Struktur Komunitas Makrofauna Tanah Pada Lahan Pertanian Anorganik dan Organik Di Kabupaten Karo

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Kabupaten Karo merupakan salah satu kabupaten yang ada di Propinsi Sumatera
Utara dengan ibukota Kabanjahe. Terletak pada jajaran Bukit Barisan dan
sebagian besar wilayahnya merupakan dataran tinggi. Daerah ini beriklim tropis
serta mempunyai dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Suhu udara
berkisar antara 18,8°C sampai dengan 19,8°C dan kelembaban udara rata-rata
setinggi 84,66% (BPS, 2013).
Jika dilihat dari letak geografis dan iklimnya, Kabupaten Karo termasuk
kawasan sentra pertanian yang penting terutama pertanian hortikultura seperti
sayur-sayuran dan buah-buahan. Hal ini sejalan dengan mata pencaharian
penduduknya yang sebagian besar adalah di bidang pertanian (Ginting, 2011).
Sektor pertanian merupakan bagian terpenting dalam perekonomian Kabupaten
Karo. Peranan sektor ini terhadap Pendapatan Daerah Regional Bruto (PDRB)
Karo pada tahun 2012 sekitar 60,98% untuk harga berlaku (BPS, 2013).
Produk hasil pertanian dari Kabupaten Karo didistribusikan ke daerahdaerah lain seperti kota Medan dan juga ke mancanegara seperti Malaysia dan
Singapura. Produk hasil pertanian yang paling diminati konsumen saat ini
terutama konsumen mancanegara adalah produk hasil pertanian organik karena
dinilai lebih aman dan sehat (Pandia, 2012). Pada tahun 2005, Dinas Pertanian

Kabupaten Karo menargetkan 25.000 hektar lahantidur untuk dijadikan sebagai
lahan pertanian organik (http://groups.yahoo.com/neo/groups/mmaipb/conversations/topics/6084). Meskipun demikian, 90% lahan pertanian di Kabupaten
Karo saat ini masih tetap dikelola dengan sistem anorganik dan hanya 10% saja
yang berorientasi pada pertanian organik yang tersebar di 4 kecamatan dari 17
kecamatan yang ada, salah satunya adalah Kecamatan Berastagi (Harahap, 2012).
Perbedaan pengelolaan tanah pada suatu areal atau lahan diantaranya lahan
pertanian akan menunjukkan hasil yang berbeda pula terhadap struktur komunitas
fauna tanah yang ditemukan pada masing-masing lahan tersebut. Hal ini dapat

Universitas Sumatera Utara

dilihat dari kehadiran, penyebaran, kelimpahan maupun keanekaragaman spesies
fauna tanahnya, diantaranya adalah makrofauna tanah (Wallwork, 1970; Lavelle
et al., 1994).
Lahan pertanian yang dikelola dengan pemupukan dan pestisida sintetis
pada sistem pertanian anorganik dapat menyebabkan terjadinya degradasi lahan,
berkurangnya bahan organik tanah serta penurunan komunitas makrofauna tanah
(Pankhurst, 1994; Yulipriyanto, 2010). Penelitian yang telah dilakukan oleh
Adianto (1993), Noordwijk & Hairiah (2006) dan Sugiyarto (2008) menunjukkan
bahwa semakin tinggi intensitas pengelolaan lahan dengan menggunakan pupuk

dan pestisida sintetis dapat menyebabkan struktur komunitas makrofauna
tanahnya cenderung menurun.
Lahan pertanian yang dikelola secara organik dengan menggunakan
bahan-bahan organik seperti pupuk kandang dan limbah tanaman dapat
meningkatkan kualitas tanahnya. Penambahan bahan organik ke permukaan tanah
tersebut juga dapat melindungi permukaan tanah dari proses degradasi akibat
hempasan air hujan dan memperbaiki kandungan bahan organik tanah serta
meningkatkan stabilitas struktur tanah. Peningkatan bahan organik tanah dan
stabilitas struktur tanah tersebut secara langsung juga akan memperbaiki aktivitas
flora dan fauna tanah, diantaranya adalah makrofauna tanah (Sutanto, 2002).
Beberapa penelitian seperti yang telah dilakukan oleh Adianto (1993), Sugiyarto
(2000a), dan John (2009, 2011) membuktikan bahwa struktur komunitas
makrofauna tanah cenderung meningkat oleh adanya aplikasi bahan organik pada
suatu areal atau lahan.
Makrofauna tanah dalam komunitasnya memiliki peran yang sangat
penting terhadap tanah pada suatu areal atau lahan. Peran utamanya adalah dalam
menyediakan pelayanan ekosistem melalui pengendalian proses siklus hara
fundamental, dinamika struktur tanah, memperbaiki aerasi dan drainase tanah,
memperbaiki perkembangan akar pada tumbuhan, mendaur ulang bahan organik
tanah, mendegradasi polutan, meregulasi komunitas tumbuhan, serta sebagian

diantaranya berperan sebagai predator hama-hama penyebab penyakit (Sutanto,
2002; Suin, 2006; Ruiz et al., 2008; Yulipriyanto, 2010).

Universitas Sumatera Utara

Mengingat tingginya peranan makrofauna tanah terhadap suatu areal atau
lahan, beberapa peneliti menyatakan bahwa makrofauna tanah dapat dijadikan
sebagai bioindikator kualitas tanah pada beberapa penggunaan lahan yang
berbeda. Beberapa diantaranya adalah: bioindikator berbagai penggunaan lahan
pertanian (Pankhurst, 1994; Doube &Schmidt, 1997), bioindikator lahan
terdegradasi (Witt, 1997), bioindikator beberapa lahan perkebunan sawit (John
1998, 2009), bioindikator lahan gambut (Maftu’ah et al., 2005), bioindikator
perubahan sistem penggunaan lahan hutan (Sugiyarto, 2005), bioindikator lahan
agroforestri (Sugiyarto, 2008), dan bioindikator lahan bekas pertambangan
(Patang, 2010).
Meskipun telah banyak laporan tentang peranan makrofauna tanah
terutama dalam sistem produksi tanaman pertanian, tetapi perhatian pada perlunya
melakukan konservasi terhadap komunitas makrofauna tanah masih sangat perlu
untuk dilakukan (Lavelle et al., 1994; Yuliprianto, 2010). Hingga sejauh ini,
penelitian mengenai makrofauna tanah di Kabupaten Karo khususnya pada lahanlahan pertaniannya masih sangat kurang. Satu-satunya penelitian terkait yang

pernah dilaporkan adalah yang dilakukan oleh John (2011) di Desa Semangat
Gunung, Kecamatan Merdeka, Kabupaten Karo. Sehubungan dengan uraianuraian tersebut, maka dirasa perlu untuk melakukan penelitian mengenai “Struktur
Komunitas Makrofauna Tanah Pada Lahan Pertanian Anorganik dan Organik Di
Kabupaten Karo”.

1.2. Permasalahan
Adanya sistem pertanian anorganik dan organik di Kabupaten Karo akan
berpengaruh terhadap kehidupan dan keberadaan spesies makrofauna tanah.
Walaupun demikian, hingga saat ini masih sedikit sekali informasi mengenai
bagaimanakah struktur komunitas makrofauna tanah pada lahan pertanian
anorganik dan organik di Kabupaten Karo.

Universitas Sumatera Utara

1.3. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur komunitas makrofauna
tanah pada lahan pertanian yang dikelola dengan sistem anorganik dan organik di
Kabupaten Karo.

1.4. Hipotesis

Terdapat perbedaan struktur komunitas makrofauna tanah antara lahan
pertanian anorganik dengan lahan pertanian organik di Kabupaten Karo

1.5. Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk pihak atau instansi
terkait, terutama dalam pengambilan kebijakan terhadap pengelolaan lahan
pertanian di Kabupaten Karo yang dapat memperbaiki fungsi-fungsi tertentu
melalui pengelolaan organisme tanah khususnya makrofauna tanah. Hasil
penelitian ini juga dapat digunakan sebagai acuan bagi para peneliti selanjutnya.

Universitas Sumatera Utara