Penurunan Jumlah Leukosit Produk Lebah Madu Pada Luka Bakar Tikus Putih Jantan Rattus norvegicus Galur Wistar.

Penurunan Jumlah Leukosit
Produk Lebah Madu Pada Luka Bakar
Tikus Putih Jantan Rattus norvegicus Galur Wistar

OLEH
DG. Diah Dharma Santhi
DAP. Rasmika Dewi
Dr.dr.AAN Subawa

Disampaikan dalam:
SEMINAR NASIONAL
SAINS DAN TEKNOLOGI 2015
Denpasar, 29 – 30 Oktober 2015

Penurunan Jumlah Leukosit Produk Lebah Madu
Pada Luka Bakar Tikus Putih Jantan Rattus norvegicus Galur Wistar
1

DGD. Dharma Santhi, DAP. Rasmika Dewi, AAN Subawa 1
Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Telp. 0361-222510
diahdharmasanthi@yahoo.co.id

ABSTRAK

Luka bakar merupakan trauma yang cukup sering terjadi dan dapat terjadi dimana saja,
paling sering terjadi di rumah. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen laboratorium untuk
untuk mengetahui tingkat penyembuhan luka bakar dan tingkat respon inflamasi pada tikus putih
jantan jantan Rattus norvegicus galur Wistar yang mendapat luka bakar sesuai dengan metode
Kaufman. Bahan uji yang dipergunakan adalah madu Apis mellifera, madu Apis dorsata, propolis
Trigona sp, dan propolis Abelha coleta yang diaplikasikan pada luka bakar secara topikal.
Sebagai kontrol positif dipergunakan salep Silver Sulfadiazin (SSD). Tingkat penyembuhan luka
bakar dan tingkat respon inflamasi dilihat dari penurunan jumlah leukosit yang disebabkan karena
terjadinya infeksi pada luka bakar yang diamati pada hari ke- 0, 3, 7, 14, 21.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa pada awal proses luka bakar terjadi peningkatan
jumlah leukosit, kemudian setelah diberikan perlakuan, terjadi penurunun jumlah leukosit. Dari
analisis statistik, pengamatan hari ke–21 yang menunjukkan jumlah leukosit yang berbeda
bermakna antar kelompok perlakuan, di mana diperoleh nilai p = 0.006. Kelompok kontrol positif
memberikan penurunan jumlah leukosit yang tidak berbeda bermakna dengan kelompok yang
mendapat pemberian madu dan propolis dengan berturut – turut nilai p = 0.552; 0,148; 0.657;
dan 0.082.
Kata kunci: Luka Bakar, Jumlah Leukosit, Madu, Propolis, SSD
ABSTRACT


Burns is a trauma that is fairly common and can occur anywhere, most often occur in the home.
This research is a laboratory experimental to determine the rate of healing of burns and degree of
inflammatory response on white male rats Rattus norvegicus Wistar who got burns in accordance
with the method of Kaufman. The test material used is honey from species Apis mellifera, honey
from species Apis dorsata, propolis from species Trigona sp, and propolis from species Abelha
coleta which is applied topically on burns. As a positive control used Silver Sulfadiazine (SSD)
ointment. The rate of healing of burns and degree of inflammatory response seen from a decrease
in the number of leukocytes caused by an infection in burns were observed on days 0, 3, 7, 14, 21.
These research revealed that at the beginning of the process burns an increase in white blood cell
count, then after a given treatment, white blood cell count will decrease. Statistically, observation
on day 21 indicates the number of leukocytes significantly different between the treatment groups,
which was obtained p value = 0.006. The positive control group gave a decrease in the number of
leukocytes were not significantly different in the group receiving honey and propolis respectively were p values = 0552; 0.148; 0657; and 0082.
Keywords: Burns, Leucosits Count, Honey, Propolis, SSD

Pendahuluan
Luka bakar adalah kerusakan jaringan pada kulit akibat terpajan panas tinggi, bahan kimiawi
maupun arus listrik1. Kerusakan jaringan pada kulit akibat terpajan panas tinggi membuat protein
penyusun kulit terancam denaturasi menyebabkan berkurangnya pertahanan terhadap infeksi

bakteri. Selain itu, infeksi bakteri pada jaringan yang terbakar meningkatkan jumlah kerusakan
jaringan dan mencegah penyembuhan area kulit yang terbakar2. Antimikroba menjadi pilihan untuk
mencegah meluasnya infeksi pada luka bakar3.
Madu dikatakan sebagai antimikroba dengan spektrum yang luas, serta non toksik terhadap
jaringan manusia4. Pada beberapa kasus, madu digunakan pada luka terinfeksi yang tidak sembuh
dengan terapi antibiotik standar dan antiseptik, dimana madu efektif pada semua fase penyembuhan
luka tanpa efek samping pada pada prosesnya5,6. Studi efektivitas madu sebagai antimikroba
menunjukkan aktivitas antimikroba terhadap lebih dari 70 strain bakteri yang ditemukan pada luka,
termasuk Methicillin resistant Staphylococcus aureus (MRSA)7. Penelitian lain di Bangladesh
menunjukkan bahwa madu mempunyai aktivitas antibakteri terhadap bakteri Gram Positif
(Staphylococcus aureus) maupun bakteri Gram Negatif (Escherchia coli, Pseudomonas
aeruginosa, dan Shigella spp)8. Propolis atau lem lebah merupakan suatu zat resin yang
dikumpulkan oleh lebah madu dari sumber tumbuhan seperti aliran getah atau tunas pohon.
Propolis memiliki kemampuan untuk menekan pertumbuhan bakteri, virus dan fungi, serta
kemampuan untuk meredakan inflamasi (radang). Beberapa percobaan terhadap tikus
memperlihatkan propolis mampu memperbaiki pemulihan luka bakar, luka kecil, infeksi,
peradangan, sakit gigi, dan herpes kelamin9. Pada penelitian yang dilakukan menggunakan propolis
yang berasal dari Turki, diketahui bahwa penyembuhan luka bakar menggunakan propolis 50%
lebih baik dibandingkan kelompok yang memperoleh krim SSD dan cold cream (kontrol).
Dikatakan bahwa propolis turki mempunyai peeranan dalam penyembuhan luka bakar karena

memiliki efek sebagai anti oksidan,antiinflamasi dan antimikroba10.
Produk lebah madu Indonesia, antara lain madu hutan, madu ternak, dan propolis diketahui
memiliki aktivitas ebagai antimikroba. Hal ini dapat dilihat dari pH yang dimiliki oleh madu hutan,
madu ternak, dan propolis Indonesia berkisar antara 3,85 – 4,44. Dimana pada rentang pH tersebut,
dikatakan bahwa madu dan propolis mampu menghambat pertumbuhan bakteri. Selain itu dari uji
aktivitas antibakteri menggunakan tes Kirby Bauer, dapat dilihat bahwa madu madu hutan, madu
ternak, dan propolis memiliki zone hambat terhadap pertumbuhan bakteri yang tidak resisten
maupun yang sudah resisten terhadap antibiotika. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat
penyembuhan luka bakar dan tingkat respon inflamasi yang terjadi pada hewan coba setelah
mendapat perlakuan luka bakar melalui penurunan jumlah leukosit pada tikus putih jantan Rattus
norvegicus galur Wistar yang mendapat perlakuan luka bakar.

Bahan dan Metode
Bahan penelitian adalah madu yang diperoleh dari tanaman kapuk dengan spesies lebah Apis
mellifera, sedangkan bahan madu hutan diperoleh dari hutan di pedalaman Riau, yaitu dari spesies
Apis dorsata. Untuk bahan uji propolis yang dipergunakan diperoleh dari spesies lebah Trigona sp
dan Abelha coleta. Bahan uji ini merupakan produk dagang yang mudah ditemukan di pasaran
Indonesia Sebagai kontrol positif dipergunakan salep silver sulfadiazin 2% sedangkan sebagai
kontrol negatif dipergunakan larutan normal saline.
Sebanyak 36 hewan coba (tikus putih jantan Rattus norvegicus galur Wistar) dipergunakan dalam

penelitian ini. Untuk menghasilkan luka bakar, digunakan metode Kaufman, dkk, 1990. Lempeng
aluminium (berukuran diameter 2.0 cm, panjang 3 cm, tangkai 24 cm, dengan berat kira – kira 400
g) dipanaskan di water bath pada suhu konstan 850C selama 3 jam sebelum diaplikasikan pada kulit
hewan coba. Hewan coba yang digunakan untuk penelitian dianastesi secara intramuscular (IM)
dengan ketamin (50mg/ kg BB) dan Xylazine (5 mg/ kg BB). Hewan coba diposisikan dengan baik,
kemudian lempeng aluminium diletakkan di atas punggung hewan coba selama 5 detik (gunakan
stopwatch) dengan tekanan yang minimal dan konstan. Kurang lebih 15 menit setelah luka bakar
dibuat, semua luka dibalut dengan kasa pembalut steril, kemudian diberi plester. Pembersihan luka
dilakukan setiap hari menggunakan larutan normal saline yang steril. Dimulai pada hari ke-3,
semua hewan coba diberi perlakuan sesuai dengan kelompok perlakuan. Pada hari ke – 0, 3, 7, 14,
dan 21 dilakukan pengambilan sampel darah. Lakukan perhitungan jumlah leukosit.
Analisis data dilakukan dengan metode uji parametrik one way ANOVA. Jika pada uji ANOVA
menghasilkan nilai p