Peramalan Jumlah Sampah Masyarakat Kota Medan Pada Tahun 2016 Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Deret Waktu (Time Series)

Dalam statistika, deret wktu atau time series merupakan rangkaian data yang berupa nilai
pengamatan yang diukur selama kurun waktu tertentu, berdasarkan waktu dengan interval
yang sama. Sebagai contohnya adalah produksi total tahunan produk pertanian Indonesia,
suhu udara per jam, penjualan total bulanan dan lain-lain. Sedangkan analisis deret waktu
atau time series analysis merupakan metode yang mempelajari deret waktu , baik dari segi
teori yang menaunginya maupun untuk membuat peramalan atau prediksi (Wikipedia).

Pada analisis deret waktu digunakan suatu metode kuantitatif untuk menentukan pola
data yang dapat digunakan untuk prediksi maupun peramalan. Pada umumnya pola data yang
terbentuk adalah dalam periode tertentu, misalnya harian, bulanan, tahunan dan sebagainya.
Untuk memastikan data tidak mengalami perubahan drastis maka data yang akan digunakan
harus stationer.

2.2 Stationeritas


Stationeritas dalam data deret waktu atau time series adalah tidak adanya pertumbuhan atau
penurunan data, dengan kata lain data tetap konstan sepanjang waktu pengamatan dimana
keadaan rata-ratanya tidak berubah seiring dengan berubahnya waktu dan data tersebut
berada disekitar nilai rata-rata dan variansi yang konstan (Santoso: 2009).

Salah satu penyebab tidak stationernya data adalah adanya auto korelasi. Sehingga
bila data distasionerkan maka autokorelasi akan hilang dengan sendirinya. Jika data yang ada
memperlihatkan ketidakstationeran maka ini dapat mengakibatkan kurang tepatnya hasil dari
deteksi atau peramalan yang akan dilakukan. Data yang nonstationer perlu dilakukan
pengujian kembali terhadap validitas dan kestabilannya.

Universitas Sumatera Utara

10

Untuk melihat data stationer atau tidak stationer dapat dilihat pada plot data deret
waktu, demikian pula plot autokorelasi dapat dengan mudah memperlihatkan stationeritas
dari data. Karena kebanyakan dari data deret waktu atau time series tidak stationer maka
perlu dilakukan pengujian mengenai stationaritas pada data time series tersebut.


2.3 Uji kestationeran data

Uji yang sangat sederhana untuk melihat kestationeran data adalah dengan analisis grafik,
yang dilakukan dengan menggunakana log korelogram. Korelogram memberikan nilai auto
correlation (AC) dan Partial Auto Correlation (PAC) (Ade Irma Suryani: 2014). Auto
korelasi merupakan suatu korelasi pada data deret waktu atau time series antara Xt dengan
Xt+k. Untuk menentukan auto korelasi diperlukan auto kovarian. Auto korelasi dan auto
kovarian dapat dirumuskan pada persamaan (1) auto kovarian sebagai berikut (Wei: 2006):
=�

,

=�

+

−�

+


−�

(1)

Serta persamaan (2) auto korelasi sebagai berikut:

dengan:



� =� =

,

� �

+

� �


=

(2)
0

+

= Pengamatan pada waktu ke-t
+

= Pengamatan pada waktu ke-t+k
Dimana Var( ) = Var(

+

)=

0

dan �0 =1. Sebagai fungsi dari k,


disebut

fungsi auto kovariansi dan � disebut sebagai fungsi auto korelasi (autocorrelation function)

atau ACF, yang mewakili kovarians dan korelasi antara
hanya dipisahkan oleh time lag-k. Jika
tetapi tidak berlaku sebaliknya.

dan
dan

+

+

dan

+


independen maka

dari proses yang sama,
=�

,

+

=0

dikatakan tidak berkolerasi jika � = 0. Dua

variabel dengan hubungan negatif sempurna memiliki koefisien korelasi sebesar -1. Di lain
kasus, dua variabel dengan hubungan positif sempurna memiliki koefisien korelasi sebesar

+1. Dengan demikian, koefisien korelasi bervariasi antara -1 dan +1 (Hanke&Winchern:
2004)

Universitas Sumatera Utara


11

Hipotesis untuk menguji signifikansi auto korelasi dirumuskan sebagai berikut:
H0: � = 0 (auto korelasi pada lag ke-k tidak signifikan)
H1: � ≠ 0 (auto korelasi pada lag ke-k signifikan)

Uji signifikansi menggunakan distribusi t, dengan statistik uji pada persamaan (3)
sebagai berikut:

=

(3)

��

Standar error dan koefisien auto korelasi menggunakan rumus pada persamaan (4)
sebagai berikut (Hanke&Winchern: 2004):

��


=

1+2

−1
2
−1 1

(4)

dengan:
��

= koefisien pada lag ke-k

N

= banyaknya pengamatan


= standar error koefisien korelasi pada lag ke-k

Koefisien korelasi pada lag ke-k dikatakan signifikan jika
< -

−1


2

>

−1


2

atau

. Signifikansi koefisien auto korelasi juga dapat dilihat dari selang


kepercayaan dengan pusat

= 0 yang apabila dilihat dari tampilan plot fungsi berupa garis

putus-putus.

2.4 Jaringan Syaraf Tiruan

Jaringan syaraf tiruan (JST) atau disebut dengan Neurol Network (NN), didefenisikan sebagai
suatu sistem pemrosesan informasi yang mempunyai karakteristik menyerupai jaringan syaraf

Universitas Sumatera Utara

12

manusia (Hermawan: 2006). Jaringan syaraf tiruan merupakan sistem adaptif yang dapat
merubah strukturnya untuk memecahkan masalah berdasarkan informasi eksternal maupun
internal yang mengalir melalui jaringan. Secara sederhana, JST adalah sebuah alat
pemodelan data statistik non-linier. JST dapat digunakan untuk memodelkan hubungan yang

kompleks antara input dan output untuk menemukan pola-pola data.

2.4.1 Konsep Dasar Jaringan Syaraf Tiruan

Jaringan sayaraf tiruan menerima input atau masukan (baik dari data yang dimasukkan atau
dari output sel syaraf pada jaringan syaraf). Setiap input berasal dari suatu koneksi atau
hubunga yang mempunyai sebuah bobot (weight). Setiap sel syaraf mempunyai sebuah nilai
ambang. Jumlah bobot dari input dan dikurangi dengan nilai ambang kemudian akan
mendapatkan suatu aktivasi dari sel syaraf (Post Synaptic Potential dari sel syaraf). Signal
aktivasi kemudian menjadi fungsi aktivasi atau fungsi transfer untuk menghasilkan output
dari sel syaraf.

Beberapa istilah yang sering ditemui pada JST adalah sebagai berikut:

a)

Neuron atau node atau unit, yaitu sel syaraf tiruan yang merupakan elemen
pengolahan jaringan syaraf tiruan. Setiap neuron menerima data input, memproses
input tersebut kemudian mengirimkan hasilnya berupa sebuah output.

b)

Jaringan, yaitu kumpulan neuron yang saling terhubung dan membentuk lapisan.

c)

Lapisan tersembunyi (hidden layer), yaitu lapisan yang tidak secara langsung
berinteraksi dengan dunia luar. Lapisan ini memperluas kemampuan jaringan syaraf
tiruan dalam menghadapi masalah-masalah yang kompleks.

d)

Input, yaitu sebuah nilai input yang akan diproses menjadi nilai output.

e)

Output, yaitu solusi dari nilai input.

f)

Bobot, yaitu nilai matematis dari sebuah koneksi antar-neuron.

g)

Fungsi aktivasi, yaitu fungsi yang digunakan untuk meng-update nilai-nilai bobot periterasi dari semua nilai input.

Menurut J.J Siang (2009), neuron adalah node atau unit pemrosesan informasi yang
menjadi dasar dalam pengoperasian jaringan syaraf tiruan. Neuron terdiri atas tiga elemen
pembentuk sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

13

a.

Himpunan node-node yang dihubungkan dengan jalur koneki.

b.

Suatu node penjumlah yang akan menjumlahkan masukan-masukan sinyal yang sudah
dikalikan dengan bobotnya.

c.

Fungsi aktivasi yang menentukan apakah sinyal dari input neuron akan diteruskan ke
neuron lan ataukah tidak.

Neuron dalam jaringan syaraf tiruan sering diganti dengan istilah simpul. Setiap
simpul tersebut berfungsi untuk menerima atau mengirim sinyal dari atau ke simpul-simpul
lainnya. Pengiriman sinyal disampaikan melalui penghubung. Kekuatan hubungan yang
terjadi antara setiap simpul yang saling terhubung dikenal dengan nama bobot.

2.4.2 Komponen Jaringan Syaraf Tiruan

Pada umumnya JST memiliki komponen dua lapisan, yaitu input layer dan output layer.
Tetapi pada perkembangannya, JST memiliki satu lapisan lagi yang terletak diantara input
layer dan output layer. Lapisan ini disebut dengan hidden layer. Berikut penjelasan mengenai
komponen JST:

1)

Input layer
Input layer berisi node-node yang masing-masing menyimpan sebuah nilai masukan
yang tidak berubah pada fase pelatihan (training) dan hanya bisa berubah jika
diberikan nilai input baru. Node-node input tersebut menerima pola inputan dari luar
yang menggambarkan suatu permasalahan. Banyak node atau neuron dalam input
layer tergantung pada banyaknya input dalam model dan setiap input menentukan satu
node.

2)

Hidden layer
Node-node pada hidden layer disebut node-node tersembunyi, dimana outputnya tidak
dapat diamati secara langsung. Akan tetapi semua proses dam fase training dan fase
testing dijalankan di lapisan ini. Jumlah lapisan ini tergatung dari arsitektur yang
dirancang., tetapi pada umumnya terdiri atas satu lapisan hidden layer.

3)

Output layer

Universitas Sumatera Utara

14

Output layer merupakan solusi dari jaringan syaraf tiruan terhadap suatu
permasalahan yang menampilkan hasil perhitungan sistem oleh fungsi aktivasi pada
lapisan hidden layer berdasarkan input yang diterima.

2.4.3 Arsitektur Jaringan Syaraf Tiruan

Arsitektur jaringan syaraf tiruan digolongkan menjadi tiga model yaitu:

1.

Jaringan layar tunggal (Single layer)
Pada lapisan layar tunggal (single layer) node input yang menerima sinyal dari luar
terhubung ke node output tetapi tidak terhubung ke node input lainya, dan node-node
output yang terhubung ke node output lainnya. Seperti terlihat pada gambar brikut ini:

Gambar 2.1 Arsitektur jaringan layar tunggal (single layer)

Keterangan:
x1, xi, xn

: Nilai input ke 1 sampai ke n

y1, yj, ym

: Nilai output hasil pembangkitan nilai output oleh suatu fungsi aktivasi

wi

: Bobot atau nilai

Pada Gambar 2.1 diperlihatkan bahwa arsitektur jaringan layar tunggal (single layer)
dengan n buah input ( x1, xi, xn ) dan m buah output ( y1, yj, ym ). Dalam jaringan ini semua
node input dihubungkan dengan semua node output.

2.

Jaringan layar jamak (multilayer)

Universitas Sumatera Utara

15

Jaringan layar jamak (multi layer) memecahkan masalah yang lebih rumit dari single
layer. Pada jaringan tidak hanya terdiri dari ini terdiri dari input layer, hidden layer
dan output layer. Sebagi contoh terlihat pada gambarberikut:

Gambar 2.2 Arsitektur jaringan layar jamak (multilayer)
Pada Gambar 2.2 memperlihatkan jaringan layar jamak (multilayer) dengan n buah
input ( x1, xi, xn ), hidden layer yang terdiri dari p buah node ( z1, zj, zp ) dan m buah output (
y1, yj, ym ). Pada jaringan layar jamak (multilayer) kadangkala proses trainingnya lebih rumit.
3.

Jaringan reccurent
Model jaringan reccurent mirip dengan jaringan layar tunggal (single layer) ataupun
jaringan layar jamak (multilayer). Hanya saja, ada node output yang memberikan
sinyal node input (feedback loop). Dengan kata lain sinyalnya mengalir dua arah yaitu
maju dan mundur. Seperti terlihat pada gambar berikut:

Gambar 2.3 Arsitektur jaringan reccurent

2.4.4 Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation

Universitas Sumatera Utara

16

Jaringan syaraf tiruan backpropagation adalah salah satu metode yang dapat diaplikasikan
dengan baik dalam bidang peramalan (forecasting). Backpropagation melatih jaringan untuk
mendapatkan keseimbangan antara kemampuan jaringan mengenali pola yang digunakan
selama fase training serta kemampuan jaringan untuk memberikan respon yang benar
terhadap pola input yang serupa (tetapi tidak sama) dengan pola yang dipakai selama fase
training (J.J Siang: 2009).

Backprogation memiliki node yang ada dalam satu atau lebih hidden layer seperti
yang terlihat pada gambar berikut:

Gambar 2.4 Jaringan syaraf tiruan backpropagation

Pada Gambar 2.4 merupakan arsitektur backpropagation dengan n buah input
(ditambah sebuah bias), sebuah hidden layer yang terdiri dari p node (ditambah sebuah bias)
serta m buah output. Arsitektur ini disebut juga jaringan layar jamak (multilayer). Dengan
keterangan gambar vji merupakan bobot garis dari node input xi ke node hidden layer zj (vj0
merupakan bobot garis yang menghubungkan bias di node input ke node hidden layer vj). wkj
merupakan bobot dari hidden layer zj ke node output yk (wk0 merupakan bobot dari bias di
hidden layer ke node output zk).

2.4.5 Fungsi Aktivasi

Dalam JST backpropagation, fungsi aktivasi yang dipakai harus memenuhi beberapa sayarat,
yaitu kontinu, terdifferensial dengan mudah, dan merupakan fungsi yang tidak turun. Fungsi

Universitas Sumatera Utara

17

aktivasi digunakan untuk menentukan output suatu node. Fungsi aktivasi adalah net input
(kombinasi linier input dan bobotnya). Jika net
=f(

maka fungsi aktivasinya adalah f (net)

) (J.J Siang: 2009).

Beberapa fungsi aktivasi yang dipakai adalah sebagai berikut:

a)

Fungsi batas ambang (Threshold)
Fungsi batas ambang sering juga disebut fungsi under biner atau fungsi Heaviside
yang terlihat pada gambar berikut:

Gambar 2.5 Fungsi batas ambang (Threshold)

Fungsi batas ambang (dengan nilai ambang 0) dirumuskan sebagai:

=

b)

,
1,

FTabel (dengan dk = k; n-k-1)
Terima H0 jika FHitung < FTabel (dengan dk = k; n-k-1)

2.5.3 Uji Koefisien Korelasi Berganda

Uji koefisien korelasi berganda digunakan untuk melihat apakah variabel independent
berpengaruh terhadap variabel dependent.
Uji ini disimbolkan dengan R.

Derngan rumus:

Universitas Sumatera Utara

31

R=

1

1

+ 2

2
2

+ 3

3

(24)

Perhitungan Korelasi Antara Variabel Y dengan Xn, dilakukan dengan rumus:



=
2−



(25)
2

2−

2

Universitas Sumatera Utara