Pendapatan Bumn Sebagai Pendapatan Negara Ditinjau Dari Uu Bumn Dan Uu Keuangan Negara

BAB II
PERAN DAN KEWENANGAN NEGARA TERHADAP PERUSAHAAN
BUMN DITINJAU DARI PERATURAN PERUNDANG – UNDANGAN.
D. Makna, Sejarah,

Pembentukan, Serta Kedudukan BUMN Dalam

Ekonomi Nasional.
5. Makna dan Pengertian BUMN
Seperti yang telah disampaikan pada bab sebelumnya, Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) merupakan badan usaha yang seluruh modalnya
dimiliki oleh Negsara dan badan usaha yang tidak seluruh sahamnya
dimiliki Negara tetapi statusnya disamakan dengan BUMN, yakni BUMN
yang merupakan patungan atau kerja sama antara pemerintah dengan
pemerintah daerah, BUMN yang merupakan patungan antara pemerintah
dengan BUMN lainnya, dan BUMN yang merupakan badan usaha
patungan dengan usaha swasta nasional/asing, dengan saham mayoritas
dengan minimal 51% milik Negara. 25
Makna dari pendirian BUMN itu sendiri adalah upaya Negara untuk
melakukan penguasaan Negara pada bidang kehidupan yang vital dan
strategis, oleh karena bidang itu menyangkut kepentingan umum atau

masyarakat banyak. 26

25
26

Aminuddin Ilmar, Op.cit.Hlm.79.
Ibid.Hlm.72.

Universitas Sumatera Utara

Pada Undang – Undang No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN dikatakan
definisi BUMN pada pasal 1 angka (1) yakni, Badan Usaha Milik Negara,
yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau
sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara
langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. 27 Pada
angka (2) pasal ini juga dikatakan Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya
disebut Persero, adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang
modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 %
(lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik
Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan. 28

Kini BUMN sendiri terdiri dari 2 (dua) macam, yaitu Perusahaan
Perseroan (“Persero”) dan Perusahaan Umum (“Perum”). Persero adalah
BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam
saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen)
sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya
mengejar keuntungan. Sedangkan, Perum adalah BUMN yang seluruh
modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan
untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang
bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip

27

Pasal 1 Undang – undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN ( Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3608)
28

Ibid.

Universitas Sumatera Utara


pengelolaan perusahaan. 29 Fokus penulis adalah pada Perusahaan BUMN
Persero.
Terhadap BUMN yang berbentuk Persero berlaku segala ketentuan dan
prinsip-prinsip yang berlaku bagi perseroan terbatas sebagaimana terdapat
dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
(“UUPT”). Ini sebagaimana terdapat dalam Pasal 11 UU BUMN jo. Pasal
3 UU BUMN beserta penjelasannya. Dengan demikian, segala peraturan
yang berlaku terhadap perseroan terbatas berlaku juga untuk BUMN yang
berbentuk Persero selama tidak diatur oleh UU BUMN. 30

6. Sejarah dan Latar Belakang Pendirian BUMN
Sejarah dan latar belakang pendirian Perusahaan Perseroan di
Indonesia dapat ditemukan dalam sejarah pembentukan perusahaanperusahaan negara oleh pemerintah. Perusahaan negara telah lama dikenal
sejak masuknya Belanda di Indonesia, adanya VOC dapat dijadikan bukti
keterlibatan

negara

dalam


kegiatan

ekonomi. 31

Sejak

Indonesia

memproklamirkan kemerdekaan hingga sekarang, Badan Usaha Negara
telah memainkan peranan penting dalam pembangunan dan perekonomian

29

Indra Bastian, Model Pengelolaan Privatisasi,(Yogyakarta: BPFE, 2000), hlm.23.

30

Christianto wibisono dalam Ibrahim, Prospek BUMN dan Kepentingan Umum,
(Bandung: Citra Aditya Bakti, 1997), hlm. 32.

31
Bismar Nasution, Hukum Kegiatan Ekonomi, (Bandung: Boooks Terrace&Library,
2007), hlm. 12.

Universitas Sumatera Utara

negara. Keberadaan perusahaan-perusahaan negara di Indonesia dapat
dilihat dari beberapa periode, yaitu:
1. periode pertama periode sebelum kemerdekaan,
2. periode kedua tahun 1945-1960,
3. periode ketiga tahun 1960-1969,
4. periode keempat tahun 1969-2003.
5. Pada periode berikutnya tahun 2003 sampai sekarang.

Pada periode pertama, periode sebelum kemerdekaan, perusahaan –
perusahaan negara dikelola oleh Pemerintah Hindia Belanda yang
melakukan usaha untuk kepentingan Pemerintah Belanda. Pada periode ini
terdapat dua jenis Badan Usaha Negara yaitu perusahaan yang tunduk
pada Indische Bedrijven Wet (IBW) dan perusahaan yang diatur oleh
Indische Comptabiliteits Wet (ICW). Perusahaan di bawah IBW berada

langsung di bawah pengawasan pemerintah, sedangkan perusahaan yang
diatur ICW sebenarnya bukan perusahaan, melainkan merupakan cabang
dinas dari pemerintah. Keuntungan yang diperoleh dari kedua jenis
perusahaan tersebut menjadi bagian dari penerimaan negara.
Periode kedua (1945-1960), perusahaan-perusahaan yang tunduk
kepada IBW dan ICW tetap dilanjutkan. Pada periode ini, pemerintah
melakukan nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda. Perusahaan –
perusahaan tersebut beroperasi dalam hampir semua sektor perekonomian
negara. Dengan pengambilalihan perusahaan – perusahaan Belanda

Universitas Sumatera Utara

tersebut, peran negara sangat dominan terhadap keberadaan perusahaan
negara. Di tahun 1959, perusahaan-perusahaan milik Belanda mulai
diambil alih oleh pemerintah Indonesia seiring dengan konfrontasi Politik.
Keinginan pemerintah agar perusahaan-perusahaan Belanda yang diambil
alih tersebut dikelola dan dikembangkan para pengusaha pribumi, namun
kenyataannya kemampuan tersebut belum ada. Tawaran dari pengusaha
Tionghoa untuk mengelola perusahaan Belanda tersebut ditolak dengan
alasan etnis Tionghoa tidak boleh dominan dalam bidang perdagangan,

industri dan pertanian. Sehingga diputuskan pemebntukan beberapa
perusahaan negara untuk mengelola perusahaan-perusahaan eks Belanda
tersebut. 32
Periode ketiga (1960-1969), pemerintah mengambil kebijakan untuk
menyeragamkan berbagai bentuk Badan Usaha Negara, dengan tujuan agar
lebih mudah dalam pembinaan dan pengawasannya. Di awal tahun 1960an, Indonesia belum memiliki sumber daya manusia yang berpotensi untuk
menjalankan perusahaan negara yang relatif berskala besar secara efisien
dan produktif. Pengusaha pribumi sendiri belum berpengalaman
memimpin unit usaha yang lebih besar. Untuk mengatasi kendala sumber
daya manusia tersebut, dikerahkan SDM militer yang saat itu relatif lebih
baik 33.

Pemerintah mencoba menyeragamkan bentuk Badan Usaha

Negara menjadi bentuk Perusahaan Negara dengan landasan Undang-

32

Indra Bastian, Privatisasi di Indonesia, (Jakarta: Salemba Empat, 2002), hlm.94.


33

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

Undang Nomor 19 Tahun 1960. Pada periode ini juga, muncul perusahaan
Negara dalam bentuk Perseroan Terbatas dimana sebagian atau seluruh
sahamnya dimiliki oleh Negara. Pada periode ini, sektor public utilities
yang dicanangkan untuk BUMN mengalami transformasi menuju
swastanisasi.
Periode keempat (1969-2003), pemerintah telah meletakan dasar-dasar
penertiban, pengelolaan, pembinaan, dan pengawasan yang lebih baik bagi
Badan Usaha Negara. Pada tahun 1970-an, peranan BUMN ditingkatkan
sebagai inti strategi industrialisai ekonomi Indonesia, dengan alasan bahwa
BUMN cocok untuk melaksanakan program restrukturisasi ekonomi yang
berkembang di tahun 1970-an dan investasi oleh BUMN dapat diarahkan
untuk menentukan arah pembangunan ekonomi. BUMN dapat menjadi
unsure stimulasi pengembangan sektor swasta di Indonesia. 34 Dengan
dikeluarkannya Undang-undang Nomor 9 Tahun 1969, semua bentuk

perusahaan Negara diklasifikasikan menjadi tiga bentuk pokok, yaitu
Perusahaan Jawatan (Perjan), Perusahaan Umum (Perum) dan Perusahaan
Perseroan (Persero). Ketiga bentuk pokok perusahaan tersebut, diatur
masing – masing dalam Peraturan Pemerintah. Pada periode ini,
perusahaan-perusahaan negara maupun perusahaan – perusahaan swasta
dihadapkan dengan era globalisasi dan perdagangan bebas seiring dengan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Di era globalisasi dan
perdagangan bebas, peran BUMN mengalami pasang surut, karena
34

Ibid. hlm.95.

Universitas Sumatera Utara

ketidaksiapan BUMN. Keterlibatan negara dalam bidang ekonomi yang
memerankan BUMN sebagai alat melaksanakan kebijaksanaan ekonomi
dan alat pembangunan ekonomi mengalami pergeseran dengan munculnya
swastanisasi. Indonesia sampai tahun 1996 belum begitu jelas ke arah
mana swastanisasi terhadap BUMN, yang berpengaruh terhadap status
hokum BUMN. 35 Pada periode ini juga, pemerintah menghadapi berbagai

permasalahan ekonomi, dan salah satu permasalahan yang paling menonjol
adalah krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997. Krisis ekonomi
sangat mempengaruhi keberadaan dan kinerja BUMN di Indonesia, yang
berakibat pada kerugian yang dihadapi perusahaan-perusahaan negara.
Krisis ekonomi memiliki konsekuensi bagi pemerintah, terutama terkait
dengan Anggaran dan Belanja Negara. Beban hutang luar negeri, stabilitas
ekonomi

yang

rapuh,

ketidakstabilan

politik,

menjadikan

beban


pemerintah semakin bertambah. Keadaan ini menuntut BUMN untuk lebih
memberikan kontribusinya melalui deviden, pajak, dan privatisasi untuk
membantu kebutuhan anggaran dan belanja negara. Dengan rekomendasi
IMF (International Monetery Fund) dan Bank Dunia, Pemerintah lebih
serius meningkatkan kinerja BUMN, dengan langkah-langkah perbaikan
yang meliputi 36:
a. Restrukturisasi
b. Penggabungan Usaha (Merger)

35
36

Bismar Nasution.,Op.cit.hlm.171.
Indra Bastian. Op.cit.hlm.95.

Universitas Sumatera Utara

c. Pelaksanaan Kerja Sama Operasi (Joint Operation)
Rencana reformasi BUMN pada tahun 1998 itu kurang berhasil
dalam pelaksanaanya, misalnya : langkah pemerintah masih terbatas
kepada perubahan status komersil perusahaan BUMN tersebut. Seperti
mengubah status

beberapa

perusahaan

jawatan

(Perjan)

menjadi

perusahaan umum (Perum), dan beberapa Perum menjadi Perseroan
Terbatas (Persero). Selain itu, telah dilakukan penggabungan beberapa
BUMN sesuai dengan kriteria dan tujuan peningkatan efisiensi
perusahaan. 37
Periode kelima (2003 sampai sekarang), pemerintah memberikan
perhatian yang lebih kepada usaha pemberdayaan Badan Usaha Milik
Negara (BUMN), oleh karena tuntutan perkembangan dunia usaha, era
globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas. Peran Badan Usaha Milik
Negara

(BUMN)

masyarakat.

Pada

dioptimalkan
tahun

2003,

untuk

mewujudkan

Pemerintah

kesejahteraan

melakukan

upaya

pemberdayaan BUMN dengan menerbitkan Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara. Peraturan ini diterbitkan
dengan maksud karena peraturan-peraturan yang telah ada sebelumnya
kurang memberikan landasan hukum yang kuat dalam upaya untuk
pemberdayaan Badan Usaha Milik Negara. Pada periode ini, Badan Usaha
Milik Negara dituntut untuk lebih mengoptimalkan kegiatan usahanya agar

37

Ibid. hlm.96.

Universitas Sumatera Utara

mampu memberikan sumbangan yang berarti bagi perkembangan ekonomi
nasional demi terwujudnya kesejahteraan masyarakat.
Sejarah dan perkembangan Perusahaan Perseroan di Indonesia
tidak luput dari perkembangan dunia usaha dari tahun ke tahun, sebagai
akibat dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin
berkembang pesat. Pemerintah selalu mengupayakan pemberdayaan
Perusahaan Perseroan sebagai BUMN melalui langkah-langkah kebijakan
pemerintah baik itu kebijakan dalam bidang ekonomi maupun kebijakan
dalam bidang hukum. Kebijakan dalam bidang hukum misalnya
pembentukan berbagai aturan perundang-undangan yang akan dijadikan
landasan hukum bagi Perusahaan Perseroan sebagai BUMN dalam
menjalankan kegiatan usahanya.

7. Tujuan BUMN
Dalam ketentuan Pasal 2 ayat (2) PP No. 3 Tahun 1983 tentang
Tata Cara Pembinaan dan Pengawasan BUMN disebutkan maksud dan
tujuan pendirian BUMN, yakni 38 :
a. Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian Negara
pada umumnya dan penerimaan Negara pada khususnya;
b. Mengadakan pemupukan keuntungan/pendapatan;

38

2 ayat (2) PP No. 3 Tahun 1983 tentang Tata Cara Pembinaan dan Pengawasan BUMN
disebutkan maksud dan tujuan pendirian BUMN.

Universitas Sumatera Utara

c. Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa barang dan jasa yang
bermutu dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak;
d. Menjadi perintis kegiatan – kegiatan usaha yang belum dapat
dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi;
e. Menyelenggarakan kegiatan usaha yang bersifat melengkapi kegiatan
swasta dan koperasi dengan antara lain menyediakan kebutuhan
masyarakat, baik dalam bentuk barang maupun dalam bentuk jasa
dengan memberikan pelayanan yang bermutu dan memadai;
f.

Turut aktif memberikan bimbingan kegiatan kepada sector swasta
khususnya pengusaha golongan ekonomi lemah dan sector koperasi;

g. Turut aktif melaksanakan dan menunjang pelaksanaan kebijakan dan
program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan pada
umumnya.
Dengan perumusan seperti diuraikan diatas, terlihat tujuan BUMN
sangatlah beragam dan luas. Oleh sebab itu, dapat diketahui bahwa tujuan
dari BUMN adalah sebagai agent of development dan business entity.
Fenomena demikian tidak hanya berlaku di Indonesia, tetapi sudah
merupakan fenomena yang umum sifatnya dan terjadi pada semua Negara
khususnya Negara – Negara sedang berkembang. 39
Ada berbagai pertimbangan yang mendorong BUMN lebih berperan
sebagai agent of development seperti yang dikemukan Mar’ie Muhammad
dan Astar Siregar (1985), sebagai berikut:
39

Riant Nugroho dan Randy Wrihatnolo, Manajemen Privatisasi BUMN, (Jakarta: PT
Gramedia, 2008), hlm. 43.

Universitas Sumatera Utara

a. Perusahaan Negara merupakan alat yang efektif untuk melaksanakan
pembangunan;
b. Negara c.q. pemeritah selaku pemilik perusahaan Negara tersebut
merasa memiliki wewenang untuk member penugasan apa pun
jugakepada perusahaan Negara yang dimilikinya.
c. Dalam pelaksanaan pembangunan sering kali dirasakan perlu untuk
melaksanakan proyek – proyek tertentu yang tidak terdapat di dalam
rencana pembangunan yang di tetapkan semula. Salah satu cara untuk
melaksanakan proyek – proyek tersebut adalah melalui perusahaan
Negara. 40
Dalam PP No. 12 Tahun 1998 tentang Persero dikemukakan bahwa
pada hakikatnya fingsi utama persero adalah pemupukan dana bagi Negara
ataupun sebagai alat untuk mencari sumber keuangan bagi Negara. 41
Dalam ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang – Undang No. 19 Tahun
2003 tentang BUMN dikatakan Maksud dan tujuan pendirian BUMN
adalah 42 :
a. memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional
pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya;
b. mengejar keuntungan;
c. menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang
dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat
hidup orang banyak;
40

Mar’ie Muhammad dan Astar Siregar, Op.cit., hlm.219.
Aminuddin Ilmar,Op,cit., hlm.89.
42
Pasal 2 Undang – Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN
41

Universitas Sumatera Utara

d. menjadi

perintis

kegiatan-kegiatan

usaha

yang

belum

dapat

dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi;
e. turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha
golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.
Dan pada ayat (2) pasal ini dikatakan bahwa Kegiatan BUMN
harus sesuai dengan maksud dan tujuannya serta tidak bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan/atau
kesusilaan. 43
BUMN

didirikan

dari

awalnya

adalah

untuk

memajukan

perekonomian nasional, dan upaya dari Negara untuk menguasai bidang
kehidupan yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Tidak hanya itu,
tujuan dari adanya BUMN juga menjadi suatu perusahaan printis atau
pemula dari kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor
swasta dan koperasi.
Dari penjabaran tujuan dari BUMN diatas dapat kita simpulkan
bahwa dengan sifat BUMN yang memberi jasa dan menyelenggarakan
kemanfaatan umum serta memupuk pendapatan, maka disini terlihat
perbedaannya secara mendasar dengan usaha swasta dan koperasi yang
mendasarkan pemupukan keuntungsan sebagai hal yang utama. Selain itu
perumusan dalam ketentuan tersebut diatas jelas pula dimaksudkan untuk
membangun suatu tatanan ekonomi nasional dengan mengutamakan

43

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

kebutuhan rakyat dan ketenteraman serta kesenangan kerja dalam
perusahaan demi terwujudnya suatu masyarakat yang adil dan sejahtera.

8. Bentuk Usaha BUMN
Menurut Fernandes (1981),sebagaiman dikutip dari Sri Maemunah
Suharto, bahwa yang dimaksud dengan BUMN adalah suatu organisasi
yang sebagian atau seluruhnya saham atau modalnya dimiliki oleh Negara
dan ditetapkan baik untuk tujuan komersial maupun tujuan social. Untuk
lebih jelasnya dikemukakan sebagai berikut: 44
Public enterprise is an organization, wholly or by a majority
public owned, set up to achieve commercial and social goals,
engage in economic activities or services and whose affairs are
capable of being stated in terms of balances sheets and loss
accounts.
Selanjutnya, Jones (1982) memgemukakan adanya dua dimensi
yang harus dimiliki oleh BUMN. 45 Menurutnya BUMN mempunyai dua
dimensi, yakni dimensi public dan dimensi badan usaha atau enterprise.
Dimensi

public

dan

badan

usaha

akan

ditentukan

dari

pemilikan(ownership) serta pengawasan dari negara, yakni sejauh mana
keputusan intern dapat dilakukan oleh pimpinan perusahaan. 46
Dimensi public dari BUMN terdiri dari:

44

Sri Maemunah Suharto, “Pengelompokan BUMN dalam Rangka penyusunan Tolok
Ukur pada Evaluasi Kinerja di Indonesia,” Disertasi, Program Pascasarjana, Universitas
Airlangga, 1996,hlm.36.
45
Ibid.,hlm.37.
46
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

a. Tujuan yang berorientasi kepentingan masyrakat atau public
purpose;
b. Pemilikan oleh Negara atau public ownership;dan
c. Pengawasan public atau public control. 47
Sedangkan dimensi badan usaha yakni dimana BUMN sebagai
persero harus dapat difungsikan sebagai salah satu sumber pendapatan
bagi Negara.
Oleh karena itu, pendirian BUMN maupun penyelenggaraannya
disamping sebagai pemenuhan kepentingan, kebutuhan , serta pelayanan
terhadap masyarakat, diharapkan menjadi sumber pendapatan Negara.
Sehingga menurut Undang – Undang 9 Tahun 1969 tentang Bentuk
– bentuk Usaha Negara, usaha BUMN dibagi atas tiga bentuk usaha
Negara, yakni:
1. Semua perusahaan yang didirikan dan diatur menurut ketentuan
IBW dengan stbl.1972 Nomor 419 dinamakan Perusahaan
Jawatan disingkat “Perjan.”
2. Semua perusahaan yang modal seluruhnya dimiliki oleh
Negara dari kekayaan Negara yang dipisahkan dan yang tidak
dibagi atas saham – saham yang didirikan dan diatur
berdasarkan ketentuan Undang – undang Nomor 19 prp
47

Ibid.hlmn.42.

Universitas Sumatera Utara

Tahun1960 dan telah diganti dengan PP Nomor 13 Tahun
1998, perusahaan ini dinamakan Perusahaan Umum disingkat
“Perum.”
3. Semua perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas yang
diatur menurut Kitab Undang – undang Hukum Dagang
(KUHD) dengan stbl.1847 Nomor 23 telah diganti melalui
Undang – undang Nomor 1 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas (PT), baik yang sahamnya untuk seluruhnya atau
untuk sebagiannya dimiliki oleh Negara dari kekayaan Negara
yang

dipisahkan,

perusahaan

ini

dinamakan

dengan

“persero.” 48
Akan tetapi kini telah lahir Undang – Undang Nomor 19 Tahun
2003 tentang BUMN menjadi hukum positif

BUMN. Pada Pasal 9

Undang – Undang ini mengatakan bahwa BUMN terdiri dari Persero dan
Perum saja, dengan kata lain Perjan pada peraturan sebelumnya telah
dihapuskan.
Sehingga bentuk dari BUMN pada saat ini terdiri atas: 49
1. Persero
Pada Pasal 1 ayat (2) Undang – Undang No.19 Tahun 2003
terdapat pengertian dari persero yakni, Perusahaan Perseroan,
48

Aminuddin Ilmar, Op.cit.,hlm.84.
Hessel Tangkilisan Nogi, Distorsi Pengelolaan Privatisasi Jalan Tol, (Yogyakarta :
Lukman Offset, 2003), hlm.18
49

Universitas Sumatera Utara

yang selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN yang
berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam
saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu
persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia
yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.
2. Perum.
Pada Pasal 1 ayat (4) Undang – Undang No. 19 Tahun 2003
terdapat pengertian dari Perum yakni, Perusahaan Umum, yang
selanjutnya disebut Perum, adalah BUMN yang seluruh
modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham, yang
bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang
dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar
keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan.
E. Lembaga – Lembaga Negara Yang Berperan Dan Berwenang Atas
Perusahaan BUMN.
4. Kementerian Keuangan Negara
Selama penjajahan Jepang di Indonesia segala kegiatan pemerintah
Jepang di Indonesia dipusatkan di Jakarta. Sejak itu untuk melaksanakan
kegiatan keuangan sehari-hari Gedung Lama Departemen Keuangan masih
merupakan tempatnya. Ini kiranya disebabkan karena pemerintah Jepang
tidak mau bersusah payah memindahkan pusat kegiatan keuangan
ditempat yang lain. Jadi Gedung Departemen Keuangan pada masa

Universitas Sumatera Utara

penjajahan Jepang di Indonesia juga digunakan sebagai pusat kegiatan
pengolahan keuangan.
Segera sesudah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17
Agustus 1945 diumumkan, Pemerintah Republik Indonesia memandang
perlu untuk mengeluarkan uang sendiri. Uang tersebut, bagi pemerintah
tidak sekedar sebagai alat pembayaran semata-mata, tetapi juga berfungsi
sebagai lambang utama suatu negara merdeka, serta sebagai alat untuk
memperkenalkan diri kepada khalayak umum. Oleh sebab itu semua hal
yang berhubungan dengan keuangan Negara maka akan berkaitan dengan
Kementerian Keuangan.
BUMN yang mayoritas modalnya berasal dai Kekayaan Negara yang
dipisahkan memiliki keterkaitan dengan Kementerian Keuangan. Hal ini
dikarenakan Kekayaan yang dipisahkan pada BUMN termasuk ke dalam
keuangan Negara. Oleh sebab itu dalam hal penyetoran modal mayoritas
tersebut kepada BUMN akan melibatkan Kementerian Keuangan, sebab
modal yang disetor merupakan keuangan Negara. 50 Demikian juga pada
saat pembagian laba BUMN, Kementerian Keuangan pun berperan di
dalamnya, hal ini akan dimasukkan pada laporan Anggaran Penerimaan
Belanja Negara. Kementerian keuangan ini berperan aktif dalam
membantu kementerian BUMN dalam menjalankan Perusahaan BUMN.

50

Ibid, hlm. 26.

Universitas Sumatera Utara

5. Kementerian BUMN
Kementerian BUMN merupakan transformasi dari unit kerja eselon II
Departemen Keuangan (1973-1993) yang kemudian menjadi unit kerja
eselon I (1993-1998 dan 2000-2001). Tahun 1998-2000 dan tahun
2001 sampai sekarang, unit kerja tersebut menjadi Kementerian
BUMN. 51

Kementerian

BUMN

memiliki

tugas

pokok

dan

fungsi

melaksanakan pembinaan terhadap perusahaan negara atau BUMN di
Indonesia. Kementerian BUMN telah ada sejak tahun 1973, yang
awalnya merupakan bagian dari unit kerja di lingkungan Departemen
Keuangan. Selanjutnya, organisasi tersebut mengalami beberapa kali
perubahan dan perkembangan. Dalam periode 1973 sampai dengan
1993, unit yang menangani pembinaan BUMN berada pada unit
setingkat eselon II. Awalnya, unit organisasi itu disebut Direktorat
Persero dan PKPN (Pengelolaan Keuangan Perusahaan Negara).

Selanjutnya terjadi perubahan nama menjadi Direktorat Persero
dan BUN (Badan Usaha Negara). Terakhir kalinya pada unit organisasi
setingkat eselon II, organisasi ini berubah menjadi Direktorat
Pembinaan BUMN sampai dengan tahun 1993.

51

Sejarah BUMN, http://www.bumn.go.id/tentang-kami-bumn/sejarah-perkembangan/, (15 Maret
2014)

Universitas Sumatera Utara

Selanjutnya, seiring dengan meningkatnya kebutuhan untuk
mengoptimalkan pengawasan dan pembinaan terhadap BUMN, dalam
periode 1993 sampai dengan 1998, organisasi yang awalnya hanya
setingkat Direktorat/eselon II, ditingkatkan menjadi setaraf Direktorat
Jenderal/eselon I, dengan nama Direktorat Jenderal Pembinaan Badan
Usaha Negara (DJ-PBUN).

Mengingat peran, fungsi dan kontribusi BUMN terhadap keuangan
negara sangat signifikan, pada tahun 1998 sampai dengan 2000,
pemerintah Indonesia mengubah bentuk organisasi pembina dan
pengelola BUMN menjadi setingkat kementerian. Awal dari perubahan
bentuk organisasi menjadi kementerian terjadi di masa pemerintahan
Kabinet Pembangunan VI, dengan nama Kantor Menteri Negara
Penanaman Modal dan Pembinaan BUMN/Kepala Badan Pembinaan
BUMN.

Pada tahun 2000 sampai dengan tahun 2001, struktur organisasi
kementerian ini dihapuskan dan dikembalikan lagi menjadi setingkat
eselon I di lingkungan Departemen Keuangan. Namun, pada tahun
2001, ketika terjadi suksesi kepemimpinan, organisasi tersebut
dikembalikan lagi fungsinya menjadi setingkat kementerian dengan
nama Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara. Pada tahun
2009, mengikuti perubahan nomenklatur seluruh kementerian,
kementerian ini pun berganti nomenklatur menjadi Kementerian Badan

Universitas Sumatera Utara

Usaha Milik Negara. Kementerian BUMN ini sangat berperan aktif
dan berwenang atas perusahaan BUMN, sebab itu merupakan tugas
utamanya.

Ada pun organisasi Kementerian BUMN terdiri dari:

1.

Menteri BUMN

2.

Sekretariat Kementerian BUMN

3.

Deputi Bidang Usaha Perbankan dan Jasa Keuangan

4.

Deputi Bidang Usaha Jasa Lainnya

5.

Deputi Bidang Usaha Logistik dan Pariwisata

6.

Deputi

Bidang

Usaha

Agro

Industri,

Kehutanan,

Kertas,

Percetakan dan Penerbitan
7.

Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis, Energi dan
Telekomunikasi

8.

Deputi Restrukturisasi dan Privatisasi

6. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)

Pasal 23 ayat (5) UUD Tahun 1945 menetapkan bahwa untuk
memeriksa tanggung jawab tentang Keuangan Negara diadakan suatu
Badan Pemeriksa Keuangan yang peraturannya ditetapkan dengan
Undang-Undang. Hasil pemeriksaan itu disampaikan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat.

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan amanat UUD Tahun 1945 tersebut telah dikeluarkan
Surat Penetapan Pemerintah No.11/OEM tanggal 28 Desember 1946
tentang pembentukan Badan Pemeriksa Keuangan. Untuk memulai
tugasnya, Badan Pemeriksa Keuangan dengan suratnya tanggal 12
April 1947 No.94-1 telah mengumumkan kepada semua instansi di
Wilayah Republik Indonesia mengenai tugas dan kewajibannya dalam
memeriksa tanggung jawab tentang Keuangan Negara, untuk
sementara masih menggunakan peraturan perundang-undangan yang
dulu berlaku bagi pelaksanaan tugas Algemene Rekenkamer (Badan
Pemeriksa Keuangan Hindia Belanda), yaitu ICW dan IAR.

Dalam Penetapan Pemerintah No.6/1948 tanggal 6 Nopember 1948
tempat kedudukan Badan Pemeriksa Keuangan dipindahkan dari
Magelang ke Yogyakarta. Negara Republik Indonesia yang ibukotanya
di Yogyakarta tetap mempunyai Badan Pemeriksa Keuangan sesuai
pasal 23 ayat (5) UUD Tahun 1945;

Dengan dibentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia Serikat
(RIS) berdasarkan Piagam Konstitusi RIS tanggal 14 Desember 1949,
maka dibentuk Dewan Pengawas Keuangan (berkedudukan di Bogor)
yang merupakan salah satu alat perlengkapan negara RIS. Dewan
Pengawas Keuangan RIS berkantor di Bogor menempati bekas kantor

Universitas Sumatera Utara

Algemene Rekenkamer pada masa pemerintah Nederlandsch Indië
Civil Administratie (NICA). 52

Dengan terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia pada
tanggal 17 Agustus 1950, maka Dewan Pengawas Keuangan RIS yang
berada di Bogor sejak tanggal 1 Oktober 1950 digabung dengan Badan
Pemeriksa Keuangan berdasarkan UUDS 1950 dan berkedudukan di
Bogor menempati bekas kantor Dewan Pengawas Keuangan RIS.
Personalia Dewan Pengawas Keuangan RIS diambil dari unsur Badan
Pemeriksa Keuangan di Yogyakarta dan dari Algemene Rekenkamer
di Bogor. 53

Pada Tanggal 5 Juli 1959 dikeluarkan Dekrit Presiden RI yang
menyatakan berlakunya kembali UUD Tahun 1945. Dengan demikian
Dewan Pengawas Keuangan berdasarkan UUD 1950 kembali menjadi
Badan Pemeriksa Keuangan berdasarkan Pasal 23 (5) UUD Tahun
1945. 54

Meskipun Badan Pemeriksa Keuangan berubah-ubah menjadi
Dewan Pengawas Keuangan RIS berdasarkan konstitusi RIS Dewan
Pengawas Keuangan RI (UUDS 1950), kemudian kembali menjadi
Badan Pemeriksa Keuangan berdasarkan UUD Tahun 1945, namun

52

Sejarah BPK RI dan Tugas BPK, http://www.bpk.go.id/page/sejaraah, (diakses 16
maret 2014).
53
Ibid.
54
Abdul Halim dan Icuk Rangga Bawono, Pengelolaan keuangan Negara, hukum
kerugian Negara dan badan pemeriksa keuangan, (Jakarta: UPP STIM YKPN, 2011), hlm. 32

Universitas Sumatera Utara

landasan pelaksanaan kegiatannya masih tetap menggunakan ICW dan
IAR. 55

Dalam amanat-amanat Presiden yaitu Deklarasi Ekonomi dan
Ambeg Parama Arta, dan di dalam Ketetapan MPRS No.
11/MPRS/1960 serta resolusi MPRS No. 1/Res/MPRS/1963 telah
dikemukakan keinginan-keinginan untuk menyempurnakan Badan
Pemeriksa Keuangan, sehingga dapat menjadi alat kontrol yang efektif.
Untuk mencapai tujuan itu maka pada tanggal 12 Oktober 1963,
Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-undang No. 7 Tahun 1963 (LN No. 195 Tahun 1963) yang
kemudian diganti dengan Undang-Undang (PERPU) No. 6 Tahun
1964 tentang Badan Pemeriksa Keuangan Gaya Baru.

Untuk mengganti PERPU tersebut, dikeluarkanlah UU No. 17
Tahun 1965 yang antara lain menetapkan bahwa Presiden, sebagai
Pemimpin Besar Revolusi pemegang kekuasaan pemeriksaan dan
penelitian tertinggi atas penyusunan dan pengurusan Keuangan
Negara. Ketua dan Wakil Ketua BPK RI berkedudukan masing-masing
sebagai Menteri Koordinator dan Menteri.

Akhirnya oleh MPRS dengan Ketetapan No.X/MPRS/1966
Kedudukan BPK RI dikembalikan pada posisi dan fungsi semula
sebagai Lembaga Tinggi Negara. Sehingga UU yang mendasari tugas
55

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

BPK RI perlu diubah dan akhirnya baru direalisasikan pada Tahun
1973 dengan UU No. 5 Tahun 1973 Tentang Badan Pemeriksa
Keuangan.

Dalam era Reformasi sekarang ini, Badan Pemeriksa Keuangan
telah mendapatkan dukungan konstitusional dari MPR RI dalam
Sidang Tahunan Tahun 2002 yang memperkuat kedudukan BPK RI
sebagai lembaga pemeriksa eksternal di bidang Keuangan Negara,
yaitu dengan dikeluarkannya TAP MPR No.VI/MPR/2002 yang antara
lain menegaskan kembali kedudukan Badan Pemeriksa Keuangan
sebagai satu-satunya lembaga pemeriksa eksternal keuangan negara
dan peranannya perlu lebih dimantapkan sebagai lembaga yang
independen dan profesional.

Untuk lebih memantapkan tugas BPK RI, ketentuan yang mengatur
BPK RI dalam UUD Tahun 1945 telah diamandemen. Sebelum
amandemen BPK RI hanya diatur dalam satu ayat (pasal 23 ayat 5)
kemudian dalam Perubahan Ketiga UUD 1945 dikembangkan menjadi
satu bab tersendirSi (Bab VIII A) dengan tiga pasal (23E, 23F, dan
23G) dan tujuh ayat.

Untuk menunjang tugasnya, BPK RI didukung dengan seperangkat
Undang-Undang di bidang Keuangan Negara, yaitu;

Universitas Sumatera Utara

UU No.17 Tahun 2003 Tentang keuangan Negara; UU No.1 Tahun
2004 Tentang Perbendaharaan Negara; UU No. 15 Tahun 2004
Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan
Negara; UU No. 15 Tahun 2006 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan.

BPK yang merupakan Badan yang dibentuk untuk melakukan
pemeriksaan

Keuangan

Negara

dianggap

berhak

melakukan

pemeriksaan terhadap perusahaan BUMN, hal inilah yang menjadikan
adanya keterkaitan antara BPK dan BUMN, dikarenakan Kekayaan
Negara yang dipisahkan terdapat di dalam BUMN.

F. Peraturan Perundang – Undangan Yang Mengatur Kewenangan
Negara Terhadap Perusahaan BUMN.
4. Pengaturan dalam UU BUMN
BUMN selaku perusahaan Negara, yang dimana seluruh atau sebagian
besar dari sahamnya adalah milik Negara. Melihat perusahaan BUMN
adalah perusahaan Negara maka terdapat kewenangan Negara di
dalamnya.
Undang – Undang No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN memuat hukum
positif yang berlaku untuk Perusahaan BUMN saat ini. Di dalam Undang –
Undang tersebut terdapat kewenangan Negara, hal ini terlihat jelas pada
bagian ketentuan umum, yakni Pasal 1 ayat (5) yang berisikan :

Universitas Sumatera Utara

“Menteri adalah menteri yang ditunjuk dan/atau diberi kuasa untuk
mewakili pemerintah selaku pemegang saham negara pada Persero dan
pemilik modal pada Perum dengan memperhatikan peraturan perundangundangan.”
Dari bunyi Pasal 1 ayat (5) tersebut dapat dilihat bahwa adanya
menteri yang ditunjuk untuk mewakili pemerintah. Terdapat pula menteri
teknis seperti yang tercantum pada Pasal 1 ayat (6) Undang – undang
BUMN ini, yakni, menteri yang mempunyai kewenangan mengatur
kebijakan sektor tempat BUMN melakukan kegiatan usaha.
Pada Pasal 10 Undang – Undang No.19 Tahun 2003 terdapat
wewenang dari menteri yang pada Pasal 1 ayat (5) telah dikatakan sebagai
wakil dari pemeritah. Wewenang yang dimaksudkan adalah wewenang
dalam pendirian Persero yakni:
(1) Pendirian Persero diusulkan oleh Menteri kepada Presiden disertai
dengan dasar pertimbangan setelah dikaji bersama dengan Menteri
Teknis dan Menteri Keuangan.
(2) Pelaksanaan pendirian Persero dilakukan oleh Menteri dengan
memperhatikan peraturan perundangan-undangan.
Kedua hal yang terdapat pada perusahaan persero diatas sama halnya
dengan Perum. Tidak hanya hal diatas pada Undang – Undang No.19
Tahun 2003 juga mengatur wewenang pemeritah yang diwakili menteri
yakni terdapat pada Pasal 14 :
(1) Menteri bertindak selaku RUPS dalam hal seluruh saham Persero
dimiliki oleh negara dan bertindak selaku pemegang saham pada

Universitas Sumatera Utara

Persero dan perseroan terbatas dalam hal tidak seluruh sahamnya
dimiliki oleh negara.
(2) Menteri dapat memberikan kuasa dengan hak substitusi kepada
perorangan atau badan hukum untuk mewakilinya dalam RUPS.
(3) Pihak yang menerima kuasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (2),
wajib terlebih dahulu mendapat persetujuan Menteri untuk
mengambil keputusan dalam RUPS mengenai :
a. perubahan jumlah modal;
b. perubahan anggaran dasar;
c. rencana penggunaan laba;
d. penggabungan, peleburan, pengambilalihan, pemisahan, serta
pembubaran Persero;
e. investasi dan pembiayaan jangka panjang;
f. kerja sama Persero;
g. pembentukan anak perusahaan atau penyertaan;
h. pengalihan aktiva.
Dalam hal pengangkatan dan pemberhentian Direksi dan Komisaris
Persero pun pemeritah memiliki andil melalui RUPS, sebab pengangkatan
dan pemberhentian organ – organ Persero tersebut dapat dilakukan oleh
RUPS, dalam hal menteri bertindak selaku RUPS maka pengangkatan dan
pemberhentian Direksi dan Komisaris oleh menteri.
Kewenangan pemerintah atau Negara yang diwakili oleh menteri pada
Perusahaan Umum (Perum) dirangkum dalam satu bagian khusus pada

Universitas Sumatera Utara

Undang – Undang No. 19 Tahun 2003, yakni pada bab tiga bagian
keempat sebagai berikut:
Kewenangan Menteri
Pasal 38
(1) Menteri memberikan persetujuan atas kebijakan pengembangan
usaha Perum yang diusulkan oleh Direksi.
(2) Kebijakan pengembangan usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) diusulkan oleh Direksi kepada Menteri setelah mendapat
persetujuan dari Dewan Pengawas.
(3) Kebijakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan sesuai
dengan maksud dan tujuan Perum yang bersangkutan.
Pasal 39
Menteri tidak bertanggung jawab atas segala akibat perbuatan hukum
yang dibuat Perum dan tidak bertanggung jawab atas kerugian Perum
melebihi nilai kekayaan negara yang telah dipisahkan ke dalam Perum,
kecuali apabila Menteri:
a. baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk
memanfaatkan Perum semata-mata untuk kepentingan pribadi;
b. terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh
Perum; atau
c. langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum
menggunakan kekayaan Perum.

Universitas Sumatera Utara

5. Pengaturan dalam UU Keuangan Negara
Dasar hukum Keuangan Negara adalah Undang – Undang No. 17
Taahun 2003 tentang Keuangan Negara. Dalam Pasal 1 ayat (1) dikatakan,
“Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban Negara yang dapat
dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa
barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan
hak dan kewajiban tersebut.” Pada Pasal 1 ayat (5) Undang – Undang ini
menjelaskan tentang perusahaan Negara yakni:
“Perusahaan Negara adalah badan usaha yang seluruh atau
sebagian modalnya dimiliki oleh Pemerintah Pusat.”
Sementara keuangan Negara yang dimaksud pada Pasal 1 ayat (1)
dijelaskan Pada Pasal 2, dan yang berhubungan dengan Perusahaan
BUMN terdapat pada huruf (g) yakni:
“kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh
pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hakhak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang
dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan daerah.”
Dari Pasal – pasal yang diuraikan di atas dapat diketahui bahwa
Kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan Negara, dalam hal ini
perusahaan BUMN merupakan keuangan Negara. Kewenangan dalam
pengelolaan keuangan Negara tersebut diatur pada Pasal 6 Undang –
Undang ini. Pada pasal tersebut dikatakan, pengelolaan keuangan Negara
sebagai bagian dari kekuasaan pemerintah dikuasakan kepada Menteri

Universitas Sumatera Utara

Keuangan, selaku pengelola fiskal dan Wakil Pemerintah dalam kepemilikan
kekayaan negara yang dipisahkan. Dalam hal kekayaan Negara yang

dipisahkan termasuk Perusahaan BUMN. Sehingga menurut Undang –
undang ini yang berwenang melakukan pengelolaan keuangan Negara
yang terdapat pada perusahaan BUMN adalah Menteri Keuangan, selaku
wakil Pemerintah.

Pada Pasal 24 Undang – Undang No. 17 Tahun 2003 dapat dilihat
hubungan Keuangan antara pemeritah dan Perusahaan Negara. Pada Pasal
24 angka (1), (2), dan (3) berisikan :
(1) Pemerintah dapat memberikan pinjaman/hibah/ penyertaan
modal kepada dan menerima pinjaman/hibah dari perusahaan
negara/daerah.
(2) Pemberian pinjaman/hibah/penyertaan modal dan penerimaan
pinjaman/hibah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terlebih
dahulu ditetapkan dalam APBN/APBD.
(3) Menteri Keuangan melakukan pembinaan dan pengawasan
kepada perusahaan negara.
Dari Pasal 24 Undang – Undang tersebut dapat diketahui bahwa
Keuangan dari pada Perusahaan Negara dapat dikelola oleh Pemerintah,
dalam hal ini keuangan yang dimaksud adalah kekayaan Negara yang
dipisahkan, yang terdalam di dalam perusahaan Negara atau BUMN.

Universitas Sumatera Utara

6. Pengaturan dalam UU BPK
Pada Pasal 1 Ayat (1) Undang – Undang No.15 Tahun 2006
tentang Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) diuraikan definisi dari BPK
serta tugasnya yakni 56:
“Badan Pemeriksa Keuangan, yang selanjutnya disingkat BPK,
adalah lembaga Negara yang bertugas untuk memeriksa
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.”
Pada Pasal 1 ayat (7) Undang – Undang No.15 Tahun 2006
tersebut dijelaskan juga definisi dari keuangan Negara yakni 57:
“Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat
dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun
berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan
pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.”
Tugas dari BPK yang berhubungan dengan Perusahan BUMN terlihat
dari isi Pasal 6 ayat (1) dan (2) Undang – Undang No. 15 Tahun 2006
yakni 58:
(1) “BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat,
Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia,
Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha
Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola
keuangan negara.
(2) Pelaksanaan pemeriksaan BPK sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), dilakukan berdasarkan undang-undang tentang pemeriksaan
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.

56

Pasal 1 ayat (1) Undang – undang No. 15 Tahun 2006 Tentang Badan Pemeriksa
Keuangan.
57
Pasal 1 ayat (7) Undang – undang No. 15 Tahun 2006 Tentang Badan Pemeriksa
Keuangan.
58
Pasal 6 ayat (1) dan (2) Undang – undang No. 15 Tahun 2006 Tentang Badan Pemeriksa
Keuangan.

Universitas Sumatera Utara

Sedangkan wewenangnya terhadap perusahaan BUMN dapat dilihat
pada pasal 9 ayat (1) huruf (b) Undang – undang No. 15 Tahun 2006
yakni 59:
“Meminta keterangan dan/atau dokumen yang wajib diberikan oleh
setiap orang, unit organisasi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah,
Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara,
Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau
badan lain yang mengelola keuangan Negara.”
Dari pemaparan Pasal – pasal pada Undang – Undang No.15 Tahun
2006 diatas yang menyangkut Tugas dan Kewenangan BPK terhadap
perusahaan BUMN dapat kita ketahui bahwa BPK ditugasi untuk
memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara yang ada di
dalam perusahaan BUMN, keuangan Negara yang dimaksud adalah
kekayaan Negara yang dipisahkan di dalam perusahaan BUMN.

59

Pasal 9 ayat (1) huruf (b) Undang – undang No. 15 Tahun 2006 Tentang Badan
Pemeriksa Keuangan.

Universitas Sumatera Utara