Pengaruh Kebisingan Terhadap Jumlah Leukosit dan Hitung Jenis Leukosit Tikus Jantan (Rattus norvegicus) Galur Wistar

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam
tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan
masyarakat dan kenyamanan lingkungan (Keputusan MENLH, No.48 Tahun
1996), atau semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat
proses produksi dan atau alat-alat kerja pada tingkat tertentu dapat menimbulkan
gangguan pendengaran (KepMenNaker No.51 Tahun 1999).
Saat ini kebisingan mulai meningkat di berbagai negara, padahal seperti
yang kita ketahui bahwa, bila terjadi kebisingan yang berulang kali dan terus
menerus sehingga melampui daya adaptasi individu, maka hal tersebut akan
mengakibatkan terjadinya kondisi stres yang merusak atau sering disebut distress.
Keadaan

bising

ini

dapat


mengakibatkan

gangguan

yang

serius

dan

mempengaruhi kondisi fisiologis dan psikologis seseorang, disamping sebagai
stressor yang dapat memodulasi respon imun (Budiman, 2004).
Kebisingan akibat suara-suara keras yang ditimbulkan dari mesin pabrik
yang terus-menerus, akan mengganggu proses fisiologis jaringan otot dalam tubuh
manusia dan akan memicu emosi yang tidak stabil. Ketidakstabilan emosi
mengakibatkan seseorang mudah mengalami stres (Saryawati, 2008). Menurut
Gunawan dan Sumadiono (2007), status emosi menentukan fungsi sistem
kekebalan dan stres dapat meningkatkan kerentanan tubuh terhadap infeksi dan
karsinoma, dan lebih lanjut dikatakan bahwa karakter, perilaku, pola coping dan

status emosi berperan pada modulasi sistem imun. Ader dan Cohen (1993)
mendeskripsikan bahwa stres adalah keadaan asli atau dicobakan yang
menimbulkan anggapan ancaman terhadap psikobiologis individu. Dalam ilmu
psikologi stres diartikan sebagai suatu kondisi dimana kebutuhan tidak terpenuhi
sehingga menimbulkan adanya ketidakseimbangan (Budiman, 2004).
Menurut Ader dan Cohen (1993) dalam Prawitasari (2007), pada mulanya
tidak diketahui dan tidak diharapkan adanya kaitan antara otak dan sistem

Universitas Sumatera Utara

kekebalan tubuh. Akan tetapi terlihat bahwa: (a) manipulasi saraf dan fungsi
endokrin

mengubah

respons

kekebalan,

dan


stimulasi

antigenik

yang

menimbulkan respons kekebalan menghasilkan perubahan dalam saraf dan fungsi
endokrin; (b) proses perilaku mampu mempengaruhi reaksi kekebalan, dan
sebaliknya status kekebalan suatu organisme mempunyai konsekuensi perilaku.
Penelitian psikoneuroimunologi ini menunjukkan bahwa sistem saraf dan
kekebalan tubuh, yang merupakan sistem sangat kompleks untuk pemeliharaan
homeostatis, mewakili suatu mekanisme terpadu yang menyumbang pada adaptasi
individual dan spesies. Psikoneuroimunologi menekankan pentingnya hubungan
antara sistem-sistem tersebut.
Bising termasuk salah satu stresor fisikpsikobiologik, dimana stres akan
dapat bermanifestasi pada perubahan fungsi fisiologis, kognitif, emosi dan
perilaku. Psikoneuroimunologi yaitu suatu kajian yang melibatkan berbagai segi
keilmuan, neurologi, psikiatri, patobiologi dan imunologi (Inayah, 2008).
Selanjutnya konsep ini banyak digunakan pada penelitian dan banyak temuan

memperkuat keterkaitan stres terhadap berbagai patogenesis penyakit termasuk
infeksi dan neoplasma. Interaksi antara stres dengan sistem imun yaitu stresor
pertama kali ditampung oleh pancaindera dan diteruskan ke pusat emosi yang
terletak di sistem saraf pusat. Dari sini, stres akan dialirkan ke organ tubuh
melalui saraf otonom. Organ tersebut adalah kelenjar hormon dan terjadilah
perubahan keseimbangan hormon, yang selanjutnya akan menimbulkan perubahan
fungsional berbagai organ target. Beberapa peneliti membuktikan stres telah
menyebabkan perubahan neurotransmitter neurohormonal melalui berbagai aksis
seperti Hypothalamic-Pituitary Adrenal Axis (HPA), Hypothalamic-PituitaryThyroid Axis (HPT) dan Hypothalamic-Pituitary-Ovarial Axis (HPO). HPA
merupakan teori mekanisme yang paling banyak diteliti (Gunawan & Sumadiono,
2007).
Penelitian sebelumnya yang dilakukakan pada mencit menggunakan
stressor suara dengan lama paparan 1 jam dan 2 jam serta intensitas suara 40-50
dB dan intensitas suara >85 dB, hasilnya terjadi peningkatan kadar kortisol serta
penurunan jumlah limfosit dan kadar IgG serum (Budiman, 2004). Penelitian yang
lain menunjukkan terjadinya peningkatan kadar kortisol serta penurunan jumlah

Universitas Sumatera Utara

limfosit dan kadar IgG serum pada mencit dengan paparan bising dengan waktu 5

jam perhari dengan intensitas 90 dB selama 3 hari. Hasilnya juga ditemukan
kenaikan kadar kortisol, penurunan CD4+ dan kadar IgG serum (Zheng &
Ariizumi, 2007).
Dari beberapa penelitian belum banyak disebutkan sejauh mana
kebisingan dapat mempengaruhi hitung jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit
yang dapat mewakili kesatuan sistem imun untuk mengetahui perubahan respon
imun akibat kebisingan. Maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui
pengaruh kebisingan terhadap hitung leukosit dan hitung jenis leukosit. Namun
penelitian yang melibatkan paparan bising pada sistem imun manusia sulit
dilakukan, maka penelitian dilakukan pada tikus atau mencit karena lebih mudah
diberi perlakuan dan variabel-variabel luar atau pengganggu dapat dikendalikan
dengan prediksi akan memberikan dampak positif maupun negatif pada
komponen-komponen sistem imun (Hooi, 2003). Oleh karena itu, penelitian untuk
mengetahui pengaruh kebisingan terhadap hitung leukosit dan hitung jenis
leukosit ini dilakukan pada hewan coba yaitu tikus jantan (Rattus norvegicus)
Galur Wistar.

1.2. Permasalahan
Negara Indonesia adalah negara yang sedang berkembang, dimana kebisingan
ditemukan setiap harinya baik di lingkungan kerja, perkotaan, ataupun lalu lintas.

Bila terjadi kebisingan yang berulang kali dan terus menerus sehingga melampui
daya adaptasi individu, maka dapat mengakibatkan kondisi stress yang dapat
mengganggu kondisi fisiologis dan psikologis seseorang, serta meningkatkan
kerentanan tubuh terhadap infeksi, sehingga kualitas sumber daya manusia akan
semakin berkurang. Namun demikian sejauh ini belum diketahui bagaimanakah
pengaruh kebisingan terhadap hitung leukosit dan hitung jenis leukosit tikus
jantan (Rattus norvegicus) Galur Wistar.

Universitas Sumatera Utara

1.3. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh
kebisingan terhadap hitung leukosit dan hitung jenis leukosit yang dapat mewakili
kesatuan sistem imun pada tikus jantan (Rattus norvegicus) Galur Wistar.

1.4. Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah
a. Kebisingan meningkatkan jumlah leukosit tikus jantan (Rattus norvegicus)
Galur Wistar.
b. Kebisingan meningkatkan persentase hitung jenis leukosit tikus jantan (Rattus

norvegicus) Galur Wistar.

1.5. Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah
a. Memberikan informasi kepada masyarakat bahwa kebisingan mempunyai
pengaruh terhadap hitung leukosit dan hitung jenis leukosit yang mewakili
kesatuan sistem imun tubuh.
b. Menambah khasanah keilmuan dan pengetahuan tentang kebisingan serta dapat
memberikan informasi bagi peneliti selanjutnya maupun instansi yang
membutuhkannya.

Universitas Sumatera Utara