
menerima haknya berarti pihak yang satu telah melalaikan kewajibannya.
Pihak yang tidak menerima haknya dapat menuntut pada pihak yang
berkewajiban.
Perusahaan-perusahaan swasta yang besar dan berbadan hukum,
dalam merekrut para pekerja harus menurut Undang-Undang, yaitu dengan
cara adanya perjanjian kerja. Dengan adanya perjanjian kerja antara pihak
perusahaan dan pekerja diharapkan tidak menimbulkan permasalalian
-
permasalahan yang dapat merugikan kedua belah pihak.
Akan tetapi perjanjian kerja pada umumnya hanya memuat syarat
kerja secara sederhaiia, misalnya mengenai upahnya, pekerjaannya, dan
penibagiaii Iain-lain [Enwlumenten). Oleh karena itu, diperlukan peraturan
yang memuat syarat-syarat
kerja secara leiigkap yaitu
Peraturan
Perusaliaan. Istilah peraturan perusahaan ini ada yang menycbutkan dengan
peraturan kcrja perusahaan, peraturan majikan, reglcmcn penisahaan,
peraturan karyawan, maupun peraturan kepegawaian."
Peraturan perusaliaan
herhubungan erat dengan perjanjian kerja.
Oleh karena itu peraturan perusaliaan merupakan pasangannya perjanjian
kerja, bahkan pelengkap dari perjanjian kerja. Peraturan pemsahaan dibuat
I-'.X.Djuniialdji, 20(16. Pt'i-ianjusn Kcrja.
Sinar Gratlka, .Jakarta, lilm. 59
5
oleh
pengusaha
dimana
pekerja/buruh
tidak
ikut
campur
dalam
pembuatannya, sehingga ada yang berpendapat bahwa peraturan perusahaan
adalah peraturan yang berdiri sendiri. Peraturan perusahaan berisi hak-hak
dan kewajiban dari pekerja/ buruh.
Berdasarkan
untuk
mengadakan
permasalahan-permasalahan
penelitian yang
diatas,
dituangkan
penulis tertarik
dalam
karya
ilmiah
berbentuk skripsi yang berjudul :
"AKIBAT
HUKUM
TERHADAP
PEKERJA
YANG
TIDAK
M E M E N U H I K E T E N T U A N W A K T U KERJA M E N U R U T U N D A N G UNDANG
NOMOR
13
TAHUN
2003
TENTANG
KETENAGAKERJAAN".
B. Permasalahan
Perumusan masalah dalam suatu penelitian penting dilakukan oleh
seorang pcneliti, sebab dengan adanya rumusan masalah akan memudahkan
peneliti
untuk
melakukan
pembahasan
searah
dengan
tujuan
yang
ditetapkan. Penimusan masalah dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut :
1. Bagaimana pelaksanaan ketentuan waktu kerja terhadap pekerja menurut
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan?
2. Apa akibat hukum terhadap pekerja yang tidak memenuhi ketentuan
waktu kerja menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan?
6
C. Ruang Lingkup dan Tujuan
Luasnya masalah ketenagakerjaan,
maka pembahasan skripsi ini
hanya dititikberatkan pada penelusuran mengenai ketentuan waktu kerja
terhadap pekerja yang bekerja pada perusahaan-perusahaan swasta yang
besar dan berbadan hukum (pekerja formal).
Tujuan penelitian mencari kejelasan tentang pelaksanaan ketentuaan
waktu kerja serta akibat hukum terhadap pekerja yang tidak memenuhi
ketentuan waktu kerja menurut Undang-Undang Nonior 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan.
Hasil penelitian diharapkan bermanfaat sebagai tambahan informasi
ilmu
pengetahuan
khususnya
dalam
bidang
hukum
ketenagakerjaan,
sekaligus merupakan sumbangan pemikiran yang dipersembahkan pada
almamater.
D. Metode Penelitian
Sesuai dengan tujuan yang bermaksud menelusuri prinsip-prinsip
hukum dan sistematika hukum kliususnya yang berkaitan dengan masalah
ketentuan
waktu
Ketenagakerjaan,
kerja
terhadap
pekerja
menurut
Undang-Undang
maka jenis penelitian ini tergolong penelitian hukum
normatif yang bertujuan memberikan gambaran yangjelas mengenai akibat
hukum terhadap pekerja yang tidak memenuhi ketentuan waktu kerja
7
menurut Undang-Undang Nomor 13 iahun 2003 tentang ketcnagakerjaan.
Penelitian ini tidak berkeinginan untuk menguji hipotesa.
Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah Data Sekunder
yang terdiri dari :
a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang bersifat mengikat
dengan penelitian ini misalnya Undang-Undang Nomor 13 Taliun 2003
tentang Ketenagakejaan.
b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang berupa bahan hukum
teori-teori, hipotesa, pendapat para alili, basil penelitian terdahulu yang
selaras dengan permasalahan yang ada dalam skripsi iiii.
c. Bahan
Hukum Tersier, yaitu beaipa
bahan
penunjang
yang dapat
membantu permasalahan berupa kamus, ensiklopedia. dan Iain-lain.
Teknik pengolaban data dilakukan dengan cara menganalisis semua
data yang ada untuk seianjutnya dikontruksikan dalam benluk kesimpulan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Tenaga K e r j a dan Perjanjian K e r j a
Tenaga kerja merupakan penduduk yang berada dalam usia kerja.
Menurut Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 Bab 1 pasal 1 ayat 2
disebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan
pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi
kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Secara garis besar penduduk
suatu negara dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu tenaga kerja dan
bukan tenaga kerja. Penduduk
tergolong tenaga kerja jika
penduduk
tersebut telah memasuki usia kerja.
Batas usia kerja yang berlaku di Indonesia adalah berumur 15 tahun
sampai 64 tahun. Menumt pengertian ini, setiap orang yang mampu bekerja
disebut sebagai tenaga kerja. Ada banyak pendapat mengenai usia dari para
tenaga kerja ini, ada yang menyebutkan di atas 17 tahun ada pula yang
menyebutkan di atas 20 tahun, bahkan ada yang menyebutkan di atas 7
tahun karena anak-anak jalanan sudah termasuk tenaga kerja."*^
Berdasarkan kualitasnya tenaga kerja terbagi menjadi 3 ( t i g a ) yaitu :
1. Tenaga kerja terdidik adalah tenaga kerja yang memiliki suatu keahlian
atau
kemahiran dalam
bidang tertentu
dengan
cara
sekolah
atau
pendidikan fonnal dan nonformal. Contohnya; pengacara, dokter, guru,
dan Iain-lain.
^ ' Situs luip:/'/id.wikipedia.oi-u/\viki/Tena'ja-K.eria. "l an'qijal 31 Mei 2012
8
9
2. Tenaga kerja terampil adalah tenaga kerjayang memiliki keahlian dalam
bidang tertentudengan melalni pengalaman kerja. Tenaga kerja terampil
ini dibutuhkan latihan secara berulang-ulang sehingga mampu menguasai
pekerjaan tersebut. Contohnya: apoteker, ahli bcdah, mekanik. dan Iainlain.
3. Tenaga
kerja tidak terdidik adalah tenaga kerja kasar yang hanya
mengandalkan tenaga saja. Contoh: kuli, bumh angkut, pembantu mmah
tangga, dan sebagainya
Perjanjian Kerja adalah perjanjian yang dibuat antara pekerja atau
bumh dengan pengusaha atau peniberi kerja yang memenuhi syarat - syarat
kerja, hak dan kewajiban para pihak {Pasal satu angka (14) Undang undang Ketenagakerjaan). Dalam Pasal 50 Undang - undang Nomor 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa hubungan kerja
terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja / bumh.
Bentuk perjanjian kerja dibuat secara tertulis ataupun secara lisan { Pasal
51
ayat
(I)
Undang
- undang
Ketenagakerjaan),
Undang-Undang
menetapkan bahwa jika perjanjian diadakan secara tertulis, biaya surat dan
biaya tambahan lainnya hams dipikul oleh pengusaha/pemsahaan. Apalagi
perjanjian yang diadakan secara lisan. perjanjian yang dibuat tertulispun
biasanya diadakan dengan singkat sekali, tidak memuat semua link dan
kewajiban kedua belah pihak. Dengan adanya perjanjian kerja akan ada
10
ikatan antara pengusaha dan pekerja.
Syarat sahnya perjanjian
kerja,
mengacu pada syarat salinya perjanjian perdata pada umumnya, adalah
sebagai berikut.
a. Adanya kesepakatan antara para pihak (tidak ada dwang - paksaan,
dwaling - penyesatan/kekhilafan atau bedrog - penipuan);
b. Pihak
-
pihak
yang
bersangkutan
mempunyai
kemampuan
atau
kecakapan untuk (bertindak) melakuan perbuatan hukum ( cakap usia
dan tidak dibawah perwalian/pengampuan);
c. Ada (objek) pekerjaan yang dijanjikan; dan
d. {Causa) pekerjaan yang diperjanjikan tersebut tidak bertentangan dengan
ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang- undangan yang
berlaku (Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang
Ketenagakerjaan).
Apabila perjanjian kerja yang dibuat oleh pihak - pihak tidak
memenuhi dua syarat awal sahnya (perjanjian kerja ) sebagaimana tersebut,
yakni tidak ada kesepakatan dan ada pihak yang tidak cakap untuk maka
perjanjian kerja dapat dibatalkan. Sebaliknya apabila perjanjian kerja dibuat
tidak memenuhi dua syarat terakhir sahnya (perjanjian kerja), yakni objek
(pekerjaannya) tidak jelas causa - nya tidak memenuhi ketentuan maka
perjanjiannya batai demi hukum (null and void). Sebagai perbandingan,
Dalam
Kitab
Burgerlijke
Undang
-
Undang
Hukum
Perdata
Wetbook, pengertian perjanjian kerja
( KUHPerdata
),
{arbeidsovereenkomst)
11
terdapat dalam Pasal 1601a, yaitu suatu perjanjian dimana pihak yang satu (
buruh ), mengikatkan diri untuk bekerja pada pihak yang lain ( majikan ),
selama waktu tertentu dengan menerima upah. Pengertian tersebut berkesan
hanya sepihak saja, yaitu hanya buruh yang mengikatkan diri untuk bekerja
pada majikan atau pengusaha. Prof. Subekti memberikan
perjanjian
pengertian,
kerja adalah suatu perjanjian antara seorang majikan yang
ditandai dengan ciri - ciri adanya upah atau gaji tertentu, adanya hubungan
atas bawah ( dietsverhouding ), yakni suatu hubungan atas dasar pihak yang
satu, majikan berhak memberikan perintah yang harus ditaati oleh pihak
lainnya.
Prof. Soepomo berpendapat bahwa perjanjian kerja seharusnya
adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu { buruh ) niengingatkan diri
untuk bekerja pada pihak lain ( majikan ) selama waktu tertentu dengan
menerima upah dan pihak lain ( majikan ) niengingatkan diri untuk
mempekerjakan pihak yang satu ( burtih ) dengan menbayar upah.^*
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dalam perjanjian kerja,
setidak - tidaknya mengandung empat unsur, yaitu ada unsur pekerjaan, ada
upah,dan ada (dibawah) perintah serta ada waktu tertentu. Perjanjian kerja
berakhir karena hal - hal sebagai berikut.
1. Pekerja/buruh meninggal.
2. Berakhirnya jangka waktu yang ditentukan dalam perjanjian (apabila
PKWT).
^' Imam Soepomo, 2003. Pt'n\^in\lar Hukum Perhuruhan,
Djambalan, Jakarta, lilm.72
12
3. Adanya putusan pengadilan dan/ atau putusan/ penetapan Icnibaga PPHI
yang inkracht.
4. Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang (telah) tercantum dalam PK,
PP, atau PKB yang menyebutkan berakhirnya hubungan kerja.
Perjanjian kerja tidak berakhir (hubungan kerja tetap berlanjut) karena:
a. Meninggalnya pengusaha.
b. Beralihnya hak atas perusahaan menurut Pasal 163 ayat (1) : perubahan
kemilikan dari pengusaha (pemilik) lama ke pengusaha (pemilik) baru
karena : penjualan (take river/akuisisi/divestasi), pewarisan,atau hibah.
Apabila terjadi pcngalihan perusahaan sebagaimana tersebut (huruf
b), hak - hak pekerja/buruh menjadi langgung jawab pengusaha baru,
kecuali ditentukan (diperjanjikan) lain dalam perjanjian pengalihan (bila
penjualan dan hibah) tanpa mengurangi hak - liak pekerja/buRih. Dalam hal
pengusaha (yang meninggal)
adalah
orang
perseorangan, ahli
waris
pengusaha tersebut dapat mengakhiri hubungan (perjanjian) kerja dengan
pekerja/buruh
(setelah
mlalui perundingan).
Dengan
kata Iain, dalam
konteks ini mutlak tidak berlaku bagi korporasi yang berbadan hukum.
Persoalannya, apakah perlu izin (penetapan). Menurut Pasal 154 huruf d,
bila pekerja/buruh meninggal, tidak perlu izin.
Sebaliknya dalam hal pekerja/buruh
meninggal dunia,ahii waris
pekerja/buruh berhak niendapatkan hak • hak sesuai dengan
peraturan
perundang - undangan (Pasal 166 Undang - Undang Ketenagakerjaan) atau
13
sesuai yang telah diatur daiaiu PK, PP, atau PKB. Menurut, Pasal 166
bahwa apabila pekerja/ buruh meninggal dunia maka ahli warisnya di
berikan
sejumlah
uang
yang
besar
perhitungannya
sama
dengan
perhitungan dua kali uang pesangon, satu kali uang penghargaan masa kerja
dan uang penggantian. Menurut Pasal I angka 15 Undang - Undang Nomor
13 Tahun 2003 tentang Ketengakerjaan, unsur - unsur perjanjian kerja
terdiri atas adanya pekerjaan, adanya perintah, dan adanya upah.
Dari pengertian perjanjian kerja diatas, perjanjian kerja mempunyai
tiga unsur, yaitu sebagai berikut.
1. Ada Pekerjaan, dalam suatu perjanjian kerja harus ada pekerjaan yang
(objek perjanjian) dan pekerjaan atu haruslah dilakukan sendiri oleh
pekerja/buruh.Secara
umum, pekerjaan adalah segala perbuatan yang
harus dilakukan oleh pekerja/buruh untuk kcpentingan pengusaha sesuai
isi perjanjian kcrja.
2. Ada Upah, upah harus ada dalam setiap perjanjian kerja. Upah adalah
hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang atau
bentuk lain sebagai imbalan dari penusaha atau pembcri kerja kepada
pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayar mcnunat suatu perjanjian,
kesepakatan, atau peraturan perundang - undangan, tennasuk tunjangan
bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa
yang telah dilakukan. Dengan
demikian, intinya
upah
merupakan
14
imbalan prestasi yang dibayarkan oleh pengusaha kepada pekerja/buruh
atas pekerjaan yang telah dilakukan oleh pekerja/buruh.
3. Ada Perintah, perintah merupakan unsur yang paling khas dari perjanjian
kcrja, maksudnya pekerjaan yang dilakukan oleh pckerja/bunih berada
dibawah perintah pengusaha. Dalam praktek, unsur perintah ini misalnya
dalam perusahaan ynga mempunyai banyak pekerja/buruh, yaitu dengan
adanya peraturan tata tertib yang harus dipatuhi oleh
pekerja/buruh.
Dengan dipenuhi ketiga unsur diatas, jelaslah hubungan kerja baik yang
dibuat dalam perjanjian kerja tertulis maupun ringan. Dalam hubungan
kerja tetap, perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha
berdasarkan perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu
(PKWTT),
sedangkan dalam hubungan kerja tidak tetap antara pekerja/buruh dengan
pengusaha didasarkan
pada perjanjian
kerja
untuk waktu tertentu
(PKWT).
1. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu.
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) adalah perjanjian kerja
antara pekerja/buimh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja
dalam waktu tertentu atau pekerjaan tertentu yang bersifat sementara (Pasal
1 angka 1 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP
100/MEN/VI/20()4 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu
Tertentu (seianjutnya disebut Kepmcn 100/2004). Jadi, perjanjian kerja
untuk waktu tertenm maksudnya dalam perjanjian telah ditetapkan suatu
15
jangka waktu yang dikaitkan dengan
lanianya hubungan
kerja antara
pekerja/buruh dengan pengusaha.
Pengertian
di
atas
sesuai
dengan
pendapat
Prof.
Payaman
Simanjuntak bahwa P K W T adalaii perjanjian kerja antara pekerja/buruh
dengan pengusaha untuk melaksanakan pekerjaan yang diperkirakan selesai
dalam waktu tertentu relatif pendek yang jangka waktunya paling lama dua
tahun dan hanya dapat diperpanjang satu kali untuk paling lama sama
dengan waktu perjanjian kerja bersama, dengan ketentuan seluruh (masa)
perjanjian tidak boleh melcbihi tiga tahun lamanya. Lebih lanjut dikatakan,
PKWT
yang
dibuat
untuk jangka
waktu satu
tahun,
hanya
dapat
diperpanjang satu kali dengan jangka waktu (perpanjangan) niaksimum satu
tahun. Jika P K W T dibuat untuk satu setengah satu setengah tahun maka
dapat dipertianjang setengah tahun.
Demikian juga apabila
PKW'f
untuk dua
tahun, hanya
dapat
diperpanjang satu tahun, sehingga seluruhnya maksimum tiga tahun. Dalam
Pasal 56 sampai dengan Pasal 63 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjakan telah diatur dengan tegas perihal perjanjian kerja
untuk waktu tertentu. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu didasarkan atas
jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu. Dengan demikian
jelaslah bahwa peijanjian kerja untuk waktu tertentu (PKWT) tidak dapat
dilakukan secara bebas oleh pihak-piliak, tetapi harus memenuhi ketentuan
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan.
16
P K W T adalah perjanjian bersyarat, yaitu (antara Iain) dipersyaratkan
bahwa harus dibuat tertulis dan dibuat dalam bahasa Indonesia, dengan
ancaman apabila tidak dibuat secara tertulis dan tidak dibuat dengan bahasa
indonesia maka dinyatakan (dianggap) sebagai P K W T T (Pasal 57 ayat (2)
Undang-Undang Ketenagakerjaan).
PKWT
tidak dapat (tidak boleh) dipersyaratkan
percobaan (probation) dan apabila dalam perjanjiannya
adanya
masa
terdapat/diadakan
(klausul) masa percobaan dalam P K W T tersebut maka klausul tersebut
dianggap sebagai tidak pemah ada ( batal demi hukum ). Dengan demikian
apabila
dilakukan pengakliiran hubungan kerja ( pada PKWT ) karena
alasan masa percobaan maka pengusaha dianggap memutuskan hubungan
kerja sebelum berakhirnya perjanjian kerja. Oleh karena itu, pengusaha
dapat
dikenakan
sanksi
untuk
membayar
ganti
kcrugian
kepada
pekerja/buruh sebesar upah pekerja/buRih sampai batas waktu perjanjian
kerja.
P K W T tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap,
tetapi P K W T hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut
jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu
( pasal 59 ayat (2) dan (3) yaitu sebagai berikut.
a. Pekerjaan
sementara.
(paket) yang sekali selesai atau pekerjaaan
yang bersifat
17
b. Pekerjaan yang ( waktu ) penyelesaian diperkirakan dalam waktu yang
tidak terlalu lama dan paling lama tiga tahun khususnya untuk PKWT
berdasarkan selesainya ( paket) pekerjaan tertentu.
c. Pekerjaan yang bersifat musiman.
d. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau
produk tambahan ( yang masih dalam masa percobaan atau penjajakan).
PKWT yang didasarkan pada paket pekerjaan yang sekali selesai
atau pekerjaan yang bersifat sementara serta pekerjaan yang ( waktu )
penyelesainnya diperkirakan dalam waktu yang tidak terlalu lama adalah
PKWT yang didasarkan atas selesainya pekerjaan tertentu. PKWT untuk
pekerjaan
yang
peleksanaannya
bersifat
musiman
adalah
pekerjaan
yang
dalam
tergantung musim atau cuaca tertentu yang hanya dapat
dilakukan untuk satu jenis pekerjaan pada musim tertentu. Demikian juga
untuk pekerjaan yang harus dilakukan untuk memenuhi pesanan atau target
tertentu diketegorikan sebagai pekerjaan musiman. Namun hanya dapat
dilakukan bagi pekerjaan/buruh yang melakukan pekerjaan tambahan (Pasal
5). Pengusaha yang memperkerjakan pekerjaan/buruh berdasarkan PKWT
yang bersifat musiman. pciaksanaannya dilakukan dengan membuat daftar
nama-nania pekrja/buruh yang melakukan pekerjaan (Pasal 6).
P K W T adalah pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru
dalam kegiatan baru atau produk tambahan masih dalam (masa) percobaan
atau penjajakan dijelaskan lebih lanjut dalam Kcpmen 100/2004 bahwa
18
P K W T tersebut hanya dapat dilakukan untuk jangka waktu paling lama dua
tahun dan dapat diperpanjang untuk satu kali perpanjang dalam masa satu
tahun. P K W T untuk pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru,
kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam (masa) percobaan
atau penjajakan tersebut hanya boleh dilakukan oleh pekerja/buruh yang
melakukan pekerjaan diluar kegiatan atau diluar pekerjaan
yang biasa
dilakukan perusahaan.
D i samping beberapa jenis P K W T di alas, dalam praktik sehari - hari
dikenal juga perjanjian kerja harian lepas. Pekerjaan tertentu yang berubah
- iibah dalam hal waktu dan volume pekerjaan serta (pembayaran) upah
yang didasarkan pada kehadiran, dapat dilakukan melalui perjanjian kerja
harian lepas tersebut. Pelaksanaan perjanjian kerja harian lepas dilakukan
apabila pekerja/buruh bekerja kurang dari 21 hari (kerja) dalam satu bulan.
Namun apabila pekerja/buruh bekerja terus - menerus melcbiiii 21 hari
kerja selam tiga bulan berturut- turut atau lebih maka status perjanjian kerja
harian lepas berubah menjadi PKWTT, perjanjian kerja harian lepas adalah
pengecualian (lex specialis) dari ketentuan (khususnya mengenai) jangka
waktu sebagaimana tersebut.
Pengusaha
yang mempekerjakan
pekerja/buruh
pada
pakerjaan
tertentu secara harian lepas, wajib membuat perjanjian kerja harian lepas
secara tertulis. Perjanjian kerja dimaksud, dapat dibuat secara kolektif
19
dengan membuat daftar pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan, dengan
materi perjanjian, berisi sekurang - kurangnya:
a. Nama/alamat perusahaan atau memberi kerja;
b. Nama/alamat pekerja/buruh;
c. Jenis pekerjaan yang dilakukan;
d. Besamya upah dan/atau imbalan lainnya.
Daftar pekerja/buruh tersebut disampaikan kepada
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan
instansi yang
kabupaten/kota setempat,
selambat- lambalnya tujuh hari kerja sejak mempekerjakan pekerja/buruh.
P K W T berakhirnya pada saat berakhirnya jangka
dalam
klausal
perjanjian
kcrja
tersebut.
waktu yang ditentukan
Apabila salah
satu
pihak
mengakhiri hubungan kerja sebelum waktunya berakhir atau sebelum paket
pekerjaan tertentu yang ditentukan dalam perjanjian kerja selesai atau
berakJiimya hubungan kerja bukan kcrcna pekerja atau buruh meninggal
dan bukan karena
berakhirnya perjanjian
kerja
(PKWT)
berdasarkan
putusan pengadilan/lembaga PPHI atau bukan karena adanya keadaan ~
keadaan (tertentu) maka pihak yang mcngakliiri hubungan kerja diwajibkan
membayar upah pekerja/buruh sampai batas waktu barakhirnya jangka
waktu perjanjian kerja (Pasal 162 U U K ) .
2. Perjanjian Kerja Waktu Tidak ferteiUu.
Perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKW'l f ) adalah perjanjian
kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan
20
kerja yang bersifat teta. Pada PKW'f'l' ini dapat disyaratkan adanya masa
percobaan (maksimai tiga bulan). Pekerja/buruh yang dipekerjakan dalam
masa percobaan upahnya harus tetap sesuai dengan standar upah minimum
yang berlaku. Apabila P K W T T dibuat (maksudnya diperjanjikan) secara
lisan maka pengusaha wajib membuat syarat pengangkalan (Pasal 63 ayat
(1) Undang-Undang Ketenagakerjaan).
3. Perjanjian Kerja Bersama (PKB)
Perjanjian kerja bersama dibuat oleh serikat pekerja/serikat buruh
atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang telah tercatat pada instansi
yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan dengan pengusaha atau
beberapa pengusaha.
Dari ketentuan diatas, perjanjian kerja bersama (PKB) dapat dbuat
antara pihak-pihak sebagai berikut.
a. Antara serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha.
b. Antara beberapa serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha.
c. Antara beberapa serikat pekerja/serikat buruh dengan beberapa
pengusaha.^'
Dalam pembuatan perjanjian kerja bersama ada beberapa hal yang
harus diperhatikan antara lain sebagai berikut.
a. Dalam satu perusahaan hanya dapat dibuat satu perjanjian kerja bersama
yang berlaku bagi semua pekerja/buruh dipcrusaiiaan tersebut.
b. Serikat pekerja/serikat buruh yang berhak niewakili pekerja/buruh dalam
melakukan perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama dengan
pengusaha adalah yang memiliki anggota lebih dari 50% dari jumlah
seluruh pekerja/buruh diperusahaan yang bersangkutan.
c. [*erjanjian kerja bersama tidak boleh bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan apabila isi perjanjian kerja
bersama tersebut bertentangan dengan pcratura perundang-undangan
Peraturan
^ 'Haryono. 1992. Kctcnluun Dan Cara Mcnvuaiin Kcscpakalan
Perusahaan. Balai i'usiaka. .lakarla. hlni.65
Kcrja
licr.-