Pengaruh Sanitasi Lingkungan Rumah Dan Sosial Budaya Masyarakat Pesisir Pantai Terhadap Kejadian Skabies Di Kelurahan Pematang Pasir Kecamatan Teluk Nibung Kota Tanjungbalai Tahun 2012

6.

Laporan Hasil Uji Laboratorium Kimia Balai Teknik Kesehatan
Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular (BTKL & PPM) Kelas
1 Medan ........................................................................................................

7.

Lembar Kuesioner Pengumpulan Data Pengaruh Sanitasi Lingkungan
Rumah dan Sosial Budaya Masyarakat Pesisir Pantai terhadap
Kejadian Skabies di Kelurahan Pematang Pasir Kecamatan Teluk
Nibung Kota Tanjungbalai Tahun 2012 .......................................................

8.

Lembar Jawaban Responden tentang Kuesioner Pengaruh Sanitasi
Lingkungan Rumah dan Sosial Budaya Masyarakat Pesisir Pantai
terhadap Kejadian Skabies di Kelurahan Pematang Pasir Kecamatan
Teluk Nibung Kota Tanjungbalai Tahun 2012 ...........................................

9.


Master Tabel.................................................................................................

10. Hasil Output Analisis Data dengan SPSS ....................................................
11. Gambar Peta Kelurahan Pematang Pasir......................................................

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Skabies adalah erupsi kulit yang disebabkan infestasi dan sanitisasi oleh kutu

Sarcoptes Scabiei varietas hominis dan bermanifestasi sebagai lesi popular, pustul,
vesikel, kadang-kadang erosi serta krusta, dan terowongan berwarna abu-abu yang di
sertai keluhan subyektif sangat gatal, di temukan terutama pada daerah celah dan
lipatan. Di beberapa sinonim penyakit skabies adalah the itch (inggris), gale
(Perancis), Kratze (Jerman), mite infestation, gudik, budukan dan gatal agogo
(Boediardja, 2004).


Universitas Sumatera Utara

Salah satu faktor pendukung terjadinya penyakit skabies adalah sanitasi yang
buruk dan dapat menyerang manusia yang hidup secara berkelompok, yang tinggal di
asrama, barak-barak tentara, rumah tahanan, dan pesantren maupun panti asuhan
(Badri, 2008). Usaha penyehatan lingkungan merupakan suatu pencegahan terhadap
berbagai kondisi yang mungkin dapat menimbulkan penyakit dan sanitasi merupakan
faktor yang utama yang harus diperhatikan (Mukono,2006).
Skabies merupakan penyakit endemik pada banyak masyarakat, penyakit ini
dapat mengenai semua ras dan golongan di seluruh dunia. Penyakit ini banyak di
jumpai pada anak dan orang dewasa muda, tetapi banyak mengenai semua umur.
Insidens sama pada wanita dan pria. Insidens skabies di negara berkembang
menunjukkan siklus fluktuasi yang sampai saat ini belum dapat di jelaskan. Interval
antara akhir dari suatu epidemik dan permulaan epidemik berikutnya kurang lebih 1015 tahun (Makatutu,2007).
Penyakit ini pertama kali diuraikan oleh dokter Abumezzan Abdel Malek bin
Zohar dengan menggunakan istilah soab sebagai sesuatu yang hidup pada kulit dan
menyebabkan gatal. Pada tahun 1687 Giovan Casino Bonomo menemukan kutu
skabies pertama kali sebagai little bladder of water dari lesi skabies pada anak seorang
perempuan miskin (Boediardja, 2004).
Untuk suatu sebab yang sulit dimengerti, penyakit skabies sering menyebabkan

epidemik yang diperkirakan terjadi setiap 30 tahun sekali. Sekitar tahun 1940-1970
pernah terjadi pandemik terbesar di seluruh dunia. Penyakit ini telah di temukan
hampir pada semua negara di seluruh dunia dengan angka prevalensi yang bervariasi.

Universitas Sumatera Utara

Di beberapa negara berkembang prevalensinya di laporkan berkisar antara 6-27% dari
populasi umum dan insidens tertinggi terdapat pada anak usia sekolah dan remaja. Di
negara maju, termasuk USA, prevalensinya sama untuk semua kelompok usia dan
skabies pada anak-anak tetap merupakan suatu masalah besar (Boediardja, 2004).
Skabies terdapat di seluruh dunia dengan insiden yang berfluktuasi akibat
pengaruh faktor yang belum diketahui sepenuhnya. Faktor-faktor yang memengaruhi
keberadaan penyakit ini antara lain, sosial ekonomi rendah, hygiene yang buruk,
promiskuitas seksual, kepadatan penduduk dan kesalahan diagnosis dari dokter yang
memeriksa. Diantara faktor di atas kepadatan penduduk merupakan faktor terpenting
dalam penyebaran skabies (Burkhart, 2009).

Skabies telah menyebar ke seluruh dunia, terutama pada daerah beriklim tropis
dan subtropis, penyakit ini dapat mempengaruhi semua jenis ras di dunia, meskipun
demikian gambaran akurat insidensnya sulit ditemukan dengan pasti oleh karena

berbagai laporan yang ada hanya berdasarkan catatan kunjungan pasien rawat jalan di
rumah sakit dan puskesmas.
Beberapa faktor yang dapat membantu penyebarannya adalah kemiskinan,
higiene yang jelek, seksual promiskuitas, diagnosis yang salah, demografi, ekologi dan
derajat sanitasi individual. Insidensnya di Indonesia masih cukup tinggi, terendah di
Sulawesi Utara dan tertinggi di Jawa Barat. Amiruddin dkk, dalam penelitian skabies
di Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya, menemukan insidens penderita skabies selama

Universitas Sumatera Utara

1983-1984 adalah 2.7%. Abu A dalam penelitiannya di Rumah Sakit Umum Dadi
Ujung Pandang mendapatkan insidens skabies 0.67% (1987-1988).
Skabies menduduki peringkat ke tujuh dari sepuluh besar penyakit utama di
puskesmas dan menempati urutan ke tiga dari dua belas penyakit kulit tersering di
Indonesia. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya insiden skabies antara lain,
sosial ekonomi, higiene dan kepadatan penduduk (Burkhart, 2009).
Insidens penyakit skabies di negara berkembang memperlihatkan siklus
berflutuasi yang tidak dapat dijelaskan secara memuaskan, mungkin berhubungan
dengan teori berd immunity. Skabies dapat diderita oleh semua orang tanpa
membedakan usia dan jenis kelamin, akan tetapi lebih sering ditemukan pada anakanak usia sekolah dan dewasa muda (Boediardja, 2004).

Jika gejala klinisnya khas, diagnosis skabies mudah di buat, tetapi gejala klinis
skabies justru sering tidak khas bahkan dapat menyerupai penyakit lain sehingga
diagnosis menjadi sulit. Pengobatan skabies, sebenarnya sederhana yaitu dengan
skabies topikal seperti salep belerang 4-10% atau gameksan 1%. Namun demikian
karena penyakit ini sering menyerang seluruh anggota keluarga atau asrama bahkan
dapat menyerang satu kampung, maka penyakit ini sulit di berantas. Oleh karena itu,
agar pengobatan skabies berhasil dengan baik perlu diketahui teknik diagnostik yang
tepat dengan cara pengobatan yang benar (Juanda, 2009).
Skabies merupakan infestasi Sarcoptes Scabiei yang menyerang semua usia,
umumnya penularan diperoleh dari orangtua, terutama ibu jika terjadi pada bayi yang
masih minum ASI, sedangkan pada anak-anak selain faktor orangtua juga karena anak

Universitas Sumatera Utara

sudah keluar rumah dan bersekolah. Keluhan gatal pada pasien ternyata dapat
melibatkan peranan reaksi hipersensitivitas (Sungkar, 2009).
Pada anak usia 2 tahun lesi cenderung timbul di seluruh tubuh, terutama
kepala, leher, telapak tangan dan kaki. Sedangkan pada anak yang lebih besar
predileksi lesi menyerupai orang dewasa. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran
klinis, sedangkan diagnosis pasti jika ditemukan tungau pada lesi. Pengobatan dapat

dilakukan dengan berbagai jenis obat anti skabies dengan mempertimbangkan faktor
kemanan, efek samping dan efektivitas obat (Sungkar, 2009).
Kebudayaan adalah suatu kumpulan pedoman

atau pegangan yang

kegunaannya operasional dalam hal manusia mengadaptasi diri dengan dan
menghadapi lingkungan-lingkungan tertentu (fisik/alam, dan sosial) agar mereka itu
dapat melangsungkan kehidupannya, yaitu memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, dan
untuk dapat hidup secara lebih baik lagi. Karena itu kebudayaan juga dinamakan
sebagai disain menyeluruh dari kehidupan (lihat Suparlan, 1972; 1997).Penggunaan
kebudayaan oleh para pendukungnya dalam kehidupan yang nyata, yaitu bagaimana
terwujud dalam tindakan-tindakan sehari-hari dalam kehidupannya sebagai warga
masyarakat, terjadi karena adanya pranata-pranata sosial yang dipunyai oleh
masyarakat tersebut (Kusnadi, 2007).
Kebudayaan memiliki paling sedikit tiga wujud, yaitu: 1) tata kelakuan, 2)
kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat dan 3) sebagai
benda hasil karya manusia. Wujud pertama merupakan wujud yang ideal dari
kebudayaan, sifatnya abstrak, berfungsi sebagai tata kelakuan yang mengatur,


Universitas Sumatera Utara

mengendalikan dan memberi arah kepada kelakuan dan perbuatan. Lapisan yang
paling abstrak adalah sistem nilai budaya, kemudian di ikuti oleh norma-norma yang
lebih konkret lagi (Koentjaraningrat, 2003).
Budaya yang dikembangkan oleh manusia akan berimplikasi pada lingkungan
tempat kebudayaan itu berkembang. Suatu kebudayaan memancarkan suatu ciri khas
dari masyarakatnya yang tampak dari luar, artinya orang asing. Setiap kebudayaan
mempunyai ciri atau sifat yang sama. Sifat tersebut itu bukan diartikan secara spesifik,
melainkan bersifat universal. Dimana sifat-sifat budaya itu akan memiliki ciri-ciri
yang sama bagi semua kebudayaan manusia tanfa membedakan faktor ras, lingkungan
alam atau pendidikan (Setiadi, 2009).

Berdasarkan hasil survei pendahuluan pada bulan februari 2012, tahun 2010
skabies merupakan penyakit yang menduduki posisi ke 9 dari 10 penyakit terbesar di
kota Tanjungbalai, dengan angka insidensi sebesar 4891/100.000 penduduk dan pada
tahun 2011 menduduki posisi ke 7 sebayak

8854/100.000


penduduk. Tahun

2010 skabies merupakan kasus terbanyak di Kelurahan Pematang Pasir Kecamatan
Teluk Nibung Kota Tanjungbalai yaitu menduduki posisi ke 5 dari 10 penyakit
terbesar dengan insiden 343 penderita dan pada tahun 2011 menduduki posisi ke 3
dari 10 penyakit terbesar dengan insidensi 605 penderita.
Peningkatan jumlah penderita skabies terlihat jelas dari data sekunder, pada
bulan Oktober 2011 yaitu ada 30 penderita, bulan November ditemukan 44 penderita
dan bulan Desember menjadi 52 penderita. Dari hasil survei yang didapat ternyata

Universitas Sumatera Utara

mayoritas masyarakat Kelurahan Pematang Pasir bekerja sebagai nelayan dan
mempunyai pendidikan rata-rata SD. Masyarakat cenderung kurang memperhatikan
kebersihan lingkungan rumah serta mempunyai kebiasaan tinggal bersama satu
keluarga dengan jumlah penghuni yang padat. Kebiasaan tidak langsung membawa ke
puskesmas jika mengalami gangguan kesehatan tapi hanya sekedar membeli obat di
warung, misalnya ada gejala penyakit kulit seperti gatal-gatal atau kudis, masyarakat
pesisir tidak langsung membawa ke puskesmas tapi membuat obat sendiri dari bahanbahan tradisional, jika tidak bisa teratasi dengan obat tradisional baru kemudian
masyarakat membawa ke mantri atau puskesmas. Beberapa anggota masyarakat

dikalangan kelompok yang beragama islam percaya bahwa anak adalah titipan tuhan,
dan sakit atau mati itu adalah takdir, sehingga masyarakt kurang berusaha untuk
segera mencari pertolongan pengobatan bagi anaknya yang sakit.
Kondisi air pantai sangat mengganggu masyarakat Pematang Pasir, karena
adanya proses pasang surut. Jika air pasang, air pasti sampai ke halaman rumah
sehingga halaman tenggelam. Keadaan lingkungan yang tidak higienes dan tidak
tertata dengan baik, sulitnya air bersih dan adanya kebiasaan sebahagian masyarakat
mandi, mencuci dan kakus (MCK) di pantai.
Berdasarkan latar belakang yang di uraikan diatas, mendorong penulis untuk
melakukan penelitian dan ingin mengetahui pengaruh sanitasi lingkungan rumah dan
sosial budaya masyarakat pesisir pantai terhadap kejadian skabies di Kelurahan
Pematang Pasir Kecamatan Teluk Nibung Kota Tanjungbalai Tahun 2012.

Universitas Sumatera Utara

1.2. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka permasalahan pada
penelitian ini adalah meningkatnya jumlah penderita skabies setiap tahunnya, pada
tahun 2010 dengan angka insidensi sebesar 4891/100.000 penduduk dan pada tahun
2011 sebayak


8854/100.000 penduduk. Masyarakat Kelurahan Pematang Pasir

Kecamatan Teluk Nibung Kota Tanjungbalai cenderung kurang memperhatikan
kebersihan lingkungan rumah serta mempunyai kebiasaan tinggal bersama satu
keluarga dengan jumlah penghuni yang padat, kebiasaan tidak langsung membawa ke
puskesmas jika mengalami gangguan kesehatan dan adanya kebiasaan sebahagian
masyarakat mandi, mencuci dan kakus (MCK) di pantai.
1.3. Tujuan Penelitian
Menganalisis pengaruh sanitasi lingkungan rumah dan sosial budaya
masyarakat pesisir pantai terhadap kejadian skabies di Kelurahan Pematang Pasir
Kecamatan Teluk Nibung Kota Tanjungbalai Tahun 2012.
1.4. Hipotesis
H0 : Tidak ada pengaruh sanitasi lingkungan rumah dan sosial budaya masyarakat
pesisir pantai terhadap kejadian skabies di Kelurahan Pematang Pasir
Kecamatan Teluk Nibung Kota Tanjungbalai Tahun 2012.

Universitas Sumatera Utara

H1 :


Ada pengaruh sanitasi lingkungan rumah dan sosial budaya masyarakat pesisir
pantai terhadap kejadian skabies di Kelurahan Pematang Pasir Kecamatan
Teluk Nibung Kota Tanjungbalai Tahun 2012.

1.5. Manfaat Penelitian
1. Dinas Kesehatan
Sebagai bahan masukan dan informasi kepada dinas kesehatan kota
Tanjungbalai dalam penanggulangan dan pencegahan penyakit skabies di
Kelurahan Pematang Pasir Kecamatan Teluk Nibung Kota Tanjungbalai Tahun
2012.
2. Puskesmas
Sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam merencanakan program
pencegahan penyakit skabies di Kelurahan Pematang Pasir Kecamatan Teluk
Nibung Kota Tanjungbalai Tahun 2012.
3. Responden
Dapat meningkatkan pengetahuan tentang sanitasi lingkungan rumah dan
sosial budaya masyarakat pesisir pantai di Kelurahan Pematang Pasir
Kecamatan Teluk Nibung Kota Tanjungbalai Tahun 2012.
4. Ilmu Pengetahuan
Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan khususnya yang berkiatan dengan
penyakit skabies.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Evaluasi Tingkat Pelayanan Jalan Sebagai Penunjang Perencanaan dan Pengembangan Pemanfaatan Lahan (Studi Kasus : Jalan Kolonel Yos Sudarso Kelurahan Pematang Pasir Kecamatan Teluk Nibung Kota Tanjungbalai)

2 55 139

PERAN IBU SEBAGAI SINGLE MOTHER DALAM MENGANTISIPASI BAHAYA NARKOBA PADA ANAK (STUDI KASUS DI JLN KIRAB REMAJA KELURAHAN PEMATANG PASIR KECAMATAN TELUK NIBUNG KOTA TANJUNGBALAI.

0 4 25

STRUKTUR SOSIAL PEREKONOMIAN IKAN ASIN DI KELURAHAN PEMATANG PASIR KECAMATAN TELUK NIBUNG KOTA TANJUNG BALAI

1 4 25

Pengaruh Sanitasi Lingkungan Rumah Dan Sosial Budaya Masyarakat Pesisir Pantai Terhadap Kejadian Skabies Di Kelurahan Pematang Pasir Kecamatan Teluk Nibung Kota Tanjungbalai Tahun 2012

0 0 21

Pengaruh Sanitasi Lingkungan Rumah Dan Sosial Budaya Masyarakat Pesisir Pantai Terhadap Kejadian Skabies Di Kelurahan Pematang Pasir Kecamatan Teluk Nibung Kota Tanjungbalai Tahun 2012

0 0 2

Pengaruh Sanitasi Lingkungan Rumah Dan Sosial Budaya Masyarakat Pesisir Pantai Terhadap Kejadian Skabies Di Kelurahan Pematang Pasir Kecamatan Teluk Nibung Kota Tanjungbalai Tahun 2012

0 1 54

Pengaruh Sanitasi Lingkungan Rumah Dan Sosial Budaya Masyarakat Pesisir Pantai Terhadap Kejadian Skabies Di Kelurahan Pematang Pasir Kecamatan Teluk Nibung Kota Tanjungbalai Tahun 2012 Chapter III VI

1 1 49

Pengaruh Sanitasi Lingkungan Rumah Dan Sosial Budaya Masyarakat Pesisir Pantai Terhadap Kejadian Skabies Di Kelurahan Pematang Pasir Kecamatan Teluk Nibung Kota Tanjungbalai Tahun 2012

0 0 5

Pengaruh Sanitasi Lingkungan Rumah Dan Sosial Budaya Masyarakat Pesisir Pantai Terhadap Kejadian Skabies Di Kelurahan Pematang Pasir Kecamatan Teluk Nibung Kota Tanjungbalai Tahun 2012

0 0 71

SANITASI LINGKUNGAN RUMAH DAN SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT PESISIR PANTAI TERHADAP KEJADIAN SKABIES Home Environment Sanitation and Social Culture of Coastal Community on the Incident of Scabies

0 0 6