2006 Organic Architecture of Frank Lloyd

Ide Arsitektur Organik Frank Lloyd Wright
Nangkula Utaberta
Ph.D Student,
Fakulti Alam Bina, Universiti Teknologi Malaysia
UTM, Skudai, Johor Bahru
[email protected]

Abstrak
Frank Lloyd Wright merupakan salah satu arsitek terbesar yang pernah hidup. Selain
menghasilkan banyak karya arsitektural, beliau juga menghasilkan berbagai pemikiran
penting yang banyak mempengaruhi perkembangan teori dan filosofi arsitektur. Paper
ini akan berusaha menjelaskan beberapa pemikiran beliau, tidak hanya dalam dunia
arsitektur namun dalam kehidupan. Kajian ini diharapkan dapat memberikan sebuah
pemahaman tentang bagaimana teori dan filosofi dalam arsitektur terbentuk dari
sebuah pemahaman idealis tentang suatu aspek kehidupan dan bagaimana teori
arsitektur tersebut mengambil peranan dalam kehidupan.
Keywords: Arsitektur Organik, Ide.
Pendahuluan
Paper ini akan membahas pemikiran dan filosofis kehidupan dari Frank Lloyd Wright
yang akan mencakup 6 ide yaitu ide tentang pemahaman agama yang integratif, ide
tentang supremasi alam diatas manusia, ide tentang personal demokrasi, ide tentang

arsitek profesional yang berlandaskan nilai moral, ide tentang pendidikan yang
progresif dan ide tentang kota yang ideal. Pembahasan ini sangat penting bagi membuat
kerangka studi tentang nilai-nilai moral Frank Lloyd Wright untuk diambil pelajaran
dan diserap oleh Arsitektur Islam secara kritis dan integratif
Frank Lloyd Wright dan Ide tentang Pemahaman Agama yang Integratif
Sebagai seseorang yang berasal dari keluarga penganut Kristen Protestan yang sangat
kuat1, tentu saja masalah agama menjadi sebuah pondasi dasar yang sangat
mempengaruhi kehidupan dan falsafah hidup dari Frank Lloyd Wright, dan hal ini tentu
saja berimplikasi dan memiliki efek langsung kepada desain dan produk pemikiran
beliau. Pemikiran Wright tentang agama membentuk sebuah konsep yang sangat kuat
dan unik. Dibandingkan pemikiran Kristen yang ada ketika itu pemikiran-pemikiran
beliau cukup inovatif dan berpijak pada kerangka rasionalitas yang jelas dan
menyeluruh.
“It’s about 2000 years now since Jesus said that the Kingdom of God-He meant
the kingdom of nature apprehension and application-was at hand. He meant it
was in man’s capacity to know this kingdom of God. He was a prophet, a real
poet, the greatest one. But our world got him all wrong, doesn’t preach Him,
doesn’t take His teaching-never did.. The Christian religions got Him all balled
up by way of disciples and we are no nearer to his Kingdom today than we were
in His own time, are we? We go to war, we kill, we steal, we make a profession

of all those things and other wholly artificial ones.”2
Dalam identifikasi penulis, penulis menemukan bahwa ide tentang pemahaman agama
yang integratif dari Frank Lloyd Wright ini dapat dijabarkan atas pemikiran bahwa
1
2

Lihat BAB 7 “Kehidupan Frank Lloyd Wright”
Wright, Frank Lloyd, Truth Against The World, hal 270.

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

agama merupakan bagian integral dari arsitektur, bahwa agama seharusnya
berkontribusi kepada masyarakat dan nilai-nilai kemanusiaan dan bahwa agama
seharusnya merupakan sebuah hal yang dinamis, penuh rasionalitas dan dapat dengan
mudah dijelaskan kepada orang banyak.
Pemikiran pertama dari ide tentang pemahaman agama yang integratif adalah sebuah
pemahaman bahwa agama merupakan bagian integral dari arsitektur. arsitektur
dipengaruhi oleh agama sebagaimana pemahaman bahwa arsitektur juga dipengaruhi
oleh aspek yang lain seperti politik, ekonomi dan kondisi sosial.
Hal ini terlihat dari bagaimana tulisan-tulisan dan produk pemikiran dari Wright. Ia

banyak mengaitkan antara arsitektur dan agama sebagai sebuah kesatuan yang utuh dan
berkorelasi secara positif. Agama merupakan bagian dari sistem hidupnya dan karena
arsitektur merupakan bagian dari sistem kehidupan kita maka Arsitektur tidak akan
dapat dipisahkan dari agama. Merupakan sebuah kesalahan yang besar ketika manusia
memahami arsitektur hanya sebagai implikasi dari hal yang lebih bersifat kebendaan
dan bentuk materi.
“Architecture organic, perhaps because firstly deeply concerned with the
integrity of innate structure, first grasped the demand of our modern American
life for higher spiritual order.”3
Hal ini sangat berbeda dengan pemikiran yang berkembang di Eropa dan Amerika pada
masa itu, dimana orang mulai meninggalkan keyakinan agama, nilai-nilai moral dan
sisi-sisi kemanusiaan untuk hal yang disebut sebagai modernisasi dengan trend dan
warna kehidupan yang materialistik4.
Keberhasilan Rennaisance dalam menggulung supremasi absolut gereja dan
menggantikannya dengan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan, rasionalisme akal, sains
dengan garis hidup yang berbau sekuler membuat kehidupan manusia berkembang
menjadi suatu bentuk yang jauh dari nilai-nilai dan sisi kemanusiaan. Revolusi industri
yang yang menjadikan manusia lebih sebagai produk dan bahan baku untuk
dioptimalkan fungsi dan peranannya telah melepaskan manusia dari prinsip dan hakikat
hakikinya. Melepaskannya dari fungsi dan peranan sosialnya dengan membentuk bautbaut kapitalisme yang berkerja atas dasar mekanisme dan sistem sintesis5. Manusia

mulai mengerjakan hal-hal yang dia sendiri seringkali tidak memahaminya dengan
pengulangan tanpa sebuah kesadaran.
“It was budha who noticed that the spoon may lie in the soup for a thousand
years and never know the flavour of the soup.”6
Inilah beberapa hal yang menjadi titik tekan dari pemikiran-pemikiran Frank Lloyd
Wright. Sebuah ide tentang integrasi yang harmoni dari agama dengan aspek kehidupan
yang lainnya termasuk Arsitektur.
Pemikiran kedua dari ide tentang pemahaman agama yang integratif adalah sebuah
pemahaman bahwa agama bukanlah merupakan pelayanan untuk Tuhan melainkan
sistem hidup yang mengatur hubungan antar manusia dalam konteks pengabdian
3

Wright, Frank Lloyd, The Living City, hal 92
Studi lanjutan lihat Marvin, Perry (1981), Western Civilization hal 395-421.
5
Studi lanjutan lihat Nikolaus Pevsner (1943), An Outline of European Architecture hal 404-436.
6
Wright, Frank Lloyd, Genius and Mobocracy hal 20.

4


Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

kepada Tuhan. Pemikiran ini sangat signifikan karena ia akan mengatur seluruh pola
kehidupan dan menentukan ke arah mana seseorang akan bergerak. Ketika Wright
diminta mendesain Unity Temple terlihat sekali bagaimana ia menjadikan gereja
tersebut sebagai sebuah pusat kegiatan dan pembangunan masyarakat.
“Why not, then, built a temple, not to God in that way7-more sentimental that
sense-but built a temple to man, appropriate to his uses as a meeting place, in
which t study man himself for his god sake? A modern meeting house and a
good-time place.”8
Dalam Arsitektur hal ini sangat penting karena hal ini jelas bertentangan dengan
mainstream yang ada pada konsep rumah Tuhan terutama dalam pembuatan gereja dan
rumah ibadah ketika itu, dimana orang kemudian membangun tempat ibadah atau halhal yang berbau religius secara megah dan berlebihan dengan tujuan pengabdian dan
persembahan kepada Tuhannya. Implikasi konsep ini sungguh luar biasa karena ia
berhubungan dengan pemahaman sistem hidup dan perilaku manusia dimana arsitektur
merupakan satu aspek di dalamnya (Lihat gambar 1 dan 2).
Pemikiran ketiga dari ide tentang pemahaman agama yang integratif, yang dapat kita
jumpai dalam pemikiran Frank Lloyd Wright justru terletak pada semangat dari
Rennaisance sendiri yaitu semangat untuk mempertanyakan apa yang ada pada sebuah

agama. Agama protestan banyak mempertanyakan ritual-ritual dan pemahaman dasar
dari agama Kristen yang ada ketika itu. Aliran Unitarian yang dianut oleh keluarga
Frank Lloyd Wright dengan dasar pemikiran dan konsepsi hidup yang ada pada Frank
Lloyd Wright ketika itu ikut mempertajam ide mempertanyakan ini. Ketika banyak
orang cenderung untuk melihat agama sebagai sebuah adat dan tradisi lalu kemudian
mengikutinya dengan sebuat taqlid buta. Frank Lloyd Wright justru mempertanyakan
banyak hal dalam agama yang dalam banyak hal justru menjadikan agama sebagai
sebuah hal yang dinamis dan progresif.
Great religious leaders-Budha, Jesus, Abdul Bahai, Mohammad, Laotze
especially-wanted no formalism by institutionalizing religion: tolerated no
bureaucracy or officialism in the realm of the spirit. Such integrity of soul
wanted not even disciples!”9
“High priest of religion as of education, as we have them both now, seldom
understand and never dare teach the basic freedom, the life-blood of
democracy, and ethical! Its very nature remains obscure.”10
Hal ini juga merupakan sebuah hal yg sangat penting karena mempengaruhi pola pikir
masyarakat secara umum dan secara integratif membentuk pola dan kualitas kehidupan
manusia yang akan jauh berbeda! Karena di dalamnya terdapat ide dan semangat
tentang perjuangan. Ide dan semangat tentang perjuangan yang membangun dan
mengembangkan agama sebagai sebuah hal yang tidak statis melainkan sebuah studi

yang senantiasa dinamis dan bergerak ke arah pencarian kebenaran.

7

Pembangunan gereja pada umumnya ketika itu adalah sebagai persembahan kepada Tuhan-studi lanjutan lihat John
Beckwith, Early Christian and Byzantine Art, hal 78-102.
8
Lihat An Autobiography by Frank Lloyd Wright hal 154.
9
Wright, Frank Lloyd, The Living City hal 48.
10
Wright, Frank Lloyd, The Living City hal 24.

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Frank Lloyd Wright dan Supremasi dari Alam di atas Manusia
Berangkat dari sebuah pemahaman bahwa alam merupakan “The only body of God that
you can see”, Frank Lloyd Wright meneguhkan sebuah konsepsi bahwa alam sebagai
sebuah refleksi dari Tuhan harus mendominasi dan berada diatas dominasi dan
pemikiran dari manusia.

“The real body of our universe is spiritualities-the real body of the real life we
live. From the waist up we’re spiritual at least. Our true humanity begins from
the belt up, doesn’t it? Therein comes the difference between the animal and the
man. Man is chiefly animal until he makes something of himself in the life of the
spirit so that he becomes spiritually inspired-spiritually aware. Until then he is
not creative. He can’t be.“11
Hal ini sangat terlihat dari rumah-rumah Praire dan banyak bangunan publik yang
didesain oleh Frank Lloyd Wright yang secara konsisten diterapkan hingga akhir
hidupnya.
Bangunan sebagai sebuah produk tangan manusia harus tunduk dan menyesuaikan agar
dapat berdiri diatas karakter dan kekuatan dari lingkungan alam dan binaan di
sekitarnya. Bangunan harus mampu mengadaptasikan dirinya dengan konteks yang ada
di sekitarnya. Hal inilah yang menjadikan bangunan-bangunan Frank Lloyd Wright
bersatu dengan site-nya, tidak menjadikannya secara sombong berteriak untuk
menunjukkan dirinya, namun lebih terlihat bersuara secara harmoni dengan apapun
yang ada di sekitarnya (Lihat gambar 3).
“Young Wright saw that nature was a wonderful teacher and had answers to
many question that theoretical learning could not explain nearly so well.”12
Dari studi tentang kehidupan Frank Lloyd Wright sebelumnya kita akan dapat
menelusuri asal dari pemikiran dan konsepsi ini. Lingkungan masa kecil, perhatian dari

ibunya dan pengalaman selama bekerja di ladang pamannya membentuk , melatih
pemikiran dari Frank Lloyd Wright untuk menghargai dan melihat alam asli sebagai
sebuah elemen yang tidak dapat dipisahkan dalam perancangan sebuah desain. Ia
merupakan sebuah faktor utama yang menentukan sebuah desain.
“ She13 loved to pick windflowers in the hills and meadows, studying them,
arranging them in cluster, explaining to him the intricate formation of the petals
in relation to leaves and stem. She love ferns because of their geometric design
and passed that love to her son….”14
Ide dan pemikiran tentang supremasi alam ini memliki sebuah implikasi yang sangat
besar dan signifikan. Karena dalam Arsitektur kemudian ia berbicara dalam
penggunaan bahan, proses desain dan bagaimana menetapkan skala dan perbandingan.
Ia membahasakan bagaimana kita memperlakukan bangunan sebagai produk manusia
ketika berhadapan dan berinteraksi dengan alam sekitarnya.
Ide dan pemikiran tentang supremasi alam juga akan melahirkan sebuah konsepsi
tentang sebuah kehidupan yang berkelanjutan (sustainable). Kehidupan yang
11

Wright, Frank Lloyd, Truth Against the World, hal 270
Blake, Peter, Master Builders, hal 270.
13

“ She” me-refer pada ibu dari Frank Lloyd Wright.
14
Olgivanna Lloyd Wright, Frank Lloyd wright: His Life, His Work and His Words, hal 15
12

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

berkelanjutan jika kita pelajari dalam pemikiran dan filosofi dari Wright mengandung
dua dimensi yaitu dimensi alam sebagai aspek fisik dan dimensi sosial yakni pemikiran
dan pemahaman manusia sebagai aspek internal (spiritual)15.
Dimensi alam berbicara tentang perjuangan untuk menjaga dan merawat alam sebagai
sebuah produk Tuhan yang harus dilestarikan bahkan ditingkatkan kualitas daya
dukungnya. Sedangkan dimensi sosial berbicara tentang pemeliharaan sikap kritis dan
pemeliharaan terhadap aspek sosial dan sisi-sisi dari pemikiran dan tingkah laku
manusia. Keduanya memiliki hubungan yang sangat erat. Tanpa pemahaman yang
integral terhadap terhadap keduanya kita akan menghadapi sebuah masalah yang serius
dan kronis.
“ We must conceive and integrate: begin again at the beginning to build the
right kind of building in the right way in the right place for the right kind of
people.”16

Inilah yang dapat kita lihat pemikiran dan falsafah hidup dari Frank Lloyd Wright,
sebuah semangat sustainability yang mencakup aspek fisik dan juga aspek sosial.
Frank Lloyd Wright dan Ide tentang Personal Demokrasi
Bagian dari pemikiran ini sangat menarik karena menunjukkan interaksi yang positif
antara arsitektur dengan politik sebagai suatu bagian dari aspek-aspek kehidupan
manusia. Ianya sekaligus juga membantah sebuah pemahaman yang berusaha
mengkotak-kotakkan arsitektur dan politik sebagai sebuah hal yang terpisah. Politik
tidak dapat dipisahkan dari aspek lain dari hidup kita sebagaimana tidak dapat
dipisahkannya politik dari aspek arsitektural. Arsitektur dipengaruhi dan juga
mempengaruhi politik! Realitas yang ada telah menunjukkan hal ini.17
“…the politicians-are, they are only complex expedients to force this swarning
clerical breed of bureaucracy to function together. This has bred, finally, still
more droves of white-collarites:…It becomes impossible to hold, operate, or
distribute land, sell or buy money, or manufacture anything, safely, or even
marry, make love or die, without the guide and counsel of these specialist in the
extraordinary entanglements of rent, of rules, of regulations applied to this or
that involute commercial expedient with courts for counters where the attempt
to put law above man is made in this complex game we now call our civilization
in the prosperity of the machine age.”18
Karenanya pemikiran-pemikiran dan filosofi kehidupan Frank Lloyd Wright yang
banyak dipengaruhi oleh tokoh-tokoh besar yang mempengaruhi politik Amerika
seperti Walt Withman, George Washington, Abraham Lincoln dan Thomas Jeferson
juga tidak dapat kita abaikan begitu saja.
Ide dan pemikiran tentang Demokrasi yang dapat kita temukan pada pemikiranpemikiran Frank Lloyd Wright berakar dari pemahaman tentang agama, nilai- nilai dan
pemahaman tentang sisi-sisi kemanusiaan yang telah mulai dilupakan dalam Revolusi
15

Lihat Manuskrip presentasi Dr Tajuddin M Rasdi, Towards a Theory of Islamic Architecture from the Sunna,
University Malaya 8 Juli 2003.
16
Wright, Frank Lloyd, Genius and Mobocracy, hal 13
17
Jika kita hendak menerapkan suatu metode Arsitektural yang dalam pandangan kita ideal tentu saja kita harus
mendapatkan persetujuan dari otoritas (atau kekuatan politik ketika itu), inilah yang menjadikan Arsitektur begitu
berhubungan dengan politik.
18
Wright, Frank Lloyd, The Living City, hal 35.

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Industri. Penggunaan mesin dan makin banyaknya produk fabrikasi pada saat revolusi
industri ternyata telah banyak menjauhkan manusia dari pemahaman dan fitrahnya yang
hakiki dalam hal pengetahuan ketuhanan dan nilai-nilai kemanusiaan. Jadi Frank Lloyd
Wright menentang usaha menjauhkan manusia dari Tuhannya dengan memberikan
pandangan tentang aspek dan nilai-nilai kemanusiaan yang terkandung dalam
kehidupan agama. Sebuah bentuk Demokrasi yang bersendikan pengingatan kepada
Tuhan.
Dalam pandangan Wright aspek utama dari sebuah peradaban adalah apa yang dia
katakan sebagai “personality” atau oleh beberapa orang dikatakan sebagai
penghormatan terhadap nilai dan kemampuan personal. Tanpa sebuah penghargaan
terhadap kemampuan individu dengan segala kretivitasnya suatu kebudayaan akan
mengalami kemunduran dan akhirnya kehancuran. Keberadaan seorang manusia
sebagai seorang individu harus mendapatkan sebuah penghargaan yang layak.
Ide ini seiring dengan apa yang terjadi di Eropa oleh Art and Craft Movement19, dimana
gerakan ini secara keras menentang penggunaan mesin-mesin dalam revolusi industri
yang pada akhirnya membunuh kreativitas pekerja, mengambil pekerjaannya dan
mengurangi kualitas dari produk yang dihasilkan.
Dalam beberapa hal mungkin hal ini terlihat sepele, misalnya jika kita membuat sesuatu
yang sederhana sebutlah sebuah bolpoint apakah kita harus melihatnya sebagai sesuatu
yang begitu membutuhkan sentuhan tangan dari seorang ahli sehingga kualitasnya
begitu perlu untuk diperhatikan. “Itu kan benda sederhana”, selama ia bisa berfungsi
dengan baik maka mengapa kita harus mempertanyakan kualitasnya , beberapa
kalangan bahkan menganggapnya sebagai suatu hal yang menggelikan dan tidak
praktis.
Penulis tidak akan berkomentar tentang hal ini namun penulis berpendapat bahwa kita
harus melihatnya dalam konteks yang lebih luas, dalam hal ini bagaimana hubungannya
dengan demokrasi sebagai sebuah ideologi kemanusiaan secara keseluruhan. Masalah
kualitas dan aspek personal ini berhubungan dengan bagaimana peranan manusia dalam
sistem kehidupan pada akhirnya.
Manusia-lah yang menciptakan mesin, mesin seharusnya menjadi alat bagi manusia
untuk membantu dan meningkatkan kualitas dari produk yang ia hasilkan, ketika
dominasinya melampaui manusia dan akhirnya menjajah kualitas dari kehidupan
manusia maka pasti telah terjadi hal yang salah. Dalam pandangan penulis perjuangan
Art and Craft jauh lebih besar dari perjuangan meningkatkan kualitas barang namun
lebih merupakan sebuah perjuangan nilai-nilai kemanusiaan keatas suatu sistem yang
menginjak-injak harkat dan martabat manusia. Sebagaimana dikatakan oleh Muthesius:
The art and crafts are called upon to restore our awareness of honesty, integrity
and simplicity in contemporary society. If this can be achieved, the whole of our
cultural life will be profoundly affected….the success of our movement will not
only alter the appearance of house and flats but will have direct repercussions
on the character of an entire generation…if the new trends are genuine, then an
original, lasting style will emerge….(H. Muthesius 1907).”20

19
Dalam beberapa buku dikatakan bahwa Frank Lloyd Wright adalah pelopor dari perkembangan Art and Craft di
Amerika- diantaranya Lihat William JR Curtis (1982), Modern Architecture since 1900 hal 48-60
20
Curtis, William JR, Modern Architecture since 1900, hal 48.

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Wright dalam tulisan-tulisannya tidak pernah menentang penggunaan mesin dalam
kehidupan manusia. Bahkan dalam beberapa bagian tulisannya ia cenderung mengajak
manusia untuk menemukan dan mengeksplorasi penggunaan bahan-bahan baru yang
dapat meningkatkan kualitas dan optimalisasi fungsinya. Namun secara tegas dan keras
Frank sangat menentang penggunaan mesin dalam kehidupan modern yang dalam
pandangannya menghilangkan aspek kemanusiaan dan menggadaikannya demi sebuah
keuntungan sesaat.
“Meantime the Machine became the monstrous power that moves us now. All
our timely materials like glass and steel came to hand as a great new means of
building. But there were no architectural forms suited to their use. The practice
of architect was so far gone to the composer of the picture that we had no
Architect able to conceive the radical new forms needed to use the new tools
and materials with nobility, inspiration or even intelligence.So our own
architect in this new world further falsified symbols and again prostituted the
new materials not only by a kind of mimicry but by outrage that made our
architecture what it is today-servile, insignificant refuse or puerile nostalgia.”21
Dari pemahaman tentang pentingnya penghargaan individu inilah konsepsi Arsitektur
Demokrasi Frank Lloyd Wright lahir. Sebuah pemahaman yang berusaha merefleksikan
kehidupan bernegara dan sistem politik kerakyatan ke dalam Arsitektur.
Hal lain yang juga banyak mendapatkan perhatian dari Wright dalam konteks
Arsitektur dan sistem kenegaraan adalah apa yang dia katakan sebagai identitas sebuah
bangsa. Pada saat itu di Amerika banyak arsitek begitu gandrung dengan aliran
Revivalisme dan Ekletik yang berusaha menghidupkan aliran Klasik, Yunani atau
Romawi ke dalam arsitektur kontemporer ketika itu.
Dalam pandangan Wright hal ini merupakan sebuah kebodohan dan kesalahan yang
sangat besar, karena suatu upaya penjiplakan tidak akan menghasilkan sebuah karya
arsitektural yang bermutu (pada awalnya mungkin terlihat bagus, namun tanpa “Sprit of
Time” dan “Spirit of Place”, ia akan membawa masalah yang kronis dan serius) dan
yang terpenting adalah ia tidak mencerminkan identitas dan kepribadian suatu bangsa.
“The truth is, we need originality more than it was ever needed to make good
our claim to democratic freedom. Why can’t we be honest about it? If one must
steal it-steal it. Take it straight! Why fake it and spoil it?”22
“No great Architecture can arise from us based upon the expedient use of the
ancient city.”23
Dalam pandangan Wright, akan lebih positif jika kita memiliki identitas tersendiri
walaupun tidak terlihat terlalu hebat, namun setidaknya itu identitas kita, yang
dengannya kita boleh berbangga dan dengan sebuah eksplorasi dan eksperimen yang
cukup pada akhirnya akan mampu menghasilkan sebuah Arsitektur yang berkualitas.
Sebagaimana Sullivan ketika mengkritik tentang penggunaan tipologi Romawi untuk
bangunan sebuah bank (Lihat Gambar 4),

21

Wright, Frank. Lloyd, Genius and Mobocracy, hal 12.
Wright, Frank Lloyd, Genius and Mobocracy, hal 19.
23
Wright, Frank Lloyd Wright, The Living City, hal 49
22

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

....Of course you and I know well enough that the reason why the bank building
an imitation Roman temple is because it is easy and cheap to make that sort of
thing – the people at large do not know it... , is the pseudo-Roman temple were
for any one thing American it must, ipso facto, be good for anything and
everything American, because American means American, and expresses the
genius of the people. But Roman does not mean American, never did mean
American, never can mean American. Roman was Roman. American is, and
to be, American. The architect should know this without our teaching, and I
suspect that he does know it very well in his unmercenary moments. The public
would know it instinctively if they were not continually bamboozled and
wheedled by architect and thus bereft or their sense of fitness; and so could
become free to regard the architect in any other light than his self-made one of
peddler on fashions.24
Wright pun banyak mengkritik bangunan-bangunan di Amerika yang dalam
pandangannya lebih merupakan langkah mundur dan sama sekali tidak mencerminkan
ide tentang apa itu Amerika.
Aspek lain yang juga menjadi perhatian dari Wright adalah masalah kebebasan dan
kekuasaan dari rakyat secara keseluruhan diatas kepentingan, sebuah prinsip dasar dari
Demokrasi itu sendiri. Kebebasan individu untuk berkreasi, kebebasan dan hak dari
setiap orang untuk dihargai sebagai individu dengan segala implikasinya baik dalam
kebebasan berserikat maupun kehidupan bernegara.
“When democracy triumphs and builds the great city, no man will live as a
servile or savage animal; holing in or trapped in some cubicle on an upended
extension of some narrow street. Withstanding all this passing danger to himthe free man will again live free: the human biped which the best of him always
dreamed of being! Life and love as noble leaders of our brave social
experiment.”25
Frank Lloyd Wright dan Profesional Arsitek yang Bermoral
Satu hal yang menjadi banyak perdebatan dimana di dalamnya terdapat banyak
masalah, adalah apa yang disebut sebagai kode etik dan hubungan profesional dari
profesi yang bernama arsitek. Pembahasan ini sangat penting karena berhubungan
dengan pengaplikasian dari sebuah hal yang prinsipil dan idealis dalam sebuah realitas
kehidupan profesi.
Wright sebagaimana yang kita temukan dalam tulisan-tulisannya meletakkan hubungan
dengan Tuhan (aspek religius) sebagai bagian dari profesi Arsitek. Hal ini merupakan
sebuah aspek yang sangat mendasar dan fundamental karena derivasi darinya sangat
signifikan dan menjadi sendi dasar dari profesi ini. Ketika kita menjadikan agama
sebagai bagian dari sebuah profesi praktis berarti kita berbicara tentang pengaplikasian
dari sebuah nilai-nilai idealis religius ke dalam sebuah sistem pragmatis dari kondisi riil
profesi tersebut.
Penggunaan aspek religius ini pada akhirnya mempengaruhi bagaimana pola pikir,
metode bertindak dan respon positif dari arsitek sebagai profesi dalam menghadapi
masalah-masalah keprofesiannya. Salah satu masalah yang paling penting dan

24
25

Sullivan, Louis, Kindergarten Chats and Other Writings, hal 39
Wright, Frank Lloyd, The Living City, hal 96.

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

fundamental dari profesi ini adalah bagaimana hubungan seorang arsitek dengan
kliennya. Hal ini merupakan sebuah aspek yang sering menimbulkan sebuah masalah.
Dalam banyak kasus, arsitek akhirnya lebih merupakan orang yang menjual dirinya
kepada kliennya. Ia secara membabi-buta mengikuti secara mentah-mentah apa yang
dikehendaki oleh kliennya, untuk kasus rumah pribadi mungkin masalah ini dapat kita
terima namun dalam kasus bangunan public (sebut saja kasus pembangunan masjid di
Malaysia)26 tentu saja masalah ini menjadi sebuah masalah serius yang jelas
memerlukan sebuah penanganan dan pandangan yang komprehensif. Frank Lloyd
Wright sangat menentang para arsitek yang menjual dirinya demi memuaskan
keinginan kliennya. Hal ini dapat kita lihat dari percakapan antara Wright dan Cecil
(sahabat akrabnya) berikut ini:
“ Whom are you going to build homes for? If you go against their wishes and
try to give them what you think right and not what they think they want?”
“ That’s just where a wise creator must come in, cecil. I won’t need but one
man in ten thousand to work for-even one man in a hundred thousand would
keep me more than busy all my life, because that man will need me as much as I
need him. He will be looking for me.”27
Adalah benar bahwa dengan kemampuannya dari segi finansial seorang “Owner” dapat
mendikte seorang arsitek sebesar apapun, karena memang dari merekalah seluruh
pemasukkan sang arsitek berasal. Namun di sisi lain kita juga tidak dapat mengabaikan
bahwa akan ada banyak orang yang menggunakan bangunan tersebut karenanya kita,
sebagai arsitek tidak dapat seenaknya membuat sebuah bangunan apalagi jika ternyata
motif dari si arsitek hanya dalam upaya menambah komisi yang ia terima.28
Masalah tanggung-jawab pribadi ini menjadi sebuah isu yang senantiasa disampaikan
oleh Frank Lloyd Wright. Bahwa seorang arsitek bertanggung-jawab terhadap
bangunan yang dihasilkannya dan sebuah bangunan tidak dapat berbohong! Ia akan
berbicara tentang apa yang melatar-belakangi pembangunannya. Karenanya jika kita
sebagai seorang arsitek menghasilkan sebuah bangunan yang buruk dan mengabaikan
tanggung-jawab terhadap masyarakat. Pertanyaan besar tentang konsistensi dan
keprofesionalitasan kita sebagai arsitek akan senantiasa ditanyakan kepada kita.
Frank Lloyd Wright dan Ide tentang Pendidikan yang Progresif
Dari beberapa tulisan yang sudah dihasilkannya, masalah yang juga menjadi titik
perhatian dari Frank Lloyd Wright adalah apa yang saya definisikan sebagai ide tentang
pendidikan yang progresif.
Pemikiran-pemikiran ini menunjukkan bagaimana
perhatian Wright terhadap dunia pendidikan sebagai sebuah pencetak arsitek-arsitek
yang memiliki pemahaman tentang nilai-nilai kemanusiaan, moral dan berkelanjutan.
“ What is education without enlightenment? Is mere conditioning. And what is
mere conditioning mass ignorance, the poisonous and poisoning end of what we
call civilization? There is nothing more dreadful, more dangerous, nothing to
be more feared in this world, than plain or fancy ignorance. We can see this

26

Banyak pembangunan Masjid besar di Malaysia tidak lagi memperhatikan situasi dan kondisi dari tempat dimana
masjid tersebut dibangun namun lebih merupakan penjiplakan dari Masjid di Timur Tengah yang kesemuanya
berakar dari kehendak klien-Lihat Manuskrip Tafsir hadith oleh Dr Tajuddin Mohd Rasdi tanggal 30 April 2003.
27
Wright, Frank Lloyd, an autobiography, hal 85.
28
Komisi dari seorang Arsitek ditentukan dari persentasi biaya proyek, hal inilah yang kemudian menyebabkan
seorang memperbesar volume dari bangunannya dalam upaya mendapatkan upah yang lebih besar.

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

today in the drift toward conformity. We can see this today in the drift toward
conformity. We can see it in the education of modern mass-society.”29
Pemikiran-pemikiran ini akan sangat berguna bagi dunia pendidikan arsitektur kita.
Dengan sebuah konversi teori dan pemahaman yang cukup, kita akan mampu
menciptakan sebuah sistem pendidikan yang integral, menyeluruh, lengkap serta
relevan untuk berbagai situasi dan kondisi.
“ Education should consist in learning to recognize its integrity and this
indigenous character wherever found people or things”.30
Walaupun Taliesin sebagai sekolah sekaligus studio kerja dari Wright banyak dikritik
karena tidak menghasilkan satu pun arsitek yang berkualitas (dalam arti kata se-kualitas
Frank Lloyd Wright).
“The Taliesin Fellowship has often been criticized on two grounds: first,
because (it is alleged) the young people who came to study there were, in effect,
exploited and forced to do all sort of housekeeping and farm work, rather than
learn something about Architecture. And second the fellowship has been
criticized because it did not produce any very talented “Wrightian”
architects.”31
Namun mempelajari teori-teori dan metode pelajaran beliau tetaplah merupakan suatu
hal yang esensial. Memang penilaian terhadap keberhasilan ataupun kegagalan ini
menjadi suatu hal yang relatif dan memerlukan parameter dan indikator yang jelas.
Namun tanpa mempermasalahkan parameter dan kualitas dari hasil didikan Wright, ada
sisi-sisi moral dari pendidikan Frank Lloyd Wright yang memberi pelajaran pada kita
akan makna hakiki dari arsitektur sekaligus bagaimana interaksi aspek ini dalam
konteks dan lingkungan yang lebih luas.
Ide-ide Frank Lloyd Wright dalam dunia pendidikan diantaranya, yang pertama
pendidikan yang menjadikan semangat bertanya dan mencari tahu sebagai jantung
pemikirannya. Pendidikan haruslah menjadi sebuah bagian dari proses pembelajaran
yang merangsang semua elemen akademik untuk membudayakan rasa ingin tahu dan
mengembangkan atmosfer akademis. Kebiasaan mempertanyakan sesuatu menjadi
sebuah elemen yang sangat penting karena dari dalamnya lah sebuah ilmu tidak hanya
didapat, namun dikembangkan.
Dan dalam proses diskusi inilah kita mendapatkan sebuah kerangka perjuangan demi
kebaikan orang banyak. Namun bagaimana dengan pendidikan sekarang, sebagaimana
dikatakan oleh Wright:
“This weed goes to seed! Children keep on coming and growing. Now herded
by the thousand in school built like factories, run like factories: all
systematically turning out herd-struck teenagers like machine turning out shoes.
In knowledge-factories.”32

29

Wright, Frank Lloyd, Truth Agains the World, hal 269.
Wright, Frank Lloyd, The Living City, hal 47.
31
Blake, Peter, Master Builders, hal 353.
32
Wright, Frank Lloyd, The Living City, hal 18.
30

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Kita lebih mementingkan untuk menghasilkan pelajar-pelajar dengan spesifikasi
tertentu (seperti sepatu) daripada pelajar yang berpikir33.
Yang kedua adalah pemahaman untuk melihat sesuatu di belakang dari suatu peristiwa,
benda atau korelasi dari tanda-tanda. Untuk melihat ke dalam bukan melihat pada!
Pemahaman ini sangat penting karena darinyalah integrasi dan keluasan makna dan
peranan dari sebuah ilmu dapat kita capai . Dari semangat melihat ke dalam sebuah
peristiwa inilah pada akhirnya kita mendapatkan sebuah gambar yang utuh dari apa itu
arsitektur.
“True education is a matter of seeing in, not merely seeing at. Seeing in means
seeing nature. Now when popular education uses the world nature, it may mean
the elements; it may mean animal life; it means pretty much from the; waist
down. Whereas nature with a capital “N”- I am talking about the inner
meaning of the word Nature-is all the body of god we’re ever going to see. It is
practically the body of God for us. By studying that nature we learn who we
are, what we are, and how we are to be.”34
Yang ketiga adalah sebuah pemahaman bahwa segala ilmu yang kita dapat haruslah
dapat diaplikasikan dan berguna baik secara langsung maupun kemudian bagi
masyarakat secara umum. Tanpa sebuah orientasi dan target yang jelas untuk
berorientasi kepada masyarakat, ilmu hanyalah menjadi milik elitis dari suatu
kelompok masyarakat saja. Kita hanya akan mendapatkan sekumpulan orang pintar
yang memperbudak orang banyak demi keuntungan pribadinya. Tanpa sebuah
pemahaman yang positif ini manusia akan kehilangan hakikat dasarnya sebagai
manusia.
Frank Lloyd Wright dan Ide tentang Kota yang Ideal
Di akhir masa kehidupannya Frank Lloyd Wright menghasilkan sebuah pemikiran
tentang sebuah kota yang ideal. Ide ini kemudian lebih dikenal sebagai “Broad Acre
City”. Ide tentang Broadacre city merupakan sebuah anti tesis dari ide tentang sebuah
kota yang tersentralisasi atau yang biasa disebut sebagai Radian City.
“Centralization is centripetal, whether as city, factory, school or farm; it has
not met the rising spirit of democracy-freedom of the individual as individual to
work with-for centralization is by nature against it.”35
Ide tentang kota yang ideal ini juga merupakan sebuah respon atas hilangnya nilai-nilai
agama, moral dan terutama sekali nilai-nilai kemanusiaan dari kehidupan orang-orang
modern (Lihat gambar 5 & 6). Revolusi Industri di Eropa memiliki sebuah implikasi
yang sangat besar kepada manusia. Penemuan mesin uap dan akhirnya computer dan
robot telah banyak mengubah perilaku dan merombak sendi-sendi dasar dari
interpretasi seorang manusia terhadap makna dan arti kehidupan. Ide tentang
kemutlakan materi sebagai sebuah bagian utama dari kehidupan menghilangkan sisisisi kemanusiaan dan aspek ruhiah dari manusia.
Perubahan pola pikir dan persepsi masyarakat ini merupakan suatu perubahan yang
sangat revolusioner. Pemikiran-pemikiran sekuler yang mengesampingkan hal-hal yang
bersifat ketuhanan mendapatkan sebuah landasan berpijak. Pemikiran-pemikiran
33

Lihat Manuskrip Tafsir hadith oleh Dr Tajuddin Mohd Rasdi tanggal 30 April 2003.
Wright, Frank Lloyd, Truth Against the World, hal 269
35
Wright, Frank Lloyd, The Living City, hal 83.
34

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

materialistic ini pada akhirnya mengabaikan bahkan memberi resistensi terhadap
banyak hal yang bersifat immaterial termasuk agama dan nilai-nilai moral. Sebenarnya
ide dan pemahaman ini sudah dimulai ketika Plato menyatakan bahwa inti dari sebuah
ilmu pengetahuan ada di otak bukan pada hati sebagaimana para filosof Yunani
sebelum ia katakan. Namun barulah pada masa renaissance ia mendapat sebuah tempat
yang cukup stabil, diterima dan akhirnya mengubah sendi-sendi dasar dari pemahaman
sebagian besar ilmuwan tentang ilmu pengetahuan dan teknologi.
Implikasi dari pemikiran ini sangat besar! Orientasi dari pemikiran-pemikiran yang
materialistik akan melahirkan sebuah pemahaman yang pragmatis, orang baru
melakukan kontak sosial ketika dalam pandangannya hal tersebut membawa manfaat
kepada dirinya. Sistem nilai dan tatanan moral akan menjadi sebuah hal yang sangat
kabur, karena orientasi pemahamannya akhirnya diletakkan pada interpretasi dari
masing-masing individu.
Dalam pandangan Wright hal ini tidak boleh terjadi. Kenapa? Karena kita manusia!
Dan yang membedakan manusia dengan makhluk yang lain adalah tingkat
kesadarannya. Anda mungkin dapat melatih seekor monyet untuk melakukan sesuatu
namun perlu kita sadari bahwa seekor monyet tidak memahami dan tidak akan
memahami apa sebenarnya yang ia lakukan. Hanya sebuah kesadaran lah yang
menyebabkan manusia kembali kepada hakikat dasarnya sebagai manusia. Kehidupan
modern sebagaimana yang diberikan oleh Revolusi Industri telah merampas hal ini.
Mesin-mesin produksi telah memaksa manusia untuk mengerjakan sesuatu yang
bahkan ia sendiri tidak memahami apa yang sebenarnya ia lakukan. Inilah persepsi
dasar yang menjadi pijakan dari ide Frank Lloyd Wright tentang kota yang ideal.
Turunan dari pemahaman dasar ini memiliki implikasi yang jelas-jelas berbeda dari
pemahaman tentang revolusi Industri. Pemahaman dasar ini membawa seorang manusia
kepada sebuah pengertian bahwa setiap individu sebagai manusia adalah seorang
personal yang sangan berharga dengan segala keunikan yang ada di dalamnya.
Pemahaman ini membawa manusia kepada penghargaan yang tinggi terhadap setiap
individu. Dari sinilah pada akhirnya Frank Lloyd Wright menolak secara tegas segala
upaya yang berusaha menstandarkan segala sesuatu yang berhubungan dengan
kemampuan personal dari seorang makhluk yang namanya manusia. Setiap individu
harus diperlakukan sebagai individu bukan sebagai bagian dari suatu kumpulan atau
kelompok tertentu. Hal inilah yang kemudian melahirkan konsepsi tentang pemilikan
individu dan penghargaan terhadap karya seorang individu.
Namun di luar pemahaman itu semua Frank Lloyd Wright termasuk orang yang
menolak, ketika pemahaman tentang penghormatan terhadap kemampuan seorang
individu tadi berkembang menjadi sebuah pemakaman individualistik. Seorang
manusia tetap harus berkontribuasi dan berkiprah dalam kehidupan masyarakatnya.
Karena dari situlah pada akhirnya kehidupan seorang manusia menjadi bermakna. Hal
ini kembali menegaskan konsepsi kesatuan antara aspek agama, moral dengan sifat
materialisme dari pemikiran Frank Lloyd Wright sebagaimana telah dijelaskan
sebelumnya. Sekali lagi ia menegaskan bahwa agama dan moral merupakan bagian
yang integral dan penting dalam hidup kita.
Kesimpulan
Dari pemaparan diatas kita mendapati berbagai ide dan sudut pandang serta filosofi
yang sangat berguna dari Frank Lloyd Wright. Dari berbagai ide dan filosofi ini
terlihatlah bahwa kita harus melihat Arsitektur sebagai sebuah kajian yang sangat

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

integral dengan berbagai kajian dari disiplin ilmu yang lain, karenanya untuk
memahami Arsitektur secara utuh kita harus melihat latar dan sistem di belakangnya
sebagai suatu kesatuan yang integratif.

Lampiran Gambar:

Gambar 1: Ide dari Wright tentang bagaimana seharusnya sebuah tempat ibadah
tercermin dari tulisan di depan Unity Temple.

Gambar 2: Eksterior dan interior dari Unity Church, sangat berbeda dengan gereja
gothic yang dibuat oleh banyak arsitek ketika itu mencerminkan bahasa arsitektural dan
pemahaman agama yang berbeda dari Frank Lloyd Wright.

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Gambar 3: Berbagai bangunan karya Frank Lloyd Wright yang mencerimnkan
supremasi dan penghormatan terhadap alam dan lingkungan dimana bangunan tersebut
dibangun.

Gambar 4: Salah satu bangunan bank karya Louis Sullivan yang merupakan suatu
desain baru (bukan eklektik) terhadap tipologi Bank di Amerika.

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Gambar 5: suatu model yang menggambarkan ide Wright tentang broadacre city
sebagai sebuah kota yang ideal. Terlihat pembangunan yang dilakukan lebih
merupakan pembangunan horizontal.

Gambar 6: Ide Radiant City yang dibuat oleh Le Corbusier. Pembangunan lebih
diarahkan kearah vertikal.

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Referensi:

Heinz, Thomas A (1996). Frank Lloyd Wright: Field Study. London: Academy
Editions.
Heinz, Thomas A (2002). The Life and Works of Frank Lloyd Wright. Kent: Grange
Books Plc.
Hitchcock, Henry Russell (1941). The Nature of Materials. New York: Da Capo Press,
Inc.
Hoffman, Donald (1978). Frank lloyd Wright’s Fallingwater: The House and Its
History, New York: Dover Publication Inc.
Kaufmann, Edgar J (1989). 9 Commentaries on Frank Lloyd Wright. Massachusetts:
MIT Press
Laseau. Paul (1937). Frank Lloyd Wright; Between Principle and Form. New York:
Van Nosrand Reinhold.
Nute, Kevin (1993). Frank Lloyd Wright and Japan. New York: Van Nosrand
Reinhold.
Pfeiffer, Bruce Brooks (1984). Letters to Architect; Frank Lloyd Wright. California:
California State University Press.
Willard, Charlotte (1972). Frank Lloyd Wright: American Architect. New York: The
Macmillan Company.
Wright, Frank Lloyd (1943). An autobiography by Frank Lloyd Wright. New York: The
Frank Lloyd Wright Foundation.
Wright, Frank Lloyd (1949). Genius and Mobocracy. New York: Horizon Press.
Wright, Frank Lloyd (1957). Truth Against the World. New York: A Wiley-interscience
Publication.
Wright, Frank Lloyd (1957). A Testament. London: Architectural Press.
Wright, Frank Lloyd (1958). The Living City. New York: Horizon Press.
Wright, Olgivanna Lloyd (1966). Frank Lloyd Wright; His Life, His Work, His Words.
London: Pitman Publishing.
Wright, Frank Lloyd (1954). The Natural House. New York: Horizon Press..

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)