STRUKTUR SOSIAL PEREKONOMIAN IKAN ASIN DI KELURAHAN PEMATANG PASIR KECAMATAN TELUK NIBUNG KOTA TANJUNG BALAI

STRUKTUR SOSIAL PEREKONOMIAN IKAN ASIN DI
KELURAHAN PEMATANG PASIR KECAMATAN
TELUK NIBUNG KOTA TANJUNG BALAI
DISUSUN OLEH:

ALVIAN J SINAGA (A EKSTENSI)
DINA MARINTAN SINURAT (A EKSTENSI)
MAULIDA SARI MUNTHE (A EKSTENSI)
ROFELLI EKAWATI TAMBUNAN (A EKSTENSI)
WAHYU WARDANI NASUTION (A EKSTENSI)

PENDIDIKAN ANTROPOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2017
KATA PENGANTAR

1

Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi
nikmat dan kasih sayangNya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan

hasil penelitian ini.
Seperti kata pepatah Tak ada gading yang tak retak, kami pun menyadari bahwa
penulisan hasil penelitian yang telah kami susun ini masih banyak kekurangan baik secara
sistematika penulisan, bahasa, dan penyusunannya
. Oleh karena itu, kami memohon saran serta pendapat yang dapat membuat kami menjadi
lebih baik lagi dalam melaksanakan tugas di lain waktu. Mudah-mudahan karya tulis yang
kami buat ini menjadi bermanfaat bagi kami khususnya dan umumnya bagi pembaca.

Medan, Mei 2017
Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
2

1.1 LATAR BELAKANG
Kota Tanjung Balai merupakan daerah yang berada di kawasan pesisir pantai Timur
Sumatera Utara. Kegiatan ekonomi yang menonjol di Kecamatan Tanjung Balai adalah
perdagangan perikanan. Di Desa Bagan Asahan, Kecamatan Tanjung Balai umumnya masyarakat
berprofesi sebagai nelayan dan pengolah ikan asin. Pengolahan ikan segar menjadi ikan asin ini

dapat memberikan nilai tambah bukan hanya pada produknya tetapi juga pada pendapatan
nelayan pengolah. Jika kita ke kota Tanjung Balai tidak heran jika banyak grosir ikan asin yang
kita jumpai terutama di jalan Asahan kota Tanjung Balai. Mereka menjual berbagai jenis ikan
asin dan ikan kering lainnya yang sudah di olah pengolah terlebih dahulu. Jarak antara laut
dengan permukiman warga yang cukup dekat dan kota Tanjung Balai yang tidak begitu luas
membuat kita dengan mudah melihat setiap aktifitas warga di darat dengan dilaut. Grosir ikan
asin yang berada di Jalan Asahan menjadi tempat pendistribusian ikan asin ke luar maupun
dalam kota.
Kota Tanjung Balai yang sudah terkenal dengan salah satu kota penghasil ikan asin yang
ada di sumatera utara, tentunya menjadi suatu keuntungan bagi setiap masyarakat yang pandai
mengolah dan memanfaatkan kekayaan yang ada. Banyak masyarakat yang tidak menyianyiakan
kekayaan yang ada sehingga mendorong warga untuk mengasah kemampuannya, semua itu di
lakukan agar perekonomian stabil dan masyarakat bisa melanjutkan kehidupannya. ada sekitar 50
lebih gudang ikan yang ada di kota Tanjung Balai semua yang siap menampung hasil tangkapan
yang di dapatkan para nelayan dari hasil melautnya. Ikan yang didapatkan oleh para nelayan
diharapkan tidak sampai digudang saja, maka dari itu banyak juga kita jumpai pengolah ikan asin
yang bertujan agar ikan tersebut bertahan lama. Dalam sistem pengolahan ikan asin ini ada
berbagai pihak yang terlibat. Pihak-pihak yang terlibat tersebut memiliki fungsi masing-masing
yang saling berhubungan dan berkaitan yang pada akhirnya membentuk sebuah kelompok
jaringan sosial yang saling membutuhkan. Namun dalam penelitian ini yang akan dikaji

bukanlah kelompok jaringan sosialnya, akan tetapi lebih terfokus pada kajian struktur fungsional
yang terjadi dalam sistem pengolahan ikan asin tersebut. Sehingga dalam hasil penelitian ini
akan berusaha menggambarkan fungsi ataupun peran masing-masing pihak yang terlibat yaitu
antara pemilik kapal, grosir penjual ikan asin, nelayan dan juga pengolah ikan asin.
1.2. IDENTIFIKASI MASALAH
3

Adapun yang menjadi identifikasi dalam masalah penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana struktur sosial perekonomian ikan asin yang dilakukan masyarakat di Kota
Tanjung balai?
2. Bagaimana sistem kerjasama antara struktur perekonomian ikan asin ?
3. Mengapa mereka melakukan hubungan kerjasama?
4. Apa akibatnya jika mereka tidak melakukan hubungan kerjasama?
5. Apakah

kerja

sama

antara


struktur

sosial

perekonomian

ikan

asin

saling

menguntuntungkan?
1.3

PEMBATASAN MASALAH
Berdasarkan uraian identifikasi masalah diatas, maka perlu dilakukan pembatasan

masalah agar lebih terfokus dan tidak terlalu luas didalam melakukan kajian penelitian, yaitu

sebagai berikut: Bagaimana Struktur Sosial Perekonomian Ikan Asin Masyarakat Di
Kelurahan Pematang Pasir Kecamatan Teluk Nibung Kota Tanjung Balai ?
1.4

RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan pembatasan masalah diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut: Bagaimana Struktur Sosial Perekonomian Ikan Asin Masyarakat Di
Kelurahan Pematang Pasir Kecamatan Teluk Nibung Kota Tanjung Balai ?
1.5

TUJUAN PENELITIAN
Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui struktur sosial

perekonomian ikan asin masyarakat diKelurahan Pematang Pasir Kecamatan Teluk Nibung Kota
Tanjung Balai.
1.6


MANFAAT PENELITIAN

Manfaat Teoritis
Temuan penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu bahan informasi dan
sumber acuan penelitian yang relevan dalam penelitian mengenai struktur sosial
perekonomian ikan asin di Kelurahan Pematang Pasir, Kecamatan Teluk Nibung, Kota
Tanjung Balai.
4



Manfaat Praktis
Bagi Penulis
Sebagai upaya untuk mengembangkan pengetahuan sekaligus dapat menambah wawasan
si peneliti tentang struktur sosial perekonomian ikan asin yang terjadi di Kota Tanjung
Balai.

Bagi Masyarakat
Sebagai sarana untuk menambah pemahaman masyarakat tentang bagaimana struktur
sosial perekonomian ikan asin di Kelurahan Pematang Pasir, Kecamatan Teluk Nibung,
Kota Tanjung Balai.


BAB II
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian

5

Jenis penelitian yang digunakan peneliti adalah Metode Kualitatif dengan pendekatan
Etnografi. Secara harafiah, etnografi berarti tulisan atau laporan tentang suatu suku bangsa yang
ditulis oleh seorang antropolog atas hasil penelitian lapangan (field work) selama sekian bulan
atau sekian tahun. Etnografi, baik sebagai laporan penelitian maupun sebagai metode penelitian
dianggap sebagai asal-usul ilmu antropologi. Menurut Spradley, (2007:3) pengertian Metode
Etnografi merupakan pekerjaan yang mendeskripsikan suatu kebudayaan yang tujuan utamanya
adalah memahami suatu pandangan hidup dari sudut pandangan penduduk asli. Penelitian
etnografi ini melibatkan aktivitas belajar melihat, mendengar, berbicara, berpikir, dan bertindak
dengan cara-cara yang berbeda. Tidak hanya mempelajari masyarakat akan tetapi belajar dari
masyarakat.
Metode etnografi memiliki ciri unik yang membedakannya dengan metode penelitian
kualitatif lainnya, yakni: observatory participant—sebagai teknik pengumpulan data, jangka
waktu penelitian yang relatif lama, berada dalam setting tertentu, wawancara yang mendalam
dan tak terstruktur serta mengikutsertakan interpretasi penelitinya. Sebagai sebuah model, tentu

saja etnografi memiliki karakteristik dan langkah-langkah tersendiri. Langkah yang dimaksud
adalah seperti dikemukakan Spradley (1997) dalam buku Metode Etnografi, sebagai berikut:
Pertama, menetapkan informan. Ada lima syarat minimal untuk memilih informan, yaitu: (a)
enkulturasi penuh, artinya mengetahui budaya miliknya dengan baik, (b) keterlibatan langsung,
artinya (c) suasana budaya yang tidak dikenal, biasanya akan semakin menerima tindak budaya
sebagaimana adanya, dia tidak akan basabasi, (d) memiliki waktu yang cukup, (e) non-analitis.
Tentu saja, lima syarat ini merupakan idealisme, sehingga kalau peneliti kebetulan hanya mampu
memenuhi dua sampai tiga syarat pun juga sah-sah saja. Apalagi, ketika memasuki lapangan,
peneliti juga masih mendugaduga siapa yang pantas menjadi informan yang tepat sesuai
penelitiannya.
Kedua, melakukan wawancara kepada informan. Sebaiknya dilakukan dengan wawancara
yang penuh persahabatan. Pada saat awal wawancara perlu menginformasikan tujuan, penjelasan
etnografis (meliputi perekaman, model wawancara, waktu dan dalam suasana bahasa asli),
penjelasan pertanyaan (meliputi pertanyaan deskriptif, struktural, dan kontras). Wawancara
hendaknya jangan sampai menimbulkan kecurigaan yang berarti pada informan.

6

Ketiga, membuat catatan etnografis. Catatan dapat berupa laporan ringkas, laporan yang
diperluas, jurnal lapangan, dan perlu diberikan analisis atau interpretasi. Catatan ini juga sangat

fleksibel, tidak harus menggunakan kertas ini Kedua, melakukan wawancara kepada informan.
Sebaiknya dilakukan dengan wawancara yang penuh persahabatan. Pada saat awal wawancara
perlu menginformasikan tujuan, penjelasan etnografis (meliputi perekaman, model wawancara,
waktu dan dalam suasana bahasa asli), penjelasan pertanyaan (meliputi pertanyaan deskriptif,
struktural, dan kontras). Wawancara hendaknya jangan sampai menimbulkan kecurigaan yang
berarti pada informan.
Keempat, mengajukan pertanyaan deskriptif. Pertanyaan ini digunakan untuk
merefleksikan setempat. Pada saat mengajukan pertanyaan, bisa dimulai dari keprihatinan,
penjajagan, kerja sama, dan partispasi. Penjajagan bisa dilakukan dengan prinsip: membuat
penjelasan berulang, menegaskan kembali yang dikatakan informan, dan jangan mencari makna
melainkan kegunaannya.
Kelima, melakukan analisis wawancara etnografis. Analisis dikaitkan dengan simbol dan
makna yang disampaikan informan. Tugas peneliti adalah memberi sandi simbol-simbol budaya
serta mengidentifikasikan aturan-aturan penyandian dan mendasari.
Keenam, membuat analisis domain. Peneliti membuat istilah pencakup dari apa yang
dinyatakan informan. Istilah tersebut seharusnya memiliki hubungan semantis yang jelas. Contoh
domain, cara-cara untuk melakukan
pendekatan yang berasal dari pertanyaan: “apa saja cara untuk melakukan pendekatan”.
Ketujuh, mengajukan pertanyaan struktural. Yakni, pertanyaan untuk melengkapi
pertanyaan deskriptif. Misalkan, orang tuli menggunakan beberapa cara berkomunikasi, apa saja

itu?
Kedelapan, membuat analisis taksonomik. Taksonomi adalah upaya pemfokusan
pertanyaan yang telah diajukan. Ada lima langkah penting membuat taksonomi, yaitu: (a) pilih
sebuah domain analisis taksonomi, misalkan jenis penghuni penjara (tukang peluru, tukang sapu,
pemabuk, petugas elevator dll.), (b) identifikasi kerangka substitusi yang tepat untuk analisis, (c)
cari subset di antara beberapa istilah tercakup, misalkan kepala tukang kunci: tukang kunci, (d)
cari domain yang lebih besar, (f) buatlah taksonomi sementara.

7

Kesembilan, mengajukan pertanyaan kontras. Kita bisa mengajukan pertanyaan yang
kontras untuk mencari makna yang berbeda, seperti wanita, gadis, perempuan, orang dewasa,
simpanan, dan sebagainya.
Kesepuluh, membuat analisis komponen. Analisis komponen sebaiknya dilakukan ketika
dan setelah di lapangan. Hal ini untuk menghindari manakala ada hal-hal yang masih perlu
ditambah, segera dilakukan wawancara ulang kepada informan.
Kesebelas, menemukan tema-tema budaya. Penentuan tema budaya ini boleh dikatakan
merupakan puncak analisis etnografi. Keberhasilan seorang peneltii dalam menciptakan tema
budaya, berarti keberhasilan dalam penelitian. Tentu saja, akan lebih baik justru peneliti mampu
mengungkap tema-tema yang orisinal, dan bukan tema-tema yang telah banyak dikemukakan

peneliti sebelumnya.
Keduabelas, menulis etnografi. Menulis etnografi sebaiknya dilakukansecara deskriftif,
dengan bahasa yang cair dan lancar. Jika kemungkinan harus berceritera tentang suatu fenomena,
sebailrnya dilukiskan yang enak dan tidak membosankan pembaca. Penentuan informan kunci
juga penting dalam penelitian etnografi. Informan kunci dapat ditentukan menurut konsep
Benard (1994:166) yaitu orang yang dapat berceritera secara mudah, paham terhadap informasi
yang dibutuhkan, dan dengan gembira memberikan informasi kepada peneliti.
3.2 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yang diobservasi oleh penulis berada di Kelurahan Pematang Pasir,
Kecamatan Teluk Nibung, Kota Tanjung Balai.
3.3 Informan Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti menentukan informan dengan teknik snowboling yaitu
bertanya dari informan yang satu, lalu diarahkan ke informan yang lain yang pada akhirnya kami
menemukan informan yang benar-benar merupakan informan kunci atau utama.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara dan
dokumentasi.
3.4.1

Observasi
Menurut Patto observasi merupakan salah satu metode yang akurat dan mudah dalam

melakukan pengumpulan data serta bertujuan untuk mencari tahu dan memahami segala kegiatan

8

yang berlangsung yang menjadi objek kajian dalam penelitiannya, dan Observasi yang dilakukan
oleh peneliti mengenai Struktur sosial perekonomian ikan asin.

3.4.2 Wawancara
Wawancara menurut Moleong (2009, halaman 186), wawancara adalah percakapan yang
dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan
terwawancara (interview) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Dalam penelitian ini
peneliti melakukan wawancara kepada informan agar mendapatkan data secara langsung dan
data yang lebih akurat. Tipe Wawancara ini disebut juga wawancara terkendali, yang
dimaksudkan adalah bahwa seluruh wawancara didasarkan pada suatu sistem atau daftar
pertanyaan yang ditetapkan sebelumnya. Wawancara terstruktur ini mengacu pada situasi ketika
seorang peneliti melontarkan sederet pertanyaan kepada responden berdasarkan kategori-kategori
jawaban tertentu atau terbatas.
3.4.3 Dokumentasi
Menurut KBBI ,dokumentasi adalah pengumpulan, pemilihan, pengolahan, dan
penyimpanan informasi pengetahuan: pemberian atau pengumpulan bukti dan keterangan seperti
gambar, kutipan, kliping, dan bahan referensi lainnya. Sebagai bukti dari hasil penelitian
mengenai Struktur Sosial Perekonomian Ikan Asin Masyarakat Di Kelurahan Pematang Pasir
Kecamatan Teluk Nibung Kota Tanjung Balai, alat yang akan di gunakan untuk mengumpulan
data adalah rekaman handphone, kamera, dan alat tulis berupa catatan.
3.5 Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini akan menggunakan metode etnografi, dengan analisis
hasil wawancara.
3.6 Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan dapat dikatakan sebagai bagian akhir dari penulisan etnografi ini
dan juga merupakan salah satu dari bagian penting lainnya. Kesimpulan akan berisi data inti dari
hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti mengenai struktur sosial perekonomian ikan asin.

9

BAB III
KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
3.1 KAJIAN PUSTAKA
Dalam penulisan ini, peneliti memahami dan mempelajari kajian-kajian penelitian yang
telah ada sebelumnya untuk dijadikan sebagai bahan referensi dalam penelitian yang akan
dilakukan oleh peneliti, tentunya yang berkaitan dengan struktural sosial. Peneliti membuat dua
skripsi sebagai bahan acuan dalam penyusunan yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu sebagai
berikut :
Kajian pertama karya dari Edi Susilo (April 2010) Dosen Jurusan Sosial Ekonomi, FPIK
UB yang jurnalnya berjudul “ Kajian Struktur Sosial Masyarakat Nelayan Di Ekosistem Pesisir“.
Masyarakat Karanggongso pada awalnya merupakan sebuah komunitas kecil, sebagaimana yang
digambarkan oleh Redfield (1963). Perkembangan struktur masyarakat dapat ditelaah berdasarkan perkembangan organisasi sosial primitif sebagaimana yang dilakukan oleh Servis
(1971) maupun pada unsur-unsur organisasi sosial sebagaimana yang dila-kukan oleh Firth
(1971).
Kajian terhadap struktur sosial memberikan makna bahwa struktur memiliki daya
tampung yang dinamis, dapat berkembang sesuai dengan perjalanan sejarah sosial masyarakat
bersangkutan. Interaksi antara masyarakat lokal dengan masyarakat dari lingkungan sosial luar
akan direspon sesuai dengan daya tampung atau kapasitas ruang struktur sosial. Jika elemen baru
yang masuk ke dalam kehidupan masyarakat dapat ber-integrasi dengan struktur, atau struktur
berada dalam kapasitas yang longgar untuk menerima elemen baru, maka elemen baru dapat
diterima dan menjadi bagian struktur. Sebaliknya, elemen baru yang tidak mampu berintegrasi
dengan struktur akan menguras kapasitas ruang struktur, yang akan menyebabkan daya tampung
struktur sosial semakin sempit.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Berbagai status dalam masa terisolasi
adalah petani (di tegal dan hutan), pedagang (hasil pertanian, ikan), buruh pertanian (usaha
tani, ternak), nelayan, Uceng (Kepala Dusun), Ketua RT, perhutani, partai politik (PNI,
PKI), nelayan juragan jaring tarik. Kapasitas ruang struktur sosial secara obyektif
bergantung kepada keberadaan sumber-sumber ekonomi rumahtangga yang dapat diakses
oleh individu. Kemunculan pemerintahan orde baru, di satu sisi telah memberikan keluasan
10

pada kapasitas ruang struktur sosial, karena telah membebaskan mereka dari kehidupan yang
mendekati titik kritis. Di sisi lain diakui bahwa pada masa itu tingkat kepatuhan masyarakat
kepada pemerintah cukup tinggi.
Dibukanya akses jalan di kawasan barat wilayah Karang-gongso telah memberikan
tambahan kapasitas ruang struktur sosial. Kehidupan masyarakat Karanggongso bergerak
menjauhi titik kritisnya. Sumber-sumber ekonomi yang diakses oleh masyarakat adalah
memanfaatkan sumberdaya perikanan di kawasan teluk, dan sumberdaya hutan.
Pemanfaatan sumberdaya perikanan yang semula hanya diakses oleh nelayan pancing,
kemudian di akhir masa isolasi dapat mengakses dengan alat tangkap jaring tarik. Perhutani
pada masa tersebut memiliki kemampuan tinggi di dalam mengendalikan pemanfaatan
sumberdaya hutan secara ilegal.
Persamaan dari penelitian ini adalah subyeknya dimana memliki sistem struktur sosial.
Adapun perbedaan dari kedua penelitian ini adalah objek yang berbeda dengan penelitian
pertama merupakan informan dari masyarakat untuk memanfaatkan sumber daya perikanan
hanya bisa diakses oleh nelayan pemancing. Sedangkan penelitian yang kami lakukan strukural
sosial, dimana para nelayan akan pergi menggambil ikan setelah itu ikan tersebut dibawa pada
penggolahan ikan asin, dan sesudah ikan asin itu jadi maka akan di salurkan ke toko ikan asin.
Kajian kedua adalah karya dari Siswoyo Hari Santosa ( Januari 2013 ) Staf pengajar
pada jurusan IESP Fakultas Ekonomi Universitas Jember yang jurnalnya berjudul “ Kemiskinan
Nelayan Dalam Struktur Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir Di Desa Puger Kulon Kecamatan
Puger Kabupaten Jember.“ Masyarakat nelayan merupakan masyarakat yang hidup di wilayah
pantai dan mempertahankan kehidupannya dari usaha mengelola sumber daya laut (perikanan)
yang tersedia di lingkungannya. Masyarakat nelayan merupakan salah satu komponen dalam
masyarakat pesisir.
Di samping nelayan, masyarakat pesisir juga terdiri atas kelompok - kelompok
masyarakat yang bekerja di sektor perdagangan, jasa, dan birokrasi. Kelompok-kelompok
masyarakat ini juga sangat bergantung kehidupannya dari kegiatan hasil produksi perikanan.
Sebagian besar dari mereka tergolong miskin (Mubyarto dkk. 1984, Imron, 2003; Masyhuri,
1999; dan Kusnadi, 2002). Sebagai suatu kelompok sosial, nelayan bukanlah merupakan
kelompok sosial yang tunggal. Stratifikasi sosial masyarakat nelayan terbagi dalam dua bagian
11

besar, yaitu nelayan pemilik alat-alat produksi dan nelayan buruh. Di luar kelompok tersebut
terdapat kelompok pedagang (ikan) yang memiliki akses ekonomi yang
cukup besar dan mempengaruhi kegiatan perekonomian lokal. Hubungan kerja antara nelayan
pemilik alat tangkap dengan nelayan buruh atau hubungan antara nelayan dengan pedagang
diikat oleh jaringan utang-piutang yang kompleks.
3.2 LANDASAN TEORI
3.2.1 TEORI STRUKTURAL FUNGSIONAL
Kata Radcliffe-Brown, peneliti sosial tidak pernah melihat hubungan sosial norma
masyarakat dan budaya. Yang nyata terlihat dalam mata peneliti sosial adalah perilaku manusia.
Melalui proses pengelompokan, pengklasifikasian, penggolongan, dan generalisasi (abstraksi),
kenyataan-kenyataan mengenai perilaku manusia tersebut terbentuk menjadi konsep. Jadi
hubungan sosial, masyarakat, norma, dan budaya adalah konsep-konsep yang lahir dari abstraksi
terhadap kenyataan perilaku manusia. Persoalan muncul ketika peneliti sosial mencoba
menghubungkan jurang antara kenyataan dan konsep. Dalam konsep struktural-fungsionalisme
model yang dapat digunakan adalah model organisme tubuh manusia.
Dalam model ini, Radcliffe-Brown mengumpamakan sebuah masyarakat sebagai sebuah
organisme lubuh manusia, dan kehidupan sosial adalah seperti kehidupan organisme tubuh
tersebut. Satu organisme tubuh terdiri dari sekumpulan sel dan cairan yang tersusun dalam suatu
jaringan hubungan, sedemikian rupa, sehingga membentuk sebuah keseluruhan kehidupan yang
terintegrasi. Susunan hubungan antara unit-unit dalam organisme tersebut, atau sistem hubungan
yang mengikat keseluruhan unit, disebut struktur dari organisme tersebut. Sepanjang hidupnya
organisme tubuh ini menjaga kesinambungan strukturnya. Meskipun selama perjalanan hidup
organisme ini terjadi pergantian sel, bagian, dan cairan tertentu, namun susunan hubungan antar
unit tetap sama. Jadi struktur dari organisme tubuh tersebut relatif tidak berubah. Proses
pembinaan kesinambungan struktur ini disebut proses kehidupan, yaitu kegiatan dan interaksi
antara unit -unit dalam organisme, sedemikian rupa, sehingga unit-unit tersebut tetap bersatu.
Adanya proses kehidupan menjadi tanda dari berfungsinya struktur organisme tersebut.
Jadi fungsi dari sebuah unit sel adalah peranan yang dimainkan, atau kontribusi yang diberikan,
oleh unit sel tersebut bagi kehidupan organisme secara keseluruhan. Fungsi perut, misalnya,
12

adalah untuk mengolah makanan menjadi zat-zat kimia tertentu yang kemudian dialirkan oleh
darah ke seluruh tubuh sehingga menjamin kehidupan tubuh tersebut. Sekarang mari kita
terapkan model organisme tubuh ini terhadap masyarakat. Ambil contoh sebuah masyarakat
dusun di Jawa.
Dalam sebuah masyarakat dusun kita mengenal adanya struktur sosial. Unitnya adalah
individu-individu warga dusun tersebut. Mereka berhubungan satu sama lain dalam satu pola
hubungan yang diatur oleh norma-norma hubungan sosial, sedemikian rupa, sehingga
masyarakat dusun tersebut membentuk sebuah keseluruhan yang terintegrasi. Susunan hubungan
sosial yang sudah mapan antara warga dusun itu disebut struktur sosial masyarakat dusun
tersebut. Kesinambungan struktur masyarakat dusun tidak rusak oleh adanya warga yang
meninggal, lahir, atau pindah. Karena kesinambungan tersebut dijaga oleh proses kehidupan
sosial atau kegiatan dan interaksi antarwarga dusun.
Jadi kehidupan sosial adalah struktur sosial yang berfungsi atau bekerja. Fungsi dari
setiap kegiatan warga desa yang berulang-ulang adalah peranan yang dimainkannya dalam
kehidupan masyarakat dusun secara keseluruhan, atau kontribusi yang diberikannya untuk
pembinaan kesinambungan struktur masyarakat dusun tersebut. Di sinilah kita melihat bahwa
konsep “fungsi” tidak dapat dipisahkan dari konsep “struktur”.
a.

Struktural
Teori-teori Struktural dalam ilmu antropologi ada beberapa macam, tetapi konsepnya
untuk pertama kali diajukan oleh A. R. Radcliff-Brown (1881-1955) (Koentjacaraningrat,
1980 : 172). Karya substansil Radcliff-Brown hanya ada dua, yaitu, mengenai konsep fungsi
(1935) dan mengenai struktur sosial (1940) (Kuper, 1996 :58). Sasaran pengkajian RadcliffeBrown adalah sistem sosial atau proses sosial. Sistem yang dimaksud Radcliffe-Brown adalah
mengenai “hubungan nyata di antara individu”, atau lebih tepatnya antara individu yang
menduduki peranan sosial, yakni “antara persons”. Jalinan hubungan ini menjadi “struktur
sosial” yang bukan abstraksi. Struktur sosial “terdiri dari” penjumlahan semua hubungan
sosial dan individu pada saat tertentu. (Kuper, 1996 : 59).
Dalam keluarga ataupun dalam masyarakat sesungguhnya ada struktur atau hierarki yang
berkaitan dengan “satatus dan kedudukan” yang dimainkan seseorang. Dalam keluarga
13

misalnya, seorang ayah atau seorang ibu memiliki peranan dan kedudukannya masingmasing. Begitu pula halnya dengan anak laki-laki dan perempuan di dalam suatu keluarga
masing-masing mempunyai kedudukan dan peranan yang berbeda pula. Dalam kehidupan
sosial bermasyarakat, struktur sosial yang terdiri dari jaringan hubungan antara individu dan
kelompok individu. Semua hubungan ini melibatkan hak dan kewajiban tertentu, dan
didefinisikan menurut cara tertentu.
b.

Fungsionalisme
Fungsionalisme Brown ini merupakan perkembangan dari teori Fungsional Durkheim.
Fungsi dari setiap kegiatan selalu berulang, seperti penghukuman kejahatan, atau upacara
penguburan, adalah merupakan bagian yangdimainkannya dalam kehidupan social sebagai
keseluruhan dan, karena itu, merupakan sumbangan yang diberikan bagi pemelihara
kelangsungan structural (Radcliffe Brown, 1976: 505). Radcliffe Brown juga memiliki teori
yang sama dengan Malinowski yaitu teori fungsionalisme. Menurut beliau lebih menekankan
teori fungsionalisme struktural, ia mengatakan, “...bahwa berbagai aspek perilaku sosial,
bukanlah berkembang untuk memuaskan kebutuhan individual, tapi justru timbul untuk
mempertahankan struktur sosial masyarakat dan struktur sosial masyarakat adalah seluruh
jaringan dari hubungan-hubungan sosial yang ada’’.

14

BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Fungsi Struktur Nelayan Dan Pemilik Gudang
Nelayan merupakan salah satu mata pencarian yang ada di kota Tanjung Balai, banyak
masyarakat menggantungkan diri pada pekerjaan ini. Hasil tangkapan para nelayan tentunya
memberi nilai tambah ekonomi bagi para nelayan itu sendiri dan juga hasil tangkapan ikan
asin yang didapatkan para nelayan diolah lagi salah satu nya di olah menjadi ikan asin,
Pengolahan ikan asin di kota Tanjung Balai tidak akan berjalan tanpa adanya nelayan juga
pihak yang terlibat lainnya agar usaha pengolahan ikan asin ini tetap berjalan dengan baik.
Maka dari itu penulis mengadakan wawancara dengan pihak nelayan. Nelayan yang kami
wawancarai merupakan nelayan yang ada di kecamatan Teluk Nibung. Dibawah teriknya
matahari kami berusaha mencari informan yang bersedia kami wawancarai sekitar jam 12.00
kami menjumpai para nelayan yang akan berangkat melaut, tidak seperti yang kami duga
ternyata nelayan berangkat dari gudang tempat penyimpanan ikan dan pendistribusian ikan
hasil tangkapan para nelayan. Untuk itu sebelum melakukan wawancara dengan para
nelayan, kami meminta izin sama pemilik gudang agar kami di kasih masuk ke dalam
gudang nya. Beruntung pemilik gudang ikan memberikan izin. Kenapa kami harus meminta
izin dahulu untuk masuk ke dalam gudang ikan padahal yang akan kami wawancarai adalah
para nelayan, gudang ikan yang posisinya berada diatas pinggir laut dan sebelum berangkat
melaut para nelayan sudah siap-siap di dalam gudang.
Setelah mendapatkan izin kami pun mencoba naik ke atas kapal para nelayan yang akan
berangkat melaut. Kami pun bertemu dengan salah satu nelayan yang Bernama bapak
Wawan usia 52 tahun beliau mengajak kami ikut melaut dengan para nelayan lainnya.
Banyak barang bawaan yang akan dibawa Bapak Wawan salah satunya persediaan makanan,
karena para nelayan yang akan pergi melaut belum tau pasti kapan akan pulang. Akan tetapi
biasanya mereka akan pulang dan membawa hasil tangkapan setelah 10 hari melaut. “Hidup
kami sangat bergantung pada alam” tutur beliau. Ada sekitar 5 kapal yang akan berangkat
melaut, Namun para nelayan menyuruh kami untuk mewawancarai bapak pemilik gudang di
karenakan para nelayan sudah waktunya berangkat melaut.
15

Kami pun tidak ingin mengganggu aktifitas nelayan yang akan melaut sehingga
kami pun mewawancarai pemilik gudang yang bernama Acong usia 45 tahun beliau
bersedia kami wawancarai dengan sangat terbuka. Sesuasai berkenalan dengan beliau kami
menanyakan apa yang perlu kami tanyakan. Gudang yang sudah lama berdiri sekitar 8 tahun
terakhir ini dimiliki dan di kelola bapak Acong sendiri beserta rekan-rekan kerjanya. Terlihat
gudang ikan Bapak Acong ini tidak sedang melakukan jual beli ikan dengan pelanggan
dikarenakan sudah 2 minggu terakhir hasil melaut yang didapatkan para nelayan berkurang,
bukan hanya itu banyak juga nelayan yang tidak di bolehkan pergi melaut karena tidak
mempunyai surat izin yang resmi sebagai nelayan. Sesuai dengan peraturan yang baru dari
Menteri Maritim bahwa nelayan harus mempunyai surat izin yang resmi baru di bolehkan
melaut. Jika tidak ada ikan yang didapatkan para nelayan apalagi nelayan yang pergi melaut
sedikit jumlah nya, maka proses jual-beli ikan di gudang pun akan tersendat. Itu artinya akan
menurunkan penghasilan juga bagi pihak gudang. Hasil tangkapan ikan yang didapatkan
para nelayan juga harus dibayarkan kepada pemilik kapal. Nelayan tidak harus memberikan
upah kepada pemilik gudang ataupun sebaliknya, akan tetapi nelayan yang berangkat dari
gudang ikan tersebut akan menurunkan ikan ataupun menjual ikan di gudang tersebut.
Dalam hal ini pemilik gudang dan nelayan tidaklah memiliki perjanjian ataupun sistem
kontrak melainkan hanya sistem kerja sama saja yang ada diantara mereka agar saling
menguntungkan kedua belah pihak.
4.2 Pemilik Grosir
Grosir penjualan ikan asin berpusat dijalan Asahan kotaTanjung Balai. Semua grosir
penjualan ikan asin memiliki nama inisial grosir dengan singkatan BH,ACAI,WL yang
terdapat ditiang tembok depan grosir. Semua pemilik grosir yang ada di jalan asahan
merupakan etnis cina yang bersaing secara sehat walaupun grosir mereka berdekatan satu
sama lain. Pemilik Grosir ikan asin yang ada dijalan asahan salah satunya bernama WL. Ia
merupakan pemilik grosir dengan memperkerjakan 6 orang. Pemilik grosir ini menjual jenis
ikan asin antara lain ikan teri kacang, ikan teri top, ikan pilis, ikan sekpo, ikan rebon, ikan
lidah, ikan lemat, ikan gulama, ikan merah dll. Semua jenis ikan dijual disini dan proses
penjualannya sampai keluar sumatra bahkan sampai ke negara korea. Daerah-daerah
penjualan ikan ini sampai ke tarutung, karo,palembang, pekan baru. Semua prosesnya
16

melalui via online dan ikan asin siap untuk melakukan pengirimannya keluar daerah.
Nelayan berangkat mencari ikan dilaut selama 10 hari, atau bahkan lebih dari 10 hari.
Mereka membawa banyak persediaan makanan seperti kue, indomie berkotak-kotak, aqua
galon, kerupuk-kerupuk.
Nelayan tanjung Balai disebut sebagai nelayan Apung, dalam penangkapan ikannya
mengunakan pukat kantong dan hasil tangkapannya dilaut tergantung pada situasi arus air
dan pasang laut. Dan pukat apung ini sangat besar, yang haya diletakan ditengah kapal, yang
menampung jenis-jenis ikan untuk diasinkan dan ikan-ikan tersebut masuk kedalam pukat
apung melalui arus air laut. Setiap nelayan yang pergi mencari ikan sampai berhari-hari atau
bahkan berminggu atau bahkan berbulan-bulan seperti kapal Bot mereka langsung
melakukan pengasinan juga ditengha-tengah laut dan ketika kembali ke darat, ikan yang
diolah menjadi pengasinan siap untuk dijual. Inilah yang dilakukan oleh Nelayan Bot
Tanjung Balai.
Semua ditentukan oleh air pasang laut, ketika air pasang banyaknya ikan yang akan
dibawa, namun ketika laut mengalami air pasang surut, dan bahkan nelayan pulang tidak
membawa ikan, atau ikan hanya sedikit, kemungkinan ikan dipasaran akan mahal terjual,
karena akibat surutnya air laut yang menyebabkan ikan tidak ada. Semua jenis kapal yang
ada ditanjung Balai khusunya dijalan asahan memiliki jenis Bot yang sama. Dan rata-rata
kapalnya berwarna merah besar dan neniliki jaring yang sangat besar didalam kapalnya.
Ikan asin prosesnya ada yang lansung di Bot selama berlayar pergi mencari ikan, ikan asin
tergantung hasil laut, jadi naik lah harga ikan asin ketika tidak ada hasil laut yang didapatkan
mengambil ikan untuk diolah menjadi ikan asin.
a. Fungsi pemilik Grosir dengan pemilik kapal
Kapal yang terdapat di tanjung balai, merupakan kapal bot yang tujuannya untuk mencari
ikan dilaut. Setiap pemilik kapal memiliki nelayan atau pekerja masing-masing. Disini pihak
grosir memiliki hubungan kerja sama antara pihak kapal. Ini terjadi karen sebelumnya sudah
menjalin hubungan teman. Dari hubungan teman inilah yang memunculkan kesepakatan
dengan pihak kapal untuk mencari ikan mengunakan kapalnya. Walaupun menjalin
hubunganyang namanya teman,tetap dilakukan yang namanya pengupahan pihak grosir

17

dengan pemilik kapal memiliki persenan terhadap toke grosir dengan pemilik
kapal.tergantung dari kesepakatan kedua belah pihak.
b. Fungsi pemilik Grosir dengan nelayan.
Nelayan merupakan pekerja yang melakukan penangkapan ikan dilaut dengan
mnegunakan kapal. Nelayan inilah sebagai pekerja di dalam kapal. nelayan Bot yang
memiiki hubungan kerja sama dengan pemilik grosir sebelum berangkat untuk mencari ikan.
Disinilah adanya kesepakatan pihak nelayan dengan grosir. Ini terjadi karena adanya
hubungan teman sebelumnya, sehingga membentuk kerja sama yang nyata antara pihak
pihak grosir dengan pemilik kapal.Nelayan berlayar selama kurang lebih 10 hari, dan selama
itulah pihak grosir menunggu pihak nelayan sampai membawa ikan dari laut. Ketika
Nelayan sudah mendapatkan ikan dilaut, dan khususnya jenis ikan yang akan diolah menjadi
ikan asin, nelayan menghantarkan hasil tangkapannya dari laut ke grosir yang telah
disepakati. Proses pengupahan antara pihak grosir dan nelayan, ketika ikan asin itu laku
terjual, kemudian bisa nelayan diupah oleh pemilik grosir.
c. Fungsi pemilik Grosir ke Gudang
Gudang merupakan tempat persingahan ikan yang ditangkap dari laut oleh nelayannelayan. Pemilik Grosir mengambil ikan dari gudang-gudang yang terdapat dipinggir laut
didaerah teluk nibung. Disini pemilik grosir memiliki hubungan sebagai pembeli langanan
yang setiap harinya mengambil ikan dari gudang tersebut. Ketika sipemilik grosir
berhalangan mengambil ikan ke gudang, pihak grosir meminta pihak gudang untuk
mengantarkan ikan ke tempat pemilik grosir.disni terlihat adanya kerja sama antara penjual
dan pembeli langanan tetap. Selain itu juga ada penjual eceran membeli ikan di gudanggudang tersebut. Nelayan datang membawa Ikan datang dari laut kegudang tepat pada pagi
hari.Semua jenis ikan disediakan di gudang baik ikan yang mau asinkan atau ikan yang
segar untuk dijual atau bahkan untuk dikonsumsi oleh rumah tangga.
d. Fungsi pemilik Grosir dengan Pengolah ikan asin
Pemilik grosir yang bernama Bapak Ahua, merupakan salah satu pemilik grosir yang
terdapat dijalan Asahan, pusat penjualan ikan asin. Bapak Ahua sudah menjalankan usaha
18

selama 5 tahun. Dengan nama grosirnya yang bernama Grosir BH. Grosir BH merupakan
etnis cina yang memiliki hubungan pertemanan yang baik kepada Bapak Andi. Kebetulan
Bapak Andi dan Bapak Ahua teman kerabat waktu SMA. Dan hingga sampai saat ini
hubungan mereka sudah menjadi hubungan keluarga yang dekat. Bapak Andi ini merupakan
pemilik pengolah ikan asin di Teluk Nibung pematang pasir.yang sudah memiliki usaha
pengolah ikan asin selam 5 tahun. Ketika bapak Andi membuka usaha pengolah ikan asin,
bapak ahua sebagai pemilik grosir BH, langsung memiliki hubungan kerja sama dalam
bisnis ini walaupun sebelumnya sudah memiliki hubungan teman dan bahkan dianggap
sebagai keluarga sendiri. Setiap harinya Bapak Ahua menyempatkan waktunya untuk
membantu pekerjaan yang ada di tempat pengolah ikan asin, seperti mengambil ikan asin
yang sudah dijemur, bahkan sampai pemilihan ikan asin yang akan dimasukan kedalam
karton besar untuk dikirim ke grosir tersebut. Disini terlihat bahwa hubungan kerja sama itu
terlihat nyata dalam praktek kerjanya sebagai pemilik grosir langsung ikut campur tangan
membantu proses pengolah ikan asin. Sangat jarang sekali kita temukan pemilik grosir yang
ikut campur dalam proses pengolah ikan tersebut.
Bapak andi sebagai pemilik pengolah ikan asin sering mendapatkan bantuan dari Grosir
BH, seperti pinjaman uang, pemberian tali plastik gulungan, karton dan tawas. Walaupun
sudah seperti keluarga sendiri, namanya berbisnis, semua tetap dibayar bapak Andi terhadap
grosir. BH. Pembayaranya itu tidak dengan uang, melainkan dengan ikan asin, berapa
kurangnya selalu dipotong dengan utang tersebut.Setiap harinya pengolah ikan asin
mengirimkan ikan asin ke Toko BH minimal 10 kotak karton setiap harinya melalui becak
barang.Grosir BH menjual ikan asin buka pada pukul 04.30-13.00. Setiap ikan asin yang
dikirim ke Grosir BH sebanyak 25-30 kg.

19

4.3. Pemilik Gudang
a. Fungsi Pemilik Gudang ke Nelayan
Pemilik Gudang merupakan orang yang menyediakan gudang-gudang khusus ikan dari
laut yang singgah digudang tersebut. Pemilik gudang memiliki nelayan sebagai pekerja
menangkap ikan dilaut. Mereka memiliki nelayan sebagai pekerjanya.
b. Fungsi Pemilik Gudang dengan pemilik kapal
Pemilik gudang memiliki kesepakatan antara pemilik kapal yang akan berlayar. Pihak
gudang mengurusi setiap surat perizinan tentang kapal serta perlengkapan kapal mengenai
surat-surat bahkan kelengkapan kapal yang akan berlayar untuk menangkap ikan.

c. Fungsi Pemilik gudang dengan Grosir ikan asin
Disini terlihat bahwa fungsi pemilik gudang terhadap grosir ikan asin adalah kerjasama
yang baik. Ketika para nelayan sudah tiba di gudang ikan, pihak grosir mengambil ikan ke
gudang tersebut. Setiap paginya pihak grosir mengambil ikan digudang yang sama. Namun
sebelumnya sudah ada perjanjian antara pihak grosir dengan pihak gudang. Setelah ikan
sudah diambil dari gudang, pihak grosir mengantarkan ikan ke pengolah ikan asin untuk
diolah.
d. Fungsi Pemilik Gudang dengan pengolah ikan asin
Pemilik gudang memiliki hubungan kerja sama sebagai penjual ikan dengan pelangan
tetap.Yang selalu mengantarkan pesanan ikan ke pengolah ikan asin. Setiap harinya pihak
gudang menantarkan ikan segar ke pengolah ikan asin dan banyaknya pesanan tiap hari
tergantung pihak pengolah ikan asin. Karena tiap hari kiloan ikan yang dipesan selalu
berbeda. Dan ikan yang diantar oleh pihak gudang mengunakan kendaran becak barang
gudang sendiri. Sistem pembayarannya juga dilakukan ditempat pengolah ikan asin.

20

4.4 Pengolah Ikan Asin
a. Fungsi Pengolahan Ikan Asin Terhadap Grosir
Ikan yang di setor nelayan ke pengolahan ikan asin merupakan bentuk kerja sama dalam
hal perekonoomian.Ikan tangkapan nelayan yang bisa di asinkan seperti ikan perak , ikan
Bulu, ikan gabus pasir, ikan hiu.Dari hasil wawancara kami dengan Bapak Ahua yang
memiliki pengolahan ikan asin dan memiliki karyawan 20 orang terdiri dari laki-laki
11orang sedangkan perempuan 9 orang. Karyawan berasal dari tetangga sendiri, kerabat
terdekat bahkan berasal dari keluarga sendiri. Biasanya pihak perempuan memiliki tugas
membersihkan setiap ikan yang datang. Sedangkan pihak laki-laki merebus ikan sampai
proses kepenjemuran ikan asin. Ada juga yang bekerja sebagai tukang pembuat tempat
penjemuran ikan asin. Tempat pengolahan ikan asin dan penjemurannya terletak disamping
rumah Bapak Ahua sendiri Ikan yang diantar mengunakan kardus setiap harinya sebesar 38
kg- 78 kg beratnya. Ikan diantar melalui becak barang yang dimiliki oleh pihak pengolahan
ikan asin. Selanjutnya setelah melakukan penjemuran ikan asin tersebut di masukkan dalam
kardus dan di kemas dan pihak ikan asin sendiri yang mengantarkan ke grosir.

21

BAB V
KESIMPULAN
5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian diatas maka, dapat disimpulkan bahwa dalam sistem
perekonomian ikan asin yang telah dijelaskan ada terdapat perilaku manusia yang membentuk
relasi yaitu antara berbagai pihak yang terlibat didalam perekonomian tersebut dan itu juga
membentuk sebuah kerjasama yang didasarkan atas kesepakatan ataupun perjanjian. Maka kami
sebagai peneliti melihat disini bahwa ada sebuah struktur sosial yang terbentuk dalam
perekonomian ikan asin yaitu melakukan hubungan yang tidak dapat terpisahkan, karena yang
terlibat saling bergantung antara yang satu dengan yang lain yang didasarkan adanya
kepentingan pribadi masing-masing.
Dalam perekonomian ikan asin ada berbagai pihak yang terlibat yaitu Nelayan, pemilik
kapal, pemilik gudang, pemilik grosir serta dengan pengolah ikan asin. Dan mereka yang terlibat
saling melakukan hubungan kerjasama yang dapat mendatangkan sebuah keuntungan bagi
mereka. Dan hubungan kerjasama tersebut pada dasarnya karena dilatarbelakangi oleh adanya
hubungan teman, misalnya saja ada hubungan antara pengolah ikan asin dengan pemilik grosir
hanya karena teman yaitu antara Pak Andi dan Ibu kiki dengan pemilik grosir yang bernama Pak
Ahua. Selain itu mereka-mereka yang terlibat mempunyai fungsi masing-masing diantara satu
pihak dengan pihak yang lain, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
5.2 SARAN
Adapun saran yang dapat kami berikan yaitu sebagai berikut:
1. Sebaiknya hubungan yang dilakukan tidak hanya kepada adanya hubungan kerabat
ataupun saudara melainkan bisa dilakukan ke berbagai pihak agar pendistribusian
pengolah ikan asin dapat dilakukan secara luas.
2. Seharusnya pemilik grosir memberikan bantuan untuk pengolahan ikan asin, agar
produksi ikan asin lebih banyak dan berkualitas.

22

DAFTAR PUSTAKA
Bungin, B. 2007. Penelitian Kualitatif. Prenada Media Group: Jakarta.
https://www.scribd.com/doc/102618533/Makalah-Teori-Fungsional
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/35014/Chapter%20II.pdf;jsessionid=14C
4872CE9FEC9D2102E69008240BD68?sequence=4
Koentjaraningrat, 1980. Sejarah Antropologi I. Jakarta : Universitas Indonesia.
http://wacana.ub.ac.id/index.php/wacana/article/view/176
http://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/205/Siswoyo%20Hari%20Santosa.pdf?s
equence=1
Spradley, james P. 1997. Metode Etnografi. Yogyakarta: PT tiara Wacana

23

24

25

Dokumen yang terkait

Analisis pendapatan nelayan toke dan nelayan buruh serta faktor-faktor yang mempengaruhinya di Kota Tanjung Balai (studi kasus: Kelurahan Perjuangan Kecamatan Teluk Nibung Kota Tanjung Balai)

5 45 100

Potensi Pengembangan Usaha Ikan Asin Di Kelurahan Belawan Bahari Kecamatan Medan Belawan Kota Medan.

7 79 91

Analisis Tataniaga Ikan Asin Di Kelurahan Belawan Bahari, Kecamatan Medan Belawan, Kotamadya Medan

6 75 99

IDENTIFIKASI KEANEKARAGAMAN ZOOPLANKTON DI PERAIRAN PELABUHAN TELUK NIBUNG KECAMATAN TANJUNG BALAI �.

1 11 15

Pengaruh Sanitasi Lingkungan Rumah Dan Sosial Budaya Masyarakat Pesisir Pantai Terhadap Kejadian Skabies Di Kelurahan Pematang Pasir Kecamatan Teluk Nibung Kota Tanjungbalai Tahun 2012

0 0 21

Pengaruh Sanitasi Lingkungan Rumah Dan Sosial Budaya Masyarakat Pesisir Pantai Terhadap Kejadian Skabies Di Kelurahan Pematang Pasir Kecamatan Teluk Nibung Kota Tanjungbalai Tahun 2012

0 0 2

Pengaruh Sanitasi Lingkungan Rumah Dan Sosial Budaya Masyarakat Pesisir Pantai Terhadap Kejadian Skabies Di Kelurahan Pematang Pasir Kecamatan Teluk Nibung Kota Tanjungbalai Tahun 2012

0 0 9

Pengaruh Sanitasi Lingkungan Rumah Dan Sosial Budaya Masyarakat Pesisir Pantai Terhadap Kejadian Skabies Di Kelurahan Pematang Pasir Kecamatan Teluk Nibung Kota Tanjungbalai Tahun 2012

0 1 54

Pengaruh Sanitasi Lingkungan Rumah Dan Sosial Budaya Masyarakat Pesisir Pantai Terhadap Kejadian Skabies Di Kelurahan Pematang Pasir Kecamatan Teluk Nibung Kota Tanjungbalai Tahun 2012

0 0 5

Pengaruh Sanitasi Lingkungan Rumah Dan Sosial Budaya Masyarakat Pesisir Pantai Terhadap Kejadian Skabies Di Kelurahan Pematang Pasir Kecamatan Teluk Nibung Kota Tanjungbalai Tahun 2012

0 0 71